MENIMBANG:
1. Bahwa dalam pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan Keluarga dapat
meningkatkan pengetahuan dan perilaku kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan
yang optimal
2. Bahwa penyelenggaraan pendidikan pasien dan pemberian informasi di Rumah Sakit
diperlukan adanya Panduan Pemberian Informasi dan Edukasi.
MENGINGAT:
1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang-Undang RI Nomor 72 tahun 1963 tentang Farmasi.
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien.
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :
KESATU:
Panduan pemberian informasi dan edukasi Rumah Sakit sebagaimana terlampir dalam
keputusan ini
KEDUA :
Panduan berlaku sejak ditetapkan dan akan dilakukan evaluasi minimal 1 (satu) tahun sekali
KETIGA :
Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan, maka akan dilakukan perubahan dan
perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di :
Tanggal :
Direktur
TEMBUSAN Yth :
1. Wadir Pelayanan Medis
2. Komite Medis
3. Seluruh Dokter di Rumah Sakit
4. Kepala Bagian Keperawatan
5. Seluruh Kepala Ruang Keperawatan
6. Instalasi Farmasi
7. Arsip
BAB I
DEFINISI
A. Informasi
Informasi adalah pesan yang disampaikan seseorang komunikator kepada komunikan.
Menurut Rakhmat (1986), proses informasi meliputi empat tahap, yakni tahap sensasi, persepsi,
memori dan berpikir. Tahap sensasi merupakan tahap yang paling awal dalam penerimaan
informasi melalui alat indera, sehinnga individu dapat memahami kualitas fisik lingkungannya.
Selanjutnya individu mempersepsikan objek, peristiwa, atau pun hubungan-hubungan yang
diperoleh, kemudian menyimpulkan atau menafsirkan informasi tersebut. Sensasi yang telah
dipersepsikan oleh individu direkam oleh memori.
Memori berperan penting dalam mempengaruhi baik persepsi maupun berpikir. Dengan
memori inilah informasi dapat direkam, disimpan, dan kemudian digunakan kembali, jika
diperlukan. Tahap terakhir proses pengolahan informasi adalah berpikir, yang mempengaruhi
penafsiran individu terhadap stimuli. Berpikir dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka
mengambil keputusan, memecahkan persoalan, dan menghasilkan pengetahuan baru. Proses
pengolahan informasi ini akan dapat menimbulkan suatu perubahan pada sikap atau tindakan
individu. Menurut Aristoteles (dalam fisher, 1986), (dalam Tina Afianti, 2007), informasi dapat
digunakan sebagai alat persuasi. Informasi dapat digunakan untuk membujuk dan mempengaruhi
perilaku manusia, atau untuk mengubah perilaku manusia, sesuai yang diinginkan pemberi
informasi. Melalui informasi individu mendapatkan pengetahuan.
B. Edukasi
Edukasi Kesehatan adalah kegiatan upaya meningkatkan pengetahuan kesehatan
perorangan paling sedikit mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih
dan sehat dalam upaya meningkatkan status kesehatan peserta, mencegah timbulnya kembali
penyakit dan memulihkan penyakit. Menurut Ross (1998) dalam (Afiatin, 2007), pendidikan
yang berusaha mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku, lebih penting dibandingkan hanya
sekedar memberikan informasi tanpa disertai usaha pembentukan sikap dan perubahan perilaku
nyata. Haloran (1970) menyatakan bahwa interaksi dengan tatap muka langsung antara pihak
penerima pesan dan pihak penyampai pesan merupakan intervensi dua arah yang lebih
memungkinkan untuk menghasilkan perubahan. Dengan demikian peningkatan pengetahuan
yang bertujuan untuk mengubah sikap akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara tatap
muka langsung.
Menurut Ross (1998) dalam (Afiatin, 2007), pendidikan yang berusaha mengubah
pengetahuan, sikap dan perilaku, lebih penting dibandingkan hanya sekedar memberikan
informasi tanpa disertai usaha pembentukan sikap dan perubahan perilaku nyata. Haloran (1970)
menyatakan bahwa interaksi dengan tatap muka langsung antara pihak penerima pesan dan pihak
penyampai pesan merupakan intervensi dua arah yang lebih memungkinkan untuk menghasilkan
perubahan. Dengan demikian peningkatan pengetahuan yang bertujuan untuk mengubah sikap
akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara tatap muka langsung. Upaya agar masyarakat
berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan,
ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya, melalui kegiatan yang
disebut pendidikan atau penyuluhan kesehatan. Memang dampak yang timbul dari cara ini
terhadap perubahan perilaku masyarakat memakan waktu yang lama, dibanding dengan cara
koersi. Namun demikian bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat, maka akan
langgeng, bahkan selama hidup dilakukan.
Ruang lingkup pemberian informasi dan edukasi dapat dilihat dari berbagai dimensi,
antara lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya, dan
dimensi tingkat pelayanan kesehatan.
e. Rehabilitasi (rehabilitation)
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi cacat. Untuk
memulihkan cacatnya tersebut kadang-kadang diperlukan latihan-latihan tertentu. Oleh karena
kurangnya pengertian dan kesadaran orang tersebut, ia tidak atau segan melakukan latihan-
latihan yang dianjurkan. Di samping itu orang yang cacat setelah sembuh dari penyakit, kadang-
kadang malu untuk kembali ke masyarakat. Sering terjadi pula masyarakat tidak mau menerima
mereka sebagai anggota masyarakat yang normal. Oleh sebab itu jelas pendidikan kesehatan
diperlukan bukan saja untuk orang yang cacat tersebut, tetapi juga perlu pendidikan kesehatan
kepada masyarakat.
Rumah Sakit dalam memberikan materi dan proses edukasi pada pasien dan keluarga minimal
berupa topik sebagai berikut :
1. Penggunaan obat - obatan yang didapat pasien secara efektif & aman, termasuk potensi efek
samping obat
2. Penggunaan peralatan medis secara efektif & aman
3. Potensi interaksi antara obat yang diresepkan dengan obat lainnya, serta makanan
4. Diet dan nutrisi
5. Manajemen nyeri dan teknik rehabilitasi
BAB III
TATA LAKSANA
Dalam memberikan pelayanan informasi dan edukasi pada sasaran (pasien, keluarga,
pengunjung, dll) harus menggunakan komunikasi yang efektif agar tepat, akurat, jelas, dan
mudah dipahami oleh sasaran, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman).
Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan promosi)
menilai kebutuhan edukasi pasien dan keluarga (asesmen) berdasarkan: (data ini didapatkan dari
RM):
1. Identitas dasar pasien
2. Kemampuan berbicara
3. Perlu penerjemah atau tidak
4. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga
5. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan
6. Hambatan emosional dan motivasi (emosional: depresi, senang dan marah)
7. Keterbatasan fisik dan kognitif
8. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi
Secara ringkas ada 6 (enam) hal yang penting diperhatikan agar efektif dalam berkomunikasi
dengan pasien, yaitu:
1. Materi informasi apa yang disampaikan
a. Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nyaman/sakit saat
pemeriksaan)
b. Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis
c. Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis, termasuk manfaat,
risiko, serta kemungkinan efek samping/komplikasi
d. Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk menegakkan diagnosis
e. Prognosis
f. Dukungan (support) yang tersedia
2. Siapa yang diberi informasi
a. Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan
b. Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien
c. Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung jawab atas pasien
jika kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara langsung
3. Kapan menyampaikan informasi
Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan
4. Di mana menyampaikannya
a. Ruang praktik dokter
b. Bangsal/ruangan tempat pasien dirawat
c. Ruang diskusi
5. Bagaimana menyampaikannya
a. Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui telepon, juga tidak
diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos, faksimile, sms, internet.
b. Persiapan meliputi:
1) Materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis sudah disepakati oleh
tim).
2) Ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang lalu lalang, suara gaduh
dari tv/radio, telepon.
3) Waktu yang cukup.
4) Media yang digunakan, seperti leaflet, lembar balik, dll.
c. Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan
dibicarakan, informasi yang diinginkan dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi
yang akan diberikan.
Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan komunikasi,
yaitu SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI, 1999).
S = Salam
A = Ajak Bicara
J = Jelaskan
I = Ingatkan
Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai berikut :
Salam:
Beri salam dan sapa, tunjukkan bahwa petugas kesehatan bersedia meluangkan waktu untuk
berbicara dengan pasien/keluarga
Ajak Bicara:
Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri. Dorong agar pasien/keluarga
mau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya. Tunjukkan bahwa petugas kesehatan
menghargai pendapatnya, dapat memahami kecemasannya, serta mengerti perasaannya. Petugas
kesehatan dapat menggunakan pertanyaan terbuka maupun tertutup dalam usaha menggali
informasi.
Jelaskan:
Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin diketahuinya, dan yang
akan dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak oleh pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang
keliru. Berikan penjelasan mengenai penyakit, terapi, atau apapun secara jelas.
Ingatkan:
Pemberian informasi dan edukasi yang dilakukan bersama pasien mungkin memasukkan
berbagai materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Di bagian akhir percakapan,
ingatkan pasien/keluarga untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk persepsi yang keliru.
Selalu melakukan klarifikasi apakah pasien telah mengerti benar, maupun klarifikasi terhadap
hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah pihak serta mengulang kembali akan pesan-
pesan kesehatan yang penting. Pendukung dalam pelaksanaan pemberian materi edukasi dengan
menggunakan 2 metoda, yaitu secara langsung (tanya jawab, seminar, ceramah, demonstrasi) dan
tidak langsung (leaflet, lembar balik, pemasangan poster, papan pengumuman, media elektronik,
majalah, dll). Metode yang diberikan untuk pasien rawat inap dapat menggunakan teknik secara
langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan teknik tanya jawab, ceramah,
demonstrasi, dan pemberian leaflet. Sedangkan pemberian edukasi dan informasi untuk pasien
rawat jalan dapat melalui tatap muka, pemberian leaflet, pemasangan poster, papan
pengumuman, dan media elektronik.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi kepada sasaran diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Pada tahap selanjutnya diperlukan
proses verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi yang diberikan.
Pemahaman yang ditunjukkan oleh pasien dan atau keluarga dapat diwujudkan dalam bentuk :
1. Mengulangi materi yang diberikan
2. Mendemonstrasikan/memperagakan ketrampilan yang diajarkan
3. Mampu menunjukkan perubahan perilaku sesuai yang diajarkan
4. Bila kesulitan dengan bahasa, pasien dapat menggunakan bahasa isyarat atau dengan melibatkan
keluarganya.
Berikut ini contoh petugas kesehatan melakukan verifikasi tentang edukasi dan informasi kepada
pasien dan keluarga :
1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien baik dan
senang, maka verifikasi yang dilakukan dengan menanyakan kembali edukasi yang telah
diberikan.
Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu
bisa pelajari ?”.
2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya mengalami
hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya dengan pertanyaan yang
sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan emosional
(marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali sejauh mana
pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami.
Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien
tenang.
Setiap petugas kesehatan dalam memberikan informasi dan edukasi kepada pasien wajib untuk
mengisi formulir edukasi dan informsi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara dokter dan
pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga pasien
sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar.
BAB IV
DOKUMENTASI
A. Pengertian
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan berdasarkan komunikasi
tertulis yang akurat dan lengkap yang dimiliki oleh perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan dan berguna untuk kepentingan klien, tim kesehatan, serta kalangan perawat sendiri
(A. Aziz Alimul). Dokumentasi dalam Bahasa Inggris berarti satu atau lebih lembar kertas resmi
dengan tulisan diatasnya.
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti bahan pustaka, baik berbentuk tulisan
maupun berbentuk rekaman lainnya seperti pita suara/kaset, video, film, gambar dan foto
(Suyono trimo 1987, hal 7). Pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga perlu
didokumentasikan oleh tim kesehatan yang telah memberikan edukasi untuk meningkatkan
pengetahuan pasien.
B. Tujuan
Tujuan dari kegiatan pendokumentasian asuhan, antara lain sebagai sarana komunikasi.
Dokumentasi yang dikomunikasikan secara akurat dan lengkap dapat berguna untuk membantu
koordinasi asuhan yang diberikan oleh tim kesehatan, mencegah informasi yang berulang
terhadap pasien atau anggota tim kesehatan atau mencegah tumpang tindih, bahkan sama sekali
tidak dilakukan untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan ketelitian dalam memberikan
asuhan pada pasien.
Dokumentasi asuhan pada pasien dibuat untuk menunjang tertibnya administrasi dalam rangka
upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
Setelah kebutuhan edukasi dikaji, selanjutnya menuliskan tujuan diberikan edukasi tersebut,
kemampuan belajar, kesiapan belajar, hambatan dan intervensi mengatasi hambatan, metode
pembelajaran, dan hasil yang dicapai. Form penilaian edukasi ini wajib diisi oleh Dokter Jaga
atau Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) saat menjelaskan penyakit dan disertakan
tandatangan, nama terang.
Form pemberian informasi dan edukasi diisi oleh semua petugas kesehatan yang melakukan
asuhan pada pasien. Materi yang diberikan dapat ditulis di kolom materi edukasi dengan
menjabarkannya. Apabila materi tersebut di bukukan atau bentuk leaflet dapat menuliskan kode
buku atau leaflet tersebut di kolom materi edukasi dengan dibubuhkan tandatangan pemberi
edukasi (petugas kesehatan) dan penerima edukasi (pasien /keluarga). Sedangkan untuk
pemberian informasi dan edukasi di Rawat Jalan hanya menuliskan apa yang telah disampaikan
di kolom edukasi.
D. Dokumentasi Pelaksanaan Pemberian Informasi dan Edukasi di Luar Rumah Sakit
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Petugas PKRS terkait pemberian informasi dan edukasi di luar
Rumah Sakit merupakan salah satu program untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan,
kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pemeliharaan kesehatan. Jenis kegiatan yang
rutin dilaksanakan Rumah Sakit seperti Posyandu dan pendidikan kesehatan di Daerah Binaan,
pendidikan kesehatan di sekolah, siaran radio/televisi yang sudah bekerjasama dengan Rumah
Sakit. Semua kegiatan harus terdokumentasikan dalam bentuk laporan kegiatan Promosi
Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).