Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa merupakan suatu
kegiatan usaha yang dimiliki Pemerintah Daerah dengan Visi ”Menjadi
Rumah Sakit yang berkualitas, terpercaya dan kebanggaan masyarakat”.
Untuk melakukan panggilan tersebut rumah sakit diharapkan memberikan
pelayanan kesehatan secara utuh, bukan hanya memberikan pelayanan
kesehatan secara fisik. Karena itu tercetuslah Misi Rumah Sakit
”Meningkatkan sumber daya manusia yang berkompeten, menyediaakan
peralatan, fasilitas, sarana pra sarana yang memadahi,
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menyeluruh, bermutu,
bertanggung jawab dan bermanfaat bagi masyarakat”.
B. DEFINISI
1. Informasi
Informasi adalah pesan yang disampaikan seseorang
komunikator kepada komunikan. Menurut Rakhmat (1986), proses
informasi meliputi empat tahap, yakni tahap sensasi, persepsi,
memori dan berpikir. Tahap sensasi merupakan tahap yang paling
awal dalam penerimaan informasi melalui alat indera, sehingga
individu dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Selanjutnya
individu mempersepsikan objek, peristiwa, atau pun hubungan-
hubungan yang diperoleh, kemudian menyimpulkan atau menafsirkan
informasi tersebut. Sensasi yang telah dipersepsikan oleh individu
direkam oleh memori.
Memori berperan penting dalam mempengaruhi baik persepsi
maupun berpikir. Dengan memori inilah informasi dapat direkam,
disimpan, dan kemudian digunakan kembali, jika diperlukan. Tahap
terakhir proses pengolahan informasi adalah berpikir, yang
mempengaruhi penafsiran individu terhadap stimuli. Berpikir
dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil
keputusan, memecahkan persoalan, dan menghasilkan pengetahuan
baru. Proses pengolahan informasi ini akan dapat menimbulkan suatu
perubahan pada sikap atau tindakan individu. Menurut Aristoteles

1
(dalam fisher, 1986), (dalam Tina Afianti, 2007), informasi dapat
digunakan sebagai alat persuasi. Informasi dapat digunakan untuk
membujuk dan mempengaruhi perilaku manusia, atau untuk
mengubah perilaku manusia, sesuai yang diinginkan pemberi
informasi. Melalui informasi individu mendapatkan pengetahuan.
2. Edukasi
Edukasi Kesehatan adalah kegiatan upaya meningkatkan
pengetahuan kesehatan perorangan paling sedikit mengenai
pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan
sehat dalam upaya meningkatkan status kesehatan peserta,
mencegah timbulnya kembali penyakit dan memulihkan penyakit.
Menurut Ross (1998) dalam (Afiatin, 2007), pendidikan yang
berusaha mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku, lebih
penting dibandingkan hanya sekedar memberikan informasi tanpa
disertai usaha pembentukan sikap dan perubahan perilaku nyata.
Haloran (1970) menyatakan bahwa interaksi dengan tatap muka
langsung antara pihak penerima pesan dan pihak penyampai pesan
merupakan intervensi dua arah yang lebih memungkinkan untuk
menghasilkan perubahan. Dengan demikian peningkatan
pengetahuan yang bertujuan untuk mengubah sikap akan lebih efektif
jika disampaikan dengan cara tatap muka langsung.
Menurut Ross (1998) dalam (Afiatin, 2007), pendidikan yang
berusaha mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku, lebih penting
dibandingkan hanya sekedar memberikan informasi tanpa disertai
usaha pembentukan sikap dan perubahan perilaku nyata. Haloran
(1970) menyatakan bahwa interaksi dengan tatap muka langsung
antara pihak penerima pesan dan pihak penyampai pesan merupakan
intervensi dua arah yang lebih memungkinkan untuk menghasilkan
perubahan. Dengan demikian peningkatan pengetahuan yang
bertujuan untuk mengubah sikap akan lebih efektif jika disampaikan
dengan cara tatap muka langsung. Upaya agar masyarakat
berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara
persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi,
memberikan kesadaran, dan sebagainya, melalui kegiatan yang
disebut pendidikan atau penyuluhan kesehatan. Memang dampak

2
yang timbul dari cara ini terhadap perubahan perilaku masyarakat
memakan waktu yang lama, dibanding dengan cara koersi.
Namun demikian bila perilaku tersebut berhasil diadopsi
masyarakat, maka akan langgeng, bahkan selama hidupdilakukan.
Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku
kesehatan masyarakat, tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan
kesehatan) lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan koersi.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu
bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku,
agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan
perkataan lain pendidikan kesehatan mengupayakan perilaku
individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positf
terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
C. TUJUAN
Panduan ini bertujuan agar dijadikan acuan bagi seluruh tenaga
kesehatan RSUD Ambarawa dalam pemberian informasi termasuk
rencana pengobatan sesuai ketentuan.

3
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pemberian informasi rencana pengobatan dari DPJP


akan dilakukan pada semua pasien rawat inap maupun rawat jalan. Dokter
penanggung jawab pasien ( DPJP ) dalam memberikan informasi pada
pasien dan keluarga misalnya :
1. Penggunaan obat - obatan yang didapat pasien secara efektif & aman,
termasuk potensi efek samping obat.
2. Penggunaan peralatan medis secara efektif & aman
3. Potensi interaksi antara obat yang diresepkan dengan obat lainnya
4. Diet dan nutrisi
5. Manajemen nyeri dan teknik rehabilitasi

4
BAB III
TATA LAKSANA

1. Semua pasien akan mendapatkan informasi dan rencana pengobatan dari


DPJP
2. Semua petugas rumah sakit yang memberikan pelayanan
memperkenalkan diri kepada pasien.
3. Petugas DPJP menyampaikan informasi rencana tindakan dan rencana
pengobatan yang akan dilakukan.
4. Setiap petugas yang melakukan informasi dan persetujuan kepada pasien
harus tercatat dalam rekam medis pasien.
5. Dalam memberikan pelayanan informasi pada pasien / keluarga, harus
menggunakan komunikasi yang efektif agar tepat, akurat, jelas, dan
mudah dipahami oleh sasaran, sehingga dapat mengurangi tingkat
kesalahan. Komunikasi itu bisa bersifat informasi ( asuhan) dan edukasi
( pelayanan promosi ).
6. Dalam pemberian materi atau pesan yang akan diberikan kepada
sasaran harus disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan pasien /
keluarga, sehingga dapat dirasakan langsung manfaatnya.

5
BAB IV
DOKUMENTASI

Pemberian informasi rencana pengobatan kepada pasien dan


keluarga perlu didokumentasikan oleh tim kesehatan yang telah
memberikan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan pasien.

Form pemberian informasi diisi oleh semua petugas kesehatan


yang melakukan asuhan pada pasien. Materi yang diberikan dapat
ditulis di kolom materi edukasi dengan menjabarkannya. Apabila
materi tersebut di bukukan atau bentuk leaflet dapat menuliskan kode
buku atau leaflet tersebut di kolom materi edukasi dengan dibubuhkan
tanda tangan pemberi edukasi (petugas kesehatan) dan penerima
edukasi (pasien /keluarga).

6
BAB III
PENUTUP

Panduan ini sangat penting untuk meningkatkan kewaspadaan setiap


pekerja rumah sakit dan diharapkan agar buku ini menjadi acuan bagi pihak
manajemen dan setiap petugas dalam meningkatkan pelayanan di RSUD
Ambarawa Kabupaten Semarang.

7
REFERENSI

1. Undang-undang RI No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

2. Kebijakan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa No.

800/1564a/2015 tentang Hak Pasien dan Keluarga.

3. Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa No.

800/1597a/2015 Tentang Kebijakan Pemberian Informasi Termasuk

Rencana Pengobatan.

4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;

5. Undang –Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;

6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

7. Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

8. Keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medic No. HK.00.06.3.5.1866


tahun 1999 tentang Pedoman Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Medis.

Anda mungkin juga menyukai