Puji syukur senantiasa penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena berkahnya penulis dapat menyelesaikan Makalah Komunikasi,
Informasi dan Edukasi yang berjudul “8 Kriteria KIE Ideal”. Penyusunan
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Komunikasi, Informasi dan Edukasi.
Selain itu tujuan dari penyusunan makalah ini juga untuk menambah wawasan
kita secara meluas.
Kami juga mengucapkan terima kasih Ibu Ratna Sari Dewi M. Farm.,
Apt selaku dosen Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang telah membimbing
kami agar dapat menyelesaikan makalah ini. Akhirnya kami menyadari bahwa
makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran agar penyusunan makalah
selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih
dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Metode WWHAM
W: Who is the patient and what are the symptoms (siapakah pasien dan
apa gejalanya)
H: How long have the symptoms (berapa lama timbunya gejala)
A: Action taken (Tindakan yang sudah dilakukan)
M: Medication being taken (obat yang sedang digunakan)
2. Metode ASMETHOD
A: Age / appearance (usia pasien)
S: Self or someone else (dirinya sendiri atau orang lain yang sakit)
M: Medication (pengobatan yang sudah dilakukan untuk mengatasi gejala
sakit)
E: Extra medication (regularly taken on preskription or OTC) (pengobatan
yang sedang digunakan baik dengan resep maupun dengan non resep)
T: Time symptoms (lama gejala)
H: History (riwayat pasien)
O: Other symptoms (gejala yang dialami pasien)
D: Danger symptoms (gejala yng berbahaya) (Blenkinsopp dan Paxton,
2002).
2.1.2 Rekomendasi
Rekomendasi merupakan saran menganjurkan yang diberikan petugas
apotek kepada pasien swamedikasi yaitu dapat berupa rujukan ke dokter ataupun
rekomendasi obat (Blenkinsopp dan Paxton, 2002). Swamedikasi yang
bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan,
khasiat dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai
dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien. Obat-obat yang termasuk dalam
golongan obat bebas dan bebas terbatas merupakan golongan obat yang relatif
aman digunakan untuk swamedikasi. Apoteker memiliki tanggung jawab
profesional untuk merekomendasikan kepada pasien agar segera mencari nasehat
medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi
(Menkes RI, 2006).
1. Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa lain “communis” yang berarti “bersama”.
Sedangkan menurut kamus, definisi komunikasi dapat meliputi ungkapan-
ungkapan seperti berbagai informasi atau pengetahuan, memberi gagasan atau
bertukar pikiran, informasi, atau yang sejenisnya dengan tulisan atau ucapan.
Definisi lain terbatas pada situasi stimulas-response. Pesan dengan sengaja
disampaikan untuk mendapat respon, seperti pertanyaan yang diajukan
memerlukan jawaban, instruksi yang diberikan perlu diikuti.
Komunikasi dapat dilakukan secara verbal atau nonverbal. Verbal berarti
dengan kata-kata baik secara lisan maupun tertulis, sedangkan nonverbal berarti
tanpa kata-kata. Lima proses komunikasi verbal meliputi berbicara, menulis,
mendengarkan, dan berpikir (komunikasi dengan menggunakan pikiran hanya
untuk komunikasi dengan diri sendiri) (Machfoedz, 2009).
Menurut Leary (2009) dalam Komunikasi Keperawatan, komunikasi
merupakan proses transaksi multidimensional yang ditentukan oleh interaksi yang
terjadi di antara pihak komunikator dan komunikan. Respon komunikan sangat
dipengaruhi oleh perlakuan pihak komunikator.
Komunikasi merupakan salah satu aspek penting yang mutlak dikuasai
oleh seorang farmasis dalam melakukan praktek kefarmasian khususnya di
masyarakat. Apoteker yang handal dalam komunikasi akan mampu memberi
penjelasan dengan baik dan jelas kepada pengguna jasa atau layanan kefarmasian
baik itu pasien, tenaga kesehatan maupun pihak lain yang terkait dengan
pekerjaannya. Seorang Apoteker yang komunikatif tentunya tidak cukup dengan
hanya mampu menjelaskan saja tetapi akan menjadi nilai tambah jika dapat
memberi pemahaman dan mengedukasi pengguna sehingga pengguna benar-benar
merasakan manfaat dari layanan yang diberikan Apoteker (Utami dan
Hermansyah, 2012)
Idealnya, maka farmasis baik diminta ataupun tidak harus selalu pro aktif
melaksanakan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) mengenai obat sehingga
dapat membuat pasien merasa aman dengan obat yang dibeli (Susyanty dan
Hayanti, 2007)
Tingkat kejelasan pengertian yang diberikan apoteker tentang obatnya
sangatlah penting. Istilah medik selalu harus dihindari karena pasien kebanyakan
pasien tidak akan mengerti dengan kata-kata umum yang digunakan dalam
lingkungan medik. Pasien jarang bertanya arti suatu istilah medik, menganggap
itu sebagai suatu informasi yang tidak berguna. Menguasai suatu kosa kata yang
cukup sederhana bagi pasien untuk dimengerti sewaktu menerangkan suatu
pengobatan, sangat penting untuk keberhasilan edukasi. Pasien yang gagal
mengerti instruksi dari resep sering menyebabkan gagal kemauan, karena itu
informasi harus disajikan kepada pasien dalam bahasa yang ia dapat mengerti
(Siregar, 2005)
2) Komunikasi Non-verbal
Komunikasi Non-verbal adalah penyampaian pesan dengan isyarat-isyarat
tertentu tanpa disertai kata-kata disebut komunikasi non-verbal pesan non-verbal
dapat memperkuat pesan yang disampaikan secara verbal (Machfoedz, 2009)
Seorang farmasis harus menyadari pentingnya komunikasi nonverbal
dalam dalam pelayanan KIE, karena itu, seorang farmasis harus secara tetap
memerhatikan berbagai tanda non-verbal, seperti tanda cemas, marah, atau malu.
Banyak studi menunjukkan bahwa komunikasi non-verbal, sama penting
dengan komunikasi verbal. Ada berbagai kaidah yang mudah untuk diingat
apabila memberikan KIE pada pasien dan akan menghasilkan komunikasi yang
lebih baik (Siregar, 2005)
b. Proses Komunikasi
Proses komunikasi pada hakekatnya adalah penyampaian pikiran atau
perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran
bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain. Perasaan bisa berupa
keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian,
kegairahan, dan sebagainya dari lubuk hati (Susanti, 2007).
2) Menyampaikan Informasi
Menyampaikan informasi merupakan suatu tindakan penyuluhan
kesehatan yang ditujukan kepada pasien dan keluarga.Tujuan tindakan ini
adalah untuk memfasilitasi klien dalam pengambilan keputusan.
Penyampaian informasi perlu memperhatikan faktor-faktor sebagai
berikut:
a) Menggunakan bahas yang sederhana agar mudah dipahami oleh
pasien
b) Menggunakan kata-kata yang jelas
c) Menggunakan kata-kata yang positif
d) Menunjukkan sikap bersemangat. (Machfoedz, 2009)
2. Informasi
Informasi adalah pesan yang disampaikan seseorang komunikator kepada
komunikan. Obat adalah produk khusus yang memerlukan pengamanan bagi
pemakainya, sehingga pasien sebagai pemakai perlu dibekali informasi yang
memadai untuk mengkonsumsi suatu obat. Informasi yang dibutuhkan pasien,
pada umumnya adalah informasi praktis dan kurang ilmiah dibandingkan dengan
informasi yang dibutuhkan professional kesehatan. Informasi obat diberikan
apoteker sewaktu menyertai kunjungan timmedik ke ruang pasien; sedangkan
untuk pasien rawat jalan, informasi diberikan sewaktu penyerahan obatnya
(Siregar, 2005).
Tidak ada rumus untuk jumlah informasi yang harus apoteker berikan
kepada pasien. Pada umumnya, pasien menghendaki informasi yang cukup dan
akan membantunya menyelesaikan terapi semudah dan seaman mungkin (Siregar,
2005).
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi (Witjaksono, 2009)
Aspek-aspek yang perlu diinformasikan pada saat menyerahkan obat
kepada pasien, setidaknya harus diberikan informasi mengenai hal-hal sebagai
berikut :
1. Nama obat,
2. Indikasi,
3. Aturan pakai : dosis rute (oral, topikal), frekuensi penggunaan, waktu
minum obat (sebelum/sesudah makan, tidak bersamaan dengan obat lain)
4. Cara menggunakan :
a. Sediaan berbentuk sirup/suspensi harus dikocok terlebih dahulu.
5. Cara penyimpanan
7. Apa yang harus dilakukan jika terlupa minum atau menggunakan obat
3. Edukasi
Edukasi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan
pengetahuan tentang obat dan pengobatan serta mengambil keputusan bersama
pasien setelah mendapatkan informasi, untuk tercapainya hasil pengobatan yang
optimal (Witjaksono, 2009).
Pentingnya memberikan edukasi kepada pasien adalah untuk
memberitahukan kepada pasien agar ia tidak merasa merendah diri dengan
keadaannya. Juga untuk memberitahukan mengenai terapi yang digunakan.
Terlebih jika pasien menggunakan obat tersebut untuk jangka waktu yang lama
(ISFI, 2010)
Edukasi pasien bukan saja suatu tanggung jawab etika, melainkan juga
tanggung jawab hukum medis (medical-legal). Apoteker yang gagal
mendiskusikan kontraindikasi dan reaksi merugikan tertentu, dapat dituntut secara
hukum jika suat reaksi yang signifikan terjadi. Misalnya, seorang apoteker
mempunyai tanggung jawab untuk memberi peringatan pada seorang pasien,
tentang bahaya mengoperasikan mesin besar dan menyetir mobil apabila sedang
menggunakan obat sedatif (Siregar, 2005).
Pentingnya tentang penyampaian KIE itu sendiri bertujuan agar
penyampaian informasi dan edukasi mengenai obat dapat mencegah terjadinya
medication error (kejadian yang tidak diharapkan) dalam menggunakan obat
karena sudah menjadi tanggung jawab seorang farmasis terhadap keselamatan
pasiennya, dan idealnya seorang farmasis baik diminta atau pun tidak harus selalu
pro aktif melaksanakan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) mengenai obat
sehingga dapat membuat pasien merasa aman dengan obat yang dibeli (Susyanty
dan Hayanti, 2007)
Menurut Bissel, deskripsi kriteria yang harus dipenuhi saat memberikan KIE
adalah 8 kriteria KIE ideal, yaitu meliputi keterampilan komunikasi umum,
informasi apa saja yang dikumpulkan oleh staf apotek, bagaimana cara informasi
dikumpulkan, hal yang harus dipertimbangkan apoteker sebelum memberi
KIE/saran, kerasionalan isi KIE/saran, bagaimana cara saran diberikan,
kerasionalan pemilihan produk obat, dan saat merujuk ke dokter.(Arenatha, 2014)