Oleh: I Nyoman Cahaya Bayu Semadi P (0970121046) A.A Manik Sri Wahyuni (0970121047)
Pembimbing: dr. Tangking Widarsa, MPH dr. Ni Luh Putu Saptiaryanti, MPH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS WARMADEWA DENPASAR 2014
1. Pertanyaan Penelitian Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat tentang swamedikasi dan penggunaan obat rasional di Desa Serongga tahun 2014?
2. Latar Belakang Resistensi antibiotik merupakan hal banyak dijumpai dan telah menjadi masalah global kesehatan masyarakat beberapa dekade terakhir. Studi di Eropa menunjukkan bahwa resisten terhadap antibiotik meningkat dengan peningkatan konsumsi dari antibiotik tersebut didorong oleh kebutuhan namun digunakan secara tidak rasional karena kurangnya pengetahuan terhadap obat yang dikonsumsi. Menurut International Journal of Infection Control (2013) di negara-negara berkembang, ditemukan antibiotik dapat dibeli tanpa resep sehingga individu menggunakan antibiotik secara bebas. The Center for Disease Control and Prevention di Amerika serikat menyebutkan terdapat 50 juta resep antibiotik yang tidak diperlukan dari 150 juta resep setiap tahun (Akalin, 2002). Masyarakat memegang peranan penting dalam penyebaran resistensi bakteri terhadap antibiotik. Masing-masing individu di masyarakat memiliki berbagai cara dalam mengatasi masalah kesehatannya, salah satunya dengan cara yang sering digunakan yakni pengobatan sendiri atau dikenal dengan istilah swamedikasi (Self- medication). Swamedikasi (Self-medication) didefinisikan sebagai upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit sebelum memutuskan mencari pertolongan ke institusi/ petugas pelayanan kesehatan. Berdasarkan data dari beberapa penelitian, didapatkan lebih dari 60% masyarakat melakukan swamedikasi dan lebih dari 80% diantaranya menggunakan pengobatan moderen. Swamedikasi sebenarnya merupakan bantuan yang sangat besar bagi pemerintah dalam hal pemerintahan kesehatan secara nasional apabila dilakukan dengan benar. Untuk melakukan pengobatan sendiri secara benar, masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan dapat dipercaya, agar penentuan kebutuhan jenis/jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang rasional. Secara lebih rinci selain mengetahui gejala sakit agar dapat mendiagnosis penyakitnya, pelaku pengobatan sendiri harus mampu: 1) mengetahui jenis obat yang diperlukan untuk
mengatasi penyakitnya, sehingga dapat memilih secara tepat dari berbagai merek dagang obat yang tersedia, 2) mengetahui kegunaan dari tiap obat, sehingga dapat mengevaluasi sendiri pengembangan sakitnya, 3) menggunakan obat tersebut secara benar (cara, aturan, lama, pemakaian) dan tahu batas kapan mereka harus menghentikan swamedikasi dan segera minta pertolongan petugas kesehatan, 4) mengetahui efek samping sehingga dapat memperkirakan apakah suatu keluhan yang timbul kemudian itu suatu penyakit baru atau efek samping obat, 5) mengetahui siapa yang tidak boleh menggunakan obat tersebut (kontraindikasi). Namun, tingkat pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan obat rasional swamedikasi masih sangat rendah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dari skor maksimal (10), skor rata-rata yang umumnya dicapai oleh pelaku swamedikasi berkisar antara 3,5-5,5. Masyarakat mutlak memerlukan informasi obat yang jelas dan dapat dipercaya agar penentuan jenis dan jumlah obat yang diperlukan berdasarkan kerasionalan. Pengetahuan tersebut dan pengetahuan tentang gejala jarang sekali dikuasai oleh masyarakat. Masyarakat seringkali mendapatkan informasi obat melalui iklan, baik dari media cetak maupun media elektronik, dan itu merupakan jenis informasi yang paling berkesan, sangat mudah ditangkap, serta sifatnya komersil. Ketidaksempurnaan iklan obat yang mudah diterima oleh masyarakat, salah satunya adalah tidak adanya informasi mengenai kandungan bahan aktif. Dengan demikian, apabila hanya mengandalkan jenis informasi ini, masyarakat akan kehilangan informasi yang sangat penting, yaitu jenis obat yang dibutuhkan untuk mengatasi gejala sakitnya. Akibat langsung yang dapat dirasakan adalah meningkatnya pola konsumsi obat dengan seringnya didaptkan pemakaian beberapa nama dagang obat yang ternyata isinya persis sama. Dipandang dari segi ekonomi, hal ini merupakan suatu pemborosan (Departemen kesehatan Republik Indonesia, 2008) Sebaliknya, swamedikasi yang dilakukan secara tidak tepat ,memungkinkan terjadinya kesalahan dalam penggunaan obat dan kurangnya control pada pelaksanaannya (Association of Real Change, 2006). Dampak lainnya yaitu dapat menyebabkan bahaya serius terhadap kesehatanm seperti reaksi obat yang tidak diinginkan, perpanjangan masa sakit, risiko kontraindikasi, dan ketergantungan obat. Oleh karena itu, upaya untuk membekali masyarakat agar mempunyai keterampilan mencaru informasi obat secara tepat dan benar perlu dilakukan, dengan memanfaatkan
sumber-sumber informasi yang telah tersedia di masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008; Sontakke, Bajait, Pimpalkhute, Jaiswal, dan jaiswal, 2011) Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2013, didapatkan bahwa proporsi rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi terdapat obat keras, obat bebas, antibiotika, obat tradisional dan obat-obat yang tidak teridentifikasi adalah 35,2% secara nasional. Dengan penyimpanan obat keras serta antibiotika menduduki dua peringkat teratas yakni 35,7% untuk obat keras dan 27,8% untuk antibiotik secara nasional. Dari data yang dikumpulkan oleh RISKESDAS proporsi rumah tangga yang menyimpan obat untuk keperluan swamedikasi tertinggi didapatkan di Provinsi DKI Jakarta (56,4%) dan terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (17,2%) sedangkan untuk Provinsi Bali berada ditengah-tengah dengan angka 35,1%. Dari angka proporsi rumah tangga yang menyimpan obat keras dan antibiotika tanpa resep dokter didapatkan untuk Provinsi Bali terbilang tinggi yakni untuk obat keras 80,8%, antibiotika 87,1%. Berdasarkan data tersebut diatas kami melakukan studi pendahuluan melalui wawancara yang dilakukan kepada warga yang berkunjung ke UPT Kesmas Gianyar 1 berjumlah 12 orang, 9 (75%) orang diantaranya mengatakan pernah membeli obat tanpa resep dokter, 3 (25%) lainnya mengatakan tidak pernah. Dari 9 orang yang pernah tersebut 7 (78%) diantaranya tidak mengetahui kandungan bahan aktif yang ada dalam obat, 2 (22%) lainnya mengetahui namun hanya beberapa obat saja. 3(33%) orang diantaranya pernah membeli obat dengan menggunakan bungkus obat yang lama, sedangkan 6 (67%) lainnya langsung membeli obat dengan menyebutkan merek obat. 7 (78%) orang mengatakan memiliki stok obat yang disimpan dirumah, dan 2 (28%) lainnya mengatakan tidak. Dari data diatas kami tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan swamedikasi dan penggunaan obat rasional di masyarakat di wilayah kerja UPT Kesmas Gianyar I untuk mendapatkan tingkat pengetahuan dan keterampilan masyarakat.
3. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data mengenai pengetahuan keluarga mengenai penggunaan obat
rasional swamedikasi (PORS) di Desa Serongga, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar tahun 2014 dilakukan dengan pengisian kuisioner yang diisi langsung oleh sampel.
4. Subjek Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang terdaftar dalam register Kepala Keluarga (KK) di Desa Serongga yaitu sebanyak 1050 KK. Besar sampel penelitian yang dihitung dengan rumus sebesar 88 sampel. Sampel adalah keluarga terpilih dengan systemic random sampling. Untuk memperoleh penyebaran sampel yang merata dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Membuat daftar anggota populasi yang diberi nomor urut dimana urut terakhir sesuai dengan jumlah populasi yaitu 1050 KK. 2. Menentukan besarnya interval sampel (K) yang besarnya adalah N/n, yaitu jumlah populasi dibagi jumlah sampel. Jadi interval sampelnya adalah 12. 3. Memilih sampel pertama dengan cara mengundi sebanyak kurang dari atau sama dengan interval sampel (12) yaitu dari nomor 1 sampai 12. Nomor yang pertama keluar adalah nomor 10 sebagai sampel pertama. 4. Sampel berikutnya dipilih dengan menambahkan interval sampel dengan sampel pertama. 5. Hal tersebut dilakukan berulang-ulang sampai jumlah sampel sebanyak 88 KK terpenuhi.
5. Variabel a. Variabel tergantung : Pengetahuan Penggunaan Obat Rasional Swamedikasi b. Variabel bebas : - Jenis Kelamin - Umur - Tingkat Pendidikan - Perkerjaan - Sumber Informasi
6. Rencana Analisis Analisis yang dilakukan pada penelitian ini berupa analisis data univariat yang dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi masing-masing variabel, baik variabel independen maupun dependen.