Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu permasalahan kesehatan yang sampai saat ini tetap menjadi

perhatian adalah medication error yang menimbulkan berbagai dampak bagi

pasien, mulai dari yang ringan bahkan sampai tingkat yang paling parah,

yakni menyebabkan suatu kematian (Aronson, 2009).

Medication error dapat juga terjadi pada ibu hamil. Selama

kehamilan, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau gangguan

kesehatan yang membutuhkan obat. Penggunaan obat pada Ibu hamil dapat

beresiko bagi ibu hamil dan janin. Banyak ibu hamil menggunakan obat dan

suplemen pada periode organogenesis sedang berlangsung sehingga risiko

terjadi cacat janin lebih besar. Sedangkan kebanyakan obat yang dipasarkan

tidak diteliti efek sampingnya kepada Ibu hamil dan janin (Sulastri, 2016).

Survei tentang penggunaan obat pada masa kehamilan yang

melibatkan 14.778 wanita hamil dari 22 negara di 4 benua oleh WHO,

menunjukkan bahwa 86% wanita memperoleh pengobatan dengan rata-rata

jumlah obat 2,9 (1 hingga 15 macam obat). Hal tersebut di atas

menunjukkan bahwa penggunaan obat pada wanita hamil berkelanjutan dan

seringkali tidak rasional. Penting sekali memberikan perhatian terhadap

kejadian malformasi anatomi (cacat bawaan), perkembangan intelektual,

sosial dan fungsional yang dapat terpengaruh oleh pemakaian obat selama

1
2

kehamilan. Kenyataan ini mendorong untuk menekan serendah mungkin

pemakaian obat selama kehamilan dengan menghindari pemakaian obat

secara sembarangan atau tidak rasional (Wood, 2005).

Hasil penelitian Chalelgn Kassaw and Nasir Tajure Wabe dari

National Center for Biotechnology Information, yang dipublikasikan dalam

US National Library of Medicine pada tahun 2012 lalu dengan judul

penelitian “Pregnant Women and Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs:

Knowledge, Perception and Drug Consumption Pattern During Pregnancy

in Ethiopia” Lebih dari 90% dari wanita hamil telah mengkomsumsi obat

sejak awal kehamilan mereka. Dan kebanyakan obat-obat yang digunakan

adalah obat analgesik dalam bentuk obat bebas. Ini sesuai dengan penelitian

ditempat lain yang dilakukan di Perancis dan Kanada yang menunjukkan

bahwa penggunaan Obat analgetik tanpa resep dokter yang paling umum

digunakan pada kehamilan. Sebagian besar wanita hamil juga mengutip

resep dari dokter sebagai sumber utama dari NSAID dan acetaminophen

adalah obat yang paling sering diresepkan. Hal ini sebanding dengan studi

lain yang menunjukkan bahwa 60% dari NSAID adalah obat resep dan 35%

adalah obat bebas (Nur Baita, 2013).

Hasil penelitian Michelle Roberts dari The American Collage Of

Obstetricians and Gynecologist yang dipublikasikan dalam Committee on

Health Care for Underserved Women and the American Society of

Addiction Medicine pada tahun 2009 lalu dengan judul penelitian “Pain

killers risky in pregnancy'” penggunaan obat-obatan pada wanita hamil


3

dapat membahayakan perkembangan organ seksual anak ke depannya,

terutama pada anak laki-laki. Hasil penelitian terbaru, para peneliti dari

Denmark, Finlandia dan Prancis meneliti lebih dari 2.000 wanita hamil dan

bayi mereka. Mereka menemukan para wanita yang menggunakan lebih dari

satu obat penghilang rasa sakit secara bersamaan, seperti parasetamol dan

ibuprofen, memiliki peningkatan resiko tujuh kali lipat melahirkan anak

dengan beberapa bentuk testis yang tidak turun atau kriptorkismus

dibandingkan dengan wanita yang tidak mengkomsumsi apapun. Trimester

kedua (14-27 minggu) kehamilan menjadi waktu sangat sensitive (Nurbaita,

2013).

Angka kejadian Medication Error di Indonesia belum terdata secara

akurat dan sistematis demikian juga angka kejadian medication error pada

ibu hamil, tetapi Medication Error cukup sering dijumpai di institusi

pelayanan kesehatan. Di rumah sakit angka Medication Error dilaporkan

sekitar 3-6,9% pada pasien yang menjalani rawat inap. Angka kejadian error

akibat kesalahan dalam permintaan obat resep juga bervariasi, yaitu antara

0,03-16,9%. Terjadinya Medication Error di rumah sakit berkaitan dengan

kesalahan saat menyerahkan obat ke pasien dalam bentuk dosis atau obat

yang keliru. Namun demikian meskipun relatif sering terjadi Medication

Error umumnya jarang yang berakhir dengan cedera di pihak pasien.

(Dwiprahasto, 2006, dalam Amik Mulyadi 2013).

Penggunaan obat pada wanita hamil penting untuk diperhatikan

terutama dari segi keamanan bagi bayi dalam kandungan maupun kesehatan
4

ibu, karena pada masa kehamilan, terjadi perubahan fisiologis pada tubuh

ibu serta adanya perkembangan embrio yang mengalami organogenesis

yang sangat rentan terhadap timbulnya cacat karena pengaruh obat-obat

yang dikonsumsi oleh ibu hamil. Beberapa obat yang dapat melintasi

plasenta, maka penggunaan obat pada wanita hamil perlu berhati-hati.

Dalam plasenta obat mengalami proses biotransformasi, mungkin sebagai

upaya perlindungan dan dapat terbentuk senyawa antara yang reaktif, yang

bersifat teratogenik/dismorfogenik. Obat-obat teratogenik atau obat-obat

yang dapat menyebabkan terbentuknya senyawa teratogenik dapat merusak

janin dalam pertumbuhan (Sulastri, 2016).

Dengan demikian, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa

saja yang relatif tidak aman hingga harus dihindari selama kehamilan

ataupun menyusui agar tidak merugikan ibu dan janin yang dikandung

ataupun bayinya. Untuk memberikan pengetahuan mengenai penggunaan

obat pada ibu hamil, maka farmasis perlu dibekali pedoman dalam

melaksanakan pelayanan kefarmasian bagi ibu hamil.

Peristiwa yang menggemparkan ketika Talidomid yang dikenal

sebagai obat antiemetik terbukti menyebabkan cacat pada bayi yang

dilahirkan. Sejak saat itu United state meniadakan penggunaan Talidomid

dan FDA mengeluarkan wewenang penting meliputi amanat yang menjamin

keefektifan obat yang digunakan sebelum dipasarkan dan mewajibkan

perusahaan obat melaporkan efek samping yang tidak diinginkan (Wood,

2005).
5

Penilaian penggunaan obat rasional ditinjau dari tiga indikator utama

yaitu peresepan, pelayanan pasien dan fasilitas kesehatan (WHO, 1993

dalam Kardela 2011) Penggunaan ketiga indikator tersebut sebagai berikut

Indikator pertama peresepan parameternya terdiri dari rerata jumlah obat

yang diresepkan, presentase obat generic yang diresepkan per pasien,

persentase antibiotika yang diresepkan per pasien, persentase injeksi yang

diresepkan per pasien, dan persentase obat dari Daftar Obat Esensial

Nasional (DOEN). Parameter indikator kedua Pelayanan Pasien terdiri dari

rerata waktu konsultasi, rerata waktu penyiapan obat, persentase obat yang

diresepkan secara actual, persentase obat dengan pelabelan cukup dan

persentase pasien yang memahami regimen obat. Adapun untuk indicator

fasilitas kesehatan parameter yang diukur yaitu ketersediaan DEON dan

ketersediaan obat penting (WHO 1993 dalam Karedela, 2011).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan dilakukan penelitian

tentang analisis peresepan pada ibu hamil berdasarkan indicator peresepan

WHO Salah Satu Apotek Kota Bandung.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran peresepan pada ibu hamil berdasarkan

indicator peresepan WHO di salah satu apotek Kota Bandung?

1.3 Tujuan Penelitian


6

Mengetahui gambaran peresepan pada ibu hamil di salah satu apotek

Kota Bandung.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Aspek Teoritis
Hasil penelitian dapat memberikan sumbangan informasi, menambah

pengetahuan, wawasan dan pemahaman keterkaitan pelayanan

kefarmasian khususnya tentang peresepan obat pada ibu hamil.


2. Aspek Praktis
Meningkatkan kepekaan petugas farmasi dalam menjalankan tanggung

jawab pelayanan kefarmasian kepada pasien khususnya pada ibu hamil

sehingga medication error dapat diminimalisasi.

Anda mungkin juga menyukai