Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan

2.1.1 Definisi Kehamilan

Kehamilan merupakan suatu proses fertilisasi atau proses

penyatuan dari spermatozoa dan ovum yang dilanjutkan dengan proses

nidasi atau implantasi. Sedangkan menurut kehamilan adalah proses mata

rantai yang bersinambungan dan terdiri dari ovulasi, migrasi spermatozoa

dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada

uterus,pembentukan placenta dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai

aterm (Tyastuti, 2016).

Kehamilan berlangsung secara normal adalah 280 hari (40 minggu

atau 9 bulan 7 hari). Kehamilan ini dibagi atas 3 semester yaitu; kehamilan

trimester pertama mulai 0-14 minggu, kehamilan trimester kedua mulai

mulai 14-28 minggu, dan kehamilan trimester ketiga mulai 28-42 minggu.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kehamilan adalah suatu proses yang

natural bagi perempuan, dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin

dengan rentang waktu 280 hari (40 minggu/ 9 bulan 7 hari) (Richani et al.,

2015).

2.1.2 Tanda – Tanda Kehamilan

Tanda – tanda kehamilan yang dialami seorang wanita

menunjukkan tanda pasti dan tanda tidak pasti. Tanda tidak pasti dibagi
menjadi dua, pertama tanda subjektif (presumtif) yaitu dugaan atau

perkiraan seorang wanita mengalami suatu kehamilan, kedua tanda

objektif (probability) atau kemungkinan hamil (Lutterodt et al., 2019).

1. Tanda Pasti

a. Terdengar Denyut Jantung Janin (DJJ)

Denyut jantung janin dapat didengarkan dengan stetoskop

Laennec/ stetoskop Pinard pada minggu ke 17-18. Serta

dapat didengarkan dengan stetoskop ultrasonik (Doppler)

sekitar minggu ke 12. Auskultasi pada janin dilakukan

dengan mengidentifikasi bunyi-bunyi lain yang meyertai

seperti bising tali pusat, bising uterus, dan nadi ibu.

b. Melihat rangka janin pada sinar rontgen atau dengan USG

2. Tanda – tanda tidak pasti

a. Tanda Subjektif (presumtif / dugaan hamil)

i. Aminorhea (Terlambat datang bulan)

Kondisi dimana wanita yang sudah mampu hamil,

mengalami terlambat haid/ datang bulan. Konsepsi

dan nidasi menyebabkan tidak terjadi pembentukan

folikel degraaf dan ovulasi. Pada wanita yang

terlambat haid 22 dan diduga hamil, perlu

ditanyakan hari pertama haid terakhirnya (HPHT).

supaya dapat ditaksir umur kehamilan dan taksiran

tanggal persalinan (TTP) yang dihitung dengan


menggunakan rumus Naegele yaitu TTP : (hari

pertama HT + 7), (bulan - 3) dan (tahun + 1).

ii. Mual (nausea) dan Muntah (vomiting)

Pengaruh estrogen dan progesteron menyebabkan

pengeluaran asam lambung yang berlebihan dan

menimbulkan mual muntah yang terjadi terutama

pada pagi hari yang disebut dengan morning

sickness. Akibat mual dan muntah ini nafsu makan

menjadi berkurang.

iii. Syncope (pingsan)

Terjadinya gangguan sirkulasi ke daerah kepala

(sentral) menyebabkan iskemia susunan saraf pusat

dan menimbulkan syncope atau pingsan bila berada

pada tempa-tempat ramai yang sesak dan padat.

Keadaan ini akan hilang sesudah kehamilan 16

minggu.

iv. Sering miksi

Sering buang air kecil disebabkan karena kandung

kemih tertekan oleh uterus yang mulai membesar.

Gejala ini akan hilang pada triwulan kedua

kehamilan. Pada akhir kehamilan, gejala ini kembali

karena kandung kemih ditekan oleh kepala janin.

v. Konstipasi
Pengaruh progesteron dapat menghambat peristaltik

usus (tonus otot menurun) sehingga kesulitan untuk

BAB.

b. Tanda Obyektif (Probability/ Kemungkinan)

vi. Pembesaran Rahim atau perut

vii. Perubahan Bentuk dan Konsistensi Rahim

Perubahan dapat dirasakan pada pemeriksaan

dalam, rahim membesar dan makin bundar,

terkadang tidak rata tetapi pada daerah nidasi lebih

cepat tumbuh atau biasa disebut tanda Piscasek.

viii. Perubahan Pada Bibir Rahim

Perubahan ini dapat dirasakan pada saat

pemeriksaan dalam, hasilnya akan teraba keras

seperti meraba ujung hidung, dan bibir rahim teraba

lunak seperti meraba bibir atau ujung bawah daun

telinga

ix. Tanda Hegar dan Goodells

Tanda hegar yaitu melunaknya isthmus uteri (daerah

yang mempertemukan leher rahim dan badan rahim)

karena selama masa hamil, dinding –dinding otot

rahim menjadi kuat dan elastis sehingga saat di

lakukan pemeriksaan dalam akan teraba lunak dan

terjadi antara usia 6-8 minggu kehamilan dan tanda


goodells yaitu melunaknya serviks akibat pengaruh

hormon esterogen yang menyebabkan massa dan

kandungan air meningkat sehingga membuat serviks

menjadi lebih lunak.

x. Tanda Chadwick

Tanda yang berwarna kebiru-biruan ini dapat

terlihat saat melakukan pemeriksaan, adanya

perubahan dari vagina dan vulva hingga minggu ke

8 karena peningkatan vasekularitas dan pengaruh

hormon esterogen pada vagina. Tanda ini tidak 28

dipertimbangkan sebagai tanda pasti, karena pada

kelainan rahim tanda ini dapat diindikasikan sebagai

pertumbuhan tumor.

xi. Hyperpigmentasi Kulit

Bintik –bintik hitam (hyperpigmentasi) pada muka

disebut chloasma gravidarum. Hyperpigmentasi ini

juga terdapat pada areola mamae atau lingkaran

hitam yang mengelilingi puting susu, pada papilla

mamae (puting susu) dan di perut

2.1.3 Proses Kehamilan

Adapun proses kehamilan sebagai berikut:

1. Fertilisasi
Fertilisasi atau pembuahan terjadi saat oosit sekunder yang

mengandung ovum dibuahi oleh sperma atau terjadi penyatuan ovum dan

sperma. Penetrasi zona pelusida memungkinkan terjadinya kontak antara

spermatozoa dan membran oosit. Tiga peristiwa penting terjadi dalam

oosit akibat peningkatan kadar kalsium intraseluler yang terjadi pada oosit

saat terjadi fusi antara membran sperma dan sel telur. Setelah masuk

kedalam sel telur, sitoplasma sperma bercampur dengan sitoplasma sel

telur dan membran inti (nukleus) sperma pecah. Pronukleus laki-laki dan

perempuan terbentuk (zigot). Sekitar 24 jam setelah fertilisasi, kromosom

memisahkan diri dan pembelahan sel pertama terjadi (Georgadaki et al.,

2016)

2. Nidasi

Pada hari keenam, lapisan trofoblas blastosis bersentuhan dengan

endometrium uterus, biasanya terjadi di dinding posterior atas dan mulai

berimplantasi. Pada lapisan luar sel (trofoblas), dapat 20 mengeluarkan

enzim proteolitik (enzim yang kaya protein) yang melarutkan sebagian


endometrium. Jaringan endometrium banyak mengandung sel-sel desidua

yaitu sel-sel besar yang banyak mengandung glikogen dan mudah

dihancurkan oleh trofoblas, lalu sel-sel trofoblas (sinsitiotrofoblas)

menyekresi enzim yang mengikis endometrium untuk membantu

penyediaan nutrisi bagi embrio yang tengah berkembang serta membantu

perlekatan embrio pada endometrium. Blastula berisi massa sel dalam

(inner cell mass) akan mudah masuk ke dalam desidua, menyebabkan luka

yang kemudian sembuh dan menutup lagi. Saat nidasi terjadi sedikit

perdarahan akibat luka desiduaProses nidasi terjadi di dinding depan atau

belakang uterus, dekat pada fundus uteri. Jika nidasi ini terjdi, barulah

dapat disebut adanya kehamilan. Bila nidasi telah terjadi, mulailah terjadi

diferensiasi zigot menjadi morula kemudian blastula (Sukarni dan Wahyu,

2013). Blastula akan membelah menjadi glastula dan akhirnya menjadi

embrio sampai menjadi janin yang sempurna di trimester ketiga (Kim and

Kim, 2017).

2.1.4 Perubahan Fisiologis Kehamilan


Perubahan-perubahan yang terjadi setelah fertilisasi dan berlanjut

sepanjang kehamilan dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Perubahan system reproduksi menurut (Bhatia and Chhabra, 2018):

a. Vagina dan Vulva

Vagina sampai minggu ke-8 terjadi peningkatan vaskularisasi atau

penumpukan pembuluh darah dan pengaruh hormon esterogen

yang menyebabkan warna kebiruan pada vagina yang disebut

dengan tanda Chadwick (Motosko et al., 2017).

b. Uterus

Adanya peningkatan vaskularisasi dan dilatasi pembuluh darah,

Hipertrofi dan hyperplasia yang meyebabkan otot-otot rahim

menjadi lebih besar, lunak dan dapat mengikuti pembesaran rahim

karena pertumbuhan janin.

c. Ovarium

Sejak kehamilan 16 minggu, fungsi diambil alih oleh plasenta,

terutama fungsi produksi progesteron dan esterogen. Selama

kehamilan ovarium tenang/ beristirahat.

2. Peningkatan berat badan

3. Perubahan pada sirkulasi darah, system pernafasan, sistem perkemihan

sistem endokrin dan sistem gastrointestinal (Soma-Pillay et al., 2016).

4. Perubahan psikologi
2.1.5 Tanda bahaya ibu hamil

Tanda bahaya kehamilan adalah tanda-tanda yang mengindikasikan

adanya bahaya yang bisa terjadi selama kehamilan, jika tidak segera

terdeteksi dan diberikan penanganan dapat menyebabkan kematian pada

ibu. Tanda bahaya kehamilan yang dapat muncul meliputi:

a. Hyperemesis Gravidarum

Hyperemesis gravidarum sebagai suatu keadaan yang

dikarakteristikan dengan rasa mual dan muntah yang

berlebihan, kehilangan berat badan dan gangguang

keseimbangan elektrolit, ibu terlihat lebih kurus, turgor kulit

berkurang dan mata terlihat cekung. Jika tidak ditangani segera

masalah yang timbul seperti peningkatan asam lambung yang

selanjutnya dapat menjadi gastristis. Peningkatan asam

lambung akan semakin memperparah hyperemesis gravidarum

(McCarthy et al., 2014).

b. Perdarahan Pervaginam

Perdarahan yang terjadi pada masa awal kehamilan kurang

dari 22 minggu. Pada awal kehamilan, ibu mungkin akan

mengalami perdarahan yang sedikit (spotting) di sekitar waktu

pertama terlambat haidnya. Perdarahan ini adalah perdarahan

implantasi (penempelan hasil konsepsi pada dinding rahim)

yang dikenal dengan tanda Hartman dan ini normal terjadi

(Vardhan et al., 2017).


c. Mola hidatidosa

Mola hidatidosa adalah bagian dari penyakit trofoblastik

gestasional, hal ini muncul karena adanya kelainan pada villi

khoironok yang disebabkan oleh poliferasi trofoblastik dan

edem (Candelier, 2016).

d. Solusio Plasenta

Pada persalinan normal, plasenta akan lepas setelah bayi

lahir, namun karena keadaan abnormal plasenta dapat lepas

sebelum waktunya atau yang disebut solusio plasenta.

Beberapa faktor komplikasi sebagai penyebab solusio plasenta

yaitu hipertensi, adanya trauma abdominal, kehamilan gemelli,

kehamilan dengan hidramnion, serta defisiensi zat besi. Tanda

gejala yang ditimbulkan seperti terjadinya perdarahan dengan

nyeri yang menetap, hilangnya denyut jantung janin (Tikkanen,

2011).

e. Ruptur Uteri

f. Nyeri perut hebat

Nyeri hebat di daerah abdominopelvikum biasa terjadi pada

kehamilan, nyeri tersebut bisa terjadi pada kehamilan trimester

kedua dan ketiga. 18 Apabila nyeri tersebut terasa pada

trimester kedua atau ketiga maka diagnosanya mengarah pada

solusi plasenta yang bisa dilihat baik dari jenis nyeri maupun

perdarahan yang terjadi (Glowacka et al., 2014).


g. Peningkatan tekanan darah atau pre eklamsia

Pada umumnya ibu hamil dengan usia kehamilan diatas 20

minggu disertai dengan peningkatan tekanan darah d i atas

normal sering diasosiasikan dengan preeklampsia. Data atau

informasi awal terkait dengan tekanan darah sebelum hamil

akan sangat membantu petugas kesehatan untuk membedakan

hipertensi kronis (yang sudah ada sebelumnya) dengan

preeklampsia (Practice, 2017).

h. Ketuban pecah dini

2.2 Antenatal Care

2.2.1 Definisi Antenatal Care

Antenatal care atau ANC adalah pemeriksaan kehamilan untuk

mengoptimalkan kesehatan dan fisik ibu hamil hingga masa persalinan,

kala nifas dan persiapan pemberian asi secara eksklusif. Pelayanan

Antenatal terpadu merupakan pelayanan antenatal secara komprehensif san

berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil, sedangkan menurut

WHO pelayanan antenatal merupakan suatu program terencana yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan berupa observasi, edukasi, dan

penanganan medis pada ibu hamil untuk memperoleh kehamilan serta

persalinanan yang aman (Kuhnt and Vollmer, 2017).

Pelayanan antenatal terpadu yang dilakukan oleh tenaga kesehatan

harus dapat memastikan bahwa kehamilan yang dialami seorang ibu

berlangsung secara normal, tenaga kehatan mampu mendeteksi adanya


masalah dan penyakit yang dialami ibu hamil, melakukan intervensi secara

adekuat sehingga ibu hamil siep untuk menjalani persalinan normal. Pada

setiap kehamilan dan perkembangannya mempunyai resiko mengalami

komplikasi, oleh karena itu, pelayanan antenatal harus dilakukan secara

rutin, sesuai dan terpadu untuk pelayanan antenatal yang berkualitas.

Kualitas kunjungan antenatal baik apabila sudah sesuai dengan indikator

ANC yaitu jumlah kunjungan rutin, waktu kunjungan (Solnes Miltenburg

et al., 2017).

2.2.2 Tujuan Antenatal Care

Dalam pelayanan antenatal care mempunyai tujuan yang meliputi (Kuhnt

and Vollmer, 2017):

a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan

tumbuh kembang janin.

b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, maternal, sosial

ibu dan bayi.

c. Menyediakan pelayanan antenatal terpadu, komprehensif dan

berkualitas yang termasuk konseling kesehatan dan gizi ibu hamil,

konseling KB dan pemberian ASI.

d. Mendeteksi secara dini kelainan, komplikasi yang mungkin terjadi

selama hamil, adanya penyakit atau gangguan yang diderita oleh ibu

hamil.
e. Memberikan intervensi pada ibu hamil jika terdeteksi adanya

gangguan kehamilan, kelainan dan penyakit yang diderita ibu selama

kehamilannya.

f. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat

baik ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.

g. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran

bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.

2.2.3 Standar Pelayanan Antenatal Care

Pelayanan antenatal care merupakan suatu cara untuk memonitor dan

mendukung kesehatan ibu hamil dengan normal dan mendeteksi adanya

komplikasi kehamilan. Pelayanan antenatal penting untuk menjamin

bahwa proses alamiah dari kehamilan berjalan normal. Pelayanan antenatal

care yang diberikan oleh tenaga kesehatan memiliki standar minimal

pelayanan yang dapat disebut 7T, yang terdiri dari (Rachmawati et al.,

2017):

a. Timbang berat badan

b. Ukur tekanan darah

c. Ukur tinggi fundus uteri

d. Pemberian imunisasi TT lengkap

e. Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan

f. Test terhadap penyakit menular seksual, HIV/AIDS dan malaria

g. Temu wicara (konseling) dalam rangka rujukan


Sedangkan menurut Kemenkes RI (2016) standar pelayanan ANC

harus memenuhi kriteria 10T, yaitu:

a. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.

b. Pengukuran tekanan darah.

c. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA).

d. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).

e. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus

toksoid sesuai status imunisasi.

f. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan.

g. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).

h. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan

konseling, termasuk keluarga berencana).

i. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah

(Hb), pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila

belum pernah dilakukan sebelumnya).

j. Tatalaksana kasus.

2.2.4 Jadwal kunjungan Antenatal Care

Standar kunjungan pelayanan pemeriksaan antenatal care pada ibu hamil

yaitu paling sedikit 4 kali kunjungan selama masa kehamilan yaitu

(Rachmawati et al., 2017), (Muchie, 2017):

a. Satu kali kunjungan selama trimester satu (<14minggu)


Pada kunjungan ini melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus

neonatorum, anemia kekurangan zat besi serta mendorong perilaku

yang sehat (gizi, latihan, kebersihan, istirahat dan sebagainya).

b. Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14-28)

Pada kunjungan ini pemeriksaannya sama dengan sebelumnya,

ditambah kewaspadaan khusus mengenai preeklamsi (gejala

preeklamsi, pemantauan tekanan darah, evaluasi adanya edema)

c. Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28-36,

sesudah minggu ke 36).

Pada pemeriksaan trimester tiga antara minggu 28-36 ini ditambah

pemeriksaan palpasi abdominal untuk mengetahui ada atau tidaknya

kehamilan ganda. Setelah minggu ke 36 di tambah deteksi letak bayi

yang tidak normal atau kondisi lain yang memerlukan kelahiran di

rumah sakit (Muchie, 2017).

Kunjungan ibu hamil merupakan suatu kontak antara ibu hamil

dengan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal standar

untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan. Pemeriksaan kehamilan saat

kunjungan Antenatal Care dapat dilakukan pada (Kuhnt and Vollmer,

2017):

1. Pemeriksaan kehamilan yang pertama (K1)

Kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang

mempunyai kompetensi, untuk mendapatkan pelayanan terpadu dan


komprehensif sesuai standar. Kontak pertama harus dilakukan sedini

mungkin pada trimester pertama, sebaiknya sebelum minggu ke 8

2. Kunjungan ke 4 atau K4

Kunjunagn K4 merupakan cakupan ibu hamil yang telah memperoleh

pelayanan antenatal sesuai dengan standar, kunjungan minimal

dilakukan empat kali dengan distribusi waktu 1 kali pada trimester ke-

1 selanjutnya pada trimester 2 sebanyak 1 kali dan pada trimester ke 3

kunjungan dilakukan sebanyak 2 kali. Dengan adanya indikator ini

dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap, yang

menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil (Agus and Horiuchi,

2012) .

2.3 Kepatuhan dalam kunjungan Antenatal Care

2.3.1 Definisi

Kepatuhan dalam melakukan kunjungan antenatal merupakan

ketaatan ibu hamil dalam melaksanakan anjuran petugas pelayanan

kesehatan untuk melakukan kunjungan ANC sesuai dengan standar yang

ditentukan oleh pemerintah. Indikator keberhasilan dalam kepatuhan

kunjungan ANC menggunakan cakupan K1 dan K4 untuk

menggambarkan pelayanan kunjungan ANC dengan tenaga kesehatan

sesuai dengan standar dan waktu kunjungan yang telah ditetapkan.

Apabila kunjungan ANC tidak dilakukan dengan baik sesuai dengan

standar dan waktu yang ditetapkan akan membawa dampak yang kurang

baik terhadap kehamilan ibu (Nissa and Mardiyaningsih, 2013).


2.3.2 Dampak Ketidakpatuhan Kunjungn ANC

Akibat dari ketidakpatuhan dalam melakukan kunjungan ANC akan

menimbulkan akibat pada ibu hamil antara lain (Rurangirwa et al., 2017):

a. Ibu hamil kurang atau tidak mengetahui tentang cara perawatan

selama hamil yang benar, perencanaan persalinan dan informasi lain

seperti kebutuhan nutrisi, kebersihan, tanda dan bahaya kehamilan,

tanda – tanda persalinan.

b. Ibu hamil tidak mendapatkan informasi tentang status kesehatan diri

dan janinnya saat ini

c. Tidak terdeteksinya bahaya kehamilan atau penyulit persalinan secara

dini, seperti kejadian preeklamsi, perdarahan, infeksi, gemelli,

kelainan bawaan pada bayi.

d. Anemia pada saat kehamilan yang dapat menyebabkan perdarahan

tidak terdeteksi.

e. Kelainan bentuk panggul, kelainan pada tulang belakang atau

kehamilan ganda yang dapat menyebabkan sulitnya persalinan secara

normal tidak terdeteksi.

f. Komplikasi atau penyakit penyerta selama masa kehamilan seperti

penyakit kronis yaitu penyakit jantung, paru-paru dan penyakit

genetik seperti diabetes, hipertensi, atau cacat kongenital,

preeklamsia tidak dapat terdeteksi.

g. Meningkatnya angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian ibu

(AKI).
2.3.3 Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Ketidakpatuhan ANC

Faktor - faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan ibu hamil

dalam melakukan kunjungan ANC, anatara lain (Rachmawati et al.,

2017) :

a. Usia

Usia merupakan lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan

atau di adakan).Tingkat usia mempengaruhi terhadap daya

tangkap dan pola piker seseorang. Semakin bertambah usiaakan

semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya. Ibu

dengan usia produktif akan lebih dapat berpikir rasional dan

memiliki motivasi dalam memeriksakan kehamilannya.

b. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin baik

tingkat pengetahuannya. Sehingga ibu hamil yang

berpendidikan, memiliki pengetahuan lebih mengenai

pentingnya pelayanan antenatal. Tingkat pendidikan yang

tinggi berkaitan dengan pemahaman mengenai masalah

kesehatan dan kehamilan yang memengaruhi sikap terhadap

kehamilannya sendiri maupun pemenuhan gizinya selama

hamil (Muchie, 2017).

c. Paritas

Paritas juga dapat diartikan banyaknya kelahiran hidup yang

dialami oleh seorang wanita. Jumlah paritas mempengaruhi


seorang ibu hamil untuk tidak melakukan kunjungan ANC

(Rachmawati et al., 2017).

d. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan seorang ibu hamil mengenai pentingnya

pelayanan antenatal dalam mencegah dan mendeteksi secara

dini masalah kesehatan obstetri, mempengaruhi pola

berpikirnya tentang kunjungan ANC. Bagi ibu yang yang

memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, kunjungan antenatal

bukanlah sekadar untuk memenuhi kewajiban, melainkan

menjadi sebuah kebutuhan. Sehingga semakin tinggi tingkat

pengetahuan ibu hamil, maka semakin tinggi pula frekuensi

kunjungan ANC yang dilakukan (Syamsiah and Pustikasari,

2014).

e. Sosial ekonomi yang rendah

Sosial ekonomi yang rendah dapat mempengaruhi

ketidakpatuhan kunjungan ANC ibu hamil yang dipengaruhi

banyak faktor salah satunya biaya yang mahal (Muchie, 2017).

f. Status pekerjaan

Ibu hamil yang bekerja dengan aktivitas tinggi dan padat lebih

memilih untuk mementingkan karirnya dibandingkan dengan

kesehatannya sendiri, sehingga sulit untuk patuh dalam

melakukan kunjungan ANC dibandingkan dengan ibu rumah

tangga yang memiliki waktu yang lebih luang untuk dapat


mengatur dan menjadwalkan kunjungan ANC secara optimal

(Rachmawati et al., 2017).

2.4 Preeklamsi

2.4.1 Definisi

Preeklamsia merupakan kelainan multi sistemik yang dapat

diartikan sebagai kondisi dari peningkatan tekanan darah (hipertensi)

disertai proteinuria pada waktu memasuki trimester kedua atau setelah

memasuki usia 20 minggu pada kehamilan. Kejadian paling sering pada

kehamilan 37 minggu. Preeklamsia dapat berkembang dari ringan,

sedang sampai dengan berat yang dapat berlanjut menjadi eklamsia

(Mayrink et al., 2018).

Preeklampsia adalah berkembangnya hipertensi dengan proteinuria

atau edema atau kedua-duanya yang disebabkan oleh kehamilan atau

dipengaruhi oleh kehamilan yang sekarang. Biasanya keadaan ini timbul

setelah umur 20 minggu kehamilan tetapi dapat pula berkembang

sebelum saat tersebut pada penyakit trofoblastik. Preeklampsia

merupakan gangguan yang terutama terjadi pada primigravida.

Preeklampsia merupakan suatu kehamilan yang ditandai dengan sindrom

multisistem yaitu penurunan perfusi organ sekunder hingga vasospasme

dan aktivasi kaskade koagulasi. Kondisi ini menjadi komplikasi pada

sekitar 3-6% kehamilan dengan insiden 1,5-2 kali lebih besar pada

primigravida (Fox et al., 2019).


Kondisi pre eklamsia berhubungan dengan adanya penurunan

perfusi uteroplasenta, meningkatkan kematian sel trofoblas sehingga

dapat mengaktivasi sel endotel maternal. Karakteristik dari pre eklamsia

ditandai dengan oliguria, asam urat, kreatinin, sampai disertai edema

lokal.

2.4.2 Klasifikasi

Preeklampsia dapat digolongkan menjadi preeklampsia ringan dan

berat, antara lain sebagai berikut (El-Sayed, 2017):

a. Preeklamsia Ringan yang ditandai dengan :

1) Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan

interval pemeriksaan 6 jam.

2) Tekanan darah diastolic 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan

interval pemeriksaan 6 jam

3) Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu

4) Proteinuria 0,3 g atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1

sampai 2 pada urine kateter atau urine aliran pertengahan

b. Preeklamsia Berat ditandai dengan :

1) Tekanan darah 160/110mmHg

2) Oliguria, urine < 400 cc/24 jam

3) Proteinuria lebih dari 3g/liter

4) Keluhan subjektif : nyeri epigastrium, gangguan penglihatan,

nyeri kepala, edema paru dan sianosis

5) Gangguan kesadaran
6) Pemeriksaan kadar enzim hati meningkat disertai adanya

icterus

7) Perdarahan pada retina

8) Trombosit <100.000/mm

Bila salah satu gejala diatas ditemukan pada ibu hamil maka sudah

pasti dapat digolongkan pada preeklamsia berat. Peningkatan gejala dan

tanda preeklamsia berat memberikan petunjuk akan terjadi eklamsia,

yang mempunyai prognosis buruk dengan angka kematian maternal dan

janin tinggi.

2.4.3 Patofisiologi

Preeklampsia seringkali bersifat asimtomatik, sehingga sekalipun

sudah muncul sejak trimester pertama, akan tetapi tanda dan gejala belum

terlihat. Namun plasentasi buruk telah terjadi yang dapat menyebabkan

kekurangan oksigen dan nutrisi pada janin, sehingga menyebabkan

gangguan pertumbuhan janin intra uteri atau yang lebih dikenal dengan

pertumbuhan janin terhambat (Uzan et al., 2011).

Awal mula terjadi preeklampsi sejak masa awal terbentuknya

plasenta dimana terjadi invasi trofoblastik yang abnormal. Pada kondisi

normal, terjadi remodeling anteriol di spiralis uteri pada saat diinvasi

oleh trofoblast endovaskuler (Gathiram and Moodley, 2016).  Sel-sel

tersebut menggantikan endotel pembeluh darah dan garis otot sehingga

diameter pembuluh darah membesar. Vena diinvasi secara superfisial.

Invasi terjadi secara dangkal terbatas pada pembuluh darah desidua tetapi
tidak mencapai pembuluh darah myometrium. Pada kehamilan normal

tanpa preeklampsia, invasi trofoblast terjadi secara lengkap mencapai

myometrium (Amaral et al., 2017).

Pada Preeklampsia, arteroil pada myometrium hanya memiliki

diameter berukuran setengah lebih kecil dari plasenta yang normal.

Selain itu pada awal preeklampsia terjadi kerusakan endotel, insudasi

dari plasma ke dinding pembuluh darah, proliferasi sel miointimal dan

nekrosi medial. Lipid dapat terkumpul pada sel miointimal dan di dalam

kantong makrofag. Akibat dari gangguan pembuluh darah tersebut,

terjadi peningkatan tekanan darah serta kurangnya pasokan oksigen dan

nutrisi ke plasenta. Kondisi tertentu membuat plasenta mengeluarkan

faktor-faktor tertentu yang dapat memicu inflamasi secara sistemik (Uzan

et al., 2011).

2.4.4 Etiologi preeklamsi


Penyebab preeklamsia belum dapat diketahui, kemungkinan besar

faktor faktor yang berperan meliputi : genetik, obesitas, status

primigravida, kondisi yang dapat menciptakan jaringan trofoblastik yang

berlebihan misalnya riwayat kehamilan terdahulu pernah mengalami

kehamilan multiple, mola hidatodisa dan diabtes mellitus. Usia ibu hamil

kurang dari 18 tahun dan lebih dari 35 tahun juga sangat rentan

mengalami preeklamsia.

a. Genetik

Riwayat preeklamsia pada keluarga juga dapat meningkatkan

risiko hampir tiga kali lipat adanya riwayat preeklamsia. Pada ibu

dapat meningkatkan risiko sebanyak 3,6 kali lipat (Williams and

Broughton Pipkin, 2011).

b. Obesitas

Terjadinya peningkatan risiko munculnya preeklamsia pada setiap

peningkatan indeks masa tubuh. Sebuah studi kohort menjelaskan

bahwa ibu dengan indeks masa tubuh >35 akan memiliki risiko

mengalami preeklamsia sebanyak 2 kali lipat (Brown et al., 2018).

c. Status Primigravida

Status seorang wanita yang telah melahirkan janin untuk pertama

kalinya juga rentan akan mengalami preeklamsia (English et al.,

2015).

d. Riwayat Kehamilan Terdahulu


Ibu hamil yang pernah mempunyai riwayat preeklampsia,

kehamilan molahidatidosa, dan kehamilan ganda kemungkinan

akan mengalami preeklampsia pada kehamilan selanjutnya,

terutama jika diluar kehamilan menderita tekanan darah tinggi

menahun (English et al., 2015).

e. Diabetes Mellitus

Jika sebelum hamil ibu sudah terdiagnosis diabetes, kemungkinan

akan terkena preeklampsia meningkat 4 kali lipat. Sedangkan

untuk kasus hipertensi, prevalensi preeklampsia pada ibu dengan

hipertensi kronik lebih tinggi dari pada ibu yang tidak menderita

hipertensi kronik (Lee et al., 2017).

f. Usia Ibu Hamil

Kejadian tertinggi preeklamsia pada ibu hamil terjadi pada usia ibu

kurang dari 18 tahun, namun prevalensinya lebih meningkat terjadi

pada ibu hamil dengan usia diatas 35 tahun (Brown et al., 2018).

2.4.5 Faktor resiko

Faktor resiko terjadinya pada preeklamsia dapat dikelompokkan

menurut tingkat resiko, preeklamsia mengakibatkan cedera pada janin

dengan kejadian ibu hamil pada preeklamsia berat menurut (Soomro et al.,

2019) yaitu sebagai berikut :

a. Risiko sedang :

1. Usia ibu (<15 tahun atau >35 tahun)


Usia sangat mempengaruhi kehamilan mapun persalinan. Usia

yang baik untuk hamil atau melahirkan berkisar antara 20-35

tahun. Pada usia tersebut alat reproduksi wanita telah berkembang

dan berfungsi secara maksimal. Sebaliknya pada wanita dengan

usia dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun kurang baik untuk

hamil maupun melahirkan, karena kehamilan pada usia ini

memiliki risiko tinggi seperti terjadinya keguguran, atau kegagalan

persalinan, bahkan bias menyebabkan kematian. Wanita yang

usianya lebih tua memiliki tingkat risiko komplikasi melahirkan

lebih tinggi. Hipertensi dalam kehamilan paling sering mengenai

wanita yang lebih tua, yaitu bertambahnya usia menunjukkan

peningkatan insiden hipertensi kronis menghadapi risiko yang

lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan. Wanita

hamil dengan usia kurang dari 20 tahun insiden preeklamsia-

eklamsia lebih dari 3 kali lipat. Pada wanita hamil berusia lebih

dari 35 tahun dapat terjadi hipertensi laten (Brown et al., 2018).

2. Status paritas yang berkali kali atau sering melahirkan

3. Primigravida

Preeklampsia banyak dijumpai pada primigravida daripada

multigravida, terutama primigravida usia muda. Primigravida lebih

berisiko mengalami preeklampsia daripada multigravida karena

preeklampsia biasanya timbul pada wanita yang pertama kali

terpapar virus korion. Hal ini terjadi karena pada wanita tersebut
mekanisme imunologik pembentukan blocking antibody yang

dilakukan oleh HLA-G terhadap antigen plasenta belum terbentuk

secara sempurna, sehingga proses implantasi trofoblas ke jaringan

desidual ibu menjadi terganggu

4. Mola hidatidosa

5. Interval kehamilan lebih dari 10 tahun atau lebih

6. IMT 35 atau lebih

7. Riwayat keluarga dengan preeklamsia

8. Pola hidup yang tidak sehat

b. Risiko Tinggi preeklamsi menurut (Bartsch et al., 2016):

1. Hipertensi kronis

2. Pengyakit ginjal kronis

Beberapa tanda yang menunjukkan menurunnya fungsi ginjal

antara lain adalah hipertensi yang semakin tinggi dan terjadi

peningkatan jumlah produk buangan yang sudah disaring oleh

ginjal di dalam darah. Ibu hamil yang menderita penyakit ginjal

dalam jangka waktu yang lama biasanya juga menderita tekanan

darah tinggi. Ibu hamil dengan penyakit ginjal dan tekanan darah

tinggi memiliki risiko lebih besar mengalami preeklampsia

(Bartsch et al., 2016).

3. Hipertensi selama kehamilan sebelumnya (Bartsch et al., 2016)

4. Diabetes melitus
Diabetes dan preeklampsia memiliki faktor risiko yang sama

(misalnya, obesitas, sindrom ovarium polikistik, usia ibu lanjut,

peningkatan berat badan kehamilan), hiperinsulinemia dikaitkan

dengan kedua kondisi. Diabetes dan preekampsia memiliki bukti

disfungsi vaskular endotel (Lee et al., 2017).

5. Penyakit autoimun

2.4.6 Tanda dan gejala

Preeklamsia memiliki dua gejala yang sangat penting yaitu

hipertensi dan proteinuria yang biasanya tidak disadari oleh wanita

hamil. Penyebab dari kedua masalah diatas yaitu sebagai berikut:

a. Tekanan Darah

Peningkatan tekanan darah merupakan tanda awal yang penting

pada preeklamsia. Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai

tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan / tekanan darah diastolik ≥ 90

mm Hg. Signifikansi setiap pengukuran tekanan darah berhubungan

dengan usia gestasi dalam kehamilan dan umumnya semakin awal

hipertensi terjadi dalam kehamilan, semakin besar kemungkinan

hipertensi tersebut menjadi kronis (Portelli and Baron, 2018).

b. Kenaikan Berat Badan

Peningkatan berat badan secara tiba-tiba sebelum serangan

preeklamsia serta bahkan kenaikan berat badan (BB) yang berlebihan

adalah tanda awal preeklamsia pada sebagian wanita. Peningkatan berat


badan normal ialah 0,5 kg per minggu. Apabila terjadi kenaikan yang

signifikan misalnya 1 kg dalam seminggu, maka kemungkinan terjadinya

preeklamsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan terutama

disebabkan karena retensi cairan yang dapat ditemukan sebelum

timbulnya gejala edema dengan tampak jelas seperti kelopak mata yang

bengkak atau jaringan tangan yang membesar.

c. Proteinuria Pada Preeklamsia Ringan

Proteinuria adalah konsentrasi protein sebesar >300 mg/24 jam

atau 30 mg/ dL (1+dipstick) persisten urine yang diambil secara acak dan

pada selang waktu 6 jam atau lebih. Wanita yang menderita preeklamsia

jarang mengalami proteinuria sebelum ada kenaikan dalam tekanan

darahnya. Jika proteinuria terjadi, sedangkan tekanan darahnya normal,

ini berarti kemungkinan terjadi infeksi saluran kemih, penyakit ginjal.

Naiknya kadar proteinuria memiliki hubungan dengan naiknya resiko

baik abruptio placentae maupun eclampsia (Kim et al., 2017).

d. Edema

Edema biasa terjadi pada kehamilan normal, sehingga edema

bukanlah tanda preeklamsia yang dapat dipercaya kecuali jika edema

juga mulai terjadi pada tangan dan / atau wajah. Kadang-kadang edema
tidak terlihat jelas pada pemeriksaan, tetapi termanifestasi sendiri dalam

bentuk kenaikan berat badan mendadak (ini disebut occult oedema atau

edema samar). Kenaikan berat badan yang mendadak sebanyak 1 kg atau

lebih dalam seminggu (atau 3 kg dalam sebulan) adalah indikasi pre

eklampsia (kenaikan berat badan normal sekitar 0,5 kg per minggu)

(Uzan et al., 2011).

2.4.7 Komplikasi

A. Komplikasi Maternal

1) Eklampsia

Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia,

yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma, eklampsia selalu

didahului dengan preeklampsia. Timbulnya kejang pada perempuan

dengan preeklampsia yang tidak disebabkan oleh penyakit lain disebut

eclampsia (Nankali et al., 2013).

2) Ablasi Retina

Ablasia retina merupakan keadaan lepasnya retina sensoris dari

epitel pigmen retina. Gangguan penglihatan pada wanita dengan

preeklampsia juga dapat disebabkan karena ablasia retina dengan

kerusakan epitel pigmen retina karena adanya peningkatan permeabilitas

dinding pembuluh darah akibat penimbunan cairan yang terjadi pada

proses peradangan (Radha Bai Prabhu, 2017).

3) Gagal Ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh karena aliran darah ke dalam

ginjal menurun, sehingga filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan ginjal

berhubungan dengan terjadinya proteinuria dan retensi garam serta air.

Pada kehamilan normalpenyerapan meningkat sesuai dengan kenaikan

filtrasi glomerulus (Pankiewicz et al., 2019).

4) Edema Paru

Edema paru merupakan komplikasi yang sering terjadi pada

preeklamsia di rumah sakit rujukan di Indonesia. Komplikasi berat ini

meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal. Berbagai

tingkat edema, bronkopneumonia sampai abses, menimbulkan sesak nafas

sampai sianosis (Wardhana et al., 2018).

5) Kerusakan organ hati

6) Penyakit sistem kardiovaskular

Ventrikel kiri jantung dapat membesar karena adanya peningkatan

afterload karena adanya hipertensi, aktivasi endothelial dengan

ekstravasasi cairan intravaskuler terutama paru. Pada kehamilan normal

volume darah mencapai 5000 ml, sedangkan pada wanita yang tidak hamil

volume darah 3500 ml. Jadi terdapat peningkatan 1500 ml. Jika terjadi

eklampsia, tambahan volume darah 1500 ml tersebut tidak terjadi atau

terjadi hemokonsentrasi (Wu et al., 2017).

7) Gangguan saraf

B. Komplikasi neonatal menurut (Ngwenya, 2017):


1) Pertumbuhan Janin terhambat

Ibu hamil dengan preeklampsia dapat menyebabkan pertumbuhan janin

terhambat karena perubahan patologis pada plasenta, sehingga janin

berisiko terhadap keterbatasan pertumbuhan (Ngwenya, 2017).

2) Prematuritas

Preeklampsia memberikan pengaruh buruk pada kesehatan janin yang

disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, pada waktu lahir

plasenta terlihat lebih kecil daripada plasenta yang normal untuk usia

kehamilan, premature aging terlihat jelas dengan berbagai daerah

sinsitianya pecah, banyak terdapat nekrosis iskemik dan posisi fibrin

intervilosa (Fox et al., 2019).

3) Fetal distress

Preeklampsia dapat menyebabkan kegawatan janin seperti sindroma

distress napas. Hal ini dapat terjadi karena vasospasme yang merupakan

akibat kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot pembuluh darah

sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan dan menyebabkan aliran

darah dalam plasenta menjadi terhambat dan menimbulkan hipoksia pada

janin yang akan menjadikan gawat janin (Fox et al., 2019).


Kerangka Teori
Ibu hamil

Kunjungan ANC

Pemeriksaan ANC Jadwal kunjungan ANC minimal 4kali kunjungan K1 dan K4: Faktor yang mempengaruhi
1.Trimester 1 kunjungan 1 kali (< 14minggu ) ketidakpatuhan :
2.Trimester 2 kunjungan 1 kali ( minggu 14-28)
3. Trimester 3 kunjungan 2 kali minggu 28 – 36) 1. Usia
2. Pendidikan
3. Paritas
4. Pengetahuan
Standar minimal pelayanan ANC
Berhasil dilihat dari indikator 5. Sosial ekonomi
“7T” yaitu : Tidak berhasil karena ketidak
keberhasilan Kunjungan K1 6. Status pekejhaan
patuhan pasien
1. Timbang berat badan dan K4
2. Ukur tekanan darah
3. Ukur fundus uteri
4. Pemberian tablet zat besi Dampak ketidakpatuhan kunjungan ANC:
5. Pemberian imunisasi TT 1. Ibu hamil kurang atau tidak mengetahui kehamilannya
6. Tes terhadap penyakit 2. Ibu hamil tidak menerima informasi tentang kondisi saat ini
menular 3. Tidak terdeteksi bahaya kehamilan
7. Temu wicara 4. Komplikasi selama kehamilan tidak tertangani
5. Meningkatkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian ibu
(AKI)

Kualitas ANC Tidak terdeteksi bahaya kehamilan

Preeklamsi

Meningkatkan morbiditas dan angka kematian ibu (AKI)


DAFTAR PUSTAKA

AGUS, Y. & HORIUCHI, S. 2012. Factors influencing the use of antenatal care in rural
West Sumatra, Indonesia. BMC Pregnancy and Childbirth, 12, 9.
AMARAL, L. M., WALLACE, K., OWENS, M. & LAMARCA, B. 2017.
Pathophysiology and Current Clinical Management of Preeclampsia. Current
hypertension reports, 19, 61-61.
BARTSCH, E., MEDCALF, K. E., PARK, A. L., RAY, J. G. & HIGH RISK OF PRE-
ECLAMPSIA IDENTIFICATION, G. 2016. Clinical risk factors for pre-
eclampsia determined in early pregnancy: systematic review and meta-analysis
of large cohort studies. BMJ (Clinical research ed.), 353, i1753-i1753.
BHATIA, P. & CHHABRA, S. 2018. Physiological and anatomical changes of
pregnancy: Implications for anaesthesia. Indian journal of anaesthesia, 62, 651-
657.
BROWN, M. A., MAGEE, L. A., KENNY, L. C., KARUMANCHI, S. A.,
MCCARTHY, F. P., SAITO, S., HALL, D. R., WARREN, C. E., ADOYI, G. &
ISHAKU, S. 2018. Hypertensive Disorders of Pregnancy: ISSHP Classification,
Diagnosis, and Management Recommendations for International Practice.
Hypertension, 72, 24-43.
CANDELIER, J.-J. 2016. The hydatidiform mole. Cell adhesion & migration, 10, 226-
235.
EL-SAYED, A. A. F. 2017. Preeclampsia: A review of the pathogenesis and possible
management strategies based on its pathophysiological derangements. Taiwan J
Obstet Gynecol, 56, 593-598.
ENGLISH, F. A., KENNY, L. C. & MCCARTHY, F. P. 2015. Risk factors and
effective management of preeclampsia. Integrated blood pressure control, 8, 7-
12.
FOX, R., KITT, J., LEESON, P., AYE, C. Y. L. & LEWANDOWSKI, A. J. 2019.
Preeclampsia: Risk Factors, Diagnosis, Management, and the Cardiovascular
Impact on the Offspring. Journal of clinical medicine, 8, 1625.
GATHIRAM, P. & MOODLEY, J. 2016. Pre-eclampsia: its pathogenesis and
pathophysiolgy. Cardiovascular journal of Africa, 27, 71-78.
GEORGADAKI, K., KHOURY, N., SPANDIDOS, D. A. & ZOUMPOURLIS, V.
2016. The molecular basis of fertilization (Review). International journal of
molecular medicine, 38, 979-986.
GLOWACKA, M., ROSEN, N., CHORNEY, J., SNELGROVE CLARKE, E. &
GEORGE, R. B. 2014. Prevalence and predictors of genito-pelvic pain in
pregnancy and postpartum: the prospective impact of fear avoidance. J Sex Med,
11, 3021-34.
KIM, M. J., KIM, Y. N., JUNG, E. J., JANG, H. R., BYUN, J. M., JEONG, D. H.,
SUNG, M. S., LEE, K. B. & KIM, K. T. 2017. Is massive proteinuria associated
with maternal and fetal morbidities in preeclampsia? Obstetrics & gynecology
science, 60, 260-265.
KIM, S.-M. & KIM, J.-S. 2017. A Review of Mechanisms of Implantation.
Development & reproduction, 21, 351-359.
KUHNT, J. & VOLLMER, S. 2017. Antenatal care services and its implications for
vital and health outcomes of children: evidence from 193 surveys in 69 low-
income and middle-income countries. BMJ open, 7, e017122-e017122.
LEE, J., OUH, Y.-T., AHN, K. H., HONG, S. C., OH, M.-J., KIM, H.-J. & CHO, G. J.
2017. Preeclampsia: A risk factor for gestational diabetes mellitus in subsequent
pregnancy. PloS one, 12, e0178150-e0178150.
LUTTERODT, M. C., KÄHLER, P., KRAGSTRUP, J., NICOLAISDOTTIR, D. R.,
SIERSMA, V. & ERTMANN, R. K. 2019. Examining to what extent
pregnancy-related physical symptoms worry women in the first trimester of
pregnancy: a cross-sectional study in general practice. BJGP open, 3,
bjgpopen19X101674.
MAYRINK, J., COSTA, M. L. & CECATTI, J. G. 2018. Preeclampsia in 2018:
Revisiting Concepts, Physiopathology, and Prediction.
TheScientificWorldJournal, 2018, 6268276-6268276.
MCCARTHY, F. P., LUTOMSKI, J. E. & GREENE, R. A. 2014. Hyperemesis
gravidarum: current perspectives. International journal of women's health, 6,
719-725.
MOTOSKO, C. C., BIEBER, A. K., POMERANZ, M. K., STEIN, J. A. & MARTIRES,
K. J. 2017. Physiologic changes of pregnancy: A review of the literature.
International journal of women's dermatology, 3, 219-224.
MUCHIE, K. F. 2017. Quality of antenatal care services and completion of four or more
antenatal care visits in Ethiopia: a finding based on a demographic and health
survey. BMC pregnancy and childbirth, 17, 300-300.
NANKALI, A., MALEK-KHOSRAVI, S., ZANGENEH, M., REZAEI, M., HEMATI,
Z. & KOHZADI, M. 2013. Maternal complications associated with severe
preeclampsia. Journal of obstetrics and gynaecology of India, 63, 112-115.
NGWENYA, S. 2017. Severe preeclampsia and eclampsia: incidence, complications,
and perinatal outcomes at a low-resource setting, Mpilo Central Hospital,
Bulawayo, Zimbabwe. International journal of women's health, 9, 353-357.
NISSA, A. A. & MARDIYANINGSIH, E. J. J. K. M. 2013. Gambaran Kepuasan Ibu
Hamil terhadap Pelayanan Antenatal Care di Puskesmas Getasan Kabupaten
Semarang. 1.
PANKIEWICZ, K., SZCZERBA, E., MACIEJEWSKI, T. & FIJAŁKOWSKA, A.
2019. Non-obstetric complications in preeclampsia. Przeglad menopauzalny =
Menopause review, 18, 99-109.
PORTELLI, M. & BARON, B. 2018. Clinical Presentation of Preeclampsia and the
Diagnostic Value of Proteins and Their Methylation Products as Biomarkers in
Pregnant Women with Preeclampsia and Their Newborns. Journal of
pregnancy, 2018, 2632637-2632637.
PRACTICE, C. O. O. 2017. Committee Opinion No. 692: Emergent Therapy for Acute-
Onset, Severe Hypertension During Pregnancy and the Postpartum Period.
Obstet Gynecol, 129, e90-e95.
RACHMAWATI, A. I., PUSPITASARI, R. D. & CANIA, E. J. J. M. 2017. Faktor-
faktor yang Memengaruhi Kunjungan Antenatal Care (ANC) Ibu Hamil. 7, 72-
76.
RADHA BAI PRABHU, T. 2017. Serious Visual (Ocular) Complications in Pre-
eclampsia and Eclampsia. Journal of obstetrics and gynaecology of India, 67,
343-348.
RICHANI, K., SOTO, E., ROMERO, R., ESPINOZA, J., CHAIWORAPONGSA, T.,
NIEN, J. K., EDWIN, S., KIM, Y. M., HONG, J.-S. & MAZOR, M. 2015.
Normal pregnancy is characterized by systemic activation of the complement
system. The journal of maternal-fetal & neonatal medicine : the official journal
of the European Association of Perinatal Medicine, the Federation of Asia and
Oceania Perinatal Societies, the International Society of Perinatal
Obstetricians, 17, 239-245.
RURANGIRWA, A. A., MOGREN, I., NYIRAZINYOYE, L., NTAGANIRA, J. &
KRANTZ, G. 2017. Determinants of poor utilization of antenatal care services
among recently delivered women in Rwanda; a population based study. BMC
pregnancy and childbirth, 17, 142-142.
SOLNES MILTENBURG, A., VAN DER EEM, L., NYANZA, E. C., VAN PELT, S.,
NDAKI, P., BASINDA, N. & SUNDBY, J. 2017. Antenatal care and
opportunities for quality improvement of service provision in resource limited
settings: A mixed methods study. PloS one, 12, e0188279-e0188279.
SOMA-PILLAY, P., NELSON-PIERCY, C., TOLPPANEN, H. & MEBAZAA, A.
2016. Physiological changes in pregnancy. Cardiovascular journal of Africa, 27,
89-94.
SOOMRO, S., KUMAR, R., LAKHAN, H. & SHAUKAT, F. 2019. Risk Factors for
Pre-eclampsia and Eclampsia Disorders in Tertiary Care Center in Sukkur,
Pakistan. Cureus, 11, e6115-e6115.
SYAMSIAH, N. & PUSTIKASARI, A. J. J. I. K. 2014. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kunjungan antenatal care pada ibu hamil di Puskesmas
Kecamatan Kembangan Jakarta Barat tahun 2013. 6, 15-8.
TIKKANEN, M. 2011. Placental abruption: epidemiology, risk factors and
consequences. Acta Obstet Gynecol Scand, 90, 140-9.
TYASTUTI, S. 2016. Asuhan kebidanan kehamilan.
UZAN, J., CARBONNEL, M., PICONNE, O., ASMAR, R. & AYOUBI, J.-M. 2011.
Pre-eclampsia: pathophysiology, diagnosis, and management. Vascular health
and risk management, 7, 467-474.
VARDHAN, S., BHATTACHARYYA, T. K., KOCHAR, S. & SODHI, B. 2017.
Bleeding in Early Pregnancy. Medical journal, Armed Forces India, 63, 64-66.
WARDHANA, M. P., DACHLAN, E. G. & DEKKER, G. 2018. Pulmonary edema in
preeclampsia: an Indonesian case-control study. J Matern Fetal Neonatal Med,
31, 689-695.
WILLIAMS, P. J. & BROUGHTON PIPKIN, F. 2011. The genetics of pre-eclampsia
and other hypertensive disorders of pregnancy. Best Pract Res Clin Obstet
Gynaecol, 25, 405-17.
WU, P., HATHTHOTUWA, R., KWOK, C. S., BABU, A., KOTRONIAS, R. A.,
RUSHTON, C., ZAMAN, A., FRYER, A. A., KADAM, U., CHEW-GRAHAM,
C. A. & MAMAS, M. A. 2017. Preeclampsia and Future Cardiovascular Health:
A Systematic Review and Meta-Analysis. Circ Cardiovasc Qual Outcomes, 10.

Anda mungkin juga menyukai