PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku swamedikasi dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dari interaksi
manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku
dibedakan menjadi dua yakni faktorfaktor intern dan ekstern. Faktor intern mencakup
pengetahuan, kecerdasan,persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk
mengolah rangsangan dari luar (Yusrizal, 2015). Menurut Notoatmodjo (2003) faktor
ekstern meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti iklim,manusia,
sosial-ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.
Swamedikasi menjadi tidak tepat apabila terjadi kesalahan mengenali gejala yang
muncul, memilih obat, dosis dan keterlambatan dalam mencari nasihat / saran tenaga
kesehatan jika keluhan berlanjut. Selainitu, resiko potensial yang dapat muncul dari
swamedikasi antara lain adalah efek samping yang jarang muncul namun parah, interaksi
obat yang berbahaya,dosis tidak tepat, dan pilihan terapi yang salah (BPOM, 2014).
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Swamedikasi
Disinilah peran Farmasi Apoteker untuk membimbing dan memilihkan obat yang
tepat.Pasien dapat meminta informasi kepada apoteker agar pemilihan obat lebih
tepat.Selain apoteker, tenaga farmasi lain seperti asisten apoteker mempunyai
peran penting dalam menyampaikan informasi obat kepada masyarakat.
Seperti penyampaian informasi tentang Penggunaan obat secara tepat, aman dan
rasional. Atas permintaan masyarakat Informasi yang diberikan harus benar, jelas dan
mudah dimengerti serta cara penyampaiannya disesuaikan dengan kebutuhan, selektif,
etika, bijaksana dan hati-hati. Informasi yang diberikan kepada pasien sekurang-
kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka
waktu pengobatan, makanan/ minuman/ aktifitas yang hendaknya dihindari selama
terapi daninformasi lain yang diperlukan(Anief, 1997).
Obat bebas dan obat bebas terbatas adalah obat yang dapat diperjualbelikan
secara bebas tanpa resep dokter untukmengobati jenis penyakit
yangpengobatannya dapat diterapkan sendiri oleh masyarakat. Pengertianobat itu
sendiri adalah suatu zat yang digunakan untuk diagnosis, pengobatanmelunakkan,
penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau hewan(Anief, 1997).
1) Menurut Anief (1997), keuntungan yang lain yaitu lebih mudah, cepat,tidak
membebani sistem pelayanan kesahatan dan dapat dilakukan oleh dirisendiri.
Bagi konsumen obat, pengobatan sendiri dapat memberi keuntunganyaitu bila ia
dapatMenghemat biaya ke dokter
2) Menghemat waktu ke dokter
3) Segera dapat beraktifitas kembaliKekurangan, obat dapat membahayakan
kesehatan apabila tidak digunakansesuai dengan aturan, pemborosan biaya dan
waktu apabila salah menggunakanobat, kemungkinan kecil dapat timbul reaksi
obat yang tidak diinginkan, misalnyasensitifitas, efek samping atau resistensi,
penggunaan obat yang salah akibat salahdiagnosis dan pemilihan obat
dipengaruhi oleh pengalaman menggunakan obat dimasa lalu dan lingkungan
sosialnya (Supardidkk, 2005).
2.2.1 Definisi
Obat tanpa resep adalah obat untuk jenis penyakit yang pengobatannya
dianggap dan ditetapkan sendiri oleh masyarakat dan tidak begitu membahayakan jika
mengikuti aturan memakainya.Obat yang beredar dimasyarakat dibagi atas empat
golongan, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan obat narkotika
(Anief, 1997).
Menurut Anief juga pada penggunaan obat tanpa resep perlu diperhatikan:
Bila ada tanggal kadaluwarsa, perhatikan tanggalnya apakah lewat atau belum.c.
Keterangan pada brosur atau selebaran yang disertakan oleh pabrik, dibaca dengan
baik, antaralainberisi informasi tentang:
a. Tidak kontra indikasi untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah
usia dua tahun, orang tua diatas 65 tahun.
b. Pada pengobatan sendiri, tidak memberi resiko pada kelanjutan penyakit.
c. Tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh
tenagakesehatan.
d. Diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
e. Memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dijamin untuk
pengobatansendiri (Anief, 2000).
1) Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli
tanpa resep dokter.Tandakhusus pada kemasan dan etiket obat bebasadalah
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam contoh paracetamol (Anonim,
2006).
2) Obat Bebas Terbatas
Selain tanda khusus obat bebas terbatas, terdapat pula tanda
peringatan. Tanda peringatan ini diberikan karena hanya dengan takaran dan
kemasan tertentu obat ini aman dipakai untuk pengobatan sendiri. Tanda
peringatan berupa empat persegi panjang dengan huruf putih pada dasar
hitam yang terdiri dari 6 macam, yaitu:
f)P. No.6: Awas! Obat keras.Obat wasir jangan ditelan (Anonim, 2004)
3) Obat Keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan
resepdokter.Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam
lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam.Obat psikotropika adalah obat
keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan sarafpusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.(Anonim,
2000)
4) Obat Narkotika dan Psikotropika
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau
bukantanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkanpenurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangisampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan.
Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku (Anonim, 2000).
5) Obat Wajib Apotik (OWA)
Selain memproduksi obat generik, untuk memenuhi
keterjangkauan pelayanan kesehatankhususnya akses obat pemerintah
mengeluarkan kebijakan OWA.OWA merupakan obat keras yang dapat
diberikan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) kepada pasien.Walaupun
APA boleh memberikan obat keras, namun ada persayaratan yang harus
dilakukan dalam penyerahan OWA.Tujuan OWA adalah memperluas
keterjangkauan obat untuk masyarakat,maka obat-obat yang digolongkan dalam
OWA adalah obat yang diperlukan bagikebanyakan penyakit yang diderita
pasien. Antara lain: obat antiinflamasi (asam mefenamat), obat alergi kulit
(salep hidrokotison), infeksi kulit dan mata (salep oksitetrasiklin), antialergi
sistemik (CTM), obat KB hormonal(Anonim,2000).
Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993,kriteria obat yang
dapat diserahkan:
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil,
anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko
pada kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi
di Indonesia.
5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri(Anonim,2000)
Menurut Anief (1997) Pasien harus benar-benar paham dalam memilih obat
sebagai upayapengobatan sendiri.Disinilah peran farmasi apoteker untuk
membimbing danmemilihkan obat yang tepat.Pasien dapat meminta informasi kepada
apotekeragar pemilihan obat lebih tepat.Arti informasi obat bagi rakyat sangat
besar. Spliane (2007) dalam Maulana (2010) Bahwa Semakin lama semakin
banyak orang di seluruh dunia terpaksa menggunakan pendapatan yang terbatas
untuk membeli lebih banyak obat –obatan.Berdasarkan keputusan menteri Kesehatan
No.386 Tahun 1994 tentangperiklanan obat maka iklan harus memenuhi persyaratan
seperti dibawah ini:
2.4. Nyeri
a. Patofisiologi Nyeri
Menurut Mutschler (1991) menyatakan bahwa nyeri adalah gejala penyakit atau
kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan,
melindungi dan memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang tak
mengenakkan, kebanyakan menyiksa dan karena itu berusaha bebas darinya. Salah
satu contoh nyeri yaitu nyeri kepala sebelah.
Rasa nyeri disebabkan rangsangan mekanis (benturan dengan benda tumpul)
atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan
melepaskan zat yang disebut mediator nyeri. Sedangkan rasa nyeri pada gigi dapat
disebabkan adanya infeksi atau peradangan. Kejang atau ketegangan otot dapat
menimbulkan nyeri kepala. Mediator nyeri merangsang reseptor nyeri yang letaknya
pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir dan jaringan lain. Dari tempat ini
rangsang dialirkan melalui syaraf sensoris ke susunan saraf pusat, melalui sumsum
tulang belakang ke talamus kemudian ke pusat nyeri dalam otak besar, dimana
rangsang terasa sebagai nyeri (Anief, 1996).
Pada pengobatan rasa nyeri pemilihan obat tergantung dari jenis nyeri yang
dialami, maka dapatlah digunakan obat- obat sebagai berikut (Tjay dan Raharja,
2002) :
1) Nyeri ringan, seperti sakit gigi, kepala, otot-otot pada infeksi virus, kesleo, obat
yang digunakan yaitu analgetik perifer misalnya asetosal dan parasetamol. 9
2) Nyeri ringan yang menahun, seperti rematik dan artrosis. Obat yang digunakan
yaitu yang berkhasiat anti radang golongan salisilat, ibu profen, dan
indometasin.
3) Nyeri yang hebat, seperti nyeri organ-organ dalam (lambung, usus). Obat yang
digunkan sebaiknya analgetik sentral (narkotik) dengan suatu obat pelawan
kejang, misalnya morfin dengan atropin.
4) Nyeri Hebat menahun, seperti kanker kadang-kadang rematik dan neuralgia.
Dalam hal ini yang digunakan adalah obat-obat yang berkhasiat kuat antara lain
analgetik narkotik fentanil, dekstromoramida atau bezitramida, bila perlu
bersama suatu neuroleptikum dengan kerja analgetik.
c. Analgetik
Analgetik adalah obat yang digunakan untuk menghambat atau mengurangi rasa
sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri adalah sesuatu yang
tidak menyenangkan merupakan sesuatu gejala yang harus dicari penyebabnya dan
sifatnya subyektif bagi setiap individu (Anonim, 1999).
Analgetik berdasarkan farmakologisnya dibagi dalam dua kelompok besar, yakni
(Tjay dan Raharja, 2002) :
a) Analgetik Perifer (non narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Secara kimiawi, analgetik perifer
dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni:
Parasetamol
Salisilat: asetosal, salisilamida, dan benorilat
Penghambat Prostaglandin (NSAID): ibuprofen
Derivat-derivat antranilat: mefenaminat, asam niflumat glafenin,
floktafenin
Derivat-derivat pirazolinon: aminofenazon, isopropil fenazon,
isopropilaminofenazon, dan metamizol
Lainnya: benzidamin (tatum)
Efek samping yang paling umum adalah gangguan lambung usus untuk salisilat,
penghambat prostaglandin (NSAID) dan derivat-derivat pirazolino. Kerusakan darah
untuk parasetamol, salisilat, derivat-derivat antranilat dan derivat-derivat
pirazolinon. Kerusakan hati dan ginjal untuk untuk parasetamol dan penghambat
prostaglandin (NSAID) serta reaksi alergi pada kulit. Efek-efek samping ini terutama
terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu, penggunaan
analgetik secara kontinyu tidak dianjurkan (Tjay dan Rahardja, 2002).
b) Analgetik narkotik,
khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada kanker
(Anief, 1996). Penggunaan untuk jangka waktu lama pada sebagian pemakai
menimbulkan kebiasaan dan ketergantungan (Tjay dan Raharja, 2002). Atas dasar
cara kerjanya, obat-obat ini dapat dibagi dalam tiga kelompok yakni (Tjay dan
Raharja, 2002):
1) Agonis Opiat, yang dapat dibagi dalam alkoloida candu: Morfin, Kodein,
Heroin, dan Nicomorfin.
3) Kombinasi, zat-zat ini juga mengikat pada reseptor opiat, tetapi tidak
mengaktifasi kerjanya dengan sempurna.
a. Parasetamol
Derivat asetanilida ini adalah metabolik dari fenasetin, yang dahulu banyak
digunakan sebagai analgetikum. Khasiatnya analgetis dan antipiretis, tetapi
tidak antiradang (Djamhuri, 1995). Dewasa ini pada umumnya dianggap
sebagai zat anti nyeri yang paling aman juga untuk swamedikasi. Parasetamol
tidak menimbulkan perdarahan lambung, sehingga dapat diminum baik
sesudah maupun sebelum makan. Efek analgetisnya diperkuat oleh kafein
dengan kira-kira 50% dan kodein. Efek samping jarang terjadi, antara lain
reaksi hipersensitifitas dan kelainan darah. Pada dosis yang tinggi dapat
memperkuat efek antikoagulansia dan pada dosis biasa tidak interaktif. Obat
analgetik yang mengandung parasetamol tidak boleh diberikan pada penderita
gangguan hati (Tjay dan Raharja, 2002).
Dosis parasetamol untuk dewasa 500-1000 mg(1-2 tablet) setiap 4-6 jam
sampai 4 g/hari, sedangkan untuk anak-anak usia 2-6 tahun 125-250 mg (1/4-
1/2 tablet) setiap 4-6 jam maksimal empat kali dosis sekali minum (Anonima ,
2007). Pada dosis terapetik parasetamol relatif tidak toksik. Tetapi bila
diberikan dosis yang besar, obat ini menyebabkan nekrosis hati pada hewan
dan manusia. Hepatotoksisitas ini dikaitkan dengan tidak adanya tingkat
glutation hati oleh metabolit elektrofilik dan asetaminofen. Bila tingkat
glutation hati dihilangkan (80% atau lebih), ikatan kovalen dari metabolit
reaktif dengan makromolekul hepatik bertanggung jawab pada nekrosis hati
yang diamati (Manfred,1994).
b. Asetosal
Asetosal adalah obat anti nyeri tertua yang sampai saat ini paling banyak
digunakan di seluruh dunia. Efek samping yang paling sering terjadi berupa
iritasi mukosa lambung dengan resiko tukak lambung. Selain itu asetosal
menimbulkan efek-efek spesifik seperti pada alergi kulit dan tinitus pada dosis
lebih tinggi, efek yang lebih serius adalah kejang-kejang bronkhi hebat. Selain
itu asetosal atau aspirin tidak boleh diberikan pada orang menderita asma
(Tjay dan Raharjo,2002).
c. Asam Mefenamat
d. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan
dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
yaitu:
a. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah.
b. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (aplication), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (analysis), sesuatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis), menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi
yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007)