Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENGGUNAAN


OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS UNTUK
SWAMEDIKASI PADA MASYARAKAT RW 03 KECAMATAN
BANGKO MERANGIN JAMBI TAHUN 2018

Proposal Penelitian Ini Diajukan Sebagai Pedoman Pelaksanaan Penelitian


Penyusunan Karya Tulis Ilmiah

Disusun Oleh :
YOLANDA DESTI MARDIANI
NPM : 15.094

AKADEMI FARMASI PROVINSI JAMBI


TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan hasil

dari 294.959 RT di Indonesia sebanyak 103.860 rumah tangga (RT) atau 35,2

persen menyimpan obat untuk swamedikasi, angka provinsi Jambi sendiri

sebesar (33,6%) di atas angka nasional. Rerata sediaan obat yang disimpan

hampir 3 macam. Dari 35,2 persen RT yang menyimpan obat, sebanyak 35,7

persen menyimpan antibiotika dan 27,8 pesen menyimpan obat keras. Dan

81,9 persen RT yang menyimpan obat keras dan 86,1 persen RT yang

menyimpan antibiotika diperoleh tanpa resep. Susenas 2010 menunjukan

secara nasional jika mengeluh sakit maka orang yang berobat ke tenaga

kesehatan 13,9%, rumah sakit 14,8%, rumah sakit pemerintah 1,6%,

puskesmas 1,3%, pengobatan sendiri 65,6%, di rumah 0,7%, sisanya

pengobatan tradisional.

Dari data diatas menunjukkan proporsi swamedikasi dalam hal ini dalam

bentuk pengobatan sendiri masih tinggi namun dilain pihak tingkat

penyimpanan obat keras termasuk antibiotik juga sangat tinggi yang

seharusnya tidak boleh dilakukan. Pelaksanaan swamedikasi oleh masyarakat

sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan sikap. Persepsi tentang sakit

serta pengetahuan tentang obat-obatan sangat penting dalam keberhasilan


swamedikasi. Peran keluarga dan lingkungan sangat mendukung dan tentu

saja jaminan ketersediaan obat hingga lokasi terdekat dengan masyarakat

seperti toko obat berizin, minimarket hingga ke warung. Obat-obatan yang

disediakan tersebut yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya,

serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit

dan kondisi pasien (Depkes RI, 2006).

(Ana Hidayati , Haafizah Dania, Murtyk Dyahajeng Puspitasari, Tahun

2017 “Tingkat Pengetahuan Penggunaan Obat Bebas Dan Obat Bebas

Terbatas Untuk Swamedikasi Pada Masyarakat Rw 8 Morobangun Jogotirto

Berbah Sleman Yogyakarta”) Responden memperoleh obat paling banyak di

warung dengan presentase 62,22%, warga yang membeli di supermarket

sebanyak 17,14% , kemudian ada juga yang membeli di apotek sebanyak 12%

dan warga yang membeli di toko obat sebanyak 8,57%. Responden dusun

Morobangun paling banyak membeli obat berdasarkan dari rekomendasi orang

lain sebanyak 37,1%, lalu dari pengalaman pribadi sebanyak 30,85%, dari

iklan sebanyak 22,28% dan dari petugas kesehatan sebanyak 9,71%.

(Icha Evita Maulida, Tahun 2017 “Perbandingan Tingkat Pengetahuan

Dan Tindakan Swamedikasi Salesma Dikalangan Mahasiswa Kesehatan Dan

Non Kesehatan Universitas Jember”) Hasil penelitian didapatkan bahwa

prevalensi swamedikasi salesma pada mashasiswa kesehatan dan non

kesehatan sangat tinggi. Terdapat 96,5% (164 responden) mahasiswa

kesehatan dan 94,1% (160 responden) mahasiswa non kesehatan yang


mengaku pernah melakukan swamedikasi salesma. Berdasarkan hasil hasil

analisis statistik, rata-rata tingkat pengetahuan mahasiswa kesehatan

(2,84±2,73) lebih tinggi dibandingkan mahasiswa non kesehatan (0,75±2,49).

Hasil uji analisis menggunakan Mann-Whitney diperoleh nilai signifikansi

<0,001 (nilai p<0.05) yang artinya ada perbedaan antara mahasiswa kesehatan

dan non kesehatan.

Hasil survei awal pendahuluan yang dilakukan dari tanggal 1-3 Februari

2018 terhadap 12 ibu balita ditemukan 7 (58%) orang ibu balita mengobati

penyakit anaknya terlebih dahulu baru kemudian membawanya ke puskesmas,

berikutnya 5 (41%) orang ibu balita membawa langsung anaknya berobat ke

puskesmas terdekat, selanjutnya diketahui dari ibu yang mengobati sendiri

bahwa mereka menggunakan obat yang nama nya mereka ketahui dari internet

2 (16%) orang, 3 (25%) orang dari keluarga, 2 (16%) orang lagi dari

menonton televisi.

Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa masih ada ibu-ibu balita yang

mengobati sendiri penyakit anaknya sebelum mendapatkan pelayanan

kesehatan dari puskesmas atau dokter. Berdasarkan hal tersebut di atas maka

peneliti ingin mengetahui latar belakang “HUBUNGAN TINGKAT

PENGETAHUAN PENGGUNAAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS

TERBATAS UNTUK SWAMEDIKASI PADA MASYARAKAT RW 03


KECAMATAN BANGKO KABUPATEN MERANGIN JAMBI TAHUN

2018 ”.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang didapat

adalah bagaimana hubungan tingkat pengetahuan masyarakat dalam

penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas untuk swamedikasi oleh

masyarakat di RW 03 Kecamatan Bangko pada tahun 2018.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat

tentang penggunaan obat bebas dan bebas terbatas untuk swamedikasi di RW

03 Kecamatan Bangko.

1.3.2 Tujuan khusus

Diketahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang penggunaan obat bebas dan

bebas terbatas untuk swamedikasi di RW 03 Kecamatan Bangko meliputi :

1. Tingkat pengetahuan tentang informasi yang ada di kemasan /etiket atau

brosur

2. Tingkat pengetahuan cara memilih obat

3. Tingkat pengetahuan bagaimana cara menggunakan obat


1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Sebagai bahan untuk menambah ilmu pengetahuan dalam bidang pelayanan

obat khususya obat yang digunakan untuk swamedikasi dan sebagai sumbangan

pemikiran bagi dunia pendidikan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Sebagai referensi dan tambahan pengalaman serta mengaplikasikan

pengetahuan khususnya dalam pelayanan obat yang digunakan untuk

swamedikasi.

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah penggunaan obat bebas terhadap

swamedikasi oleh masyarakat di RW 03 Kecamatan Bangko tahun 2018.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Swamedikasi

2.1.1 Pengertian Swamedikasi

Swamedikasi adalah tindakan mengobati segala keluhan pada diri sendiri

dengan obat yang dibeli bebas di apotek atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa

resep dokter. Beberapa keuntungan yang didapatkan oleh masyarakat dengan

tindakan ini ialah masyarakat akan banyak menghemat waktu dan biaya dari pada

harus pergi ke dokter. Obat-obatannya pun dapat diperoleh dengan mudah di toko

obat atau apotek. Akan tetapi, selain membawa keuntungan tindakan swamedikasi

dapat menyebabkan kerugian misalnya : penggunaan kurang tepat, dosis tidak

sesuai dan kesulitan menentukan keluhan mana yang perlu penanganan dokter dan

keluhan mana yang dapat diatasi sendiri (Tjay dan Raharja,1993).

Upaya pengobatan sendiri ini dilakukan karena pengaruh tingkat ekonomi

yang rendah, kepraktisan dalam pengobatan serta anggapan bahwa penyakit yang

diderita masih tergolong ringan dan mudah diobati. Upaya masyarakat untuk

mengobati dirinya sendiri dikenal dengan istilah swamedikasi. Swamedikasi

biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang

banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit

maag, kecacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain. Swamedikasi menjadi

alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan

pengobatan. Pada pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya


kesalahan pengobatan (medication error) karena keterbatasan pengetahuan

masyarakat akan obat dan penggunaannya. Dalam hal ini Apoteker dituntut untuk

dapat memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat sehingga masyarakat

dapat terhindar dari penyalah gunaan obat (drug abuse) dan pengguna salahan

obat (drug misuse). Masyarakat cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa

tahu zat berkhasiatnya (Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik

Indonesia).

2.1.2 Fungsi Swamedikasi

Fungsi dan peran swamedikasi lebih terfokus pada penanganan terhadap

gejala secara cepat dan efektif tanpa intervensi sebelumnya oleh konsultan medis

kecuali apoteker, sehingga dapat menggurangi beban kerja pada kondisi

terbatasnya sumber daya dan tenaga (WHO, 1998).

2.1.3 Keuntungan dan Kerugian Swamedikasi

Keuntungan dalam melakukan swamedikasi yaitu aman jika digunakan

sesuai dengan petunju, dapat memberikan efek samping, efektif untuk

menghilangkan keluhan karena 80% penyakit bersifat self-limiting yaitu sembuh

sendiri tampa bantuan tenaga kesehatan, biaya lebih murah dari pada biaya

pelayanan kesehatan, hemat watu karena tidak perlu mengunjungi fasilitas/profesi

kesehatan, mendapatkan kepuasan karena telah ikut berperan aktif dalam

pengambilan keputusan terapi, berperan serta dalam sistem pelayanan kesehatan,

menghindari rasa malu jika harus memperlihatkan bagian tubuh tertentu di depan
tenaga kesehatan, dan membantu pemerintah dalam mengatasi keterbatasan

jumlah tenaga kesehatan di masyarakat (Holt, dalam supardi et al., 2009)

Kerugian dalam melakukan swamedikasi yaitu jika tidak digunakan sesuai

dengan aturan, obat bisa membahayakan kesehatan, pemborosan biaya dan waktu

jika salah dalam menggunakan obat, mengakibatkan kemungkinan timbulnya

reaksi obat yang tidak diinginkan, misalnya sensitivitas, efek samping atau

resistensi, penggunaan obat yang salah akibat informasi yang kurang lengkap dari

iklan obat, tidak efektif akibat salah diagnosis dan pemilihan obat, sulit berpikir

dan bertindak objektif karena pemilihan obat dipengaruhi oleh pengalaman

meggunakan obat di masa lalu dan lingkungan sosialnya (Holt, dalam supardi et

al., 2009).

2.2 Pengertian Obat

2.2.1 Definisi Obat

Obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit,

serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan(Ansel, 1985).

Obat dalam arti luas ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses

hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun

untuk seorang dokter, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan

obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu,

agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala

penyakit. (Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, UI).


Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk

digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan

patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,

pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan Obat Nasional,

Departemen Kesehatan RI, 2005).

2.2.2 Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Terbatas

Sebelum menggunakan obat, bacalah sifat dan cara pemakaiannya pada

etiket, brosur atau kemasan obat agar penggunaannya tepat dan aman. Pada

setiap brosur atau kemasan obat selalu dicantumkan:

a. Nama obat
b. Komposisi
c. Indikasi
d. Informasi cara kerja obat
e. Aturan pakai
f. Peringatan (khusus untuk obat bebas terbatas)
g. Perhatian
h. Nama produsen
i. Nomor batch/lot
j. Nomor registrasi
k. Nomor registrasi dicantumkan sebagai tanda ijin edar absah
yang diberikan oleh pemerintah pada setiap kemasan obat.
l. Tanggal kadaluarsa

Informasi obat yang diperlukan pasien adalah :


a. Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam

sehari, apakah diwaktu pagi, siang, sore atau malam. Dalam hal ini

termasuk apakah obat diminum sesudah atau sebelum makan.

b. Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus

dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Misalnya obat antibiotik harus

dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi.

c. Cara penggunaan obat yang benar menentukan keberhasilan pengobatan.

Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara

penggunaan obat yang baik dan benar terutama untuk sediaan farmasi

tertentu seperti obat oral, obat tetes mata, salep mata, obat tetes hidung,

tetes telinga, suppositorial dan krim/salep rektal dan tablet vagina.

d. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat yang akan dirasakan,

misalnya berkeringat, mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna,

air kencing berubah warna dan sebagainya.

e. Hal-hal ini yang mungkin timbul, misalnya efek samping obat, interaksi

obat dengan obat lain atau makanan tertentu, dan kontra indikasi obat

tertentu dengan diet rendah kalori, kehamilan dan menyususi (Anonim,

2006).

2.2.5 Cara Pemilihan Obat

Untuk menetapkan jenis obat yang dibutuhkan perlu diperhatikan :

a. Gejala atau keluhan penyakit

b. Kondisi khusus atau hamil, menyususi, bayi, lanjut usia, diabetesmilitus

dan lain-lain.
c. Pengalaman atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat tertentu.

d. Nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek saming dan

interaksi obat yang dapat dibaca pada etiket atau brosusr obat.

e. Untuk pemilihan obat yang tepat dan informasi yang lengkap, tanyakan

kepada apoteker.

f. Pilihlah obat yang sesuai dengan gejala penyakit yang tidak ada interaksi

obat dengan obat yang diminum (chaerunissa, 2009).

2.2.6 Cara Penggunaan

a. Penggunaan obat tidak untuk pemakaian secara terus menerus

b. Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada etiket atau brosur

c. Bila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan,

hentikan penggunaan dan tanyakan kepada apoteker atau dokter

d. Hindarkan menggunakan obat orang lain walau pun gejala penyakit sama

e. Untuk mendapatkan informasi penggunaan obat lebih lengkap, tanyakan

kepada Apoteker (Anonim, 2006).

2.2.7 Efek Samping Obat

Efek samping obat adalah semua efek yang tidak dikehendaki yang

membahayakan atau merugikan pasien (adverse reactions) akibat penggunaan

obat. Masalah efek samping obat tidak dapat dikesampingkan karena dapat

menimbulkan berbagai dampak dalam penggunaan obat baik dari sisi

ekonomis, psikologi dan keberhasilan terapi. Dampak ekonomi seperti


meingkatnya biaya pengobatan dan dampak psikologik pada kepatuhan

penderita dalam minum obat akan berakibat kegagalan terapi (BPOM, 2004).

2.2.8 Penggolongan Obat

Penggolongan obat dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan

ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusinya. Penggolongan

obat menurut Permenkes No. 917/1993 adalah :

1. Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa

resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran

hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Parasetamol

2. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras

tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan

tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas

adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : CTM

3. Obat Keras dan Psikotropika


Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep

dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran

merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Asam Mefenamat Obat

psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik,

yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat

yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh :

Diazepam, Phenobarbital

4. Obat Narkotika

Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman

baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin

2.3 Obat Tradisional

2.3.1 Definisi

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,

bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan

tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat

ditetapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (Permenkes, 2012).


2.3.2 Jenis Obata Tradisional

Badan pengawasan obat dan makanan (BPOM) mempunyai tanggung jawab

dalam peredaran obat di masyarakat. Berdasarkan keputusan kepala badan POM

RI NO.HK.00.05.A.2411 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan

obat-obat bahan alam Indonesia, obat tradisional dikelompokan menjadi tiga yaitu

a. Jamu

Jamu adalah obat tradisional yang berdasarkan dari pengalaman empiris

secara turun temurun, yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya dari

generasi ke generasi. bentuk obat umumnya disediakan dalam berbagai bentuk

serbuk, minuman, pil, cairan dari berbagai tanaman. Jamu umumnya terdiri dari 5-

10 macam tumbuhan bahkan lebih, bentuk jamu tidak perlu pembuktian ilmiah

maupun klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris saja.

Contoh : jamu buyung upik, jamu nyonya menier.

b. Obat Herbal Terstandar (OHT)


Obat Herbal Terstandar adalah obat tradisional yang telah teruji berkhasiat

secara pra-klinis (terhadap hewan percobaan), lolos uji toksisitas akut maupun

kronis, terdiri dari bahan yang terstandar (Seperti ekstrak yang memenuhi

parameter mutu), serta dibuat dengan cara higienis. Contoh : Tolak angin

c. Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah obat tradisional yang telah teruji khasiatnya melalui uji

pra-klinis (pada hewan percobaan) dan uji klinis (pada manusia), serta terbukti

aman melalui uji toksisitas, bahan baku terstandar, serta diproduksi secara

higienis, bermutu, sesuai dengan standar yang ditetapkan. Contoh : Cursil


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

pendekatan metode cross sectional dimana pengambilan sampel dilakukan dengan

metode accidental sampling dan instrumen yang digunakan berupa kuesioner.

Keseluruhan variabel yang diteliti tentang masyarakat yang melakukan

pengobatan sendiri (Swamedikasi), yaitu survei langsung dan wawancara

menggunakan kuisioner.

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RW 03 Kecamatan Bangko Kabupaten

Merangin.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal, 1 Februari s.d 3 Februari

2018.

3.3 Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka dapat dibuat

kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Karakteristik responden :

 Kelompok umur
 Jenis kelamin
 Status perkawinan
 Pendidikan
 pekerjaan
 Pengetahuan Swamedikasi obat bebas
 Sikap dan obat bebas terbatas

 Lingkungan sekitar
 Tempat tinggal

3.4 Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal, yaitu gambaran

pengetahuan swamedikasi penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas

oleh ibu di RW 03 Kec. Bangko Kab. Merangin Jambi.

3.4.2 Definisi Operasional

1) Responden adalah ibu-ibu yang melalukan swamedikasi penggunaan obat

bebas dan obat bebas terbatas untuk kelurganya di RW 03 Kec. Bangko

Kab. Merangin Jambi.

2) Swamedikasi adalah tindakan mengobati segala keluhan pada diri sendiri

dengan obat yang dibeli bebas di apotek atau toko obat atas inisiatif

sendiri tanpa resep dokter.

3.5 Populasi Sampel

3.5.1 Populasi
Populasi adalah semua ibu rumah tangga di RW 03 berjumlah 208 ibu.

3.5.2 Sampel

𝑁𝑃𝑄
Jumlah sampel yang di ambil mengikuti (n ≥ (𝑁−1)𝐷+𝑃𝑄
) sehingga

menghasilkan sampel 137 ibu rumah tangga, hasil yang sama didapatkan

dengan meggunakan rumus solvin. Pengambilan sampel tiap RT berdasarkan

atas proposional sampel sehingga didapatkan RT 06 = 120 dan RT 07 = 88.

Penentuan sampel yang akan diambil berdasarkan secara random dengan cara

mengurut rumah terlebih dahulu setelah itu dilakukan pengundian.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Data RW 03 Kec. Bangko Kab. Merangin dikumpulkan dengan melakukan

wawancara lagsung kepada masyarakat.

3.7 Cara Kerja

1. Survei awal

2. Pengumpulan data dan menyiapkan instrumen penelitian (daftar pertanyaan)

3. Wawancara secara langsung dengan masyarakat menggunakan pedoman

pertanyaan.

4. Menyusun hasil wawancara.


5. Pengumpulan hasil wawancara.

6. Penarikan kesimpulan.

7. Menyusun laporan.

Anda mungkin juga menyukai