PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kehamilan, persalinan dan menyusui merupakan proses fisiologi yang perlu
dipersiapkan oleh wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman. Selama masa
kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu hamil adalah
persyaratan penting untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua bagian unit tersebut.
Obat dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama masa
kehamilan. Selama kehamilan dan menyusui, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan
atau gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Banyak ibu hamil menggunakan obat dan
suplemen pada periode organogenesis sedang berlangsung sehingga risiko terjadi cacat janin
lebih besar. Di sisi lain, banyak ibu yang sedang menyusui menggunakan obat-obatan yang
dapat memberikan efek yang tidak dikehendaki pada bayi yang disusui.
Karena banyak obat yang dapat melintasi plasenta, maka penggunaan obat pada
wanita hamil perlu berhati-hati. Dalam plasenta obat mengalami proses biotransformasi,
mungkin sebagai upayaperlindungan dan dapat terbentuk senyawa antara yang reaktif, yang
bersifat teratogenik/dismorfogenik. Obat-obat teratogenik atau obat-obat yang dapat
menyebabkan terbentuknya senyawa teratogenik dapat merusak janin dalam pertumbuhan.
Beberapa obat dapat member risiko bagi kesehatan ibu, dan dapat memberi efek pada
janin juga. Selama trimester pertama, obat dapat menyebabkan cacat lahir (teratogenesis), dan
risiko terbesar adalah kehamilan 3-8 minggu. Selama trimester kedua dan ketiga, obat dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara fungsional pada
janin atau dapat meracuni plasenta.
Penulisan resep untuk masa kehamilan
Jika memungkinkan konseling seharusnya dilakukan untuk seseorang waktu sebelum
merencanakan kehamilan termasuk diskusi tentang risiko-risiko yang berhubungan dengan
obat-obat spesifik, obat tradisional, dan pengaruh buruk bahan kimia seperti rokok dan
alkohol. Suplemen seperti asam folat sebaiknya diberikan selama penatalaksanaan kehamilan
karena penggunaan asam folat
mengurangi cacat selubung saraf. Obat sebaiknya diresepkan pada kehamilan hanya jika
keuntungan yang diharapkan bagi ibu hamil/dipikirkan lebih besar daripada risiko bagi janin.
Semua obat jika mungkin sebaiknya dihindari selama trimester pertama.
Pada proses menyusui, pemberian beberapa obat (misalnya ergotamin) untuk
perawatan si ibu dapat membahayakan bayi yang baru lahir, sedangkan pemberian digoxin
sedikit pengaruhnya. Beberapa obat yang dapat menghalangi proses pengeluaran ASI antara
lain misalnya estrogen.
Keracunan pada bayi yang baru lahir dapat terjadi jika obat bercampur dengan ASI
secara farmakologi dalam jumlah yang signifikan. Konsentransi obat pada ASI (misalnya
iodida) dapat melebihi yang ada di plasenta sehingga dosis terapeutik pada ibu dapat
menyebabkan bayi keracunan. Beberapa jenis obat menghambat proses menyusui bayi
(misalnya phenobarbital). Obat pada ASI secara teoritis dapat menyebabkan hipersensitifitas
pada bayi walaupun dalam konsentrasi yang sangat kecil pada efek farmakologi.
Perubahan fisiologi selama kehamilan dan menyusui dapat berpengaruh terhadap kinetika
obat dalam ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan berdampak terhadap perubahan
respon ibu hamil terhadap obat yang diminum. Dengan demikian, perlu pemahaman yang
baik mengenai obat apa saja yang relatif tidak aman hingga harus dihindari selama kehamilan
ataupun menyusui agar tidak merugikan ibu dan janin yang dikandung ataupun bayinya.
1
Untuk memberikan pengetahuan mengenai penggunaan obat pada ibu hamil dan menyusui,
maka apoteker perlu dibekali pedoman dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian bagi ibu
hamil dan menyusui.
1.2 TUJUAN
Memandu apoteker untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian dalam
penanganan ibu hamil dan menyusui.
1.3 SASARAN
Apoteker di rumah sakit dan komunitas
BAB II
KEHAMILAN DAN MENYUSUI
2.1 KEHAMILAN
2.1.1 PROSES KEHAMILAN
Proses kehamilan di dahului oleh proses pembuahan satu sel telur yang bersatu
dengan sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk zigot. Zigot mulai membelah diri satu
sel menjadi dua sel, dari dua sel menjadi empat sel dan seterusnya. Pada hari ke empat zigot
tersebut menjadi segumpal sel yang sudah siap untuk menempel / nidasi pada lapisan dalam
rongga rahim (endometrium). Kehamilan dimulai sejak terjadinya proses nidasi ini. Pada hari
ketujuh gumpalan tersebut sudah tersusun menjadi lapisan sel yang mengelilingi suatu
ruangan yang berisi sekelompok sel di bagian dalamnya. Sebagian besar manusia, proses
kehamilan berlangsung sekitar 40 minggu (280 hari) dan tidak lebih dari 43 minggu (300
hari). Kehamilan yang berlangsung antara 20 38 minggu disebut kehamilan preterm,
sedangkan bila lebih dari 42 minggu disebut kehamilan postterm. Menurut usianya,
kehamilan ini dibagi menjadi 3 yaitu kehamilan trimester pertama 0 14 minggu, kehamilan
trimester kedua 14 28 minggu dan kehamilan trimester ketiga 28 42 minggu.
Gangguan pada kehamilan
Mual dan muntah
Liur melimpah
Tekanan pada dada
Lemah dan pusing
Sariawan
Gangguan buang air besar
Varises
Wasir atau ambeien
Kejang kaki
Keputihan
2.1.2 PROSES PERKEMBANGAN JANIN
Tabel.1 Proses Perkembangan Janin
BLN KE -
KETERANGAN
I.(0-4 Minggu)
V. (16-20 Minggu)
HIV/AIDS
Penyakit ini terjadi karena infeksi retrovirus. Pada janin penularan terjadi secara
transplasenta, tetapi dapat juga akibat pemaparan darah dan sekret serviks selama persalinan.
Kebanyakan bayi terinfeksi HIV belum menunjukan gejala pada saat lahir. Pencegahan antara
lain dengan cara : menghindari kontak seksual dengan banyak pasangan terutama hubungan
seks anal, skrining donor darah lebih ketat dan pengolahan darah dan produknya dengan lebih
hati hati.
Tidak berpengaruh pada produksi ASI. Perlu diperhatikan bila ada kelainan; seperti
pembesaran masif, gerakan yang tidak simetris pada perubahan posisi
Kontur/Permukaan
Permukaan yang tidak rata, adanya depresi, elevasi, retraksi atau luka pada kulit payudara
harus dipikirkan kearah tumor atau keganasan dibawahnya. Saluran limfe yang tersumbat
dapat menyebabkan kulit membengkak, dan membuat gambaran seperti kulit jeruk.
Warna Kulit
Pada umumnya sama dengan warna kulit perut atau punggung, yang perlu diperhatikan
adalah warna kemerahan tanda radang, penyakit kulit atau bahkan keganasan
Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada puting susu dan areola
sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting
susu
Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara
- Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi
yang rendah (kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran
kursi
- Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada
lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah, dan bokong bayi ditahan dengan
telapak tangan)
- Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu, dan yang satu di depan
- Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya
membelokkan kepala bayi)
- Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
- Ibu menatap bayi dengan kasih sayang
Payudara dipegang dengan ibu jaridi atas dan jari yang lain menopang dibawah, jangan
menekan puting susu atau areolanya saja.
2.2.2 MASALAH YANG SERING TERJADI PADA MENYUSUI
MASTITIS
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi.
Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau
mastitis puerperalis. Abses payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara,
merupakan komplikasi berat dari mastitis. Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan
infeksi. Patogen yang paling sering diidentifikasi adalah staphilokokus aureus. Pada mastitis
infeksius, ASI dapat terasa asin akibat kadar natrium dan klorida yang tinggi dan merangsang
penurunan aliran ASI. Ibu harus tetap menyusui. Antibiotik (resisten-penisilin) diberikan bila
ibu mengalami mastitis infeksius.
Gejala mastitis non infeksius
Ibu memperhatikan adanya bercak panas, atau area nyeri tekan
yang akut
Ibu dapat merasakan bercak kecil yang keras di daerah nyeri
tekan tersebut
Ibu tidak mengalami demam dan merasa baik-baik saja
Pengobatan :
Lanjutkan menyusui
Berikan kompres panas pada area yang sakit
Tirah baring (bersama bayi) sebanyak mungkin
Jika bersifat infeksius, berikan analgesik non narkotik, antipiretik (Ibuprofen, asetaminofen)
untuk mangurangi demam dan nyeri
Pantau suhu tubuh akan adanya demam. Jika ibu demam tinggi (<39 C), periksa kultur susu
terhadap kemungkinan adanya infeksi streptokokal
Pertimbangkan pemberian antibiotik antistafilokokus kecuali jika demam dan gejala
berkurang.
Tabel.2 Penisilin Anti Stafilokokus
Dosis Harian
Obat
Methcillin (Staphcillin)
Dewasa (gr)
4-12
Cara
Injeksi
Oxacillin (Prostaphlin)
4-12
Oral, Injeksi
Nafcillin (Unipen)
4-12
Oral, Injeksi
Cloxacillin
(Cloxapen,
Tegopen)
Dicloxacillin (Dynapen)
1-2
Oral
0,5-1
Oral
0,5-1,0
Oral
KANDIDA/SARIAWAN
Merupakan hal yang biasa terjadi pada ibu yang menyusui dan bayi setelah pengobatan
antibiotik. Manifestasinya seperti area merah muda yang menyolok menyebar dari area
puting, kulit mengkilat, nyeri akut selama dan setelah menyusui; pada keadaan yang
parah,dapat melepuh. Ibu mengeluh nyeri tekan yang berat dan rasa tidak nyaman, khususnya
selama dan segera setelah menyusui Bayi dapat menderita ruam popok, dengan pustula yang
menonjol, merah, tampak luka dan/atau seperti luka terbakar yang kemerahan. Pada kasuskasus yang berat, bintik-bintik atau bercak-bercak putih mungkin terlihat merasakan nyeri
dan menolak untuk mengisap.
Pengobatan :
Obati ibu dan bayinya
8
Oleskan krim atau losion topikal antijamur ke puting dan payudara setiap kali sehabis
menyusui, dan seka mulut, lidah dan gusi bayi setiap kali sehabis menyusui
Anjurkan ibu untuk mengkompreskan es pada puting sebelum menyusui untuk mengurangi
nyeri
Aplikasi
-Oleskan pada payudara empat kali sehari
-Berikan supisitoria vagina setiap hari
Klotrimazol
Mikonazol
Flukonazol
alat yang penting untuk memberikan imunitas pasif CMV pada bayi. Anak yang disusui, yang
diimunisasi CMV melalui ASI akan terlindungi dari gejala infeksi nantinya dan dari infeksi
primer selama kehamilan.
Perawatan :
Bayi cukup bulan
Anjurkan supaya bayi cukup bulan disusui jika ibu telah terbukti seropositif selama
kehamilan. Mengkonsumsi ASI yang terinfeksi akan mengarah pada infeksi CMV dan serokonversi dari bayi tanpa akibat yang merugikan.
Bayi preterm
Pertimbangkan dengan hati-hati faktor risiko pemberian ASI dari ibu yang terinfeksi CMV
pada bayi prematur khususnya jika bayi seronegatif. Segera ke neonatolog untuk evaluasi dan
pembuatan keputusan
HEPATITIS B (HBV)
HBV dapat menyebabkan penyakit sistemik (demam, kelemahan) dan ditularkan melalui
kontak dengan darah yang terinfeksi, sekresi tubuh atau transfusi darah. Bayi yang lahir dari
ibu dengan HBV + langsung tertular, kebanyakan terinfeksi di dalam rahim.
Perawatan :
Semua bayi harus mendapatkan vaksin hepatitis B setelah lahir. Selain itu, bayi harus
menerima imunoglobulin hepatitis B (HBIG)
Menyusui tidak meningkatkan risiko bayi terinfeksi HBV
HIV/AIDS
Penularan HIV dari Ibu ke Bayi dapat terjadi selama kehamilan (5-10%), persalinan (1020%) dan menyusui (10-15%). Meskipun secara umum prevalensi HIV di Indonesia
tergolong rendah (kurang dari 0,1 %), tetapi sejak tahun 2000 Indonesia telah dikategorikan
sebagai negara dengan tingkat epidemi terkonsentrasi karena terdapat kantung-kantung
dengan prevalensi HIV lebih dari 5% pada beberapa populasi tertentu (pada pengguna
narkoba suntikan, PSK, waria, dan narapidana). Karena mayoritas pengguna narkoba
suntukan yang terinfeksi HIV berusia reprodukasi aktif (15-24 tahun), maka diperkirakan
jumlah kehamilan dengan HIV positif akan meningkat. Dengan intervensi yang tepat maka
risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sebesar 25-45% bisa ditekan menjadi kurang dari 2%.
Menurut estimasi Depkes, setiap tahun terdapat 9.000 ibu hamil HIV positif yang melahirkan
di Indonesia. Berarti, jika tidak ada intervensi sekitar 3.000 bayi diperkirakan akan lahir HIV
positif setiap tahunnya di Indonesia.
Perawatan :
- Ibu hamil dengan perilaku berisiko atau mendapat paparan risiko terinfeksi HIV,
segera melakukan VCT (Voluntary Counseling & Testing) untuk mengetahui status
serologis secepatnya.
- Bila status serologisnya negatif, dianjurkan untuk mempertahankannya dengan
menghindari paparan menggunakan kondom setiap sanggama, melakukan perilaku
hidup sehat, dan melakukan evaluasi ulang serologis sesuai anjuran (memastikan hasil
pemeriksaan di luar masa jendela).
- Bila status serologisnya positifdianjurkan untuk melaksanakan profilaksis
Antiretrovirus (ARV Profilaksis), bersalin dengan seksio sesarea, dan tidak
10
11
BAB III
FARMAKOKINETIKA & FARMAKODINAMIK
PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI
3.1. Farmakokinetika dan Farmakodinami Pada Kehamilan
A. Farmakokinetika
Selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologi yang mempengaruhi
farmakokinetika obat. Perubahan tersebut meliputi peningkatan cairan tubuh misalnya
penambahan volume darah sampai 50% dan curah jantung sampai dengan 30%. Pada
akhir semester pertama aliran darah ginjal meningkat 50% dan pada akhir kehamilan
aliran darah ke rahim mencapai puncaknya hingga 600-700 ml/menit. Peningkatan
cairan tubuh tersebut terdistribusi 60 % di plasenta, janin dan cairan amniotik, 40% di
jaringan si ibu.
Perubahan volume cairan tubuh tersebut diatas menyebabkan penurunan kadar
puncak obat-obat di serum, terutama obat-obat yang terdistribusi di air seperti
aminoglikosida dan obat dengan volume distribusi yang rendah. Peningkatan cairan
tubuh juga menyebabkan pengenceran albumin serum (hipoalbuminemia) yang
menyebabkan penurunan ikatan obat-albumin. Steroid dan hormon yang dilepas
plasenta serta obat-obat lain yang ikatan protein plasmanya tinggi akan menjadi lebih
banyak dalam bentuk tidak terikat. Tetapi hal ini tidak bermakna secara klinik karena
bertambahnya kadar obat dalam bentuk bebas juga akan menyebabkan bertambahnya
kecepatan metabolisme obat tersebut.
Gerakan saluran cerna menurun pada kehamilan tetapi tidak menimbulkanefek
yang bermakna pada absorpsi obat. Aliran darah ke hepar relatif tidak berubah. Walau
demikian kenaikan kadar estrogen dan progesteron akan dapat secara kompetitif
menginduksi metabolisme obat lain, misalnya fenitoin atau menginhibisi metabolisme
obat lain misalnya teofilin.
Peningkatan aliran darah ke ginjal dapat mempengaruhi bersihan (clearance)
ginjal obat yang eliminasi nya terutama lewat ginjal, contohnya penicilin.
Perpindahan obat lewat plasenta.
Perpindahan obat lewat plasenta umumnya berlangsung secara difusi sederhana
sehingga konsentrasi obat di darah ibu serta aliran darah plasenta akan sangat
menentukanperpindahan obat lewat plasenta.
Seperti juga pada membran biologis lain perpindahan obat lewat plasentadipengaruhi
oleh hal-hal dibawah ini.
Kelarutan dalam lemak
12
Obat yang larut dalam lemak akan berdifusi dengan mudah melewati plasenta masuk
ke sirkulasi janin. Contohnya , thiopental, obat yang umum digunakan pada dapat
menyebabkan apnea (henti nafas) pada bayi yang baru dilahirkan.
Derajat ionisasi
Obat yang tidak terionisasi akan mudah melewati plasenta. Sebaliknya obat yang
terionisasi akan sulit melewati membran Contohnya suksinil kholin dan tubokurarin
yang juga digunakan pada seksio sesarea, adalah obat-obat yang derajat ionisasinya
tinggi, akan sulit melewati plasenta sehingga kadarnya di di janin rendah.
Contoh lain yang memperlihatkan pengaruh kelarutan dalam lemak dan derajat
ionisasi adalah salisilat, zat ini hampir semua terion pada pH tubuh akan melewati
akan tetapi dapat cepat melewati plasenta. Hal ini disebabkan oleh tingginya kelarutan
dalam lemak dari sebagian kecil salisilat yang tidak terion. Permeabilitas membran
plasenta terhadap senyawa polar tersebut tidak absolut. Bila perbedaan konsentrasi
ibu-janin tinggi, senyawa polar tetap akan melewati plasenta dalam jumlah besar.
Ukuran molekul
Obat dengan berat molekul sampai dengan 500 Dalton akan mudah melewati pori
membran bergantung pada kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi. Obat-obat
dengan berat molekul 500-1000 Dalton akan lebih sulit melewati plasenta dan obatobat dengan berat molekul >1000 Dalton akan sangat sulit menembus plasenta.
Sebagai contoh adalah heparin, mempunyai berat molekul yang sangat besar ditambah
lagi adalah molekul polar, tidak dapat menembus plasenta sehingga merupakan obat
antikoagulan pilihan yang aman pada kehamilan.
Ikatan protein.
Hanya obat yang tidak terikat dengan protein (obat bebas) yang dapat melewati
membran. Derajat keterikatan obat dengan protein, terutama albumin, akan
mempengaruhi kecepatan melewati plasenta. Akan tetapi bila obat sangat larut dalam
lemak maka ikatan protein tidak terlalu mempengaruhi, misalnya beberapa anastesi
gas. Obat-obat yang kelarutannya dalam lemak tinggi kecepatan melewati plasenta
lebih tergantung pada aliran darah plasenta. Bila obat sangat tidak larut di lemak dan
terionisasi maka perpindahaan nya lewat plasenta lambat dan dihambat oleh besarnya
ikatan dengan protein. Perbedaan ikatan protein di ibu dan di janin juga penting,
misalnya sulfonamid, barbiturat dan fenitoin, ikatan protein lebih tinggi di ibu dari
ikatan protein di janin. Sebagai contoh adalah kokain yang merupakan basa lemah,
kelarutan dalam lemak tinggi, berat molekul rendah (305 Dalton) dan ikatan protein
plasma rendah (8-10%) sehingga kokain cepat terdistribusi dari darah ibu ke janin.
Metabolisme obat di plasenta dan di janin.
Dua mekanisme yang ikut melindungi janin dari obat disirkulasi ibu adalah.
1. Plasenta yang berperan sebagai penghalang semipermiabel juga sebagai tempat
metabolisme beberapa obat yang melewatinya. Semua jalur utama metabolisme obat ada
di plasenta dan juga terdapat beberapa reaksi oksidasi aromatik yang berbeda misalnya
oksidasi etanol dan fenobarbital. Sebaliknya , kapasitas metabolisme plasenta ini akan
menyebabkan terbentuknya atau meningkatkan jumlah metabolit yang toksik, misalnya
etanol dan benzopiren. Dari hasil penelitian prednisolon, deksametason, azidotimidin
13
B. Farmakodinamika
Mekanisme kerja obat ibu hamil.
Efek obat pada jaringan reproduksi, uterus dan kelenjar susu, pada kehamilan kadang
dipengaruhi oleh hormon-hormon sesuai dengan fase kehamilan. Efek obat pada jaringan
tidak berubah bermakna karena kehamilan tidak berubah, walau terjadi perubahan misalnya
curah jantung, aliran darah ke ginjal. Perubahan tersebut kadang menyebabkan wanita hamil
membutuhkan obat yang tidak dibutuhkan pada saat tidak hamil. Contohnya glikosida
jantung dan diuretik yang dibutuhkan pada kehamilan karena peningkatan beban jantung
pada kehamilan. Atau insulin yang dibutuhkan untuk mengontrol glukosa darah pada diabetes
yang diinduksi oleh kehamilan.
Mekanisme kerja obat pada janin.
Beberapa penelitian untuk mengetahui kerja obat di janin berkembang dengan pesat,
yang berkaitan dengan pemberian obat pada wanita hamil yang ditujukan untuk pengobatan
janin walaupun mekanismenya masih belum diketahui jelas. Contohnya kortikosteroid
diberikan untuk merangsang matangnya paru janin bila ada prediksi kelahiran prematur.
Contoh lain adalah fenobarbital yang dapat menginduksi enzim hati untuk metabolisme
bilirubin sehingga insidens jaundice ( bayi kuning) akan berkurang. Selain itu fenobarbital
juga dapat menurunkan risiko perdarahan intrakranial bayi kurang umur. Anti aritmia juga
diberikan pada ibu hamil untuk mengobati janinnya yang menderita aritmia jantung.
Kerja obat teratogenik.
Penggunaan obat pada saat perkembangan janin dapat mempengaruhi struktur janin
pada saat terpapar. Thalidomid adalah contoh obat yang besar pengaruhnya pada
perkembangan anggota badan (tangan, kaki) segera sesudah terjadi pemaparan. Pemaparan
ini akan berefek pada saat waktu kritis pertumbuhan anggota badan yaitu selama minggu ke
empat sampai minggu ke tujuh kehamilan. Mekanisme berbagai obat yang menghasilkan
efek teratogenik belum diketahui dan mungkin disebabkan oleh multi faktor.
Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga secara tidak langsung
mempengaruhi jaringan janin.
Obat mungkin juga menganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat plasenta sehingga
mempengaruhi jaringan janin.
Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan jaringan janin,
misalnya vitamin A (retinol) yang memperlihatkan perubahan pada jaringan
14
Paparan berulang zat teratogenik dapat menimbulkan efek kumulatif. Misalnya konsumsi
alkohol yang tinggi dan kronik pada kehamilan , terutama pada kehamilan trimester pertama
dan kedua akan menimbulkan fetal alcohol syndrome yang berpengaruh pada sistem saraf
pusat, pertumbuhan dan perkembangan muka.
7.Farmakoepidemiologi data.
Farmakokinetika bayi.
Absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi pada bayi berbeda nyata dengan orang
dewasa. Kecepatan absorpsi lewat saluran cerna lebih rendah, misalnya absorpsi fenobarbital,
fenitoin, asetaminofen dan Distribusi obat juga akan berbeda karena rendahnya protein
plasma, volume cairan tubuh yang lebih besar dari orang dewasa. Metabolisme obat juga
rendah karena aktivitas enzim yang rendah . Ekskresi lewat renal pada awal kehidupan masih
rendah dan akan meningkat dalam beberapa bulan. Selain banyaknya obat yang diminum
oleh bayi melalui ASI, juga kinetika obat pada bayi menentukan akibat yang ditimbulkan oleh
obat.
Yang perlu diperhatikan adalah bila efek yang tidak diinginkan tidak bergantung dari
banyaknya obat yang diminum, misalnya reaksi alergi, maka sedikit atau banyaknya ASI
yang diminum bayi menjadi tidak penting, tetapi apakah si bayi meminum atau tidak
meminum ASI menjadi lebih penting.
B. Farmakodinamika.
Mekanisme kerja obat pada ibu menyusui dapat dikatakan tidak berbeda.
Sedangkan farmakodinamik obat pada bayi masih sangat terbatas dipelajari.
Kemungkinan sensitivitas reseptor pada bayi lebih rendah, sebagai contoh, dari hasil
penelitian bahwa sensitivitas d-tubokurarin meningkat pada bayi.
16
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN FARMASI
UNTUK IBU HAMIL DAN MENYUSUI
4.1 PENGKAJIAN / PENILAIAN PERESEPAN (PEDOMAN TELAH ULANG
REGIMEN OBAT (DRUG REGIMEN REVIEW) )
Tujuan :
Memastikan bahwa rejimen obat diberikan sesuai dengan indikasi kliniknya, mencegah atau
meminimalkan efek yang merugikan akibat penggunaan obat dan mengevaluasi kepatuhan
pasien dalam mengikuti rejimen pengobatan.
Kriteria ibu hamil/menyusui yang mendapat prioritas untuk dilakukan telaah
ulang rejimen obat :
- Mendapat 5 macam obat atau lebih, atau 12 dosis atau lebih dalam sehari
- Mendapat obat dengan rejimen yang kompleks, dan atau obat yang berisiko tinggi untuk
mengalami efek samping yang serius
- Menderita tiga penyakit atau lebih
- Mengalami gangguan kognitif, atau tinggal sendiri
- Tidak patuh dalam mengikuti rejimen pengobatan
- Akan pulang dari perawatan di rumah sakit
- Berobat pada banyak dokter
- Mengalami efek samping yang serius, alergi
Tatalaksana telaah ulang rejimen obat :
a. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan tentang prinsipprinsip farmakoterapi ibu hamil dan menyusui dan ketrampilan yang memadai
b. Melakukan pengambilan riwayat penggunaan obat ibu hamil / menyusui:
- Meminta ibu hamil/menyusui untuk memperlihatkan semua obat yang
sedang digunakannya
- Menanyakan mengenai semua obat yang sedang digunakan ibu hamil/menyusui,
meliputi: obat resep, obat bebas, obat tradisional/jamu, obat suplemen
- Aspek-aspek yang ditanyakan meliputi: nama obat, frekuensi, cara penggunaan dan
alasan penggunaan
17
- Melakukan cek silang antara informasi yang diberikan ibu hamil/menyusui dengan
data yang ada di catatan medis, catatan pemberian obat dan hasil pemeriksaan
terhadap obat yang diperlihatkan
- Memisahkan obat-obat yang seharusnya tidak digunakan lagi oleh ibu hamil /
menyusui
- Menanyakan mengenai efek yang dirasakan oleh ibu hamil / menyusui, baik efek
terapi maupun efek samping
- Mencatat semua informasi di atas pada formulir pengambilan riwayat
penggunaan obat ibu hamil/ menyusui
c. Meneliti obat-obat yang baru diresepkan dokter
d. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
e. Melakukan tindakan yang sesuai untuk masalah yang teridentifikasi
18
Sedapat mungkin segala jenis obat dihindari pemakaiannya selama trimester pertama
kehamilan
Apabila diperlukan, lebih baik obat-obatan yang telah dipakai secara luas pada kehamilan
dan biasanya tampak aman diberikan daripada obat baru atau obat yang belum pernah dicoba
secara klinis
Obat harus digunakan pada dosis efektif terkecil dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Hindari polifarmasi
Pertimbangkan perlunya penyesuaian dosis dan pemantauan pengobatan pada beberapa
obat (misalnya fenitoin, litium).
masyarakat (melalui RS ataupun puskesmas) agar informasi tersebar dengan luas dan
menghindari efek-efek yang merusak janin ataupun bayi.
BAB V
PENUTUP
Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui, merupakan suatu
panduan yang diharapkan dapat membantu para tenaga kesehatan terutama yang bekerja di
sarana pelayanan kesehatan dalam melayani ibu hamil.
Dalam rangka peningkatan pengetahuan mengenai penggunaan obat pada ibu hamil
dan menyusui, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang relatif tidak aman
hingga harus dihindari selama kehamilan ataupun menyusui agar tidak merugikan ibu dan
janin yang dikandung ataupun bayinya. Karena Perubahan fisiologi selama kehamilan dan
menyusui dapat berpengaruh terhadap kinetika obat pada ibu hamil dan menyusui yang
kemungkinan berdampak terhadap perubahan respon ibu hamil terhadap obat yang diminum.
Mudah - mudahan buku pedoman ini dapat menjadi acuan dalam melaksanakan
pelayanan Farmasi bagi ibu hamil dan menyusui, sehingga dapat mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan bayi baru lahir serta meningkatkan derajat kesehatan ibu dan bayi di
seluruh Indonesia.
20
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005, Interaksi Obat. Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim, 2000, Daftar Obat Indonesia, Jakarta
Anonim, 1999, Laporan Penelitian Praktek Kerja Profesi di RSAB Harapan Kita
Harkness, Richard, 1984, Interaksi Obat, Penerbit ITB, Bandung
Anonim, 2004, Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) Untuk
Pasien Geriatri. Ditjen Pelayanan Kesehatan dan Alat Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta
Rubin, Peter, 1999, Peresepan Untuk Ibu Hamil, Penerbit Hipokrates, Jakarta
Anonim, 2004, Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Kesehatan
Keluarga, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Katzung B.G., Basic & Clinical Pharmacology, 6th ed. 1995, Prentice-Hall
International Ltd.
D.C.Knoppert, Safety of drug in pregnancy and lactation in Pharmacotherapy SelfAssessment Programm, 3rded, module Womens health, American College of
Clinical Pharmacy: Kansas 1999:1-24.
Milsap RL., W J. Jusko Pharmacokinetics in the infants, Environ Health Perspect
102(Supp1 11):000-000 (1994)
Anonim, 2005, Indek Keamanan Obat Pada Kehamilan dan Petunjuk Penggunaan
Obat dengan atau tanpa Makanan, Tugas Khusus Pelatihan Praktek Kerja
Profesi Apoteker di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta
21
22