Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

Latar Belakang
Saat ini masyarakat banyak melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi) dimana
mereka langsung datang mencari obat untuk mengatasi gejala penyakit yang dirasakan oleh
mereka. Istilah swamedikasi sendiri berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri
dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasehat
dokter. Tujuan pengobatan sendiri adalah untuk menanggulangi secara cepat dan efektif
keluhan yang tidak memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban pelayanan kesehatan
pada keterbatasan sumber daya dan tenaga, sertameningkatkan keterjangkauan masyarakat
yang jauh dari pelayanan kesehatan. Alasan pengobatan sendiri adalah kepraktisan waktu,
kepercayaan pada obat tradisional, masalah privasi, biaya, jarak, dan kepuasan terhadap
pelayanan kesehatan.
Keuntungan pengobatan sendiri adalah aman apabila digunakan sesuai dengan
petunjuk/efek samping dapat diperkirakan, biaya pembelian obat relatif lebih murah daripada
biaya pelayanan kesehatan, penghematan waktu karena tidak perlu mengunjungi
fasilitas/profesi kesehatan, menghindari rasa malu atau stress apabila harus menampakkan
bagian tubuh tertentu di depan tenagakesehatan, dan membantu pemerintah mengatasi
keterbatasan jumlah tenaga kesehatan di masyarakat. Akan tetapi, swamedikasi juga
mempunyai beberapa resiko, seperti dapat terjadi kesalahan dalam penilaian keseriusan
keluhan-keluhan atau bahkan mungkin keluhan tersebut tidak dikenali. Resiko lain adalah
bahwaobat-obat bisa digunakan secara salah, terlalu lama atau dalam takaran yang terlalu
besar.
Masalah lainnya dalam swamedikasi adalah anggapan bahwa obat bebas pasti aman.
Guna mengatasi resiko-resiko tersebut, maka perlu untuk dapat mengenali gangguangangguan tersebut. Selain itu, perlu diketahui bahwa penyakit-penyakit yang lebih serius
tidak boleh diobati sendiri melainkan harus dengan pertolongan dokter. Antara lain,gangguan
jantung dan pembuluh, kencing manis, penyakit-penyakit infeksi,gangguan-gangguan jiwa
dan kanker. Oleh karena itu, masyarakat perlu dipandu dalam melakukan swamedikasi.
Salah satu penyakit yang dapat di obati sendiri (swamedikasi) adalah mual dan
muntah. Mual, atau rasa tidak enak pada perut, adalah keadaan yang umum tetapi tidak
nyaman. Rasa mual dapat berupa jijik ringan sampai keinginan kuat untuk muntah. Mual
bukan penyakit, tetapi sekadar gejala dari suatu masalah lain. Untuk mendapatkan informasi
mengenai terapi atau pengobatan mual dan muntah, memilih obat yang tepat serta cara

penggunaannya maka masyarakat dapat mengobati diri sendiri yang dipandu oleh apoteker.
Apoteker berperan dalam membantu masyarakat yang ingin melakukan pengobatan sendiri.
Oleh karena itu, makalah ini membahas tentang swamedikasi pada mual dan muntah.

BAB 2
Tinjauan Pustaka
2.1.

Pelayanan Obat Non Resep (Swamedikasi)

2.1.1. Definisi
Pelayanan obat non resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin
melakukan pengobatan sendiri atau swamedikasi. Obat untuk swamedikasi meliputi
obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep yang meliputi obat wajib apotek (OWA),
obat bebas terbatas (OBT) dan obat bebas (OB). Obat wajib apotek terdiri dari kelas
terapi oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran
nafas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, anti parasit dan obat kulit
topikal.
Menurut World Health Organization (WHO) swamedikasi adalah pemilihan
dan penggunaan obat baik obat modern maupun obat tradisional oleh seseorang untuk
melindungi diri dari penyakit dan gejalanya (WHO,1998). Sedangkan menurut The
International Pharmaceutical Federation (FIP) yang dimaksud dari swamedikasi atau
self medication adalah penggunaan obat non resep oleh seseorang atas inisiatif sendiri
(FIP,1999).
Pengobatan sendiri atau swamedikasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi masalah kesehatan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat
dikonsumsi tanpa pengawasan dari dokter. Obat-obatan yang digunakan untuk
pengobatan sendiri atau swamedikasi biasa disebut dengan Obat Tanpa Resep (OTR) /
Obat Bebas / obat OTC (Over The Counter). Biasanya obat-obat bebas tersebut dapat
diperoleh di toko obat, apotik, supermarket hingga di warung-warung dekat rumah.
Sedangkan obat-obat yang dapat diperoleh dengan resep dokter biasa disebut dengan
obat resep.
2.1.2. Alasan Melakukan Swamedikasi
Selain pengobatan sendiri atau swamedikasi, saat ini juga berkembang perawatan
sendiri (self care). Perawatan sendiri ini lebih bersifat pencegahan terjadinya penyakit
atau menjaga supaya penyakitnya tidak bertambah parah dengan perubahan pola
hidup, menjaga pola makan, menjaga kebersihan dan lain-lain.
Menurut WHO, peningkatan kesadaran untuk perawatan sendiri ataupun pengobatan
sendiri (swamedikasi) diakibatkan oleh beberapa faktor berikut ini :

Faktor sosial ekonomi


Dengan meningkatnya pemberdayaan masyarakat, berakibat pada semakin tinggi
tingkat pendidikan dan semakin mudah akses untuk mendapatkan informasi.
Dikombinasikan dengan tingkat ketertarikan individu terhadap masalah kesehatan,
sehingga terjadi peningkatan untuk dapat berpartisipasi langsung terhadap
pengambilan keputusan dalam masalah kesehatan.

Gaya hidup
Kesadaran mengenai adanya dampak beberapa gaya hidup yang dapat berakibat
pada kesehatan, membuat semakin banyak orang yang lebih perduli untuk
menjaga kesehatannya daripada harus mengobati bila terjadi penyakitnya kelak.

Kemudahan memperoleh produk obat


Saat ini pasien dan konsumen lebih memilih kenyamanan membeli obat yang bisa
diperoleh dimana saja, dibandingkan harus menunggu lama di rumah sakit atau
klinik.

Faktor kesehatan lingkungan


Dengan adanya praktek sanitasi yang baik, pemilihan nutrisi yang tepat serta
lingkungan perumahan yang sehat, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
dapat menjaga dan mempertahankan kesehatan serta mencegah terkena penyakit.

Ketersediaan produk baru


Saat ini, semakin banyak tersedia produk obat baru yang lebih sesuai untuk
pengobatan sendiri. Selain itu, ada juga beberapa produk obat yang telah dikenal
sejak lama serta mempunyai indeks keamanan yang baik, juga telah dimasukkan
ke dalam kategori obat bebas, membuat pilihan produk obat untuk pengobatan
sendiri semakin banyak tersedia.

2.1.3. Peran Farmasis/Apoteker dalam Swamedikasi


Pengobatan sendiri atau swamedikasi semakin banyak dilakukan masyarakat,
sehingga informasi mengenai obat yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan mereka
juga semakin diperlukan. Berdasarkan hal itulah maka apoteker mempunyai peranan
penting untuk memberikan informasi yang tepat tentang obat kepada pasien atau
konsumen. Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari drug
oriented menjadi klien oriented/patient oriented yang berdasarkan pada konsep
Pharmaceutical Care . Yang dimaksud dengan Pharmaceutical care adalah tanggung
jawab farmakoterapi dari seorang farmasis untuk mencapai dampak tertentu dalam

meningkatkan kualitas hidup klien. Peran farmasis diharapkan tidak hanya menjual
obat tetapi lebih kepada menjamin tersedianya obat yang berkualitas, mempunyai
efikasi, jumlah yang cukup, aman, nyaman bagi pemakaiannya dan harga yang wajar
serta pada saat pemberiannya disertai informasi yang cukup memadai, diikuti
pemantauan pada saat penggunaan obat dan akhirnya di evaluasi. Pekerjaan
kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan,
keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan klien atau masyarakat yang
berkaitan dengan sediaan farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan,
mutu, dan kemanfaatan.
2.1.4. Tanggung Jawab dalam Swamedikasi
Tanggung jawab dalam swamedikasi menurut World Health Organization (WHO)
terdiri dari dua yaitu (WHO,1998) :
-

Pengobatan

yang

digunakan

harus

terjamin

keamanan,

kualitas

dan

keefektifannya.
-

Pengobatan yang digunakan diindikasikan untuk kondisi yang dapat dikenali


sendiri dan untuk beberapa macam kondisi kronis dan tahap penyembuhan
(setelah diagnosis medis awal). Pada seluruh kasus, obat harus didesain spesifik
untuk tujuan pengobatan tertentu dan memerlukan bentuk sediaan dan dosis yang
benar.

Masalah-masalah yang umum dihadapi pada swamedikasi antara lain sakit kepala,
batuk, sakit mata, konstipasi, diare, sakit perut, sakit gigi, penyakit pada kulit
seperti panu, sakit pada kaki dan lain sebagainya.

2.1.5. Hal yang Harus Dikuasai oleh Seorang Farmasi


Terdapat beberapa hal yang harus di kuasai oleh seorang farmasis pada pelayanan
swamedikasi, yaitu :
-

Membedakan antara gejala minor dan gejala yang lebih serius. Triaging adalah
istilah yang diberikan untuk membedakan tingkat keseriusan gejala penyakit yang
timbul dan tindakan yang harus di ambil. Farmasis telah memiliki prosedur untuk
mengumpulkan informasi dari klien, sehingga dapat memberikan saran untuk
melakukan pengobatan atau menyarankan rujukan ke dokter.

Kemampuan mendengarkan (Listening skills)


Farmasis membutuhkan informasi dari klien untuk membatu membuat keputusan
dan merekomendasikan suatu terapi. Proses ini dimulai dengan suatu pertanyaan

pembuka dan penjelasan kepada klien kemungkinan diajukannya pertanyaan yang


bersifat lebih pribadi. Hal ini diperlukan agar farmasis dapat mengenali gejala
lebih jauh, sehingga dapat merekomendasikan terapi yg benar.
-

Kemampuan bertanya (Questioning skills)


Farmasis harus memiliki kemampuan untuk mengajukan pertanyaan dalam usaha
untuk

mengumpulkan

informasi

tentang

gejala

klien.

Farmasi

harus

mengembangkan suatu metode untuk mengumpulkan informasi yang terdiri dari


pertanyaan-pertanyaan dasar yang harus diajukan. Ada dua metode umum yang
digunakan.
1. Metode pertama disingkat sebagai WHAM
W : Who is the patient and what are the symptoms (siapakah pasien dan apa
gejalanya)
H : How long have the symptoms (berapa lama timbulnya gejala)
A : Action taken (Tindakan yang sudah dilakukan)
M : Medication being taken (obat yang sudah digunakan)
2. Metode kedua dikembangkan oleh Derek Balon, seorang farmasis di london
yaitu ASMETHOD
A : Age / appearance (Usia klien)
S : Self or someone else (dirinya sendiri atau orang lain yang sakit)
M : Medication (regularly taken on preskription or OTC) (Pengobatan yang
sudah digunakan baik dengan resep maupun dengan non resep)
E : Extra medicine (Usaha lain untuk mengatasi gejala sakit)
T : Time persisting (lama gejala)
H : History (iwayat klien)
O : Other symptoms (gejala lain)
D : Danger symptom (Gejala yang berbahaya).
-

Pemilihan terapi berdasarkan bukti keefektifan


Farmasis memiliki dasar pengetahuan farmakologi, terapeutik dan farmasetika
yang dapat digunakan untuk memberikan terapi yang rasional, didasarkan pada
kebutuhan klien. Selain melihat kefektifan bahan aktif suatu obat, farmasis juga
harus memperhatikan interaksi potensial, kontraindikasi, peringatan, dan profil
efek samping dari bahan-bahan tambahan yang terkandung. Farmasis dapat
menyarankan rujukan kepada dokter jika gejala timbul dalam waktu yang lama,

masalah berulang dan semakin parah, timbul nyeri yang hebat, penggobatan gagal,
timbul efek samping, dan gejala yang berbahaya.
2.1.6. Informasi Obat dalam Swamedikasi
Salah satu faktor penentu yang berperan dalam tindakan pengobatan sendiri atau self
medication yaitu tersedianya sumber informasi tentang obat dan pengobatan.
Ketersedianya sumber informasi tentang obat dapat menentukan keputusan dalam
pemilihan obat (Sukasedati, 1999). Informasi obat disini merupakan tanggungjawab
farmasis dan merupakan bagian dari konsep pharmaceutical Care. Seorang farmasis
harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak
bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi yang dapat diberikan oleh seorang farmasis
dalam pelayanan swamedikasi yaitu:
-

Nama obat dan kekuatannya, farmasis harus menjelaskan kesamaan penggunaan


obat paten dan obat generik, apabila suatu saat terjadi penggantian obat.

Indikasi dan aturan pakai (dosis, rute (oral, topical), frekuensi penggunaan, waktu
minum obat (sebelum/sesudah makan, tidak bersama obat lain). Hal ini
merupakan faktor penting yang harus di ketahui klien saat menerima obat.
Sehingga klien benar-benar mengerti tentang waktu penggunaan obat dan instruksi
khusus yang harus di perhatikan oleh klien, misalnya kocok dahulu atau harus
diminum saat lambung kosong.

Cara menggunakan:
o Sediaan berbentuk sirup/suspense harus dikocok terlebih dahulu.
o Antasida harus dikunyah terlebih dahulu.
o Tablet sublingual diletakkan dibawah lidah, bukan ditelan langsung, tablet
bukal diletakkan diantara gusi dan pipi, bukan ditelan langsung.
o Teknik khusus dalam menggunakan inhaler, obat tetes mata/telinga/hidung dan
suppositoria.
o Sediaan dengan formulasi khusus seperti tablet lepas lambat (sustainedreleased (SR)/controlled release (CR) atau sediaan tablet yang harus hancur di
usus (Enteric-coated) harus ditelan utuh dan tidak boleh digerus.

Berapa lama obat harus digunakan.

Apa yang harus dilakukan jika terlupa minum atau menggunakan obat.

Mekanisme kerja obat, farmasis harus menjelaskan kerja obat sesuai dengan
gejala yang diderita klien. Sebab beberapa obat memiliki mekanisme kerja yang
berbeda, sesuai dengan indikasi terapinya.

Efek pada gaya hidup, beberapa terapi dapat menimbulkan perubahan pada gaya
hidup klien misalnya mengurangi mengkonsumsi alkohol, merokok, mengurangi
olah raga berlebihan.

Cara penyimpanan obat, informasi tentang cara penyimpanan obat sangat penting
terutama untuk obat-obat yang memiliki aturan penyimpanan tertentu, misalnya
harus di simpan di lemari es, harus disimpan terlindung dari cahaya atau di
jauhkan dari jangkauan anak-anak.

Kemungkinan terjadinya efek samping yang akan dialami dan bagaimana cara
mencegah

atau

meminimalkannya/Efek

samping

potensial,

klien

harus

diinformasikan tentang efek samping yang mungkin timbul dalam penggunaan


obat. Efek samping tersebut dapat berupa efek samping ringan yang dapat di
prediksi, contoh perubahan warna urin, sedasi, bibir kering dan efek samping
yang perlu perhatian medis, misalnya reaksi alergi, nausea, vomiting
-

Interaksi antar obat dan makan, farmasis harus memberikan informasi tentang
kemungkinan adanya interaksi antar obat yang digunakan ataupun dengan makan
yang di konsumsi oleh klien, sehingga klien dapat mengetahui aturan pakai yang
benar dari masing-masing obat, contohnya pemberian antikoagolan berinteraksi
dengan pemberian aspirin.

Informasi tambahan lainya, yaitu pembuangan obat yang telah kadaluarsa dan
kapan saatnya berkonsultasi ke dokter.

2.1.7. Standar Operating Prosedur (SOP) Pelayanan Swamedikasi


-

Apoteker tersenyum menberi salam, memperkenalkan diri, menawarkan bantuan


sebelum pasien mendahului.

Apoteker melakukan penggalian masalah yang dihadapi pasien, riwayat penyakit,


riwayat pengobatan dan memberikan alternative pilihan obatnya dengan
mempertimbangkan prinsip 4T (tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis, tepat
pasien) 1W (waspada efek samping).

Apoteker menginformasikan harga yang harus dibayar pasien untuk obatnya.

Apoteker melakukan penyerahan obat ke pasien dengan disertai informasi


berkenaan dengan obat dan penyakitnya.

Apoteker melakukan dokumentasi meliputi identitas pasien, keluhan pasien, obat


yang diserahkan dan jumlahnya serta informasi.

Mengucapkan terima kasih dan memberi senyum.

2.2. Mual dan Muntah


2.2.1. Definisi
Mual dan muntah adalah gejala-gejala dari penyakit yang mendasarinya dan
bukan penyakit spesifik. Mual adalah perasaan bahwa lambung ingin mengosongkan
dirinya, sementara muntah (emesis) adalah aksi dari mengosongkan lambung secara
paksa. Mual sering kali di artikan sebagai keinginan untuk muntah atau gejala yang
dirasakan ditenggorokan dan di daerah sekitar lambung yang menandakan kepada
seseorang bahwa ia akan segera muntah. Muntah diartikan sebagai pengeluaran isi
lambung melalui mulut, yang seringkali membutuhkan dorongan yang sangat kuat.
(Sukandar, 2008)
Muntah adalah suatu gejala bukan merupakan sebuah penyakit. Gejala ini
berupa keluarnya isi lambung dan usus melalui mulut dengan paksa atau dengan
kekuatan. Muntah merupakan reflek protektif tubuh karena dapat berfungsi melawan
toksin yang tidak sengaja tertelan. Selain itu, muntah merupakan usaha mengeluarkan
racun dari tubuh dan bisa mengurangi tekanan akibat adanya sumbatan atau
pembesaran organ yang menyebabkan penekanan pada saluran pencernaan.
2.2.2. Etiologi
Etiologi penyakit mual dan muntah adalah
-

Penyakit psikogenik

Proses proses sentral ( misal : tumor otak )

Proses sentral yang tak langsung , misal nya obat obatan seperti obat
kemoterapi kanker, opioid, antibiotik, estrogen. Proses kehamilan :
hiperemesis, morning sickness.

Penyakit perifer ( misal : peritonitis, akut abdomen )

Iritasi lambung atau usus


-

Penderita alergi dan hipersensitif saluran cerna. Misal : penyakit


gastroesophageal refluks ( PRGE / GERD )

Keracunan makanan

Iritan iritan lambung lainnya : alkohol, merokok dan -obat anti peradangan
nonsteroid seperti aspirin dan ibuprofen.

Obstruksi usus, ileus

Kolesistitis, pancreatitis, apendiksitis, hepatitis.

Terlalu banyak makan

Pasca operasi

2.2.3. Patofisiologi
Stimulus psikologis, naurologi, reflex, endokrin, dan kmiawi dapat
menyebabkan muntah. Sinyal sensori yang mencetuskan muntah terutama berasal dari
faring, esophagus, perut, dan bagian atas usus halus. Dan impuls saraf yang
ditransmisikan oleh serbut saraf eferen fagal dan saraf simpatis ke berbagai nuclei
yang tersebar dibatang otak yang semuanya bersama sama disebut Pusat muntah.
Dari sini, impuls motorik yang menyababkan muntah sebenarnya ditransmisikan dari
pusat muntah melalui jalur saraf cranial V, VII, IX, X, dan XII ke saluran pencernaan
bagin atas, melalui saraf fagal dan simpatis ke saluran yang lebih bawah, da melalui
saraf spinalis ke diafragma dan otot perut.
2.2.4. Fase - Fase Muntah
Secara umum muntah terdiri atas 3 ( tiga ) fase, yaitu :
-

Nausea ( mual )
Merupakan sensasi psikis yang ditimbulkan akibat rangsangan pada organ
organ dalam, labirin ( organ keseimbangan ) atau emosi dan tidak selalu
diikuti oleh retching atau muntah.

Retching ( maneuver awal untuk muntah )


Merupakan fase dimana terjadi gerak nafas pasmodik dengan glotis tertutup,
bersamaan dengan adanya usaha inspirasi dari otot dada dan diafragma
sehingga menimbulkan tekanan intratoraks yang negatif.

Regurgitasi / Emesis ( pengeluaran isi lambung/usus ke mulut ).

Terjadi bila fase retching mencapai puncaknya yang ditandai dengan kontraksi
kuat otot perut, diikuti dengan bertambah turunnya diaphragma, disertai
penekanan mekanisme antirefluks. Pada fase ini, pilorus dan antrum
berkontraksi, fundus dan eksofagus relaksasi, dan mulut terbuka.

2.2.5. Penatalaksanaan Terapi


Tujuan keseluruhan dari terapi antiemetika adalah untuk mencegah atau
menghilangkan mual dan muntah; dan seharusnya tanpa timbulnya efek samping atau
efek yang tidak dikehendaki secara klinis.( Sukandar, 2008 )

2.2.5.1.

Terapi Non Farmakologi ( Sukandar, 2008 ).


-

Pasien dengan keluhan ringan, mungkin berkaitan dengan konsumsi makanan


dan minuman, dianjurkan menghindari masuknya makanan

Intervensi non farmakologi diklasifikasikan sebagai intervensi perilaku


termasuk relaksasi, biofeedback, self-hypnosis, distraksi kognitif dan
desensitisasi siseimatik

2.2.5.2.

Muntah psikogenik mungkin diatasi dengan intervensi psikologik


Terapi Farmakologi ( Sukandar. 2008 )

Obat antiemetik bebas dan dengan resep paling umum direkomendasikan


untuk mengobati mual muntah. Untuk pasien yang bisa mematuhi pemberian
dosis oral, obat yang sesuai dan efektif dapat dipilih tetapi karena beberapa
pasien tidak dapat menggunakan obat oral, obat oral tidak sesuai. Pada pasien
tersebut disarankan penggunaan obat secara rectal atau parenteral.

Untuk sebagian besar kondisi, dianjurkan antiemetik tunggal; tetapi bila pasien
tidak memberikan respon dan pada pasien yang mendapat kemoterapiemetonik
kuat, biasanya dibutuhkan regimen multi obat.

Terapi mual-muntah simpel biasanya membutuhkan terapi minimal. Obat


bebas atau resep berguna pada terapi ini pada dosis lazim efektif yang rendah

Penanganan mual-muntah komplek membutuhkan terapi obat yang bekerja


kuat, mungkin lebih dari 1 obat emetik

2.2.5.3.

Prinsip-prinsip umum penatalaksanaan terapi:


-

Seringkali mual dan muntah berkaitan dengan suatu infeksi usus yang
dapatsembuh sendiri atau kebanyakan makan atau minum alkohol. Keadaankeadaan initidak memerlukan pengobatan spesifik.

Mual dan muntah yang menetap dihubungkan dengan stasis lambung.


Stasislambung menyebabkan perlambatan absorpsi dari emetik-emetik atau
obat-obat lainyang diberikan secara per-oral, ini merupakan salah satu sebab
mengapa anti-emetik diberikan per-injeksi.

Bila muntah menetap, maka obat-obatan yang diberikan melalui oral akan
hilang percuma jika pasien muntah.

Dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa harus diobati


secaratepat. Cairan intravena harus diberikan pada kasus-kasus yang
mengalamidehidrasi, yaitu cairan garam isotonik dengan tambahan kalium.

Kasus-kasus mual dan muntah akibat pemberian obat dapat diatasi


denganmemberikan obat tersebut bersama makanan atau dengan pemberian
anti-emetik seperti metoklopramid secara teratur.

Retching yaitu muntah tanpa isi yang dikeluarkan, lebih mengganggu daripada
itusendiri. Keadaan ini dapat diatasi dengan memberikan sedikit cairan, air
garam,atau susu, dalam interval yang teratur

Antasid efektif pada mual menetap yang diinduksi oleh obat, karena
dapatmeningkatkan laju pengosongan lambung.

Semua pasien yang mendapat anti-emetik harus diperingatkan akan


kemungkinanterjadinya sedasi. Pasien-pasien ini harus diingatkan untuk
berhati-hati jikamengemudi, menjalankan peralatan yang berbahaya dan lainlain.

Pada kasus-kasus mual dan muntah yang berat dan menetap, pengalaman
klinismenunjukkan bahwa pemberian kombinasi anti-emetik cukup efektif.
Hal iniagaknya disebabkan oleh fakta bahwa anti-emetik tersebut bekerja pada
reseptor yang berbeda.

Pasien-pasien dengan penyebab muntah yang bersifat mekanik, seringkali


tidak

berespons terhadap anti-emetik. Fenotiazin tidak berguna dalam

mengobati mabuk mperjalanan, sementara obat-obatan antikolinergik dan


antihistamin tampaknyadapat berefek.
2.2.5.4.

Golongan Obat Anti Emetik


-

Antasid
Antasid OTC tunggal atau kombinasi, terutama yang mengandung magnesium
hidroksida,aluminium hidroksida, dan atau kalsium karbonat, mungkin
memberikan perbaikan yang cukup pada mual / muntah, terutama lewat
penetralan asam lambung Dosis umum adalah satu atau lebih dosis kecil
antasid tunggal atau kombinasi.

Antihistamin, antikolinergik
Antagonis H2 : simetidin, famotidin, nizatidin, ranitidine, mungkin dapat
digunakan padadosis rendah untuk mual / muntah simple yang berkaitan
dengan heartburn. Antihistamin dan antikolinergik mungkin cocok untuk
terapi simtomatis simple.

Kostikosteroid

Kortikosteroid sukses untuk menangani mual muntah karena kemoterapi dan


setelahoperasi dengan sedikit problem.
-

Reseptor penghambat serotonin selektif / Selective Serotonin Reseptor


Inhibitor

(SSRI).

Contoh

obat

ondansetron,

granisetron,

dolasetron,

palonosetron Mekanisme kerja SSRI menghambat reseptor serotonin pre sinap


di saraf sensoris vagus disaluran cerna.
-

Mual-muntah sesudah operasi


Dengan atau tanpa terapi emetik, metode non farmakologi (mengatur gerakan,
perhatian pada pemberian cairan dan pengedalian nyeri) dapat efektif
menurunkan emesissesudah operasi. Antagonis serotonin selektif efektif untuk
mencegah mual muntah sesudah operasi,tetapi biayanya lebiih tinggi
dibanding antiemetik lainnya.

Mual muntah akibat radiasi


Pasien yang menerima radiasi hemibodi atau radiasi dosis tinggi tunggal pada
daerah peruatas, harus menerima terapi profilaksis granisetron 2mg atau
ondansetron 8 mg.Emesis karena gangguan keseimbangan.

Emesis karena gangguan keseimbangan


Emesis karena gangguan keseimbanganefektif diatasi oleh antihistaminantikolinergik

terutama

skopolamin

transdermal.

Antihistamin

atau

antikolinergik nampaknya tidak cukup bermanfaat untuk motion sickness.


-

Antiemetic selama kehamilan


Obat yang umum digunakan adalah fenotiazin (prokloperazin, prometazin),
antihistamin-antikolinergik

(dimenhidrinat,

dipenhidramin,

meklizin,

skopolamin), metoklopramid dan piridoksin. Pertimbangan teratogenik sangat


diperhatikan, dan faktor penentu pilihan obat.Dimenhidrinat, diphenhidramin,
doksilamin, hidroksizin, dan meklizin adalah obat yang tidak teratogenik.
-

Antiemetic untuk anak-anak


Efektifitas dan efikasi regimen SSRI untuk antiemetik anak telah ditegakan
tapi dosis belum ditegakan. Penanganan lebih ditekankan pada penggantian
cairan tubuh dari terapi farmakologi

DAFTAR PUSTAKA
Sukandar,E.Y dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFILinn
Tan. 2008. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Alex Media Kompetindo
Tan, H.T. & K. Rahardja, 1993, Swamedikasi: Cara-cara Mengobati Gangguan Sehari-hari
dengan Obat-obat Bebas Sederhana, Edisi I, Cetakan I.
Tim Editor, 2012, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 11 2001/2012, Jakarta: PT.
Bhuana Ilmu Populer.
Tim Penyusun, 2012, ISO (Informasi Spesialite Obat) Indonesia, Vol 46. Jakarta: P.T. ISFI
Penerbitan.
http://www.wsmi.org diakses tanggal 29 Maret 2015
http://www.who.int diakses tanggal 29 Maret 2015

Anda mungkin juga menyukai