I. LATAR BELAKANG
Pemakaian obat untuk anak-anak belum diteliti secara luas, sehingga
hanya sebagian kecil jumlah obat yang telah diberikan ijin untuk digunakan pada
anak-anak (Aslam, 2003). Hal penting yang harus diperhatikan untuk anak-anak
adalah dosis yang optimal, regimen dosis tidak dapat disederhanakan hanya
berdasarkan berat badan atau luas permukaan tubuh pasien anak yang diperoleh
dari ekstrapolasi data pasien dewasa. Bioavalaibilitas, farmakokinetik,
farmakodinamik, efikasi dan informasi tentang efek samping dapat berbeda secara
bermakna antara pasien anak dan pasien dewasa karena adanya perbedaan usia,
fungsi organ dan status penyakit. Perkembangan yang signifikan telah dibuat
untuk farmakokinetik pada anak, tetapi hanya sedikit penelitian yang mempunyai
korelasi secara farmakokinetik dengan efek samping dan kualitas hidup (Depkes
RI, 2009).
Penelitian obat pada anak-anak yang rumit karena banyak faktor telah
mengakibatkan kurangnya obat-obatan yang cukup dipelajari untuk digunakan
pada anak-anak dan akibatnya banyak obat yang tidak ada pelabelan untuk anak ('t
Jong et al, 2002). Obat off-label adalah obat yang tidak sesuai dengan informasi
resmi obat, yang penggunaannya diluar ketentuan dari (Product License = PL)
atau izin penjualan (marketing authorisation = MA) yang dikeluarkan oleh Badan
POM meliputi umur pasien, indikasi obat, dosis obat dan rute pemberian. Obat
off-label yang penggunaannya tidak sesuai dengan izin biasanya tidak
mencantumkan pelabelan yang sesuai dengan rekomendasi dosis yang harus
diberikan. Sehingga terjadi kemungkinan kesalahan obat dan dosis, lebih sering
terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa (Purba, 2007).
Penggunaan obat off-label pada anak adalah akibat dari keengganan
untuk melibatkan anak-anak dalam studi klinis selama proses pengembangan obat
dan obat-obatan yang boleh di pasarkan di dalam negeri tanpa informasi pelabelan
khusus untuk anak-anak (Jain et al., 2008). Pada tahun 1960an di Amerika Serikat
1
dan Inggris mulai melakukan perizinan untuk memastikan obat baru telah diuji
dan aman untuk anak-anak. Setelah terjadi dua tragedi besar yang mengakibatkan
reaksi merugikan pada anak-anak yaitu saat menerima obat kloramfeniko dan obat
thalidomide pada bayi baru lahir menyebabkan terjadinya grey baby syndromeI
dan phocomelia (Jain et al., 2008).
Beberapa penelitian melaporkan banyaknya penggunaan obat off-label
pada anak-anak dirawat di rumah sakit berada dalam kisaran dari 25% - 90%.
Menurut penelitian (Conroy et al, 2000) telah ditemukan 42% obat-obat off-label
di bangsal medis pediatik dari lima rumah sakit di Eropa, sedangkan menurut ('t
Jong et al, 2002) telah mengidentifikasi 18% obat-obatan off-label di bangsal
pediatrik sebuah rumah sakit umum di Belanda. Sedangkan menurut (Olsson et al,
2011) di Swedia untuk pasien rawat jalan penggunan obat off-label adalah
sebanyak 13,5% dan di wilayah Stockholm melaporkan lebih besar di bandingkan
di Swedia yaitu sebesar 20,7% (Ufer et al, 2003). Dampak penggunaan obat off-
label yang tinggi yaitu tidak ada jaminan terhadap konsumen setelah penggunaan
obat tersebut.
Pelayanan rawat jalan merupakan salah satu unit kerja di rumah sakit
yang melayani pasien berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan, untuk
keperluan observasi, diagnosis, pengobatan dan/atau pelayanan kesehatan lainnya
(Depkes RI, 1987). Pelayanan rawat jalan di RSUD Ulin terdiri dari pelayanan
umum, jamkesmas, jamkesprov dan askes. Pada penelitian sebelumnya
menjelaskan bahwa penelitian yang telah dilakukan di RSUD Ulin Banjarmasin
tentang penggunaan obat yang digunakan secara off-label pada pasien pediatrik
rawat inap adalah golongan obat antibiotik, golongan analgetik dan antipiretik,
golongan antiinflamasi, golongan antikonvulsi, golongan antiemetik, dan
golongan antihistamin (Fitri,2013). Penelitian ini di lakukan pada pasien pediatrik
rawat jalan. Pada saat melakukan observasi selama dua minggu didapat golongan
obat yang digunakan yaitu golongan antibiotik, antiinfamasi, antihistamin,
analgetik dan antipiretik, diuretik, dan mukolitik.Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui persentase pasien yang mendapat pengobatan off-label. Data yang
2
diambil adalah data rekam medik pasien di Poliklinik Anak dan resep pada Depo
Umum serta Depo Askes RSUD Ulin Banjarmasin.
3
V. TINJAUAN PUSTAKA
5.1 Obat Off-Label
Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang
dalam dosis tertentu dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit
berikut gejalanya. Oleh karena itu pemberian obat haruslah sesuai dengan indikasi
dari obat tersebut, yang merupakan hasil penelitian dari bahan aktif obat.
Pemberian obat dalam berbagai bentuk formulasi sediaaan antara lain bertujuan
agar obat tersebut aman, efektif, stabil, menarik dan nyaman digunakan. Bentuk
formulasi obat ini juga disesuaikan dengan rute pemberian obat tersebut. Dosis
yang tepat juga merupakan faktor yang menentukan dalam mencapai efek terapi
yang diinginkan. Bila dosis kurang maka obat tidak memberikan efek terapi,
sedangkan bila dosis berlebih obat akan menimbulkan risiko toksisitas.
Kesesuaian obat dengan umur dan kondisi pasien juga mempengaruhi efektifitas
obat. (Depkes RI, 1995).
Ketentuan yang berlaku bahwa semua obat yang beredar harus memiliki
izin untuk diedarkan (Product License = PL) atau izin penjualan (marketing
authorisation = MA), yang dikeluarkan oleh Badan POM. Sistem perizinan di
rancang untuk menjamin bahwa obat telah diuji terhadap efikasi, keamanan dan
kualitasnya. Perusahaan farmasi mengajukan permintaan izin edar obat dan dalam
pengajuan dijelaskan indikasi, dosis, cara pemberian dan kelompok usia pasien
yang akan menggunakan obat tersebut. Didalam permintaan izin, informasi
mengenai penggunaan pada pasien anak mungkin terbatas atau sama sekali belum
ada (Purba, 2007).
Fakta bahwa penelitian obat pada anak-anak yang rumit karena banyak
faktor telah mengakibatkan kurangnya obat-obatan yang cukup dipelajari untuk
digunakan pada anak-anak dan akibatnya banyak obat yang tidak ada pelabelan
untuk anak. Konsekuensinya adalah kurangnya formulasi pediatrik, terutama
untuk bayi. Obat-obatan sering tidak tersedia sesuai ukuran dosis, kurangannya
formulasi cair, dan mungkin rasa aneh bagi anak. Banyak obat yang masih
diberikan kepada anak-anak tidak ada bukti ilmiah yang cukup, dan mungkin
tidak efektif ('t Jong et al, 2002).
4
Dosis untuk anak-anak sering didasarkan pada dosis untuk orang dewasa,
sehingga memaksa dokter untuk meresepkan obat untuk anak-anak karena
kurangnya jumlah studi klinis pada anak-anak dibandingkan orang dewasa,
sehingga sedikit informasi tentang keamanan obat off-label yang diresepkan pada
anak-anak yang tersedia. Farmakokinetik obat seperti absorbsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi, secara susbtansial berbeda pada anak-anak
dibandingkan dengan orang dewasa (Kimland & Odlind, 2012). Aspek penting
lainnya mengenai penggunaan obat off-label pada anak-anak adalah kurangnya
obat alternatif berlabel. Berbeda dengan orang dewasa, obat off-label digunakan di
kalangan anak-anak tidak dapat beralih ke obat alternatif berlisensi untuk anak-
anak hanya karena sering tidak adanya obat yang digunakan (Hsien et al, 2010).
Bukti menyatakan bahwa reaksi obat yang merugikan pada obat tidak
berlisensi lebih tinggi dan mengakibatkan kerugian bagi pasien anak. Survei
terhadap dokter anak di Inggris, menunjukkan lebih dari setengah responden
menyadari kekhawatiran tentang kurangnya data efikasi dan keamanan terkait
dengan obat obat off-label. Kebanyakan dokter percaya bahwa obat off-label
sangat tepat dan bermanfaat tetapi mereka tidak menyadari sejauh mana risiko dan
isu-isu etik yang terlibat. Salah satunya berkaitan dengan jumlah informasi yang
diberikan kepada pasien dan orang tua mengenai penggunaan obat off-label.
Mayoritas dokter anak dalam studi Inggris tidak menginformasikan kepada orang
tua bahwa resep yang diberikan adalah off-label (Kling, 2011).
FDA telah membuat ketentuan atau aturan pediatrik dimana perusahaan
diwajibkan untuk menguji produk mereka untuk menentukan apakah obat tersebut
aman dan efektif untuk anak-anak. The European Medication Agency (EMA) di
Eropa telah membentuk kombinasi intensif keuangan dan perlindungan data untuk
memastikan pengujian obat untuk anak-anak. Kesulitan uji klinis pada pediatrik
disebabkan adanya batasan etik seperti potensi risiko dan eksploitasi pada subjek
(Kling, 2011).
5
5.2 Pasien Pediatrik
Pediatri berasal dari bahasa Yunani yaitu pedos yang berarti anak dan
iatrica yang berarti pengobatan anak. Beberapa penyakit memerlukan penanganan
khusus untuk pasien pediatri. Masa bayi dan anak merupakan periode
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Anak bukan dewasa kecil
sehingga penggunaan obat untuk anak merupakan hal khusus yang terkait dengan
perbedaan laju perkembangan organ, sistem enzim yang bertanggung jawab
terhadap metabolisme dan ekskresi obat. Hal ini ditunjang dengan belum
banyaknya penelitian tentang penggunaan obat pada bayi dan anak. Data
farmakokinetik, farmakodinamik, efikasi dan keamanan obat untuk bayi dan anak-
anak masih sangat jarang. Kurangnya informasi mengenai hal ini menyebabkan
timbulnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki (Depkes RI, 2009).
Hal penting yang harus diperhatikan untuk pediatri adalah dosis yang
optimal, regimen dosis tidak dapat disederhanakan hanya berdasarkan berat badan
atau luas permukaan tubuh pasien pediatri yang diperoleh dari ekstrapolasi data
pasien dewasa. Terapi obat pada pediatri berbeda dengan terapi obat pada orang
dewasa karena perbedaan karakteristik. Perbedaan karakteristik ini akan
mempengaruhi farmakokinetika-farmakodinamika obat yang pada akhirnya akan
mempengaruhi efikasi dan/ atau toksisitas obat (Depkes RI, 2009).
Farmakokinetika - Farmakodinamika Kinetika obat dalam tubuh anak-
anak berbeda dengan dewasa sesuai dengan pertambahan usianya. Beberapa
perubahan farmakokinetika terjadi selama periode perkembangan dari masa anak-
anak sampai masa dewasa yang menjadi pertimbangan dalam penetapan dosis
untuk pediatri :
(1) Absorbsi
Absorpsi obat melalui rute oral dan parenteral pada anak sebanding
dengan pasien dewasa. Pada bayi dan anak sekresi asam lambung belum sebanyak
pada dewasa, sehingga pH lambung menjadi lebih alkalis. Hal tersebut akan
menurunkan absorbsi obat – obat yang bersifat asam lemah, sebaliknya akan
meningkatkan absorbsi obat – obat yang bersifat basa lemah. Waktu pengosongan
dan pH lambung akan mencapai tahap normal pada usia sekitar tiga tahun. Waktu
6
pengosongan lambung pada bayi baru lahir yaitu 6-8 jam sedangkan dewasa 3-4
jam. Oleh karena itu harus diperhatikan pada pemberian obat yang di absorbsi di
lambung (Depkes, 2009).
(2) Distribusi
Distribusi obat pada bayi dan anak berbeda dengan orang dewasa, karena
adanya perbedaan volume cairan ekstraselluler, total air tubuh, komposisi jaringan
lemak, dan ikatan protein. Volume cairan ekstraselular relatif lebih tinggi
dibandingkan orang orang dewasa, volume ini akan terus menurun seiring
bertambahnya usia pada neonatus 50%, pada bayi berusia 4-6 bulan 35%, pada
usia satu tahun 25% sedangkan pada orang dewasa sebanyak 20-25% dari total
berat badan. Hal lain yang lebih penting adalah total cairan dalam tubuh akan
lebih tinggi pada bayi yang dilahirkan secara prematur (80-85% dari total berat
badan) dibandingkan pada bayi normal (75% dari total berat badan) dan pada bayi
usia 3 bulan 60% dan pada orang dewasa (55% dari total berat badan). Besarnya
volume cairan ekstra sel dan total air tubuh akan menyebabkan volume distribusi
dari obat-obat yang larut dalam air akan meningkat sehingga dosis mg/kg BB
harus diturunkan (Depkes, 2009).
(3) Metabolisme
Rendahnya metabolisme obat di hati pada neonatus disebabkan oleh
rendahnya aliran darah ke hati, asupan obat oleh sel hati, kapasitas enzim hati dan
ekskresi empedu. Sistem enzim di hati pada neonatus dan bayi belum sempurna,
terutama pada proses oksidasi dan glukoronidase, sebaliknya pada jalur konjugasi
dengan asam sulfat berlangsung sempurna. Meskipun metabolisme asetaminofen
melalui jalur glukoronidase pada anak masih belum sempurna dibandingkan pada
orang dewasa, sebagian kecil dari bagian ini dikompensasi melalui jalur konjugasi
dengan asam sulfat. Jalur metabolisme ini mungkin berhubungan langsung dengan
usia dan mungkin memerlukan waktu selama beberapa bulan sampai satu tahun
agar berkembang sempurna. Hal ini terlihat dari peningkatan klirens pada usia
setelah satu tahun (Depkes, 2009).
(4) Ekskresi
Laju filtrasi glomerulus lebih rendah pada bayi baru lahir dibandingkan
7
bayi yang lebih dulu lahir, anak-anak, atau dewasa, dan keterbatasan ini
berlangsung sampai beberapa hari setelah lahir. Jika dihitung sesuai dengan
permukaan badan, filtrasi glomerulus pada neonates 30-40% dari orang dewasa
(Katzung, 1997).
Filtrasi glomerulus, sekresi tubulus, reabsorbsi tubulus menurun dan
bersihan (clearance) obat tidak dapat di prediksi, tergantung cara eliminasi obat
tersebut di ginjal. Pada umumnya obat dan metabolitnya dieliminasi melalui
ginjal. Kecepatan filtrasi glomerulus pada neonatus adalah 0,6–0,8 mL/menit per
1,73 m2 dan pada bayi adalah 2-4 mL/menit per 1,73 m2. Proses filtrasi
glomerulus, sekresi tubuler dan reabsorpsi tubuler akan menunjukkan efisiensi
ekskresi ginjal. Proses perkembangan proses ini akan berlangsung sekitar
beberapa minggu sampai satu tahun setelah kelahiran.
8
yang mencakup pelayanan medik dan penunjang medik. Kegiatan di rumah sakit
mencakup pelaksanaan pelayanan kesehatan dan pelaksanaan administrasi,
pemeliharaan gedung, peralatan dan perlengkapan. Pelayanan rawat jalan
merupakan salah satu unit kerja di rumah sakit yang melayani pasien berobat jalan
dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan, termasuk seluruh prosedur diagnostik dan
terapeutik. Rawat jalan juga merupakan salah satu yang dominan dari pasar rumah
sakit serta merupakan sumber keuangan yang bermakna, sehingga selalu
dilakukan upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan.
RSUD Ulin adalah rumah sakit umum terbesar di Kalimantan. Tugas dan
fungsi RSUD Ulin selain mengemban fungsi pelayanan juga melaksanakan fungsi
pendidikan dan penelitian. Pada penelitian ini ruangan yang akan di jadikan
tempat penelitian adalah Poliklinik Anak dan Depo Umum serta Depo Askes.
Jumlah pasien di poliklinik anak pada tahun 2012 sebanyak 4.687 pasien dan
tahun 2013 sebanyak 4.301pasien.
9
yang diperoleh buku-buku resmi seperti British National Formulary (BNF) for
Children 2011-2012, Daftar Obat di Indonesia (DOI) Edisi 11 Tahun 2008, Food
and Drug Administration (FDA), dan jurnal-jurnal terkait penggunaan obat off-
label pada anak-anak
10
Keterangan :
n : ukuran sampel
N : ukuran populasi
d : batas toleransi kesalahan pengambilan sampel (5%)
N 4.301
𝑛= =
Nd2 + 1 1 + 4.301 (0,05)2
4.301
= = 365,965
11,7525
(Nasir, et al., 2011).
11
6.7 Alur Penelitian
Observasi awal
Persentase jumlah pasien Persentase obat off-label berdasarkan Golongan obat dengan tingkat kejadian
yang mendapat obat off- kriteria usia, dosis, rute pemberian off-label tertinggi di Poliklinik Anak
label dan indikasi (Depo Umum dan Depo Askes)
Kesimpulan
12
indikasi berdasarkan British National Formulary
for Children (BNFC), Daftar Obat di Indonesia
(DOI) Edisi 11 Tahun 2008, Food and Drug
Administration (FDA).
13
2. Persentase obat yang digolongkan off-label pada pasien anak usia 1 bulan-18
tahun di Poliklinik Anak RSUD Ulin Banjarmasin:
⅀ obat off-label
x 100 %
⅀ total obat
14
VII. DAFTAR PUSTAKA
Hsien. L., Breddemann. A., A.K.Frobel., Andreas. H., K. G. Schmidt., S., Laer.
2008. Off-Label Drug Use Among Hospitalised Children: Identifying
Areas With The Highest Need For Research.
Katzung, B.G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 6. Penerjemah dan
editor: Bagian Farmakologi FK UNAIR. Penerbit Salemba Medika,
Surabaya.
Kimland. E & V. Odlind. 2012. Off-label Drug Use in Pediatric Patients. Medical
Products agency, Uppsala, Sweden. 91: 796-801.
_________ . 2002. Farmakologi dasar dan klinik E disi 8. Penerjemah dan editor.
Bagian Farmakologi FK UNAIR. Salemba Medika, Surabaya.
15
Olsson et al. 2011. Paediatric drug use with focus on off-label prescriptions in
Swedish outpatient care – a nationwide study. Acta Pædiatrica ISSN
0803–5253.
Purba A. V. 2007. Penggunaan Obat Off-label pada Pasien Anak. Bul. Penel.
Kesehatan. 35: 90-97.
Ufer et al. 2003. Widespread off-label prescribing of topical but not systemic
drugs for 350,000 paediatric outpatients in Stockholm. Eur J Clin
Pharmacol. 58(11):779-83.
Ruths S, Viktil KK, Blix HS. 2007. The Journal of the Norwegian Medical
Association:Classification of drug-related problems. Tidsskr Nor
Lægeforen. 127: 3073–6
’t Jong GW, van der Linden PD, Bakker EM, van der Lely N,Eland IA, Stricker
BHC, et al. 2002. Unlicensed and off-label drug use in a paediatric ward of
a general hospital in the Netherlands. Eur J Clin Pharmacol. 58:293–7
16