Anda di halaman 1dari 23

BAB I : Tinjauan Umum Senyawa Aktif dan Sediaan

A. Deskripsi Umum Senyawa Aktif


1) Pemerian Parasetamol
Serbuk hablur. Putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit (FI V, 985)
2) Nama Lain : Asetaminofen (FI V, 985)
Nama Kimia : 4- hidroksiasetanilida (FI V, 985)
Struktur Kimia : C8H9NO2 (FI V, 985)

3) Bobot Molekul : 151,16 (FI V, 985)


4) Kelarutan
Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah larut dalam
etanol (FI V,985)
5) pH Larutan, pH stabilitas
antara 3,8 – 6,1 (FI V,986)
6) Titik Didih atau Titik Leleh
Antara 168⁰ sampai 172⁰ (FI V, 985)
7) Stabilitas
Panas : Peningkatan suhu dapat mempercepat degradasi obat
( FI III, 37)

Cahaya : Tidak stabil bila terkena cahaya (FI III, 37)

pH : Hidrolisis minimum pada pH 5-7 pada suhu 25⁰C(Codex,989)


Logam : Bereaksi dengan serbuk besi kadar rendah (Codex,989)
Lembab : Mampu menguap uap air pada 25⁰C pada kelembapan max 90%
(Codex,989)
8) Wadah dan Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya, simpan dalam suhu ruang,
hindarkan dari kelembapan dan panas ( FI V, 986)

BAB II : Uraian dan Analisis Farmakologi

A. Nama Obat dan Sinonim


a) Nama Kimia/ Umum
Nama Umum : Acetaminophen, Paracetamol (FI V, 984)
Nama Kimia : 4 – hidroksiasetanilida (FI V,984)
b) Golongan Farmol
Analgesik dan Antipiretik (Martindale, 108)
c) Golongan Kimia
Analgesik non opioid ( Martindale, 108)
B. Bentuk Senyawa Aktif
Asam Lemah (FI V, 984)
C. Mekanisme Kerja Dalam Tubuh
a) Efek Farmol : Antipiretik dan analgesic
b) Mekanisme Kerja : Menghambat proses Cyclooxygenase sehingga
pembentukan prostaglandin terhambat. Parasetamol bekerja selektif pada COX –
1 , sehingga berefek analgetik dan antipiretik (Gard, 2001 :141)
D. Nasib Obat Dalam Tubuh (ADME)
a) Absorpsi
Parasetamol di absorbsi secara oral dengan konsentrasi plasma puncak mencapai
10 – 60 menit untuk sediaan lepas segera dan 60 – 120 menit untuk sediaan lepas
lambat. (AHFS,2011)
b) Distribusi
Parasetamol cepat terdistribusi ke seluruh jaringan tubuh melewati plasenta dan
terdistribusi ke ASI, ikatan protein plasma 25%. (AHFS,2011)
c) Metabolisme
Parasetamol di metabolism terutama oleh konjugasi sulfat dan glukoronida.
Sejumlah kecil (5 – 10 %) dioksidasi oleh CYP- jalur terikat (terutama CYP2E1
dan CYP344) menjadi metabolit toksik, N-asetil – p – benzoquinoneimin
(NAPQI). (AHFS, 2011)
d) Eksresi
Parasetamol terutama di eksresian melalui urin sebagai konjugat. (AHFS,2011)

BAB III : Analisis Preformulasi dan Usulan Formula

A. Pendekatan Formulasi (Analisis pemilihan zat dengan eksipien)


 Bentuk zat aktif yang digunakan : bentuk dasarnya
Alasan : kelarutan parasetamol yaitu larut dalam air mendidih dan dalam natrium
hidroksida 1N, mudah larut alam etanol (FI IV, 649). Dalam bentuk ini parasetamol
member efek analgesic dan antipiretik.
 Metoda pembuatan yang dipilih
Alasan: karena parasetamol yang di buat dosisnya besar, selain itu kompressibilitas dan
sifat alir parasetamol jelek tapi stabil terhadap panas dan lembab, jadi metoda yang cocok
adalah granulasi basah untuk menjaga stabilitas parasatemol tetap baik.
 Eksipien yang digunakan
1. Laktosa
Pemerian : serbuk atau masa hablur, keras, putih atau putih krem, tidak berbau dan
rasa sedikit manis, stabil di udara, tetapi mudah menyerap bau.
Kelarutan : mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat
sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam eter
Inkompatibilitas : laktosa inkompetibel dengan oksidator kuat (Hope, 2009).
Stabilitas : harus disimpan dalam tempat tertutup rapat, dingin dan kering (Hope,
359).
Fungsi : zat pengisi tablet, zat diluents tablet, untuk eksipien tablet kempa langsung
(Hope, 359)
Konsentrasi : secukupnya.
2. Amilum
Pemerian : tidak berbau dan tidak berasa, serbuk putih hingga hamper putih (Hope,
2009).
Kelarutan : tidak larut dalam etanol dingin 96% dan dalam air dingin, cepat larut diair
pada 5-10% pada suhu 37°C, larut dalam air panas pada suhu diatas gelatinisasi larut
didalam dimetilnifoksida (Hope, 2009).
Inkompatibilitas : inkompatibilitas dengan oksidator kuat
Stabilitas : stabil jika dilindungi dari kelembapan yang tinggi, bersifat inert dibawah
penyimpanan normal (HOPE, 2009)
Fungsi : zat pengikat, bahan penghancur tablet (HOPE, 689)
Konsentrasi : 3-20% (HOPE, 2009)
3. Magnesium stearat
Pemerian : serbuk halus putih, bau asam stearat dan rasa khas, serbuk berminyak saat
disentuh dan mudah menempel pada kulit. (HOPE, 430)
Inkompatibilitas : inkompatibel dengan asam kuat, alkali dan garam besi. Hindari
pencampuran dengan oksidator kuat. Tidak bila digunakan pada produk yang
mengandung aspirin beberapa vitamin dan kebanyakan garam alkaloid. (HOPE, 431)
Stabilitas : stabil dan harus di simpan pada wadah tertutup rapat dan di tempat yang
sejuk dan kering. (HOPE, 431)
Fungsi : lubrikan. (HOPE,431)
Konsentrasi : 1%
4. Talkum
Pemerian : serbuk halus, putih hingga putih keabuan, tidak berbau, manis, serbuk
kristalin, lembut. (HOPE, 768)
Inkompatibilitas : inkompatibel dengan senyawa ammonium kuartener. (HOPE, 768)
Stabilitas : stabil, dapat sterilisasi dengan panas pada 160°C dalam kurang dari 1 jam.
Harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sejuk dan kering. (HOPE,769)
Fungsi : pelumas tablet, pengencer tablet
Konsentrasi : glidant dan lubrikan = 1-10%

BAB IV : Pembuatan dan Evaluasi Farmasetik Sediaan Akhir

A. Metoda Pembuatan Sediaan


Sediaan yang dibuat adalah Tablet Parasetamol, dengan kekuatan sediaan 125 mg.
Metoda pembuatan yang digunakan yaitu granulasi basah karena parasetamol yang dibuat
dosisnya besar, selain itu kompresibilitas dan sifat alir parasetamol jelek tapi stabil
terhadap panas dan lembab. Jadi metoda yang cocok yaitu granulasi basah untuk menjaga
stabilitas parasetamol tetap baik.
B. Perhitungan dan Penimbangan
Tablet yang digunakan pada evaluasi destruktif :
- Uji waktu hancur = 6 tablet (FI V,1613)
- Uji disolusi = 6 tablet (FI IV,1085)
- Penetapan Kadar = 20 tablet (FI IV,650) 10 tablet dapat digunakan dari uji
kekerasan tablet
- Kekerasan tablet = 10 tablet (Nugrahani, 2005)
- Friabilitas = 20 tablet (Nugrahani, 2005)

Tabet yang digunakan pada evaluasi non destruktif :

- Keragaman bobot = 10 tablet (FI IV, 999)


- Keragaman ukuran = 20 tablet (Nugrahani, 2005)
 Tablet yang digunakan untuk evaluasi = 52 tablet
 Tablet yang dibuat = 100 tablet
 Kandungan parasetamol per tablet = 125 mg
 Bobot akhir tablet = 300 mg

FORMULA

Parasetamol = 125 mg

Amilum = 10%

Laktosa = 111 mg

Mucilago amili= 10 gram

Amilum = 5%

Mg stearat = 1%

Talk = 2%
Perhitungan untuk 1 tablet : Berat tablet @ 300 mg

Fase Dalam

1. Parasetamol = 125 mg
1 1
× berat tablet = ×300 mg=100 mg
2. Mucilago amili = 3 3
10
× 300 mg= 30mg
3. Amilum kering = 100

Fasa Luar

5
×300 mg=15 mg
1. Amilum = 100
1
×100 mg= 3 mg
2. Mg stearat = 100
2
×300 mg= 6 mg
3. Talk = 100

Total fasa luar = 15 mg + 3 mg + 6 mg = 24 mg

Jumlah laktosa yang ditambahkan pada fasa dalam

= 300 mg – ( 125 mg + 10 mg + 30 mg + 24 mg )

= 111 mg

Penimbangan bahan untuk 100 tablet

Fasa Dalam

1. Parasetamol = 125 mg x 100 = 12500 mg = 12,5 gram


2. Amilum kering = 30 mg x 100 = 3000 mg = 3 gram
3. Mucilago amili = 100 mg x 100 = 10.000 mg = 10 gram
10
×10000 mg=1000 mg= 1 gram
 Amilum = 100
4. Laktosa = 111 mg x 100 = 11.100 mg = 11,1 gram

Fasa Luar

1. Amilum = 15 mg x 100 = 1500 mg = 1,5 gram


2. Mg stearat = 3 mg x 100 = 300 mg = 0,3 gram
3. Talk = 6 mg x 100 = 600 mg = 0,6 gram

Granul kering yang seharusnya ditemukan adalah

= ( 300 mg x 100 ) – (1,5 g + 0,3 g + 0,6 g)

= 30 gram – 2,4 gram

= 27,6 gram

Berat granul yang didapat adalah 25,944 gram

Jadi dalam granul yang diperoleh mengandung parasetamol :

25,944 gram
× 125 mg= 117,5 mg
= 27,6 gram

Jumlah tablet yang dapat dibuat :

117,5 gram
× 100 = 94 buah
= 125 gram

Fasa Luar

5
×25, 944 gram=1 , 41 gram
 Berat amilum yang ditambahkan = 92
1
×25 ,944 gram=0 , 282 gram
 Berat Mg stearat yang ditambahkan = 92
2
×25, 944 gram=0 , 564 gram
 Berat talk yang ditambahkan = 92
Jumlah fasa luar yang ditambahkan = 1,41 g + 0,282 g + 0,564 g = 2,256 gram

2,256 gram + 25,944 gram


= 0,3 gram =300 mg
Bobot tablet = 94 tablet

PERHITUNGAN SETELAH EVALUASI GRANUL

Fase dalam (92%)  92 % x 300 mg = 276 mg

Total fase dalam untuk 100 tablet :

= 276 mg x 100 = 27600 mg = 2,76 gram

Fasa Dalam

1. Parasetamol = 125 mg x 100 = 12500 mg = 12,5 gram


2. Amilum kering = 30 mg x 100 = 3000 mg = 3 gram
3. Mucilago amili = 100 mg x 100 = 10.000 mg = 10 gram
10
×10000 mg=1000 mg= 1 gram
 Amilum = 100
4. Laktosa = 111 mg x 100 = 11.100 mg = 11,1 gram

Granul yang di dapat 19,4778 gram dengan kadar air 3 %

Jadi dalam 19,4778 gram granul diperoleh fasa dalam :

95
×19 , 4778 gram= 18 ,50391 gram
= 100

Jumlah tablet yang dapat diperoleh :

19,4778 gram
×100 tablet = 70,57 tablet = 70 tablet
= 27,6 gram

Fasa luar yang ditambahkan


5
×19 , 4478 gram=1, 05 gram
1. Amilum kering = 92
1
×19, 4778 gram=0 ,21 gram
2. Mg stearat = 92
2
×19 , 4778 gram=0 , 423 gram
3. Talk = 92

Jumlah fasa luar yang ditambahkan = 1,05 g + 0,21 g + 0,423 g = 1,683 gram

19,4778 gram + 1,683 gram


=0,3 gram = 300 mg
Bobot tablet yang diperoleh = 70 tablet

C. Prosedur Pembuatan Sediaan


Pembuatan larutan pengikat

Pembuatan mucilago amilum 10%

Mucilago amilum yang dibutuhkan sebanyak 10 gram namun dilebihkan 2x jadi


dibuat 20gram karena jika 10 gram terlalu sedikit.

Amilum = 10% x 20gram = 2gram

Cara :
1. Timbang gelas piala (1) + batang pengaduk, missal bobot = 100gram
2. Masukkan dan timbang air kedalam gelas piala (1) sejumlah 110gram,
panaskan air tersebut sampai mendidih
3. Dalam gelas piala lain (2), buat suspense amilum. Timbang amilum sejumlah
20gram. Larutkan dalam 4ml air aduk
4. Setelah air gelas (1) mendidih, tambahkan suspensi amilum dari gelas piala
(2) sambil diaduk terus sampai bening
5. Bilas gelas piala (2) dengan air sisa (4ml)
6. Timbang gelas piala, ad dengan air hingga 120gram
Granulasi hingga tabletasi
1. Penimbangan bahan.
2. Pencampuran bahan-bahan yang digunakan. Parasetamol + amilum + laktosa
digerus sampai homogen.
3. Kemudian tambahkan mucilage amili sedikit demi sedikit sambil diaduk
sampai terbentuk massa yang basah yang sesuai untuk dibuat granul. (massa
harus dapat dikempa namun dapat dipatahkan)
4. Massa basah kemudian di ayak dengan ayakan mesh 10 atau 12 (ukuran mesh
tergantung bobot tablet)
5. Granul basah dikeringkan dalam oven dengan suhu 60°C sampai kandungan
lembab antara 2-5 %
6. Granul yang kering (kandungan lembab 2-5 %) diayak kembali dengan
ayakan mesh 14 atau 16
7. Granul kering kemudian ditimbang dan evaluasi
8. Granul yang telah memenuhi syarat dapat dicampur dengan fasa luar (talcum
dan amilum kering) aduk sekitar 10menit hingga homogeny kemudian
tambahkan Mg stearat aduk selama 2 menit
9. Massa siap cetak dievaluasi kemudian ditabletasi menggunakan punch
diameter 13mm dengan bobot yang telah ditentukan (dari hasil perolehan
granul)
10. Tablet dievaluasi menurut persyaratan yang berlaku
D. Pengawasan Dalam Proses (IPC)
1) Kandungan Lembab
Kadar atau kandungan air serbuk ataupun granul ditentukan dengan
menggunakan alat “Infrared Moisture Determination Balance”. Caranya yaitu 5
gram serbuk diletakan pada piring timbangan sebelah kanan dan anak timbangan
5 gram diletakan pada timbangan sebelah kiri, disini dapat diperhatikan skala
dalam posisi nol (Ben, 2008) . Lampu IR dihidupkan pemanasan dilakukan
sampai jarum penunjuk tidak pergerak lagi (konstan), angka tersebut menyatakan
jumlah air (%) yang dikandung oleh granul tersebut (Firmansyah, 1989).Jika berat
kering ditimbang kembali maka dapt juga dihitung kadar air dengan persamaan:
(Ben, 2008)
W 1−W 2
Kadar air= x 100 %
W1

Keterangan : W1 = berat serbuk basah (awal)

W2 = berat serbuk kering (akhir)

Hasil kandungan lembab granul yang baik yaitu antara 2%-5%


(Firmansyah, 1989). Jika kandungan lembab < 2% maka terlalu banyak fine yang
dihasilkan dan zat pengikat tidak bekerja sehingga tablet nantinya mudah pecah,
sedangkan jika kandungan lembab .5% maka granul akan menjadi sangat lengket
dan menyulitkan dalm proses pencetakan. Selain itu, kandunganair yang dapat
memicu pertumbuhan mikroba lebih cepat.

Tujuan pengukuran kadar lembab pada granul yaitu memastikan


kandungan lembab/air granul berada pada rentang 2% - 5% sehingga zat pengikat
dapat bekerja maksimal.

2) Distribusi Ukuran Granul


Distribusi ukuran granul akan memberikan gambaran mengenai bahan
yang digunakan, bahan pengikat yang kuat akan memberikan kurva distribusi
yang normal dimana granul ukuran kecil dan besar persentasenya kecil. Cara :
satu set ayakan yang masing-masingnya telah ditimbang dengan seksama dan
terdiri dari ayakan no. 18, 25, 35, 45, 75, 100, 120, dan 170, diayak 10 gram
granul selama 5 menit. Masing-masing fraksi ditimbang dan tentukan
distribusinya dan diameter mediannya (Firmansyah,1989).
3) Penentuan Kadar Fine
Timbang 10 gram granul dan ayak diatas pengayak no.140 selama 5 menit
diatas shaker dan timbang fine yang terdapat diatas nampan / wadah penampung.
Kadar fine yang baik yaitu ±10% dari berat tablet (Firmansyah, 1989).
4) Penentuan Kekerasan Granul
Sebutir granul diletaqakkan diatas bidang datar yang dapat dinaik
turunkan tepat dibawah piring timbangan, letakkan sedikit demi sedikit pemberat
diatas piring sampai granul retak atau pecah. Kekerasan granul sama dengan berat
dari beban. Alat yang digunakan yaitu granul Strenghth-Testing Apparatus
(Firmansyah, 1989).
5) Porositas
Porositas berbanding lurus dengan waktu hancur dan berbanding terbalik
dengan kekerasan tablet. Variasi porositas dsapt mempengaruhi proses seperti
aliran serbuk atau granul dari hoper. Akibat langsung mungkin terlihat pada
variasi berat dari sediaan padat yang dihasilkan berdasarkan volume seperti tablet
dan kapsul keras (Firmansyah, 1989).
Penentuan bobot jenis benar (True density), bobot jenis nyata (Apparent
density), dam bobot jenis mampat (Tap density) digunakan untuk menentukan
faktor Hausner dan kompresibilitas serbuk/granul tersebut.
o Penentuan bobot jenis benar (True density)
Penentuan ini menggunakan piknometer dan pelarut dimana bahan-bahan
pembentuk granul tidak larut didalamnya. Cara: (Firmansyah, 1989)
1. Timbang piknometer kosong (a)
2. Piknometer diisi sampai batas dengan pelarut organic yang sesuai dan timbang
(d)
3. Lebih kurang 2 gram granul dimasukan kedalm piknometer kemudian
ditimbang (b)
4. Pelarut ditambahkan kedalam piknometer sampai penuh dan timbang (c)

d−a( gram)
Bobot jenis pelarut=
v (ml)

( b−a ) x p
Bobot jenis benar granul=
b+d −a−c

o Bobot jenis nyata (Apparent density)


100 gram granul masukkan ke dalam gelas ukur 250ml. Ratakan
permukaannya dan catat volumenya(Vo), kemudian dilakukan pengetukan
dengan lat yang memberikan ketukan 85kali/menit. Volume ketukan ke 10
dan ke 500 dicatat (V10 dan V500), kemudian hitung : (Firmansyah, 1989)
100( gram)
Berat jenis nyata=
Vo( ml)

100(gram)
Berat jenis mampat=
V 500(ml)

Porositas (e) dihitung sebagai berikut :

BJ Nyata atau BJ Mampat


e=1− x 100 %
BJ Benar

Bobot jenis benar adalah massa granul dibagi dengan volume granul tanpa
volume rongga antar granul dan volume pori-pori pada granul.

Bobot jenis nyata adalah massa granul dibagi volume granul tanpa volume rongga
antar granul.

Bobot jenis mampat adalah granul yang telah diketahui bobotnya dimampatkan
500kali.

(Firmansyah, 1989)

Setelah selesai percobaan yang dilakukan diatas maka dapat dihitung


faktor Hausner dan kompresibilitas granul : (Ben, 2008)

Dt (bobot jenis mampat )


Hf (Faktor Hausner )=
Do(bobot jenis murni/benar )

( Dt −Do)
Kompresibilitas= x 100 %
Dt

Kriteria : %K = 5% - 15% (aliran sangat baik)

16% - 25% (aliran baik)

≥26% (aliran buruk)

6) Sifat Aliran
Akan berpengaruh pada variasi bobot tablet. Kecepatan aliran akan
dipengaruhi oleh faktor ukuran partikel, distribusi ukuran, bentuk, bobot jenis,
karakteristik permukaan dan geometri serta ukuran relatif hopper (Firmansyah,
1989).
Cara yang paling sering untuk mengevaluasi sifat aliran ini adalah dengan
menentukan sudut istirahat dan waktu yang diperlukan sejumlah serbuk umtuk
melalui suatu lubang. Sudut istirahat dibentuk bila serbuk atau granul jatuh bebas
melalui suatu lubang pada permukaan horizontal dan membentuk tumpukan
kerucut, sudut antara permukaan kerucut dan bidang horizontal disebut sudut
istirahat atau angle of repose. Cara penentuan:
 Cara silinder, ke dalam tabung silinder kaca yang berdiametrer 9,4cm dan tinggi
20cm dan terletak diatas permukaan horizontal, masukkan granul yang akan
ditentukan, ratakan permukaan atas granul. Tabung silinder secara perlahan-lahan
dan tegak lurus diangkat keatas sampai semua granul meninggalkan tabung. Ukur
tinggi puncak timbunan granul serta diameternya (Firmansyah, 1989).
 Cara corong, ke dalam corong dengan diameter panjang dan diameter tangkai
corong tertentu dimasukkan sejumlah granul dan ratakan permukaannya.
Sebelumnya mulut corong bagian bawah ditutup, kemudian lubang dibuka dan
biarkan granul mengalir dengan bebas. Jarak ujung tangkai corong sedemikian
rupa sehingga ujungnya menyentuh puncak dari tumpukan granul.
 Cara drum, ke dalam drum dimasukkan granul, kemudian drum digulirkan pada
permukaan bidang datar.

Cara menghitumh sudut istirahat :

tinggi puncak timbunan


tan α=
jari− jari

Hubungan sudut istirahat dengan aliran :

- Sudut α >60°, serbuk sangat kohesif


- Sudut α <25°, serbuk bersifat non kohesif
- Harga α yang tinggi biasanya memperlihatkan sifat aliran serbuk jelek dan
ukuran partikel biasanya antara 75µ dan 100µ
- Harga α yang rendah biasanya memperlihatkan sifat aliran serbuk baik dan
ukuran partikel biasanya lebih besar dari mesh 60µ atau 250µ

Tan dari α merupakan koefisien gesekan dari partikel dan biasanya


dihubungkan dengan sifat-sifat aliran serbuk. Contoh sudut α 65° koefisien
gesekannya adalah tan 65° = 2,14

Bentuk partikel akan mempengaruhi gesekan antar partikel dan


konsekuensinya akan menentukan sifat alirnya

a. biasanya mengalir dengan mudah

b. biasanya mengalir dengan mudah

c. tidak mengalir semudah a atau b

d. biasanya menunjukkan aliran yang buruk dan mudah membentuk jembatan


kristalin

e. biasanya menunjukkan aliran yang baik dan mudah membentuk jembatan


kristalin

f. aliran yang buruk dan mudah membentuk jembatan kristalin

(Firmansyah, 1989)
 Metode sudut istirahat
Masukkan 100 gram granul (tutup bagian bawah corong) kemudian
tamping granul diatas kertas grafik. Hitung α jika α :

α Sifat alir

25 – 30 Sangat mudah mengalir

30 – 40 Mudah mengalir

40 – 45 Mengalir

>45 Kurang mengalir

Menggunakan corong yang dipasang pada statif yang diletakkan pada


bagian tertentu, kemudian granul dialirkan melalui corong dan ditampung pada
bagian bawahnya. Gundukan yang ada tertampung lalu diukur tinggi (h) dan
diameternya (d)

7) Kadar Mampat
100 gram granul dimasukkan ke dalam gelas ukur 250ml catat volume
(Vo), lakukan pengetukan dengan alat dan hitung volume pada ketukan 10, 50 dan
500 (V1)

( Vo−V 1)
%T= x 100 %
Vo

Kriteria : %T < 20% , granul memiliki aliran yang baik.

E. Uji Mutu Farmasetik Sediaan Akhir

Evaluasi Fisika

1) Keragaman Bobot
Prinsip : sejumlah 10 tablet yang telah dibersihkan dari debu ditimbang satu per satu,
hitung bobot rata-ratanya.

Tujuan : untuk melihat keragaman bobot dari sediaan tablet yang mengandung satu atau
lebih zat aktif.

Penafsiran hasil : tidak lebih dari 2 tablet mempunyai penyimpangan yang lebih besar
dari kolom A dan tidak boleh ada 1 tablet pun mempunyai penyimpangan lebih besar dari
kolom B yang tertera pada daftar berikut :

Penyimpangan bobot rata-rata %


Bobot rata-rata
A B

25mg atau kurang 15 20

26mg-150mg 10 20

151mg-300mg 7,5 15

>300mg 5 10

(Farmakope Indonesia V, 1053)

2) Kekerasan Tablet

Prinsip : Masing-masing 10 tablet dari tiap batch diukur kekerasannya dengan alat
pengukur kekerasan tablet (Nugrahani, 2005). Alat yang dapat digunakan untuk
mengukur kekerasan tablet diantaranya Monsanto Tester, Pfizer Tester dan Strong Cobb
Hardness Tester (Ben, 2008).

Uji kekerasan tablet didefenisikan sebagai uji kekuatan tablet yang mencerminkan
kekuatan tablet secara keseluruhan yang diukur dengan member tekanan terhadap
diameter tablet

Cara melakukan penentuan kekerasan tablet dengan alat Pfizer adalah sebagai berikut :
(Firmansyah, 1989)
- Letakkan sebuah tablet diantara anvil dengan punch, tablet dijepit dengan cara
menjepit alat tersebut sampai tablet pecah atau retak
- Pada saat tersebut angka yang ditujukan oleh jarum pada skala dicatat, maka
kekerasan tablet adalah bilangan yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk pada skala
tersebut. Kekerasan tablet ada kaitannya dengan waktu hancur maupun dengan
kerapuhan

Tujuan : menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti


goncangan, kikisan, terjadi keretakan tablet selama pembungkusan, pengangkatan dan
pemakaian.

Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan, semakin besar tekanan
yang diberikan saat pencetakan akan meningkatkan kekerasan tablet.

Kriteria : tablet kecil 4kg/cm2 , tablet besar 7 – 10 kg/cm2, sedangkan untuk tablet lepas
terkendali non swellable 10 – 20 kg/cm2 (Ben, 2008).

3) Keseragaman Ukuran

Prinsip : dilakukan pengukuran terhada 20 tablet, menggunakan jangka sorong diukur


diameter dan tebal tablet.

Tujuan : melihat perkiraan bobot tablet sesuai dengan jumlah bahan obat yang
dikandungnya. Selain itu agar penampilan yang menarik dari tablet (Firmansyah, 1989).

Kriteria : Farmakope Indonesia menyatakan bahwa kecuali dinyatakan lain, garis tengah
tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1⅓ kali tebal tablet.

4) Kerapuhan Tablet (Friabilitas)

Tujuan : untuk menentukan kemampuan dan daya tahan tablet terhadap guncangan dan
gesekan selama processing, packing,transportasi sampai kepada konsumen. Ketahanan
terhadap abrasi adalah suatu ukuran dari kohesi interpartikel dan juga merupakan
kekuatan dari bahan pengikat. Menjamin keutuhan tablet saat dikonsumsi oleh konsumen
sesuai kadarnya.
Prinsip : pengukuran dilakukan terhadap 20 tablet yang sebelumnya telah dibersihkan
dari debu, pengukuran ini menggunakan alat Riche Friabilator yang mampu berputar
25kali permenit.

Cara pengukuran adalah sebagai berikut :

- 20 tablet bebas debu ditimbang bersama (W1) kemudian dimasukkan ke dalam Roche
Friabilator
- Jalankan alat, biarkan berputar selama 4 menit (100 kali putaran)
- Bersihkan kembali ke 20 tablet tersebut dari debu dan timbang (W2)
- Hitung besarnya kerapuhan tablet yaitu

W 1−W 2
Friabilitas= x 100 %
W1

Kriteria : ada beberapa batas kerapuhan yang diperkenankan diantaranya Lachman


menyatakan 0,8% sedangkan Roche sampai 1% (Firmansyah, 1989).

Tes ini tidak dapat dilakukan terhadap tablet yang tidak utuh pada waktu perputaran
terjadi dalam keadaan demikian tes harus diulang kembali. Kerapuhan tablet ada
kaitannya dengankeutuhan tablet sampai ketangan konsumen. Apabila tes kerapuhan ini
tidak terpenuhi maka dikhawatirkan keutuhan tablet sebelum digunakan oleh konsumen
tidak dapat dijamin kadarnya (Firmansyah, 1989).

5) Waktu Hancur Tablet

Tujuan : menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam masing-masing
monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet/kapsul digunakan sebagai
hisap/dikunyah/dirancang untuk pelepasan kandungan obat secara bertahap dalam waktu
tertentu (Farmakope Indonesia IV, 1411). Waktu hancur tablet berkaitan erat dengan
ketersediaan biologis obat (Firmansyah, 1989).

Prinsip : waktu hancur ini dipengaruhi oleh faktor formulasi, sifat fisik bahan obat, bahan
pembantu serta tekanan yang diberikan pada saat pencetakkan. Tekanan yang
berkelebihan atau tablet dengan kekerasan yang besar akan memperpanjang waktu
hancurnya

Cara melakukan tesnya yaitu

- Isikan bejana dengan cairan yang cocok seperti cairan lambung buatan ataupun cairan
usus buatan sesuai dengan tablet yang akan diukur waktu hancurnya
- Larutan yang digunakan diatur suhunya sampai 37° ± 2°C
- Jumlah cairan ini sedemikian rupa sehingga pada saat keranjang turun permukaannya
tidak tenggelam dalam cairan dan pada saat keranjang ini naik, permukaan
sebelahnya tidak melebihi permukaan cairan
- Masukkan tablet yang akan ditentukan waktu hancurnya satu per satu pada 6 tabung
yang ada, setelah itu dalam masing-masing tabung dimasukkan pula cakram yang
terbuat dari plastic
- Jalankan alat dan catat waktu mulai saat alat dijalankan sampai semua tablet telah
melewati saringan yang terdapat pada setiap tabung

Kecepatan turun naiknya alat diatur sebanyak 30kali setiap menit (Firmansyah, 1989).

Kriteria : tablet tak bersalut waktu hancurnya tak boleh lebih dari 15 menit dan untuk
tablet salut enteric tidak boleh hancur dalam waktu 60 menit dalam medium asam dan
harus segera hancur dalam medium basa. Semua tablet harus hancur sempurna. Bila 1
atau 2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya, tidak
kurang 16 dan 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna (Farmakope Indonesia IV,
1141).

6) Uji Disolusi

Tujuan disolusi secara in vitro :

- Untuk meramalkan kecepatan disolusi suatu obat dalam saluran pencernaan


- Merupakan suatu pegangan dalam pengembangan suatu produk sediaan obat
- Untuk mengawasi keseragaman suatu produk sediaan obat dari batch ke batch
(Firmansyah, 1989).
Disolusi merupakan salah satu pendekatan untuk meramalkan ketersediaan biologis obat
didalm tubuh (Firmansyah, 1989).

Prinsip : dengan menentukan jumlah bahan aktif terlarut pada setiap selang waktu
tertentu

Pengukuran disolusi dilakukan terhadap 6 tablet, diukur satu persatu memakai alat
Dissolution Tester.

Cara pengukuran :

- Tablet diletakkan didalam keranjang kawat yang dapat berputar dengan kecepatan
50, 100, 150 kali permenit
- Keranjang dimasukkan ke dalam wadah yang berisi medium pada suhu 37°C
- Putar keranjang dengan kecepatan 50kali permenit
- Dalam selang waktu tertentu cairan medium diambil dengan pipet melalui “sampling
port” kemudian kedalam wadah ditambahkan larutan medium baru sebagai pengganti
yang telah diambil
- Cairan medium yang diambil dalam selang waktu tertentu ditentukan secara
kuantitatif jumlah bahan obat yang larut pada waktu tertentu (Firmansyah, 1989).

Menurut monografi parasetamol (FI IV, 650)

 Media disolusi 900ml larutan dapar fosfat pH 5,8


 Alat tipe 2 50 rpm
 Waktu 30 menit

Prosedur : mengukur serapan filtrat larutan uji, jika perlu diencerkan dengan media
disolusi dan serapan larutan baku parasetamol BPFI dalam media yang sama pada
panjang gelombang maksimum ±243nm.

Kriteria : dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% C 8H9NO2 dari jumlah
yang tertera pada etiket (FI IV, 650).
Evaluasi Biologi

1) Uji efektivitas pengawet

Tujuan : mennunjukan efektivitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan


dosis ganda yang dibuat dengan bahan pembawa yang dicantumkan pada etiket yang
bersangkutan.

Prinsip : dengan menggunakan media biakan mikroba, sediaan uji diuji efektivitas
pengawet dengan menghitung jumlah mikroba yang mengkontaminasi sediaan.

Penafsiran hasil : (a) jumlah bakteri pada hari ke-14 berkurang hingga ±0,1% dari jumlah
obat, (b) jumlah kapang dan khamir selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari
jumlah awal, jumlah tiap mikroba uji dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang dari
bilangan yang disebut a & b (FI IV, 854-855).

Evaluasi Kimia

1) Penetapan Kadar

Prinsip : kadar bahan obat ditetapkan sesuai dengan monografi yang terdapat dalam
farmakope. Untuk parasetamol cara penetapan kadar :

Lakukan dengan cara kromatografi cair kinerja tinggi seperti yang tertera pada
kromatografi. Fase gerak buat campuran air : metanol p (1 : 1) saring jika perlu lakukan
penyesuaian menurut kesesuaian sistem.

Larutan baku : timbang seksama sejumlah parasetamol BPFI, Larutkan dalam fase gerak
hingga kadar ±0,01 mg per mL (FI IV, 650).

Larutan uji : timbang seksama sejumlah serbuk tgablet setara ±100 mg parasetamol,
masukkan ke dalam labu ukur 200mL, tambahkan ±100mL fase gerak kocok selama 10
menit, encerkan dengan fase gerak sampai tanda, pipet 5 mL larutan ke dalam labu
terukur 250mL encerkan dengan fase gerak sampai tanda, saring larutan melalui
penyaring dengan porositas 0,5µm atau lebih halus, buang 10mL filtrate pertama.
Gunakan filtrat sebagai larutan uji (FI IV,650).

Prosedur : suntikkan secara terpisah sejumlah volume yang sama larutan baku dan larutan
uji ke dalam kromatografi. Rekam kromatogram, ukur respon puncak utama. Hitung
jumlah dalam mg C8H9NO2 dalam serbuk tablet yang digunakan dengan rumus :

10000 C ( rvrs )
Keterangan : C = kadar parasetamol BPFI dalam mg per mL larutan baku

rv = respon puncak larutan uji

rs = respon puncak larutan baku

(Farmakope Indonesia IV, 650)

Tujuan : menentukan jumlah parasetamol dalam serbuk tablet apakah sudah sesuai
dengan etiket dan criteria tablet (Farmakope Indonesia IV, 651).

Kriteria : tablet parasetamol mengandung parasetamol C8H9NO2 tidak kurang dari 90%
dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket (Farmakope Indonesia IV,
650).

Anda mungkin juga menyukai