Farmakologi 1
Profil Farmakokinetika Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui
Disusun oleh :
1. Andika Permana (1304001)
2. Lovita wulandari (1304003)
3. Dita Yulisa (1304005)
4. Selda Meylani (1304007)
5. Inel Loliya (1304009)
6. Nurkamila Putri (1304011)
7. Yulia Rahma Yani (1304013)
8. Hera Apria (1304015)
9. Mutiara Hasanah (1304019)
10. Khairat Gusti Nova (1304021)
11. Audea Yulia Mahdani (1304023)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kehamilan, persalinan dan menyusui merupakan proses fisiologi yang perlu di
persiapkan oleh wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman selama masa
kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu hamil adalah
persyaratan penting untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua bagian unit tersebut. Obat
dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama masa kehamilan. Selama
kehamilan dan menyusui, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau gangguan
kesehatan yang membutuhkan obat. Banyak ibu hamil menggunakan obat dan suplemen pada
periode organogenesis sedang berlangsung sehingga risiko terjadi cacat janin lebih besar. Di
sisi lain, banyak ibu yang sedang menyusui menggunakan obat-obatan yang dapat
memberikan efek yang tidak dikehendaki pada bayi yang disusui. Karena banyak obat yang
dapat melintasi plasenta, maka penggunaan obat pada wanita hamil perlu berhati-hati. Dalam
plasenta obat mengalami proses biotransformasi, mungkin sebagai upaya perlindungan dan
dapat terbentuk senyawa antara yang reaktif, yang bersifat teratogenik/dismorfogenik.
Obatobat teratogenik atau obat-obat yang dapat menyebabkan terbentuknya senyawa
teratogenik dapat merusak janin dalam pertumbuhan. Beberapa obat dapat memberi risiko
bagi kesehatan ibu, dan dapat memberi efek pada janin juga. Selama trimester pertama, obat
dapat menyebabkan cacat lahir (teratogenesis), dan risiko terbesar adalah kehamilan 3-8
minggu. Selama trimester kedua dan ketiga, obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan secara fungsional pada janin atau dapat meracuni plasenta.Penulisan resep
untuk masa kehamilan Jika memungkinkan konseling seharusnya dilakukan untuk seseorang
waktu sebelum merencanakan kehamilan termasuk diskusi tentang risiko-risiko yang
berhubungan dengan obat-obat spesifik, obat tradisional, dan pengaruh buruk bahan kimia
seperti rokok dan alkohol. Suplemen seperti asam folat sebaiknya diberikan selama
penatalaksanaan kehamilan karena penggunaan asam folat mengurangi cacat selubung saraf.
Obat sebaiknya diresepkan pada kehamilan hanya jika keuntungan yang diharapkan bagi ibu
hamil /dipikirkan lebih besar daripada risiko bagi janin. Semua obat jika mungkin sebaiknya
dihindari selama trimester pertama. Pada proses menyusui, pemberian beberapa obat
(misalnya ergotamin) untuk perawatan si ibu dapat membahayakan bayi yang baru lahir
sedang pemberian digoxin sedikit pengaruhnya. Beberapa obat yang dapat menghalangi
proses pengeluaran ASI antara lain misalnya estrogen. Keracunan pada bayi yang baru lahir
dapat terjadi jika obat bercampur dengan ASI secara farmakologi dalam jumlah yang
signifikan. Konsentransi obat pada ASI (misalnya iodida) dapat melebihi yang ada di plasenta
sehingga dosis terapeutik pada ibu dapat menyebabkan bayi keracunan. Beberapa jenis obat
menghambat proses menyusui bayi (misalnya phenobarbital). Obat pada ASI secara teoritis
dapat menyebabkan hipersensitifitas pada bayi walaupun dalam konsentrasi yang sangat kecil
pada efek farmakologi. Perubahan fisiologi selama kehamilan dan menyusui dapat
berpengaruh terhadap kinetika obat dalam ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan
berdampak terhadap perubahan respon ibu hamil terhadap obat yang diminum. Dengan
demikian, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang relatif tidak aman hingga
harus dihindari selama kehamilan ataupun menyusui agar tidak merugikan ibu dan janin yang
dikandung ataupun bayinya. Untuk memberikan pengetahuan mengenai penggunaan obat
pada ibu hamil dan menyusui, maka apoteker perlu dibekali pedoman dalam
melaksanakanpelayanan kefarmasian bagi ibu hamil dan menyusui.
BAB II
2.1
2.1.1
KEHAMILAN
PROSES KEHAMILAN
Proses kehamilan di dahului oleh proses pembuahan satu sel telur yang
bersatu dengan sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk zigot. Zigot
mulai membelah diri satu sel menjadi dua sel, dari dua sel menjadi empat sel
dan seterusnya. Pada hari ke empat zigot tersebut menjadi segumpal sel
yang sudah siap untuk menempel / nidasi pada lapisan dalam rongga rahim
(endometrium). Kehamilan dimulai sejak terjadinya proses nidasi ini. Pada
hari ketujuh gumpalan tersebut sudah tersusun menjadi lapisan sel yang
mengelilingi suatu ruangan yang berisi sekelompok sel di bagian dalamnya.
Sebagian besar manusia, proses kehamilan berlangsung sekitar 40 minggu
(280 hari) dan tidak lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang
berlangsung antara 20 38 minggu disebut kehamilan preterm, sedangkan
bila lebih dari 42 minggu disebut kehamilan postterm. Menurut usianya,
kehamilan ini dibagi menjadi 3 yaitu kehamilan trimester pertama 0 14
minggu, kehamilan trimester kedua 14 28 minggu dan kehamilan trimester
ketiga 28 42 minggu.
Gangguan pada kehamilan :
Mual dan muntah
Liur melimpah
Tekanan pada dada
Lemah dan pusing
Sariawan
Gangguan buang air besar
Varises
Wasir atau ambeien
Kejang kaki
Keputihan
2.1.2
BLN KE I (0 4 minggu)
II (4 8 minggu)
III (8 12 minggu)
IV (12 16 minggu)
Keterangan
bakal janin mengalami bentuk fisik diantaranya
zygot
yang kemudian membelah diri jadi puluhan sel dan
pada akhirnya bakal janin tersebut berbentuk seperti
koma
tonjolan jantung yang telah terbentuk dalam
rongga
dada dan mulai berdetak dan sudah mampu
memompa
darah ke seluruh tubuh embrio
Menuju usia ke 5 minggu, tulang punggung, sistem
dan otak mulai berkembang
minggu ke sembilan mulut dan hidung janin saat ini
sudah terbentuk dan terlihat jelas
VI (20 24 minggu)
IX (36 minggu)
2.2
MENYUSUI
2.2.1
PROSES LAKTASI
A. Persiapan Psikologi
Langkah langkah yang harus diambil dalam mempersiapkan ibu
secara
yang
timbul
ASI
pada
dan
ibu
kerugian
yang
susu
mempunyai
keluarga,
ibu
harus
dapat
beristirahat
cukup
untuk
tangan)
Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu, dan yang
satu di depan
Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap
BAB III
FARMAKOKINETIKA PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI
3.1
A.
Farmakokinetika
ke rahim mencapai puncaknya hingga 600-700 ml/menit. Peningkatan cairan tubuh tersebut
terdistribusi 60 % di plasenta, janin dan cairan amniotik, 40% di jaringan si ibu. Perubahan
volume cairan tubuh tersebut diatas menyebabkan penurunan kadar puncak obat-obat di
serum, terutama obat-obat yang terdistribusi di air seperti aminoglikosida dan obat dengan
volume distribusi yang rendah. Peningkatan cairan tubuh juga menyebabkan pengenceran
albumin serum (hipoalbuminemia) yang menyebabkan penurunan ikatan obat-albumin.
Steroid dan hormon yang dilepas plasenta serta obat-obat lain yang ikatan protein plasmanya
tinggi akan menjadi lebih banyak dalam bentuk tidak terikat. Tetapi hal ini tidak bermakna
secara klinik karena bertambahnya kadar obat dalam bentuk bebas juga akan menyebabkan
bertambahnya kecepatan metabolisme obat tersebut. Gerakan saluran cerna menurun pada
kehamilan tetapi tidak menimbulkan efek yang bermakna pada absorpsi obat. Aliran darah ke
hepar relatif tidak berubah. Walau demikian kenaikan kadar estrogen dan progesteron akan
dapat secara kompetitif menginduksi metabolisme obat lain, misalnya fenitoin atau
menginhibisi metabolisme obat lain misalnya teofilin. Peningkatan aliran darah ke ginjal
dapat mempengaruhi bersihan (clearance) ginjal obat yang eliminasi nya terutama lewat
ginjal, contohnya penicilin.
B.
sehingga konsentrasi obat di darah ibu serta aliran darah plasenta akan sangat menentukan
perpindahan obat lewat plasenta. Seperti juga pada membran biologis lain perpindahan obat
lewat plasentadipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini.
Kelarutan dalam lemak
Obat yang larut dalam lemak akan berdifusi dengan mudah melewati plasenta
masuk ke sirkulasi janin. Contohnya , thiopental, obat yang umum digunakan pada dapat
menyebabkan apnea (henti nafas) pada bayi yang baru dilahirkan.
Derajat ionisasi
Obat yang tidak terionisasi akan mudah melewati plasenta. Sebaliknya obat yang
terionisasi akan sulit melewati membran Contohnya suksinil kholin dan tubokurarin yang
juga digunakan pada seksio sesarea, adalah obat-obat yang derajat ionisasinya tinggi, akan
sulit melewati plasenta sehingga kadarnya di di janin rendah. Contoh lain yang
memperlihatkan pengaruh kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi adalah salisilat, zat ini
hampir semua terion pada pH tubuh akan melewati akan tetapi dapat cepat melewati plasenta.
Hal ini disebabkan oleh tingginya kelarutan dalam lemak dari sebagian kecil salisilat yang
tidak terion. Permeabilitas membran plasenta terhadap senyawa polar tersebut tidak absolut.
Bila perbedaan konsentrasi ibu-janin tinggi, senyawa polar tetap akan melewati plasenta
dalam jumlah besar.
Ukuran molekul
Obat dengan berat molekul sampai dengan 500 Dalton akan mudah melewati pori
membran bergantung pada kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi. Obat-obat dengan
berat molekul 500-1000 Dalton akan lebih sulit melewati plasenta dan obat-obat dengan berat
molekul >1000 Dalton akan sangat sulit menembus plasenta. Sebagai contoh adalah heparin,
mempunyai berat molekul yang sangat besar ditambah lagi adalah molekul polar, tidak dapt
menembus plasenta sehingga merupakan obat antikoagulan pilihan yang aman pada
kehamilan.
Ikatan protein.
Hanya obat yang tidak terikat dengan protein (obat bebas) yang dapat melewati
membran. Derajat keterikatan obat dengan protein, terutama albumin, akan mempengaruhi
kecepatan melewati plasenta. Akan tetapi bila obat sangat larut dalam lemak maka ikatan
protein tidak terlalu mempengaruhi, misalnya beberapa anastesi gas. Obat-obat yang
kelarutannya dalam lemak tinggi kecepatan melewati plasenta lebih tergantung pada aliran
darah plasenta. Bila obat sangat tidak larut dilemak dan terionisasi maka perpindahaan nya
lewat plasenta lambat dan dihambat oleh besarnya ikatan dengan protein. Perbedaan ikatan
protein di ibu dan di janin juga penting, misalnya sulfonamid, barbiturat dan fenitoin, ikatan
protein lebih tinggi di ibu dari ikatan protein di janin. Sebagai contoh adalah kokain yang
merupakan basa lemah, kelarutan dalam lemak tinggi, berat molekul rendah (305 Dalton) dan
ikatan protein plasma rendah (8-10%) sehingga kokain cepat terdistribusi dari darah ibu ke
janin.
C.
adalah.
1. Plasenta yang berperan sebagai penghalang semipermiabel juga sebagai tempat
metabolisme beberapa obat yang melewatinya. Semua jalur utama metabolisme obat ada di
plasenta dan juga terdapat beberapa reaksi oksidasi aromatik yang berbeda misalnya oksidasi
etanol dan fenobarbital. Sebaliknya , kapasitas metabolisme plasenta ini akan menyebabkan
terbentuknya atau meningkatkan jumlah metabolit yang toksik, misalnya etanol dan
benzopiren. Dari hasil penelitian prednisolon, deksametason, azidotimidin yang struktur
molekulnya analog dengan zat-zat endogen di tubuh mengalami metabolisme yang bermakna
di plasenta.
2. Obat-obat yang melewati plasenta akan memasuki sirkulasi janin lewat vena
umbilikal. Sekitar 40-60% darah yang masuk tersebut akan masuk hati janin, sisanya akan
langsung masuk ke sirkulasi umum janin. Obat yang masuk ke hati janin, mungkin sebagian
akan dimetabolisme sebelum masuk ke sirkulasi umum janin, walaupun dapat dikatakan
metabolisme obat di janin tidak berpengaruh banyak pada metabolisme obat maternal.
Obat-obat yang bersifat teratogenik adalah asam lemah, misalnya talidomid, asam valproat,
isotretinoin, warfarin. Hal ini diduga karena asam lemah akan mengubah pH sel embrio. Dan
dari hasil penelitian pada hewan menunjukkan bahwa pH cairan sel embrio lebih tinggi dari
pH plasma ibu, sehingga obat yang bersifat asam akan tinggi kadarnya di sel embrio.
D.
wanita tidak hamil), disertai peningkatan sekresi mukus, kombinasi kedua hal tersebut akan
menyebabkan peningkatan pH lambung dan kapasitas buffer. Secara klinik hal ini akan
mempengaruhi ionisasi asam-basa yang berakibat pada absorbsinya.
2. Absorbsi paru
Pada kehamilan terjadi peningkatan curah jantung, tidal volume, ventilasi, dan
aliran darah paru. Perubahan-perubahan ini mengakibatkan peningkatan absorbsi alveolar,
sehingga perlu dipertimbangkan dalam pemberian obat inhalan.
3. Distribusi
Volume distribusi obat akan mengalami perubahan selama kehamilan akibat
peningkatan jumlah volume plasma hingga 50%. Peningkatan curah jantung akan berakibat
peningkatan aliran darah ginjal sampai 50% pada akhir trimester I, dan peningkatan aliran
darah uterus yang mencapai puncaknya pada aterm (36-42 L/jam); 80% akan menuju ke
plasenta dan 20% akan mendarahi myometrium. Akibat peningkatan jumlah volume ini,
terjadi penurunan kadar puncak obat (Cmax) dalam serum.
4. Pengikatan protein
Sesuai dengan perjalanan kehamilan, volume plasma akan bertambah, tetapi tidak
diikuti dengan peningkatan produksi albumin, sehingga menimbulkan hipoalbuminemia
fisiologis yang mengakibatkan kadar obat bebas akan meningkat. Obat-obat yang tidak terikat
pada protein pengikat secara farmakologis adalah obat yang aktif, maka pada wanita hamil
diperkirakan akan terjadi peningkatan efek obat.
kadar obat janin: ibu maka dipakai model kompartemen tunggal. Tetapi jika obat lebih sukar
mencapai janin maka dipakai model dua kompartemen di mana rasio konsentrasi janin: ibu
akan menjadi lebih rendah pada waktu pemberian obat dibandingkan setelah terjadi distribusi.
1. Efek protein pengikat
Protein plasma janin mempunyai afinitas yang lebih rendah dibandingkan protein
plasma ibu terhadap obat-obatan. Tetapi ada pula obat-obatan yang lebih banyak terikat pada
protein pengikat janin seperti salisilat. Obat-obat yang tidak terikat (bebas) adalah yang
mampu melewati sawar plasenta.
2. Keseimbangan asam-basa
Molekul yang larut dalam lemak dan tidak terionisasi menembus membran biologis
lebih cepat dibandingkan molekul yang kurang larut dalam lemak dan terionisasi selain itu
PH plasma janin sedikit lebih asam dibandingkan ibu. Dengan demikian basa lemah akan
lebih mudah melewati sawar plasenta. Tetapi setelah melewati plasenta dan mengadakan
kontak dengan darah janin yang relatif lebih asam, molekul-molekul akan lebih terionisasi.
Hal ini akan berakibat penurunan konsentrasi obat pada janin dan menghasilkan gradien
konsentrasi. Fenomena ini dikenal sebagai ion trapping.
3. Eliminasi obat secara feto-placental drug eliminaton
Terdapat bukti-bukti bahwa plasenta manusia dan fetus mampu memetabolisme
obat. Semua proses enzimatik, termasuk fase I dan fase II telah ditemukan pada hati bayi
sejak 7 sampai 8 minggu pasca pembuahan tetapi proses tersebut belum matang, dan
aktivitasnya sangat rendah. Kemampuan eliminasi yang berkurang dapat menimbulkan efek
obat yang lebih panjang dan lebih menyolok pada janin. Sebagian besar eliminasi obat pada
janin dengan cara difusi obat kembali ke kompartemen ibu. Tetapi kebanyakan metabolit
lebih polar dibandingkan dengan asal-usulnya sehingga kecil kemungkinan mereka akan
melewati saluran plasenta, dan berakibat penimbunan metabolit pada jaringan janin. Dengan
pertambahan usia kehamilan, makin banyak obat yang diekskresikan ke dalam cairan amnion,
hal ini menunjukkan maturasi ginjal janin.
4. Keseimbangan Obat Maternal-fetal
Jalur utama transfer obat melalui plasenta adalah dengan difusi sederhana. Obat
yang bersifat lipofilik dan tidak terionisasi pada pH fisiologis akan lebih mudah berdifusi
melalui plasenta. Kecepatan tercapainya keseimbangan obat antara ibu dan janin mempunyai
arti yang penting pada keadaan konsentrasi obat pada janin harus dicapai secepat mungkin,
seperti pada kasus-kasus aritmia atau infeksi janin intrauterin, karena obat diberikan melalui
ibunya.
F.
sebagaimana halnya dengan nutrisiyang dibutuhkan janin, dengan demikian obat mempunyai
potensi untuk menimbulkan efek pada janin. Perbandingan konsentrasi obat dalam plasma ibu
dan janin dapat memberi gambaran pemaparan janin terhadap obat-obatan yang diberikan
kepada ibunya.
Waddell dan Marlowe (1981) menetapkan bahwa terdapat 3 tipe transfer obat-obatan melalui
plasenta sebagai berikut:
- Tipe I
Obat-obatan yang segera mencapai keseimbangan dalam kompartemen ibu dan
janin, atau terjadi transfer lengkap dari obat tersebut. Yang dimaksud dengan keseimbangan
di sini adalah tercapainya konsentrasi terapetik yang sama secara simultan pada kompartemen
ibu dan janin.
- Tipe II
Obat-obatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih tinggi daripada
konsentrasi dalam plasma ibu atau terjadi transfer yang berlebihan. Hal ini mungkin terjadi
karena transfer pengeluaran obat dari janin berlangsung lebih lambat.
-Tipe III
Obat-obatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih rendah daripada
konsentrasi dalam plasma ibu atau terjadi transfer yang tidak lengkap.
Faktor-faktor yang mempengaruhi transfer obat melalui plasenta antara lain adalah:
Berat molekul obat.
Pada obat dengan berat molekul lebih dari 500D akan terjadi transfer tak lengkap
melewati plasenta.
PKa (pH saat 50% obat terionisasi).
Ikatan antara obat dengan protein plasma.
Mekanisme transfer obat melalui plasenta dapat dengan cara difusi, baik aktif maupun
pasif, transport aktif, fagositosis, pinositosis, diskontinuitas membran dan gradien
elektrokimiawi.
Penggolongan tingkat keamanan penggunaan obat pada wanita hamil berdasrkan FDA
amerika serikat banyak dijadikan acuan dalam mempertimbangkan pengggunaan dalam
praktik yaitu :
janin
Kategori B : tidak ada bukti resiko pada manusia. Penelitian pada hewan
merketing study
Obat
Efek tereatogenik
Malformasi SSP, mata, telinga,
Dietilstilbestrol
Fenitoin
Thalidomide
Warfarin
Alkohol
Isotretidomide
Tetrasiklin
Ace Inhibitor
Siklosfamid
Golongan antibiotika berdasarkan keamanan dan toksisitasnya pada ibu atau janin
Nama obat/golongan
Aminoglikosida :
Gentamisin
Amikasin, Amikasin
Netilmisin, Kanamisin
Streptomisin
Aztreonam
Golongan Penicilin,
Kategori (FDA)
Toksisitas
C
D
D
D
B
B
Ototoksik, nefrotoksik
Ototoksik, nefrotoksik
Ototoksik, nefrotoksik
Kerusakan saraf cranial VIII
Safalosporin
Kloramphenicol
Gray-Baby Syndrom,
Klindamicyn
Fluorokuinolon
B
C
Eritromisin Estolat
Azitromisin
Klaritromisin
Metronidazole
B
B
C
B
Nitrofurantoin
Sulfonamid
B
B
Tetrasiklin
lahir
Mengganggu pertumbuhan
pada email
Menghambat metabolisme
asam folat
Ototoksik, nefrotoksik
Golongan antihipertensi berdasarkan keamanan dan toksisitasnya pada ibu dan janin
Nama Obat Dan Golongan
Diuretik :
Furosemid
Golongan Thiazid
Kategori (FDA)
C
D
toksisitas
Menurunkan perfusi jaringan
Penggunaan golongan thiazid
pada trisemester I
meningkatkan resiko
hipoglekemia,
trombositopenia,
hiponatremia, hipokalmia
dan kematian pada janin/bayi
Metildopa
Golongan Beta-Bloker
B
C - trismester I
Kecuali :
Atenolol
Golongan Calcium Chanel
D trismester II/III
C
Blocker
Goongan ACE Inhibitor
C trismster I
Oligohidramnion, renal
D trismester II/III
tubular dysgenesis,neonatal
anuria, hypocalvaria,
pulmonary hypoplasia,
persisten patent ductus
Golongan Angiostensin-II
C trismester I
Receptor Antagonis
(AIIRA)
G.
resikonya
Hindari obat baru karena datanya masih terbatas
Pilih obat dengan profil keamanannya yang sudah diketahui
Utamakan monoterapy
Gunakan dengan dosis efektif yang terendah tetapi perlu juga diingat bahwa
perubahan fisiologis ibu selama kehamilan mengubah farmakokinetika obat sehingga
pada beberapa obat mungkin perlu peningkatan dosis untuk memeprtahankan kadar
terapeutiknya
g. Gunakan obat dengan durasi sesingkat mungkin