Anda di halaman 1dari 7

Submitted : 21 Mei 2021 Generics : Journal of Research in Pharmacy, vol 1(2) : 53-59, Tahun 2021

Revised : 14 Juli 2021 e-ISSN : 2774-9967


Accepted : 16 Juli 2021

REVIEW: GAMBARAN PERILAKU SWAMEDIKASI NYERI,


DIARE, BATUK, DAN MAAG OLEH MASYARAKAT
The Swamedication Behaviour Profile for Pain, Diarrhea, Cough and Gastritis in Society :
a Review

Rezha Nur Amalia(1), Ragil Setia Dianingati(1*), Eva Annisaa’(1)


(1)Program Studi Farmasi, Kedokteran, Universitas Diponegoro

Email: rsdianingati@lecturer.undip.ac.id

ABSTRAK
Swamedikasi merupakan upaya seseorang untuk mengenali gejala atau penyakit serta memilih
obat sendiri. Swamedikasi dapat meningkatkan kesehatan nasional apabila dilakukan dengan
baik, namun terdapat dampak negatif dari swamedikasi apabila dilakukan dengan cara yang
tidak tepat. Artikel ini disusun berdasarkan penelitian terdahulu untuk mengetahui bagaimana
perilaku swamedikasi pada masyarakat untuk mengatasi gejala nyeri, diare, batuk, dan maag.
Hasil yang didapatkan yaitu masyarakat lebih memilih untuk swamedikasi dibandingkan
dengan berobat ke dokter dengan alasan penyakit dianggap ringan, lebih murah, mudah, dan
cepat, selain itu obat modern lebih dipilih dibandingkan dengan obat tradisional dan
masyarakat lebih memilih untuk membeli obat di apotek serta masih terdapat perilaku
swamedikasi yang tidak tepat sehingga membutuhkan edukasi lebih lanjut. Perilaku
swamedikasi dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, sumber informasi, kemudahan akses
swamedikasi, dan saran dari keluarga.

Kata kunci: Batuk, Diare, Maag, Nyeri, Perilaku Swamedikasi.

ABSTRACT
Self-medication is a person's attempt to recognize symptoms or diseases and choose their own
medication. Self-medication can improve national health if it is done well, but there are
negative impacts of self-medication if it is done inappropriately. This article is compiled based
on previous research to determine self-medicated behavior in the community to deal with
symptoms of pain, diarrhea, cough, and fever. The results obtained are that people prefer self-
medication compared to seeing a doctor because the disease is considered mild, cheaper, easy,
and fast, besides that modern medicine is preferred compared to traditional medicine and
people prefer to buy medicine at a pharmacy and there are still inappropriate self-medicated
behavior that requires further education. Self-medication behavior is influenced by the level of
knowledge, sources of information, ease of access to self-medication, and suggestions from the
family.

Keywords: Cough, Diarrhea, Ulcer, Pain, Self-medicated Behavior.

PENDAHULUAN dirasakan dan memilih obat sendiri (Aswad


et al., 2019).
Swamedikasi atau pengobatan Beberapa alasan yang mendorong
sendiri adalah sebuah upaya seseorang masyarakat Indonesia untuk melakukan
untuk mengobati diri sendiri dengan swamedikasi atau pengobatan sendiri yaitu
mengenali gejala atau penyakit yang penyakit dianggap ringan (46%), harga obat

53
Generics : Journal of Research in Pharmacy, vol 1(2):53-59, Tahun 2021

yang lebih murah (16%) dan obat mudah Berdasarkan latar belakang
diperoleh (9%) (Zulkarni, 2019). Prevalensi tersebut, dilakukan review beberapa jurnal
swamedikasi cenderung mengalami terkait perilaku swamedikasi untuk
peningkatan di kalangan masyarakat setiap mengetahui bagaimana perilaku
tahunya (Widayati, 2013). Survei BPS pada swamedikasi pada masyarakat.
tahun 2011 menunjukan persentase
masyarakat yang melakukan swamedikasi METODE PENELITIAN
pada tahun 2007 adalah 65,01 %, tahun Penelitian ini merupakan kajian dari
2008 adalah 65,59 %, tahun 2009 68,41% beberapa literatur tentang perilaku
dan 68,71% pada tahun 2010 (Restiyono, swamedikasi untuk beberapa penyakit,
2016). seperti nyeri, diare, batuk, dan maag.
Swamedikasi biasa dilakukan untuk Sumber literatur didapatkan dari beberapa
mengatasi gejala dan penyakit ringan yang artikel jurnal penelitian.
banyak dialami oleh masyarakat, seperti
nyeri, influenza, demam, pusing, diare, HASIL DAN PEMBAHASAN
batuk, sakit maag, penyakit kulit, cacingan, Hasil dari beberapa literatur terkait
diare dan lain-lain. Masyarakat akan perilaku swamedikasi untuk penyakit nyeri,
membeli obat secara mandiri berdasarkan diare, batuk dan maag dijelaskan sebagai
keluhan yang dirasakan. Pemilihan obat berikut:
yang dapat digunakan dalam swamedikasi
adalah golongan obat bebas dan obat bebas Perilaku Swamedikasi Nyeri
terbatas yang relatif aman untuk digunakan Nyeri merupakan perasaan subjektif
(Restiyono, 2016). yang berbeda pada setiap individu.
Analgetik merupakan obat yang dapat
Swamedikasi yang dilakukan mengurangi rasa nyeri tanpa
dengan tepat dan benar dapat membantu menghilangkan kesadaran seseorang. Nyeri
pemerintah dalam pemeliharaan kesehatan adalah salah satu penyakit ringan yang
secara nasional (Aswad et al., 2019). dapat diobati dengan swamedikasi. Sebuah
Namun, terdapat dampak negatif dari penelitian menunjukkan bahwa 166 orang
swamedikasi yang tidak tepat, seperti obat memiliki perilaku swamedikasi yang baik
tidak memberikan efek yang diinginkan, pada penggunaan obat analgesik dan 32
timbul berbagai masalah pengobatan orang memiliki perilaku yang tidak baik.
karena kurangnya informasi tentang obat Perilaku yang tidak baik dikarenakan
(Drug Related Problems), timbul penyakit responden tidak membaca aturan pakai
baru karena efek samping obat, dan sebelum mengkonsumsi obat dan tidak
peningkatan biaya pengobatan akibat mengetahui kandungan dan efek samping
penggunaan obat yang tidak rasional. dari obat analgesik yang dikonsumsi
Swamedikasi dapat dilakukan dengan benar (Ersita, 2018).
jika pasien mengetahui informasi yang Penelitian lain menyatakan bahwa
mendukung pengobatan seperti dapat 50,5% responden menggunakan analgesik
mengenali gejala penyakit dengan baik, secara tidak rasional dalam praktik
memilih obat sesuai dengan indikasi dan swamedikasi nyeri (Lydya et al., 2021).
mengkonsumsi obat sesuai petunjuk Penelitian lainya juga menyatakan bahwa
penggunaan (Purnamasari, 2019). 37 responden memenuhi kriteria ketepatan

54
Generics : Journal of Research in Pharmacy, vol 1(2):53-59, Tahun 2021

penggunaan obat analgetik sedangkan 102 menyatakan menggunakan obat diare


responden tidak tepat. Penggunaan hingga responden merasa telah sembuh
analgetik dikatakan tidak tepat ketika dosis (33%). Sebanyak 33% responden
yang digunakan tidak sesuai dengan dosis mengalami efek samping obat berupa
standar (Damayanti, 2017). pusing , sembelit, mual, dan muntah
Terdapat perbedaan hasil antara (Prabasiwi and Prabandari, 2019).
penelitian pertama dan kedua. Penelitian Penelitian lain yang ditujukan untuk
pertama menyatakan bahwa sebagian besar mengetahui pola perilaku swamedikasi
responden memiliki perilaku swamedikasi diare akut pada anak-anak oleh ibu-ibu
nyeri yang baik, sedangkan pada penelitian PKK memberikan hasil bahwa 53% ibu-ibu
kedua lebih banyak responden yang tidak lebih memilih melakukan swamedikasi
tepat dalam menggunakan obat analgetik. kepada anaknya ketika diare dan lainya
Perbedaan tersebut dapat terjadi karena melakukan swamedikasi sebagai bentuk
latar belakang pendidikan responden yang pertolongan pertama sebelum akhirnya
berbeda. Perilaku seseorang dalam membawa ke dokter. Sehingga dapat
melakukan swamedikasi dapat dipengaruhi disimpulkan bahwa 100% responden
oleh beberapa faktor, salah satunya adalah melakukan swamedikasi ketika anaknya
tingkat pendidikan (Siahaan et al., 2017). menderita diare akut. Separuh responden
Responden pada penelitian pertama menyatakan lebih memilih untuk membeli
merupakan mahasiswa kesehatan obat diare dari apotek karena bisa
sedangkan pada penelitian kedua adalah mendapatkan informasi mengenai obat
masyarakat yang memiliki latar belakang (Rusmariani et al, 2019).
pendidikan yang berbeda-beda.
Perilaku Swamedikasi Batuk
Perilaku Swamedikasi Diare Batuk merupakan sebagai reaksi
Diare didefinisikan sebagai tubuh terhadap berbagai hal yang
penyakit yang memiliki gejala berupa menyebabkan iritasi di tenggorokan seperti
peningkatan frekuensi buang air besar lebih debu, asap, makanan dan lainya. Batuk
dari tiga kali sehari dengan konsistensi tinja dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi
cair. Diare lebih banyak terjadi di daerah batuk yaitu batuk akut (<3 minggu),
pedesaan dibandingkan perkotaan. subakut (3-8 minggu), dan kronik (>8
Prevalensi diare pada umur 17-74 sebanyak minggu) serta dapat diklasifikasikan
59,5% sedangkan pada semua umur berdasarkan keberadaan sputum yaitu batuk
memiliki insiden sebanyak 3,5%. berdahak dan batuk kering. Hasil penelitian
Berdasarkan penelitian Prabusiwi (2019), menunjukkan bahwa masih kurangnya
didapatkan hasil bahwa 86% responden pengetahuan masyarakat terkait
menyatakan bahwa alasan melakukan penggunaan obat batuk secara
swamedikasi diare karena penyakit swamedikasi. Sebagian responden belum
dianggap ringan. Selain itu, 92% memahami tentang dosis lazim dan
responden lebih memilih menggunakan penanganan efek samping. Selain itu, 54%
obat modern dibandingkan obat tradisional. responden belum dapat menentukan jenis
Sebagian besar responden (60%) obat batuk yang digunakan untuk batuk
mempertimbangkan efek obat dalam berdahak atau batuk kering (Khuluqiyah et
memilih obat diare. Responden al., 2016).

55
Generics : Journal of Research in Pharmacy, vol 1(2):53-59, Tahun 2021

Perilaku swamedikasi batuk yang Hal ini juga sejalan dengan hasil
dilakukan oleh pelajar SMA non-kesehatan penelitian lain yang menyatakan bahwa
di Kecamatan Pontianak, menunjukkan responden lebih banyak menggunakan obat
hasil yang baik. Sebagian besar responden maag yang modern seperti Promag
melakukan swamedikasi dengan tepat. daripada tradisional. Sebagian besar
Ketepatan perilaku swamedikasi ini dinilai responden mendapatkan obat maag di
berdasarkan beberapa indikator seperti apotek, hal ini merupakan tindakan yang
tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis, dan tepat karena terdapat apoteker yang dapat
tepat pasien. Sebesar 86,5% dari 344 memberikan informasi yang tepat
responden memilih obat dengan tepat (tepat (Widyayanti, 2018).
obat), 71,75% menggunakan obat sesuai
dengan keluhan (tepat indikasi) , 83,25% Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
menggunakan obat yang sesuai dengan Swamedikasi
kondisi nya (tepat pasien), namun hanya Perilaku seseorang dalam
33,25% responden yang minum obat sesuai mengkonsumsi obat dipengaruhi oleh tiga
dosisnya (tepat dosis). Banyaknya faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor
responden yang tidak tepat dosis pendukung dan faktor pendorong. Faktor
dikarenakan adanya efek samping dari obat predisposisi mencakup pengetahuan, sikap,
batuk yaitu mengantuk, sehingga kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan
responden hanya minum satu kali sehari lain sebagainya. Faktor pendukung adalah
dan tidak sesuai dengan dosis seharusnya ketersediaan dan kemudahan akses untuk
(Sesarini, 2019). mendapatkan obat yang aman dan bermutu.
Faktor pendorong merupakan saran dari
Perilaku Swamedikasi Maag keluarga, kerabat dan teman, iklan serta
Maag merupakan penyakit dengan peraturan pemerintah. Beberapa studi
gejala seperti nyeri perut, mual, muntah, menyatakan bahwa faktor yang
rasa perih di perut, dan rasa panas yang mempengaruhi konsumen dalam memilih
menjalar di dada. Menurut WHO, obat adalah lokasi, informasi dari petugas
Indonesia merupakan salah satu negara apotek, dan iklan. Yuefeng menyatakan
dengan prevalensi maag tertinggi di dunia pemilihan suatu produk (consumer goods)
yaitu 40,80%. Maag juga merupakan salah berhubungan dengan usia, pekerjaan, dan
satu penyakit yang dapat diobati dengan tingkat pendidikan dari masyarakat
cara swamedikasi (Lady, 2019). (Siahaan et al., 2017).
Sebuah penelitian menyatakan Hasil penelitian Farizal (2015),
bahwa 92,6% responden memutuskan menunjukkan bahwa perilaku seseorang
untuk melakukan swamedikasi. Dari untuk melakukan swamedikasi dipengaruhi
responden yang melakukan swamedikasi, oleh pengetahuan sebesar 67%, kemudian
91,2% responden lebih memilih untuk sebesar 10% responden mendapat saran
menggunakan obat modern dibandingkan dari orang lain, 7% karena kemudahan
dengan obat tradisional. Alasan responden dalam proses swamedikasi, dan 6%
melakukan swamedikasi yaitu karena responden melakukan swamedikasi karena
murah (43,5%), penyakit dianggap ringan melihat iklan tentang obat (Farizal, 2015).
(18,5%), lebih cepat (32,9%), dan alasan Penelitian lain menunjukkan bahwa
lainya (5,1%) (Sarwan, 2017). perilaku swamedikasi dipengaruhi oleh

56
Generics : Journal of Research in Pharmacy, vol 1(2):53-59, Tahun 2021

tingkat pengetahuan dimana terdapat DAFTAR PUSTAKA


hubungan antara tingkat pengetahuan Aswad, P. A. et al. (2019) ‘Pengetahuan
dengan perilaku swamedikasi nyeri gigi dan Perilaku Swamedikasi oleh
yang ditandai dengan nilai P<0,001 Ibu-Ibu di Kelurahan Tamansari
(Damayanti, 2017). Menurut penelitian Kota Bandung’, Jurnal Integrasi
lain, dijelaskan bahwa tingkat pengetahuan Kesehatan dan Sains, 1(2), pp.
dan sumber informasi mengenai antibiotik 107–113. doi:
mempengaruhi perilaku swamedikasi 10.29313/jiks.v1i2.4462.
antibiotik, semakin baik pengetahuan Damayanti, D., Al. (2017) Hubungan
seseorang maka terdapat kemungkinan Tingkat Pengetahuan dengan
5,307 kali tidak melakukan swamedikasi Penggunaan Obat Analgetik pada
antibiotik. Responden yang mendapatkan Swamedikasi Nyeri Gigi di
sumber informasi yang baik memiliki Masyarakat Kabupaten Sukoharjo.
kemungkinan 29,94 kali tidak melakukan Skripsi. Universitas
swamedikasi antibiotik (Restiyono, 2016). Muhammadiyah Surakarta.
Ersita, E. and Kardewi, K. (2018)
‘Hubungan Pengetahuan, Sikap
KESIMPULAN
dan Perilaku Terhadap Self
Berdasarkan beberapa penelitian Medication Penggunaan Obat
yang membahas mengenai swamedikasi, Analgesik Bebas di Sekolah
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar Tinggi Ilmu Kesehatan Bina
masyarakat lebih memilih melakukan Husada’, Sriwijaya Journal of
swamedikasi dibandingkan dengan berobat Medicine, 1(1), pp. 16–23. e-
ke dokter. Masyarakat lebih memilih ISSN: 2622-3589. diambil dari
swamedikasi dengan alasan karena https://jurnalkedokteranunsri.id/in
penyakit dianggap ringan, lebih mudah, dex.php/UnsriMedJ/article/view/3
murah, dan cepat. Obat modern lebih Farizal. (2015) ‘Faktor-Faktor yang
banyak dipilih oleh masyarakat ketika Mempengaruhi Pasien Melakukan
melakukan swamedikasi dibandingkan Swamedikasi Obat Maag di Apotek
dengan obat tradisional. Sebagian besar Bukittinggi’, Jurnal Akademi
masyarakat memilih untuk membeli obat di Farmasi Imam Bonjol Bukittinggi,
apotek karena bisa mendapatkan informasi pp. 63–68.
yang tepat mengenai obat. Ketidaktepatan Khuluqiyah, I. et al. (2016) ‘Tingkat
swamedikasi masih banyak terjadi di Pengetahuan Masyarakat
masyarakat, hal ini dikarenakan kurangnya Mengenai Penggunaan Obat
informasi tentang pemilihan obat yang Batuk secara Swamedikasi’,
tepat, dosis yang sesuai, dan penanganan Jurnal Farmasi Komunitas, 3(2),
efek samping. Faktor yang memiliki peran pp. 33–36.
besar dalam mempengaruhi swamedikasi Lady, F. (2019) ‘Ketepatan Swamedikasi
yaitu tingkat pengetahuan, kemudian Maag Pada Pelajar Sekolah
diikuti oleh faktor lain seperti sumber Menengah Negeri Non Kesehatan
informasi, kemudahan akses, dan saran di Kecamatan Pontianak Selatan
keluarga. Periode 2019’, Jurnal Farmasi

57
Generics : Journal of Research in Pharmacy, vol 1(2):53-59, Tahun 2021

Fakultas Kedokteran. diambil dari: Rusmariani, A., Yuswar, M. A, and Untari,


http://jurnal.untan.ac.id/index.php E. K. (2019) ‘Pengetahuan dan
/jmfarmasi/article/viewFile/40773 Pola Swamedikasi Diare Akut
/75676585982. pada Anak oleh Ibu-Ibu PKK di
Lydya, N. P., Suryaningsih, N. P. A. and Kecamatan Pontianak Timur’,
Dewi, N. M. U. K. D. (2021) Jurnal Mahasiswa Farmasi
‘Rasionalitas Penggunaan Fakultas Kedokteran Universitas
Analgesik dalam Swamedikasi Tanjungpura, 4(1), pp. 1–13.
Nyeri di Kota Denpasar’, Jurnal diambil dari:
Riset Kesehatan Nasional, 5, pp. https://jurnal.untan.ac.id/index.ph
66–73. doi: p/jmfarmasi/article/view/39469/7
10.37294/jrkn.v5i1.315. 5676585246.
Prabasiwi, A., and Prabandari, S. (2019) Sarwan and Sinta, L. N. (2017)
‘Kajian Deskriptif Kuantitatif ‘Pengobatan Sendiri (Self
Tingkat Pengetahuan dan Medication) Penyakit Maag di
Tindakan Swamedikasi Diare Kelurahan Cipedak Kecamatan
pada Siswa SMK Farmasi Saka Jagakarsa Jakarta Selatan’, Jurnal
Medika Kabupaten Tegal’, Jurnal Farmasi Bhumi Husada, 4(1), pp.
Farmasi Galenika, 5(3), pp. 141– 48–65.
150. Sesarini, T. W. (2019) ‘Ketepatan
Purnamasari, D. S. F. L. (2019) ‘Studi Swamedikasi Batuk pada Pelajar
Gambaran Swamedikasi Obat Sekolah Menengah Atas Non-
Tradisional pada Mahasiswa Kesehatan di Kecamatan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pontianak Selatan Periode
Pengetahuan Alam Universitas 2018/2019’, Jurnal Mahasiswa
Islam Bandung’, Prosiding Farmasi Fakultas Kedokteran
Farmasi, 5, pp. 764–772. Universitas Tanjungpura, 4(1),
Zulkarni, R., Sanubari, R. T., Sonia, F. A. pp. 3–15. diambil dari:
(2019) ‘Perilaku Masyarakat https://jurnal.untan.ac.id/index.ph
dalam Swamedikasi Obat p/jmfarmasi/article/view/39971.
Tradisional dan Modern di Siahaan, S. et al. (2017) ‘Pengetahuan,
Kelurahan Sapiran Kecamatan Sikap, dan Perilaku Masyarakat
Aur Birugo Tigo Baleh Kota dalam Memilih Obat yang Aman
Bukittinggi’, Jurnal Kesehatan, di Tiga Provinsi di Indonesia
10(1), pp. 1–5. doi: Knowledge, Attitude, and Practice
10.35730/jk.v10i1.382. of Communities on Selecting Safe
Restiyono, A. (2016) ‘Analisis Faktor yang Medicines in Three Provinces in
Berpengaruh dalam Swamedikasi Indonesia Pengawasan Obat dan
Antibiotik pada Ibu Rumah Makanan (BPOM).’, Jurnal
Tangga di Kelurahan Kajen Kefarmasian Indonesia, 7(2), pp.
Kabupaten Pekalongan’, Jurnal 136–145. doi:
Promosi Kesehatan Indonesia, 10.22435/jki.v7i2.5859.136-145.
11(1), pp. 14–26. doi: Widayati, A. (2013) ‘Swamedikasi di
10.14710/jpki.11.1.14-27. Kalangan Masyarakat Perkotaan

58
Generics : Journal of Research in Pharmacy, vol 1(2):53-59, Tahun 2021

di Kota Yogyakarta Self- Widyayanti, E. (2018) Gambaran


Medication Among Urban Swamedikasi Penggunaan Obat
Population in Yogyakarta’, Jurnal Gastritis di Apotek Kimia Farma
Farmasi Klinik Indonesia, 2, pp. Sutoyo Malang. Skripsi. Akademi
145–152. doi: 10.15416/ijcp. Farmasi Putra Indonesia Malang.

59

Anda mungkin juga menyukai