Kelompok 9:
Dessy Anggraini (19344100)
M. Kenli Kendi Tampoliu (19344110)
Ruth Happy Sonya (19344109)
Sholihah Nurjanah (19344124)
Siti Anni Mahmudah (19344121)
Tri Setianingsih (19344104)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya masyarakat
menjaga kesehatannya sendiri. Pada pelaksanaanya, swamedikasi /pengobatan sendiri
dapat menjadi masalahterkait obat (Drug Related Problem) akibat terbatasnya
pengetahuan mengenai obat dan penggunaannya (Nur Aini, 2017). Dasar hukum
swamedikasi adalah peraturan Menteri Kesehatan No. 919 Menkes/Per/X/1993.
Menurut Pratiwi, et al (2014) swamedikasi merupakan salah satu upaya yang sering
dilakukan oleh seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit yang sedang
dideritanya tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada dokter.
Swamedikasi yang tepat, aman,dan rasional terlebih dahulu mencari informasi
umum dengan melakukan konsultasi kepada tenaga kesehatan seperti dokter atau
petugas apoteker. Adapun informasi umum dalam hal ini bisa berupa etiket atau
brosur. Selain itu, informasi tentang obat bisa juga diperoleh dari apoteker pengelola
apotek, utamanya dalam swamedikasi obat keras yang termasuk dalam daftar obat
wajib apotek (Depkes RI., 2006; Zeenot, 2013).
Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit
ringan yang banyak dialami masyarakat seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza,
sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit dan lain- 2 lain (Depkes RI, 2010). Kriteria
yang dipakai untuk memilih sumber pengobatan adalah pengetahuan tentang sakit dan
pengobatannya, keyakinan terhadap obat/ pengobatan, keparahan sakit, dan
keterjangkauan biaya, dan jarak ke sumber pengobatan. Keparahan sakit merupakan
faktor yang dominan diantara keempat faktor diatas (Supardi, 2005). Perilaku
swamedikasi dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dari interaksi manusia
dengan lingkungannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua
yakni faktor-faktor intern dan ekstern. Faktor intern mencakup pengetahuan,
kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah
rangsangan dari luar (Yusrizal, 2015). Menurut Notoatmodjo (2003) faktor ekstern
meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial-
ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya. Swamedikasi menjadi tidak tepat apabila
terjadi kesalahan mengenali gejala yang muncul, memilih obat, dosis dan
keterlambatan dalam mencari nasihat / saran tenaga kesehatan jika keluhan berlanjut.
Selainitu, resiko potensial yang dapat muncul dari swamedikasi antara lain adalah efek
samping yang jarang muncul namun parah, interaksi obat yang berbahaya, dosis tidak
tepat, dan pilihan terapi yang salah (BPOM, 2014).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian swamedikasi?
2. Bagaimana cara swamedikasi yang baik dan benar?
C. TUJUAN
1. Mengerti tentang swamedikasi
2. Mengetahui cara swamedikasi yang baik dan benar
BAB II
PEMBAHASAN
1. SWAMEDIKASI
A. Definisi
Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya masyarakat
menjaga kesehatannya sendiri. Pada pelaksanaanya, swamedikasi/pengobatan
sendiri dapat menjadi masalah terkait obat (Drug Related Problem) akibat
terbatasnya pengetahuan mengenai obat dan penggunaannya (Nur Aini, 2017).
Obat swamedikasi hanya untuk jangka pendek saja (3 hari maksimal sampai 1
minggu) jika gejala menetap atau tidak mengalami perubahan atau bahkan keadaan
semakin memburuk maka pasien harus segera periksakan diri ke dokter.
Perlu diperhatikan bila muncul gejala sesak nafas, kulit kemerahan, gatal, bengkak
dibagian tubuh, mual dan muntah. Hentikan pemakaian obat yang memungkinkan
terjadinya efek samping tersebut. Segera datangi dokter terdekat, klinik atau rumah
sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama.
Aturan pakai pemakaian obat, frekuensi pemakaian, obat digunakan sebelum atau
sesudah makan, masalah makanan, minuman dan obat-obatan lain yang harus
dihindari ketika mengkonsumsi obat tersebut dan juga bagaimana penyimpananya
yang baik.
2. OWA (Obat Wajib Apotek) merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh
Apoteker Pengelola Apotek (APA) kepada pasien tanpa resep dokter. Obat
keras memiliki logo lingkaran hitam dengan dasar merah dengan huruf K.
2. Tepat indikasi
Setiap obat memiliki spectrum terapi yang spesifik, antibiotik misalnya,
diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini
hanya dianjurkan untuk pasien yang memiliki gejala infeksi bakteri.
3. Tepat dosis
Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi
obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khusunya untuk obat yang dengan
rentang terapi sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping.
Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar
terapi yang diharapkan.
√ Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar tidak beku,
kecuali jika tertulis pada etiket obat.
H. Informasi Obat
Saat melakukan swamedikasi sangat penting untuk mengetahui beberapa informasi
penting tentang obat seperti:
Nama Obat
Indikasi dan Aturan Pakai
Cara Penggunaaan Obat
Berapa Lama Obat harus digunakan
Mekanisme Kerja Obat
Efek pada Gaya Hidup
Cara Penyimpanan
Apa yang harus dilakukan jika terlupa minum atau menggunakan obat
2. HOME CARE
Home care adalah pelayanan kesehatan yang berkesinabungan dan komperhensif yang
diberikan kepada individu dan keluarga ditempat tinggal mereka yang bertujuan untuk
meningkatkan, mempertahankan atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan
meminimalkan akibat dari penyakit. (Departemen Kesehatan – 2002)
A. Contoh Kasus
Bapak Budi datang ke apotek ingin membeli obat untuk anaknya yang berumur 7
bulan, dicurigai mengalami diare karena memiliki keluhan BAB cair, berlemak,
tanpa lender dan darah, kadang muntah. Badannya agak demam, rewel tetapi tidak
batuk atau pilek, matanya cekung, kulit keriput. Diare terjadi baru 1 hari setelah si
anak diberi tambahan susu formula oleh bapaknya karena akhir-akhir ini ASI dari
si ibu keluarnya hanya sedikit.
Dilihat dari gejala yang timbul anak tersebut terkena diare akut dan dehidrasi
ringan, yang disebabkan karena alergi pada susu formula yang ditambahkan oleh
bapak anak tersebut yang memang sebelumnya anak tersebut hanya mengkonsumsi
ASI.
B. Penyelesaian Kasus
1. Keluhan utama
Bapak budi menyatakan anaknya diare 1 hari
Pada kasus kali ini tidak disarankan untuk memberi obat, yang diberikan hanya
oralit saja dikarenakan putrinya baru berumur 7 bulan.
Cara pemberian oralit yaitu dengan melarutkan 1 bungkus oralit kedalam air
sebanyak 200 ml dan diberikan setiap setelah BAB, dan susu formula masih
boleh diberikan jika sangat dibutuhkan oleh anak, hanya harus dibuat lebih
encer sampai dua kali lipat. Selain itu hindari makanan padat dan diganti
dengan bubur, roti atau pisang.
D. Aturan Pakai
√ Satu bungkus oralit dimasukan ke dalam satu gelas air matang (200 ml)
√ Anak kurang dari 1 tahun diberi 50 – 100 ml cairan oralit setiap kali buang
air besar
√ Diberikan sendok demi sendok
√ Bila anak muntah, tunggu sekitar 10 menit dan lanjutkan pemberian cairan
oralit sedikit demi sedikit setiap 2 atau 3 menit
BAB III
B. SARAN
Perlu diperhatikan bila muncul gejala sesak nafas, kulit kemerahan, gatal, bengkak
dibagian tubuh, mual dan muntah atau efek samping lainnya. Hentikan pemakaian obat
yang memungkinkan terjadinya efek samping tersebut. Segera datangi dokter terdekat,
klinik atau rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama.