Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KIMIA FARMASI

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS OBAT

GOLONGAN ANTIHISTAMIN (AH1)

OLEH:

NAMA : ANDI ZAKINAH ACHMAD

NIM : NH0518009

KELAS :A

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

NANI HASANUDDIN

MAKASSAR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT, karena atas ridho-Nya lah

sehingga kami sebagai penulis bisa menyeleaikan makalah ini sebagai salah satu

tugas mata kuliah Kimia Farmasi.

Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapatkan dorongan

dan bimbingan dari berbagai pihak baik keluarga, dosen pembimbing maupun

teman-teman yang merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi saya. Pleh

karena itu, saya ucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang ikut

membantu dalam penyusunan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mencoba semaksimal mungkin

dalam penyusunannya. Namun tidak ada gating yang tak retak, begitupun dengan

makalah ini. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari

pembaca guna memperbaiki makalah sederhana ini.

Demikianlah penyusunan makalah ini semoga bisa bermanfaat bagi saya sendiri

sebagai penulis maupun pembaca. Amin.

Makassar, November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................................
B. Rumusan Masalah .....................................................................................
C. Tujuan .......................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Histamin .....................................................................................
B. Fungsi dan Efek Histamin ........................................................................
C. Mekanisme Kerja Histamin .....................................................................
D. Definisi Antihistamin ...............................................................................
E. Antihistamin Golongan Antagonis H1 .....................................................
F. Turunan Eter Amino Alkil .......................................................................
G. Turunan Etilendiamin ..............................................................................
H. Turunan Alkil Amin .................................................................................
I. Turunan Piperazin ....................................................................................
J. Turunan Fenotiazin ..................................................................................
K. Golongan Antagoniss H1 Generasi kedua ................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................................
B. Saran ........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu kimia merupakan ilmu yang penting di farmasi. Segala sesuatu
mengenai obat, seperti sintesis, penentuan kemurnian, formulasinya hingga
menjadi obat, dosis yang diberikan, absorpsi dan distribusinya di dalam
tubuh, interaksi molekular obat dengan reseptornya, metabolisme dan terakhir
eliminasi obat dari dalam tubuh, memerlukan pemahaman yang cermat dan
menyeluruh mengenai struktur kimia obat dan bagaimana struktur kimia ini
memengaruhi sifat-sifat dan kerja obat di dalam tubuh. Oleh karena itu, ilmu
kimia merupakan disiplin ilmu yang paling penting diantara disiplin ilmu
lainnya yang memberikan pemahaman mengenai obat dan kerjanya didalam
tubuh. Pemahaman yang baik mengenai sifat-sifat kimia obat akan meransang
penelitian dengan topik yang lebih jauh lagi, seperti rancangan obat dan kimia
medisinal, farmakologi molekular, dan sistem penghantaran obat, yang
biasanya dapat diperoleh padda jenjang lanjutan bidang kefarmasian atau
farmaseutikal.
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat
menjadi bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai obat, serta
perkembangan obat yang meliputi ilmu dan teknologi pembuatan obat dalam
bentuk sediaan yang dapat digunakan dan diberikan kepada pasien.
Kimia farmasi (organik dan anorganik) adalah ilmu yang mempelajari
tentang analisis kuantitatif dan kualitatif senyawa-senyawa kimia, baik dari
golongan organik maupun anorganik yang berhubungan dengan khasiat dan
penggunaannya sebagai obat.
Kimia farmasi merupakan suatu disiplin ilmu gabungan kimia dan
farmasi yang terlibat dalam desain, isolasi sintesis, analisis , identifikasi,
pengembangan bahan-bahan alam dan sintetis yang digunakan sebagai obat-
obat farmasetika, yang dapat digunakan untuk terapi. Bidang ini juga
melakukan kajian terhadap obat yang sudah ada, berupa sifat kimiafisika,
struktur, serta hubungan struktur dan aktivitas (HSA).
Kimia farmasi bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat kimia dan fisika
dari bahan obat maupun obat jadi. Khusus untuk bahan obat/obat jadi yang
berasal dari alam dipelajari dalam ilmu farmakognosi dan fitokimia, sehingga
dalam ilmu kimia farmasi umumnya dipelajari bahan obat/obat yang berasal
dari bahan sintetik.
Kimia farmasi sangat berkaitan dengan bidang farmakologi dan kimia
organik disamping ilmu lain seperti biologi, mikrobiologi, biokimia dan
farmasetika. Ilmu farmakologi mempelajari pengetahuan seluruh aspek
mengenai obat seperti sifat kimiawi dan fisikanya, farmakokinetik (absorpsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat), serta farmakodinamik terutama
interaksi obat dengan reseptor, cara dan mekanisme kerja obat. Kaitan kimia
farmasi dengan ilmu kimia organik dikarenakan sebagian besar senyawa
yang berkhasiat sebagai obat merupakan senyawa organik atau senyawa yang
mengandung atom karbon C seperti golongan antibakteri (alkohol, asam
karboksilat dll), dan golongan antibiotik (penisilin, tetrasiklin, dll). Ilmu
kimia farmasi dalam bidang kedokteran berguna untuk membantu
penyembuhan pasien yang mengidap penyakit, cara interaksi obat terhadap
penyakit yang menggunakan obat-obatan yang dibuat berdasarkan riset
terhadap proses dan reaksi kimia bahan yang berkhasiat.
Histamin atau β-imidazoletilamin merupakan senyawa normal yang
ada dalam jaringan tubuh, disintesis dari L-histidin oleh enzim histidin
dekarboksilase. Enzim histidin dekarboksilase merupakan suatu enzim yang
banyak terdapat di sel-sel parietal mukosa lambung, sel mast, basofil dan
susunan saraf pusat. Histamin berperan pada berbagai proses fisiologis
penting seperti regulasi system kardiovaskular, otot halus, kelenjar eksokrin,
system imun dan fungsi system saraf pusat.
Antihistamin merupakan obat yang sering dipakai dalam bidang
dermatologi, terutama untuk kelainan kronik dan rekuren. Antihistamin
adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamine terhadap
tubuh dengan cara memblok reseptor histamine.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan histamin?
2. Apa saja fungsi dan efek histamine?
3. Bagaimana mekanisme kerjanya histamine?
4. Definisi Antihistamin?
5. Bagaimana pengelompokan antihistamin?
6. Bagaimana hubungan struktur aktivitas turunan eter amino alkil?
7. Bagaimana hubungan struktur aktivitas turunan etilendiamin?
8. Bagaimana hubungan struktur aktivitas turunan alkil amin?
9. Bagaimana hubungan struktur aktivitas turunan piperazin?
10. Bagaimana hubungan struktur aktivitas turunan fenotiazin?
11. Bagaimana hubungan struktur aktivitas turunan antihistamin antagonis H1
generasi kedua?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari histamin.
2. Untuk mengetahui fungsi dan efek histamine.
3. Untuk mengetahui mekanisme kerja dari histamin.
4. Untuk mengetahui definisi antihistamin.
5. Untuk mengetahui pengelompokan antihistamin.
6. Untuk mengetahui hubungan struktur aktivitas turunan eter amino alkil.
7. Untuk mengetahui hubungan struktur aktivitas turunan etilendiamin.
8. Untuk mengetahui hubungan struktur aktivitas turunan alkil amin.
9. Untuk mengetahui hubungan struktur aktivitas turunan piperazin.
10. Untuk mengetahui hubungan struktur aktivitas turunan fenotiazin.
11. Untuk mengetahui hubungan struktur aktivitas turunan antihistamin
antagonis H1 generasi kedua
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Histamin

Sebelum mempelajari tentang obat-obat antihistamin, ada baiknya

terlebih dahulu kita membahas mengenai histamin. Histamin atau β-

imidazoletilamin merupakan senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh,

disintesis dari L-histidin oleh enzim histidin dekarboksilase. Enzim histidin

dekarboksilase merupakan suatu enzim yang banyak terdapat di sel-sel parietal

mukosa lambung, sel mast, basofil dan susunan saraf pusat. Histamin berperan

pada berbagai proses fisiologis penting seperti regulasi system kardiovaskular,

otot halus, kelenjar eksokrin, system imun dan fungsi system saraf pusat.

Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparin-

protein dalam sel mast sebagai hasil reaksi antigen-antibodi, bila ada

rangsangan senyawa alergen. Senyawa alergen dapat berupa spora, debu

rumah, sinar ultra violet, cuaca, racun, tripsin dan ezim proteolitik lainnya,

detergent, zat warna, obat, makanan dan beberapa turunan amin.


B. Fungsi dan Efek Histamin

Histamin memegang peranan utama pada proses peradangan dan

sistem daya tahan tubuh. Efek histamin bagi tubuh yakni:

1. Kontraksi otot-otot polos bronkus, usus dan rahim

2. Vasodilatasi semua pembuluh sehingga menurunkan tekanan darah;

3. Memperbesar permeabilitas kapiler, yang berakibat edema dan

pengembangan mukosa;

4. Memperkuat sekresi kelenjar ludah, air mata dan asam lambung;

5. Stimulasi ujung-ujung saraf sehingga menyebabkan eritema dan gatal-

gatal.

Efek di atas pada umumnya merupakan fenomena alergi dan pada

keadaan tertentu kadang-kadang menyebabkan syok anafilaksis yang dapat

berakibat fatal. Syok anafilaksis terjadi karena histamin yang dilepaskan

sedemikian banyak sehingga menyebabkan terjadinya vasodilatasi (pelebaran

pembuluh darah), sehingga terjadi penurunan tekanan darah yang drastis dan

menyebabkan pingsan (syok).

C. Mekanisme Kerja Histamin

Histamin dapat menimbulkan efek bila beinteraksi dengan reseptor

histaminrgik yakni reseptor H1, H2, H3 dan H4. Interaksi histamin dengan

reseptor H1 menyebabkan kontraksi otot polos usus dan bronki, meningkatkan

permeabilitas vascular dan meningkatkan sekresi mucus. Interaksi dengan

reseptor H1 juga menyebabkan vasodilatasi arteri sehingga menyebabkan

sembab, pruritik, dermatitis dan urtikaria. Efek ini diblok oleh antagonis H1.
Interaksi histamin dengan reseptor H2 dapat meningkatkan sekresi asam

lambung dan kecepatan kerja jantung. Peningkatan sekresi asam lambung

dapat menyebabkan tukak lambung. Efek ini diblok oleh antagonis-H2.

Reseptor H3 adalah reseptor histamin yang baru ditemukan pada tahun 1987

oleh Arrang dkk, yang terletak pada ujung saraf jaringan otak dan jaringan

perifer yang mengontrol sintesis dan pelepasan histamin, mediator alergi lain

dan peradangan. Efek ini diblok oleh antagonis-H3. Reseptor H4 paling

banyak ditemukan pada sel basofil dan sumsum tulang. Reseptor ini juga

ditemukan di kelenjar timus, usus halus, limfa dan usus besar. Perannya

hingga saat ini belum banyak diketahui. Reseptor ini tampaknya terlibat dalam

differensiasi sel hematopetic (myeloblast dan promyelocytes) dan memodulasi

fungsi system imun (Cartika, 2016).

D. Pengertian Antihistamin

Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan

kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada

sisi reseptor H1, H2 dan H3. Efek antihistamin bukanlah suatu reaksi antigen-

antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang

sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah produksi

histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara

kompetitif (bersaing) interaksi histamin dengan reseptor histaminrgik.

Antihistamin merupakan zat-zat yang dapat mengurangi atau

menghalangi efek histamin dalam tubuh. Oleh karena itu pengobatan terhadap
alergi umumnya menggunakan obat-obat antihistamin, meski demikian

penyebab utama alergi harus terlebih dahulu dihindari.

Berdasarkan hambatan pada reseptor khas histaminrgik, antihistamin

dibagi menjadi tiga kelompok yakni:

1. Antagonis H1 terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejala akibat

reaksi alergi

2. Antagonis H2 digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada

pengobatan penderita tukak lambung

3. Antagonis H3 belum digunakan untuk pengobatan, masih dalam proses

penelitian lebih lanjut. Untuk pembahasan selanjutnya dalam modul ini

mengenai hubungan struktur aktivitas hanya akan membahas mengenai

antagonis H1 dan antagonis H2.

E. Antagonis H1

Antagonis H1 sering disebut juga antihistamin klasik, adalah senyawa

yang dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamin

pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Digunakan untuk alergi,

antiemetic, antimabuk, antiparkinson, antibatuk, sedative, antipsikotik, dan

anastesi setempat.

1. Hubungan Struktur Aktivitas Antagonis H1

Antihistamin yang memblok reseptor H1 secara umum mempunyai

struktur sebagai berikut :


Ar = gugus aril, termasuk fenil, fenil tersubstitusi danheteroaril

Ar’ = gugus aril kedua

R dan R’ = gugus alkil

X = O , turunan aminoalkil eter dengan efek sedasi yang besar

= N, turunan etilendiamin, senyawa lebih aktif dan lebih

toksik

= CH, turunan alkilamin, senyawa kurang aktif dan kurang

toksik.

a. Gugus aril yang bersifat lipofil kemungkinan membentuk ikatan

hidrofob dengan ikatan reseptor H1. Monosubstitusi gugus yang

mempunyai efek induktif (-), seperti Cl atau Br, pada posisi para gugus

Ar atau Ar’ akan meningatkan aktivitas, kemungkinan karena dapat

memperkuat ikatan hidrofob dengan reseptor. Disubstitusi pada posisi

para akan menurunkan aktivitas. Substitusi pada posisi orto atau meta

juga menurunkan aktivitas.

b. Secara umum untuk mencapai aktivitas optimal, atom N pada ujung

adalah amin tersier yang pada pH fisiologis bermuatan positif sehingga

dapat mengikat reseptor H1 melalui ikatan ion.


c. Kuartenerisasi dari nitrogen rantai samping tidak selalu menghasilkan

senyawa yang kurang efektif.

d. Rantai alkil antara atom X dan N mempunyai aktifitas antihistamin

optimal bila jumlah atom C = 2 dan jarak antara pusat cincin aromatic

dan N alifatik = 5 -6 A

e. Faktor sterik juga mempengaruhi aktifitas antagonis H1

f. Efek antihistamin akan maksimal jika kedua cincin aromatic pada

struktur difenhidramin tidak terletak pada bidang yang sama.

Secara umum antagonis H1 digunakan dalam bentuk garam-garam

HCl, sitrat, fumarat, fosfat, suksinat, tartrat dan maleat untuk

meningkatkan kelarutan dalam air. Berdasarkan struktur kimianya

antagonis H1 dibagi ke dalam enam kelompok yakni turunan eter

aminoalkil, turunan etilendiamin, turunan alkilamin, turunan piperazin,

turunan fenotiazin, dan turunan lain-lain. Adapula antagonis H1 generasi

kedua yang dikembangkan untuk mengurangi efek sedasi dan efek

kolinergik dan adrenergic yang tidak diinginkan dari antagonis H1

generasi pertama (anhistamin klasik).

F. Turunan Eter Amino Alkil

Rumus : Ar(Ar-CH2) CH-O-CH2-CH2-N(CH3)2

Hubungan struktur dan aktifitas :

1. Pemasukan gugus Cl, Br dan OCH3 pada posisi pada cincin aromatic akan

meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping.


2. Pemasukan gugus CH3 pada posisi p-cincin aromatic juga dapat

meningkatkan aktivitas tetapi pemasukan pada posisi o- akan

menghilangkan efek antagonis H1 dan akan meningkatkan aktifitas

antikolinergik

3. Senyawa turunan eter aminoalkil mempunyai aktivitas antikolinergik yang

cukup bermakna karena mempunyai struktur mirip dengan eter

aminoalkohol, suatu senyawa pemblok kolinergik.

Tabel 2.1. Struktur senyawa turunan eter amino alkil

Struktur Kimia Nama Obat Dosis

Difenhidramin (R=H) 25-50 mg 3 dd

Klorodifenhidramin (R=Cl)

Bromodifenhidramin(R=Br)

Metildifenhidramin(R=CH3)

Medrilamin (R=OCH3) 50 mg 4 dd

Dimenhidrinat (R=H, garam

8-kloroteofilinat)

Klorfenoksamin 1,5 % (krim)


Karbinoksamin (garam 4-8 mg 4 dd

maleat)

Klemastin (garam fumarat) 1 mg 2 dd

Pipinhidrinat (garam 8- 3-6 mg 2 dd

kloroteofilinat)

Contoh senyawa turunan eter amino alkil :

1. Difenhidramin HCl, merupakan antihistamin kuat yang mempunyai efek

sedative dan antikolonergik

2. Dimenhidrinat, adalah garam yang terbentuk dari difenhidramin dan

8kloroteofilin.

3. Karbinoksamin maleat, mengandung satu atom C asimetrik yang mengikat

2 cincin aromatik.

4. Klemasetin fumarat, merupakan antagonis H1 kuat dengan masa kerja

panjang.
5. Pipirinhidrinat digunakan terutama untuk pengobatan rhinitis, alergi

konjungtivitis dan demam karena alergi.

G. Turunan Etilendiamin

Merupakan antagonis H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi,

meskipun penekan system saraf dan iritasi lambung cukup besar. Rumus

umum ; Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2.

1. Hubungan struktur antagonis H1 turunan etilendiamin

a. Tripelnamain HCl, mempunyaiefek antihistamin sebanding dengan

difenhidramin dengan efek samping lebih rendah.

b. Antazolin HCl, mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah

dibanding turuan etilendiamin lain.

c. Mebhidrolin nafadisilat, strukturnya mengandung rantai samping

amiopropil dalam system heterosiklik karbolin dan bersifat kaku.

Tabel 2.2. Struktur senyawa turunan etilendiamin

Struktur Kimia Nama Obat Dosis

Fenbenzamin
Tripenelamin (R=H) 50 mg 3 dd

(3% Krim)

Pirilamin (R=OCH3) 25-50 mg 3-4

dd

Antazolin 100 mg 3-4 dd

Bamipin 50 mg 3-4 dd

Mebhidrolin 50 mg 3 dd

H. Turunan Alkil Amin

Merupakan antihistamin dengan indeks terapetik cukup baik dengan

efek samping dan toksisitasnya sangat rendah. Rumus umum ; Ar (Ar’)CH-

CH2-CH2-N(CH3)2.

1. Hubungan struktur aktivitas antagonis H1 dengan turunan alkil amin


a. Feniramin maleat, merupakan turunan alkil amin yang memunyai efek

antihistamin H1 terendah.

b. CTM, merupakan antihistamin H1 yang popular dan banyak digunakan

dalam sediaan kombinasi.

c. Dimetinden maleat, aktif dalam bentuk isomer levo.

Tabel 2.3. Struktur senyawa turunan alkil amin

Struktur Kimia Nama Obat Dosis

Feniramin (X=H) 25 mg 3 dd

Klorfeniramin (X=Cl) 4 mg 3-4 dd

Bromfeniramin (X=Br) 4 mg 3-4 dd

Deksklorfeniramin (X=Cl, 2 mg 3-4 dd

isomer d)

Dimetinden 2,5 mg 2 dd

I. Turunan Piperazin

Turunan ini memunyai efek antihistamin sedang dengan awal kerja

lambat dan masa kerjanya relatif panjang. Rumus umum turunan piperazin :
1. Hubungan struktur antagonis H1 turunan piperazin

a. Homoklorsiklizin, mempunyai spectrum kerja luas, merupakan

antagonis yang kuat terhadap histamin serta dapat memblok kerja

bradkinin dan SRS-a

b. Hidroksizin, dapat menekan aktivitas tertntu subkortikal system saraf

pusat.

c. Oksatomid, merupakan antialergi baru yang efektif terhadap berbagai

reaksi alerhi, mekanismenya menekan pengeluaran mediator kimia dari

sel mast, sehingga dapat menghambat efeknya.

Tabel 2.4. Struktur molekul senyawa turunan piperazin

R1 R2 Nama Obat Dosis

H H Siklizin 50 mg 4-6 dd

Cl H Homokloesiklizin 10-20 mg 3 dd

Cl Buklizin 50 mg 4-6 dd

H -CH2OCH2CH2OH Hidroksizin 25 mg 3 dd

H Oksatomid 30 mg 2 dd
J. Turunan Fenotiazin

Selain mempunyai efek antihistamin, golongan ini juga mempunyai

aktivitas tranquilizer, serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat

analgesik dan sedatif.

1. Hubungan struktur antagonis H1 turunan fenontiazin

a. Prometazin, merupakan antihistamin H1 dengan aktivitas cukupan

dengan masa kerja panjang.

b. Metdilazin

c. Mekuitazin. Antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan

digunakan untuk memperbaiki gejala alergi

d. Oksomemazin, mekanismenya sama seperti mekuitazin

e. Pizotifen hydrogen fumarat, sering digunakan sebagai perangsang

nafsu makan.

Tabel 2.5. Struktur molekul senyawa turunan fenotiazin

Struktur Kimia Nama Obat Dosis

Prometazin 25 mg 3 dd

2 % (krim)
Mekuitazin 5 mg 2 dd

Metdilazin 8 mg 3 dd

Isotipendil 12 mg 2-3 dd

1% (jeli)

Oksomemazin 10 mg 1-4 dd

K. Antagonis H1 (AH1) Generasi Kedua

AH1 generasi pertama (klasik) pada umumnya menimbulkan efek

samping sedasi dan mempunyai efek seperti senyawa kolinergik dan

adrenergic yang tidak diinginkan. Oleh karena itu dikembangkan AH1

generasi kedua. Contoh senyawa AH1 generasi kedua adalah terfenadin,

feksofenadin, astemizol, sefarantin, loratidin, setirizin, akrivastin, taksifilin,

dan sodium kromolin. Karakteristik dari senyawa AH1 generasi kedua

tersebut diuraikan sebagai berikut.


1. Terfenadin merupakan AH1 selektif yang relatif tidak menimbulkan efek

sedasi dan antikolinergik. Senyawa tidak berinteraksi dengan reseptor α

dan β adrenergik, karena tidak mampu menembus sawar darah otak.

Terfenadin efektif untuk pengobatan alergi rhinitis musiman, pruritik dan

urtikaria kronik. Metabolit utama terfenadin adalah feksofenadin (Allegra)

yang juga merupakan AH1 yang poten. Struktur molekul terfenadin dan

feksonadin adalah sebagai berikut.

2. Akrivastin (Semprex) merupakan senyawa dengan lipofilisitas yang

rendah sehingga senyawa sulit menembus sawar darah otak, oleh karena

itu tidak menimbulkan efek samping sedasi. Akrivastin digunakan untuk

alergi kulit yang kronis. Struktur molekul Akrivastin ditampilkan pada

gambar dibawah ini.

3. Astemizol, merupakan AH1 selektif yang kuat dan relative tidak

menimbulkan efek penekan system saraf pusat (sedasi) karena tidak


mampu menembus sawar darah otak. Astemizol efektif untuk menekan

gejala alergi rhinitis, alergi konjungtivitis dan urtikaria kronik. Struktur

molekul Astemizol ditampilkan pada gambar dibawah ini.

4. Loratadin, memiliki masa kerja panjang dengan efek sedasi dan efek

antikolinergik yang rendah. Loratadin digunakan untuk meringankan

gelaja alergi rhinitis, urtikaria kronik dan lain-lain. Struktur molekul

Loratadin ditampilkan pada gambar dibawah ini.

5. Setirizin merupakan turunan benzhidril piperazin yang mengandung gugus

etoksi karboksilat, mempunyai masa kerja yang panjang dengan aktivitas

antagonis perifer yang selektif. Efek sedasi dan efek antikolinergiknya

rendah. Struktur molekul Setirizin ditampilkan pada gambar dibawah.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Histamin atau β-imidazoletilamin merupakan senyawa normal

yang ada dalam jaringan tubuh, disintesis dari L-histidin oleh enzim

histidin dekarboksilase. Antihistamin merupakan obat yang sering dipakai

dalam bidang dermatologi, terutama untuk kelainan kronik dan rekuren.

Antihistamin adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek

histamine terhadap tubuh dengan cara memblok reseptor histamine.

Berdasarkan hambatan pada reseptor khas histaminrgik, antihistamin

dibagi menjadi tiga kelompok yakni antagonis H1, antagonis H2 dan

antagonis H3. Antagonis H1 sering disebut juga antihistamin klasik, adalah

senyawa yang dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing

kerja histamin pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Berdasarkan

struktur kimianya antagonis H1 dibagi ke dalam enam kelompok yakni

turunan eter aminoalkil, turunan etilendiamin, turunan alkilamin, turunan

piperazin, turunan fenotiazin, dan turunan lain-lain. Adapula antagonis H1

generasi kedua yang dikembangkan untuk mengurangi efek sedasi dan

efek kolinergik dan adrenergic yang tidak diinginkan dari antagonis H1

generasi pertama (anhistamin klasik).

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Cartika Harpolia. 2016. Kimia Farmasi. Kemenkes RI: Jakarta

Inggriani Rini. 2016. Kuliah Jurusan Apa? Jurusan Farmasi. Gramedia Pustaka

Utama: Jakarta

Sari, Fesdia. 2018. Antihistamin Terbaru di Bidang Dermatologi. Universitas

Andalas : Padang

Tabri, Farida. 2016. Antihistamin H1 Sistemik pada Pediatrik dalam Bidang

Dermatologi. Universitas Hasanuddin Makassar : Makassar

Tjay Tan Hoan, dkk. 2015. Obat-Obat Penting. PT Elec Media Komputindo:

Jakarta

Anda mungkin juga menyukai