Anda di halaman 1dari 17

STIKES NANI HASANUDDIN MAKASSAR

MAKALAH PENGANTAR FARMASI KLINIK


“SWAMEDIKASI”

KELAS A
KELOMPOK II

ALBREN DARYANTO LATELAY NH0518002


ANDI DALA ULENG NH0518005
ANDI ZAKINAH ACHMAD NH0518009
ARDILA AMRA NH0518014
DWI HANDAYANI MULYA T. NH0518020
ELBI RUMISSING NH0518022
FIKRI HAIKAL NH0518026
HUSNIATI NH0518034
INAYAH LATIFAH SHOLIHAH NH0518037
KASMIA NH0518042
MEI MEGA PUTRI NH0518044

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat
menjadi bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai obat, serta
perkembangan obat yang meliputi ilmu dan teknologi pembuatan obat
dalam bentuk sediaan yang dapat digunakan dan diberikan kepada pasien
(Rini, 2016).
Farmasi klinik merupakan penerapan pengetahuan obat untuk
kepentingan pasien dengan memperhatikan kondisi penyakit pasien dan
kebutuhannya untuk mengerti terapi obat. Memerlukan data dan
interpretasi data penderita serta keterlibatan penderita dan interaksi
langsung dengan penderita (Enti, 2018).
Pemilihan pengobatan sendiri di dorong oleh beberapa faktor,
diantaranya penyakit yang di derita tidak terlalu parah, sebagai upaya
pertolongan pertama, taraf ekonomi keluarga yang rendah, pendidikan
rendah dan pengalaman terhadap penyakit yang diderita (Setiawan. 2019).
Swamedikasi dapat diartikan sebagai upaya untuk mengobati diri
sendiri tanpa berkonsultasi dengan dokter. Upaya swamedikasi ini dapat
dilakukan berbekal pengetahuan yang cukup tentang cara mengetahui
gejala penyakit dan juga pengetahuan tentang khasiat obat. Salah satu jenis
bentuk swamedikasi adalah dengan mengunakan obat tradisional yang
umumnya mengandung bahan berkhasiat yang berasal dari jenis tumbuhan
(Sa’diah. 2015).
Akses informasi tentang obat swamedikasi yang terutama diperoleh
dari iklan, dokter, teman dan pegawai di apotek sangat erat kaitannya
dengan rasionalitas penggunaan obat terhadap pengaruhnya informasi
yang didapatkan dari iklan, dan perlu diperhatikan juga rasionalitas iklan.
Iklan obat bebas maupun tradisional atau herbal yang sampai ke telinga
masyarakat baik melalui berbagai sumber atau berbagai saluran
komunikasi perlu adanya evaluasi secara terus menerus untuk menjamin
bahwa masyarakat menerima informasi obat yang akurat dan handal
melalui iklan (Enti, 2018).
I.2 Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian
dari swamedikasi, cara melakukan swamedikasi yang baik, penyakit-
penyakit yang bisa di swamedikasi, dan obat-obat swamedikasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Swamedikasi
Swamedikasi didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)
sebagai the selection and use of medicines by individuals to treat self
recognised illnesses or symptoms. Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil
pengertian bahwa swamedikasi merupakan proses pengobatan yang dilakukan
sendiri oleh seseorang mulai dari pengenalan keluhan atau gejalanya sampai
pada pemilihan dan penggunaan obat. Gejala penyakit yang dapat dikenali
sendiri oleh orang awam adalah penyakit ringan atau minor illnesses
sedangkan obat yang dapat digunakan untuk swamedikasi adalah obat-obat
yang dapat dibeli tanpa resep dokter termasuk obat herbal atau tradisional
(Widayanti, 2013).
Pengobatan sendiri atau swamedikasi sering dilakukan oleh masyarakat
baik menggunakan obat sintetik maupun obat tradisional dengan tujuan untuk
peningkatan kesehatan, pengobatan sakit ringan, dan pengobatan rutin
penyakit kronis setelah perawatan dengan dokter. Namun, dalam melakukan
pengobatan sendiri diperlukan pengetahuan dasar bagi masyarakat agar
terhindar dari bahaya pengobatan sendiri (Widayanti, 2013).
Swamedikasi dikenal juga dengan istilah self-medication, yaitu
pemilihan dan penggunaan obat-obatan oleh individu (atau anggota keluarga
individu) untuk mengobati kondisi atau gejala yang dikenali sendiri atau
didiagnosa sendiri (Aini, 2019).
Pengobatan sendiri atau swamedikasi merupakan upaya yang paling
banyak dilakukan oleh masyarakat untuk mengatasi keluhan dan gejala
penyakit sebelum memutuskan mencari pertolongan kepada tenaga kesehatan.
Oleh karena itu, masyarakat membutuhkan informasi yang jelas, benar dan
dapat dipercaya agar penentuan kebutuhan, jenis dan jumlah obat dapat
diambil berdasarkan alasan yang rasional (Aini, 2019).
Menurut penjelasan dalam World Self-Medication Industry, pengobatan
sendiri merupakan sebuah keputusan yang dilakukan oleh masyarakat di
dunia untuk mengatasi masalah kesehatan yang dialami seperti mencegah dan
merawat penyakit yang ringan, misalnya batuk, pilek, sakit perut, sakit
kepala, alergi dan gigitan serangga (Nurmasari, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO) pengobatan sendiri atau
self medication merupakan upaya yang dilakukan masyarakat untuk
mengatasi keluhan atau gejala penyakit tanpa konsultasi dengan tenaga medis
terkait indikasi obat, dosis dan durasi penggunaan obat (Pangestika, 2019).
Swamedikasi adalah upaya mengobati keluhan terhadap diri sendiri
menggunakan obat-obatan sederhana yang dibeli bebas oleh masyarakat di
apotek atau toko obat dengan inisiatif sendiri tanpa konsultasi dokter.
Swamedikasi atau Self Medication dilakukan masyarakat untuk mengatasi
keluhan penyakit ringan di masyarakat seperti demam, diare, penyakit kulit,
dan lain (Pangestika, 2019).
Pengobatan sendiri adalah suatu perawatan sendiri oleh masyarakat
terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat-obatan
yang dijual bebas di pasaran atau obat keras yang bisa didapat tanpa resep
dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek (Ningrum, 2019)
Swamedikasi (self- medication) merupakan upaya masyarakat untuk
mengobati dirinya sendiri. Dalam penatalaksanaan swamedikasi, masyarakat
memerlukan pedoman yang terpadu agar tidak terjadi kesalahan pengobatan
(medication error) (Ningrum, 2019).
Swamedikasi dapat diartikan sebagai upaya untuk mengobati diri
sendiri tanpa berkonsultasi dengan dokter. Upaya swamedikasi ini dapat
dilakukan berbekal pengetahuan yang cukup tentang cara mengetahui gejala
penyakit dan juga pengetahuan tentang khasiat obat. Salah satu jenis bentuk
swamedikasi adalah dengan mengunakan obat tradisional yang umumnya
mengandung bahan berkhasiat yang berasal dari jenis tumbuhan (Sa’diah.
2015).
B. Pelayanan Swamedikasi
Untuk melakukan pengobatan sendiri secara benar, masyarakat harus
mampu menentukan jenis obat yang diperlukan untuk mengatasi penyakitnya.
Hal ini dapat disimpulkan dari beberapa hal (Endradita, 2019) :
1. Gejala atau keluhan penyakitnya
2. Kondisi khusus misalnya hamil, menyusui, bayi, lanjut usia, diabetes
melitus dan lain-lain
3. Pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diingankan terhadap obat
tertentu
4. Nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek samping dan
interaksi obat yang dapat dibaca pada etiket atau brosur obat
5. Pilih obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada interaksi obat
dengan obat yang sedang diminum
6. Berkonsultasi dengan apoteker. Setelah tahap pemilihan dipastikan sesuai,
langkah selanjutnya
7. Mengetahui kegunaan dari tiap obat, sehingga dapat mengevaluasi sendiri
perkembangan sakitnya
8. Menggunakan obat tersebut secara benar (cara, aturan, lama pemakaian)
dan tahu batas kapan mereka harus menghentikan swamedikasi dan segera
minta pertolongan petugas kesehatan
9. Mengetahui efek samping obat yang digunakan sehingga dapat
memperkirakan apakah suatu keluhan yang timbul kemudian itu suatu
penyakit baru atau efek samping obat
10. Mengetahui siapa yang tidak boleh menggunakan obat tersebut
C. Penyakit/Keluhan dalam Swamedikasi
Berikut merupakan penyakit/keluhan ringan yang paling sering diobati
dalam swamedikasi yaitu selemas, nyeri kepala, demam, batuk, maag, dan
diare (Rohmawati, 2016).
1. Flu/Selemas
Selemas (commond cold) merupakan iritasi atau peradangan dari
selaput lendir hidung yang menyerang daerah pernapasan bagian atas
yang disebabkan karena masuk angin dan atau karena virus pilek
(rhinovirus). Selaput lendir yang meradang memproduksi banyak lendir
yang meradang memproduksi banyak lendir dan mengembang, sehingga
menyebabkan hidung tersumbat dan sulit untuk bernafas. Penderita mulai
menderita pilek berat, mata berair, pusing, dan sering kali demam ringan.
Lendir yang terbentuk dapat menyebabkan batuk dan bersih. Orang
cenderung lebih menggunakan istilah flu dari pada selesma untuk
penyakit dengan gejala seperti tersebut diatas. Biasanya obat yang
digunakan untuk mengobati pilek adalah obat yang mengandung
antihistamin dan dekongestan hidung (Depkes RI, 1997).
Influenza merupakan penyakit akut dan mudah menular yang
disebabkan karena virus influenza. Influenza juga memperlihatkan gejala
– gejala tersebut namun umumnya lebih parah. Virus yang sifatnya sangat
menular disebut cenderung menyerang saluran pernapasan dan dapat
menyebabkan radang Bronki (Bronkitus) dan radang paru-paru. Virus
influenza memeiliki berbagai tipe, yaitu tipe A, B dan C. Virus tersebut
dapat menyebabkan aneka penyakit flu yang mematikan, termasuk flu
burung, flu babi, flu bongkong, flu asia dan lain sebagainya.
2. Nyeri kepala
Nyeri karena sakit kepala atau biasanya orang menyebutnya sakit
kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktik medis
sehari–hari. Nyeri kepala dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu migrain,
nyeri kepala ketegangan, dan nyeri kepala simtomatik. Migrain biasanya
berlangsung selama 1-3 hari dan sering disertai mual dan muntah. Stres
emosi dapat menyebabkan migrain. Wanita lebih sering mengalami
migrain daripada pria. Nyeri kepala karena ketegangan juga disebabkan
karena stres, emosinal dan berlangsung selama beberapa hari, berminggu-
minggu atau berbulan–bulan. Sedangkan nyeri kepala karena simtomatik
penyebabnya dapat diidentifikasi seperti tumor otak, trauma kepala,
hipertensi, dan lain-lain. Obat-0bat yang dapat digunakan nyeri kepala
adalah analgetik seperti paracetamol, ibuprofen dan asetosal (Depkes RI).
3. Demam
Demam merupakan suatu keadaan dimana suhu badan melebihi
suhu normal atau diatas 37oC. Anak yang bersuhu badan tinggi yang
berkepanjangan dapat menyebabkan sawan. Jika seseorang mengalami
demam lebih dari 3 hari maka harus segera konsultasi dengan dokter,
karena bisa jadi yang bersangkutan terkena malaria atau penyakit yang
disebabkan oleh penyakit lain.
Biasanya untuk mengatasi demam ringan yaitu dengan cara banyak
minum, kompres es, alkohol didaerah lipatan tubuh, permukaan tubuh,
pemakaian pakaian tipis ( Depkes RI, 1997 ). Obat yang biasa digunakan
untuk mengatasi keluhan demam yaitu paracetamol, acetaminophen,
asetosal (aspirin), ibuprofen.
4. Batuk
Batuk merupakan suatu reflek pertahanan tubuh untuk
mengeluarkan benda asing dari saluran nafas (Depkes RI,1997). Batuk
biasanya merupakan gejala infeksi saluran pernafasan atas (misalnya
batuk-pilek, flu) dimana seksresi hidung dan dahak merasang saluran
pernafasan. Bila terdapat benda asing selain udara yang masuk atau
merangsang saluran pernafasaan, otomatis akan batuk untuk
mengeluarkan atau menghilangkan benda tersebut. Batuk juga merupakan
cara untuk menjaga jalan pernafasan tetap bersih.
Ada 2 jenis batuk yaitu batuk berdahak dan batuk tidak berdahak
(batuk kering). Batuk berdahak merupakan batuk yang terjadi karena
adanya dahak pada tenggorokan. Batuk berdahak lebih sering terjadi pada
saluran napas yang peka terhadap lembab berlebih. Sedangkan untuk
batuk tidak berdahak (batuk kering) terjadi apabila tidak ada sekresi
saluran napas dan terjadi iritasi pada tenggorokan sehingga menimbulkan
rasa sakit.
Obat batuk dibagi menjadi dua yaitu (ekspektoran) dapat
merangsang sekresi cairan saluran napas sehingga mempermudah
perpindahan dahak dan ekspektorasinya atau pengeluarannya. Beberapa
ekspektoran yang dapat diperoleh tanpa resep dokter seperti
gliserilguaikolat, bromheksin, amonium klorida, succus liquiritiae dan
obat batuk hitam (OBH). Obat batuk untuk batuk tidak berdahak
(Antitusif) adalah dextometorphane (HBr), noskapin dan difehidramin
HCl
5. Maag
Sakit maag adalah peningkatan isi lambung sehingga terjadi iritasi
lambung. Maag atau radang lambung atau tukak lambung mempunyai
gejala yang khas berupa rasa nyeri atau pedih pada ulu hati meskipun baru
saja selesai makan
D. Klasifikasi atau Penggolongan Obat
Klasifikasi atau penggolongan obat berdasarkan jenis seperti obat OTC
(over the counter), obat generik, obat generik berlogo, obat nama dagang,
obat paten, obat mitu (obat me-too), obat tradisional, obat jadi, obat baru, obat
esensial, dan obat wajib apotek. Obat OTC atau over the counter adalah
sebutan umum obat yang termasuk golongan bebas dan golongan obat bebas
terbatas yang digunakan untuk swamedikasi (pengobatan sendiri) atau self
medication. Untuk lebih jelas tentang penggolongan obat bebas, bebas
terbatas, keras, psikotropika, dan narkotika (Enti, 2018).
1. Penggolongan Obat Berdasarkan Jenisnya
a. Obat Generik (unbranded drugs)
Obat generik adalah obat dengan nama generik sesuai dengan
penamaan zat aktif sediaan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia
dan INN (International Non-propietary Names) dari WHO, tidak
memakai nama dagang maupun logo produsen. Contoh Amoxicillin,
Metformin dll.
b. Obat Generik Berlogo
Obat generik berlogo adalah obat generik yang mencantumkan
logo produsen (tapi tidak memakai nama dagang), misalkan sediaan
obat generik dengan nama Amoxicillin (ada logo produsen kimia
farma).
c. Obat Nama Dagang (Branded drugs)
Obat nama dagang adalah obat dengan nama sediaan yang
ditetapkan pabrik pembuat dan terdaftar di departemen kesehatan
negara yang bersangkutan. Obat nama dagang disebut juga obat merek
terdaftar. Contoh Amoksan, Diafac, Pehamoxil, dll.
d. Obat Paten
Obat paten adalah obat jadi yang terdaftar atas nama pembuat
(penemu). Yang dikuasai, dibuat dalam kemasan asli pabrik yang
memproduksinya. Umumnya obat paten berlaku 20 tahun, dimana
pabrik farmasi lain tidak boleh memproduksi produk yang serupa.
Hingga selesai mas patennya, apabila selesai masa patennya (20
tahun) maka pabrik lain boleh memproduksinya dengan mengajukan
izin lisensi.
e. Obat mitu/me-too
Obat mitu atau obat me-too adalah obat yang telah habis masa
patennya yang diproduksi dan dijual pabrik lain dengan nama dagang
yang ditetapkan tersebut, dibeberapa nama barat disebut branded
generic atau tetap dijual dengan nama generik.
f. Obat Tradisional
Obat tradisional adalah obat jadi berasal dari tumbuhan, hewan,
dan mineral atau sediaan generik obat berdasarkan pengalaman
empiris turun temurun.
g. Obat Jadi
Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau dalam keadaan
campuran dalam bentuk serbuk, emulsi, suspensi, salep, krim, tablet,
suppositoria, injeksi dll yang mana bentuk obat tersebut tercantum
dalam Farmakope Indonesia.
h. Obat Baru
Obat baru adalah obat yang terdiri 1 atau lebih zat, baik yang
berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat misalnya lapisan, pengisi,
pelarut, bahan pembantu, atau komponen lainnya yang belum dikenal,
hingga tidak diketahui khasiat dan keamannanya.
i. Obat Essensial
Obat essensial adalah obat yang paling banyak dibutuhkan
untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat banyak, meliputi
diagnosa, profilaksi, terapi dan rehabilitasi, misalkan di Indonesia:
Obat TBC, Antibiotik, vaksin, obat generik dll.
j. Obat Wajib Apotek
Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diperoleh di
apotek tanpa resep dokter. Disarankan oleh apoteker.
E. Pola Swamedikasi
Pola swamedikasi dikalangan masyarakat antara lain (Enti, 2018) :
1. Swamedikasi penggunaan obat tradisional
Obat tradisional menjadi pilihan selain obat modern (mengandung
bahan kimia sintetik). Pola pemilihan swamedikasi menggunakan obat
meodern penting dicermati kembali, terutama terkait dengan kesuaian
atau rasionalitas obat yang dipilih, penggolongan obat modern (obat yang
mengandung bahan sintetik) terdapat obat keras yang hanya boleh
digunakan dibawah pengawasan dokter seperti antibiotik yang seringkali
digunakan di masyarakat tanpa resep untuk swamedikasi.
2. Harga obat untuk swamedikasi yang ekonomis dan hasil terapi
swamedikasi yang memuaskan
3. Tempat dan cara mendapatkan obat untuk swamedikasi dekat, cepat,
mudah, dan praktis
4. Perilaku swamedikasi di kalangan masyarakat
Faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan terapi
swamedikasi pasien yaitu prilaku swamedikasi di kalangan masyarakat.
Alasan
5. Akses informasi tentang swamedikasi yang terutama diperoleh dari iklan,
dokter teman dan pegawai di apotek
F. Faktor Penyebab Swamedikasi
Menurut WHO, peningkatan kesadaran untuk perawatan sendiri
ataupun pengobatan sendiri (swamedikasi) diakibatkan oleh beberapa faktor
berikut (Rohmawati, 2016) :
1. Faktor Sosial Ekonomi
Dengan meningkatnya pemberdayaan pada masyarakat, dapat
mengakibatkan semakin tinggi pendidikan dan semakin mudah akses
untuk mendapatkan informasi. Sehingga muncul ketertarikan individu
terhadap masalah kesehatan yang dapat mengakibatkan partisipasi
langsung dan individu terhadap pengambilan keputusan dalam masalah
kesehatan.
2. Gaya Hidup
Kesadaran dengan adanya gaya hidup yang dapat berakibat pada
kesehatan, membuat semakin banyak orang lebih peduli untuk menjaga
kesehatan dan mencegah penyakit daripada harus mengobati misalnya
seperti menghindari merokok dan menjaga diet yang seimbang.
3. Kemudahan Memperoleh Produk Obat
Karena kemudahan memperoleh produk obat sehingga membuat
pasien lebih merasa nyaman jika membeli obat yang diperoleh dimana
saja daripada harus menunggu lama di rumah sakit atau pusat kesehatan
lainnya.
4. Faktor Kesehatan Lingkungan
Adanya praktik sanitasi yang baik, pemilihan nutrisi yang tepat, dan
lingkungan perumahan yang sehat dapat meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk menjaga dan mempertahankan kesehatan serta
mencegah dari penyakit.
5. Ketersediaan Produk Baru
Pilihan produk obat untuk swamedikasi saat ini semakin banyak.
Hal tersebut dikarenakan semakin banyak tersedia produk obat baru yang
lebih sesuai, dan ada juga produk obat telah terkenal sejak lama dan
mempunyai indeks keamanan yang baik dan dimasukkan kedalam
kategori obat bebas.
Dengan semakin banyaknya masyarakat yang melakukan swamedikasi,
maka diperlukan informasi mengenai obat yang tepat dengan sesuai dengan
kebutuhan. Oleh sebab itu, peran apoteker sangat diperlukan untuk
memberikan informasi yang tepat tentang obat kepada pasien atau konsumen
(Rohmawati, 2016).
G. Keuntungan Swamedikasi
Keuntungan swamedikasi atau pengobatan sendiri dengan
menggunakan obat-obat golongan obat bebas dan golongan obat bebas
terbatas, yaitu (Enti, 2018) :
1. Aman bila digunakan sesuai dengan aturan pemakaian
2. Efektif untuk menghilangkan keluhan
3. Efisiensi biaya
4. Efisiensi waktu
5. Dapat terlibat langsung dalam pemilihan obat atau keputusan pemilihan
terapi
6. Meringankan pemerintah dalam keterbatasan jumlah tenaga kesehatan
(sumber daya manusia) dan sarana kesehatan yang dibutuhkan oleh
masyarakat
H. Efek Samping Obat dalam Swamedikasi
Efek samping obat adalah efek tidak diinginkan dari pengobatan
dengan pemberian dosis obat yang digunakan untuk profilaksis, diagnosis
maupun terapi. Beberapa reaksi efek samping obat dapat timbul pada semua
orang, sedangkan ada beberapa obat yang efek sampingnya hanya timbul
pada orang tertentu (Endradita, 2019).
Secara umum obat-obat yang digunakan dalam praktik swamedikasi
cenderung aman, tidak berbahaya dan memiliki angka kejadian timbul efek
samping yang rendah (Endradita, 2019).
Pada swamedikasi, efek samping yang biasa terjadi (Endradita,2019) :
1. Pada kulit, berupa rasa gatal, timbul bercak merah atau rasa panas.
2. Pada kepala, terasa pusing.
3. Pada saluran pencernaan, terasa mual, dan muntah, serta diare.
4. Pada saluran pernafasan, terjadi sesak nafas.
5. Pada jantung terasa dada berdetak kencang (berdebar-debar)
6. Urin berwarna merah sampai hitam.
I. Masalah Penggunaan Obat dalam Swamedikasi
Masalah dalam penggunaan obat pada swamedikasi antara lain meliputi
penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak
ekonomis. Masalah tersebut biasanya dikenal dengan istilah penggunaan obat
yang tidak rasional. Pengobatan dikatakan tidak rasional jika (Endradita,
2019) :
1. Pemilihan obat tidak tepat, maksudnya obat yang dipilih bukan obat yang
terbukti paling bermanfaat, paling aman, paling sesuai dan paling
ekonomis.
2. Penggunaan obat yang tidak tepat, yaitu tidak tepat dosis, tidak tepat cara
pemberian obat, dan tidak tepat frekuensi pemberian.
3. Pemberian obat tidak disertai dengan penjelasan yang sesuai kepada
pasien.
4. Pengaruh pemberian obat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan
tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak dilakukan pemantauan secara
langsung atau tidak langsung.
5. Penggunaan obat dikatakan tidak tepat jika risiko yang mungkin terjadi
tidak seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari tindakan pemberian
suatu obat.
J. Resiko Terkait Swamedikasi
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dalam upaya peningkatan
derajat kesehatannya secara mandiri harus memperhatikan beberapa hal, yaitu
(Enti, 2018) :
1. Pengenalan gejala atau keluhan penyakit
Swamedikasi dilakukan dengan langkah awal pengenalan terhadap
gejala atau keluhan penyakit yang dirasakan pasien, sehingga dengan
adanya keluhan penyakit yang jelas masyarakat dapat melakukan
swamedikasi sesuai dengan keluhan penyakit yang dialami.
Ketidaktepatan dalam pengenalan gejala penyakit dapat memberikan efek
buruk terkait pemakaian obat bagi masyarakat yang melakukan
swamedikasi.
2. Pemilihan dan penggunaan obat
Pemilihan dan penggunaan obat dalam swamedikasi sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan terapi swamedikasi yang dilakukan
sendiri oleh masyarakat.
Ketidaktepatan pengenalan keluhan penyakit atau penyakit serta
ketidaktepatan dalam hal pemilihan dan penggunaan obat banyak terjadi
di kalangan masyarakat awam, seperti (Enti, 2018) :
a. Ketidaksesuaian dalam hal pengenalan penyakit keputihan pada
wanita
Peran farmasis yaitu membantu individu atau masyarakat ketika
membeli obat di apotek untuk swamedikasi, khususnya dalam
pengenalan atau penegasan gejala penyakit dan pemilihan terapi.
b. Ketidaktepatan dalam hal pemilihan penggunaan antibiotik dikalangan
masyarakat untuk mengatasi keluhan penyakit yag ringan common
cold seperti batuk ringan, pilek, demam, sakit kepala.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah swamedikasi adalah upaya
mengobati diri sendiri tanpa pergi berkonsultasi ke dokter. Cara melakukan
swamedikasi yaitu mengetahui gejala atau keluhan penyakitnya, pilihan obat
yang sesuai denga gejala atau keluhan penyakit, mengetahui efek samping
dari obat tersebut, dan sebagainya. Penyakit yang biasa diswamedikasi yaitu
flu, demam, maag, nyeri kepala, batuk.
B. Saran
Penulis ,menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis mengarapkan kritik dan
saran mengenai makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, S. R., Puspitasari, C. E., & Erwinayanti, G. S. (2019). ALIH
PENGETAHUAN TENTANG OBAT DAN OBAT TRADISIONAL
DALAM UPAYA SWAMEDIKASI DI DESA BATU LAYAR
LOMBOK BARAT. Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Masyarakat,
2(4).

Endradita, Galih. 2019. Panduan Swamedikasi (Pengobatan Sendiri oleh Pasien).


Unair Surabaya dan Direktur RS Pelengkap Medikal Center Jombang :
Jawa Timur.

Ningrum, D. S. (2019). Pengaruh Iklan Obat Nyeri Kepala di Televisi terhadap


Pemilihan Obat secara Swamedikasi pada Masyarakat (Studi di Dusun
Karang Jambe Desa Beji Kecamatan Junrejo Kota Batu) (Doctoral
dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

NURMASARI, D. D. (2016). PENGARUH IKLAN OBAT BATUK DI TELEVISI


TERHADAP PEMILIHAN OBAT SECARA SWAMEDIKASI (Studi
Dilakukan pada Ibu Rumah Tangga di Desa Genukwatu Jombang)
(Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

Pangestika, I. A. (2019). PENGARUH IKLAN OBAT DIARE DI TELEVISI


TERHADAP PEMILIHAN OBAT SECARA SWAMEDIKASI PADA
MASYARAKAT (Studi di Dusun Jambe Rejo Desa Beji Kecamatan
Junrejo Kota Batu) (Doctoral dissertation, University of
Muhammadiyah Malang).

Rohmawati, A. (2016). Swamedikasi di Kalangan Mahasiswa Kesehatan dan Non


Kesehatan di Universitas Jember.

Sa’diah, S., Roosita, K., & Heryanto, R. (2015). Pemberdayaan kelompok ibu-ibu
PKK Desa Babakan, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor dalam
upaya swamedikasi menggunakan tanaman obat. Agrokreatif Jurnal
Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat, 1(1), 62-67.

Setiawan, C. H., & Sudharmono, U. (2019). INDENTIFIKASI SWAMEDIKASI


PENGEMUDI ANGKUTAN UMUM DI KECAMATAN
PARONGPONG KABUPATEN BANDUNG BARAT. Jurnal
Skolastik Keperawatan, 5(2), 147-154

Widayati, A. (2013). Swamedikasi di kalangan masyarakat perkotaan di kota


Yogyakarta. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, 2(4), 145-152.

Anda mungkin juga menyukai