Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat tradisional Indonesia telah berabad-abad lamanya dipergunakan
secara luas oleh masyarakat Indonesia, meskipun masih banayak bahan baku
standar yang belum memiliki persyaratan resmi. Obat tradisional pada umumnya
menggunakan bahan-bahan alam yang lebih dikenal sebagai simplisia. Simplisia
ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan.
Semakin maraknya penggunaan obat tradisional berdasarkan khasiat yang
turun temurun semakin memperluas kesempatan terjadinya pemalsuan simplisia
bahkan ada beberapa jamu yang mengandung bahan kimia obat (BKO) yang telah
jelas dilarang penambahannya baik sengaja maupun tidak disengaja kedalam
produk obat tradisional.
Oleh karena itu, maka diperlukan adanya analisis terhadap sediaan jamu
yang beredar dipasaran yang meliputi analisis makroskopik dan mikroskopik serta
analisis kimia untuk melindungi masyarakat luas dari peredaran obat tradisional
yang mengandung simplisia palsu maupun bahan kimia obat.

1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui cara pembuatan simplisia rimpang kencur
1.2.2 Untuk mengetahui cara melakukan pemeriksaan mutu dan
standardisasi
1.2.3 Untuk mengetahui parameter spesifik dan non spesifik
1.2.4 Untuk mengetahui fitoterapi dari obat tradisional jamu
1.2.5 Untuk mengetahui fitoterapi dari obat herbal terstandar
1.2.6 Untuk mengetahui fitoterpi dari obat fitofarmaka

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat Tradisional


Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa perlu terus
dilestariakan dan dikembangkan untuk menunjang pembangunan kesehatan
sekaligus untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Produksi, dan penggunaan
obat tradisional di Indonesia memperlihatkan kecendrungan terus meningkat, baik
jenis maupun volumenya. Perkembangan ini telah mendorong pertumbuhan usaha
di bidang obat tradisional, mulai dari usaha budidaya tanaman obat, usaha industri
obat tradisional, penjaja dan penyeduh obat tradisional atau jamu. Bersamaan itu
upaya pemanfaatan obat tradisional dalam pelayanan kesehatan formal juga terus
digalakkan melalui berbagai kegiatan uji klinik kearah pengembangan fito
farmaka (Ditjen POM, 1999).
Meningkatkan produksi, peredaran dan penggunaan obat tradisional, di sisi
lain dicemari oleh beredarnya obat tradisional yang tidak terdaftar, obat
tradisional yang mengandung bahan kimia obat atau mengandung bahan-bahan
berbahaya lainnya serta obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu.
Peredaran dan penggunaan obat tradisional seperti ini selain sangat
membahayakan kesehatan/jiwa konsumen juga merusak citra obat tradisional
secara keseluruhan.
Guna melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat tradisional
yang tidak terdaftar atau tidak memenuhi syarat , ditempuh berbagai langkah
strategis, antara lain penyebaran informasi yang cukup kepada masyarakat dan
pengusaha, termasuk informasi mengenai peraturan perundangan-undangan yang
berlaku di bidang obat tradisional (Ditjen POM, 1999).
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan
tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman. Pengobatan tradisional. (Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992
tentang kesehatan)

2
Obat tradisional menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI. No.
179/Men.Kes/Per/VII/1976 Tentang Produksi dan Distribusi Obat Tradisionil
adalah obat jadi atau obat berbungkus yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan,
hewan, mineral dan atau sediaan galeniknya atau campuran bahan-bahan tersebut
yang belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan
berdasarkan pengalaman :
- bahan alam
- bedasarkan pengalaman
Obat tradisional menurut Peraturan Menteri Kesehatan
RI.No.246/Men.Kes/Per/V/1990 Tentang Izin Usaha IOT dan Pendaftaran O.T
Dan Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan Adalah bahan atau
ramuan bahan, yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik) atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun
telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Tahun 1976, merupakan awal pengembangan O.T di Indonensia dengan
dibentuknya direktorat pengawasan obat tradisional, pada direktorat pengawan
obat dan makanan, departemen kesehatan.

Obat tradisional dilarang mengandung:

etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang
pemakaiannya dengan pengenceran bahan kimia obat yang merupakan hasil
isolasi atau sintetik berkhasiat obat narkotika atau psikotropika dan atau bahan
lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau berdasarkan penelitian
membahayakan kesehatan yang jenisnya ditetapkan dengan Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makan.

Obat tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam bentuk sediaan:


a. Intravaginal
b. tetes mata
c. parenteral

3
Obat tradisional tersedia dalam berbagai bentuk yang dapat diminum atau
ditempelkan pada permukaan pada permukaan kulit. Tetapi tidak tersedia dalam
bentuk suntikan atau aerosol. Dalam bentuk sediaan obat- obat tradisional ini
dapat berbentuk serbuk yang menyerupai bentuk sediaan obat modren, kapsul,
tablet, serbuk, larutan, ataupun pil (BPHN, 1993).
Berdasarkan undang-undang kesehatan bidang farmasi dan kesehatan,
yang dimaksud dengan Obat bahan Alam Indonesia adalah Obat bahan Alam yang
diproduksi di Indonesia. Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim
penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat bahan Alam Indonesia
dikelompokkan menjadi : Jamu, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka.

2.1.1 Simplisia

Simplisia berasal dari kata simpleks atau simple yang berarti sederhana.
Sederhana artinya mengacu pada istilah bahan-bahan obat yang masih dalam
wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk apapun. Departemen
kesehatan menyatakan bahwa simplisia adalah bahan alami yang di gunakan
untuk obat yang belum mengalami proses apapun juga, kecuali dinyatakan lain
merupakan bahan yang sudah dikeringkan. Berdasarkan hal tersebut, maka
simplisia di golongkan sebagai berikut :

1. Simplisia nabati

Simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat


tanaman, atau gabungan antara ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang
secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan
dari selnya.eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan nabati lainnya yang
dengan cara –cara tertentu di keluarkan / diisolasi dari tanamannya.

Contoh : piperis nigri fructus (berupa buah)

2. Simplisia hewani

Simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berkhasiat yang dihasilkan oleh
hewan dan berupa bahan kimia murni.

4
Contoh : mel depuratum (madu)

3. Simplisia mineral atau pelikan

Simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah
diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni. Contoh :
serbuk seng

Dalam penyiapan atau pembuatan simplisia, tahapan yang perlu


diperhatikan adalah :

a. Bahan baku simplisia

Dalam pembuatan simplisia, kualitas bahan baku simplisia merupakan


faktor yang penting yang perlu diperhatikan. Sumber bahan baku dapat berupa
tumbuhan, hewan, maupun mineral. Simplisia nabati yang ideal dapat ditinjau dari
asal tumbuhan tersebut. Tumbuhan tersebut dapat berasal dari tanaman budidaya
maupun tumbuhan liar.

b. Tanaman budidaya

Tanaman ini sengaja dibudidaya untuk itu bibit tanaman harus dipilih yang
baik, ditinjau dari penampilan dan kandungan senyawa berkhasiat, atau dengan
kata lain berkualitas atau bermutu tinggi. Simplisia yang berasal dari tanaman
budidaya selain berkualitas, juga sama rata atau homogen sehingga dari waktu ke
waktu akan dihasilkan simplisia yang bermutu. Dari simplisia tersebut akan
dihasilkan produk obat tradisional yang “reproducible”. Perlu diperhatikan pula
bahwa tanaman budidaya dapat bervariasi kualitasnya bila ditanam secara
monokultur (tanaman tunggal) dibanding dengan tanaman tumpangsari. Demikian
juga terdapat faktor lain yang berpengaruh terhadap penampilan dan kandungan
kimia suatu tanaman,antara lain tempat tumbuh, iklim, pemupukan, waktu panen,
pengolahan pasca panen dan sebagainya.

c. Tumbuhan liar

5
Tumbuhan liar artinya tumbuhan tersebut tidak dibudidaya atau tumbuh
liar. Sebetulnya tumbuhan liar tersebut dapat dibudidayakan. Namun hal ini jarang
dilakukan oleh petani karena tradisi atau kebiasaan. Agar bahan tumbuhan yang
berasal dan tumbuhan liar ini mutunya dapat dipertahankan, diperlukan
pengawasan kualitas secara intern yang baik.

Apabila suatu bahan baku simplisia yang berasal dari tumbuhan liar ini
melangka, padahal permintaan pasar tinggi, maka sering kita jumpai adanya
pemalsuan. Dan pengalaman dapat kita lacak kemudian dicatat asal-usul bahan
tumbuhan yang berasal dari tumbuhan liar tersebut, kita periksa kadar bahan
berkhasiat, sehingga kita dapat memilih bahan simplisia serupa untuk produk kita
di masa mendatang.

Setelah dilakukan pemanenan bahan baku simplisia, maka tahapan


penanganan pasca panen adalah sebagai berikut :

a. Sortasi basah

Tahap ini perlu dilakukan karena bahan baku simplisia harus benar dan
murni, artinya berasal dari tanaman yang merupakan bahan baku simplisia yang
dimaksud, bukan dari tanaman lain. Dalam kaitannya dengan ini, perlu dilakukan
pemisahan dan pembuangan bahan organik asing atau tumbuhan atau bagian
tumbuhan lain yang terikut. Bahan baku simplisia juga harus bersih, artinya tidak
boleh tercampur dengan tanah, kerikil, atau pengotor lainnya (misalnya serangga
atau bagiannya).

b. Pencucian

Pencucian seyogyanya jangan menggunakan air sungai, karena


cemarannya berat. Sebaiknya digunakan air dari mata air, sumur, atau air ledeng
(PAM). Setelah dicuci ditiriskan agar kelebihan air cucian mengalir. Ke dalam air
untuk mencuci dapat dilarutkan kalium permanganat seperdelapan ribu, hal ini
dilakukan untuk menekan angka kuman dan dilakukan untuk pencucian rimpang.

c. Perajangan

6
Banyak simplisia yang memerlukan perajangan agar proses pengeringan
berlangsung lebih cepat. Perajangan dapat dilakukan “manual” atau dengan mesin
perajang singkong dengan ketebalan yang sesuai. Apabila terlalu tebal maka
proses pengeringan akan terlalu lama dan kemungkinan dapat membusuk atau
berjamur. Perajangan yang terlalu tipis akan berakibat rusaknya kandungan kimia
karena oksidasi atau reduksi. Alat perajang atau pisau yang digunakan sebaiknya
bukan dan besi (misalnya “stainless steel” eteu baja nirkarat).

d. Pengeringan

Pengeringan merupakan proses pengawetan simplisia sehingga simplisia


tahan lama dalam penyimpanan. Selain itu pengeringan akan menghindari
teruainya kandungan kimia karena pengaruh enzim. Pengeringan yang cukup akan
mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan kapang (jamur). Jamur Aspergilus
flavus akan menghasilkan aflatoksin yang sangat beracun dan dapat menyebabkan
kanker hati, senyawa ini sangat ditakuti oleh konsumen dari Barat.

Menurut persyaratan obat tradisional tertera bahwa Angka khamir atau


kapang tidak Iebih dari 10-4. Mikroba patogen harus negatif dan kandungan
aflatoksin tidak lebih dari 30 bagian per juta (bpj). Tandanya simplisia sudah
kering adalah mudah meremah bila diremas atau mudah patah. Menurut
persyaratan obat tradisional pengeringan dilakukan sampai kadar air tidak lebih
dari 10%.

Cara penetapan kadar air dilakukan menurut yang tertera dalam Materia
Medika Indonesia atau Farmakope Indonesia. Pengeringan sebaiknya jangan di
bawah sinar matahari langsung, melainkan dengan almari pengering yang
dilengkapi dengan kipas penyedot udara sehingga terjadi sirkulasi yang baik. Bila
terpaksa dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari maka perlu ditutup
dengan kain hitam untuk menghindari terurainya kandungan kimia dan debu.

Agar proses pengeringan berlangsung lebih singkat bahan harus dibuat rata
dan tidak bertumpuk. Ditekankan di sini bahwa cara pengeringan diupayakan
sedemikian rupa sehingga tidak merusak kandungan aktifnya.

7
e. Sortasi kering

Simplisia yang telah kering tersebut masih sekali lagi dilakukan sortasi
untuk memisahkan kotoran, bahan organik asing, dan simplisia yang rusak karena
sebagai akibat proses sebelumnya.

f. Pengepakan dan penyimpanan

Bahan pengepak harus sesuai dengan simplisia yang dipak. Misalnya


simplisia yang mengandung minyak atsiri jangan dipak dalam wadah plastik,
karena plastik akan menyerap bau bahan tersebut. Bahan pengepak yang baik
adalah karung goni atau karung plastik. Simplisia yang ditempatkan dalam karung
goni atau karung plastik praktis cara penyimpanannya, yaitu dengan ditumpuk.
Selain itu, cara menghandelnya juga mudah serta cukup menjamin dan melindungi
simplisia di dalamnya. Pengepak lainnya digunakan menurut keperluannya.
Pengepak yang dibuat dari aluminium atau kaleng dan seng mudah melapuk,
sehingga perlu dilapisi dengan plastik atau malam atau yang sejenis dengan itu.

g. Penyimpanan

Harus teratur, rapi, untuk mencegah resiko tercemar atau saling mencemari
satu sama lain, serta untuk memudahkan pengambilan, pemeriksaan, dan
pemeliharaannya. Simplisia yang disimpan harus diberi label yang mencantumkan
identitas, kondisi, jumlah, mutu, dan cara penyimpanannya. Adapun tempat atau
gudang penyimpanan harus memenuhi syarat antara lain harus bersih, tentutup,
sirkulasi udara baik, tidak lembab, penerangan cukup bila diperlukan, sinar
matahari tidak boleh leluasa masuk ke dalam gudang, konstruksi dibuat
sedemikian rupa sehingga serangga atau tikus tidak dapat leluasa masuk.

Parameter Standardisasi simplisia sebagai berikut :

1. Parameter Spesifik

a. Identitas

8
Meliputi deskripsi tata nama (nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian
tumbuhan yang digunakan, nama tumbuhan indonesia) dan dapat mempunyai
senyawa identitas. Tujuannya untuk memberikan identitas objektif dari nama dan
spesifik dari senyawa identitas.

b. Organoleptik

Meliputi penggunaan panca indra untuk mendeskripsikan bentuk (padat,


serbuk-kering, kental, cair, dll), warna (kuning, coklat, dll), bau (aromatic, tidak
berbau, dll), rasa (pahit, manis, kelat, dll). Dengan tujuan untuk pengenalan awal
yang sederhana.

c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu

Melarutkan pelarut ekstrak dengan pelarut (alcohol atau air) untuk


ditetapkan jumlah solute yang identik dengan jumlah senyawakandungan secara
gravimetric. Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam palarut lain
misalnya heksana, diklormetan, metanol. Tujuannya untuk memberikan gambaran
awal jumlah senyawa kandungan.

2. Parameter Nonspesifik

a. Parameter susut pengeringan

Adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperature 105oC


selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nila prosen.
Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa
pelarut organic menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena
berada di atmosfer /l ingkungan udara terbuka. Tujuannya adalah untuk
memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang
pada proses pengeringan. Nilai atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan
kemurnian dan kontaminasi.

b. Parameter bobot jenis

9
Adalah masa per satuan volume pada suhu kamar tertenru (25oC) yang
ditentukan dengan alat khusus piknometer atau alat lainnya. Tujuannya untuk
memberikan batasan tentang besarnya masa per satuan volume yang merupakan
parameter khusus ekstrak cair sampaiekstrak pekat (kental) yang masih dapat
dituang. Nilai atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi.

c. Kadar air

Pengukuran kandungan air yang berada didalam bahan, dilakukan dengan


cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi atau gravimetric Tujuannya untuk
memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air
didalam bahan. Nilai atau rentangyang diperbolehkan terkait dengan kemurnian
dan kontaminasi.

d. Kadar abu

Bahan dipanaskan pada temperature dimana senyawa organic dan


turunannya terdestruksi dan menguap, sehingga menyisakan unsure mineral dan
anorganik.Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran kandungan mineral
internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbantuk ekstrak.
Nilai atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi.

e. Sisa pelarut

Menentukan kandungan sisa pelarut tertenru (yang memang ditambahkan)


yang secara umum dengan kromatografi gas. Untuk ekstrak cair berarti kandungan
pelarutnya, misalnya kadar alcohol.

Tujuannya adalah memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan


sisa pelarut yang memang seharusnya tidak boleh ada. Sedangkan untuk ekstrak
cair menunjukkan jumlahh pelarut (alcohol) sesuai denngan yang ditetapkan.
Nilai atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi.

10
f. Residu pestisida

Menentukan kandungan sisa pestisida yang mungkin saja pernah


ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahan simplisia pembuat ekstrak.

Tujuannya untuk memberukan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung


pestisida melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan. Nilai
atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi.

g. Cemaran logam berat

Menentukan kandungan logam berat secara spektroskopi serapan atom


atau lainnya yang lebih valid. Tujuannya untuk memberikan jaminan bahwa
ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cd, dll) melebihi nilai
yang ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan. Nilai atau rentang yang
diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi.

h. Cemaran mikroba

Menentukan adanya mikroba yang pathogen secara analisis mikrobiologis.


Tujuannya untuk memberikan jaminan bahwa ektrak tidak boleh mengandung
mikroba pathogen dan tidak mengandung mikroba non pathogen melabihi batas
yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan berbahaya bagi
kesehatan. Nilai atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi.

11
Kencur (Kaempferia galangal L) merupakan tanaman tropis yang
banyak tumbuh diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara.
Tanaman ini banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai
bumbu dalam masakan sehingga para petani banyak yang membudidayakan
tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang diperdagangkan dalam jumlah yang
besar. Bagian dari tanaman kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang
tinggal didalam tanah yang disebut dengan rimpang kencur atau rizoma
(Soeprapto,1986).

Daun kencur berbentuk bulat lebar, tumbuh mendatar diatas permukaan


tanah dengan jumlah daun tiga sampai empat helai. Permukaan daun sebelah atas
berwarna hijau sedangkan sebelah bawah berwarna hijau pucat. Panjang daun
berukuran 10 –12 cm dengan lebar 8 –10 cm mempunyai sirip daunyang tipis dari
pangkal daun tanpa tulang tulang induk daun yang nyata (Backer,1986).

Rimpang kencur terdapat didalam tanah bergerombol dan bercabang


cabang dengan induk rimpang ditengah. Kulit ari berwarna coklat dan bagian
dalam putih berair dengan aroma yang tajam. Rimpang yang masih muda
berwarna putih kekuningan dengan kandungan air yang lebih banyak dan rimpang
yang lebih tua ditumbuhi akar pada ruas ruas rimpang berwarna putih
kekuningan. Bunga kencur berwarna putih berbau harum terdiri dari empat helai
daun mahkota. Tangkai bunga berdaun kecil sepanjang 2–3 cm, tidak bercabang,
dapat tumbuh lebih dari satu tangkai, panjang tangkai 5–7 cm berbentuk bulat dan
beruas ruas. Putik menonjol keatas berukuran 1–1,5 cm, tangkai sari berbentk
corong pendek.

Klasifikasi Kaempferia galanga L di dalam dunia botani adalah sebagai


berikut:

Kerajaan: Plantae
Divisi: Spermaiophyta
Sob Divisi: Angiospermae
Kelas: Monocotyledonae

12
Ordo: Zingiberales
Famili: Zingiberaceae
Subfamili: Zingiberoideae
Genus: Kaempferia
Spesies: Kaempferia .galanga

Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini,1990


yaitu (1) etil sinamat, (2) etil p-metoksisinamat, (3) p-metoksistiren, (4) karen (5)
borneol, dan (6) parafin

Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan


komponen utama dari kencur (Afriastini,1990). Tanaman kencur mempunyai
kandungan kimia antara lain minyak atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil
parametoksi sinamat (30%). Kamfer, borneol, sineol, penta dekana. Adanya
kandungan etil para metoksi sinamat dalam kencur yang merupakan senyawa
turunan sinamat (Inayatullah,1997 dan Jani, 1993)

Manfaat yang diperoleh dari penanaman kencur adalah untuk


meningkatkan produktivitas lahan pertanian yang sekaligus menambah
penghasilan petani. Dari rimpang kencur ini dapat diperoleh berbagai macam
keperluan yaitu: minyak atsiri, penyedap makanan minuman dan obat-obatan.
Berbagai jenis makanan mempergunakan sedikit rimpang atau daun kencur
sehingga memberikan rasa sedap dan khas yaitu dalam pembuatan gado-gado,
pecal dan urap. Rimpang kencur yang digerus bersama-sama beras kemudian

13
diseduh dengan air masak dan diberi sedikit gula atau anggur dapat digunakan
sebagai minuman. Minuman ini berguna bagi kesehatan tubuh, jenis minuman ini
sudah diperiksa dipabrik-pabrik berupa minuman beras kencur. Rimpang kencur
di pergunakan untuk meramu obat-obatan tradisional yang sudah banyak di
produksi oleh pabrik-pabrik jamu maupun dibuat sendiri, rimpang mempunyai
khasiat obat antara lain untuk menyembuhkan batuk dan keluarnya dahak,
mengeluarkan angin dari dalam perut, bisa juga untuk melindungi pakaian dari
serangga perusak, caranya rimpang kering kencur disimpan diantara lipatan-
lipatan kain (Afrianstini,1990).

Kencur (Kamferia galanga L) adalah salah satu jenis temu-temuan yang


banyak dimanfaatkan oleh rumah tangga dan industri obat maupun makanan serta
minuman dan industri rokok kretek yang memiliki prospek pasar cukup baik.
Kandungan etil p-metoksisinamat (EPMS) didalam rimpang kencur menjadi
bagian yang penting didalam industri kosmetik karena bermanfaat sebagai bahan
pemutih dan juga anti eging atau penuaan jaringan kulit (Rosita,2007).

2.1.2 Jamu

Jamu merupakan bahan obat tradisional yang disediakan secara tradisional,


dalam bentuk serbuk, seduhan pil atau cairan yang berisi seluruh bahan tanaman
yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Jamu
umumnya dibuat mengacu pada resep leluhur yang diturunkan dari generasi ke
generasi secara lisan (empiris). Jamu tersusun dari berbagai jenis tanaman yang
jumlahnya cukup banyak, berkisar 5-10 macam bahkan lebih. Jamu secara umum

14
tidak memerlukan pembuktian ilmiah maupun pembuktian klinis, cukup bukti
empiris (berdasarkan cerita turun temurun).

Jamu sudah dikenal sudah berabad-abad di indonesia yang mana pertama kali
jamu dikenal dalam lingkungan istana atau keraton yaitu kesultanan di djogjakarta
dan kasunanan di surakarta. Jaman dahulu resep jamu hanya dikenal dikalangan
keraton dan tidak diperbolehkan keluar dari keraton. Tetapi seiring dengan
perkembangan jaman, orang-orang lingkungan keraton sendiri yang sudah
modern, mereka mulai mengajarkan meracik jamu kepada masyarakat diluar
keraton sehingga jamu berkembang sampai saat ini tidak saja hanya di indonesia
tetapi sampai ke luar negeri.

Sejak dahulu kala, indonesia telah dikenal akan kekayaannya, tanah yang
subur dengan hamparan bermacam-macam tumbuhan yang luas. Tanah yang
subur dengan kekayaan tanaman sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat
indonesia karena mereka bergantung dari alam dalam usahanya untuk memenuhi
bermacam-macam kebutuhan. Pengolahan tanah, pemungutan hasil panen, proses
alam tidak hanya menghasilkan makanan, tetapi juga berbagai produk yang
berguna untuk perawatan kesehatan dan kecantikan.
Jamu harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris dan memenuhi
persyaratan mutu yang berlaku. Berbeda dengan obat-obatan modern, standar
mutu untuk jamu didasarkan pada bahan baku dan produk akhir yang pada
umumnya belum memiliki baku standar yang sesuai dengan persyaratan.
Simplisia nabati, hewani dan pelican yang dipergunakan sebagai bahan untuk
memperoleh minyak atsiri, alkaloid, glikosida atau zat berkhasiat lainnya, tidak
perlu memenuhi persyaratan yang tertera pada monografi yang bersangkutan.
Identifikasi simplisia dapat dilakukan berdasarkan uraian mikroskopik serta
identifikasi kimia berdasarkan kandungan senyawa yang terdapat didalamnya.
Secara umum analisis obat tradisional jamu dikelompokkan menjadi 2
macam analisis, yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

15
a. Analisis kuantitatif berfungsi untuk mengidentifikasi jenis dari suatu zat atau
simplisia yang terdapat pada bahan bakunya, sedangkan analisis kuantitatif
yaitu penetapan kadar atau kemurnian dari zat atau simplisia yang akan
dianalisis.
b. Pengujian secara kualitatif obat tradisional jamu biasanya digunakan untuk
mengidentifikasi atau menganalisis jenis bahan baku dari suatu simplisia
baik dari jenis tumbuhan maupun jenis hewan.

Contoh Jamu “Kopi Rempah Cap Luwak Kobra ” merupakan ramuan


jamu tradisional yang sangat bermanfaat untuk menambah kekuatan tahan
seks, menegncangkan otot-otot pada organ intim pria dan wanita,
menghilangkan bau tak sedap, meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh
dan melancarkan peredaran darah. Jamu tradisional dibuat kopi luwak, pasak
bumi dan ginseng.

16
2.1.3 Obat Herbal Terstandar

Obat herbal terstandar adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak
atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun
mineral. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih
kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tanaga kerja yang mendukung
dengan pengetahuan maupun keterampilan pembuatan ekstrak. Selain proses
produksi dengan teknologi maju, jenis ini telah ditunjang dengan pembuktian
ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik (uji pada hewan) dengan mengikuti
standar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat,
standar pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun
kronis.

Di dalam bentuk herbal standar ini memiliki sedikit perbedaan dengan


jamu. Umumnya, herbal standar telah mengalami pemrosessan, misalnya berupa
ekstrak atau kapsul.Ekstrak dari herbal tersebut telah diteliti khasiat dan
keamanannya melalui uji pra klinis. Uji tersebut melalui beberapa proses antara
lain : uji penerapan standar kandungan bahan, proses pembuatan ekstrak,
higenitas, serta uji toksisitas. Obat Herbal Terstandar ( Standarized based Herbal
Medicine) merupakan obat tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau
penyarian bahan alam, baik tanaman obat, binatang, maupun mineral (Lestari,
2007).

Dalam proses pembuatan obat herbal standar ini dibutuhkan peralatan


yang tidak sederhana dan lebih mahal daripada pembuatan jamu.Tenaga kerja
yang dibutuhkan pun harus di dukung dengan keterampilan dan pengetahuan

17
membuat ekstrak.Obat herbal ini umumnya ditunjang oleh pembuktian ilmiah
berupa penelitian praklinis.Penelitian ini meliputi standarisasi kandungan senyawa
berkhasiat dalam bahan penyusun, standarisasi pembuatan ekstrak yang higenis,
serta uji toksisitas akut maupun kronis.

Tolak Angin adalah obat herbal yang berguna untuk meredakan masuk
angin, perut mual, tenggorokan kering dan badan terasa dingin. Tolak Angin
dibuat oleh pendiri Sido Muncul pada tahun 1930 yaitu Ibu Rahmat Sulistyo.
Tolak Angin dibuat dari tumbuh-tumbuhan herbal dan madu serta ramuan lainnya.
Tolak Angin dikenal lewat jargonnya: orang pintar minum Tolak Angin. Tolak
Angin Tersedia 2 Varian. Tolak Angin Flu Dan Tolak Angin Anak

18
2.1.4 Fitofarmaka

Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan


keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan
baku dan produk jadinya telah distandarisasi. Salah satu syarat agar suatu calon
obat dapat dipakai dalam praktek kedokteran dan pelayanan kesehatan formal
(fitofarmaka) adalah jika bahan baku tersebut terbukti aman dan memberikan
manfaat klinik. Syarat fitofarmaka yang lain adalah:

• Klaim khasiat dibuktikan secara klinik

• Menggunakan bahan baku terstandar

• Memenuhi persyaratan mutu

Logo Fitofarmaka berupa jari-jari daun (yang kemudian membentuk


bintang) terletak dalam lingkaran dan harus mencantumkan tulisan
“FITOFARMAKA” seperti gambar di atas.

Untuk membuktikan keamanan dan manfaat ini, maka telah dikembangkan


perangkat pengujian secara ilmiah yang mencakup uji farmakologi (pembuktian
efek atau pengaruh obat), uji toksikologi (pembuktian syarat keamanan obat
secara formal), dan uji klinik (manfaat pencegahan dan penyembuhan penyakit
atau gejala penyakit). Uji klinik merupakan uji yang dilakukan pada manusia,
setelah pengujian pada hewan (pra-klinik). Uji klinik pada manusia baru dapat
dilakukan jika syarat keamanan diperoleh dari pengujian toksisitas pada hewan

19
serta syarat mutu sediaan memungkinkan untuk pemakaian pada manusia.
Pengujian klinik calon obat pada manusia terbagi dalam beberapa fase yaitu :

• Fase I :

Dilakukan pada sukarela sehat untuk melihat apakah efek farmakologi,


sifat farmakokinetik yang diamati pada hewan juga terlihat pada manusia. Pada
fase ini ditentukan hubungan dosis dengan efek yang ditimbulkan dan profil
farmakokinetik obat pada manusia.

• Fase II :

Dilakukan pada kelompok pasien secara terbatas (100-200 pasien) untuk


melihat kemungkinan penyembuhan dan pencegahan penyakit. Pada fase ini
rancangan penelitian masih dilakukan tanpa kelompok pembanding (kontrol),
sehingga belum ada kepastian bukti manfaat terapetik.

• Fase III :

Dilakukan pada pasien dengan rancangan uji klinik yang memadai,


memakai kontrol sehingga didapat kepastian ada tidaknya manfaat terapetik.

• Fase IV :

Pemantauan pasca pemasaran (surveilan post marketing) untuk melihat


kemungkinan terjadinya efek samping yang tidak terkendali pada waktu pengujian
pra klinik atauklinik fase 1 , 2 , 3.

Stimuno merupakan salah satu sediaan fitofarmaka sebagai


imunomodulator atau pengatur sistem imun dari bahan alami yang berfungsi
membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Stimuno mempunyai manfaat
membantu merangsang tubuh memprodyksi lebih banyak antibodi dan
mengaktifkan sistem kekebalan tubuh sehingga daya tahan tubuh bekerja optimal.

20
Tiap 5 ml ( 1 sendok takar ) stimuno sirup mengandung ekstrak tanaman
Phillantus niruri 25 gram. Herba meniran adalah semua bagian diatas tanah
tanaman phyllantus niruri L.

Isi simplisia: filantin, hipofilantin, kalium.

Penggunaan simplisia: diuretik.

Pemerian: bau aromatik, rasa pahit.

Makroskopik: batang ramping, bulat tengah sampai 3 mm, garis tengah


cabang sampai 1 mm. Daun kecil, bentuk bundar telur, panjang helai daun 7 mm
sampai 20 mm, bunga dan buah terdapat pada ketiak daun, buah berwarna hijau
kekuningan sampai kuning kecoklatan.

Mikroskopik: daun: epidermis atas terdiri dari satu lapis sel dan agak
menonjol keluar, epidermis bawah lebih menonjol daripada epidermis atas, pada
penampang tangensial sel epidermis atas dan bawah mempunyai dimdimg
samping yang bergelombang, kutikula jelas dan berbintik, stomata tipe anisositik,
terdapat pada dua permukaan, pada permukaan bawah lebih banyak.

21
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


a. Alat
 Mikroskop  Plat KLT
 Kaca objek  Sinar UV
 Objek glass  Kapas
 Erlenmeyer  Penggaris
 Cawan Penguap  Kertas Saring
 Gelas Ukur  Pipet tetes
 Kurs  Spatel
 Timbangan Digital  Alat Mousture
 Oven Balance
 Penangas air  Pinset
 Aluminium Foil  Blender
 Beaker glass  Furnence
 Corong

b. Bahan
 Kencur  Etanol
 Jamu Kopi Rempah  Aquadest
Cap Luwak Cobra  Toluen
 Stimuno cair rasa  Etil asetat
anggur  Alkohol
 Kloroform  HCL
 Tolak angina

22
3.2 Cara Kerja
1. Simplisia Kencur

a. Cara penyiapan simplisia


 Rimpang kencur dibersihkan, kemudian dirajang
 Kemudian dikeringkan dengan oven
 Lakukan sortasi kering pada sampel rimpang kencur yang telah
kering.
 Kemudian dihaluskan dengan cara menggiling atau
menggunakan blender.
 Kemudian sampel disaring menggunakan penyaring teh agar
mendapatkan serbuk kencur yang lebih halus.
 Simplisia dalam serbuk ini digunakan untuk pengujian lebih
lanjut dan sisanya digunakan untuk membuat sediaan jamu.

b. Mikroskopis
 Letakkan sampel diatas kaca objek secukupnya, lalu tetesi dengan
aquadest dan tutup dengan cover glass.
 Amati di bawah mikroskop

c. KLT
 Buat larutan sampel dengan cara sampel dicampur etanol kemudian
di kocok lalu larutan disaring dengan kertas saring
 Pembuatan larutan jenuh: Campurkan alkohol dan etil asetat (5:5)
masukkan dalam beaker glass kemudian masukkan kertas
saring,tutup beaker dengan aluminium foil
 Pembuatan Plat KLT : Buat batas atas dan bawah masing – masing
0,5cm,pada batas bawah diberi tanda pada bagian tengah untuk
menotolkan sampel, lalu larutan sampel diambil dengan pipa
kapiler, ditotolkan pada tanda yang telah dibuat, masukkan dalam
beaker glass yang berisi larutan yang telah jenuh, tunggu sampai

23
larutan mencapai bats atas plat, angkat plat klt lalu di angin –
anginkan kemudian lihat batas noda di bawah sinar UV dan tandai
noda dengan pensil.
 Hitung harga Rf nya.
Rumus nilai Rf : jarak yang ditempu noda
Jarak yang ditempu pelarut

d. Susut Pengeringan
 Kurs kosong masukkan dalam oven selam 30 menit pada suhu
105°C
 Setelah 30 menit,keluarkan dari oven, setelah dingin timbang kurs
tadi
 Masukkan 2gr sampel dalam kurs,masukkan ke furnes selama
30menit pada suhu 105°C
 Setelah 30 menit,keluarkan lagi kemudian dinginkan lalu di
timbang
Rumus : (B-A)-(C-A) x 100 %
(B-A)
KET: A= kroes kosong
B= kroes + sampel
C= kroes+ sampel yang telah dipanskan

e. Kadar Abu Total


 Kurs kosong masukkan oven pada suhu 105°C selama 30 menit
 Setelah 30 menit,keluarkan dari oven, setelah dingin timbang kurs
tadi
 Masukkan 2gr sampel dalam kurs,masukkan ke furnes selama
30menit pada suhu 600°C
 Setelah 30 menit,keluarkan lagi kemudian dinginkan lalu di
timbang
Rumus : (krus sampel kering – krus belum kering) x 100 %
(krus belum kering )

24
f. Kadar Sari Larut Air
 Timbang sampel yang telah dihaluskan 2,5 gram masukkan
kedalam erlenmeyer
 Tambahkan aquadest 25 ml dan kloroform 25 ml tutup dengan
aluminium foil,lalu kocok selama 6 jam kemudian biarkan selama
18 jam
 Setelah 18 jam,saring dengan kapas akan terbentuk 2 lapisan
dimana lapisan atas air dan lapisan bawahnya kloroform
 Pipet 10 ml bagian airnya lalu,tuang dalam cawan penguap lalu di
panaskan selam 30 menit lalu dinginkan dan ditimbang
Rumus : (berat sampel setelah dipanaskan) x 50 mlx100 %
(berat sampel(2,5g)) 20 ml

g. Kadar Sari Larut Etanol


 Timbang sampel yang telah dihaluskan 2,5 gram masukkan
kedalam erlenmeyer
 Tambahkan etanol 25 ml,tutup dengan aluminium foil dalam
erlenmeyer lalu kocok selama 6 jam biarkan selama 18 jam saring
dengan kapas
 Di pipet 10 ml,masukkan dalam cawan penguap yang sudah di
timbang
 Keringkan di atas penangas air,lalu diangkat dan didinginkan lalu
timbang kembali.
Rumus : (berat sampel setelah dipanaskan) x 100 mlx100 %
(berat sampel(5g)) 20 ml

f. kadar abu tidak larut asam

 timbang kroes kosong


 abu (hasil kadar abu) + 25 ml hcl 1% kemudian dipanaskan

25
 saring, kemudian dicuci denagn air panas, kemudian masukkaan
kedalam kroes
 kemudian timbang dan masukkan dlam furnance 600°C
 kemudian dingin kan dan timbang, hitung % kadar abu tidak larut
asam
Rumus : (abu setelah dipanaskan) x 100 %
(berat simplisia (1gram))

2. Jamu
a. Mikroskopis
 Letakkan sampel diatas kaca objek secukupnya, lalu tetesi dengan
aquadest dan tutup dengan cover glass.
 Amati di bawah mikroskop

b. KLT
 Buat larutan sampel dengan cara sampel dicampur etanol kemudian
di kocok lalu larutan disaring dengan kertas saring
 Pembuatan larutan jenuh: Campurkan alkohol dan etil asetat (5:5)
masukkan dalam beaker glass kemudian masukkan kertas
saring,tutup beaker dengan aluminium foil
 Pembuatan Plat KLT : Buat batas atas dan bawah masing – masing
0,5cm,pada batas bawah diberi tanda pada bagian tengah untuk
menotolkan sampel, lalu larutan sampel diambil dengan pipa
kapiler, ditotolkan pada tanda yang telah dibuat, masukkan dalam
beaker glass yang berisi larutan yang telah jenuh, tunggu sampai
larutan mencapai bats atas plat, angkat plat klt lalu di angin –
anginkan kemudian lihat batas noda di bawah sinar UV dan tandai
noda dengan pensil.
 Hitung harga Rf nya.
Rumus nilai Rf : jarak yang ditempu noda
Jarak yang ditempu pelarut

26
c. Susut Pengeringan
 Kurs kosong masukkan dalam oven selam 30 menit pada suhu
105°C
 Setelah 30 menit,keluarkan dari oven, setelah dingin timbang kurs
tadi
 Masukkan 2gr sampel dalam kurs,masukkan ke furnes selama
30menit pada suhu 105°C
 Setelah 30 menit,keluarkan lagi kemudian dinginkan lalu di
timbang
Rumus : (B-A)-(C-A) x 100 %
(B-A)
KET: A= kroes kosong
B= kroes + sampel
C= kroes+ sampel yang telah dipanskan

d. Kadar Abu Total


 Kurs kosong masukkan oven pada suhu 105°C selama 30 menit
 Setelah 30 menit,keluarkan dari oven, setelah dingin timbang kurs
tadi
 Masukkan 2gr sampel dalam kurs,masukkan ke furnes selama
30menit pada suhu 600°C
 Setelah 30 menit,keluarkan lagi kemudian dinginkan lalu di
timbang
Rumus : (krus sampel kering – krus belum kering) x 100 %
(krus belum kering )

e. Kadar Sari Larut Air


 Timbang sampel yang telah dihaluskan 2,5 gram masukkan
kedalam erlenmeyer
 Tambahkan aquadest 50 ml tutup dengan aluminium foil,lalu
kocok selama 6 jam kemudian biarkan selama 18 jam

27
 Setelah 18 jam,saring dengan kapas akan terbentuk 2 lapisan
dimana lapisan atas air dan lapisan bawahnya kloroform
 Pipet 10 ml bagian airnya lalu,tuang dalam cawan penguap lalu di
panaskan selam 30 menit lalu dinginkan dan ditimbang
Rumus : (berat sampel setelah dipanaskan) x 50 mlx100 %
(berat sampel(2,5g)) 20 ml

f. Kadar Sari Larut Etanol


 Timbang sampel yang telah dihaluskan 2,5 gram masukkan
kedalam erlenmeyer
 Tambahkan etanol 25 ml,tutup dengan aluminium foil dalam
erlenmeyer lalu kocok selama 6 jam biarkan selama 18 jam saring
dengan kapas
 Di pipet 10 ml,masukkan dalam cawan penguap yang sudah di
timbang
 Keringkan di atas penangas air,lalu diangkat dan didinginkan lalu
timbang kembali.
Rumus : (berat sampel setelah dipanaskan) x 100 mlx100 %
(berat sampel(5g)) 20 ml

3. Obat Herbal Terstandar


a. KLT
 Buat larutan sampel dengan cara sampel dicampur etanol kemudian
di kocok lalu larutan disaring dengan kertas saring
 Pembuatan larutan jenuh: Campurkan alkohol dan etil asetat (5:5)
masukkan dalam beaker glass kemudian masukkan kertas
saring,tutup beaker dengan aluminium foil
 Pembuatan Plat KLT : Buat batas atas dan bawah masing – masing
0,5cm,pada batas bawah diberi tanda pada bagian tengah untuk
menotolkan sampel, lalu larutan sampel diambil dengan pipa
kapiler, ditotolkan pada tanda yang telah dibuat, masukkan dalam

28
beaker glass yang berisi larutan yang telah jenuh, tunggu sampai
larutan mencapai bats atas plat, angkat plat klt lalu di angin –
anginkan kemudian lihat batas noda di bawah sinar UV dan tandai
noda dengan pensil.
 Hitung harga Rf nya.
Rumus nilai Rf : jarak yang ditempu noda
Jarak yang ditempu pelarut

b. Susut Pengeringan
 Kurs kosong masukkan dalam oven selam 30 menit pada suhu
105°C
 Setelah 30 menit,keluarkan dari oven, setelah dingin timbang kurs
tadi
 Masukkan 2gr sampel dalam kurs,masukkan ke furnes selama
30menit pada suhu 105°C
 Setelah 30 menit,keluarkan lagi kemudian dinginkan lalu di
timbang
Rumus : (B-A)-(C-A) x 100 %
(B-A)
KET: A= kroes kosong
B= kroes + sampel
C= kroes+ sampel yang telah dipanskan

c. Kadar Abu Total


 Kurs kosong masukkan oven pada suhu 105°C selama 30 menit
 Setelah 30 menit,keluarkan dari oven, setelah dingin timbang kurs
tadi
 Masukkan 2gr sampel dalam kurs,masukkan ke furnes selama
30menit pada suhu 600°C
 Setelah 30 menit,keluarkan lagi kemudian dinginkan lalu di
timbang
Rumus : (krus sampel kering – krus belum kering) x 100 %

29
(krus belum kering )

d. Kadar Sari Larut Etanol


 Timbang sampel yang telah dihaluskan 2,5 ml masukkan kedalam
erlenmeyer
 Tambahkan etanol 25 ml,tutup dengan aluminium foil dalam
erlenmeyer lalu kocok selama 6 jam biarkan selama 18 jam saring
dengan kapas
 Di pipet 10 ml,masukkan dalam cawan penguap yang sudah di
timbang
 Keringkan di atas penangas air, lalu diangkat dan didinginkan lalu
timbang kembali
Rumus : (berat sampel setelah dipanaskan) x 100 mlx100 %
(berat sampel(5g)) 20 ml

4. Fitofarmaka
a. KLT
 Buat larutan sampel dengan cara sampel dicampur etanol kemudian
di kocok lalu larutan disaring dengan kertas saring
 Pembuatan larutan jenuh: Campurkan alkohol dan etil asetat (5:5)
masukkan dalam beaker glass kemudian masukkan kertas
saring,tutup beaker dengan aluminium foil
 Pembuatan Plat KLT : Buat batas atas dan bawah masing – masing
0,5cm,pada batas bawah diberi tanda pada bagian tengah untuk
menotolkan sampel, lalu larutan sampel diambil dengan pipa
kapiler, ditotolkan pada tanda yang telah dibuat, masukkan dalam
beaker glass yang berisi larutan yang telah jenuh, tunggu sampai
larutan mencapai bats atas plat, angkat plat klt lalu di angin –
anginkan kemudian lihat batas noda di bawah sinar UV dan tandai
noda dengan pensil.
 Hitung harga Rf nya.

30
Rumus nilai Rf : jarak yang ditempu noda
Jarak yang ditempu pelarut

b. Susut Pengeringan
 Kurs kosong masukkan dalam oven selam 30 menit pada suhu
105°C
 Setelah 30 menit,keluarkan dari oven, setelah dingin timbang kurs
tadi
 Masukkan 2gr sampel dalam kurs,masukkan ke furnes selama
30menit pada suhu 105°C
 Setelah 30 menit,keluarkan lagi kemudian dinginkan lalu di
timbang
Rumus : (B-A)-(C-A) x 100 %
(B-A)
KET: A= kroes kosong
B= kroes + sampel
C= kroes+ sampel yang telah dipanskan

c. Kadar Abu Total


 Kurs kosong masukkan oven pada suhu 105°C selama 30 menit
 Setelah 30 menit,keluarkan dari oven, setelah dingin timbang kurs
tadi
 Masukkan 2gr sampel dalam kurs,masukkan ke furnes selama
30menit pada suhu 600°C
 Setelah 30 menit,keluarkan lagi kemudian dinginkan lalu di
timbang

Rumus : (krus sampel kering – krus belum kering) x 100 %


(krus belum kering )

31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Kencur
a. Organoleptis

 Rasa : pedas, hangat, agak pahit, akhirnya menimbulkan rasa tebal


 Warna : coklat kekuningan hijau
 Pemerian : serbuk kasar (yang telah di haluskan)
 Bau : aromatic

b. Berat Sampel
 Sebelum sortasi : 1,5 kg
 Setelah sortasi : 250 g ( serbuk )

c. Penetapan susut pengeringan


 Berat setelah pengerinagn : 0,9 g
 Kadar Air : 10 %

d. Penetapan Kadar Abu


 Berat setelah frohnases : 0, 1278
 Kadar abu : 12, 7265 %

e. Penetapan kadar sari larut air


 Berat sampel yng didapat: 0,4835 g
 Kadar larut air: 0,4835 %

d. Penetapan kadar sari larut etanol


 Berat sampel yang didapat : 0,1254 g
 Kadar larut etanol : 12,54 %

32
e. Kadar abu tidak larut dalam asam
 Berat abu yg didapat : 0,16%
 Kadar abu tidak larut asam : 16%

f. Nilai Rf
Rumus nilai Rf : jarak yang ditempu noda
Jarak yang ditempu pelarut

Nilai Rf = 4,1/4,3
= 0,950

4.1.2 jamu
a. Organoleptis
 Rasa : manis kelat kopi
 Warna : putih
 Pemerian : serbuk hablur
 Bau : kopi
 Kelarutan: larut daklam air, tidak larut dalam etanol

b. Penetapan susut pengeringan


 Berat setelah pengerinagn : 0,10378g
 Kadar Air : 1,156%

c. Penetapan Kadar Abu


 Berat setelah frohnases : 0,1144
 Kadar abu : 11.012%

d. . Penetapan kadar sari larut air


 Berat sampel yng didapat: 0,359
 Kadar larut air: 35,9 %

33
e. Penetapan kadar sari larut etanol
 Berat sampel yang didapat :0,235
 Kadar larut etanol : 23,5%

f. Nilai Rf
Rumus nilai Rf : jarak yang ditempu noda
Jarak yang ditempu pelarut

Nilai Rf = 1,9/3,8
= 0,5
4.1.3 OHT
g. Organoleptis
 Rasa : pedas, manis, hangat
 Warna : coklat
 Pemerian : cairan agak kental
 Bau : khas seperti daun mint
 Kelarutan: larut daklam air

h. Penetapan susut pengeringan


 Berat setelah pengeringan : 0,7071 g
 Kadar Air : 30,9%

i. Penetapan Kadar Abu


 Berat setelah frohnases : 1,1615
 Kadar abu : -719,19%

j. Penetapan kadar sari larut etanol


 Berat sampel yang didapat :0,2103
 Kadar larut etanol : 21,03%

k. Nilai Rf
Rumus nilai Rf : jarak yang ditempu noda

34
Jarak yang ditempu pelarut

Nilai Rf = 1,4/4,3
= 0,31

4.1.4 Fitofarmaka
a. Organoleptis
 Rasa : manis
 Warna : hitam
 Pemerian : larutan agak kental
 Bau : khas menyengat

b. Penetapan susut pengeringan


 Berat setelah pengerinagn : 0,4877 g
 Kadar Air : 4,80%

c. Penetapan Kadar Abu


 Berat setelah frohnases : 0,0133 g
 Kadar abu : 1.33%

d. Nilai Rf
Rumus nilai Rf : jarak yang ditempu noda
Jarak yang ditempu pelarut

Nilai Rf = 1/3,8
= 0,26

35
4.2 Pembahasan

Dari percobaan yang dilakukan bertujuan untuk menstandarisasi simplisia


yang telah dibuat dengan membandingkan sampel berdasarkan literature yang
tertera di Materia Medika. Simplisia yang telah distandarisasi dibuat menjadi
sediaan jamu. Dan melakukan pengujian parameter standarisasi dari beberapa
contoh obat tradisional yaitu jamu, oht dan fitofarmaka.
Ada 2 cara pengujian parameter standarisasi yaitu parameter spesifik dan
parameter nonspesifik. Parameter spesifik antara lain : parameter identitas,
parameter organoleptik, parameter senyawa terlarut dalam pelarut tertentu,
parameter uji kandungan kimia dan parameter KLT- densitometri.

Sedangkan parameter non-spesifik antara lain : parameter susut


pengeringan, parameter kadar air, parameter kadar abu, parameter kadar sari larut
etanol. Pada praktikum ini ada beberapa pengujian yang dilakukan pada sampel
(ex-tito) yaitu pengujian parameter susut pengeringan, parameter kadar sari larut
air, parameter kadar sari larut etanol dan uji mikroskopik. Pada penetapan susut
pengeringan sampel dan krus dimasukkan dalam oven dengan suhu 105°C selama
30 menit.

Dari simplisia yang didapat yaitu kencur yang akan dibuat menjadi sediaan
jamu, maka kami harus melakukan standarisasi bahan bakunya yaitu kencur,
sebelum di lakukan uji standarisasi, karena akan dibuat sediaan jamu yaitu kami
wedang jahe, maka simplisia kami jadikan serbuk simplisia dilakukan pengolah
seperti simplisia tersebut disortasi basah, kemudian lakukan perajangan dengan
diiris tipis supaya menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat yang berkhasiat
yang mudah menguap seperti minyak atsiri dan memepercapat proses
pengeringan.

Tujuan dari penegringan ini adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Dengan
mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan
mutu atau perusakan simplisia.

36
Pada praktikum kali ini adalah mengenai standarisasi simplisia. Tujuan
standarisai simplisia ini adalah untuk menjamin keseragaman khasiat (efikasi),
menjamin keaman dan stabilitas ekstrak, serta meningkatkan nilai ekonomi
produk herbal.

Susut pengeringan adalah memberikan batasan maksimal tentang besarnya


senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Pada serbuk kencur susut
pengeringan yang didapat 10% yang merupakan sesuai dengan batasan maksimal
dari susut pengeringan kencur. Dan pada sampel jamu yang kami gunakan susut
pengeringan yang didapat adalah 1,156% karena sampel yang digunakan adalah
serbuk, sedang apada sampel OHT susut pengeringannya 48,35% karena sampel
yang digunakan berupa cairan, yang tentunya banyak mengandung air. Sedangkan
pada obat fitofarmaka 4,80% yang juga berupa cairan, yang mungkin pada sampel
ini hanya sedikait mengandung air. Ataupun terjadi kesalahan dalan penimbangan
atau perhitungan.

Penetapan kadar sari arut air dan etanol, penetapan kadar sari larut ini
prinsipnya yaitu dengan melarutkan sejumlah simplisia pada pelarut tertentu untuk
menentukan sejumlah senyawa aktif yang terkandung pada pelarut tersebut.dalam
metode ini, bahan dilarutkan pada pelarut etanol dan air, klorofrom untuk
ditentukan jumlah solute yang identic dengan jumlah senyawa yang dilarutkan
secara gravimetric. Penetapan kadar sari ini termasuk kedalam metode kuantitatif
karena kia dapat menentukan hasil angka dari penimbangan berat zat hasil
pemanasan pada cawan terhadap berat simplisia.

Pemilihan pelarut yang digunakan ini dilakukan menurut sifat kepolaran


molekul berkaitan dengan kemampuan suatu atom dalam molekul untk menarik
pasangan elekton ikatan ke aahnya. Kemampuan tersebut dinyatakan dengan skala
keelektronegatifan.

Dan dari hasil uji standarisasi yang didapat semua parameter uji telah
sesuai dengan standar, hanya saja pada kadar abu tidak larut asam, kadar yang
didapat melebihi kadar yang seharusnya yaitu tidak lebih dari 2,5% sedangkan

37
yang didapatkan adalah 16%. Yang mana artinya simplisia kencur tersebut kadar
abunya yang tidak larut asam besar. Dan bisa juga hal ini disebabkan oleh
kesalahan dalam proses pengujian seperti kurang ketelitian dalam penimbangan
dan perhitungan.

Kemudian setelah dilakukan uji standarisasi yaitu adalah pembuatan


sediian jamu dari simplisia kencur, pada saat praktikum ini kami membuat sediaan
wedang kencur instant, hal ini dimaksudkan agar konsumen mudah dan efektif
dalam meminumnya dan bisa kapan saja. Yang mana khasiat dari wedang jahe ini
adalah antidiabetes, peningkat nafsu makan, mengobati masuk angina dan
penghilang nyeri atau pegal.

Jamu adalah bahan obat tradisional yang disediakan secara tradisional,


dalam bentuk serbuk, seduhan, pil, atau cairan yang berisi seluruh bahan tanaman
yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional.
Sediaan jamu yang ada dipasaran yang kami uji adalah kopi rempah cap
luwak kobra yang merupakan jamu yang berbahan baku kopi luwak, pasak bumi
dan panax gingseng, yang berkhasiat sebagi obat kuat, dan meningkatkan vitalitas
dan melancarkan peredaran darah.

Herbal Terstandar adalah suatu sediaan yang sudah berbentuk ekstrak


dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi. Herbal terstandar juga
harus melewati uji praklinis seperti uji toksisitas, kisaran dosis, farmakologi, dan
teratogenik (Trubus, Vol.8).
Sediaan OHT yang ada dipasaran yang kami uji adalah tolak angina yang
merupakan obat yang berasal dari ekstrak foeniculli fructus, isorae fructus,
caryophylli folium yang berkhasiat untuk meredakan masuk angin, perut mual,
tenggorokan kering dan badan terasa dingin.
Dari hasil uji standarisasi, sampel ini mendapatkan %kadar abu yang
negative yaitu -719,19% yang mana artinya sampel tidak ada terkandung senyawa
mineral logam. Kita dilihat dari hasilnya, sepertinya hal ini merupakan kesalahan

38
dalam proses pengujian yaitu kesalahan dalam proses penimbangan dan pada saat
perhitungan.
Fitofarmaka adalah sediaan herbal standar yang telah mengalami uji klinis
pada manusia telah terbukti keamanannya dan didukung oleh bukti-bukti ilmiah
dan khasiatnya jelas sesuai kaidah kedokteran modern (Trubus, Vol.8).
Sediaan yang kami bawa berupa Syrup Stimuno dimana stimuno ini
mengandung ekstrak meniran dan berkhasiat memperbaiki sistem imun. Sama
seperti pada OHT, karena sediaan berupa cairan jadi uji yang di lakukan hanya uji
kadar sari larut air dan etanol serta uji KLT, susut pengeringan, dan kadar abu.

Dan dari sampel yang diuji, nilai Rf yang didapatkan tidak pernah lebih
dari 1, dan noda yang terbentuk hanya satu, hal ini berarti sampel yang diuji murni
dan dalam sampel sediaan jamu dan OHT dan fitofarmaka yang memiliki
komposisi yang banyak, tetapi noda yang ditimbulkan hanya satu, yang berarti
proses pencampuran atau proses reaksinya telah selesai. Dan pada nilai Rf dari
simplisia kencur nilai Rf mendekati 1 yaitu 0,950. Hal ini dikarenakan jarak yang
ditempuh pelarut sudah melewati batas atas yang telah dibuat, sehingga jarak yang
ditempuh noda semakin tinggi.

39
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
 Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-
bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.
 Simplisia yang digunakan berasal dari tumbuhan, hewan, pelikan
(mineral) dan bisa bersumber dari tumbuhan liar atau tumbuhan budidaya
yang harus memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan pengobatan
tradisional.
 Obat tradisional dapat berupa serbuk, larutan, pil, kapsul, dsb.
 Tujuan susut pengeringan yaitu untuk mengetahui pengurangan berat
bahan setelah kering.
 Tujuan kadar sari larut air dan etanol yaitu untuk mengetahui jumlah
senyawa yang dapat tersari dengan air dan etanol dari jamu.
 Tujuan mikroskopik untuk mengetahui unsur-unsur anatomi dari sampel
(jamu).
 Tujuan dari kadar abu total yaitu untuk mengetahui sisa yang tidak
menguap dari jamu pada saat pemanasan.
 Tujuan dari KLT untuk mengetahui kemurnian suatu sampel melalui
noda.

5.2 Saran

Diharapkan dalam praktikum ini, percobaan sebaiknya dilakukan

minimal sebanyak 3 kali agar di dapatkan hasil yang optimal. Semoga laporan

ini dapat bermanfaat bagi para pembaca serta dapat digunakan sebagai

referensi dalam belajar.

40
DAFTAR PUSTAKA

Anonim . 1985. Tanaman Obat Indonesia Jilid I. Jakarta : Depatemen


Kesehatan RI.

Anonim. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta : Departemen Kesehatan


Republik Indonesia

Anonimous. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1976. Materia Medika Indonesia Jilid I-VI. Jakarta
: Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan.

Gunawan, D dan Sri M. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I.


Penebar Swadaya. Jakarta.

Heinrich,M.,Barnes,J.Et Al.2005.Farmakognosi Dan Fitoterapi.EGC.Jakarta

Midjan, S. 1995. Cara Pembuatan Simplisia. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. Jakarta.

Tilaar, M. 2002. Budidaya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang.


Penebar Swadaya. Jakarta.

41
Lampiran

Penimbangan Kroes
untuk susut pengeringan Penimbangan Kroes
untuk kadar abu

Proses penimbangan
hasil pemanasan kadar
sari larut air dan etanol

42
Hasil kadar sari larut
etanol yang telah disaring

Proses penangasan kadar


sari larut air dan etanol

Hcl encer

Proses pengadukan sampel


dalam kadar sari larut air

Penjenuhan chamber

43

Anda mungkin juga menyukai