Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 OBAT

2.1.1 Pengertian Obat

Obat merupakan suatu bahan atauterdiri dari beberapa paduan bahan

yang termasuk dari produk biologi yang telah digunakan untuk

mempengaruhi atau menganalisis system fisiologi atau keadaan patologi

dalam membantu menegakkan diagnosis, pencegahan, terapi, pemulihan,

peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Obat merupakan suatu zat yang

dapat digunakan untuk menjaga kesehatan, mencegah penyakit, dan juga

untuk menyembuhkan sakit (Supardi et al., 2012).

2.1.2 Penggolongan Obat

Penggolongan obat dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan

yaitu (Nuryati, 2017):

a. Penggolongan obat berdasarkan jenis

Penggolongan obat berdasarkan jenis bertujuan untuk meningkatkan

keamanan dan ketepatan penggunaan serta keamanan distribusi. Adapun

penggolongan obat terdiri atas (Nuryati, 2017):

1. Obat bebas merupakan obat yang dijual bebas dipasaran dan dapat dibeli

tanpa menggunakan resep dokter. Obat bebas tergolong dalam obat yang

paling aman, dapat dibeli di apotek bahkan dijual diwarung- warung.

Penggunaan obat bebas dilakukan masyarakat untuk mengobati atau

meringankan gejala penyakit. Obat bebas mempunyai tanda khusus yaitu

berupa lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam

(Rahayuda, 2016).
2. Obat bebas terbatas merupakan segolongan obat yang dalam jumlah

tertentu aman untuk dikonsumsi akan tetapi jika terlalu banyak akan

menimbulkan efek berbahaya. Obat bebas terbatas dahulu digolongkan

pada daftar obat W ( Waarschuwing = peringatan). Obat ini disimbolkan

dengan lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Rahayuda,

2016).

3. Obat wajib di apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh

apoteker pengelola apotek tanpa resep dokter. Obat wajib apotek dibuat

bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong

dirinya sendiri sehingga tercipta kebiasaan untuk pengobatan secara

andiri yang tepat, aman dan rasional (Rahayuda, 2016).

4. Obat keras merupakan suatu obat yang berbahaya sehingga

pemakaiannya harus dibawah pengawasan dokter dan obat hanya

diperoleh dari apotek, puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lain.

Obat ini memiliki efek yang keras sehingga jika digunakan sembarangan

dapat memperparah penyakit hingga dapat menyebabkan kematian. Obat

keras ditandai dengan lingkaran merah memiliki garis tepi hitam dan

ditengahnya terdapat tulisan huruf “ K ” yang berwarna hitam (Rahayuda,

2016).

5. Psikotropika dan narkotika merupakan zat atau obat yang secara alamiah

atau buatan yang berkhasiat untuk memberikan pengaruh secara selektif

pada system syaraf pusat dan menyebabkan perubahan pada aktivitas

mental dan perilaku. Obat golongan ini termasuk dalam penggolongan

obat keras sehingga disimbolkan dengan lingkaran merah bertuliskan

huruf “ K” ditengahnya. Sedangkan narkotika merupakan obat berasal dari

tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang
dapat menyebabkan perubahan kesadaran dari mulai penurunan sampai

hilangnya kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan

dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika disimbolkan dengan

lingkaran merah yang ditengahnya terdapat simbol palang (+) (Nuryati,

2017).

b. Penggolongan obat berdasarkan mekanisme kerja obat menurut (Nuryati,

2017), sebagai berikut :

1. Obat yang dapat bekerja pada etiologi penyakit, misalnya penyakit

yang sedang diderita disebabkan oleh bakteri atau mikroba.

2. Obat yang dapat bekerja untuk memberikan pencegahan kondisi

patologis dari penyakit.

3. Obat yang dapat menghasilkan simtomatik atau gejala, misalnya nyeri.

4. Obat bekerja dalam menambah atau mengganti fungsi – fungsi zat

tertentu didalam tubuh yang mengalami defisiensi.

5. Pemberian placebo merupakan salah satu pemberian obat yang tidak

mengandung zat aktif didalamnya, khususnya pada pasien normal

yang menganggap dirinya dalam keadaan sakit.

c. Penggolongan obat berdasarkan tempat atau lokasi pemakaian menurut

(Nuryati, 2017), sebagai berikut:

1. Obat dalam merupakan obat-obatan yang dikonsumsi dengan cara

peroral (melalui mulut).

2. Obat luar merupakan bentuk obat-obatan yang dipakai secara topical

atau dioleskan pada tubuh bagian luar.

d. Berdasarkan cara pemberiannya antara lain (Nuryati, 2017):

1. Oral merupakan cara pemberian obat dengan cara diberikan atau

dimasukkan melalui mulut


2. Parektal merupakan cara pemberian obat yang diberikan atau

dimasukkan melalui rectal

3. Sublingual adalah cara pemberian obat dari bawah lidah, kemudian

melalui selaput lender dan masuk ke pembuluh darah, efeknya lebih

cepat

4. Parenteral merupakan pemberian obat suntik yang melaui kulit

masuk ke darah. Selain itu dapat diberikan secara intravena,

subkutan, intramuscular, intracardial

5. Pemberian obat secara langsung ke organ, contoh intrakardial.

6. Pemberian obat melalui selaput perut yang disebut sebagai

intraperitoneal

e. Penggolongan obat berdasarkan efek yang ditimbulkan antara lain

(Nuryati, 2017):

1. Penggolongan obat berdasarkan efek sistemik yaitu obat atau zat

aktif yang masuk ke dalam peredaran darah.

2. Penggolongan obat berdasarkan efek local yaitu obat atau zat aktif

yang hanya berefek/menyebar/mempengaruhi bagian tertentu tempat

obat tersebut berada, seperti pada hidung, mata, kulit.

f. Penggolongan obat berdasarkan asal obat dan cara pembuatannya

(Nuryati, 2017):

1. Penggolongan obat secara alamia yaitu obat – obatan yang berasal

dari alam (tumbuhan, hewan dan mineral) seperti, jamur (antibiotik),

kina (kinin), digitalis (glikosida jantung).

2. Penggolongan obat secara sintetik merupakan cara pembuatan obat

dengan melakukan reaksi-reaksi kimia.

2.1.3 Peran Obat


Obat mempunyai peran yang sangat penting bagi kesehatan,

peran obat secara umum adalah sebagai berikut :

1. Peran obat sebagai penetapan diagnose

2. Peran obat untuk pencegahan penyakit

3. Peran obat untuk memberikan penyembuhan penyakit

4. Peran obat sebagai pemulihan kesehatan

5. Peran obat mengubah fungsi normal tubuh yang memiliki tujuan

tertentu

6. Peran obat sebagai peningkatan kesehatan

7. Peran obat untuk mengurangi rasa sakit

2.1.4 Klasifikasi Obat

Obat dapat diklasifikasikan atau digolongkan berdasarkan pada

jenisnya antara lain yaitu obat OTC (over the counter), obat generik, obat

generik berlogo, obat nama dagang, obat paten, obat mitu (me-too), obat

tradisional, obat jadi, obat baru, obat esensial, dan obat wajib apotek.

Obat OTC merupakan sebutan umum untuk obat yang termasuk dalam

golongan obat bebas dan obat bebas terbatas yang digunakan untuk

swamedikasi atau pengobatan secara mandiri.

a. Obat generik

Obat generik merupakan obat dengan nama generik sesuai dengan

penamaan zat aktik sediaan yang ditetapkan oleh farmakope. Obat ini

tidak memakan nama dagang maupun logo produsen (Jo, 2016).

b. Obat generik berlogo

Obat generik berlogo merupakan jenis obat generic yang

mencantumkan logo produsen akan tetapi tidak memakai nama dagang

(Jo, 2016).
c. Obat nama dagang

Obat nama dagang merupakan jenis obat dengan nama sediaan

yang ditetapkan oleh pabrik pembuat dan terdaftar pada departemen

kesehatan negara, obat nama dagang disebut juga sebagai obat merek

terdaftar (Nuryati, 2017).

d. Obat paten

Merupakan hak paten suatu produk yang diberikan kepada industry

farmasi pada obat baru yang ditemukan berdasarkan riset yang

dilakukan dalam industry farmasi dan diberikan hak paten untuk

memproduksi dan memasarkannya. Setelah melalui berbagai tahapan

uji klinis sesuai atauran yang telah ditetapkan secara internasional.

e. Obat me-too

Merupakan obat yang telah habis masa patennya yang telah

diproduksi dan dijual oleh pabrik lain dengan nama dagang yang

ditetapkan oleh pabrik tersebut.

f. Obat tradisional

Obat tradisional merupakan obat jadi yang berasal dari tumbuhan,

hewan dan mineral atau sediaan galenik. Pembuatan obat ini

berdasarkan pengalaman empiris turun temurun (UTAMI, 2018).

g. Obat jadi

Obat jadi merupakan obat yang masih memiliki keadaan murni atau

campuran dalam bentuk serbuk, emulsi, suspense, salep, krim, tablet,

supositoria yang mana bentuk obat tersebut tercantum dalam farmakope

Indonesia (Wulandari, 2015).

h. Obat baru
Merupakan suatu obat yang terdiri dari satu atau lebih zat, baik yang

memiliki khasiat mupun tidak (Wulandari, 2015).

i. Obat esensial

Obat esensial merupakan obat yang paling banyak dibutuhkan untuk

pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat banyak, meliputi

diagnose, profilaksi terapi dan rehabilitasi (Handayani et al., 2010).

j. Obat wajib apotek

Obat wajib apotek merupakan suatu jenis obat keras yang dapat

diperoleh di apotek tanpa resep dokter, dan obat ini diserahkan oleh

apoteker (Purwanti et al., 2012).

2.1.5 Penggunaan Obat yang Rasional

Penggunaan obat dalam sarana pelayanan kesehatan harus secara

rasional. Penggunaan obat yang tidak tepat salah satunya dapat berupa

penggunaan berlebihan, penggunaan yang kurang dari seharusnya,

kesalahan dalam penggunaan resep atau tanpa resep dan swamedikasi yang

tidak tepat. Penggunaan obat yang rasional jika memenuhi kriteria sebagai

berikut (Ihsan et al., 2017) :

1. Tepat diagnosis

Penggunaan obat disebut rasional apabila diberikan dengan

diagnosis yang tepat. Apabila diagnosis tidak ditegakkan dengan

dengan benar , maka pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada

diagnosis yang keliru, sehingga dapat mengakibatkan obat yang telah


diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya

(Ihsan et al., 2017).

2. Tepat indikasi penyakit

Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Sebagai contoh

adalah antibiotic di indikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian,

pemberian obat tersebut hanya dianjurkan untuk pasien yang

mempunyai gejala adanya infeksi bakteri (Lestari, 2014).

3. Tepat pemilihan obat

Pengambilan keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil

setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian obat

yang akan dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan jenis

penyakit yang sedang diderita (Ramadhan, 2015).

4. Tepat dosis

Dosis merupakan suatu cara dan lama pemberian obat yang sangat

berpengaruh terhadap terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan

akan menimbulkan resiko efek samping, sebaliknya dosis yang terlalu

kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan.

Pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis

(Untari et al., 2018).

5. Waspada terhadap efek samping

Pemberian obat berpotensial menimbulkan efek samping, yaitu efek

yang tidak diinginkan yang tiba – tiba timbul pada pemberian obat

dengan dosis terapi (Nuryati, 2017).

6. Tepat penilaian kondisi pasien


Respon seorang pasien terhadap obat yang telah diberikan sangat

beragam. Hal ini akan jelas terlihat pada beberapa jenis obat (Nuryati,

2017).

7. Tepat informasi

Informasi yang diberikan secara tepat dan benar dalam

penggunaan obat sangat mempunyai peran penting dalam menunjang

keberhasilan terapi yang diberikan (Nuryati, 2017).

8. Tepat tindak lanjut

Pada saat telah memutuskan pemberian terapi, harus sudah ada

pertimbangan upaya tindak lanjut yang diperlukan (Nuryati, 2017).

9. Tepat penyerahan obat (dispensing)

Penggunaan obat yang rasional melibatkan juga pemberi obat

atau dispenser sebagai orang yang menyerahkan obat dan pasien

sendiri sebagai konsumen. Proses penyiapan dan penyerahan harus

dilakukan secara tepat, agar pasien mendapatkan obat sebagaimana

harusnya. Dalam menyerahkan obat juga ada petugas yang harus

memberikan informasi yang tepat kepada pasien (Nuryati, 2017).

2.2 Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan farmasi klinikm merupakan suatu pelayanan langsung yang

diberikan apoteker kepada pasien yang mempunyai tujuan untuk keselamatan

pasien dengan meningkatkan outcom terapi yang telah diberikan dan

mengurangi resiko terjadinya efek samping karena penggunaan obat,

sehingga kualitas hidup pasien terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang


dilakukan antara lain, yaitu: (1) pengkajian dan pelayanan resep, (2)

pelayanan informasi obat, (3) penelusuran Riwayat penggunaan obat, (4)

rekonsiliasi obat, (5) konseling, (6) visite, (7) pemantauan terapi obat, (8)

monitoring efek samping obat, (9) evaluasi penggunaan obat (Djuria, 2020).

2.2.1 Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan suatu kegiatan penyediaan

dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independent, akurat, tidak

bias, terkini dan komprehensif yang telah dilakukan oleh apoteker terhadap

dokter, apoterker, perawat, profesi kesehatn lainnya dan pasien serta pihak

lain diluar rumah sakit. PIO mempunyai tujuan untuk menyediakan informasi

mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah

sakit dan pihak lain di luar rumah sakit, tujuan yang kedua yaitu menyediakan

informasi untuk membuat suatu kebijakan yang berhubungan dengan obat

atau sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai terutama

bagi tim farmasi yang memberikan pelayanan pada pasien serta menunjang

penggunaan obat yang rasional (Insani et al., 2013).

Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal.

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda

pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi,

keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping,

interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan

lain-lain (Sudibyo et al., 2012).

Kegiatan pelayanan informasi obat berupa penyediaan dan pemberian

informasi obat yang bersifat aktif atau pasif. Pelayanan secara aktif apabila

apoteker memberikan pelayanan informasi obat dengan tidak menunggu

pertanyaan melainkan secara aktif apoteker memberikan informasi tentang


obat. Sedangkan pelayanan bersifat pasif apabila apoteker pelayanan

informasi obat memberikan informasi obat kepada pasien sebagai jawaban

atas pertanyaan yang diajukan oleh pasien tentang obat yang diperoleh

(Harianto et al., 2012).

Kegiatan pelayanan informasi obat di apotek meliputi (Tjahyadi,

2013):

a. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan.

b. Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan

masyarakat (penyuluhan).

c. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien.

d. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi

yang sedang praktik profesi.

e. Melakukan penelitian penggunaan obat.

f. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah.

g. Melakukan program jaminan mutu.

Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu

penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat. Dalam pelayanan

informasi obat memiliki indikator keberhasilan yang mengarah kepada

pencapaian penggunaan obat secara rasional di rumah sakit. Indikator dapat

digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan pelayanan

informasi obat antara lain (Mayefis et al., 2017) :

a. Meningkatnya jumlah pertanyaan yang diajukan oleh pasien

b. Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh petugas

kefarmasian

c. Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan


d. Meningkatnya jumlah produk yang telah dihasilkan

e. Meningkatnya pertanyaan yang berdasarkan pada jenis pertanyaan dan

tingkat kesulitan

f. Menurunnya keluhan atas pelayanan yang diberikan oleh tim

kefarmasian.

2.2.2 Pedoman Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan informasi obat merupakan suatu bagian yang tidak dapat

terpisahkan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.

Pedoman pelayanan informasi obat di rumah sakit memiliki tujuan yaitu

tersedianya pedoman untuk pelayanan informasi obat yang bermutu dan

berkesinambungan dalam rangka mendukung upaya penggunaan obat yang

rasional di rumah sakit. Pedoman pelayanan informasi obat di rumah sakit

dimaksudkan untuk dapat dimanfaatkan oleh petugas kesehatan terkait

dengan provider, pasien dan keluarganya, masyarakat umum serta institusi

yang memerlukan (Tjahyadi, 2013).

Sedangkan tujuan khusus dari pedoman pelayanan informasi obat

dirumah sakit meliputi (Depkes, 2014) :

a. Tersedianya landasan hukum secara operasional tentang penyediaan

dan pelayanan informasi obat dirumah sakit

b. Tersedianya acuan dalam rangka pelayanan informasi obat di rumah

sakit

c. Terlaksananya penyediaan dan pelayanan informasi obat di rumah sakit

d. Terlaksananya pemenuhan kompetensi apoteker dalam hal pelayanan

kefarmasian

2.2.3 Teknis Pelayanan Informasi Obat

Teknis pelayanan informasi obat meliputiu sebagai berikut :


1. Metode pelayanan informasi obat

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

dibidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan

kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai komoditi kepada pelayanan

yang koperhesif (pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja

sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas

mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung

penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat

untuk mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan terjadinya kesalahan

penguunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan

terjadinya kesalahan pengobatan. Pelayanan kefarmasian dan alat

kesehatan, mempunyai 5 metode yang dapat digunakan untuk melakukan

pelayanan informasi obat yaitu (Mayefis et al., 2017), (Maharani et al.,

2016) :

a. Pelayanan informasi obat yang dilayani oleh apoteker selama 24 jam

atau on call

b. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja,

sedangkan diluar jam kerja dilayani oleh apoteker instalasi farmasi yang

sedang tugas jaga

c. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja, dan

tidak ada pelayanan informasi obat diluar jam kerja

d. Tidak ada petugas khusus pelayanan informasi obat, semua dilayani

oleh apoteker instalasi farmasi baik pada jam kerja maupun diluar jam

kerja
e. Tidak ada apoteker khusus, pelayanan informasi obat dilayanu oleh

semua apoteker instalasi farmasi di jam kerja dan tidak ada pelayanan

informasi obat diluar jam kerja

2. Kegiatan pelayanan informasi obat

Kegiatan pelayanan informasi obat meliputi (Amaranggana, 2017):

a. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pasien

b. Menerbitkan bulletin, leaflet, poster

c. Menyediakan informasi bagi tim farmasi dan terapi sehubungan dengan

penyusunan formularium rumah sakit

d. Bersama dengan tim penyuluhan kesehatan rumah sakit melakukan

kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap

e. Melakukan Pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan

tenaga kesehatan lainnya

f. Melakukan penelitian

3. Sumber informasi yang digunakan

Semua sumber informasi yang digunakan diusahakan terbaru dan

disesuaikan dengan tingkat dan tipe pelayanan. Pustaka digolongkan ke

dalam 3 kategori yaitu sebagai berikut (Akbar et al., 2018):

a. Pustaka primer merupakan suatu artikel asli yang dipublikasikan penulis

atau peneliti, informasi yang terdapat didalamnya berupa hasil penelitian

yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah.

b. Pustaka skunder yaitu berupa system indeks yang umumnya berisi

kumpulan abstrak dari berbagai macam artikel jurnal. Sumber informasi

sekunder sangat membantu dalam proses pencarian informasi yang

terdapat dalam sumber informasi primer. Sumber informasi ini dibuat

dalam barbagai database.


c. Pustaka tersier yaitu berupa buku teks atau database, kajian artikel,

kompendia dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku

referensi yang berisi materi yang umum, lengkap dan mudah untuk

dipahami.

4. Evaluasi sumber informasi

Evaluasi sumber informasi dibedakan menjadi 3 bagian antara lain

sebagai berikut (Azzahra, 2014):

a. Evaluasi Pustaka primer

Evaluasi putaka primer tidak mudah meskipun memiliki hasil suatu studi

atau makalah penelitian sudah abash dan telah dipublikasikan, sehingga hal

yang perlu diperhatikan dalam melakukan evaluasi terhadap puataka primer

adalah :

1. Bagian bahan dan metode menguraikan cara peneliti melakukan studi

tersebut

2. Sampel mewakili populasi yang hasilnya akan dapat diterapkan

3. Desain studi suatu bagian yang memerlukan penelitian yang seksama

b. Evaluasi Pustaka Sekunder

Pustaka sekunder berisikan kepustakaan dan berisi abstrak yang

berguna sebagai suatu pedoman ke Pustaka primer. Hal yang harus

diperhatikan yaitu:

1. Waktu merupakan jarak waktu artikel diterbitkan dalam jurnal ilmiah

2. Jurnal Pustaka cakupan merupakan jurnal ilmiah yang mendukung

setiap Pustaka sekunder

3. Pengabstrakan suatu bentuk cetak standar atau terkomputerisasi


4. Harga

c. Evaluasi Pustaka Tresier

Evaluasi Pustaka tersier banyak tersedia sebagai sumber informasi

medik dan obat. Sedangkan hal yang perlu diperhatikan adalah :

1. Penulis dan editor harus mempunyai keahlian dan kualifikasi menulis

2. Tanggal publikasi dan edisi

3. Penerbit mempunyai reputasi yang tinggi

4. Daftar Pustaka berisi daftar rujukan pendukung

5. Format Pustaka tersier harus didesain untuk mempermudah

penggunaan

6. Membaca kritik secara tertulis

5. Dokumentasi

Dokumentasi dalam pelayanan informasi obat di pelayanan kefarmasian

memiliki fungsi sebagai berikut (Tjahyadi, 2013) :

1. Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan

dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh pasien

2. Sumber informasi apabila ada pertanyaan yang serupa

3. Sebagai media pelatuhan tenaga farmasi

4. Sebagai basis data penelitian analisis, evaluasi dan perencanaan

layanan

5. Sebagai bahan audit dalam melakukan Quality Assurance

2.3 Kepuasan Pasien

2.3.1 Definisi Kepuasan

Kepuasan pasien pada pelayanan kesehatan merupakan salah satu

tujuan utama dari peningkatan mutu layanan kesehatan. Kepuasan pasien

merupakan suatu tingkat perasaan puas pasien yang timbul sebagai akibat dari
kinerja yang diberikan oleh layanan kesehatan setelah mendapatkan apa yang

diharapkannya. Sedangkan menurut kepuasan merupakan perasaan senang

atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan persepsi antara

harapan dan pelayanan yang diterimanya terhadap suatu produk atau jasa.

Kepuasan sendiri merupakan suatu fungsi perbedaan antara kinerja yang

dirasakan dengan harapan yang di inginkan (Stevani et al., 2018).

kepuasan pasien terhadap pelayanan obat di instalasi farmasi merupakan

salah satu cerminan dari kepuasan pasien terhadap palayanan kefarmasian yang

diberikan oleh petugas kepada pasien dengan menggunakan resep obat maupun

obat non resep. Faktor utama yang menentukan tingkat kepuasan konsumen

atau pasien di instalasi farmasi yaitu kualitas pelayanan terhadap pasien yang

mendapatkan pelayanan yang baik, ramah dan sesuai dengan yang diharapkan

oleh pasien (Ginting and Purnomo, 2019). Kepuasan pasien dapat diukur dengan

menggunakan angket yang dibuat dalam upaya meningkatkan kunjungan pasien serta

perlu dilakukannya evaluasi terhadap tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan

kefarmasian di rumah sakit maupun di fasilitas kesehatan tingkat pertama yaitu

puskesmas (Prihartini et al., 2020).

2.3.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan

Dalam menilai tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian,

terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain :

a. Mutu pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam usaha

menciptakan kepuasan pasien. Mutu pelayanan kesehatan bagi seorang pasien

tidak lepas dari rasa puas bagi seseorang pasien terhadap pelayanan yang

diterima, dimana mutu yang baik dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit,
peningkatan derajat kesehatan , kecepatan pelayanan, lingkungan perawatan

yang menyenangkan, keramahan petugas, kemudahan prosedur, kelengkapan

alat, obat-obatan dan biaya yang terjangkau. Pengukuran kualitas pelayanan

yang diberikan kepada pasien dapat dilakukan penilaian dengan model

SERVQUAL (Service Quality) dengan cara membuat survey penilaian kepuasan

pelanggan secara komprehensif di bidang barang dan jasa (Adrizal, 2019),

(Prayitno and Suharmiati, 2018).

Analisis faktor – faktor kepuasan pelanggan dilakukan berdasarkan lima

dimensi kualitas layanan yakni responsiveness, reability, assurance, empathy

dan tangible. Analisis kepuasan bila diterapkan akan menghasilkan pelayanan

farmasi yang berkualitas . Terdapat lima kelompok karakteristik yang digunakan

dalam mengevaluasi kepuasan pasien yang meliputi : (Al-Damen, 2017)

1. Berwujud (Tangible)

Tangible merupakan kemampuan sarana dan prasarana fisik,

personel farmasi, komunikasi terhadap pasien serta keadaan lingkungan

sekitar yang berada pada pelayanan kesehatan farmasi dan bukti nyata

yang diberikan (Yuniar and Handayani, 2016).

2. Keandalan (Reability)

Reability atau keandalan merupakan kemampuan petugas farmasi

untuk memberikan layanan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.

Kemudahan dalam prosedur administrasi pelayanan farmasi, kecepatan

pelayanan obat racikan (misalnya < 25 menit), kecepatan pelayanan obat

non racikan (misalnya < 15 menit), ketelitian petugas farmasi dalam

membaca resep yang diterima, ketelitian petugas kasir dalam menangani

masalah pembayaran (Prayitno and Suharmiati, 2018).


3. Jaminan ( Assurance)

Assurance atau jaminan yaitu pengetahuan, kesopansantunan

dan kemampuan petugas farmasi untuk menumbuhkan rasa percaya para

pasien kepada layanan farmasi rumah sakit. Sebagai contoh petugas

farmasi memberikan jawaban pertanyaan dan menanggapi permasalahan

pasien/ keluarga pasien terkait obat yang diresepkan dengan tepat dan

cepat, selain itu petugas farmasi bersikap ramah dan sopan dalam

menjalankan tugasnya. Petugas farmasi bersedia meminta maaf apabila

terjadi kesalahan dalam pelayanan, petugas farmasi bersedia menuliskan

aturan pakai obat dengan lengkap dan jelas (Aryani et al., 2015).

4. Daya Tanggap ( Responsiveness)

Responsiveness atau daya tanggap merupakan kesediaan

petugas farmasi untuk membantu dan memberikan pelayanan farmasi

dengan baik, cepat dan tepat kepada pasien. Adapun contohnya adalah

kesediaan petugas menerima atau menanggapi keluhan pasien atau

keluarga pasien dengan baik, dan kesediaan petugas farmasi menerima

dan memproses resep dengan cepat (Yuliati et al., 2016).

5. Empati (Empathy)

Empati yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat pribadi

atau individu yang diberikan kepada para pasien dengan berupaya

memahami keinginan pasien (Supartiningsih, 2017).

b. Faktor biaya

c. Sosio- demografis

2.3.3 Metode Pengukuran Kepuasan


Dalam mengetahui tingkat kepuasan pasien atau pelanggan terdapat metode lain

yang dapat digunakan untuk pengukuran kepuasan antara lain adalah

(Herjunianto et al., 2014) :

a. Sistem keluhan dan saran

Setiap organisasi atau penyelenggara pelayanan yang berorientasi pada

pelanggan atau customeroriented, sangat diperlukan untuk menyediakan

kesempatan dan akses yang mudah dan memiliki kenyamanan bagi para

pelanggannya. Dengan harapan untuk menyampaikan saran, kritik ,

pendapat dan keluhan yang dialami oleh pelanggan (Herjunianto et al.,

2014) .

b. Ghost shopping

Suatu cara untuk memperoleh gambaran tingkat kepuasan pelanggan

atau pasien dengan cara memperkerjakan beberapa orang untuk

berperan atau bersikap sebagai pelanggan potensial atau pengguna jasa

dan melaporkan hal – hal yang berkaitan dengan cara pelayanan,

kelemahan dan kekuatan produk jasa pesaing sesuai dengan

pengalaman mereka (Harfika et al., 2017).

c. Analisa pelanggan

Analisis pelanggan dilakukan dengan maksud untuk mengetahui

mengapa pelanggan berhenti menggunakan produk jasa yang telah

diberikan pada pelanggan atau pasien. Perusahaan berusaha

menghubungi pelanggannya yang telah berhenti membeli atau beralih ke

perusahaan. Perusahaan berusaha untuk mengamati apa yang

menyebabkan pelanggan bepindah ke produk atau jasa lain (Harfika et

al., 2017).

d. Survey kepuasan pelanggan


Melalui survey institusi yang telah dilakukan akan memperoleh hasil

berupa tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan atau

pasien dan sekaligus juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan

menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Salah satu metode yang

dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan pasien atau

pelanggan yang telah diberikan dengan cara metode SERVQUAL

(Herjunianto et al., 2014).

2.3.4 Indikator Mengukur Tingkat Kepuasan

Dalam mengukur tingkat kepuasan pasien dalam pelayanan kesehatan yaitu

sebagai berikut (Harfika et al., 2017):

1. Jasa yang disediakan telah sesuai dengan harapan pelanggan

2. Kualitas pelayanan dan fasilitas yang tersedia telah sesuai dengan

harapan pelanggan

3. Kinerja aktual produk perusahaan pada sejumlah atribut penting telah

sesuai dengan harapan pelanggan


Kerangka Teori

Keranga Teori penelitian

Penulisan dan konsultasi proposal

Uji proposal dan pengurusan ijin


penelitian

Penentuan sampel penelitian dengan metode slovin,


sehingga didapatkan jumlah sampel sebesar ….. pasien

Pengambilan data penelitian dengan menggunakan


instrument penelitian berupa……

Pengelompokan dan penyusunan data


dalam bentuk prosentase

Analisa data dengan menggunakan


1. M. Office Excel 2016
2. Program SPSS V 25.0 menggunakan uji
Spearman Rank
Kerangka teori secara umum

Pelayanan Kefarmasian Indikator keberhasilan :


Metode Pelayanan Informasi obat (PIO) : 1. Meningkatkan jumlah pertanyaan
2. Menurunnya jumlah pertanyaan yang
1. Dilayani apoteker selama 24 jam atau on
tidak dijawab
call Pelayanan informasi obat 3. Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan
2. Dilayani apoteker saat jam kerja
3. Tidak ada petugas khusus pelayanan 4. Menurunnya keluhan atas pelayanan
informasi obat yang diberikan
4. Tidak ada apoteker khusus

Pelayanan obat dengan resep Pelayanan obat non resep

Pelayanan yang diterima oleh pasien


Indikator Tingkat Kepuasan:
1. Jasa
Tingkat kepuasan pasien
2. Kualitas pelayanan
3. Kinerja tim farmasi

Diukur dengan : Dinilai dengan metode SERVQUAL:


Faktor yang mempengaruhi:
1. System keluhan 1. Berwujud (Tangible)
Mutu pelayanan kesehatan
2. Ghost shoping 2. Keandalan (Reability)
3. Analisa pelanggan 3. Jaminan ( Assurance)
4. Daya Tanggap ( Responsiveness)
4. Survey kepuasan pelanggan
5. Empati (Empathy)
Daftar Pustaka

ADRIZAL, F. S., YUFRI ALDI 2019. Analisis Pelayanan Resep Konfensional dan Elektronik
serta Pengaruhnya terhadap Kualitas Pelayanan Kefarmasian di RSUD M. Natsir
Solok Indonesia. Jurnal Sains Farmasi dan Klinis, 6, 195-199.
AKBAR, D. O., MARDIATI, N., MUSLIMAH, S. & HUSNI, R. J. B. J. O. P. 2018. GAMBARAN
TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN INFORMASI OBAT DI
PUSKESMAS KARANG INTAN 2 KECAMATAN KARANG INTAN KABUPATEN
BANJAR DESCRIPTION OF PATIENT SATISFACTION LEVELS ON DRUG
INFORMATION SERVICES AT KARANG INTAN HEALTH CENTER 2, KARANG INTAN
DISTRICT BANJAR REGENCY. 2.
AL-DAMEN, R. 2017. Health Care Service Quality and Its Impact on Patient Satisfaction
“Case of Al-Bashir Hospital”. International Journal of Business and Management,
12, 136.
AMARANGGANA, L. J. J. F. 2017. Pelayanan informasi obat yang efektif dari beberapa
negara untuk meningkatkan pelayanan farmasi klinik. 15, 1-7.
ARYANI, F., HUSNAWATI, H., MUHARNI, S. & AFRIANTI, R. J. P. J. F. I. 2015. Analisa
Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Kualitas Pelayanan Di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Pekanbaru. 12.
AZZAHRA, A. 2014. Evaluasi Pemberian Informasi Obat Pada Pasien Bpjs Di Apotek
Rawat Jalan Rso Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.
DEPKES, R. 2014. Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit. Direktorat Jendral
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI. Jakarta.
DJURIA, R. F. 2020. Kepuasan Layanan Informasi Obat Di Pasir Putih, Pangkalbalam,
Puskesmas Taman Sari dan Kacang Pedang Kota Pangkalpinang. 2, 21-30.
GINTING, M. & PURNOMO, D. S. J. J. D. F. 2019. Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap
Pelayanan Kefarmasian di UPT Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan
Perjuangan. 3, 52-60.
HANDAYANI, R. S., SUPARDI, S., RAHARNI, R. & SUSYANTY, A. L. J. B. P. S. K. 2010.
Ketersediaan dan Peresepan Obat Generik dan Obat Esensial di Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian di 10 Kabupaten/Kota di Indonesia. 13, 21302.
HARFIKA, J., ABDULLAH, N. J. B. E., BUSINESS, MANAGEMENT & JOURNAL, A. 2017.
Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Fasilitas Terhadap Kepuasan Pasien Pada
Rumah Sakit Umum Kabupaten Aceh Barat Daya. 14.
HARIANTO, H., KHASANAH, N. & SUPARDI, S. 2012. KEPUASAN PASIEN TERHADAP
PELAYANAN RESEP DI APOTEK KOPKAR RUMAH SAKIT BUDHI ASIH JAKARTA.
Pharmaceutical Sciences and Research (PSR), 2, 12-21.
HERJUNIANTO, H., WARDHANI, V. & PRIHASTUTY, J. J. J. K. B. 2014. Faktor yang
mempengaruhi cakupan layanan farmasi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit.
28, 8-14.
IHSAN, S., SABARUDIN, S., LEORITA, M., SYUKRIADI, A. S. Z. & IBRAHIM, M. H. J. M. 2017.
Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Ditinjau dari Indikator Peresepan
Menurut World Health Organization (WHO) di Seluruh Puskesmas Kota Kendari
Tahun 2016. 5.
INSANI, W. N., LESTARI, K., ABDULAH, R. & GHASSANI, S. K. 2013. Pengaruh pelayanan
informasi obat terhadap keberhasilan terapi pasien diabetes melitus tipe 2. 2,
127-135.
JO, N. J. J. F. 2016. Studi Perbandingan Obat Generik dan Obat dengan Nama Dagang. 3,
5-10.
LESTARI, Y. P. 2014. Swamedikasi Penyakit Maag pada mahasiswa Bidang Kesehatan di
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
MAHARANI, D. N., MUKADDAS, A. & INDRIANI, I. J. J. F. G. 2016. Analisis Pengaruh
Kepuasan Pasien Terhadap Kualitas Pelayanan Resep Di Apotek Instalasi Farmasi
Badan Rumah Sakit Daerah Luwuk Kabupaten Banggai. 2, 111-117.
MAYEFIS, D., HALIM, A. & HALIM, R. J. J. I. K. I. 2017. Pengaruh Kualitas pelayanan
informasi obat terhadap kepuasan pasien apotek x kota Padang. 13, 201-204.
NURYATI 2017. Farmakologi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
PRAYITNO, L. & SUHARMIATI, S. J. B. P. S. K. 2018. Kajian Mutu Pelayanan Kefarmasian
dan Kepuasan Pasien Rawat Jalan pada Era Jaminan Kesehatan Nasional. 21, 22-
31.
PRIHARTINI, N., YUNIAR, Y., SUSYANTY, A. L. & RAHARNI, R. J. J. K. I. 2020. Kepuasan
Pasien Rawat Jalan terhadap Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dan
Puskesmas di 11 Provinsi di Indonesia. 42-49.
PURWANTI, A., HARIANTO, H., SUPARDI, S. J. P. S. & RESEARCH 2012. Gambaran
Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Apotek DKI Jakarta Tahun 2003. 1,
102-115.
RAHAYUDA, I. G. S. 2016. Identifikasi Jenis Obat Berdasarkan Gambar Logo Pada
Kemasan Menggunakan Metode Naive Bayes. Open Access Journal of
Information System, 6, 17 - 32.
RAMADHAN, R. 2015. Rasionalitas penggunaan OAINS pada pasien rematik
osteoarthritis rawat jalan di RSUD Kabupaten Subang Tahun 2014 ditinjau dari
(tepat diagnosis, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat cara pemberian,
tepat pasien). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, 2015.
STEVANI, H., PUTRI, A. N. & SIDE, S. J. M. F. 2018. Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap
Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas Doi-Doi Kecamatan Pujananting
Kabupaten Barru. 14, 1-7.
SUDIBYO, S., RINI SASANTI, H., MAX JOSEPH, H., RAHARNI, R. & ANDI LENY, S. 2012.
Kajian Peraturan Perundang-undangan Tentang Pemberian Informasi Obat Dan
Obat Tradisional Di Indonesia. Indonesian Pharmaceutical Journal, 2, 20-27.
SUPARDI, S., HANDAYANI, R. S., HERMAN, M. J., RAHARNI, R. & SUSYANTY, A. L. J. I. P. J.
2012. Kajian peraturan perundang-undangan tentang pemberian informasi obat
dan obat tradisional di Indonesia. 2, 20-27.
SUPARTININGSIH, S. J. J. M. D. M. R. S. 2017. Kualitas pelayanan kepuasan pasien rumah
sakit: kasus pada pasien rawat jalan. 6, 9-15.
TJAHYADI, Y. E. 2013. Studi Pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit X
Surabaya.
UNTARI, E. K., AGILINA, A. R., SUSANTI, R. J. P. S. & RESEARCH 2018. Evaluasi Rasionalitas
Penggunaan Obat Antihipertensi di Puskesmas Siantan Hilir Kota Pontianak
Tahun 2015. 5, 32-39.
UTAMI, E. R. 2018. Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Penggunaan Obat
Tradisional Di Desa Nunggalrejo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung
Tengah.
WULANDARI, D. 2015. EVALUASI KUALITAS PELAYANAN KEFARMASIAN DENGAN
DIMENSI WAKTU TUNGGU PELAYANAN OBAT JADI DAN OBAT RACIKAN
TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI IFRSI YARSIS SURAKARTA
TAHUN 2014. Universitas Setia Budi Surakarta.
YULIATI, Y., MAGDALENA, E. & PRATIWI, D. J. I. J. O. N. H. S. 2016. Analisis Kepuasan
Pasien Farmasi Rawat Jalan Menggunakan Metode Servqual (Studi Kasus Di
Rumah Sakit Swasta X Jakarta). 1.
YUNIAR, Y. & HANDAYANI, R. S. J. J. K. I. 2016. Kepuasan pasien peserta Program
Jaminan Kesehatan Nasional terhadap pelayanan kefarmasian di apotek. 39-48.

Anda mungkin juga menyukai