Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRATIKUM FARMAKOGNOSIS

STANDARISASI SIMPLISIA

Nama : Fauzha Muftia

NIM : 34190288

PROGRAM STUDI FARMASI

STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................2

DASAR TEORI...........................................................................................................................2

ALAT BAHAN............................................................................................................................4

CARA KERJA.............................................................................................................................5

PEMBAHASAN..........................................................................................................................8

KESIMPULAN..........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................15
DASAR TEORI

Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan diggunakan untuk
obat atau sebagai bahan baku harus memenuhi standar mutu. Sebagai parameter standar yang
sigunakan adalah persyaratan yang terlihat dalam monografi resmi yang terbitan Departemen
Kesehatan RI seperti Materia Medika Indonesia.

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali
dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dinyatakan
lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia terdiri dari simplsiia nabati, hewani dan
mineral. nabati, hewani dan mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman
utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang di maksud eksudat tanaman adalah isi sel
yang secara spontan keluar dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan dari tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh atau
zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia
pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah
dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. Untuk menjamin keseragaman
senyawa aktif, keamanan maupun kegunaan simplisia harus memenuhi persyaratan minimal
untuk standardisasi simplisia. Standardisasi simplisia mengacu pada tiga konsep antara lain
sebagai

berikut:

1. Simplisia sebagai bahan baku harus memenuhi 3 parameter mutu umum (nonspesifik)
suatu bahan yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian, aturan penstabilan
(wadah, penyimpanan, distribusi)

2. Simplisia sebagai bahan dan produk siap pakai harus memenuhi trilogi Quality-
Safety-Efficacy

3. Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang berkontribusi terhadap respon
biologis, harus memiliki spesifikasi kimia yaitu komposisi (jenis dan kadar) senyawa
kandungan (Depkes RI, 1985).

Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses standardisasi suatu
simplisia. Parameter standardisasi simplisia meliputi parameter non spesifik dan spesifik.
Parameter nonspesifik lebih terkait dengan faktor lingkungan dalam pembuatan simplisia
sedangkan parameter spesifik terkait langsung dengan senyawa yang ada di dalam tanaman.
Penjelasan lebih lanjut mengenai parameter standardisasi simplisia sebagai berikut:

1. Kebenaran simplisia
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik, makroskopik dan
mikroskopik. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan dengan
menggunakan indera manusia dengan memeriksa kemurnian dan mutu
simplisia dengan mengamati bentuk dan ciri-ciri luar serta warna dan bau simplisia.
Sebaiknya pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan mengamati ciri-ciri
anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia.

2. Parameter non spesifik

Parameter non spesifik meliputi uji terkait dengan pencemaran yang disebabkan oleh
pestisida, jamur, aflatoxin, logam berat, penetapan kadar abu, kadar air, kadar minyak
atsiri, penetapan susut pengeringan.

3. Parameter spesifik

Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia.Uji


kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa tertentu
dari simplisia. Biasanya dilkukan dengan analisis kromatografi lapis tipis (Depkes RI,
1985).

Standarisasi simplisia harus dilakukan pada setiap tahap penyiapan simplisia. Meliputi
penyiapan bibi, budidaya sampai dengan proses pemanenan dan penanganan pasca panen
(pengeringan). Standarisasi dapat dilakukan melalui penerapan teknologi yang tervalidasi pada
proses menyeluruh yang meliputi penyediaan bibit unggul (pre farm), budi daya tanaman obat
(off farm), ekstraksi, formulasi, uji klinik serta produksi.

1. Pre-Farm
Teknologi produksi benih / bibit unggul tumbuhan obat, secara konvensional
ataupun bioteknologis.
2. On-Farm
Teknologi budidaya tumbuhan obat yang mengacu pada GAP
3. Off-Farm
Teknologi panen yang memperhatikan kandungan senyawa aktif berkhasiat obat
maupun parameter kualitas lainnya yang dipersyaratkan.
a. Teknologi pasca panen / pengolahan yang menghasilkan simplisia yang
memenuhi persyaratan.
b. Teknologi ekstrak standar untuk mendapatkan ekstrak yang tervalidasi
kandungan senyawa aktif. 6
c. Teknologi pengujian khasiat dan toksisitas pada tingkat pre klinik yang
memenuhi persyaratan validitas (Herbal Terstandar).
d. Teknologi pengujian khasiat dan toksisitas pada tingkat klinik yang memenuhi
persyaratan validitas (Fitofarmaka).
ALAT BAHAN

Alat:

1. Timbangan 14. Corong pisah

2. Pisau dapur 15. Cawan petri

3. Tampah 16. Lampu UV 254 dan UV 366

4. Kertas koran 17. Bejana pengembang

5. Rak jemur simplisia / rak 18. Mikropipet


pengeringan
19. Yellow tip
6. Kertas pengemas
20. Penggaris
7. Staples
21. Krus silika
8. Neraca digital
22. Oven
9. Blender
23. Kotak penyimpan krus
10. Kertas timbang
24. Ember berisi kapur tohor
11. Kertas saring
25. Seperangkat alat destilasi minyak
12. Tabung reaksi
26. Atsiri dan kadar air
13. Corong kaca
27. Densitometer

           

Bahan:

1.      Rimpang Jahe

2.      Rimpang Lengkuas

3.      Fase gerak : Toluena : Etil asetat (93:7)

4.      Fase diam : Silika Gel F254

5.      Etanol 70%

6.      Toluena
7.      Pereaksi semprot: Vanilin-asam sulfat.

CARA KERJA

a. Pemeriksaan Kadar Air

Lebih kurang 2g sampai 3g simplisia dimasukkan pada alat pengukur kadar air. Kadar
udara maksimal untuk simplisia kering adalah kurang dari 10% (<10%).

b. Penetapan Kadar Abu

Lebih kurang 2 g sampai 3 g zat yang telah digerus dan ditimbang saksama, status ke
dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Lahan lahan
hingga arang habis, dinginkan timbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat
dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa
dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrasi kedalam krus, uapkan,
pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara.

c. Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh pada Penetapan Kadar Abu, didihkan dengan 25 asam kliorida encer
P selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang
telah dikeringkan diudara.

d. Penetapan Kadar Air

1) Alat

Sebuah labu 500 ml (A) dihubungkan dengan pendingin air balik (C) dengan pertolongan
alat penampung (B). Tabung penerima 5 ml (E), berskala 0,1 ml. Pemanas yang
digunakan sebaiknya pemanas listrik yang suhunya dapat diatur atau tangas minyk.
Bagian atas labu tabung penyambung (D) yang sebaiknya dibungkus dengan asbes.

2) Pereaksi Toluen.

Tambahkan toluene P, kocok dengan sedikit udara, biarkan memisah. buang lapisan air
suling.

3) Cara Penetapan

Bersihkan tabung penerima dan pendinginan dengan asam pencuci, Di dengan udara,
keringkan dalam lemari pengering. Ke dalam labu Kensepresidenan sejumlah zat yang
ditimbang saksama yang mengandung 2 ml sampai 4 ml air. Jika zat berupa pasta,
timbang dalam sehelai lembaran logam dengan ukuran vang sesuai dengan leher labu.
Untuk zat yang dapat menyebabkan gejolak mendadak, tambahkan pasir kering yang
telah memenuhi secukupnya hingga mencukupi dasar labu atau sejumlah tabung kapiler,
panjang lebih dari 100 mm yang salah satu ujungnya tertutup. Masukkan kurang lebih
200 ml toluene kedalam labu, hubungan alat. Tuang Toluen kedalam tabung penerima
(R) melalui alat pendingin. Panaskan labu hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen
mulai mendidih, suling dengan kecepatan kurang dari 2 tetea perdetik, hingga sebagian
besar udara tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tia detik.
Setelah semua udara tersuling, cuci bagian alam pendinginan dengan toluene, sambil
dibersihkan dengan sikat tabung yang disambungkan pada kawat tembaga dan lebih
dibasahi dengan sikat tabung yang disambungkan pada kawat tembaga dan lebih dibasahi
dengan toluene. Lanjutkan penyulingan selama 5 menit.biarkan tabung penerima
pendingin hingga suhu kamar. Jika ada tetesan udara yang melekat pada pendingin
tabung penerima, gosok dengan karet yang diikatkan pada sebuah kawat tembaga dan
basahi dengan toluene memisah sempurna, baca volume udara. Hitung kadar udara
dalam%.

e. Penetapan Susut Pengeringan

Susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat. Kecuali dinyatakan
lain, penetapan suhu adalah 105 ° C dan pengeringan susut ditetapkan sebagai berikut:
timbang seksama 1 g sampai 2 g zat dalam botol timbang dangkal bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan pada penetapan suhu selama 30 menit dan telah ditara. Jika
zat berupa hablur besar, sebelum ditimbang digerus dengan cepat hingga ukuran butiran
lebih kurang 2 mm. Ratakan zat dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol
hinBga merupakan lapisan setebal lebih

kurang 5 mm sampai 10 mm, hak milik ruang pengering, tutupnya keringkan pada suhu
penetapan hingga bobot tetap. Sebeium setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan
tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar ika sithu Jebur zat lebih rendah
dari suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5 dan 10 dibawah suhu
leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada sunu penetapan selama waktu yang
ditentukan atau sehingga bobot tetap.

f. Penetapan Minyak Atsiri

1) Bahan yang berguna jika perlu, digiling menjadi serbuk kasar atau di memarkan.
Untuk pembuatan serbuk, bahan setelah dikeringkan kapur tohor yang sebaiknya digiling
menggunakan penggiling sederhana yang digerakkan dengan tangan, dan penggiling
tidak menjadi panas. Pememaran dalam sebuah mortar, kemudian mortar dibilas dengan
cairan penyuling. ilakukan

 Labu bulat 1,000 ml,


 Pendingin

 Buret 0,5 ml berskala 0,01

Alat-alatnya seluruhnya terbuat dari kaca. Sebelum digunakan, buret yang didasarkan
dengan etanol (90%) P dan dengan eter P kemudian dibebaslemakkan dengan asam pencuci
dan dibilasi dengan air hingga bebas asam.

2) Cara Penetapan

a) Cara I

Campur bahan yang dalam labu dengan cairan penyuling, pasang alat, isi buret dengan air
hingga penuh, panaskan dengan tangas udara, hingga penyulingan yang berlangsung
lambat tetapi teratur, setelah penyulingan selesai, biarkan selama tidak kurang dari 15
menit, catat volume minyak atsiri pada buret. Hitung kadar minyak atsiri dalam% v / b.

b) Cara II

dilakukan menurut cara yang tertera pada cara I. sebelum diisi penuh dengan udara,
terlebih dahulu diisi dengan 0,2 ml xilena yang diukur seksama. Volume minyak
dihitung dengan mengurangkan volume yang dibaca dengan volume xilena.

PEMBAHASAN

Tujuan dari paraktikum ini adalah membuat simplisia termasuk uji kualitasnya secara
makroskopik dan organoleptis seerta dapat menetapkan beberapa parameter standar
simplisia. Pada praktikum ini parameter standarnya dalam pengujiannya iyalah pemeriksaan
kadar air, penetapan kadar abu, penetapan kadar abu yang tidak larut asam, penetapan kadar air,
penetapan susut pengeringan, dan penetapan kadar minyak atsiri.

Kadar air dalam suatu simplisia perlu diperhatikan, karena kandungan air yang tinggi akan
menginisiasi pertumbuhan mikroba, jamur, reaksi pembusukan serta reaksi enzimatis yang pada
akhirnya diikuti reaksi hidrolisis terhadap senyawa kimia dalam simplisia yang kemungkinan
bisa berakibat toksik. Oleh karena itu simplisia perlu distandardisasi salah satunya dengan
penetapan kadar air yang bertujuan untuk mengukur kadar air dalam simplisia sehingga dapat
terjamin keamanan, kualitas dan khasiat simplisia yang diperoleh. Maka dari itu simplisia Lebih
kurang 2g sampai 3g simplisia dimasukkan pada alat pengukur kadar air. Kadar udara maksimal
untuk simplisia kering adalah kurang dari 10% (<10%).

Kadar air ditetapkan dengan menggunakan destilasi toluene. Cara ini merupakan caara paling
umum digunakan dan hasilnya valid karena hanya air yang nantinya akan tertampung. Sebelum
digunakan, toluene dijenuhkan terlebih dahulu dengan air. Proses penjenuhan dilakukan agar air
dari simplisia tidak akan terikat lagi di dalam toluene, karena toluene sudah jenuh dengan air.
Apabila toluene tidak jenuh dengan air dikhawatirkan akan mempengaruhi pengukuran kadar ait
dalam simplisia. Penjenuhan dilakukan dengan cara menambahkan 10 ml air ke dalam 150 ml
dalam corong pisah, kemudian digojog. Lalu didiamkan beberapa saat agar terbentuk 2 lapisan
cairan. Kemudian air dan toluene dipisah. Toluene yang telah jenuh dengan air digunakan untuk
destilasi. Dari penjenuhan volume tidak berkurang.

Dalam penetapan kadar, digunakan serbuk kasar dari simplisia sebanyak 10 gram yang
diperkirakan mengandung 2-4 ml air. Sebanyak ± 0,35 ml toluene dimasukkan ke dalam labu.
Alat dihubungkan dan labu dipanaskan hingga mendidih selama 15 menit. Setelah toluene
mendidih, dilakukan penyulingan dengan kecepatan kurang dari 2 tetes per detik. Lalu
menaikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Penyulingan dilanjutkan selama 5
menit dan tabung penerima pendingin dibiarkan. hingga suhu kamar. Ditunggu hingga 2 jam.
Setelah air dan toluene memisah sempurna, dilakukan pembacaan volume. Dari percobaan
diperoleh kadar air pada simplisia yang tertampung adalah 3 % b/v; 3 % b/v; 8 % b/v; 3 % b/v; 1
% b/v; dan 6,5 % b/v. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa simplisia yang kami hasilkan
dari semua kelompok perlakuan memenuhi persyaratan simplisia yang baik , karena kadar air
yang baik adalah kurang dari 10%.

Penetapan kadar abu bertujuan memberikan gambaran kandungan mineral baik dari dalam
simplisia maupun dari mineral cemaran luar, sehingga ini bias digunakan untuk mengetahui
tingkat cemaran senyawa non organik (mineral). Prinsip kerja penetapan kadar abu yaitu bahan
dipanaskan pada temperature dimana senyawa organik dan turunannya menguap sehingga hanya
senyawa mineral (anorganik) yang tertinggal. Sedangkan penetapan kadar abu tidak larut asam,
merupakan kelanjutan dari penetapan kadar abu, yaitu dengan melarutkan hasil abu dari
penetapan kadar abu sebelumnya dalam larutan asam. Parameter ini memberikan profil mengenai
kemungkinan adanya senyawa logam atau cemarannya.

Kadar abu dipengaruhi oleh lokasi tumbuh tanaman. Variasi kadar abu berbeda-beda
meskipun tanamannya sama. Karena tempat tumbuh tanaman mengakibatkan kandungan mineral
dari tanah yang diserap akar tanaman juga akan berbeda-beda. Selain itu, bisa saja karena
preparasi simplisia sehingga mineral eksternal lingkungan terikut sehingga ditetapkan sebagai
kadar abu total. Dengan mendapatkan data kadar abu total, pada praktikum ini dapat digunakan
untuk membandingkan besarnya kontaminasi material dan variasi abu alami dalam pada suatu
simplisia dengan simplisia lain yang berbeda perlakuan.

Penetapan kadar abu pada praktikum ini dilakukan dengan pemijaran pada suhu tertentu yaitu
500-1500oF, untuk menghilangkan semua karbon dengan cara paling sederhana. Pada pemijaran
dengan tanur, senyawa organik dan turunannya dalam tanaman akan terdestruksi dan menguap,
jadi yang tertinggal hanya senyawa anorganik. Penetapan kadar abu dilanjutkan dengan metode
gravimetri, yaitu pemanasan 1 jam pada penimbangan berkali-kali hingga selisih perbedaan berat
tertimbang adalah kurang dari 0,25%.
Dalam penetapan kadar abu, pemijaran dilakukan sampai memperoleh bobot tetap yakni
apabila selisih antara dua penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%. Pada penetapan
kadar abu, krus tidak boleh dipegang langsung dengan tangan karena dikhawatirkan keringat
atau minyak dari tangan akan berpengaruh pada berat kadar abu, sehingga akan menyulitkan
dalam pencarian bobot tetap karena berpengaruh pada bobot alat dan proses pembobot tetapan
alat.

Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh kadar abu sebesar 6,485 % b/b (Cawan 1) dan
5,578 % b/b (Cawan 2).Angka tersebut menggambarkan jumlah kandungan mineral dan unsur
anorganik internal ataupun hasil cemaran yang ada simplisia. Selain itu, penetapan kadar abu
berguna untuk mengontrol jumlah pencemar benda-benda anorganik seperti tanah ataupun pasir
yang sering terikut dalam suatu sediaan nabati (Pramono, 1986). Bahan anorganik berasal dari
mineral tanaman yang ada karena adanya mineral larut air yang terikut saat akar menyerap air
dari dalam tanah.

Persen kadar abu ini bias karena terjadi kesalahpenggunaan neraca pada penimbangan krus.
Neraca yang digunakan seharusnya memuat 4 angka di belakang koma, namun yang kami
gunakan adalah neraca yang hanya memuat 3 angka di belakang koma, sehingga menyebabkan
perhitungan sulit mencapai bobot tetap.

PENETAPAN KADAR AIR

Kadar air ditetapkan dengan menggunakan destilasi toluene. Cara ini merupakan caara paling
umum digunakan dan hasilnya valid karena hanya air yang nantinya akan tertampung. Sebelum
digunakan, toluene dijenuhkan terlebih dahulu dengan air. Proses penjenuhan dilakukan agar air
dari simplisia tidak akan terikat lagi di dalam toluene, karena toluene sudah jenuh dengan air.
Apabila toluene tidak jenuh dengan air dikhawatirkan akan mempengaruhi pengukuran kadar ait
dalam simplisia. Penjenuhan dilakukan dengan cara menambahkan 10 ml air ke dalam 150 ml
dalam corong pisah, kemudian digojog. Lalu didiamkan beberapa saat agar terbentuk 2 lapisan
cairan. Kemudian air dan toluene dipisah. Toluene yang telah jenuh dengan air digunakan untuk
destilasi. Dari penjenuhan volume tidak berkurang.

Dalam penetapan kadar, digunakan serbuk kasar dari simplisia sebanyak 10 gram yang
diperkirakan mengandung 2-4 ml air. Sebanyak ± 0,35 ml toluene dimasukkan ke dalam labu.
Alat dihubungkan dan labu dipanaskan hingga mendidih selama 15 menit. Setelah toluene
mendidih, dilakukan penyulingan dengan kecepatan kurang dari 2 tetes per detik. Lalu
menaikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Penyulingan dilanjutkan selama 5
menit dan tabung penerima pendingin dibiarkan. hingga suhu kamar. Ditunggu hingga 2 jam.
Setelah air dan toluene memisah sempurna, dilakukan pembacaan volume. Dari percobaan
diperoleh kadar air pada simplisia yang tertampung adalah 3 % b/v; 3 % b/v; 8 % b/v; 3 % b/v; 1
% b/v; dan 6,5 % b/v. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa simplisia yang kami hasilkan
dari semua kelompok perlakuan memenuhi persyaratan simplisia yang baik , karena kadar air
yang baik adalah kurang dari 10%.

PENETAPAN SUSUT PENGERINGAN

Susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap dari suatu zat. Susut pengeringan
berbeda dengan penetapan kadar air. Di dalam penetapan kadar susut pengeringan yang dihitung
adalah zat-zat yang menguap yang ada dalam simplisia termasuk air. Selain air, zat lain yang
mungkin menguap adalah minyak atsiri, minyak, dan lain-lain. Jadi secara teoritis angka susut
pengeringan bias lebih besar dari angka kadar air. Suhu  penetapan susut pengeringan adalah
105 o kecuali dinyatakan lain.

Prosedur resminya sebagai berikut, timbang 1 gram sampai 2 gram zat dalam botol timbang
dangkal tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan selama 30 menit dan
telah ditara. Jika zat berupa hablur besar sebelum ditimbang digerus dengan cepat hingga ukuran
butiran ± 5 mm-10 mm, masukkan dalam ruangan pengering, buka tutupnya, keringkan pada
suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap penimbangan, biarkan botol dalam keadaan
tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari
suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5o C dan 10o Cdi bawah suhu leburnya
selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama waktu yang ditentukan atau
hingga bobot tetap.

Percobaan dilakukan dengan cara menimbang cawan Petri, kemudian dipanaskan dalam oven
105o C selam 30 menit, kemudian Petri didiamkan selama 15 menit sampai mencapai suhu
kamar. Petri ditimbang dan percobaan diulangi lagi hingga mencapai bobot konstan. Bobot
konstan Petri ini dihitung sebagai bobot awal. Timbang 10 gram serbuk lalu dimasukkan
kedalam Petri, dan kemudian ditimbang setelah serbuk diratakan. Panaskan dalam oven 105 o C
selama 30 menit dengan tutup Petri terbuka, diamkan selama 15 menit hingga dingin, dan
timbang kembali Petri tersebut. Lakukan hingga bobot tetap (<0,25% perbedaannya). Bobot tetap
yang diperoleh dari semua kelompok berturut-turut 0,125 %; 0,11 %; 0 %; 0,1605%; 0,1535%;
dan 0,134 %. Sehingga dapat disimpulkan semua bobot memenuhi syarat karena di bawah 0,25
%. Dari bobot tersebut kemudian dihitung besarnya susut pengeringan. Dari hasil perhitungan
didapatkan harga susut pengeringan seluruh kelompok sebesar 19,739 %; 11,015 %; 8,79 %;
9,015 %; dan 8,08 %. Persentase susut pengeringan terbesar yaitu 19,739 % dimana pada waktu
pengeringan menggunakan sinar matahari langsung dan penyimpanan dengan wadah plastik. Hal
ini membuat komponen-komponen dari simplisia banyak yang menguap karena terpapar sinar
matahari langsung dan juga faktor jenis wadah penyimpanannya.

PENETAPAN MINYAK ATSIRI

Merupakan metode untuk menetapkan kadar minyak atsiri dalam simplisia menggunakan alat
destilator minyak atsiri.
Bahan yang diperiksa: jika perlu, digiling menjadi serbuk kasar atau dimemarkan. Untuk
pembuatan serbuk, bahan setelah dikeringkan di atas kapur tohor sebaiknya digiling
menggunakan penggiling sederhana yang digerakkan dengan tangan, supaya penggiling tidak
menjadi panas. Pememaran dilakukan dalam sebuah mortar dibilas dengan cairan penyuling.

Cara penetapan: campur bahan yang diperiksa dalam labu dengan cairan penyuling, pasang
alat, isi buret dengan air hingga penuh, panaskan dengan tangas udara, hingga penyulingan
berlangsung dengan lambat tetapi teratur, setelah penyulingan selesai, biarkan selama tidak
kurang dari 15 menit, catat volume minyak atsiri pada buret. Hitung kadarminyak atsiri dalam
b/v.

Dalam percobaan, langkah pertama yang dilakukan yaitu rimpang lengkuas dipotong kecil-
kecil sebanyak 20 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu bulat 1000 ml, lalu ditambahkan
air hingga rimpang terendam seluruhnya. Labu kemudian dipasang pada alat destilasi Stahl,
pemanas dihidupkan, kemudian tunggu sekitar 3 jam. Jika sejumlah minyak atsiri telah
tertampung dalam bagian penampung berskala, pencatatn dapat dilakukan dengan pembacaan
sampai 0,1 ml dan volume minyak atsiri untuk setiap 100 gram bahan dapat dihitung dari bobot
bahan yang ditimbang. Skala pada penampang minyak atsiri dengan bobot jenis lebih besar dari
air diletakkan sedemikian sehingga minyak akan tertampung diatas kondensat air, sehingga
secara otomatis air kembali ke dalam labu. Dari proses destilasi tersebut, diperoleh kadar minyak
atsiri berturut-turut sebesar 0,25 % b/v(A); 0,20 % b/v(B); 0,25 % b/v(C); 0,15 % b/v(D); 0 %
b/v(E); dan 0,15 % b/v(F). Kadar minyak atsiri terbesar yaitu kelompok A dan C dengan kadar
0,25 % b/v.  hal ini disebabkan saat pengeringan dengan sinar matahari dan penyimpanan dengan
plastik. Agar memperoleh kadar minyak atsiri yang optimal maka dapat disimpulkan bahwa
pengeringan dengan sinar matahari lebih baik dari pada dengan oven. Selain itu, penyimpanan
dengan plastik lebih baik dari pada dengan kertas untuk menjaga agar minyak tidak menguap.

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN DENSITOMETER

Pada percobaan ini kontrol kualitas yang lain dan sangat penting adalah kontrol kandungan
dalam simplisia sebab bila kandungan berkurang akibatnya efek yang ditimbulkan juga akan
berkurang. Hal ini akan berkaitan dengan jaminan mutu dari bahan dan juga kepercayaan
konsumen terhadap produk akhir simplisia. Apabilla kandungan berbeda-beda atau tidak tetap
maka efek yang akan ditimbulkan berbeda sehingga konsumen akan segan untuk memakai lagi
produk simplisia tersebut.

Salah satu cara untuk mengetahui kandungan zat aktif adalah dengan metode kromatografi.
Kromatografi didasarkan pada perbedaan sifat fisika kimia yang meliputi kelarutan dan
kepolaran terhadap fase gerak. Penyarian sebelum analisis kromatografi dilakukan supaya zat-zat
yang diinginkan saja yang teranalisis. Proses yang digunakan pada penyarian adalah maserasi.
Maserasi memungkinkan serbuk yang sudah halus direndam dalam cairan penyari hingga
meresap dan zat-zat yang mudah larut akan terlarut. Pelarut yang digunakan untuk menyari
adalah etanol 70%.

Langkah pertama dalam penyarian adalah mengambil 2 gram serbuk simplisia kemudian
dimaserasi dengan etanol 70% selama 30 menit. Pada saat maserasi dilakukan penggojogan
supaya kontak antara cairan penyari dengan serbuk dapat berlangsung dengan baik sehingga
cairan penyari dapat masuk ke dalam sel dan dapat menarik keluar zat aktif yang diinginkan.
Setelah itu cairan disaring dan dimasukksn ke dalam flakon.

Pada analisis KLT sampel ditotolkan pada silika gel F254 sebanyak 4 mikro liter, selanjutnya
dielusi dengan fase gerak toluena-etil asetat (93:7) dengan jarak pengembangan 8 cm. Dipilih
fase gerak ini karena umum digunakan untuk memisah kankomponen flavonoid. Kemudian
dilakukan deteksi pada UV 254 nm dan 366 nm.

Dari percobaan sebelum disemprot, pada UV 254 nm diperoleh pemadaman bercak berwarna
ungu dengan Rf 0,46 dan  pada UV 366 nm terdapat  bercak berwarna hijau terang dengan Rf
0,13 . Secara umum warna bercak sama dengan kelompok lain yang menggunakan lengkuas
dengan perlakuan yang berbeda. Hanya saja Rf kelompok kami lebih besar nilainya dibanding
dengan kelompok lain.  Hasil bercak  kromatogram selanjutnya diukur dengan densitometer.

Plat KLT yang disemprot selanjutnya segera dianalisis kuantitatif dengan metode
densitometri. Densitometer merupakan alat untuk mengetahui kadar suatu senyawa dengan range
luas tertentu. Alat ini dilengkapi dengan spektrofotometer yang panjang gelombangnya dapat
diatur dari 200-700 nm. Alat tersebut juga dinamakan sebagai TLC scanner. Teknik
penggunaannya didasarkan pada pengukuran sinar yang diserap dan diteruskan, diserap, dan
dipantulkan atau yang dipendarkan. Sinar yang diteruskan akan mengalamihambatan oleh
pendukung lempeng dan keseragaman fase diamnya. Dari hasil densitometri ini dapat diketahui
luas area bercak, sehingga selanjutnya dapat dihitung kadar relative dan dibandingkan antara
luasan yang sama antar kelompok satu dengan yang lain.

Luas area kelompok kami (kelompok F) paling kecil diantara luas kelompok lainnya. Pada
simplisia rimpang lengkuas dengan pengeringan oven dan penyimpanan dengan kertas, faktor
pemanasan dengan oven dimungkinkan belum mendapatkan tingkat kekeringan simplisia yang
optimal atau kemungkinan yang kedua, terlalu panas sehingga lebih banyak zat aktif yang hilang
sehingga kadarnya menjadi berkurang. Sedangkan luas area terbesar yaitu 14321,5 dengan kadar
relative 100% (kelompok E), rimpang lengkuas dikeringkan dalam oven dan dikemas plastik.
Dari data percobaan semua kelompok, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan
pengeringan dengan oven 40°-50°C, wadah plastik menghasilkan kadar relatif rimpang lengkuas
yang baik. Dilihat dari segi penyimpanannya, penyimpanan dengan plastik akan mengurangi
resiko hilangnya zat aktif karena penguapan ataupun karena absorbsi oleh wadah, dan absorbsi
simplisia itu sendiri terhadap kelembaban gudang yang akan meningkatkan kadar airnya.
KESIMPULAN

Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan diggunakan untuk
obat atau sebagai bahan baku harus memenuhi standar mutu. Sebagai parameter standar yang
sigunakan adalah persyaratan yang terlihat dalam monografi resmi yang terbitan Departemen
Kesehatan RI seperti Materia Medika Indonesia.

Seluruh tahapan pembuatan simplisia harus dilakukan dengan baik dan benar untuk menjaga
simplisia tetap terstandar.

Kontrol kualitas simplisia dilakukan dengan penetapan kadar abu, penetapan kadar air,
penetapan susut pengeringan dan penetapan kadar minyak atsiri.

Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui kadar air dalam suatu simplisia, dimana
simplisia yang baik mengandung kadar air tidak lebih dari 10%.

Penetapan kadar abu bertujuan memberikan gambaran kandungan mineral baik dari dalam
simplisia maupun dari mineral cemaran luar, sehingga ini bias digunakan untuk mengetahui
tingkat cemaran senyawa non organik (mineral). Prinsip kerja penetapan kadar abu yaitu bahan
dipanaskan pada temperature dimana senyawa organik dan turunannya menguap sehingga hanya
senyawa mineral (anorganik) yang tertinggal.

Di dalam penetapan kadar susut pengeringan yang dihitung adalah zat-zat yang menguap
yang ada dalam simplisia termasuk air. Selain air, zat lain yang mungkin menguap adalah
minyak atsiri, minyak, dan lain-lain. Jadi secara teoritis angka susut pengeringan bias lebih besar
dari angka kadar air. Suhu penetapan susut pengeringan adalah 105 o kecuali dinyatakan lain.

Agar memperoleh kadar minyak atsiri yang optimal maka dapat disimpulkan bahwa
pengeringan dengan sinar matahari lebih baik dari pada dengan oven. Selain itu, penyimpanan
dengan plastik lebih baik dari pada dengan kertas untuk menjaga agar minyak tidak menguap.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1980, Materia Medika  Indonesia. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Anonim, 1987, Analisis Obat Tradisional. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Anonim, 1980, Materia Medika Indonesia. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan RI Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.

Anonim, 2008, www.en-wikipedia.org.

Anonim, 2008, http://www.asiamaya.com.

Harbone, J. B., 1987, Metode Fitokimia, Penerbit ITB, Bandung.

Sutrisno, R. B., 1986, Analisis Jamu, edisi I, Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta.

Syamsuhidayat, S. S., dan Hutapea, J. R., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Departemen
Kesehatan RI. Jakarta.

Widiastuti S, dan Yuli, 2004, Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat komersial Edisi Revisi, Penerbit
Swadaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai