Anda di halaman 1dari 14

PANDUAN

PENGGUNAAN OBAT
YANG EFEKTIF DAN AMAN
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................................1
DAFTAR ISI..................................................................................................................................4
BAB I DEFINISI............................................................................................................................5
1.1. Latar Belakang....................................................................................................................5
1.2. Pengertian...........................................................................................................................5
BAB II RUANG LINGKUP..........................................................................................................6
2.1. Masalah Dalam Penggunaan Obat......................................................................................6
2.2. Penggunaan Obat Rasional.................................................................................................7
2.3. Keamanan dan Keabsahan Resep.......................................................................................8
2.4. Penyerahan Obat ke Pasien.................................................................................................9
2.5. Keamanan Penggunaan Obat............................................................................................10
2.6. Reaksi Obat yang Merugikan...........................................................................................10
BAB III TATA LAKSANA.........................................................................................................12
3.1. Cara Penggunaan Obat yang Efektif dan Aman...............................................................12
3.2. Berbagai Hal yang Tidak Boleh Dilakukan Pasien..........................................................12
3.3. Hal-hal yang Harus Dilakukan Pasien..............................................................................13
BAB IV DOKUMENTASI..........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................16

4
BAB I
DEFINISI

1.1. Latar Belakang

Sampai saat ini di tengah masyarakat seringkali dijumpai berbagai masalah dalam
penggunaan obat. Diantaranya ialah kurangnya pemahaman tentang penggunaan obat tepat dan
rasional, penggunaan obat bebas secara berlebihan, serta kurangnya pemahaman tentang cara
menyimpan dan membuang obat dengan benar.
Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa 35,2%
rumah tangga menyimpan obat untuk swamedikasi. Dari 35,2% rumah tangga yang menyimpan
obat, 35,7% di antaranya menyimpan obat keras dan 27,8% diantaranya 86,1% antibiotik
tersebut diperoleh tanpa resep. Hal ini memicu terjadinya masalah kesehatan baru, khususnya
resistensi bakteri.
Kurangnya pemahaman masyarakat dan informasi dari tenaga kesehatan, menyebabkan
masyarakat menggunakan antibiotik tanpa supervisi tenaga kesehatan. Persepsi yang salah pada
masyarakat dan banyaknya masyarakat yang membeli antibiotik secara bebas tanpa resep dokter
memicu terjadinya masalah resistensi antibiotik. Penggunaan obat bebas secara berlebihan (over
dosis), kejadian efek samping, interaksi obat atau penyalahgunaan obat, seringkali terjadi pada
masyarakat dan dapat menyebabkan masalah kesehatan baru.
Masyarakat perlu memahami bahwa dalam pelayanan kesehatan, obat harus digunakan
secara tepat dan rasional, agar mencapai efek pengobatan. Bila obat tidak digunakan secara
efektif dan aman akan mengakibatkan kegagalan pengobatan bahkan dapat menimbulkan efek
samping yang tidak diinginkan.

1.2. Pengertian

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan untuk manusia.
Penggunaan obat dikatakan rasional bila (WHO 2009) bila pasien menerima obat yang
sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga yang paling
murah untuk pasien dan masyarakat.

5
BAB II
RUANG LINGKUP

2.1. Masalah Dalam Penggunaan Obat

Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman dan juga tidak ekonomis atau
yang lebih populer, dengan istilah tidak rasional, saat ini telah menjadi masalah tersendiri dalam
pelayanan kesehatan, baik di negara maju maupun negara berkembang. Masalah ini dijumpai di
unit-unit pelayanan kesehatan, misalnya di rumah sakit, puskesmas, praktek pribadi, maupun di
masyarakat luas.
Penggunaan obat yang tidak tepat jika risiko yang mungkin terjadi tidak imbang dengan
manfaat yang diperoleh dari tindakan memberikan suatu obat. Dengan kata lain, penggunaan
obat dapat dinilai tidak rasional jika:
1. Indikasi penggunaan tidak jelas atau keliru
2. Pemilihan obat tidak tepat, artinya obat yang dipilih bukan obat yang terbukti paling
bermanfaat, paling aman, paling sesuai, dan paling ekonomis
3. Cara penggunaan obat tidak tepat, mencakup besarnya dosis, cara pemberian, frekuensi
pemberian dan lama pemberian
4. Kondisi dan riwayat pasien tidak dinilai secara cermat, apakah ada keadaan-keadaan
yang tidak memungkinkan penggunaan suatu obat, atau mengharuskan penyesuaian dosis
(misalnya penggunaan aminoglikosida pada gangguan ginjal) atau keadaan yang akan
meningkatkan risiko efek samping obat
5. Pemberian obat tidak disertai dengan penjelasan yang sesuai kepada pasien atau
keluarganya
6. Pengaruh pemberian obat, baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan, tidak
diperkirakan sebelumnya dan tidak dilakukan pemantauan secara langsung atau tidak
langsung.
Latar belakang penyebab terjadinya masalah penggunaan obat bersifat kompleks karena
berbagai faktor ikut berperan. Ini mencakup faktor yang berasal dari dokter, pasien, sistem dan
sarana pelayanan yang tidak memadai, dan dari kelemahan-kelemahan regulasi yang ada. Tidak
kalah pentingnya adalah faktor yang berasal dari promosi obat yang berlebihan dan adanya
informasi yang tidak benar mengenai manfaat dan keamanan suatu obat.
Masalah penggunaan obat tidak semata-mata berkaitan dengan kekurangan informasi dan
pengetahuan dari profesional kesehatan (dokter, apoteker atau tenaga kesehatan lainnya) maupun
pasien atau masyarakat, tetapi juga berkaitan dengan kebiasaan yang sudah mendalam, dan
perilaku pihak-pihak yang terlibat didalamnya.
Untuk menjamin penggunaan obat yang tepat, semua profesional kesehatan harus
mewaspadai lima hal yang harus tepat dalam pemberian obat yaitu: “Tepat pasien, tepat obat,
tepat dosis, tepat rute pemberian dan tepat waktu pemberian”. Dalam manajemen risiko, semua
hal yang harus tepat ini diubah/dibalik menjadi kategori medication error. Beberapa masalah
dalam pemberian obat yang dikategorikan sebagai medication error, adalah sebagai berikut:
1. Memberikan obat yang salah yaitu memberikan obat yang sebenarnya tidak diresepkan
untuk pasien tersebut.

6
2. Kelebihan jumlah sediaan yang diberikan, yaitu apabila sediaan yang diberikan lebih
besar dari total jumlah sediaan pada saat diminta oleh dokter. Contoh: apabila dokter
meminta obat untuk diberikan hanya pada pagi hari namun pasien juga menerima obat
untuk digunakan pada sore hari.
3. Kesalahan dosis atau kesalahan kekuatan obat yaitu apabila pada sediaan yang diberikan
terdapat kesalahan jumlah dosis.
4. Kesalahan rute pemberian yaitu apabila obat diberikan melalui rute yang berbeda dengan
yang seharusnya, termasuk juga sediaan yang diberikan pada tempat yang salah. Contoh:
obat seharusnya diteteskan pada telinga sebelah kanan tetapi diteteskan pada telinga
sebelah kiri.
5. Kesalahan waktu pemberian yaitu apabila waktu pemberian obat berbeda dari seharusnya
tanpa ada alasan yang kuat dan memberikan perbedaan efek yang cukup signifikan.
6. Kesalahan bentuk sediaan yaitu apabila bentuk sediaan yang diberikan berbeda dengan
yang diminta oleh dokter Contoh: memberikan tablet padahal yang diminta adalah
suspensi

2.2. Penggunaan Obat Rasional 

A. Proses Farmakoterapi
Pada waktu pasien berhadapan dengan dokter, seharusnya dilakukan proses konsultasi
secara lengkap untuk menentukan atau memperkirakan diagnosis dan memberikan tindakan
terapi setepat mungkin. Kerangka konsep proses konsultasi medis secara lengkap mencakup
proses berikut ini:
1. Penggalian riwayat penyakit atau anamnesis. Kegiatan ini bertujuan untuk mencari
informasi mengenai gejala dan riwayat penyakit.
2. Pemeriksaan pasien. Pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi, auskultasi, dan
perkusi. Pada beberapa keadaan mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan, misalnya
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis dan sebagainya, untuk mendukung
penegakan diagnosis penyakit.
3. Penegakan diagnosis. Berdasarkan gejala dan tanda-tanda serta hasil pemeriksaan,
diagnosis penyakit ditegakkan. Diagnosis pasti tidak selalu dapat ditegakkan secara
langsung, sehingga diperlukan perawatan atau pengobatan yang bersifat sementara
sebelum diagnosis pasti ditegakkan.
4. Pemberian terapi. Terapi dapat dilakukan dengan obat (farmakoterapi), bukan obat, atau
kombinasi keduanya. Tergantung pada penyakit atau masalah yang diderita oleh pasien,
terapi yang diperlukan mungkin istirahat total, fisioterapi, terapi bedah, pemberian
nutrisi, dan sebagainya. Jika diperlukan terapi obat, maka dipilih obat yang secara ilmiah
telah terbukti paling bermanfaat untuk kondisi penyakitnya, paling aman dan paling
ekonomis serta paling sesuai untuk pasien.
5. Pemberian informasi. Pasien atau keluarganya perlu diberi penjelasan mengenai penyakit
yang dideritanya serta terapi yang diperlukan. Penjelasan ini akan meningkatkan
kepercayaan dan ketaatan pasien dalam menjalani pengobatan.
Karena proses konsultasi medis antara dokter dan pasien ini telah menjadi proses yang
rutin, seringkali hal ini justru kurang banyak diperhatikan dalam kenyataan praktek klinis. Para

7
dokter perlu diingatkan kembali akan pentingnya proses-proses ini sebelum memutuskan untuk
memberikan obat.

B. Prinsip Farmakoterapi Rasional


Agar tercapai tujuan pengobatan yang efektif, aman, dan ekonomis, maka pemberian obat
harus memenuhi prinsip-prinsip farmakoterapi sebagai berikut:
1. Indikasi tepat.
2. Penilaian kondisi pasien tepat.
3. Pemilihan obat tepat, yakni obat yang efektif, aman, ekonomis, dan sesuai dengan
kondisi pasien.
4. Dosis dan cara pemberian obat secara tepat.
5. Informasi untuk pasien secara tepat.
6. Evaluasi dan tindak lanjut dilakukan secara tepat.

2.3. Keamanan dan Keabsahan Resep

A. Untuk menjamin validitas resep dan tidak disalahgunakan, disarankan agar:


1. tidak meninggalkan blanko resep di meja praktek tanpa pengawasan
2. tidak meninggalkan blanko resep di dalam mobil dan tampak dari luar
3. jika tidak digunakan, sebaiknya blanko resep disimpan dalam tempat yang terkunci.
Jika terdapat keraguan terhadap keabsahan suatu resep, apoteker harus menghubungi dokter
penulis resep.

B. Penulisan Nama Obat


Nama obat harus muncul pada etiket kecuali dokter menginstruksikan hal lain.
1. Kekuatan obat harus dinyatakan dalam kemasan/etiket, jika sediaan (bentuk tablet, kapsul
atau bentuk sediaan lain) memiliki berbagai kekuatan yang berbeda.
2. Jika dokter menginginkan ada keterangan seperti misalnya “tablet sedatif” pada etiket
obat, dokter harus menuliskannya pada resep.
3. Nama obat dapat tidak ditulis jika terdapat beberapa kandungan obat (merupakan
kombinasi).
4. Nama obat yang ditulis pada etiket harus sama dengan nama obat yang tertulis pada
resep.

C. Interaksi Obat
Interaksi obat adalah peristiwa di mana kerja obat dipengaruhi oleh obat lain yang
diberikan bersamaan atau hampir bersamaan. Efek obat dapat bertambah kuat atau berkurang
karena interaksi ini. Akibat yang tidak dikehendaki dari peristiwa interaksi ini ada dua
kemungkinan yakni meningkatnya efek toksik atau efek samping obat atau berkurangnya efek
klinis yang diharapkan. Mekanisme interaksi dapat dibagi menjadi:
1. Interaksi farmasetik
2. Interaksi farmakokinetik, dan
3. Interaksi farmakodinamik.

8
D. Keamanan dan Kesehatan
Dalam menangani zat kimia atau biologi yang memerlukan perhatian, agar diwaspadai
adanya kemungkinan reaksi alergi, memicu api atau ledakan, menimbulkan radiasi atau
keracunan. Senyawa-senyawa, seperti kortikosteroid, beberapa antimikroba, fenotiazin, dan
sitotoksik bersifat iritan (menimbulkan iritasi) dan sangat poten sehingga harus ditangani dengan
hati-hati. Hindari paparan pada kulit atau terhisap serbuknya.

2.4. Penyerahan Obat ke Pasien

Penyerahan obat ke pasien oleh penyedia obat (dalam hal ini apoteker atau asisten
apoteker) berperan penting dalam upaya agar pasien mengerti dan menggunakan obat secara
benar seperti yang dianjurkan. Kekeliruan dalam penyediaan obat dan penyerahan obat ke pasien
sering mengakibatkan kerugian bagi pasien. Apoteker atau tenaga kesehatan lain yang bertugas
dalam penyediaan dan penyerahan obat adalah orang terakhir yang berhubungan dengan pasien
atau keluarganya, sebelum obat digunakan. Oleh karena itu penting untuk selalu mengingat dan
mengikuti proses penyediaan dan penyerahan obat secara benar (Good Dispensing Practice).
Proses penyediaan dan penyerahan obat ke pasien mencakup kegiatan-kegiatan berikut:
1. Membaca dan mengerti isi resep. Perlu diteliti keabsahan resep, asal resep, nama obat,
bentuk dan kekuatan sediaan, dosis dan cara penggunaannya. Jika ada keraguan,
konsultasikan dengan kolega lain atau tanyakan kepada dokter pembuat resep.
2. Menyediakan obat secara benar. Teliti ketersediaan obat, waktu kadaluwarsa, serta
cermati bentuk dan kekuatan sediaan.
3. Menentukan jumlah obat. Menghitung jumlah tablet atau kapsul harus dilakukan dalam
cawan yang bersih. Pengukuran sediaan cair harus memakai alat pengukur yang bersih,
misalnya gelas ukur.
4. Mengemas dan memberi etiket. Obat harus diserahkan ke pasien dengan kemasan dan
etiket berisi informasi yang lengkap dan tepat. Kemasan yang baik akan memberikan
kesan yang baik terhadap pelayanan yang diberikan. Informasi yang jelas dan lengkap
akan menghindari kekeliruan penggunaan. Informasi pada etiket harus lengkap memuat
nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan, dosis serta frekuensi dan cara penggunaan.
Nama pasien, tanggal serta identitas dan alamat apotik harus jelas. Nama obat sebaiknya
tidak ditutup dengan etiket yang diberikan oleh apotik, karena konsumen berhak atas
informasi obat yang dikonsumsinya.
5. Menyerahkan obat dan memberikan informasi. Pada waktu menyerahkan obat ke pasien
atau keluarganya, informasi yang lengkap mengenai nama obat, kegunaan, efek yang
diinginkan, efek yang tidak diinginkan yang harus diwaspadai dan bagaimana
menghadapinya, dan juga efek yang tidak diinginkan namun tidak berbahaya, hal-hal
yang harus diperhatikan serta cara penggunaan obat harus diberikan. Informasi mengenai
obat ini sebaiknya diberikan melalui proses konsultasi obat pada konsumen, yang
memungkinkan adanya komunikasi dua arah antara apoteker dan konsumen. Pada akhir
proses konsultasi ini, harus diyakini betul bahwa pasien menjadi tahu dan mengerti
terhadap semua informasi obat yang akan dikonsumsinya. Hal ini akan meningkatkan
kepatuhan pasien untuk mengikuti anjuran pengobatan.

9
2.5. Keamanan Penggunaan Obat

A. Keamanan Penggunaan Obat di Rumah


Pasien harus diingatkan untuk menyimpan semua obat jauh dari jangkauan anak-anak.
Semua sediaan padat, cair oral, dan eksternal harus diserahkan dalam wadah yang dapat ditutup
yang tidak dapat dibuka oleh anak-anak kecuali jika:
1. Kemasan asli obat tidak memungkinkan hal ini
2. Pasien akan mengalami kesulitan dalam membuka kemasan yang tidak dapat dibuka oleh
anak-anak
3. Adanya permintaan khusus supaya sediaan tersebut tidak diserahkan dalam kemasan
yang tidak dapat dibuka oleh anak-anak
4. Tidak tersedia kemasan yang tidak dapat dibuka oleh anak-anak khususnya untuk sediaan
cair
5. Semua pasien sebaiknya disarankan untuk membuang obat yang sudah tidak terpakai.

B. Obat dan Pengaruhnya Terhadap Kewaspadaan Saat Menjalankan Mesin


Tenaga kesehatan harus memberi informasi kepada pasien jika terapi yang diberikan dapat
mempengaruhi kemampuan dalam mengendarai kendaraan bermotor. Pasien harus diberi
informasi bahwa selama minum obat seperti golongan sedatif, jangan menjalankan mesin atau
mengendarai kendaraan bermotor. Efek obat golongan sedatif dapat meningkat dengan adanya
alkohol, karena itu hindari minum obat ini bersama-sama dengan alkohol.

2.6. Reaksi Obat yang Merugikan

Pada beberapa obat dapat terjadi reaksi yang tidak diinginkan. Dokter dan apoteker sangat
perlu mendeteksi dan mencatat terjadinya reaksi ini. Kecurigaan adanya reaksi silang pada bahan
terapetik tertentu harus dilaporkan, meliputi obat (baik obat self medication maupun diresepkan),
produk darah, vaksin, media kontras, X-ray, material gigi atau bedak, alat-alat intrauterin,
produk herbal, dan cairan lensa kontak. Pelaporan ini mencakup semua reaksi serius yang
dicurigai, baik yang berakibat fatal, mengancam nyawa, menyebabkan ketidakmampuan,
menurunkan kapasitas hidup, ataupun memperlama perawatan di rumah sakit.
Untuk anak diperlukan pemantauan khusus untuk mengidentifikasi dan melaporkan reaksi
yang tidak diinginkan, termasuk yang disebabkan oleh penggunaan obat-obat yang tidak
disetujui (off-label); semua reaksi yang dicurigai harus dilaporkan.
Pencegahan terjadinya reaksi yang tidak diinginkan ini meliputi:
1. Jangan gunakan obat jika indikasinya tidak jelas. Jika pasien dalam kondisi hamil, jangan
gunakan obat kecuali benar-benar dibutuhkan.
2. Alergi dan idiosinkrasi merupakan sebab penting terjadinya reaksi ini. Pasien perlu
ditanyakan adanya riwayat reaksi sebelumnya.
3. Tanyakan pada pasien apakah sedang mengkonsumsi obat lain, termasuk self medication,
karena bisa terjadi interaksi obat.
4. Umur dan penyakit hati atau renal memperlambat metabolisme dan eksresi sehingga
dibutuhkan dosis yang lebih kecil. Faktor genetik juga mungkin terkait dengan variasi
kecepatan metabolisme, khususnya isoniazid dan anti depresan.

10
5. Resepkan obat sesedikit mungkin dan beri petunjuk yang jelas, terutama pada lanjut usia
dan pasien yang nampaknya sulit mengerti instruksi yang diberikan.
6. Jika mungkin gunakan obat-obat yang sudah dikenal. Jika menggunakan obat baru, harus
diperingatkan terhadap efek samping atau kejadian yang tidak diharapkan.
7. Jika kemungkinan terjadinya reaksi pada pasien cukup serius perlu untuk
memperingatkan pasien.
Pemantauan keamanan penggunaan obat dilakukan melalui program Monitoring Efek
Samping Obat (MESO) karena beberapa jenis efek samping yang tidak terdeteksi pada tahap
pengembangan obat dapat timbul setelah penggunaan obat secara luas pada jangka waktu lama.

11
BAB III
TATA LAKSANA

3.1. Cara Penggunaan Obat yang Efektif dan Aman

1. Informasikan kepada dokter mengenai ada atau tidaknya alergi obat


2. Baca aturan pakai obat dengan jelas
3. Minum obat sesuai waktu yang ditentukan 
4. Makanan dan minuman tertentu dapat bereaksi dengan obat, oleh karena itu minum
obat sesuai dengan aturan pakainya : saat makan atau sebelum makan dan sesudah
makan. 
Waktu yang tepat untuk minum obat : Pada saat makan/ segera setelah makan,
Sebelum makan (1/2 – 1 jam sebelum makan), Sesudah makan (1/2 jam sesudah
makan)
5. Simpanlah obat di tempat kering, terlindung dari cahaya matahari langsung, jauhkan
dari jangkauan anak anak dan jika perlu di simpan di lemari pendingin (bukan freezer) 
6. Minumlah obat dengan air putih, jangan dengan teh, kopi, atau minuman jenis lain 
7. Gunakan alat bantu pemakaian obat secara benar (inhaler, jarum suntik) 
8. Jangan gunakan obat lain maupun obat bebas lain sebelum berkonsultasi denga dokter 
9. Jangan menghentikan pengobatan sebelum berkonsultasi 
10. Bila mengalami reaksi yang tidak diinginkan setelah minum obat, segera konsultasikan
ke dokter atau apoteker

3.2. Berbagai Hal yang Tidak Boleh Dilakukan Pasien yaitu Jangan :

1. Menekan dokter untuk menulis obat yang dalam pertimbangannya obat itu tidak
diperlukan
2. Menggunakan obat resep atas kemauan sendiri atau atas nasihat teman dan tetangga
karena gejalanya adalah “persis seperti mereka”
3. Memberikan obat kepada orang lain tanpa petunjuk dokter
4. Mengubah dosis atau waktu dari setiap obat tanpa nasihat dokter (kecuali, apabila obat
kelihatannya menyebabkan efek merugikan)
5. Meneruskan penggunaan suatu obat yang memberikan efek merugikan, sampai dapat
menghubungi dokter untuk penjelasan.
6. Menggunakan obat apa saja (obat resep atau nonresep) sewaktu hamil atau menyusui
bayi sampai dokter meyakinkan bahwa obat itu tidak memberikan efek membahayakan
pada ibu atau anak.
7. Menggunakan obat lebih banyak daripada yang benar-benar diperlukan (makin
banyak jumlah obat yang digunakan serentak, makin besar kemungkinan efek
merugikan)
8. Menyembunyikan informasi penting kepada dokter tentang pengalaman obat terdahulu.
Dokter perlu mengetahui manfaat dan efek obat yang tidak dikehendakai yang dialami
pasien sebelumnya

12
9. Menggunakan obat dalam gelap. Identifikasi setiap dosis obat dengan hati-hati dan
dalam terang yang cukup untuk memastikan bahwa obat yang digunakan sesuai.
10. Menempatkan obat pada meja samping tempat tidur. Obat penggunaan darurat, seperti
nitrogliserin adalah suatu perkecualian. Dianjurkan hanya satu macam obat, demikian
pada meja samping tempat tidur untuk digunakan selama malam hari.

3.3. Hal-hal yang Harus Dilakukan Pasien

1. Mengetahui nama (dan ejaan yang benar) obat yang digunakan, dianjurkan agar pasien
mengetahui nama dagang dan nama generic.
2. Membaca etiket kemasan dari semua obat nonresep agar mengetahui kandungan sediaan
obat.
3. Mengikuti instruksi dokter berkenaan dengan jadwal dosis. Beritahu dokter jika perlu
membuat perubahan dalam rutinitas pengobatan pasien.
4. Kocok sepenuhnya semua suspensi cairan obat untuk memastikan kebersamaan
distribusi kandungannya.
5. Menggunakan alat ukur baku untuk pemberian obat cair melalui mulut. Sendok teh
rumah tangga sangat berbeda dalam ukuran baku.
6. Mengikuti instruksi dokter tentang peraturan diet dan tindakan pengobatan lain yang
ditujukan untuk memperbesar kerja obat yang tertulis. Hal ini memungkinkan pencapaian
efek obat yang diinginkan dengan dosis yang lebih kecil (contohnya ialah pengurangan
penggunaan garam selama pengobatan hipertensi).
7. Beritahu dokter tentang semua obat yang ditulis oleh dokter lain. Konsultasikan kepada
dokter tentang obat nonresep yang digunakan berdasarkan gagasan pasien sendiri
bersama obat yang ditulis oleh dokter bagi pasien.
8. Beritahu dokter anestesiologis, dokter bedah, dan dokter gigi tentang semua obat yang
digunakan sebelum pembedahan.
9. Beri tahu dokter jika akan hamil sewaktu pasien menggunakan obat dari sumber mana
saja.
10. Simpan rekaman tertulis dari semua obat (dan vaksin) yang menyebabkan pasien alergi
atau mengalami efek merugikan. Hal ini perlu dibuat untuk tiap anggota keluarga,
terutama usia lanjut dan orang yang lemah.
11. Beritahu dokter tentang semua alergi yang diketahui atau dicurigai, terutama alergi
terhadap obat. Pastikan bahwa informasi ini termasuk dalam rekaman medis pasien.
12. Beritahu dokter segera jika pasien mengalami lewat dosis, efek samping atau suatu efek
merugikan suatu obat.
13. Tetapkan, jika aman menyetir mobil, mengoperasikan mesin atau melakukan kegiatan
membahayakan, sewaktu menggunakan obat yang diresepkan.
14. Tetapkan, jika aman meminum minuman beralkohol sewaktu menggunakan obat yang
ditulis.
15. Tetapkan, jika ada makanan, minuman tertentu atau obat lain yang harus dihindari
sewaktu menggunakan obat yang diresepkan.
16. Turuti semua perjanjian untuk pemeriksaan lebih lanjut, guna menetapkan efek obat dan
jalannya penyakit pasien.

13
17. Tanya penjelasan dari setiap hal yang membingungkan atau sulit untuk dimengerti, pada
waktu obat diresepkan. Minta informasi tertulis jika memungkinkan.
18. Musnahkan semua obat resep yang kadaluarsa. Hal ini akan mencegah penggunaan obat
yang telah rusak bersamaan dengan waktu.
19. Simpan semua obat dari jangkauan anak-anak untuk mencegah kecelakaan keracunan.

14
BAB IV
DOKUMENTASI

Administrasi/dokumentasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk


memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.
Kegiatan administrasi terdiri dari:
1. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan setiap hari saat melakukan kegiatan pengkajian resep dan penyerahan
obat. Pelaporan dilakukan secara periodik setiap bulan dan dilaporkan ke Direktur rumah
sakit.
2. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara periodik setiap triwulan dan tahunan. Evaluasi dilakukan dengan
cara :
a. Pengumpulan data.
b. Melakukan pemantauan terhadap tindak lanjut dari rekomendasi tersebut.
c. Melakukan evaluasi terhadap hasil pemantauan dan pelaksanaan kegiatan.
d. Mendiskusikan dengan Tim Farmasi dan Terapi mengenai penggunaan obat yang
efektif dan aman.
e. Menganalisa risiko yang mungkin ada.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Pedoman Umum. 12 Desember 2016. http://pionas.pom.go.id/ioni/pedoman-umum.


Siregar, JP Charles dan Kumolosari, E. 2004. Farmasi Klinik. Jakarta : Buku kedokteran EGC.
World Health Organization. 2009. WHO patient safety curriculum guide for medical schools.
France: WHO.

16

Anda mungkin juga menyukai