PENDAHULUAN
A. PROSES KEHAMILAN
Proses kehamilan didahului oleh proses pembuahan satu sel
telur yang bersatu dengan sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk
zigot. Zigot mulai membelah diri satu sel menjadi dua sel, dari dua sel
menjadi empat sel dan seterusnya. Pada hari ke empat zigot tersebut
menjadi segumpal sel yang sudah siap untuk menempel / nidasi pada
lapisan dalam rongga rahim (endometrium). Kehamilan dimulai sejak
terjadinya proses nidasi ini. Pada hari ketujuh gumpalan tersebut sudah
tersusun menjadi lapisan sel yang mengelilingi suatu ruangan yang
berisi sekelompok sel di bagian dalamnya.
Sebagian besar manusia, proses kehamilan berlangsung sekitar 40
minggu (280 hari) dan tidak lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan
yang berlangsung antara 20 – 38 minggu disebut kehamilan preterm,
sedangkan bila lebih dari 42 minggu disebut kehamilan postterm.
Menurut usianya, kehamilan ini dibagi menjadi 3 yaitu kehamilan
trimester pertama 0 – 14 minggu, kehamilan trimester kedua 14 – 28
minggu dan kehamilan trimester ketiga 28 – 42 minggu. Gangguan pada
kehamilan
• Mual dan muntah
• Liur melimpah
• Tekanan pada dada
• Lemah dan pusing
• Sariawan
• Gangguan buang air besar
• Varises
• Wasir atau ambeien
• Kejang kaki
• Keputihan
•
•
B. Farmakokinetika dan Farmakodinami Pada Kehamilan
1. Farmakokinetika
Selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologi yang
mempengaruhi farmakokinetika obat. Perubahan tersebut meliputi
peningkatan cairan tubuh misalnya penambahan volume darah sampai
50% dan curah jantung sampai dengan 30%. Pada akhir semester
pertama aliran darah ginjal meningkat 50% dan pada akhir kehamilan
aliran darah ke rahim mencapai puncaknya hingga 600-700 ml/menit.
Peningkatan cairan tubuh tersebut terdistribusi 60 % di plasenta, janin
dan cairan amniotik, 40% di jaringan si ibu.
Perubahan volume cairan tubuh tersebut diatas menyebabkan
penurunan kadar puncak obat-obat di serum, terutama obat-obat yang
terdistribusi di air seperti aminoglikosida dan obat dengan volume
distribusi yang rendah.
Peningkatan cairan tubuh juga menyebabkan pengenceran
albumin serum (hipoalbuminemia) yang menyebabkan penurunan ikatan
obat-albumin. Steroid dan hormon yang dilepas plasenta serta obat-
obat lain yang ikatan protein plasmanya tinggi akan menjadi lebih
banyak dalam bentuk tidak terikat. Tetapi hal ini tidak bermakna secara
klinik karena bertambahnya kadar obat dalam bentuk bebas juga akan
menyebabkan bertambahnya kecepatan metabolisme obat tersebut.
Gerakan saluran cerna menurun pada kehamilan tetapi tidak
menimbulkan efek yang bermakna pada absorpsi obat. Aliran darah ke
hepar relatif tidak berubah. Walau demikian kenaikan kadar estrogen
dan progesteron akan dapat secara kompetitif menginduksi
metabolisme obat lain, misalnya fenitoin atau menginhibisi metabolisme
obat lain misalnya teofilin.
Peningkatan aliran darah ke ginjal dapat mempengaruhi bersihan
(clearance) ginjal obat yang eliminasi nya terutama lewat ginjal,
contohnya penicilin.
Perpindahan obat lewat plasenta.
Perpindahan obat lewat plasenta umumnya berlangsung secara
difusi sederhana sehingga konsentrasi obat di darah ibu serta aliran darah
plasenta akan sangat menentukan perpindahan obat lewat plasenta.
Seperti juga pada membran biologis lain perpindahan obat lewat plasenta
dipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini.
• Kelarutan dalam lemak
Obat yang larut dalam lemak akan berdifusi dengan mudah
melewati plasenta masuk ke sirkulasi janin. Contohnya , thiopental, obat
yang umum digunakan pada dapat menyebabkan apnea (henti nafas)
pada bayi yang baru dilahirkan.
• Derajat ionisasi
Obat yang tidak terionisasi akan mudah melewati plasenta.
Sebaliknya obat yang terionisasi akan sulit melewati membran
Contohnya suksinil kholin dan tubokurarin yang juga digunakan pada
seksio sesarea, adalah obat-obat yang derajat ionisasinya tinggi, akan
sulit melewati plasenta sehingga kadarnya di di janin rendah. Contoh
lain yang memperlihatkan pengaruh kelarutan dalam lemak dan derajat
ionisasi adalah salisilat, zat ini hampir semua terion pada pH tubuh akan
melewati akan tetapi dapat cepat melewati plasenta. Hal ini disebabkan
oleh tingginya kelarutan dalam lemak dari sebagian kecil salisilat yang
tidak terion.
Permeabilitas membran plasenta terhadap senyawa polar
tersebut tidak absolut. Bila perbedaan konsentrasi ibu-janin tinggi,
senyawa polar tetap akan melewati plasenta dalam jumlah besar. •
Ukuran molekul
Obat dengan berat molekul sampai dengan 500 Dalton akan
mudah melewati pori membran bergantung pada kelarutan dalam lemak
dan derajat ionisasi. Obat-obat dengan berat molekul 500-1000 Dalton
akan lebih sulit melewati plasenta dan obat-obat dengan berat molekul
>1000 Dalton akan sangat sulit menembus plasenta. Sebagai contoh
adalah heparin, mempunyai berat molekul yang sangat besar ditambah
lagi adalah molekul polar, tidak dapt menembus plasenta sehingga
merupakan obat antikoagulan pilihan yang aman pada kehamilan. •
Ikatan protein.
Hanya obat yang tidak terikat dengan protein (obat bebas) yang
dapat melewati membran. Derajat keterikatan obat dengan protein,
terutama albumin, akan mempengaruhi kecepatan melewati plasenta.
Akan tetapi bila obat sangat larut dalam lemak maka ikatan protein tidak
terlalu mempengaruhi, misalnya beberapa anastesi gas. Obat-obat yang
kelarutannya dalam lemak tinggi kecepatan melewati plasenta lebih
tergantung pada aliran darah plasenta. Bila obat sangat tidak larut di
lemak dan terionisasi maka perpindahaan nya lewat plasenta lambat
dan dihambat oleh besarnya ikatan dengan protein. Perbedaan ikatan
protein di ibu dan di janin juga penting, misalnya sulfonamid, barbiturat
dan fenitoin, ikatan protein lebih tinggi di ibu dari ikatan protein di janin.
Sebagai contoh adalah kokain yang merupakan basa lemah,
kelarutan dalam lemak tinggi, berat molekul rendah (305 Dalton) dan
ikatan protein plasma rendah (8-10%) sehingga kokain cepat
terdistribusi dari darah ibu ke janin.
Metabolisme obat di plasenta dan di janin.
Dua mekanisme yang ikut melindungi janin dari obat disirkulasi
ibu adalah :
1. Plasenta yang berperan sebagai penghalang semipermiabel juga
sebagai tempat metabolisme beberapa obat yang melewatinya. Semua
jalur utama metabolisme obat ada di plasenta dan juga terdapat
beberapa reaksi oksidasi aromatik yang berbeda misalnya oksidasi
etanol dan fenobarbital. Sebaliknya, kapasitas metabolisme plasenta
ini akan menyebabkan terbentuknya atau meningkatkan jumlah
metabolit yang toksik, misalnya etanol dan benzopiren. Dari hasil
penelitian prednisolon, deksametason, azidotimidin yang struktur
molekulnya analog dengan zat-zat endogen di tubuh mengalami
metabolisme yang bermakna di plasenta.
2. Obat-obat yang melewati plasenta akan memasuki sirkulasi janin lewat
vena umbilikal. Sekitar 40-60% darah yang masuk tersebut akan masuk
hati janin, sisanya akan langsung masuk ke sirkulasi umum janin. Obat
yang masuk ke hati janin, mungkin sebagian akan dimetabolisme
sebelum masuk ke sirkulasi umum janin, walaupun dapat dikatakan
metabolisme obat di janin tidak berpengaruh banyak pada
metabolisme obat maternal. Obat-obat yang bersifat teratogenik adalah
asam lemah, misalnya talidomid, asam valproat, isotretinoin, warfarin.
Hal ini diduga karena asam lemah akan mengubah pH sel embrio. Dan
dari hasil penelitian pada hewan menunjukkan bahwa pH cairan sel
embrio lebih tinggi dari pH plasma ibu, sehingga obat yang bersifat
asam akan tinggi kadarnya di sel embrio.
2. Farmakodinamika
Mekanisme kerja obat ibu hamil.
Efek obat pada jaringan reproduksi, uterus dan kelenjar susu, pada
kehamilan kadang dipengaruhi oleh hormon-hormon sesuai dengan fase
kehamilan. Efek obat pada jaringan tidak berubah bermakna karena
kehamilan tidak berubah, walau terjadi perubahan misalnya curah jantung,
aliran darah ke ginjal. Perubahan tersebut kadang menyebabkan wanita
hamil membutuhkan obat yang tidak dibutuhkan pada saat tidak hamil.
Contohnya glikosida jantung dan diuretik yang dibutuhkan pada
kehamilan karena peningkatan beban jantung pada kehamilan. Atau
insulin yang dibutuhkan untuk mengontrol glukosa darah pada diabetes
yang diinduksi oleh kehamilan.
Mekanisme kerja obat pada janin.
Beberapa penelitian untuk mengetahui kerja obat di janin
berkembang dengan pesat, yang berkaitan dengan pemberian obat pada
wanita hamil yang ditujukan untuk pengobatan janin walaupun
mekanismenya masih belum diketahui jelas. Contohnya kortikosteroid
diberikan untuk merangsang matangnya paru janin bila ada prediksi
kelahiran prematur. Contoh lain adalah fenobarbital yang dapat
menginduksi enzim hati untuk metabolisme bilirubin sehingga insidens
jaundice (bayi kuning) akan berkurang. Selain itu fenobarbital juga
dapat menurunkan risiko perdarahan intrakranial bayi kurang umur. Anti
aritmia juga diberikan pada ibu hamil untuk mengobati janinnya yang
menderita aritmia jantung.
Kerja obat teratogenik.
Penggunaan obat pada saat perkembangan janin dapat
mempengaruhi struktur janin pada saat terpapar. Thalidomid adalah
contoh obat yang besar pengaruhnya pada perkembangan anggota
badan (tangan, kaki) segera sesudah terjadi pemaparan. Pemaparan ini
akan berefek pada saat waktu kritis pertumbuhan anggota badan yaitu
selama minggu ke empat sampai minggu ke tujuh kehamilan.
Mekanisme berbagai obat yang menghasilkan efek teratogenik
belum diketahui dan mungkin disebabkan oleh multi faktor.
• Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga secara
tidak langsung mempengaruhi jaringan janin.
• Obat mungkin juga menganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat
plasenta sehingga mempengaruhi jaringan janin.
• Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan
jaringan janin, misalnya vitamin A (retinol) yang memperlihatkan
perubahan pada jaringan normal. Dervat vitamin A (isotretinoin,
etretinat) adalah teratogenik yang potensial.
• Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga akan berperan
pada abnormalitas. Misalnya pemberian asam folat selama
kehamilan dapat menurunkan insiden kerusakan pada selubung
saraf, yang menyebabkan timbulnya spina bifida.
III.2.5. Antihipertensi
Beta-stimulan Trimester 2
(Oral) Takikardia,menghambat kelahiran,dan dilaporkan meningkatkan
anomaly minor. Hindari penggunaannya dalam
Golongan II
Golongan II meliputi obat-obatan yang dianggap aman bagi wanita
dalam trimester tertentu, dengan catatan data informasi yang didapat
masih terbatas, antara lain :
Nama Generik Dalam trimester
Analgetika-Antiradang : Trimester 1
Antiradang Tidak ada bukti terjadinya efek organogenesis, penutupan premature dari
Non-steroid ductus arteriosus dan hipertensi paru pada waktu melahirkan.
Nortriptilin Trimester 1
Dilaporkan terjadi 1 kasus urine pada neonates.
Imipramin Trimester 1
Dilaporkan terjadi 1 kasus masalah yang terjadi pada pernapasan, saraf
dan peredaran darah, dan 1 kasus terjadi trombositopenia.
Antihipertensi : Trimester 1 , 2 dan 3
Labetalol Diperlukan pengalaman lebih banyak. Tidak ada laporan terjadi anomaly.
Perbandingan risiko-keuntungan, baik bagi wanita hamil penderita
hipertensi. Dapat mempercepat kesempurnaan paru.
Trimester 1 , 2 dan 3
Prazosin Pengalaman masih terbatas, tapi perbandingan risiko-keuntungan cukup
baik.
Sedativa-Hipnotika Trimester 3
Oksazepam Dilaporkan tidak menyebabkan sindroma bayi yang berat dan terkulai.
Termazepam Trimester 3
Imunosupresif : Trimester 1
Siklosporin A Dilaporkan terjadi hambatan pertumbuhan janin yang berat. Kemungkinan
terjadi efek langsung siklosporin A pada janin tidak dapat diabaikan.
Golongan III
Secara IV Trimester 3
Mungkin mempengaruhi pernapasan neonates.
Tripenton Trimester 3
Dapat menyebabkan depresi system saraf pusat.
Lokal Trimester 3
Dosis besar dapat menekan pernapasan neonates, selanjutnya hipotonia,
bradikardia setelah blockade paraservik/epidural, kemudian apnoea,
kunvulsi.
Prilokain, Trimester 3
Prokain Dilaporkan terjadi methemoglobin dan depresi sistem saraf pusat pada
noenatus.
Lignokain Trimester 3
Dilaporkan terjadi methemoglobin, hipotensi, bradikardia dan depresi
sistem saraf pusat pada janin.
Mepivakain Trimester 3
Dilaporkan terjadinya reaksi pada janin, termasuk methemoglobin,
hipotensi, bradikardia dan depresi system saraf pusat.
Analgetika-Antiradang
Opioid Kuat
Trimester 3
Ketergantungan pada golongan opioid, disebabkan oleh besarnya
kemungkinan terjadi komplikasi pada ibu dan janinnya. Gejala nya putus
obat yang tiba-tiba, dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan
atau kelahiran premature. Obat golongan opioid yang digunakan pada
waktu mendekati kelahiran, dapat menyebabkan depresi klinik dan
pernapasan pada neonates.
Metadon Trimester 3
Dapat menyebabkan sindroma putus obat pada bayi.
Dekstropropoksifen Trimester 3
Menimbulkan efek putus obat.
Pentazosin Trimester 3
Penyalahgunaan, dapat menimbulkan efek langsung daripada efek
lingkungan.
Kodein Trimester 3
Menimbulkan efek putus obat
Trimester 1 , 2 dan 3
Disiklomin Dapat terjadi reaksi ringan pada janin.
Antikolinesterase Trimester 3
Dapat menyebabkan kelemahan otot yang bersifat sementara.
Trimester 3
Neotigmin, Dosis besar menyebabkan myasthesia pada neonatus
Piridostigmin
Antikoagulan :
Heparin Trimester 1 , 2 dan 3
Antikoagulan pilihan, melintasi plasenta dalam jumlah kecil, tapi
dilaporkan terjadi osteoporosis setelah dalam waktu lama, aborsi dan
kejadian bayi lahir mati tinggi.
Antikonvulsan :
Fenobarbital Trimester 2
Digital,facial abnormalitas, koagulopati, pendarahan neonates, tapi
digunakan untuk mempercepat konjugasi glukoronida bilirubin.
Trimester 2
Primidon Lihat fenobarbital
Trimester 3
Nortriptilin Dilaporkan 1 kasus retensi urine.
Trimester 3
Imipramin Dilaporkan 1 kasus yang berkaitan dengan pernapasan, peredaran
darah, dan saraf, selain 1 kasus trombositopenia.
Antidiare :
Sulfasalazin Trimester 1, 2 dan 3
Potensial terjadi risiko hemolysis, kernicterus dan jaundice pada
neonates.
Antimuntah :
Meklozin Lihat obat antihistaminika.
Proklorperazin Trimester 1
Laporan terjadinya efek samping pada janin, belum dapat dibuktikan.
Trimester 3
Vitamin B-6 Tidak dikaitkan dengan efek samping pada janin.
Antihistaminika :
Meklozin Trimester 3
Dugaan terjadinya embriotoksisitas, tidak terbukti.
Antihipertensi :
ACE Inhibitor Trimester 1, 2 dan 3
Kemungkinan anuria neonates, dan monitor ductus arteriosus pada
pasien bayi.
Trimester 1, 2 dan 3
Beta-Bloker Hipotensi pada bayi, hipoglikemia pada neonates dan dilaporkan terjadi
bradikardia, tapi hubungan penyebab efek tidak jelas.
Antibakteri :
Sulfonamida Trimester 1 dan 2
Hemolisis pada neonates yang kekurangan G6PD, dan mempercepat
terjadi jaundice dan kernicterus.
Trimester 1
Asam nalidiksat Dapat menyebabkan penyimpanan kromosom
Trimester 2
Nitrofurantoin Dapat menyebabkan hemolysis pada kasus kekurangan G6PD,kecuali
dosis yang tepat mungkin aman.
Trikomoniasida :
Golongan Nitroimidazol Trimester 1, 2 dan 3
Dilaporkan efek tumorigenic pada binatang, tapi tidak dilaporkan terjadi
malformasi pada janin.
Antifungi :
Ketokonazol Trimester 1, 2 dan 3
Jika dosis tinggi menimbulkan tumorigenic pada binatang. Dosis tinggi
juga memblokade sintesa androgen dan kortikosteroid. Tidak dilaporkan
terjadi kasus malformasi.
Antituberkulosa :
Etambutol Trimester 1, 2 dan 3
Teoritis menyebabkan risiko malformasi, tapi tidak terjadi kerusakan.
Trimester 1, 2 dan 3
INH Umumnya tidak menimbulkan efek samping pada ibu maupun janinnya.
Penambahan 10 mg vitamin B-6 pada setiap dosis, untuk mencegah
kerusakan syaraf.
Antimalaria :
Primakuin Trimester 2
Kurang toksik dibandingkan dengan kina, pada neonates yang
kekurangan G6PD dapat terjadi hemolysis dan methemoglobinemia.
Trimester 1, 2 dan 3
Klorokuin Dengan dosis yang dianjurkan, tidak menimbulkan efek samping pada
janin.
Golongan IV
Trimester 1, 2 dan 3
Perlu hati-hati karena dapat menembus plasenta, terutama dapat
menyebabkan cacat tube saraf. Disarankan untuk dilakukan diagnose
prenatal.
Antibakteri :
Sulfonamida Trimester 3
Lihat catatan sulfonamide dalam golongan 3
Ko-trimosazol Trimester 3
Lihat catatan ko-trimosazol dalam golongan 3
Primakuin Trimester 3
Lihat catatan primakuin dalam golongan III
Golongan V
Trimester 1, 2 dan 3
Golongan Kadar pada janin 50% dari kadar dalam darah ibunya. Penggunaan dosis
Tetrasiklin besar secara parenteral memounyai efek hepatoksisitas. Pada anaknya
dapat mengganggu pertumbuhan tulang dan pewarnaan gigi.
Trimester 3
Dilaporkan terjadi eraksi pada janin, termasuk “Grey Syndrome”. Kolaps
Kloramfenikol kardiovaskular, hypothermia, sianosis dan kematian.
Trimester 1, 2 dan 3
Nefrotoksisitas dan neurotoksisitas
Trimester 1, 2 dan 3
Kolistin Otottoksisitas dan nefrotoksisitas
Vankomisin
Antifungi :
Flusitosin Trimester 1, 2 dan 3
Embriotoksik pada binatang, kemungkinan juga pada manusia.
Trimester 1, 2 dan 3
Amfoterisin B Embriotoksik, abnormalitas multiple dan aborsi
Trimester 1, 2 dan 3
Griseofulvin Aborsi dan malformasi
Antineoplastik :
Alkilator Trimester 1
Risiko tinggi embriotoksik
Trimester 1, 2 dan 3
Metotreksat Bersifat embriotoksik
Trimester 1
Merkaptopurin Risiko efek embrionitoksik, dapat menyebabkan aborsi.
Trimester 1 dan 2
Sitarabin Kemungkinan terjadi abnormalitas, hemolitik dan anemia lebih besar.
Trimester 1, 2 dan 3
Dapat menyebabkan kematian dan menghambat pertumbuhan janin
Daktinomisin dalam Rahim.
Trimester 1 dan 2
Efek samping terjadi pada binatang, yang dapat menyeabkan malformasi.
Vinblastin,
Vinkristin dan
Vindesin
BAB IV
KESIMPULAN