ABSTRAK
242 Journal of Nursing and Public Health Vol. 10 No. 2 Oktober 2022
Kata Kunci: Swamedikasi, Apotek, Kota Bengkulu
ABSTRACT
Intoduction: The practice of self-medicating is the practice of using drugs in a person to treat
symptoms or health disorders that are self-diagnosed or based on complaints of symptoms that
have been felt in the past. The Central Statistics Agency shows that more than 60% of people in
Indonesia are self-medicated. This self-medicated practice, if done correctly, can reduce the
burden on the government in health services in health care facilities. However, improper self-
medicated practices can pose a risk of not achieving the desired healing effect of the patient.
The purpose of this study is to determine the factors behind the implementation of self-
medicating practices in the people of Bengkulu City. This descriptive research uses a cross-
sectional design with purposive sampling techniques. Based on the calculation of the number
of samples, as many as 200 respondents were obtained in Bengkulu City who met the inclusion
criteria. Data analysis was carried out by univariate and bivariate analysis using the Chi Square
test with a signification level (0.05). From the results of the univariate analysis, the
demographic distribution of respondents aged between 20-39 years (54.5%), female (64%) and
married (77.5%). In the aspect of health services, health insurance ownership (83%). Self-
medicating practices are carried out to overcome pain complaints (22%), the reason for self-
medicating is due to diseases experienced in the mild category (41.5%), jthe time of complaints
of pain felt is less than 3 days (77.5%), the severity of the pain felt mildly (76%), the period of
drug use is 1-3 days (77%), the source of information on the drugs used is prescribed by
adoctor (38.5%), sumber information on drug use is tenaga pharmacy in pharmacies (68.5), the
average visit to the pharmacy in 1 month is 1 time (43%) and the place to obtain drugs other
than in pharmacies is the drugstore (63%). The results of the analysis of the relationship
between the dependent variable and the independent variable obtained the result that there was
a relationship between the age variable (p = 0.03), sex (p = 0.043) and disease severity (p =
0.014) with self-medicating practices in Bengkulu City. Meanwhile, the variables of Marital
Status, education, occupation, distance from home, length of illness, ownership of BPJS, length
of drug use showed no relationship with self-medicated practice in Bengkulu City.
243 Journal of Nursing and Public Health Vol. 10 No. 2 Oktober 2022
parah untuk dibawa ke Dokter (45%), tidak tanpa pengawasan dari tenaga kesehatan
merasa kesulitan untuk antri ke Dokter akan mengurangi khasiat dari obat yang
(23%), tidak memiliki waktu ke Dokter digunakan dan bahkan membahayakan bagi
(12%) dan tidak mau membayar biaya penggunanya. Pada umumnya mereka hanya
pengobatan Dokter yang mahal (15%). menduga dan mencocokkan gejala yang
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dirasakan untuk melakukan swamedikasi
praktik swamedikasi di setiap daerah yang terkadang belum tentu benar diagnosis
berbeda-beda seperti usia, jenis kelamin, penyakit yang diderita. Penggunaan obat
pendapatan, biaya, orientasi perawatan diri, rasional sangat diperlukan dalam
tingkat pendidikan dan pengetahuan medis. penggunaan obat. Penggunaan obat agar
Obat-obat yang banyak dibeli oleh mendapatkan efek terapi yang diinginkan
masyarakat dalam praktik swamedikasi harus memenuhi persyaratan Tepat Pasien,
antara lain obat analgetik, obat antiinflamasi, Tepat Indikasi, Tepat Obat, Tepat Dosis,
obat antipiretik dan obat antihistamin yang Tepat Rute Pemberian, Tepat Waktu
merupakan obat-obat untuk keluhan ringan, Pemberian, dan Tepat Lama Pemberian.
umum dan tidak akut yang dialami Tepat pasien, obat yang digunakan harus
masyarakat. benar-benar tepat penggunaanya. Belum
Tidak semua obat-obatan boleh tentu obat yang cocok digunakan oleh
digunakan untuk praktik swamedikasi. Obat- seseorang akan cocok juga ketika akan
obat yang boleh digunakan yaitu obat OTC diberikan kepada orang lain walaupun
(Over The Counter) atau obat tanpa resep dengan keluhan penyakit yang hampir sama.
Dokter yang terdiri dari obat bebas dan obat Tepat indikasi, obat yang digunakan harus
bebas terbatas. Selanjutnya obat OWA (Obat benar-benar tepat untuk indikasi penyakit
Wajib Apotek) yaitu obat keras yang dapat yang sedang dialami bukan karena hanya
dibeli di Apotek tanpa resep dari Dokter, merasakan kesamaan dengan indikasi
tatapi penyerahannya harus langsung oleh penyakit orang lain atau yang dilihat melalui
Apoteker dengan disertai informasi secara media iklan. Tepat obat, pilihan obat yang
lengkap tentang penggunaan obat tersebut, digunakan harus tepat untuk mengatasi
serta suplemen makanan seperti vitamin indikasi penyakit yang dialami. Tepat dosis,
boleh digunakan untuk swamedikasi. dalam penggunaan obat dosis yang
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan digunakan harus sesuai dengan usia, berat
Republik Indonesia, kriteria obat yang badan dan kondisi fisiologis dari seseorang.
diperbolehkan untuk praktik swamedikasi Karena dosis yang digunakan akan sangat
adalah obat yang tidak dikontraindikasikan mempengaruhi khasiat dari obat yang
pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 digunakan. Tepat rute pemberian, obat yang
tahun dan orang tua di atas 65 tahun, obat digunakan harus benar cara pemakaiannya.
tidak memberikan resiko lebih lanjut Hal ini sangat penting untuk dipahami oleh
terhadap penyakitnya, dalam penggunaan masyarakat dalam praktik swamedikasi.
obat tidak memerlukan cara atau alat khusus Untuk itu diperlukan pengetahuan dan
dengan bantuan tenaga kesehatan seperti informasi yang lengkap dalam pemakaian
injeksi, memiliki resiko efek samping obat oleh seseorang yang melakukan praktik
minimal, dapat dipertanggung jawabkan swamedikasi. Tepat waktu pemberian, dalam
khasiatnya untuk pengobatan sendiri. penggunaan obat ada aturan tertentu terkait
Adanya peningkatan praktik waktu pemberian obat agar obat dapat
swamedikasi dalam masyarakat harus memiliki khasiat yang diharapkan. Tepat
diimbangi dengan penggunaan obat secara lama pemberian, ada obat-obat yang bisa
rasional. Keterbatasan pengetahuan dan digunakan selama gejala penyakit itu masih
kurang lengkapnya informasi tentang obat ada tetapi ada juga yang harus dihabiskan
yang dibeli secara bebas dan digunakan walaupun gejala penyakit sudah hilang
245 Journal of Nursing and Public Health Vol. 10 No. 2 Oktober 2022
dengan metode cross-sectional yang pelaksanaan praktik swamedikasi.
dilakukan dari bulan Juni hingga Agustus Pengumpulan data dilakukan selama 3 bulan.
2022 di apotek yang berada di Kota Populasi pada penelitian ini adalah
Bengkulu yang masing-masing apotek masyarakat Kota Bengkulu yang melakukan
mewakili tiap kecamatan yang ada di Kota swamedikasi ke Apotek. Sampel penelitian
Bengkulu. Peneliti mengembangkan ini adalah 200 responden yang dihitung
kuesioner dalam bahasa Inggris dengan berdasar rumus pengambilan sampel secara
terjemahan bahasa Indonesia untuk proporsional. Setiap apotek mewakili setiap
validasinya. Pertanyaan dalam kuesioner kecamatan yang berada di Kota Bengkulu.
yang seluruhnya terdiri dari 9 (sembilan) Kriteria inklusi untuk sampel penelitian ini
butir pertanyaan yang diadopsi dari adalah masyarakat Kota Bengkulu yang
kuesioner swamedikasi oleh A.H.M.A. melakukan swamedikasi tanpa meminta
Faqihi dkk (2020) (11) serta Tamirat pertimbangan pemilihan obat ke farmasis.
Mathewos dkk (2021) (12). Kuesioner Data yang diperoleh akan diolah
dilengkapi dengan informed consent sebagai menggunakan analisa univariat dan bivariat
persetujuan keikutsertaan dalam penelitian. dengan menggunakan uji chi square dengan
Alat penelitian ini dikembangkan nilai signifikansi α ≤ 0,05.
berdasarkan tinjauan komprehensif dari Izin Etis diperoleh dari Komisi Etik
literatur yang relevan yang diterbitkan dalam Politeknik Kesehatan Kementerian
jurnal. Kuesioner ini telah dilakukan Kesehatan Bengkulu dengan nomor: No.
reliabilitas dan validitas isi dan kemudian KEPK/152/05/2022. Kuesioner dilengkapi
dibagikan di antara responden setelah dengan informed consent yang telah
mendapat persetujuan dari Ketua Komite diperiksa oleh komisi etik.
Etik.
Enumerator dikumpulkan dalam suatu HASIL PENELITIAN
pertemuan selama sekitar 1 jam untuk
menjelaskan dan mendiskusikan isi Analisa Univariat
kuesioner untuk klarifikasi lebih lanjut
sebelum dilanjutkan proses pengisian Distribusi Demografi Responden
kuesioner oleh responden yang memenuhi
kriteria inklusi di Apotek yang telah Distribusi demografi responden
ditetapkan dalam ukuran sampel. Setiap menunjukkan bahwa sebagian besar
responden yang ikut berpartisipasi akan responden (54,5%) berusia antara 20-39
mendapatkan cinderamata untuk kompensasi tahun, berjenis kelamin wanita (64%) dan
waktu yang telah diberikan, dan diyakinkan sudah menikah (77,5%) seperti yang
bahwa kerahasiaan data selama penelitian ditunjukkan pada tabel 1. Distribusi tingkat
akan dijaga dan data hanya akan digunakan pendidikan sebagian besar adalah perguruan
untuk penelitian. Kuesioner berisi tiga tinggi (56,5%), dengan tingkat pendapatan 1
bagian, bagian A merupakan informasi juta-3 juta (39,5%).
demografi umum, bagian B berisi pertanyaan
tentang akses pelayanan kesehatan dan Tabel 1. Distribusi Demografi Responden
bagian C berisi tentang pelaksanaan praktik (n=200)
swamedikasi yang terdiri dari penyakit yang
dialami, alasan melakukan swamedikasi, No Variabel Frekuensi Persentase
jangka waktu mengalami sakit, tingkat (n) (%)
keparahan sakit, jangka waktu penggunaan 1 Usia
obat, sumber informasi mendapatkan obat, < 20 Tahun 11 5,5
cara pemakaian obat, rata-rata kunjungan 20-39 Tahun 109 54,5
apotek dan sumber memperoleh obat dalam 40-59 Tahun 71 35,5
247 Journal of Nursing and Public Health Vol. 10 No. 2 Oktober 2022
Nyeri/pegal2,sakit kepala, 44 22 Variabel Frekuensi Persentase
sakit gigi (n) (%)
Rematik, asam urat 8 4 Merasa tau obatnya 62 31
Demam 23 11,5 Penyakit yang dialami 83 41,5
Infeksi kulit, luka 1 0,5 ringan
Alergi, gatal-gatal 12 6 Hemat biaya 16 8
Darah tinggi 10 5 Jauh dari fasilitas 0 0
Kencing manis/diabetes 1 0,5 Kesehatan (Dokter,
puskesmas,klinik)
KB, memperlancar haid 1 0,5
Memiliki resep lama 34 17
Diare 1 0,5
Lainnya 5 2,5
Sembelit, wasir (ambeien) 0 0
Sakit maag, kembung 10 5
Mual, muntah 1 0,5 Jangka Waktu Keluhan Sakit Yang
Sakit mata 2 1 Dirasakan
Sakit telinga 0 0
Sariawan, bibir pecah 0 0 Pada umumnya masyarakat melakukan
Vitamin, suplemen, 6 3 swamedikasi ketika sudah merasakan
tonikum keluhan sakit dengan jangka waktu tertentu
Cacingan 2 1 yang mereka anggap dapat mengganggu
Lainnya 3 1,5 aktivitasnya. Mereka akan melakukan
swamedikasi atau konsultasi ke dokter ketika
Alasan Responden Melakukan sudah tidak tahan dengan keluhan sakit yang
Swamedikasi dirasakan yang berdampak ke gangguan
aktivitasnya sehari-hari. Pada penelitian ini
Distribusi alasan yang dimiliki diperoleh hasil yang berbeda bahwa sebagian
responden dalam melakukan praktik masyarakat sudah melakukan praktik
swamedikasi adalah merasa penyakit yang swamedikasi ketika keluhan sakit baru
dialami ringan (41,5%), merasa tau obat dirasakan kurang dari 3 hari (77,5%).
yang bisa menyembuhkan keluhan sakit
yang dirasakan (31%) dan memiliki resep Tabel 5. Distribusi Jangka Waktu Keluhan
lama yang dapat dilihat obat apa yang pernah Sakit Yang Dirasakan (n=200)
diberikan dokter (17%). Hal ini membuat
mereka berpendapat tidak memerlukan Variabel Frekuensi Persentase
(n) (%)
tindakan serius untuk melakukan konsul ke
<3 Hari 155 77,5
dokter. Sebagian besar masyarakat
3-7 Hari 34 17
beranggapan konsultasi ke dokter ini
>7 Hari 11 5,5
memerlukan biaya yang lebih besar dan
harus mengorbankan waktu untuk menunggu
selama berkonsultasi ke dokter. Swamedikasi Tingkat Keparahan Sakit yang Dirasakan
dilakukan dengan alasan biaya yang
dikeluarkan cenderung lebih kecil dan Tingkatan perasaan sakit yang dirasakan
efisiensi waktu. masing-masing individu berlainan, hal ini
tergantung dari daya tahan tubuh masing-
Tabel 4. Distribusi Alasan Responden masing. Pada penelitian ini sebagian besar
Melakukan Swamedikasi (n=200) responden merasakan tingkat keparahan
penyakit dalam kategori ringan (76%) yang
menjadikan alasan mereka melakukan
swamedikasi. Beberapa penelitian juga
menyebutkan alasan melakukan
swamedikasi yaitu responden cenderung
249 Journal of Nursing and Public Health Vol. 10 No. 2 Oktober 2022
Variabel Frekuensi Persentase Variabel Frekuensi Persentase
(n) (%) (n) (%)
Tenaga farmasi di 137 68,5 Minimarket 54 27
apotik Toko Obat 126 63
Membaca aturan pakai 63 31,5 Warung Kelontong 20 10
di brosur obat
251 Journal of Nursing and Public Health Vol. 10 No. 2 Oktober 2022
disembuhkan dengan mengkonsumsi obat- memberikan semua obat yang mereka minta
obat bebas yang ada di apotek. Hal ini masyarakat akan beranggapan obat tersebut
tentunya sangat membantu tujuan boleh dibeli secara bebas tanpa mengetahui
pemerintah dalam peningkatan akses berbahayanya ketika tidak tepat dalam
masyarakat terhadap obat-obat yang dapat penggunaannya.
digunakan untuk mengatasi keluhan ringan Sumber cara pemakaian obat diperoleh
yang dapat ditangani sendiri dengan obat dari tenaga farmasi di apotek (68,5%).
bebas. Namun demikian, perlu kewaspadaan Tenaga kefarmasian di apotek ini terdiri dari
dalam penegakan persepsi masyarakat apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
tentang penyakit ringan ini (self-diagnose). Pada praktik swamedikasi ini tenaga farmasi
Hal ini berbahaya jika terjadi kekeliruan berperan penting dalam pemberian informasi
persepsi penyakit yang diderita akan obat kepada masyarakat agar masyarakat
berakibat terhadap kekeliruan dalam tepat dalam penggunaan obat. Beberapa
pemilihan obat (6). penelitian menyebutkan bahwa pemberian
Rencana penggunaan obat pada informasi oleh tenaga farmasi ini masih
masyarakat yang melakukan swamedikasi ini bersifat pasif, tenaga farmasi hanya akan
adalah dalam jangka waktu 1-3 hari (77%). memberikan informasi ketika ditanya (15).
Berdasar beberapa kajian ketika keluhan Masyarakat yang melakukan praktik
sakit yang dirasakan tidak hilang dalam 3 swamedikasi 1 kali dalam 1 bulan ke apotek
hari dengan pengobatan swamedikasi yang sebesar (43%). Hal ini menggambarkan
mereka lakukan masyarakat memilih untuk bahwa apotek masih dipercaya masyarakat
melakukan konsultasi ke dokter (45%) untuk sebagai tempat memeperoleh obat yang
mendapatkan diagnosa yang lebih akurat aman dan terpercaya untuk mengatasi
tentang penyakit yang dialami dan yang keluhan sakit yang dirasakan. Tempat
lainnya memilih ke puskesmas, rumah sakit memperoleh obat dalam melakukan praktik
dan ada yang memilih untuk kembali swamedikasi ini selain di apotek dilakukan
melakukan praktik swamedikasi (14). juga di toko obat (63%) sebagai tempat
Sumber informasi obat-obat yang resmi dalam memperoleh obat.
diperoleh masyarakat dari praktik Pemilihan obat yang dilakukan
swamedikasi sebagian besar didapatkan dari masyarakat dalam praktik swamedikasi di
resep dokter yang pernah digunakan Kota Bengkulu harus menjadi perhatian
(38,5%). Di masa lampau mereka pernah seluruh komponen pemangku kebijakan
mendapatkan resep untuk mengatasi tentang kesehatan. Pada penelitian ini
penyakitnya dan merasa sembuh. Sejalan diperoleh hasil pembelian obat keras sangat
dengan tingkat pendidikan yang mereka tinggi yaitu sebesar 86%. Obat keras ini
miliki, mereka merasa yakin bahwa obat merupakan obat yang cara memperolehnya
tersebut bisa dipergunakan kembali ketika harus melalui resep dokter tidak boleh
mereka merasakan keluhan sakit yang sama. diperjual belikan secara bebas. Lemahnya
Mereka akan mendatangi sarana kefarmasian pengawasan dalam penjualan obat keras ini
terdekat untuk memperoleh obat tersebut. menjadikan alasan apotek-apotek dapat
Dokter biasanya meresepkan obat bebas, memperjualbelikan dengan bebas tanpa resep
obat bebas terbatas dan obat keras sesuai dokter. Hal ini seiring dengan makin
dengan diagnosa penyakit pasien. Hal ini tingginya lulusan Apoteker yang membuka
yang harus diwaspadai ketika mereka usaha di bidang Apotek. Data di kota
melakukan swamedikasi obat-obat golongan Bengkulu terdapat 170 Apotek yang
keras dan tidak ada edukasi dari tenaga memberikan pelayanan kefarmasian dengan
farmasi yang ada di apotek. Tidak seluruh jumlah penduduk 371.828, artinya 1 Apotek
pasien memahami bahwa obat yang mereka bisa melayani 2.187 penduduk. Persaingan
beli adalah obat keras, selama apotek ini yang membuat apotek belum menerapkan
253 Journal of Nursing and Public Health Vol. 10 No. 2 Oktober 2022
0.012 Pharmacist, The Hague, The
Harahap NA, Khairunnisa K, Tanuwijaya J. Netherlands, 26-28 August 1998. In The
Patient knowledge and rationality of Role of the pharmacist in self-care and
self-medication in three pharmacies of self-medication: report of t. 1998.
Panyabungan City, Indonesia. J Sains Widayati A. Swamedikasi di Kalangan
Farm Klin. 2017;3(2):186. Masyarakat Perkotaan di Kota
Lei X, Jiang H, Liu C, Ferrier A, Mugavin J. Yogyakarta Self-Medication among
Self-medication practice and associated Urban Population in Yogyakarta. J Farm
factors among residents in Wuhan, Klin Indones [Internet]. 2013;2(4):145–
China. Int J Environ Res Public Health. 52. Available from:
2018;15(1). https://repository.usd.ac.id/8909/1/Nask
Mathewos T, Daka K, Bitew S, Daka D. ah_Swamedikasi Di Kalangan
Self-medication practice and associated Masyarakat Perkotaan_2013.pdf
factors among adults in Wolaita Soddo
town, Southern Ethiopia. Int J Infect
Control. 2021;17(1):1–8.
Montastruc J-L, Bondon-Guitton E, Abadie
D, Lacroix I, Berreni A, Pugnet G, et al.
Pharmacovigilance, risks and adverse
effects of self-medication. Therapies.
2016;71(2):257–62.
Muharni S, Aryani F, Mizanni M. Profile of
Drug Information Given By Pharmacist
Staff On Self Medication At The
Pharmacy Located at Tampan,
Pekanbaru-Indonesia. J Sains Farm Klin
[Internet]. 2015;2(1):47–53. Available
from:
http://jsfkonline.org/index.php/jsfk/artic
le/view/46
Niroomand N, Bayati M, Seif M, Delavari S,
Delavari S. Self-medication Pattern and
Prevalence Among Iranian Medical
Sciences Students. Curr Drug Saf.
2019;15(1):45–52.
Rusli SU. Tingkat Pengetahuan Masyarakat
Terhadap Pengobatan Sendiri
(Swamedikasi) Di Tiga Apotek Kota
Makassar. J Farm Sandi Karsa
[Internet]. 2018;IV(6):31–5. Available
from:
http://jurnal.farmasisandikarsa.ac.id/ojs/
index.php/JFS/article/download/10/8
Sholiha S, Fadholah A, Artanti LO. Sulfiatus.
Pharm J Islam Pharm. 2019;3(2):1–11.
World Health Organization. The Role of the
pharmacist in self-care and self-
medication: report of the 4th WHO
Consultative Group on the Role of the