Anda di halaman 1dari 14

PANDUAN KOMUNIKASI EFEKTIF

RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH


MAYONG JEPARA
TAHUN 2022

i
ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ......................................................................................................... i


SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I DEFINISI ................................................................................................................ 1
A. Informasi .................................................................................................................. 1
B. Edukasi .................................................................................................................... 1
BAB II RUANG LINGKUP.............................................................................................. 3
BAB III TATA LAKSANA ............................................................................................... 5
BAB IV DOKUMENTASI ................................................................................................ 9
BAB V PENUTUP ............................................................................................................. 10

iii
BAB I
DEFINISI

A. Informasi
Informasi adalah pesan yang disampaikan seseorang komunikator kepada komunikan.
Menurut Rakhmat (1986), proses informasi meliputi empat tahap, yakni tahap sensasi,
persepsi, memori dan berpikir. Tahap sensasi merupakan tahap yang paling awal dalam
penerimaan informasi melalui alat indera, sehinnga individu dapat memahami kualitas fisik
lingkungannya. Selanjutnya individu mempersepsikan objek, peristiwa, atau pun hubungan-
hubungan yang diperoleh, kemudian menyimpulkan atau menafsirkan informasi tersebut.
Sensasi yang telah dipersepsikan oleh individu direkam oleh memori.
Memori berperan penting dalam mempengaruhi baik persepsi maupun berpikir. Dengan
memori inilah informasi dapat direkam, disimpan, dan kemudian digunakan kembali, jika
diperlukan. Tahap terakhir proses pengolahan informasi adalah berpikir, yang mempengaruhi
penafsiran individu terhadap stimuli. Berpikir dilakukan untuk memahami realitas dalam
rangka mengambil keputusan, memecahkan persoalan, dan menghasilkan pengetahuan baru.
Proses pengolahan informasi ini akan dapat menimbulkan suatu perubahan pada sikap atau
tindakan individu. Menurut Aristoteles (dalam fisher, 1986), (dalam Tina Afianti, 2007),
informasi dapat digunakan sebagai alat persuasi. Informasi dapat digunakan untuk membujuk
dan mempengaruhi perilaku manusia, atau untuk mengubah perilaku manusia, sesuai yang
diinginkan pemberi informasi. Melalui informasi individu mendapatkan pengetahuan.

B. Edukasi
Edukasi Kesehatan adalah kegiatan upaya meningkatkan pengetahuan kesehatan
perorangan paling sedikit mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup
bersih dan sehat dalam upaya meningkatkan status kesehatan peserta, mencegah timbulnya
kembali penyakit dan memulihkan penyakit. Menurut Ross (1998) dalam (Afiatin, 2007),
pendidikan yang berusaha mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku, lebih penting
dibandingkan hanya sekedar memberikan informasi tanpa disertai usaha pembentukan sikap
dan perubahan perilaku nyata. Haloran (1970) menyatakan bahwa interaksi dengan tatap muka
langsung antara pihak penerima pesan dan pihak penyampai pesan merupakan intervensi dua
arah yang lebih memungkinkan untuk menghasilkan perubahan. Dengan demikian
peningkatan pengetahuan yang bertujuan untuk mengubah sikap akan lebih efektif jika
disampaikan dengan cara tatap muka langsung.
Menurut Ross (1998) dalam (Afiatin, 2007), pendidikan yang berusaha mengubah
pengetahuan, sikap dan perilaku, lebih penting dibandingkan hanya sekedar memberikan
informasi tanpa disertai usaha pembentukan sikap dan perubahan perilaku nyata. Haloran

1
(1970) menyatakan bahwa interaksi dengan tatap muka langsung antara pihak penerima pesan
dan pihak penyampai pesan merupakan intervensi dua arah yang lebih memungkinkan untuk
menghasilkan perubahan.
Dengan demikian peningkatan pengetahuan yang bertujuan untuk mengubah sikap
akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara tatap muka langsung. Upaya agar masyarakat
berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan,
ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya, melalui kegiatan yang
disebut pendidikan atau penyuluhan kesehatan. Memang dampak yang timbul dari cara ini
terhadap perubahan perilaku masyarakat memakan waktu yang lama, dibanding dengan cara
koersi. Namun demikian bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat, maka akan
langgeng, bahkan selama hidup dilakukan.
Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, tampaknya
pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan
koersi. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau
upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan.
Dengan perkataan lain pendidikan kesehatan mengupayakan perilaku individu, kelompok, atau
masyarakat mempunyai pengaruh positf terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

2
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pemberian informasi dan edukasi dapat dilihat dari berbagai dimensi,
antara lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya, dan
dimensi tingkat pelayanan kesehatan.
1. Sasaran Pendidikan Kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
a. Pendidikan kesehatan individual, dengan sasaran individu
b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok
c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat
2. Tempat Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan
Menurut dimensi tempat pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat berlangsung di
berbagai tempat. Dengan sendirinya sasarannya berbeda pula, misalnya:
a. Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid, guru
b. Pendidikan kesehatan di Rumah Sakit, dilakukan di rumah sakit dengan sasaran pasien,
keluarga pasien, pengunjung, petugas Rumah Sakit, dan masyarakat sekitar Rumah
Sakit
c. Pendidikan kesehatan di Posyandu atau Desa Binaan dengan sasaran masyarakat
sekitar
3. Tingkat Pelayanan Pendidikan Kesehatan
Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan
lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) dari Leavel and Clark, sebagai berikut:
a. Promosi Kesehatan (Health Promotion).
Dalam tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan misalnya dalam
peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan, higiene perorangan,
dan sebagainya.
b. Perlindungan Khusus (Specifik Protection)
Dalam program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus ini
pendidikan kesehatan sangat diperlukan terutama di negara-negara berkembang. Hal
ini karena kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi sebagai cara
perlindungan terhadap penyakit pada orang dewasa maupun pada anak-anaknya masih
rendah.
c. Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment)
Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan
dan penyakit, maka sering sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi di dalam
masyarakat. Bahkan kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan
diobati penyakitnya. Hal ini akan menyebabkan masyarakat tidak memperoleh
3
pelayanan kesehatan yang layak. Oleh sebab itu pendidikan kesehatan sangat
diperlukan pada tahap ini.
d. Pembatasan Cacat (Disability Limitation)
Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan
dan penyakit, seringkali mengakibatkan masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya
sampai tuntas. Dengan kata lain mereka tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan
yang komplit terhadap penyakitnya. Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapat
mengakibatkan orang yang bersangkutan menjadi cacat atau memiliki
ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu pendidikan kesehatan juga
diperlukan pada tahap ini.
e. Rehabilitasi (rehabilitation)
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi
cacat. Untuk memulihkan cacatnya tersebut kadang-kadang diperlukan latihan-latihan
tertentu. Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran orang tersebut, ia tidak atau
segan melakukan latihan-latihan yang dianjurkan. Di samping itu orang yang cacat
setelah sembuh dari penyakit, kadang-kadang malu untuk kembali ke masyarakat.
Sering terjadi pula masyarakat tidak mau menerima mereka sebagai anggota
masyarakat yang normal. Oleh sebab itu jelas pendidikan kesehatan diperlukan bukan
saja untuk orang yang cacat tersebut, tetapi juga perlu pendidikan kesehatan kepada
masyarakat.
Rumah Sakit dalam memberikan materi dan proses edukasi pada pasien dan keluarga
minimal berupa topik sebagai berikut :
1. Penggunaan obat - obatan yang didapat pasien secara efektif & aman, termasuk potensi
efek samping obat
2. Penggunaan peralatan medis secara efektif & aman
3. Potensi interaksi antara obat yang diresepkan dengan obat lainnya, serta makanan
4. Diet dan nutrisi
5. Manajemen nyeri dan teknik rehabilitasi

4
BAB III
TATA LAKSANA

Dalam memberikan pelayanan informasi dan edukasi pada sasaran (pasien, keluarga,
pengunjung, dll) harus menggunakan komunikasi yang efektif agar tepat, akurat, jelas, dan
mudah dipahami oleh sasaran, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan
(kesalahpahaman). Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan
promosi).
1. Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan didalam rumah sakit adalah :
a. Jam pelayanan
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan
d. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan
asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit. Akses informasi ini dapat diperoleh
melalui Customer Service, Admission, dan Website.
2. Komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi) :
a. Edukasi tentang obat
b. Edukasi tentang penyakit
c. Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari
d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan kualitas
hidupnya pasca dari rumah sakit
e. Edukasi tentang Gizi
Akses untuk mendapatkan materi edukasi melalui unit PKRS (Promosi Kesehatan Rumah
Sakit). Pemberian edukasi dan informasi diberikan oleh semua petugas yang ada di Rumah
Sakit baik petugas medis maupun non medis. Edukasi dapat diberikan kepada siapa saja yang
berada di lingkungan Rumah Sakit maupun di luar Rumah Sakit, misalnya pelanggan intern
(Yayasan Badan Wakaf Rumah Sakir, petugas Rumah Sakit dan keluarga) dan pelanggan
ekstern (pasien, pengunjung, keluarga, pedagang, masyarakat).
Dalam pemberian materi atau pesan yang akan diberikan kepada sasaran harus disesuaikan
dengan kebutuhan kesehatan pasien keluarga dan masyarakat, sehingga dapat dirasakan
langsung manfaatnya. Sebelum melakukan edukasi, langkah awal petugas harus menilai
kebutuhan edukasi pasien dan keluarga (asesmen) berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM):
1. Identitas dasar pasien
2. Kemampuan berbicara
5
3. Perlu penerjemah atau tidak
4. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga
5. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan
6. Hambatan emosional dan motivasi (emosional: depresi, senang dan marah)
7. Keterbatasan fisik dan kognitif
8. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi
Secara ringkas ada 6 (enam) hal yang penting diperhatikan agar efektif dalam
berkomunikasi dengan pasien, yaitu:
1. Materi informasi apa yang disampaikan
a. Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nyaman/sakit saat
pemeriksaan)
b. Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis
c. Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis, termasuk
manfaat, risiko, serta kemungkinan efek samping/komplikasi
d. Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk menegakkan
diagnosis
e. Prognosis
f. Dukungan (support) yang tersedia
2. Siapa yang diberi informasi
a. Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan
b. Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien
c. Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung jawab atas
pasien jika kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara
langsung
3. Kapan menyampaikan informasi
Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.
4. Di mana menyampaikannya
a. Ruang praktik dokter
b. Bangsal/ruangan tempat pasien dirawat
c. Ruang diskusi
5. Bagaimana menyampaikannya
a. Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui telepon,
juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos, faksimile, sms,
internet.
b. Persiapan meliputi:
1) Materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis sudah
disepakati oleh tim)

6
2) Ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang lalu lalang,
suara gaduh dari tv/radio, telepon
3) Waktu yang cukup
4) Media yang digunakan, seperti leaflet, lembar balik, dll.
c. Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal
yang akan dibicarakan, informasi yang diinginkan dan amati kesiapan pasien/keluarga
menerima informasi yang akan diberikan.
Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan komunikasi, yaitu
SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI, 1999) :
S = Salam
A = Ajak Bicara
J = Jelaskan
I = Ingatkan
Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai berikut :
1. Salam :
Beri salam dan sapa, tunjukkan bahwa petugas kesehatan bersedia meluangkan waktu
untuk berbicara dengan pasien/keluarga
2. Ajak Bicara :
Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri. Dorong agar
pasien/keluarga mau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya. Tunjukkan bahwa
petugas kesehatan menghargai pendapatnya, dapat memahami kecemasannya, serta mengerti
perasaannya. Petugas kesehatan dapat menggunakan pertanyaan terbuka maupun tertutup
dalam usaha menggali informasi.
3. Jelaskan:
Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin diketahuinya,
dan yang akan dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak oleh pikirannya sendiri. Luruskan
persepsi yang keliru. Berikan penjelasan mengenai penyakit, terapi, atau apapun secara jelas.
4. Ingatkan:
Pemberian informasi dan edukasi yang dilakukan bersama pasien mungkin memasukkan
berbagai materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Di bagian akhir
percakapan, ingatkan pasien/keluarga untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk persepsi
yang keliru. Selalu melakukan klarifikasi apakah pasien telah mengerti benar, maupun
klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah pihak serta mengulang
kembali akan pesan-pesan kesehatan yang penting. Pendukung dalam pelaksanaan pemberian
materi edukasi dengan menggunakan 2 metoda, yaitu secara langsung (tanya jawab, seminar,
ceramah, demonstrasi) dan tidak langsung (leaflet, lembar balik, pemasangan poster, papan
pengumuman, media elektronik, majalah, dll). Metode yang diberikan untuk pasien rawat inap
dapat menggunakan teknik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan
7
teknik tanya jawab, ceramah, demonstrasi, dan pemberian leaflet. Sedangkan pemberian
edukasi dan informasi untuk pasien rawat jalan dapat melalui tatap muka, pemberian leaflet,
pemasangan poster, papan pengumuman, dan media elektronik.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi kepada sasaran diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Pada tahap selanjutnya diperlukan
proses verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi yang
diberikan. Pemahaman yang ditunjukkan oleh pasien dan atau keluarga dapat diwujudkan
dalam bentuk :
1. Mengulangi materi yang diberikan
2. Mendemonstrasikan/memperagakan ketrampilan yang diajarkan
3. Mampu menunjukkan perubahan perilaku sesuai yang diajarkan
4. Bila kesulitan dengan bahasa, pasien dapat menggunakan bahasa isyarat atau dengan
melibatkan keluarganya.
Berikut ini contoh petugas kesehatan melakukan verifikasi tentang edukasi dan informasi
kepada pasien dan keluarga :
1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien baik
dan senang, maka verifikasi yang dilakukan dengan menanyakan kembali edukasi yang
telah diberikan.
2. Pertanyaannya adalah: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang
bpk/ibu bisa pelajari ?”.
3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya mengalami
hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya dengan pertanyaan
yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa
pelajari?”.
4. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan
emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali
sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami.
5. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien
tenang.
Setiap petugas kesehatan dalam memberikan informasi dan edukasi kepada pasien wajib
untuk mengisi formulir edukasi dan informsi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara
dokter dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien dan
keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar.

8
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan berdasarkan


komunikasi tertulis yang akurat dan lengkap yang dimiliki oleh perawat dalam melakukan
asuhan keperawatan dan berguna untuk kepentingan klien, tim kesehatan, serta kalangan
perawat sendiri (A. Aziz Alimul). Dokumentasi dalam Bahasa Inggris berarti satu atau lebih
lembar kertas resmi dengan tulisan diatasnya.
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti bahan pustaka, baik berbentuk tulisan
maupun berbentuk rekaman lainnya seperti pita suara/kaset, video, film, gambar dan foto
(Suyono trimo 1987, hal 7). Pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga
perlu didokumentasikan oleh tim kesehatan yang telah memberikan edukasi untuk
meningkatkan pengetahuan pasien.
Tujuan dari kegiatan pendokumentasian asuhan, antara lain sebagai sarana komunikasi.
Dokumentasi yang dikomunikasikan secara akurat dan lengkap dapat berguna untuk
membantu koordinasi asuhan yang diberikan oleh tim kesehatan, mencegah informasi yang
berulang terhadap pasien atau anggota tim kesehatan atau mencegah tumpang tindih, bahkan
sama sekali tidak dilakukan untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan ketelitian dalam
memberikan asuhan pada pasien. Dokumentasi asuhan pada pasien dibuat untuk menunjang
tertibnya administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

A. Dokumentasi Pelaksanaan Pemberian Informasi dan Edukasi di Rumah Sakit


Sebelum memberikan edukasi pada pasien/keluarga, penilaian kebutuhan edukasi harus
dikaji terlebih dahulu oleh Dokter dan petugas kesehatan lainnya. Kebutuhan edukasi masing-
masing pasien tidaklah sama, tergantung dengan kondisi pasien saat itu. Kebutuhan edukasi
pasien meliputi :
1. Tindakan pencegahan
2. Intervensi diit
3. Peralatan khusus
4. Pencegahan resiko jatuh
5. Manajemen nyeri
6. Penyakit
7. Pengobatan
8. Transfuse darah
9
9. Vaksinasi
10. Pelayanan rohani, dll yang tertuang di form penilaian edukasi.

Setelah kebutuhan edukasi dikaji, selanjutnya menuliskan tujuan diberikan edukasi


tersebut, kemampuan belajar, kesiapan belajar, hambatan dan intervensi mengatasi hambatan,
metode pembelajaran, dan hasil yang dicapai. Form penilaian edukasi ini wajib diisi oleh
Dokter Jaga atau Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) saat menjelaskan penyakit dan
disertakan tandatangan, nama terang.
Form pemberian informasi dan edukasi diisi oleh semua petugas kesehatan yang
melakukan asuhan pada pasien. Materi yang diberikan dapat ditulis di kolom materi edukasi
dengan menjabarkannya. Apabila materi tersebut di bukukan atau bentuk leaflet dapat
menuliskan kode buku atau leaflet tersebut di kolom materi edukasi dengan dibubuhkan
tandatangan pemberi edukasi (petugas kesehatan) dan penerima edukasi (pasien /keluarga).
Sedangkan untuk pemberian informasi dan edukasi di Rawat Jalan hanya menuliskan apa yang
telah disampaikan di kolom edukasi.

B. Dokumentasi Pelaksanaan Pemberian Informasi dan Edukasi di Luar Rumah Sakit


Kegiatan yang dilaksanakan oleh Petugas PKRS terkait pemberian informasi dan edukasi
di luar Rumah Sakit merupakan salah satu program untuk meningkatkan pengetahuan,
kemampuan, kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pemeliharaan kesehatan. Jenis
kegiatan yang rutin dilaksanakan Rumah Sakit seperti Posyandu dan pendidikan kesehatan di
Daerah Binaan, pendidikan kesehatan di sekolah, siaran radio/televisi yang sudah bekerjasama
dengan Rumah Sakit. Semua kegiatan harus terdokumentasikan dalam bentuk laporan
kegiatan Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).

10
BAB V
PENUTUP

Dengan ditetapkannya panduan komunikasi efektif di Rumah Sakit PKU


Muhammadiyah Mayong Jepara, diharapkan dapat menjawab permaslahanan tentang
bagaimana komunikasi efektif dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya, panduan komunikasi
efektif di rumah sakit ini sudah barang tentu akan menghadapi kendala.
Untuk keberhasilan pelaksanaan panduan komunikasi efektif perlu dukungan dari
pihak manajemen dan seluruh karyawan sehingga pelayanan dapat berjalan optimal untuk
masyarakat.

11

Anda mungkin juga menyukai