Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH PRACTICS COMPOUNDING AND DISPENSING

SWAMEDIKASI DIARE

Dosen Pengampu :

Mamik Ponco Rahayu, M.Si., Apt

Disusun Oleh :

Nadya Noer Karima 1920374147

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya masyarakat


menjaga kesehatannya sendiri. Pada pelaksanaanya, swamedikasi /pengobatan sendiri dapat
menjadi masalahterkait obat (Drug Related Problem) akibat terbatasnya pengetahuan
mengenai obat dan penggunaannya (Nur Aini, 2017). Dasar hukum swamedikasi adalah
peraturan Menteri Kesehatan No. 919 Menkes/Per/X/1993. Menurut Pratiwi, et al (2014)
swamedikasi merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan oleh seseorang dalam
mengobati gejala sakit atau penyakit yang sedang dideritanya tanpa terlebih dahulu
melakukan konsultasi kepada dokter.

Swamedikasi yang tepat, aman,dan rasional terlebih dahulu mencari informasi umum
dengan melakukan konsultasi kepada tenaga kesehatan seperti dokter atau petugas apoteker.
Adapun informasi umum dalam hal ini bisa berupa etiket atau brosur. Selain itu, informasi
tentang obat bisa juga diperoleh dari apoteker pengelola apotek, utamanya dalam
swamedikasi obat keras yang termasuk dalam daftar obat wajib apotek (Zeenot, 2013).

Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2014 menunjukkan bahwa
presentase penduduk yang melakukan swamedikasi / pengobatan diri sendiri akibat keluhan
kesehatan yang dialami sebesar 61,05%. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku swamedikasi
di Indonesia masih cukup besar. Alasan masyarakat Indonesia melakukan swamedikasi atau
peresepan sendiri karena penyakit dianggap ringan (46%), harga obat yang lebih murah
(16%) dan obat mudah diperoleh (9%) (Kartajaya et al., 2011).

Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit


ringan yang banyak dialami masyarakat seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit
maag, cacingan, diare, penyakit kulit dan lain- lain (Depkes RI, 2010).
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari
dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare akan
kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi. Hal ini membuat tubuh tidak
dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang
tua.
Diare secara umum tterjadi karena meningkatnya sekresi dan menurunnya resorpsi.
Diare dibagi menjadi 2 golongan yaitu diare non spesifik dan diare spesifik. Sebagian besar
diare akut disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau parasit. Diare akut dapat menyebar dari
satu orang ke orang lain. Sedangkan diare kronik biasanya disebabkan oleh faktor bawaan
dari pasien yaitu kelainan mekanisme transport ion gastrointestinal, toxin, penyakit kronik
atau pemakaian antibiotik. Diare kronik tidak dapat menyebar dari satu orang ke orang
lainnya (Dipiro et al, 2008).

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari swamedikasi ?
2. Apa saja keuntungan dan kerugian swamedikasi ?
3. Jenis obat apa saja yang diperbolehkan untuk swamedikasi ?
4. Bagaimana syarat pelayanan swamedikasi boleh dilakukan ?
5. Apa saja masalah penggunaan obat dalam swamedikasi ?
6. Bagaimana efek samping obat dalam swamedikasi ?
7. Apa definisi dari diare ?
8. Apa saja etiologi dari diare ?
9. Bagaimana patofisiologi dari diare ?
10. Apa saja obat yang dapat memicu terjadinya diare ?
11. Apa saja tanda dan gejala diare ?
12. Bagaimana cara pencegahan diare ?
13. Apa tujuan dari terapi diare ?
14. Bagiamana prinsip terapi diare ?
1.3. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahu definisi dari swamedikasi
2. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dari swamedikasi
3. Untukmengetahui jenis obat yang diperbolehkan dalam melakukan swamedikasi
4. Untuk mengetahui syarat dilakukan pelayanan swamedikasi
5. Untuk mengetahui masalah penggunaan obat dalam swamedikasi
6. Untuk mengetahui efek samping obat dalam swamedikasi
7. Untuk mengetahui definisi dari diare
8. Untuk mengetahui etiologi diare
9. Untuk mengetahui patofisiologi dari diare
10. Untuk mengetahui obat yang dapat memicu terjadinya diare
11. Untuk mengetahui tanda dan gejala diare
12. Untuk mengetahui cara pencegahan diare
13. Untuk mengetahui tujuan dari terapi diare
14. Untuk mengetahui prinsip terapi diare
BAB II
ISI
2.1. Definisi Swamedikasi
Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat
yang sederhana yang dibeli bebas di apotik atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasehat
dokter (Tjay dan Rahardja, 2010).
Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah perilaku untuk mengatasi sakit ringan
sebelum mencari pertolongan ke petugas atau fasilitas kesehatan. Lebih dari 60% dari
anggota masyarakat melakukan swamedikasi, dan 80% di antaranya mengandalkan obat
modern.
Swamedikasi adalah Pengobatan diri sendiri yaitu penggunaan obat-obatan atau
menenangkan diri bentuk perilaku untuk mengobati penyakit yang dirasakan atau nyata.
Pengobatan diri sendiri sering disebut dalam konteks orang mengobati diri sendiri, untuk
meringankan penderitaan mereka sendiri atau sakit. Dasar hukumnya permekes
No.919/MENKES/PER/X/1993, secara sederhana swamedikasi adalah upaya seseorang
dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih
dahulu. Namun bukan berarti asal mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat
yang sesuai dengan penyakitnya dan apoteker-lah yang bisa berperan di sini. Apoteker bisa
memberikan informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh dilakukan untuk
kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut. Setidaknya ada lima komponen
informasi yang yang diperlukan untuk swamedikasi yang tepat menggunakan obat modern,
yaitu pengetahuan tentang kandungan aktif obat, indikasi, dosage, efek samping, dan kontra
indikasi.
Resiko dari pengobatan sendiri adalah tidak mengenali keseriusan gangguan.
Keseriusan dapat dinilai salah satu atau mungkin tidak dikenali, sehingga pengobatan sendiri
bisa dilakukan terlalu lama. Gangguan bersangkutan dapat memperhebat keluhan, sehingga
dokter perlu menggunakan obat-obat yang lebih keras. Resiko yang lain adalah penggunaan
obat yang kurang tepat. Obat bisa digunakan secara salah, terlalu lama atau dalam takaran
yang terlalu besar. Guna mengatasi resiko tersebut,maka perlu mengenali kerugian-kerugian
tersebut (Kirana Rahardja, 1993).
Disinilah peran Farmasi Apoteker untuk membimbing dan memilihkan obat yang tepat.
Pasien dapat meminta informasi kepada apoteker agar pemilihan obat lebih tepat. Selain
apoteker, tenaga farmasi lain seperti asisten apoteker mempunyai peran penting dalam
menyampaikan informasi obat kepada masyarakat. Seperti penyampaian informasi tentang
Penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional. Atas permintaan masyarakat Informasi
yang diberikan harus benar, jelas dan mudah dimengerti serta cara penyampaiannya
disesuaikan dengan kebutuhan, selektif, etika, bijaksana dan hati-hati. Informasi yang
diberikan kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara
penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan/ minuman/ aktifitas yang hendaknya
dihindari selama terapi dan informasi lain yang diperlukan (Anief, 1997).

2.2. Keuntungan Kerugian Swamedikasi


Manfaat optimal dari swamedikasi dapat diperoleh apabila penatalaksanaannya
rasional. Swamedikasi yang dilakukan dengan tanggungjawab akan memberikan beberapa
manfaat yaitu : membantu mencegah dan mengatasi gejala penyakit ringan yang tidak
memerlukan dokter, memungkinkan aktivitas masyarakat tetap berjalan dan tetap produktif,
menghemat biaya dokter dan penebusan obat resep yang biasanya lebih mahal, meningkatkan
kepercayaan diri dalam pengobatan sehingga menjadi lebih aktif dan peduli terhadap
kesehatan diri.
Bagi paramedis kesehatan hal ini amat membantu, terutama di pelayanan kesehatan
primer seperti puskesmas yang jumlah dokternya terbatas. Selain itu, praktik swamedikasi
meningkatkan kemampuan masyarakat luas mengenai pengobatan dari penyakit yang
diderita hingga pada akhirnya, masyarakat diharapkan mampu memanajemen sakit sampai
dengan keadaan kronisnya. Akan tetapi bila penatalaksanaannya tidak rasional, swamedikasi
dapat menimbulkan kerugian seperti: kesalahan pengobatan karena ketidaktepatan diagnosis
sendiri, penggunaan obat yang terkadang tidak sesuai karena informasi bisa dari iklan obat
di media, pemborosan waktu dan biaya apabila swamedikasi tidak rasional, dapat
menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan seperti sensitivitas, alergi, efek samping atau
resistensi (Holt et al, 1990).

2.3. Jenis Obat Pada Swamedikasi


Sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MenKes/PER/X/1993 tentang
kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep, antara lain : tidak dikontraindikasikan pada
wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan lanjut usia diatas 65 tahun; pengobatan sendiri
dengan obat dimaksudkan untuk tidak memberikan risiko lebih lanjut terhadap penyakitnya;
dalam penggunaannya tidak diperlukan alat atau cara khusus yang hanya dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan, seperti injeksi; obat yang digunakan memiliki risiko efek samping
minimal dan dapat dipertanggungjawabkan khasiatnya untuk pengobatan sendiri.
Pada tahun 1998, WHO mensyaratkan obat yang digunakan dalam swamedikasi
harus didukung dengan informasi tentang bagaimana cara penggunaan obat; efek terapi yang
diharapkan dari pengobatan dan kemungkinan efek samping yang tidak diharapkan;
bagimana efek obat tersebut dimonitoring; interaksi yang mungkin terjadi; perhatian dan
peringatan mengenai obat; lama penggunaan; dan kapan harus menemui dokter.
Berdasarkan dua kriteria diatas, kelompok obat yang baik digunakan untuk
swamedikasi adalah obat-obat yang termasuk dalam obat Over the Counter (OTC) dan Obat
Wajib Apotek (OWA). Obat OTC terdiri dari obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep
dokter, meliputi obat bebas, dan obat bebas terbatas. Sedangkan untuk Obat Wajib Apotek
hanya dapat digunakan dibawah pengawasan Apoteker (BPOM, 2004).
a. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual secara bebas diwarung kelontong, toko
obat dan apotek. Pemakaian obat bebas ditujukan untuk mengatasi penyakit ringan
sehingga tidak memerlukan pengawasan dari tenaga medis selama diminum sesuai
petunjuk yang tertera pada kemasan, hal ini dikarenakan jenis zat aktif pada obat
bebas relatif aman. Efek samping yang ditimbulkan pun minimum dan tidak
berbahaya. Karena semua informasi penting untuk swamedikasi dengan obat bebas
tertera pada kemasan atau brosur informasi di dalamnya, pembelian obat sangat
disarankan dengan kemasannya. Logo khas obat bebas adalah tanda berupa lingkaran
hijau dengan garis tepi berwarna hitam, yang termasuk obat golongan ini contohnya
adalah analgetik antipiretik (parasetamol), vitamin dan mineral (BPOM, 2004).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan obat bebas adalah:
lihat tanggal kedaluwarsa obat; baca dengan baik keterangan tentang obat pada
brosur; perhatikan indikasi penggunaan karena merupakan petunjuk kegunaan obat
untuk penyakit; perhatikan dengan baik dosis yang digunakan, untuk dewasa atau
anak-anak; perhatikan dengan baik komposisi zat berkhasiat dalam kemasan obat;
perhatikan peringatan-peringatan khusus dalam pemakaian obat, perhatikan tentang
kontraindikasi dan efek samping obat (Depkes, 2006).

Logo obat bebas


b. Obat Bebas Terbatas
Golongan obat ini disebut juga obat W (atau Waarschuwing) yang artinya
waspada. Diberi nama obat bebas terbatas karena ada batasan jumlah dan kadar dari
zat aktifnya. Seperti Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas mudah didapatkan karena
dijual bebas dan dapat dibeli tanpa resep dokter.

Logo obat bebas terbatas

Meskipun begitu idealnya obat ini hanya dijual di apotek atau toko obat
berizin yang dikelola oleh minimal asisten apoteker dan harus dijual dengan
bungkus/kemasan aslinya. Hal itu disebabkan obat ini sebenarnya masih termasuk
dalam obat keras, artinya obat bebas terbatas aman hanya jika digunakan sesuai
dengan petunjuk. Oleh karenanya, obat bebas terbatas dijual dengan disertai beberapa
peringatan dan informasi memadai bagi masyarakat luas. Obat ini dapat dikenali
lewat lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam yang mengelilingi. Contoh
obat bebas terbatas: obat batuk, obat flu, obat pereda rasa nyeri, obat yang
mengandung antihistamin (Depkes, 2006).
c. Obat Wajib Apotek
Obat Wajib Apotek adalah golongan obat yang wajib tersedia di apotek.
Merupakan obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Obat ini aman
dikonsumsi bila sudah melalui konsultasi dengan apoteker. Tujuan digolongkannya
obat ini adalah untuk melibatkan apoteker dalam praktik swamedikasi. Tidak ada logo
khusus pada golongan obat wajib apotek, sebab secara umum semua obat OWA
merupakan obat keras.
Sebagai gantinya, sesuai dengan ketetapan Menteri Kesehatan No
347/MenKes/SK/VII/1990 tentang DOWA 1; No 924/MenKes/PER/X/1993 tentang
DOWA 2; No 1176/MenKes/SK/X/1999 tentang DOWA 3 diberikan Daftar Obat
Wajib Apotek untuk mengetahui obat mana saja yang dapat digunakan untuk
swamedikasi. Obat wajib apotek terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi, obat saluran
cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi
sistem neuromuskular, anti parasit dan obat kulit topikal (BPOM, 2004).

2.4. Pelayanan Swamedikasi


Untuk melakukan pengobatan sendiri secara benar, masyarakat harus mampu
menentukan jenis obat yang diperlukan untuk mengatasi penyakitnya. Hal ini dapat
disimpulkan dari beberapa hal (Depkes, 2006) :
a. Gejala atau keluhan penyakitnya.
b. Kondis khusus misalnya hamil, menyusui, bayi, lanjut usia, diabetes mellitus dan
lain-lain.
c. Pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diingankan terhadap obat tertentu.
d. Nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek samping dan interaksi
obat yang dapat dibaca pada etiket atau brosur obat.
e. Pilih obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada interaksi obat dengan
obat yang sedang diminum.
f. Berkonsultasi dengan apoteker.
Setelah tahap pemilihan dipastikan sesuai, langkah selanjutnya adalah (Depkes, 2008) :
a. Mengetahui kegunaan dari tiap obat, sehingga dapat mengevaluasi sendiri
perkembangan sakitnya.
b. Menggunakan obat tersebut secara benar (cara, aturan, lama pemakaian) dan tahu
batas kapan mereka harus menghentikan swamedikasi dan segera minta pertolongan
petugas kesehatan.
c. Mengetahui efek samping obat yang digunakan sehingga dapat memperkirakan
apakah suatu keluhan yang timbul kemudian itu suatu penyakit baru atau efek
samping obat.
d. Mengetahui siapa yang tidak boleh menggunakan obat tersebut.

2.5. Masalah Penggunaan Obat Dalam Swamedikasi


Masalah dalam penggunaan obat pada swamedikasi antara lain meliputi penggunaan
obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak ekonomis. Masalah tersebut
biasanya dikenal dengan istilah penggunaan obat yang tidak rasional. Pengobatan dikatakan
tidak rasional jika (Depkes, 2010) :
a. Pemilihan obat tidak tepat, maksudnya obat yang dipilih bukan obat yang terbukti
paling bermanfaat, paling aman, paling sesuai dan paling ekonomis.
b. Penggunaan obat yang tidak tepat, yaitu tidak tepat dosis, tidak tepat cara pemberian
obat, dan tidak tepat frekuensi pemberian.
c. Pemberian obat tidak disertai dengan penjelasan yang sesuai, kepada pasien atau
keluarga.
d. Pengaruh pemberian obat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan tidak
diperkirakan sebelumnya dan tidak dilakukan pemantauan secara langsung atau tidak
langsung.
e. Penggunaan obat dikatakan tidak tepat jika risiko yang mungkin terjadi tidak
seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari tindakan pemberian suatu obat.

2.7. Efek Samping Obat Dalam Swamedikasi


Efek samping obat adalah efek tidak diinginkan dari pengobatan dengan pemberian
dosis obat yang digunakan untuk profilaksis, diagnosis maupun terapi. Beberapa reaksi efek
samping obat dapat timbul pada semua orang, sedangkan ada beberapa obat yang efek
sampingnya hanya timbul pada orang tertentu. Secara umum obat-obat yang digunakan
dalam praktik swamedikasi cenderung aman, tidak berbahaya dan memiliki angka kejadian
timbul efek samping yang rendah (BPOM, 2004).
Pada swamedikasi, efek samping yang biasa terjadi : pada kulit, berupa rasa gatal,
timbul bercak merah atau rasa panas, pada kepala, terasa pusing, pada saluran pencernaan,
terasa mual, dan muntah, serta diare, pada saluran pernafasan, terjadi sesak nafas, pada
jantung terasa dada berdetak kencang (berdebar-debar); urin berwarna merah sampai hitam
(Depkes 2008).

2.8. Definisi Diare


Diare merupakan salah satu gangguan kesehatan yang umum terjadi dilingkungan
kita. Diare sering dianggap gangguan penyakit yang ringan, namun penanganan yang tidak
tepat dan atau terlambat dapat dan sering kali menimbulkan kematian. Diare dapat
disebabkan oleh berbagai jenis virus dan bakteri.
Diare diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan feses berbentuk cair atau
setengah cair setengah padat, dengan demikian kandungan air lebih banyak dari biasa.
Menurut WHO diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari 3 x sehari.
Atas dasar lamanya terjadi diare dibedakan diare akut dan diare kronik. Diare akut adalah
diare yang awitannya mendadak dan berlangsung singkat dalam beberapa jam atau hari, dapat
sembuh kembali dalam waktu relatif singkat atau kurang dari 2 minggu. Sedangkan diare
kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu. Berdasarkan penyebabnya, diare
dikelompokkan menjadi 2, yaitu diare spesifik karena infeksi dan diare non spesifik bukan
karena infeksi.

2.9. Etiologi

1. Faktor Infeksi :
a. Infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama diare)
- Infeksi bakteri : Vibrio , E. Coli, Salmonella, Shigella dan sebagainya.
- Infeksi Virus : Rotavirus, adenovirus.
- Infeksi parasit : cacing (ascaris), protozoa (entamoeba histolytica, giardia
lambia).
b. Infeksi parenteral (infeksi diluar alat pencernaan) seperti :
otitis media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia,
ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak
berumur dibawah dua (2) tahun.
2. Faktor Malabsorpsi
a. Malabsorbsi karbohidrat
- Disakarida : interaksi laktosa, maltosa dan sukrosa
- Monosakarida : intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa
b. Malabsorbsi lemak
- Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan
Faktor makanan ini yang seringkali bisa menyebabkan terjadinya diare. Diantaranya
yaitu akibat dari makanan basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran dimasak
kurang matang, alergi tehadap makanan.
4. Lain – lain
a. Imunodefisiensi
b. Gangguan psikologis (cemas dan takut)
c. Faktor-faktor langsung ;
- KKP (Kurang Kalori Protein)
- Kesehatan pribadi dan lingkungan
- Sosioekonomi

2.10. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbul diare:
a) Diare Osmotik
Diare osmotik dapat terjadi dalam beberapa keadaan :
1.1. Intoleransi makanan, baik sementara maupun menetap. Situasi ini timbul bila
seseorang makan berbagai jenis makanan dalam jumlah yang besar sekaligus.
1.2. Waktu pengosongan lambung yang cepat
Dalam keadaan fisiologis makanan yang masuk ke lambung selalu dalam
keadaan hipertonis, kemudian oleh lambung di campur dengan cairan lambung
dan diaduk menjadi bahan isotonis atau hipotonis. Pada pasien yang sudah
mengalami gastrektomi atau piroplasti atau gastroenterostomi, makanan yang
masih hipertonik akan masuk ke usus halus akibatnya akan timbul sekresi air
dan elektrolit ke usus. Keadaan ini mengakibatkan volume isi usus halus
bertambah dengan tiba-tiba sehingga menimbulkan distensi usus, yang
kemudian mengakibatkan diare yang berat disertai hipovolumik intravaskuler.
Sindrom malabsorbsi atau kelainan proses absorbsi intestinal
1.3. Defisiensi enzim
Contoh yang terkenal adalah defisiensi enzim laktase. Laktase adalah enzim
yang disekresi oleh intestin untuk mencerna disakarida laktase menjadi
monosakarida glukosa dan galaktosa. Laktase diproduksi dan disekresi oleh sel
epitel usus halus sejak dalam kandungan dan diproduksi maksimum pada waktu
lahir sampai umur masa anak-anak kemudian menurun sejalan dengan usia. Pada
orang Eropa dan Amerika, produksi enzim laktase tetap bertahan sampai usia
tua, sedang pada orang Asia, Yahudi dan Indian, produksi enzim laktase cepat
menurun. Hal ini dapat menerangkan mengapa banyak orang Asia tidak tahan
susu, sebaliknya orang Eropa senang minum susu.
1.4. Laksan osmotik
Berbagai laksan bila diminum dapat menarik air dari dinding usus ke lumen.
Yang memiliki sifat ini adalah magnesium sulfat (garam Inggris). Beberapa
karakteristik klinis diare osmotik ini adalah sebagai berikut:
- Ileum dan kolon masih mampu menyerap natrium karena natrium diserap
secara aktif. Kadar natrium dalam darah cenderung tinggi, karena itu bila
didapatkan pasien dehidrasi akibat laksan harus diperhatikan keadaan
hipernatremia tersebut dengan memberikan dekstrose 5 %.
- Nilai pH feses menjadi bersifat asam akibat fermentasi karbohidrat oleh
bakteri.
- Diare berhenti bila pasien puasa. Efek berlebihan suatu laksan (intoksikasi
laksan) dapat diatasi dengan puasa 24-27 jam dan hanya diberikan cairan
intravena.
b) Diare sekretorik
Pada diare jenis ini terjadi peningkatan sekresi cairan dan elektrolit. Ada 2
kemungkinan timbulnya diare sekretorik yaitu diare sekretorik aktif dan pasif.
Diare sekretorik aktif terjadi bila terdapat gangguan aliran (absorpsi) dari lumen usus
ke dalam plasma atau percepatan cairan air dari plasma ke lumen. Seperti diketahui
dinding usus selain mengabsorpsi air juga mengsekresi sebagai pembawa enzim. Jadi
dalam keadaan fisiologi terdapat keseimbangan dimana aliran absorpsi selalu lebih
banyak dari pada aliran sekresi. Diare sekretorik pasif disebabkan oleh tekanan
hidrostatik dalam jaringan karena terjadi pada ekspansi air dari jaringan ke lumen
usus. Hal ini terjadi pada peninggian tekanan vena mesenterial, obstruksi sistem
limfatik, iskemia usus, bahkan proses peradangan.
c) Diare akibat gangguan absorpsi elektrolit
Diare jenis ini terdapat pada penyakit celiac (gluten enteropathy) dan pada penyakit
sprue tropik. Kedua penyakit ini menimbulkan diare karena adanya kerusakan di atas
vili mukosa usus, sehingga terjadi gangguan absorpsi elektrolit dan air.
d) Diare akibat hipermotilitas (hiperperistaltik)
Diare ini sering terjadi pada sindrom kolon iritabel (iritatif) yang asalnya psikogen
dan hipertiroidisme. Sindrom karsinoid sebagian juga disebabkan oleh
hiperperistaltik. Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
menyerap makanan, sehingga timbul diare.
e) Diare eksudatif
Pada penyakit kolitif ulserosa, penyakit Crohn, amebiasis, shigellosis, kampilobacter,
yersinia dan infeksi yang mengenai mukosa menimbulkan peradangan dan eksudasi
cairan serta mukus.

2. 11. Obat Yang Dapat Memacu Diare


1. Laksatif (karena efeknya yang berlebihan dalam merangsang peristaltik saluran
percernaan)
2. Antasid yang mengandung magnesium (magnesium bersifat laksatif).
3. Antineoplastik (karena efek samping dari obat ini menyebabkan kerusakan dari
sel parietal saluran pencernaan sehingga memacu peristaltik).
4. Antibiotik (karena suprainfeksi atau merubah flora normal), seperti ;
klindamisin, tetrasiklin, sulfonamid, dan antimikroba berspektrum luas yang lain.
5. Antihipertensi (kemungkinan karena hambatan sistem saraf simpatik akan
meningkatkan perangsangan parasimpatik yang di saluran pencernaan akan
meningkatkan peristaltik. Misalnya; reserpin, guanetidin, metildopa, dan
guanabenz.
6. Kolinergik (meningkatkan peristaltik saluran pencernaan), misalnya; betanikol
dan neostigmin.
7. Kardiak agen yang lain seperti quinidin dan digitalis.
8. Lain – lain yaitu Analog prostaglandin (Misoprostol) dan kolkisin

2.12. Tanda Dan Gejala

1. Timbul mual, demam, sakit kepala, muntah, sakit perut, dan malaise secara tiba-tiba
2. Buang air besar menjadi sering, selama 60-72 jam
3. Nyeri kuadran kanan bawah, kram dan terdengar suara usus, merupakan
karakteristik penyakit usus halus
4. Pada diare usus besar, rasa sakit terasa mencengkram, sensasi sakit dengan telesmus
tegang dan tidak efektif. Nyeri melokalisasi sebelah kanan, daerah hipogastrikus,
atau sebelah kiri lebih ke bawah.
5. Pada diare kronis, ditandai juga dengan penurunan berat badan, anoreksia, dan
kelemahan kronis

2.13. Pencegahan
Untuk pencegahan diare akut akibat virus, dapat dicegah dengan cara menghindari
lokasi wabah diare tersebut. Sedangkan untuk diare akut akibat bakteri dapat dicegah
dengan penanganan bahan makanan yang baik, sanitasi air dan lingkungan.

2.14. Tujuan Terapi


Mencegah gangguan keseimbangan air, elektrolit, dan asam basa. Memberikan
terapi simtomatik, menghilangkan penyebab diare dan mengatasi gangguan karena diare.

2.15. Prinsip Terapi


1. Terapi Non Farmakologi
Diet merupakan prioritas utama dalam penanganan diare. Menghentikan
konsumsi makanan padat dan susu perlu dilakukan. Rehidrasi dan maintenance air
dan elektrolit merupakan terapi utama yang harus dilakukan hingga episode diare
berakhir. Jika pasien kehilangan banyak cairan, rehidrasi harus ditujukan untuk
menggantikan air dan elektrolit untuk komposisi tubuh normal. Sedangkan pada
pasien yang tidak mengalami deplesi volume, pemberian cairan bertujuan untuk
pemeliharaan cairan dan elektrolit.
Pemberian cairan parenteral perlu dilakukan untuk memasok air dan elektrolit
jika pasien mengalami muntah dan dehidrasi berat, selain untuk mencegah
terjadinya hipernatremia.
Dosisnya ; 1 sachet ORS dilarutkan dalam 1 liter air matang. Bayi dan anak –
anak dengan dehidrasi ; 10 ml/kg berat badan setiap jam sampai gejala – gejalanya
lenyap (dalam waktu 6 – 3), sebaiknya dalam botol susu atau diberikan sendok
demi sendok. Untuk pemeliharaan ; 10 ml/kg BB setelah setiap kali buang air.
Dewasa 1,5 – 2 liter diminum sepanjang hari. Atau dapat dilihat pada tabel
dibawah ini;
Tabel 1. takaran pemberian oralit
umur < 1 tahun 1-4 tahun 5-12 tahun dewasa
tidak ada dehidrasi setiap BAB beri oralit mencegah dehidrasi
100 ml 200 ml 300 ml 400 ml
(0,5 gelas) (1 gelas) (1,5 gelas) (2 gelas)
dengan dehidrasi 3 jam pertama beri oralit mengatasi dehidrasi:
300 ml 600 ml 1,2 liter 2,4 liter
(1,5 gelas) (3 gelas) (6 gelas) (12 gelas)
selanjutnya setiap BAB beri oralit
100 ml 200 ml 300 ml 400 ml
(0,5 gelas) (1 gelas) (1,5 gelas) (2 gelas)

Tindakan lain yang dapat dilakukan bila seseorang terkena diare adalah:
a. Hindari kopi dan susu.
b. Cuci tangan tiap selesai BAB untuk mencegah penularan.
c. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
d. Memeriksa dehidrasi ringan sampai berat antara lain haus, mulut kering, lesu,
pucat, mengantuk, mata cekung, elastisitas kulit menurun,dan air seni sedikit dan
pekat.
2. Terapi Farmakologi
Berbagai obat yang digunakan dalam terapi diare dimasukan dalam kategori berikut:
antimotilitas, adsorben, antisekretori, antibiotik, enzim dan mikroflora usus. Obat yang
digunakan ini tidak menyembuhkan, namun bersifat paliatif (meringankan).
a. Opiat dan derivatnya. Opiat dan derivatnya meringankan gejala diare dengan cara
menunda transit isi intraluminal atau dengan meningkatkan kapasitas usus,
sehingga memperpanjang waktu kontak dan penyerapan. Enkefalin, uatu zat opiat
endogen, yang mengatur gerakan fluida didalam mukosa dengan merangsang
proses penyerapan. Dampak buruk penggunaan opiat adalah adanya resiko
ketergantungan dan kemungkinan memperburuk diare akibat infeksi. Opiat
umumnya bekerja melalui mekanisme sentral dan perifer kecuali pada loperamid.
Loperamid merupakan antisekretori yang bekerja pada sistem perifer dengan
menghambat pengikatan protein kalsium pada kalmodulin dan mengendalikan
sekresi klorida. Loperamid tersedia dalam sediaan kapsul 2 mg atau larutan 1 mg/5
ml. Dosis lazim dewasa adalah 4 mg peroral pada awal pemakaian diikuti 2 mg
setiap setelah devekasi hingga 16 mg perhari. Dephenoksilat adalah agen opiat lain
yang digunakan dalam penanganan diare. Tersedia dalam sediaan tablet 2,5 mg
atau larutan 2,5 mg/5 ml. Dosis pada orang dewasa 3 sampai 4 kali sehari 2,5-4
mg, dengan maksimum dosis 20 mg perhari. Selain itu defoksin, suatu turunan
defenoksilat juga sering digunakan sebagai kombinasi dengan atropin. Dosis
pemakaian pada dewasa adalah 2 mg pada awal pemakaian selanjutnya 1 mg setiap
setelah devekasi, dosis maksimum 8 mg perhari.
b. Adsorben. Adsorben digunakan untuk mengatasi munculnya gejala diare. Dalam
kerjanya, absorben bekerja secara tidak spesisfik dengan menyerap air, nutrisi,
racun, maupun obat. Pemberian adsorben bersama obat lain, akan menurunkan
bioavailabilitas obat lain tersebut. Polikarbofil terbukti efektif mampu menyerap
60 kali beratnya. Dosis pada orang dewasa adalah 4 kali sehari 500 mg hingga
maksimum 6 gram perhari. Adsorben lain yang dapat digunakan adalah Campuran
kaolin-pektin dengan dosis 30-120 ml setiap setelah buang air besar, atau attapulgit
dengan dosis 1200-1500 mg setiap setelah buang air besar.
c. Antisekretori. Bismut subsalisilat terbukti memeliki efek antisekretori,
antiinflamasi dan antibakteri. Sediaan obat ini adalah tablet kunyah 262 mg/tablet
atau 262 mg/5 ml larutan. Dosis pada orang dewasa adalah 2 tablet atau 30 ml
larutan setiap 30 menit untuk 1 sampai 8 dosis perhari. Oktreotide suatu analog
somatostatin endogen sintesis digunakan untuk mengatasi gejala karsinoid tumor
dan vasoaktif peptida yang disekresikan tumor. Dosis oktreotide bervariasi
tergantung indikasi. Oktreotide menghambat banyak aktivitas hormon
gastrointestinal sehingga penggunaanya banyak menimbulkan efek samping.
d. Pemberian suplemen zinc (Zn). Studi menunjukkan bawwa suplemen Zn (10-
20mg/hari sampai diare terhenti)secara signifikan mengurangi keberbahayaan dan
lama diare pada anak umur kurang dari 5 tahun.studi lain menunjukkan bahwa
tambahan suplemen Zn jangka pendek 10-20mg/hari selama 10-14hari
mengurangi insiden diare 2-3bulan berikutnya. Berdasarkan studi ini, sekarang
direkomendasikan pemberian suplemen Zn,10-20mg/hari selama 10-14hari
kepada semua anak yang diare.
e. Produk Lain. Sediaan laktobacilus dapat menggantikan mikroflora usus, sehingga
membantu mengembalikan fungsi normal usus dan mencegah pertumbuhan
mikroorganisme patogen. Namun, diet produk yang mengandung 200-400 mg
laktosa atau dekstrin sama efektifnya dengan memproduksi rekolonisasi flora
normal. Selain itu antikolinergik seperti atropin juga dapat membantu
memperpanjang transit usus.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Diare non spesifik dapat terjadi akibat salah makan (makanan terlalu pedas sehingga
mempercepat peristaltik usus), ketidak mampuan lambung dan usus dalam
memetabolisme laktosa (terdapat dalam susu hewan) disebut lactose intolerance,
ketidak mamapuan memetabolisme sayuran atau buah tertentu (kubis, kembang kol,
sawi, nangka, durian), juga infeksi virus-virus non invasive yang terjadi pada anak
umur di bawah 2 tahun karena rotavirus.
2. Adapun tujuan terapi untuk pengobatan diare, yaitu rehidrasi untuk mengatasi
gangguan keseimbangan elektrolit dalam tubuh, mengobati diare dan mencegah
kematian akibat diare.
3. Usaha untuk mengatasi diare yaitu dengan cara memberi minuman, larutan oralit,
biasanya juga larutan larutan gula garam. Yang harus diperhatikan dalam pemberian
makanan dan minuman pada penderita diare adalah yang tidak memperparah kondisi
diare.
KASUS
Seorang Bapak bernama Bapak Marlino datang di apotek dengan keluhan sering
buang air besar tetapi sedikit-sedikit dan sering. Dengan keluhan lainnya perut melilit dan
pusing. Sehingga bapak tersebut menginginkan pengobatan diarenya bisa dilayani tanpa
resep dokter.
Penyelesaian
Metode WHAM
W (Who’s the patient and what are the symptoms ?) Bp. Marlino mengeluhkan
sering BAB tetapi sedikit-
sedikit merasa pusing dan perut
melilit
H (How long have the symptomps?) -
A (Action taken?) Belum
M (Medication being taken?) Belum

Metode ASMETTHOD
A (Age/Appearance) Bp. Marlino (45 Tahun)
S (Self or Someone Else) Untuk dirinya sendiri
M (Medication) -
E (Extra Medicines) -
T (Time Persisting) -
T (Taken anything for it or seen the doctor) -
H (History) Belum pernah mengalami penyakit ini,
tidak memiliki penyakit lain dan tidak
memiliki alergi
O (Other) Mengeluhkan sering BAB tetapi sedikit-
sedikit merasa pusing dan perut melilit
D (Danger Symptom) -
DRP : Tidak Ada
Pilihan terapi
1. Molagit
 Golongan : Obat Bebas
 Komposisi: Tiap kemasan obat molagit mengandung zat aktif attapulgite 700 mg
dan pectin 50 mg
 Indikasi : kegunaan molagit adalah untuk mengobati gejala diare non spesifik
( diare yang belum diketahui penyebabnya)
 Dosis : Dosis dewasa 2 tablet setelah sesudah diare atau setelah buang air
besar dengan dosis 12 tablet dalam 24 jam
 Kontraindikasi: Jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang memiliki
riwayat alergi terhadap obat ini, kontraindikasi untuk penderita gagal ginjal atau
hati parah, dan kontraindikasi untuk penderita lesi stenotik gastrointestinal,
konstipasi, dan obstruksi usus.
 Efek samping: Efek samping gastrointestinal termasuk konstipasi, atau impaksi
feses (dosis besar), dyspepsia, perut kembung, dan mual
 Interaksi obat : Mengurangi efek ipecacuanha dan obat golongan emetic lainnya,
hipoglikemia oral, antikoagulan, antagonis vitamin K, antikolinergik
antihistamin, antidepresan, antipsikotik, antiparkinson, produk yang
mengandung alumunium, kalsium, besi, magnesium dan atau mineral.
 Harga : Rp.5.800
2. Neo Entrostop
 Golongan : Obat Bebas
 Komposisi : Attapulgite 650 mg dan pectin 50 mg
 Indikasi : kegunaan molagit adalah untuk mengobati gejala diare non spesifik
(diare yang belum diketahui penyebabnya)
 Dosis : Dosis dewasa 2 tablet setelah sesudah diare atau setelah buang air besar
dengan dosis 12 tablet dalam 24 jam
 Kontraindikasi : Penderita konstipasi, mual, perut kembung, dan impaksi feses
(dosis besar)
 Efek samping : konstipasi, perut kembung, sakit maag, mual, dan kram perut.
 Interaksi obat : new entrostop dapat mengurangi penyerapan obat
trihexyphenidyl, eltrombopag, digoxin, dan lovastatin. Entrostop juga dapat
memperberat efek konstipasi dari obat pereda nyeri golongan opioid dan obat
batuk yang mengandung codein.
 Harga : Rp. 6.800

3. Neo Diastop
 Golongan : Obat bebas
 Komposisi : Attapulgite 600 mg dan pectin 50 mg
 Indikasi : kegunaan molagit adalah untuk mengobati gejala diare non spesifik
(diare yang belum diketahui penyebabnya)
 Dosis : Dosis dewasa 2 kaplet setelah sesudah diare atau setelah buang air besar
dengan dosis 12 kaplet dalam 24 jam
 Kontraindikasi : pasien dengan riwayat alergi terhadap komposisi obat,
penderita gagal ginjal, gangguan hati parah, lesi stenotik gastrointestinal,
konstipasi, dan obstruksi usus.
 Efek samping : konstipasi, stenosis saluran cerna, perut kembung, sakit maag,
mual, dan kram perut.
 Interaksi obat : Mengurangi efek ipecacuanha dan obat golongan emetic
lainnya, hipoglikemia oral, antikoagulan, antagonis vitamin K, antikolinergik
antihistamin, antidepresan, antipsikotik, antiparkinson, produk yang
mengandung alumunium, kalsium, besi, magnesium dan atau mineral.
 Harga :Rp. 4.000
4. Diapet
 Golongan : Jamu
 Komposisi : Psidii Guajava Folium 240 mg, Curcumae Domestica Rhizoma 204
mg, Terminlia Cherbulae 64 mg, Punicae Granati Pericarpium 72 mg.
 Indikasi : Membantu mengurangi frekuensi buang air besar
 Dosis : 2 Kapsul 2 kali sehari
 Efek samping : sembelit, kembung, sakit perut, dan mual.
 Kontraindikasi :Hipersensitifitas
 Interaksi obat : Antibiotik tetrasiklin
 Harga : Rp. 2.500

Terapi Non Farmakologi

a. Berikan Oralit
b. Hindari kopi dan susu.
c. Cuci tangan tiap selesai BAB untuk mencegah penularan
d. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
e. Hindari makan makanan pedas dan tidak bersih

Dialog
Pada suatu hari datang seorang Bapak ke apotek. Bapak tersebut datang untuk membeli obat
diare yang dialaminya.
A : Selamat siang Bapak
P : Siang Mba
A :Perkenalkan Bapak, Nama Saya Nadya Karima. Saya Apoteker di Apotek ini, Bapak
ada yang bisa saya bantu ?
P : Iya, begini mba saya mau beli obat diare
A : Baik Bapak, maaf sebelumnya Bapak boleh saya minta waktu Bapak sebentar ? saya
ingin berdiskusi dengan bapak sebentar dan memberikan informasi terkait obat yang
akan saya berikan nanti
P : Oh iya mbak, boleh
(Pasien dan Apoteker memasuki ruang khusus untuk konseling yang disedikan di Apotek)
A : Baik Bapak, silakan masuk, silakan duduk.
P :Terimakasih Mbak
A : Bapak, sebelumnya boleh saya tahu nama dan alamat rumah bapak ?
P : Oh iya mbak, nama saya Marlino. Alamat rumah saya di jalan sidomulyo nomor 61,
Sukoharjo.
A : Baik Bapak, kalau usia bapak ? boleh saya tau ?
P : Boleh mbak, saya 45 tahun
A : Baik, terimakasih bapak. Apa keluhan bapak sampai bapak datang kemari untuk
membeli obat ?
P : Begini mbak, saya sering buang air besar tetapi sedikit-sedikit dan sering. Perut
melilit seperti mulas dan saya merasa pusing.
A : Sebelumnya Bapak sudah pergi kedokter ? atau sudah meminum obat ?
P : Belum mbak sama sekali
A : Sudah berapa hari bapak mengalami BAB sedikit tapi sering ?
P : Sudah dari kemarin malam mbak, saya baru sempat ke apotek siang ini
A : Kalau boleh tau sudah berapa kali dalam semalam bapak bolak-balik ke kamar
mandi ?
P : Wah saya lupa mbak, tidak menghitung
A : Sudah 3 kali atau lebih dari 3 kali ?
P :Wah sudah lebih dari 3 kali mbak
A : Begitu…, bapak kalau boleh tau fesesnya cair atau lembek begitu pak ?
P : Fesesnya lembek mbak
A :Ada lendir atau darahnya tidak Pak ?
P :Tidak mbak hanya feses biasa tapi lembek
A : Bapak sebelumnya mungkin bapak makan makanan pedas atau bagaimana pak
kemarin malam ?
P : Iya mbak kemarin sore saya makan ayam geprek yang pedes sekali
A : Bapak, apakah bapak ada alergi terhadap obat ?
P : Setau saya, tidak ada alergi mbak
A : Baik, Bapak boleh saya minta bapak tunggu sebentar ? saya akan ambilkan obatnya..
P : Iya mbak
(Pasien menunggu apoteker mengambil obat )
A : Maaf Bapak menunggu, Bapak ini saya punya 4 obat. Bapak bisa pilih salah satu
obatnya. Ini ada Molagit, Neo Entrostop, Neo Diastop kemudian ini ada obat jamu
Diapet.
P : Waduh, saya bingung mbak harus pilih yang mana. Memang bedanya apa ya mbak?
A : Obat ini sama-sama untuk diare yang membedakan harganya pak kalau yang molagit
ini harganya Rp. 5.800, kalau Neo Entrostop Rp. 6.800, kalau Neo Diastop Rp. 4.000,
dan diapet harganya Rp. 2.500
P : Kalau saran mbaknya yang mana ya ? saya nurut saja yang penting saya sembuh.
A : Baik Bapak, kalau saya rekomendasikan Molagit pak
P : Yasudah saya beli molagit.
A : Baik pak, sebelumnya saya jelaskan dulu cara penggunaan obatnya yaa pak. Pak obat ini
diminum 2 tablet setelah bapak BAB, dalam sehari bapak boleh minum obat ini maksimal 12
tablet pak tidak boleh lebih. Begitu pak, kemudian, obat ini ada efek sampingnya konstipasi,
atau impaksi feses (dosis besar), dyspepsia, perut kembung, dan mual. Jadi nanti kalau
salah satu gejala yang saya sebutkan itu muncul bapak harus segera konsultasi ke
dokter

P : Apa efek sampingnya selalu muncul mbak ?

A : efek sampingnya tidak muncul kalau penggunaan obatnya sesuai dengan yang saya
katakan tadi pak, oh iya bapak. Kalau boleh tau apakah bapak sedang mengkonsumsi
obat lain ?
P : Tidak mbak saya tidak mengkonsumsi obat selain nanti obat ini

A : Maaf bapak sebelumnya, kalau boleh saya tahu apa bapak merokok ?

P : Tidak mbak saya sudah tidak merokok 2 tahun yang lalu karena tidak boleh oleh
istri saya.

A : Baik kalau begitu pak, nanti obatnya bisa diminum ya pak. Nanti obatnya disimpan
ditempat yang kering, jauh dari sinar matahari dan jangkauan anak-anak, atau
disimpan di kotak obat. Bapak selain obat tadi saya juga ada oralit. Ini digunakan
apabila bapak merasa mulutnya kering dan haus atau dehidrasi. Bapak bisa membeli
oralit ini atau membuatnya sendiri dengan larutan gula dan garam pak. Bapak pilih
yang mana ?

P : Saya buat sendiri aja deh mbak

A : Baik Pak, jadi nanti caranya masukkan ½ sdt garam dan 8 sdt gula pasir dan
diberikan air hangat sebanyak 200 ml pak, diminum sekali sehari saja setelah bapak
BAB.

P : Oh iya mba…

A : Kemudian kalau misalnya setelah 2 hari minum obat bapak belum sembuh, bapak
harus konsultasi kedokter ya pak

P : Iya mbak

A : Baik kalau begitu pak, boleh saya minta waktu bapak sebentar untuk mengulangi
apa yang sudah saya sampaikan ?

P : Iya mbak obatnya diminum 2 tablet setelah BAB, sehari maksimal 12 tablet.
Disimpan ditempat kering. Efek sampingnya konstipasi, atau impaksi feses (dosis
besar), dyspepsia, perut kembung, dan mual. Kalau buat larutan oralitnya masukkan
½ sdt garam dan 8 sdt gula pasir dan diberikan air hangat sebanyak 200 ml.
A : Baik pak, saya anggap bapak sudah paham pak. Selama bapak diare tolong bapak
banyak minum air putih jangan minum kopi atau susu dulu pak, cuci tangan setelah
keluar dari kamar mandi, jangan makan makanan pedas dulu ya pak

P :Iya mbak, ini obatnya saya tebus dikasir depan ya ?

A : iya pak

P :Terimakasih Mbak

A : Terimakasih kembali pak, semoga lekas sembuh.

Dokumentasi Swamedikasi

Nama Pasien Bp. Marlino

Jenis Kelamin Laki-laki

Usia 45 tahun

Alamat Jl. Sisomulyo nomor 61, sukoharjo

Tanggal pasien datang 19 maret 2019

Keluhan pasien BAB sedikit tapi sering, perut melilit dan pusing

Riwayatalergi Tidak ada

Pasien pernah datang Ya/tidak*) *coret salah satu


sebelumnya :

Obat yang diberikan :

Nama Obat Dosis Cara pemakaian No Batch Tanggal ED

Molagit 2 tablet Oral 5343F 25 mei 2021


saat diare
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M.,. 1997. Apa yang Perlu Diketahui Tetang Obat.Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
Anonim. 2007 .Swamedikasi. http://www.republika.co.id/koran_detail.asp. Diakses pada 14
Maret 2019
Badan Pengawasan obat dan makanan republic Indonesia (BPOM).Ketentuan Pokok
Pengelompokan Dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia.Jakarta : BPOM
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) 2006. Pedoman Penyelenggaraan
dan Prosedur Rekam MedisRumah Sakit di Indonesia. Jakarta: Depkes RI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2008. Pedoman Penggunaan Obat
Bebas dan Obat Bebas Terbatas, 3-13, 31, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2010. Materi Pelatihan
Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan. Jakarta.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M.. 2015.
Pharmacotherapy Handbook Ninth edition. USA: Mcgraw Hill Education.
Ganiswarna SG, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru

Ganong, Mcphee, J Stephen. 2010. Patofisiologi Penyakit edisi lima. Jakarta: EGC.

Holt,G.A.,and Hall,E.L., 1990. The Self Care Movement In Feldmann,E.G., (Ed), Handbook
Of Non Prescription Drug. 9 Th ed, 1-10.APHA.New York
Kartajaya, H., Taufik., Mussry, J., Setiawan, I., Asmara, B., Winasis, N.T., 2011. Self-
Medication. Who Benefit and Who Is At Loss. Mark Plus Insight, Indonesia.
Kirana Rahardja, 1993. Swamedikasi. PT. Elex Media. Komputindo. Jakarta.
Nur Aini Harahap, Khairunnisa, Juanita Tanuwijaya, 2017, Tingkat Pengetahuan Pasien dan
Rasionalitas Swamedikasi di Tiga Apotek Kota Penyambungan, Jurnal Sains dan
Klinis. Ikatan Apoteker Indonesia. Sumatera Barat.
Tan, H. T. dan K. Rahardja. 2002. Obat-obat penting:Khasiat, penggunaandan efek-efek
samingnya. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Gramedia
Tan, H. T. dan K. Rahardja. 2003. Obat-obat pentingi. Jakarta: Penerbit Alex Media
Komputindo
Tan, H. T. dan K. Rahardja. 2010. Obat-obatan Sederhana Untuk Gangguan Sehari-hari.
Jakarta: Penerbit Gramedia

Anda mungkin juga menyukai