Anda di halaman 1dari 9

TUGAS INDIVIDU

FARMAKOTERAPI II

“KASUS GERD”

OLEH :

NAMA : PUJA

NIM : O1A118234

KELAS :D

DOSEN : apt. SUNANDAR IHSAN, S.Farm., M.Sc.

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
KASUS GERD

Seorang pria umur 45 tahun BB 105, TB 180 cm datang ke klinik mengeluh rasa
terbakar di dada, regurgitasi dan susah menelan makanan. Saat ini mengkonsumsi
omeprazole 20 mg setiap pagi dalam satu bulan terakhir tanpa perbaikan. Riwayat alergi
ramipril dengan manifestasi susah bernapas dan bibirbengkak.

Riwayat penyakit dyslipidemia, DM tipe 2 dan hipertensi sudah 20 tahun yang


seluruhnya terkontrol oleh pengobatan. Bekerja sebagai satpam di sekolah dasar dan hidup
dengan istri dan seorang putrinya yang masih remaja. Dia juga perokok sebanyak 2 setengah
bungkus per hari.

Riwayat pengobatan metformin 500 mg dua kali/hari, HCT 12,5 mg/hari, amlodipine
10 mg/hari, atorvastatin 20 mg/hari saat mau tidur.

Hasil pemeriksaan fisik, VS; TD 125/72 mmHg, Nadi 82/menit, Pernapasan


16kali/menit, Suhu 370C.

Pertanyaan:

1. Apa simtom yang menunjukkan GERD dan termasuk dalam klasifikasi apa GERD pasien?

2. Apa faktor risiko yang dapat memperburuk/berkontribusi terhadap kondisi GERD pasien?

3. Bagaimana terapi non farmakologi dan farmakologi pada pasien? Apakah omeprazole tetap
akan digunakan atau tidak

JAWAB

A. Identifikasi Pasien

Berdasarkan kasus tersebut, pasien dapat diidentifikasi sebagai berikut:

Diketahui :

Umur : 45 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Tanda dan gejala

Sakit seperti terbakar pada dada. Regurgitasi ,dan susah saat menelan makanana
Riwayat Kesehatan

Dyslipidemia, diabetes melitus selama tipe 2 dan hipertensi selama 20 tahun yang seluruhya
terkontrol oleh pengobatan dan merokok sebanyak 2 setengah bungkus perhari

Data Laboratorium dan Pengujian Fisik

Tekanan darah 125,8 mmHg Tidak normal


Laju nafas 16 x menit Tidak Normal
Nadi 82 denyut/menit Tidak Normal
Suhu tubuh 37,50C Normal

B. Tata Laksana Terapi

1. Apa simtom yang menunjukkan GERD dan termasuk dalam klasifikasi apa
GERD pasien?

Simton yang menunjukan GERD pada pasien ini yaitu dengan Rasa terbakar di dada
(heartburn) dan susah bernapas regurgitasi dan susah menelan makanan, Selain itu ada
beberapa hal lainnya yang menjadi faktor risiko penyebab GERD yaitu obesitas dan merokok
dimana pasien ini mengkonsumsi rokok dua setengah bungkus perhari.

Diagnosis presumtif ditegakan dengan pendekatan gejala adanya heatburn dan regurgitrasi.
Ketiga diagnosis presumtif ditegakan, dapat dimulai diberikan terapi PPI secara empiris.
2. Apa faktor risiko yang dapat memperburuk/berkontribusi terhadap kondisi
GERD pasien?
Hal ini biasanya bisa semakin memburuk ketika Anda selesai makan, sedang
berbaring atau membungkuk. Secara garis besarnya, gejala penyakit GERD adalah:
Merasa seperti ada makanan yang tersangkut di dalam kerongkongan, sulit menelan,
serta cegukan.Mengalami sensasi panas seolah terbakar di dada (heartburn), yang bisa
menyebar sampai ke leher. Sakit atau nyeri pada dada. Timbul rasa asam atau pahit di
mulut. Ada cairan atau makanan yang naik dari dalam perut ke bagian mulut.
Masalah pernapasan, seperti batuk kronis dan asma.Suara serak.Sakit tenggorokan.
Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan Anda untuk mengalam
penyakit GERD adalah sebagai berikut:
o Obesitas
o Mengalami masalah pada jaringan ikat, contohnya scleroderma
o Ada tonjolan di perut bagian atas yang bisa naik sampake diafragma (hiatal
hernia) Pengosongan perut yang memakan waktu lama

Selain itu, beberapa hal lainnya yang juga dapat turut memperburuk GERD adalah
sebagai berikut:
o Merokok
o Makan makanan dalam jumlah banyak sekali makan
o Waktu makan terlalu dekat dengan waktu tidur
o Terlalu banyak makan makanan tertentu (pemicu), seperti makanan berlemak
dan gorengan
o Minum kopi
o Minum teh
o Minum alkohol
o Mengonsumsi obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), seperti aspirin

3. Bagaimana terapi non farmakologi dan farmakologi pada pasien? Apakah


omeprazole tetap akan digunakan atau tidak
1. Terapi non farmakologi
Penatalaksanaan GERD tanpa obat yang saat ini direkomendasikan karena didasari
oleh bukti penelitian yang cukup antara lain: 1) menurunkan berat badan bagi pasien
yang overweight (kelebihan berat badan) atau yang baru saja mengalami peningkatan
berat badan, serta 2) menaikkan posisi kepala pada saat tidur dan tidak makan 2-3 jam
sebelum waktu tidur malam untuk pasien yang mengalami gejala refluks di malam
hari (nocturnal GERD).
 Penurunan berat badan
Penurunan Berat Badan Obesitas diduga menyebabkan GERD melalui berbagai faktor
antara lain meningkatkan: 1) perubahan (gradient) tekanan sfingter gastroesofagus, 2)
kejadian hiatal hernia, 3) tekanan intra-abdomen, dan 4) pengeluaran enzim pankreas
dan empedu.9 Bukti penelitian epidemiologis yang ada mengenai hal ini masih saling
bertentangan, meskipun sebagian besar mendukung hubungan GERD dengan
obesitas.9,10 Dua meta-analisis dari penelitian epidemiologis di Amerika
menunjukkan
Penatalaksanaan Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
adanya hubungan antara indeks massa tubuh (body mass index, BMI) dengan GERD.
Salah satu meta-analisis menyatakan bahwa bila dibandingkan dengan orang yang
tidak overweight dan tidak obesitas, gejala GERD lebih banyak dialami oleh orang
overweight (BMI 25-30 kg/m2) sebesar 1,43 kali (OR 1,43; 95% CI 1,158-1,774), dan
oleh obesitas (BMI >30 kg/m2) sebesar hampir 2 kali (OR 1,94; 95% CI 1,468-
2,566). Sementara itu, 2 studi berbasis populasi dan 2 studi cross sectionaldi Australia
dan beberapa negara Eropa tidak menunjukkan adanya hubungan tersebut. Perbedaan
ini diperkirakan terjadi karena 1) perbedaan etnis, 2) banyaknya mekanisme
patogenesis GERD, yang mana tidak semua mekanisme tersebut berhubungan dengan
atau dipengaruhi oleh adanya obesitas, serta 3) perbedaan metodologi penelitian.
Peningkatan berat badan pasien yang mempunyai BMI normal juga berhubungan
dengan munculnya gejala GERD baru.10 Penurunan berat badan terbukti
berhubungan dengan berkurangnya gejala GERD. Berdasarkan satu kajian sistematis,
terdapat 5 penelitian mengenai hal ini.9 Satu studi tak terkontrol (n = 34 pasien
obesitas) dalam kajian sistematis tersebut menunjukkan penurunan berat badan
berkorelasi signifikan dengan pH esofagus (OR 0,55; p<0,001). Ketiga penelitian
lainnya juga menunjukkan korelasi positif, sementara hanya 1 penelitian (n = 20
pasien obesitas dan refluks esofagitis) yang menunjukkan tidak ada perbedaan gejala
refluks antara kelompok kontrol dan kelompok pasien yang menurunkan berat badan
sebesar 10% setelah 6 bulan.9 Efek penurunan berat badan yang diinduksi oleh
tindakan operasi atau endoskopik juga dievaluasi. Terjadi penurunan signifikan
paparan asam terhadap mukosa esofagus selama penurunan berat badan menggunakan
balon intragastrik. Perbaikan gejala GERD juga terjadi setelah berat badan diturunkan
menggunakan metode operasi bariatrik dan Roux-en-Y gastric bypass.4,10 Suatu
studi kasus-kontrol yang besar menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kelompok
kontrol, wanita yang menurunkan berat badannya sebesar 3,5 kali berat badan
kelompok kontrol, mengalami penurunan frekuensi gejala refluks sebesar 40%.
 Menaikkan Posisi Kepala ketika Tidur
Menaikkan Posisi Kepala ketika Tidur Posisi berbaring datar ketika tidur diperkirakan
meningkatkan risiko refluks esofagus. Terdapat 3 penelitian terkait dengan manfaat
menaikkan posisi kepala ketika tidur. Penelitian pertama (n = 63 pasien)
membandingkan berbagai posisi tubuh, antara lain: duduk, berbaring dan menaikkan
posisi kepala saat tidur. Hasilnya, dibandingkan dengan pasien yang tidur datar,
pasien yang menaikkan posisi kepala ketika tidur dengan menggunakan
blok/penyangga setinggi 28 cm secara signifikan mengalami episode dan gejala
refluks lebih sedikit, durasi refluks lebih singkat, dan pembersihan asam lebih
cepat.Penelitian kedua, randomised trial, membandingkan antara tidur menggunakan
bantalan, tidur dengan posisi kepala dinaikkan, dan tidur datar. Hasilnya, tidur dengan
posisi kepala dinaikkan berhubungan secara signifikan dengan berkurangnya paparan
asam pada esofagus bila dibandingkan dengan tidur secara datar. Pada penelitian acak
lainnya, pada pasien dengan gejala refluks yang diobati dengan golongan penghambat
pompa proton (proton pump inhibitors, PPIs) dan cisapride, tidak ada hubungan
antara menaikkan posisi kepala selama 2 minggu dengan perbedaan penggunaan
antasid atau perbaikan gejala, sehingga intervensi ini tampaknya efektif pada sebagian
pasien saja.9 Contoh posisi menaikkan kepala ketika tidur dapat dilihat pada gambar
1.
 Menghindari Makan Terlalu Malam
Menghindari Makan Terlalu Malam Satu kajian sistematis dari 2 penelitian
menyelidiki efek waktu makan di malam hari terhadap keasaman lambung selama 24
jam pada subyek sehat. Penelitian pertama menunjukkan makan pada pk. 18.00
menghasilkan pH lambung yang lebih rendah dibandingkan makan pada pk. 21.00
(median pH 1,39 vs 1,67; p<0,01), namun ini hanya terjadi antara tengah malam dan
pk. 07.00 pagi. Studi kedua dilakukan pada 10 pasien sehat menunjukkan bahwa
keasaman lambung 24 jam dan malam hari tidak dipengaruhi oleh perubahan waktu
makan malam
Beberapa penatalaksanaan nonfarmakologi yang juga direkomendasikan antara lain:
berhenti merokok dan menghindari konsumsi makanan yang dapat memicu gejala
GERD (contoh: coklat, jeruk,kopi, makanan berlemak, makanan pedas, minuman
berkarbonasi, dan alkohol dihentikan. (
2. Terapi farmakologi

Farmakologi : Melanjutkan penggunan Omeprazole 20 mg sehari selama 1 bulan


karena pemakaian sebelumnya hanya 1 bulan dimana seharusnya pengobatan dengan
omeprazole adalah 4 – 8 minggu sehingga dalam pemakaian belum menunjukkan
adanya perbaikan. Apabila dari penggunaan selama 8 minggu belum terlihat adanya
perbaikan maka pasien disarankan untuk melakukan endoskopi

C. Komunikasi, Informasi dan Edukasi


 Memberi informasi kepada pasien tentang modifikasi gaya hidup yang harus
dipatuhi selama terapi, termasuk berhenti merokok, penurunan berat badan,
mengangkat kepala tempat tidur, makan makanan yang lebih kecil, dan
menghindari makan sebelum tidur.
 Memberi informasi kepada pasien bahwa rokok, obesitas, obat-obatan (calcium
channel blocker) dan lain-lain menyebabkan GERD sehingga faktor tersebut harus
dihindari pasien.
 Memberi informasi kepada pasien waktu untuk meminum obat.
 Memberi informasi kepada pasien bahwa omeprazole memiliki efek samping
berupa paraesthesia (kesemutan, tertusuk, atau terbakar pada kulit yang umumnya
dirasakan di tangan, kaki, lengan, dan tungkai), vertigo, alopesia (kerontokan
rambut), dan lain-lain.
 Memberi informasi kepada pasien, obat-obat yang dapat berinteraksi dengan
omeprazole ketika diminum bersamaan (ketoconazoole, itraconazole, warfarin,
diazepam, cyclosporin, phenytoin, dan teofilin).
 Memberi informasi kepada pasien, gejala atau tanda yang harus dilaporkan kepada
dokter seperti (nyeri terus menerus, disfagia, penurunan berat badan, dan rasa
sesak).

D. Monitoring dan Evaluasi


 Memantau adanya tanda atau gejala komplikasi.
 Memantau frekuensi dan tingkat keparahan gejala pasien.
 Memantau dan menentukan apakah perawatan pemeliharaan jangka panjang
diperlukan setelah menyelesaikan terapi awal.
 Memantau adanya gejala atipikal seperti batuk, asma non alergi, atau nyeri dada
pada pasien.
 Mengevaluasi pasien terhadap adanya reaksi obat yang merugikan, alergi obat, dan
interaksi obat.
DAFTAR PUSTAKA

Chisholm-Burns, M.A., Schwinghammer T.L., Wells B.G., Malone P.M., Koloesar J.M., dan
Dipiro J.T., 2016, Pharmacotherapy Principles and Practice, Mc Graw-Hill
Campenies: New York.
Tarigan, R, C., dan Bogi, P., 2019, Analisis Faktor Risiko Gastroesofageal Refluks di RSUD
Saiful Anwar Malang, Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, Vol. 6, No. 2.

Anda mungkin juga menyukai