• Sangat penting untuk mendiagnosa suatu kehamilan sesegera mungkin ketika seorang wanita yang mempunyai riwayat hubungan sex aktif mengalami terlambat bulan atau menunjukkan tanda2 hamil. Bila keadaan hamil memang diinginkan terjadi, maka dimulailah “prenatal care” sedini mungkin. • Mengingat bhw pemakaian obat pd kehamilan, tidak saja berbagai kemungkinan yang dihadapi oleh ibu, tapi juga oleh janin. • Hampir semua obat dpt melintasi sawar darah/ plasenta, dan bbrp diantaranya mampu memberi pengaruh buruk , maka penggunaan a.l. : alkohol, merokok, paparan bahan2 kimia harus dihentikan atau dihindari. • Scr umum faktor2 yg dpt mempengaruhi msknya obat kedlm plasenta & memberikan efek pd janin adlh : • 1. sifat fisikokimia dari obat. 2. kecepatan obat untk melintasi plasenta & mencapai sirkulasi janin. 3. lamanya paparan terhadap obat. 4. bgmn obat didistribusi ke jaringan yg berbeda pd janin. 5. periode perkembangan janin saat obat diberikan 6. efek obat bila diberikan dlm btk kombinasi • Kemampuan obat untk melewati plasenta tgt pada sifat lipofilik dan ionisasi obat. • Obat yg mempunyai lipofilisitas ↑ cepat memasuki sirk. janin. Contoh tiopental (yg sering diguna-kan pd seksio sesaria, dpt menembus plasenta segera stlh pemberian, dan dpt→ apnea pd bayi yg dilahirkan. Obat yg sangat terionisasi mis. Suksinilkolin & d- tubokurarin akan melintasi plasenta dg sangat lmbat dan trdpt pd kadar yg sangat rendah pd janin. • Obat yg larut dalam air akan ditransfer > lambat, sehingga akan membatasi paparan obat pada fetus. Kecepatan obat melalui sawar darah plasenta juga ditentukan oleh berat molekul obat. Obat yg memp BM 250-500 dpt dg mudah mel sawar plasenta, sedang obat dg BM> 1000 sangat sulit melewati plasenta.
• Barier placenta akan menolak molekul obat
tertentu, contohnya heparin ( memp BM besar) →obat2 tsb dapat diberikan secara kronik pada ibu hamil tanpa mempengaruhi fetus. • Farmakokinetika obat selama kehamilan. • Absorbsi : pd awal kehamilanterjadi pe↓an sekresi asam lambung hingga 30-40%→ ph asam lambung sdkt me↑, shg absorbsi obat yg bersifat as lemah→penurunan; obat yg bersifat basa lemah absorbsinya me↑. Pd fase selanjutnya akan terjadi pe↓an motilitas GI→ absorbsi obat2 yg sukar larut (digoksin) ↑; sedang obat2 yg mengalami metabolisme di dinding usus ( klorpromazin)akan me↓. • Distribusi : • Pd saat kehamilan vol plasma & cairan ekstraseluler me↑, dan mencapai 50% pd akhir kehamilan→ obat yg vol. distribusinya kecil (ampisilin) akan ditemukan dlm kadar yg ↓ dlm drh, mskp diberikan dlm dosis lazim. • Slm masa akhir kehamilan terjadi perubahankadar protein yi pe↓an albumin serum sp 20%, bahkan keadaan preeklamsia ↓ sp 34%; glikoprotein↑ sp 100%. Obat asam lemah terikat pd albumin, dan obat basa lemah terikat pd α-1 glikoprotein→ obat asam me↑, dan obat bebas basa akan me↓. • Eliminasi : Pd akhir masa kehamilan terjadi cardiac output me↑menyebabkan pe↑an aliran darah ginjal sp 2x lipat → pe↑an eliminasi obat2 terutama yg diekskresi mel ginjal. • Dg me↑nya aktivitas mixed function oxidase, suatu sistim enzim yg berperan dlm metab obat di hepar, maka metab. obat2 yg mengalami metabolisme dg cara ini ( fenitoin, fenobarbital dan karbamazepin) akan me↑,→ kadar obat tsb dalam drh akan me↓ lbh cepat, terutama trimester ke-2 dan ke-3 . Karena itu mungkin diperlukan me↑kan dosis agar diperoleh dosis yg diharapkan. • Bagaimanapun, obat2 yang ditransfer kepada janin akan lambat dieliminasi, ok aktivitas kebanyakan enzim2 yang memetabolisme kebanyakan obat kurang dibanding pada dewasa. Demikian juga ginjal janin < efisien untuk eliminasi ok ekskresi obat akan memasuki cairan amnion yang membungkus/ me- nyelimuti fetus. • Ibu hamil yg merokok akan mengurangi BB bayi lahir dan menyebabkan gangguan perkembangan bayi. Hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya abortus & kematian perinatal akibat dari nikotin dan carbon monoksida. • Jadi penggunaan / memberikan obat pada ibu hamil dan menyusui harus benar-benar diperhitungkan antara manfaat dan resikonya. • Hal ini disadari setelah adanya tragedi th 1960-an dimana thalidomide digunakan sbg sedative pada wanita hamil menyebabkan terjadinya deformitas berupa tidak tumbuhnya lengan/ kaki pada bayi (fokomelia).
• Sehingga, penggunaan obat selama kehamilan dan
wanita yang merencanakan kehamilan perlu pertimbangan yang matang ( mengevaluasi dan memanage ) tentang untung ruginya. • Secara prinsip hindari penggunaan obat selama kehamilan sebisa mungkin. • Tujuan utama penggunaan obat selama kehamilan dan laktasi adalah efektivitas pengobatan pada ibu dan fetus bila memang diperlukan dengan meminimalkan resiko terhadap perkembangan janin dan bayi. • Dikatakan bahwa kelainan kongenital yang serius terjadi 1-2% dr semua kelahiran, dan pengobatan yang dihubungkan dg anomali adalah < 1%. • Penyebab terjadinya anomali adalah kondisi monogenetik 8-18%, kelainan chromosom (7- 10%), infeksi pada ibu (1%), kondisi ibu mis ibu diabetes (1-3%), multifaktorial herediter (23- 50%), penyebab yang tidak diketahui (34-43%) • Kehamilan dibagi menjadi 3 trimester ( 1 trimester = 13 minggu) : • a). periode implantasi dan predifferensiasi, b).organogenesis atau embriogenesis (minggu ke 4-10) c) fetogenesis, dimana pada kehamilan 38- 42 minggu termasuk full term, dan kelahiran diperkirakan pada minggu ke-40. • Teratogen adalah bahan yang berasal dari luar tubuh yang dapat merubah / memodifiy proses embriogenik normal / perkembangan janin. Teratogen tadi bisa berupa virus, environmental toxin, atau obat . • Resiko terbesar terjadinya teratogen : bila wanita tersebut tidak menyadari bahwa dirinya hamil. • Oleh karena itu, kita harus waspada memberikan obat pada wanita usia subur. • Hal ini juga dilakukan pada wanita menyusui, meskipun tidak seketat pada masa kehamilan.
• Obat akan menyebabkan terjadinya deformitas,
terutama pada trimester 1(pada minggu ke-4 sp minggu ke 10) dari kehamilan dimana terjadi pembentukan organ2 vital, lengan dan kaki (= fase organogenesis). Setelah minggu ke 10 resiko terbesar adalah pada pembentukan otak dan medula spinalis. (menyebabkan terjadinya gangguan fungsi dan behavior. Perubahan albumin juga terjadi (me↓ 20%) shg obat bebas yg bersifat asam (phenytoin,valproat)↑, sementara α1 acid glikpprotein ( dimana obat basa terikat)↑sktr 40% → obat bebas yg bersifat basa ( propanolol &CPZ)↓, shg perlu monitoring obat yg diberikan. Eliminasi obat : GFR↑ yg penting untuk obat ttt spt ampisilin perlu dosis > besar. Metabolisme hepar diinduksi oleh progesteron pada kehamilan → clearence obat yg dimetabolisme oleh hepar ↑, • Berat molekul juga mempengaruhi jumlah obat yg melewati plasenta. – Obat dg BM 250-500 dapat melewati plasenta dg mudah; tgt kelarutannya dlm lemak dan derajat ionisasinya. – BM 500-1000 melewati plasenta lebih sulit. – Molekul dg BM >1000 sangat sedikit. • Contoh : – Heparin adalah antikoagulan yg digunakan pd wanita hamil (krn BM nya yg sangat besar dan polar), heparin tdk mampu melewati plasenta, – berbeda dg warfarin yg bersifat teratogenik yg harus dihindari slm kehamilan terut trimest 1. • Obat2 yg ditransfer ke janin akan lambat dieliminasi o.k. efek enzim2 yg memetabolisme obat < aktif dibandingkan pada dewasa, dmkn juga ginjal janin < efektif dalam mengeliminasi obat dan obat yang diekskresi akan memasuki cairan amnion yang membungkus / menyelimuti fetus.
• Ibu hamil yang merokok
– → BBL rendah dan gangguan perkembangan bayi. – Juga dpt→↑ angka abortus dan kematian perinatal akibat nikotin dan CO. • Pengobatan pada keadaan emergensi termasuk penggunaan obat saat perinatal. – Mis penggunaan kortikosteroid →stimulasi maturasi paru2 fetus bila diprediksi bayi akan lahir preterm. – Phenobarbital yg diberikan pd ibu hamil yg akan melahirkan→ menginduksi enzim hepar → kejadian ikterus pd BBL <.
• Pada hiperemesis gravidarum:
– benzodiazepin (sedatif) dg promethazin, prochlorperazine atau metoclopramide dpt dipertimbangkan untuk diberikan. – Perlu rehidrasi, elektrolit balance, dan infus dekstrose. • Obat yang diprediksi toksik pada fetus • Penggunaan morfin secara kronik oleh ibu hamil akan menyebabkan terjadinya ketergantungan pd fetus dan BBL → neonatal withdrawal syndrome. • Sangat sedikit diketahui bahwa penggunaan ACE inhibitor selama kehamilan →kerusakan ginjal pada fetus yang signifikan dan irriversibel, dan merupakan kontra indikasi pada kehamilan. • Wanita hamil dg pemberian diethylstilbestrol → e.s. yang lambat; yaitu terjadinya adenocarcinoma pd vagina bayi perempuan setelah pubertas. • Pernah dilaporkan dari 20 wanita (control trial) yg mengalami mual dan/atau muntah pada kehamilan awal – dinyatakan bahwa pyridoxine (vitamin B6)= katagori A, paling sedikit mempunyai efek samping. – Juga dapat diatasi dg perbaikan keadaan dg cara memberi perhatian terhadap faktor emosional, pemberian 1 cangkir teh dg biskuit, dg pemberian makanan ringan yg banyak mengandung serat. – Pemberian emetrol: suatu campuran dari dextrose, fruktose dan asam orthophosphorat cukup bagus.
• Pada kasus2 yg resisten perlu pemakaian obat.
– Doxylamine (suatu antihistamin) tercatat sbg antiemetik terbaik selama kehamilan. – Anti histamin lain yg aman: Cyclizine. – Buclizine dan diphenhydramine: kurang disukai. • Pada ibu yg epilepsi : obat tetap perlu diberikan mengingat ibu epilepsi yg hamil juga akan menyebabkan→ malformasi, obat yg paling mungkin adalah carbamazepine. • Pada ibu diabetes : kemungkinan →tdk stabil pd kehamilan→ gestational diabetes→ perlu kontrol ketat dg diet (rendah KH) dan mungkin membutuhkan insulin ( OAD sebisa mungkin dihindari) Bila terpaksa glyburit dapat diberikan setelah minggu ke 11. • Hipertensi (bl +proteinuria → tox. gravidarum) → bed rest total + obat antihipertensi methyldopa, labetalol dan hydralazine. Diuretika dan ACE inhibitor → kontra indikasi. β bloker & Ca antagonis blm ada kepastian efeknya thd janin, mskp efektif sbg antihipertensi. Atenolol→LBW; Kadang2 pd hipertensi berat perlu tindakan melahirkan > awal. • Ibu yg mengalami infeksi : infeksi tr. urinarius sering terjadi mskp perlu sensitivity test, tp penicillin, cephalosporine & nitrofurantoin → obat yg aman. • AM yg harus dihindari pada kehamilan : tetrasiklin ( kelainan pada gigi & tulang pd janin ), metronidazole ( kemungkinan→ teratogenik ); trimetoprim (antagonis folat)→ teratogenik; quinolone→kerusakan pertumbuhan kartilago; Isoniaside, rifampicin digunakan dg pertimbangan yg masak → hepatitis; Aminoglicoside→ kerusakan N VIII pada fetus. • Teratogenik : contoh thalidomide. • Mekanisme terjadinya teratogenik: – sangat sedikit diketahui, kemungkinan multifaktorial. – Obat mungkin mempunyai efek langsung pada jaringan maternal dan sekunder/indirek terhadap jaringan fetus. – Obat mungkin mempengaruhi jalannya oksigen atau nutrien melalui plasenta dan memberi efek yg sangat cepat terhadap metabolisme jaringan fetus. – Atau obat mempunyai efek langsung pd proses diferensiasi pada jaringan yg sedang berkembang/tumbuh. – Contoh Vitamin A (retinol) dan analognya (isotretinoin, etretinat) sangat teratogen (mempengaruhi differensiasi langsung). – Kekurangan sesuatu zat (asam folat)→ abnormalitas (spina bifida). • Obat yang termasuk katagori A dan B relatif termasuk aman, katagori A dari penelitian klinik menunjukan tidak ada resiko pada fetus. Katagori B menunjukan adanya resiko pada binatang tapi tidak pada manusia. ( Thalidomide yang tidak menunjukkan efek teratogen pada mice dan rat, ternyata teratogen pada manusia). • Obat katagori C efek samping pada fetus telah ditunjukkan pada binatang, tp tdk ada data pada wanita hamil, shg resiko tdk bisa diramalkan. Katagori D resiko pada fetus sudah positif dan X : kontraindikasi mutlak pd kehamilan. • Contoh obat yang termasuk katagori A : pyridoxine. • Contoh obat katagori B : penisilin, sefalosporin, antibiotika makrolid ( untuk infeksi pada wanita hamil), asetaminofen (analgesik), insulin dan metformin (diabetes), famotidine dan omeprazol (meng-i keasaman lambung),diphenhydramine (alergi), desipramin (antidepresan). Pada ibu hamil yg epilepsi perlu pertimbangan masak2. • Katagori C: analgetik narkotik, fenotiazin, rifampisin, aspirin, anti inflamasi non steroid , diuretika. • Katagori D : Tetrasiklin. • Katagori X : isotretinoin, dietilstilbestrol. Obat yg digunakan pada ibu menyusui • Meskipun scr fakta banyak obat melalui ASI dalam jumah yg kecil akan mempengaruhi kesehatan bayi, banyak wanita tidak memberikan ASI-nya selama sang ibu mendapatkan obat. • Kadang dokter juga sering → bias ini. • Untuk keamanan, obat diminum 30–60 menit sesudah menyusui dan 3–4 jam sebelum saat menyusui berikutnya. Yg penting menghindari T max obat. Hal ini →obat akan sama sekali atau tdk ada dalam darah ibu. • Untuk obat2 yg tdk memp data aman pd ibu menyusui, sebaiknya dihindari atau tdk menyusui slm obat tsb diberikan. • Secara umum, obat harus dihindari diberikan pada ibu menyusui bila konsentrasi obat > 50% dari konsentrasi plasma ibu. Tetrasiklin (dlm ASI) 70% dari konsentrasi drh ibu→pewarnaan pd gigi yg menetap. • Isoniaside → defisiensi pyridoxin, bila ibu tdk mendapatkan suplemen pyridoxin. • Barbiturat pd dosis hipnotik→ lethargi, sedasi dan reflek mengisap↓. • Epitelium kelenjar air susu tamembran lipoid berpori serupa dg barier plasenta. Senyawa obat yg larut dlm air dan memp BM< 200 mis. alkohol akan mel pori dg mudah dan berada dlm ASI dg rasio kadar yg sama dg kadar plasma ibu (1:1). Kadar obat dlm ASI tgt kadar obat dlm plasma, derajat ionisasi obat dan fraksi obat yg tdk terikat protein plasma. pH ASI (7,0) dibanding pH plasma (7,4). Asi >asam dp plasma→ obat yg bersifat asam lemah > banyak berada pd ASI dan obat > basa lemah > di plasma. • Obat yg tdk terikatprotein plasma/ obat yg tidak terionisasi yg dpt transfer trans membran→obat dg ikatan protein besar akan berada dlm ASI dg rasio kadar yg kecil; dan obat dg ikatan protein plasma kecil memp rasio kadar ASI yg besar dibandingkan dg plasma. • Krn jumlah obat yg terdpt dlm ASI pu kecil mk dpt. diabaikan, kecuali bbrp obat yg yg memang kontraindikasi krn berbagai alasan. Contoh 99% warfarin terikat protein plasma ibu, shg hanya 1% yg bebas dan sejumah ini yg terdpt dlm ASI. Dari 1% yg berada di ASI ini, 99% terikat prot plasma bayi dan hanya 1% yg bebas dan berefek pd bayi. • Obat yg aman diberikan pada ibu menyusui : pennicilline, cephalosporin; Theophylline & β agonis; glucocorticoid ( pd dosis↑→ efek pd fetus & → supresi adrenal ); anti konvulsan; trisiklik antidepresan, neuroleptik (CTZ); antihipertensi (methyldopa, hydralazine), warfarine ( dosis yg sp ke bayi sangat kecil), atau heparine. • Obat yg harus dihindari pada ibu menyusui : aspirin; ergotamine; sulfonamide, ciprofloxacine, tetrasikline, kloramphenikol; benzodiazepine, lithium, antithiroid, sulfonilurea, obat-obat antineoplastik. • Obat yg menghambat laktasi : bromocriptine, oestrogen & progesterone (dosis↑), thiazide. FARMAKOTERAPI PADA NEONATUS DAN ANAK • Sejauh ini prinsip pemakaian obat pada anak dalam praktek sehari-hari lebih banyak dida- sarkan atas prinsip pengobatan pada dewasa. • Contoh penentuan dosis anak didasarkan pada berat badan, umur atau luas permukaan tubuh terhadap dosis dewasa→ tidak selalu benar ok terdapat berbagai perbedaan fisik/ respon fisiologik yang berbeda antara anak dan dewasa. • Masalah pemakaian obat pada anak tidak hanya terbatas pada penentuan jenis obat, perhitungan dosis, tapi juga frekuensi, lama dan cara pemberian. • Mskp sbgn bsr obat diberikan dalam sediaan oral (pu cairan), tp dosis adekuat sering sulit dicapai ok muntah atau rx penolakan yg lain → obat yg diminum menjadi kurang dari takaran yg seharusnya diberikan. • Untk obat simtomatik → mempengaruhi khasiat / kemanfaatan obat. • Utk antibiotika → dg tdk tercapainya efek terapi → mempengaruhi proses penyembuhan & me↑kan kemungkinan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotika. • Meskipun pu obat yang diberikan pada anak memp jendela terapi yang lebar ( wide therapeutic margin ), tdk berarti setiap pemberian obat pada anak terjamin keamanannya. Pertimbangan yang seksama perlu diambil, lebih2 bila yang digunakan adalah obat yang lingkup terapinya sempit ( narrow therapeutic margin). • Anak bukanlah miniatur dewasa; mereka masih dalam proses tumbuh kembang → shg fungsi organ & keadaan fisiologis lainnya masih berkembang → respon anak terhadap pemberian obat sangat dipengaruhi oleh hal-hal tersebut. • Beberapa pertimbangan yang perlu diambil sehubungan dengan pemakaian obat pada anak. • a. Faktor farmakokinetik obat ( meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme, ekskresi ). • b. Pertimbangan dosis terapetik dan toksik (wide or narrow therapeutic margin) dan interaksi antar obat berdasar perjalanan penyakit. • Penghitungan dosis. • Segi praktis pemakaian obat, mencakup cara pemberian, kebiasaan, ketaatan pasien untuk minum obat. • Pertimbangan farmakokinetik • Secara umum, kecepatan absorbsi obat kedlm sirkulasi sistemik tergantung pada cara pemberian dan sifat fisikokimia obat (a.l.berat molekul dan sifat lipofilik obat) → menentukan kecepatan dan luasnya transfer molekul obat melalui membran. Ini berlaku pd semua usia. • Pd neonatus sekresi asam lambung rendah.Hal2 berikut perlu dipertimbangkan sehubungan dg absorbsi obat pada anak : • Bbrp saat stlh lahir akan terjadi perubahan2 biokimiawi dan fisiologis pd tr. gastrointestinal Pd 24 jam kelahiran/kehidupan : as. lambung ↑ scr menyolok→ obat-obat yang dirusak oleh asam lambung dihindari. • Pengosongan lambung pd hari I & II kehidupan relatif lambat (6-8 jam). Keadaan ini berlang- sung ± 6 bulan, akhirnya mencapai nilai nor- mal seperti pd dewasa. Pd tahap ini obat yg absorbsi utamanya dilambung akan diabsorbsi lengkap & sempurna; sebaliknya obat yg diabsorbsi di intestinum efeknya menjadi sangat lambat / tertunda. • Absorbsi obat stlh pemberian injeksi im/sc→ tgt pd kecepatan aliran darah keotot atau area subkutan tempat injeksi. Keadaan fisiologis yg dpt me↓kan aliran darah antara lain syok kardiovaskuler, vasokonstriksi (ok pembe- rian obat simpatomimetik)&kegagalan jantung Absorbsi obat perkutan ↑ pd neonetus, bayi dan anak terutama bila terdpt ekskoriasi kulit dan luka bakar. Dg me↑nya absorbsi ini→ kdr obat dlm darah me↑ secara menyolok, yang kadang mencapai dosis toksik obat. Keadaan ini sering dijumpai pd penggunaan kortikoste- roid scr berlebihan, asam borat ( menyebab- kan es diare, muntah, kejang & kematian ); pemakaian aminoglikosida/ polimiksin spray pada luka bakar yang dpt menyebabkan tuli. • Pd keadaan ttt dimana injeksi diperlukan, se- mentara oleh karena malnutrisi anak menjadi sangat kurus & volume otot menjadi sangat kecil, pemberian injeksi harus sangat hati-hati. Pd keadaan ini absorbsi obat menjadi sangat tdk teratur dan sulit diduga ok obat mungkin msh tetap berada di otot & diabsorbsi scr lambat. Pd keadaan ini otot berlaku sbg reservoir. Tp bl perfusi tiba2 membaik, maka jumlah obat yg msk sirkulasi me↑ dengan mendadak → tingginya konsentrasi obat dlm darah yg dpt mencapai kadar toksik. Obat2 yg perlu diwaspadai penggunaannya adalah : glikosida jantung, aminoglikosida dan anti kejang. • Gerakan peristaltik usus bayi baru lahir relatif blm teratur, tp umumnya lambat, shg obat2 yang diabsorbsi di intestinum tenue sulit diperkirakan. Jika peristaltik lemah, mk jumlah obat yg diabsorbsi menjadi lebih besar, yg ini memberi konsekuensi efek toksik obat. Sebaliknya bila terjadi peristaltik me↑, misalnya pada diare maka absorbsi obat cenderung me↓, ok lama kontak obat pd tem- pat2 yang mempunyai permukaan absorbsi luas menjadi sangat singkat • Distribusi : • Proses distribusi obat dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh massa jaringan. Kandungan lemak, aliran darah, permiabilitas membran dan ikatan protein. Obat didistribusikan berdasar sifat2 fisikokimiwinya. Perbedaan ini dpt ditunjukkan oleh obat-obat yang memp sifat lipofilik kecil, contohnya sulfonamide dimana volume distribusinya meningkat sp 2x pada neonatus. • Barier darah otak lebih permeabel → bbrp obat dpt melintasi aliran darah otak dg mudah →menguntungkan mis pd pengobatan meningitis dengan antibiotika. • Ikatan protein plasma sangat kecil pd bayi / neonatus & baru mencapai nilai normal pd umur 1 tahun; hal ini ok rendahnya konsentr. albumin dlm plasma & rendahnya kapasitas albumin utk mengikat molekul obat. Hal ini menjadi penting pd bayi malnutrisi dan hipoalbuminemia. • Interaksi obat dg bilirubin pd ikatannya dg protein plasma → sangat penting diperhatikan. Bilirubin bebas dpt menembus sawar drh otak pd neonatus & me→kan kern ikterus. Obat2 sulfonamide, novobiosin, diazoksida & analog vit K dpt menggeser bilirubin dari ikatannya pd albumin plasma. Bl mekanisme konjugasi hepatal blm sempurna→bilirubin bebas dlm darah me↑, → kern ikterus. • Metabolisme : • Hepar : organ terpenting utk metab. obat. Perbandingan relatif volume hepar terhadap berat badan me↓ dg bertambahnya umur. Volume hepar pd bayi baru lahir ± 2x dibandingkan anak usia 10 tahun→ menjelaskan mengapa kecepatan metabo-lisme obat paling besar pada masa bayi hingga awal masa kanak2, dan kemudian menurun mulai anak sampai dewasa. • Ekskresi : pd neonatus kecepatan filtrasi glomerulus & fs tubulus msh imatur. Dibutuhkan wkt ± 6 bln utk mencapai nilai N. • Pd umumnya GFR pada anak adalah sktr 30- 40% dws→ pd anak obat dan metabolit aktif yg diekskresi lewat urin cenderung terakumulasi. Konsekuensinya obat yg diekskresi mel filtrasi glomerulus spt digoxin dan gentamisin, serta obat yg sangat terpengaruh sekresi tubuler spt penisilin, sangat lambat diekskresi pd bayi baru lahir. Dg dmkn dg bertambahnya usia, diperlukan evaluasi ulang terhadap dosis yg digunakan. • Manfaat dan resiko perlu selalu dipertimbangkan sblm memutuskan memberikan suatu obat, krn respon anak thd obat sangat bervariasi; stlh dx kerja sdh ditegakkan & keputusan pemberian obat sdh diambil,→ dampak apa yg sekiranya terjadi pd pemberian obat. Contoh: pemberian amfetamin dipercaya dpt me↑kan konsentr anak shg mudah dikendalikan dan tertarik pd hal2 yg bermanfaat ( mis pelajaran di sekolah). Tp hrs ingat es amfetamin a.l. halusinasi, hiperaktivitas (yg mendorong kenakalan anak2) sp kejang. Es ini sering luput dr praktisi medik/ orang tua. • Penghitungan dosis.(bisa dilht di buku pediatrik atau pd petunjuk kemasan obat). Berdasarkan umur ( Formula Young) : Dosis anak = dosis dewasa x umur (tahun) umur+12 (tahun) Berdasarkan BB (formula Clark) Dosis anak = dosis dewasa x BB (kg) 70 kg Berdasarkan luas permukaan tubuh : D. anak=d.dewasax Luas permukaan tubuh(m2) 1,73 (m2) • Pd awal kelahiran pemberian obat dpt→ aspirasi, dan bbrp obat tdk diabsorbsi scr baik. Bila diberikan scr i.m. sebaiknya dilakukan di tungkai atas, sblh anterior atau lateral. Penyuntikan pd pantat tdk dianjurkan, mengingat masa otot yg msh relatif kecil dan kemungkinan rusaknya n. Ischiadicus. • Obat yang tidak boleh diberikan pd bayi & anak : • Tetrasiklin, penggunaan kortikosteroid sistemik/ topikal, antibiotika pd diare akut → beri cairan; kloramfeikol→ resiko grey syndrome; sulfonamida (kotrimoksazol) → kern ikterus; aspirin→sindroma Reye; obat anti muntah→ kejang. PEMAKAIAN OBAT PADA USIA LANJUT • Sering luput dari pertimbangan2 khusus, o.k. usia lanjut umumnya sama dg dewasa, padahal pd periode ttt sdh terjadi pe↓an fungsi berbagai organ tubuh akibat proses menua / perubahan2 lain yg scr fisik tdk terdeteksi. Peneliti mengambil batasan usia lanjut adalah 65 tahun. • Pd usia lanjut sering dijumpai > dr 1 penyakit diantaranya kronis, sedang peny yg akut bl tdk ditangani dg baik→ dpt memperburuk keadaan penderita. Populasi kelompok usia lanjut sangat bervariasi di berbagai negara, umumnya < 15% dr jumlah total penduduk. Walaupun jumlahnya relatif kecil, pemakaian obat pd kelompok ini dapat menjadi masalah karena : - kelompok usia lanjut mengkonsumsi 25-30% dr total obat yg digunakan pd pst2 kesehatan. -praktek trp polifarmasi sangat umum dijum- pai pd usia lanjut,krn pu menderita >dr 1 peny – penelitian menunjukkan bhw klpk usia lanjut rentan thdp efek samping obat. Es me↑ dg bertambahnya jenis obat yg diberikan. • Dari aspek penderita, faktor2 pe↓an aktivitas/fs organ, derajat penyakit, pe↓an ke- mampuan mengurus diri sendiri, me↓nya ma- sukan cairan & makanan, serta kemungkinan menderita > dr 1 peny→ mempersulit proses pengobatan scr optimal. • Pengusaan dokter terhdp aspek2 klinis & prinsip penggunaan obat utk usia lanjut dengan demikian menjadi penting → untuk me↑kan kwalitas pengobatan. • Perubahan2 pd usia lanjut yg berkaitan dg pemakaian obat. • Perubahan farmakokinetik Telah terbukti proses menua→pe↓an fs organ (proses degenerasi) yg dialami semua orang, maupun akibat peny 2 yg diderita sebelumnya → ada kemungk kecepatan & derajat absorbsi, metabolisme atau ekskresi obat berubah pd usia lanjut. • Absorbsi pd usia lanjt perub blm diket scr jelas tapi tampaknya tdk berubah untk sbgn besar obat. Yg mempengaruhi absorbsi a.l. perub ke-biasaan makan, tingginya konsumsi obat2 non resep (antasid) &, kecepatan pengosongan lamb. • Distribusi : selain sifat fisiko kimia molekul obat, distrib ditentukan pula oleh komposisi tbh, ikatan prot plasma & aliran drh organ. Dg ber+nya usia, prosentase air total & masa tbh yg tdk mengandung lemak menjadi > sdkt. Obat yg memp sifat lipofil kecil (digoksin, propanolol) menjadi > ↑ kadarnya dlm drh>, wlp pd dosis yg lazim utk dws. Utk obat yg memp sifat lipofilik yg besar, misalnya benzodiazepin, klordiazepksid, peningkatan komposisi lemak → me↓nya kadar obat dlm darah. • Komposisi protein total pd usia lanjut praktis tdk berubah,tp biasanya terj perub rasio alb / glob. • Me↓nya albumin scr mencolok pd usia lanjut umumnya disebabkan oleh me↓nya aktv fisik, tp juga memberi petunjuk beratnya penyakit sistemik yg diderita spt miokard infark akut, peny2 inflamasi & infeksi berat→ obat2 yg terut terikat pd alb akan > banyak berada dlm btk bebas→kadar obat tsb me↑ dlm plasma. Mol obat yg terikat pd albumin adalah yang bersifat asam lemah. • Metabolisme Hepar berperan penting pd metab obat, tdk hanya mengaktifkan obat/ mengakhiri aksi obat, tp juga membantu terbtknya metabolit • terinonisasi yg > polar yg memungkinkan berlangsungnya mekanisme ekskresi ginjal. Kapasitas hepar untk metabolisme obat tdk terbukti berubah dg ber+nya umur, tp jelas adanya pe↓an aliran drh hepar yg tampaknya mempengaruhi metabolisme obat. Pd usia lnjt terjadi pula pe↓an kemampuan hepar dlm proses penyembuhan peny, mis ok virus hepatitis / alkohol→ riwayat peny hepar terakhir usia lnjt perlu dipertimbangkan dlm pemberian obat terut yg dimetab di hepar. Riwayat kegagalan jantung kongestif, scr menyolok dpt mengubah kemamp heparu/ memetab obat & me↓k aliran drh hepar. • Ekskresi : ginjal merup tempat ekskresi sebgn bsr obat, baik dlm btk aktif / metabolitnya. Dg ber+nya umur, ginjal juga akan mengalami perub anatomis / fisiologis→ fs ginjal me↓ scr alamiah→ kapasitas eliminasi juga akan me↓. Obat2 yg dimetab ke btk aktif (metildopa, triamteren, spironolakton, oksifenbutazon, levodopa & acetoheksamid) mungkin akan tera-kumulasi ok memburuknya fs ginjal. Juga akan terjadi me↓nya klirens yg →memanjangnya wkt paruh & tertumpuknya obat→toksik (digoksin, litium, aminoglikosida, simetidin). Pd keadaan ini pengukuran klirens perlu dilakukan sblm pem-berian obat, terut bl ada kecurigaan adanya ggn ginjal/ ggn metab air & garam (dehidrasi). • PERUBAHAN FARMAKODINAMIK. • Klpk usia lanjut relatif > sensitif thdp aksi bbrp obat dibanding usia muda→ menunjukkan ada –nya perubahan interaksi farmakodinamik thd reseptor akibat perub farmakokin/homeostasi Mekanisme kontrol homeostasis ttt agaknya jg kehilangan fungsi→ pola/intensitas respon thd obat berubah mis tekanan drh rata2 usia lnjt relatif > ↑, tp insiden hipotensi ortostatik >↑. Demikian juga mekanisme pengaturan suhu tbh juga memburuk & hipotermia < ditoleransi pada usia lanjut. • Usia lanjut ternyata > sensitif thd analgetika, alkaloida, opium, bbrp sedatif & tranquilizer & obat2 antiparkinson. Sayangnya obat2 tsb justru sering diresepkan pd klpk usia lanjut. • EFEK SAMPING OBAT PADA USIA LANJUT • Berbagai studi menunjukkan tdpt korelasi pos antara jumlh obat yg diminum &ef samp obat. Scr epidemiologis, es obat terjadi pd 1 : 10 artinya 10% pend mengalami es stlh pemberian 1 jenis obat → resiko me↑ menjadi 100% jika yg diberikan 10 jenis obat/> Scr umum angka kejadian es obat 2x pd usia lanjut 2x dp pd usia dewasa. • Obat2 yg sering me→ efek samping a.l. : analgetika, antihipertensi, antiparkinson, anti psikotik, sedatif & obat2 gastro intestinal. Efek samping yg paling sering dialami : hipotensi postural, ataksia kebingungan, retensi urin & konstipasi. • ↑ nya kejadian es ini akibat dari - kesalahan peresepan : simetidin yg diberikan pd klpk ini sering → halusinasi & rx psikotik jika diberikan sbg obat tunggal; & akan menghambat metabolisme bl diberikan bersama warfarin, fenitoin & β bloker→efek toksik fatal bl sblmnya tdk dilakukan pengukuran kadar obat sebelum-nya krn terjadi kenaikan kadar obat yg mendadak. • -kesalahan pasien : klpk usia lanjut sering mengkonsumsi obat tanpa resep dokter (OTC) sering membahayakan ok kandungan zat2 OTC kadang blm jelas efek farmakologinya, bahkan kadang membahayakan mis anti histamin yg bl diberikan pd pendrt yg mengalami gangguan kognitif→ e.s. serius, juga obat anti muskarinik→ retensi urin pd laki2 & glaukoma, yg penangannya > sulit dp peny semula. - kesalahan informasi pengobatan : dpt terjadi salah minum obat, terj ketdk sesuaian dosis & cara pemakaian obat sesuai yg dianjurkan/ menggunakan obat yg kadaluwarsa ok ketdk tahuan/ salah informasi. • Dengan dmkn pemberian obat scr bijaksana pd usia lanjut→ membantu meningkatkan kualitas hidup & memperpanjang usia; perlu pula dicatat hal2 yg dpt meningkatkan ketaatan pasien adalah -mskp klpk ini<15%,tp obat yg digunakan 25- 30%. –pasien sering lupa mengenai instruksi dari cara, frek & brp lama obat hrs diminum, mis u/ antibiotika dg hilangnya simtom memberi tanda penghentian obat. -pendrt tremor, ggn visual jangn diberi obat yg ditakar dg sendok. -u/ pasien usia lnjt dg gangguan visual, penderita katarak /degenerasi makula → etiket dibuat besar dg tulisan besar.