Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Kehamilan

2.1.1 Definisi Kehamilan

Kehamilan merupakan salah satu tahapan dari kehidupan wanita yang terjadi

secara alamiah. Kehamilan terjadi setelah bertemunya sperma dan ovum, tumbuh

dan berkembang di dalam uterus selama 259 hari atau 37 minggu atau sampai

42 minggu (Munir & Yusnia, 2022). Proses kehamilan terjadi sekitar 40 minggu

atau 9 bulan, dihitung dari HPHT (hari pertama haid terakhir) hingga saat bayi

keluar dari rahim ibu (Zeny Fatmawati, 2020).

Kehamilan merupakan penyatuan antara spermatozoa dan ovum dan

dilanjutkan dengan nidasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi,

kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 9 bulan (Lily

Yulaikhah, 2019).

2.1.2 Proses terjadinya Kehamilan

Proses terjadinya kehamilan diawali dengan proses pembuahan (konsepsi).

Pembuahan atau konsepsi sering disebut fertilisasi. Fertilisasi adalah penyatuan

sperma laki-laki dengan ovum perempuan Pertemuan antara sel telur dengan sel

sperma yang distimulasi oleh hormon estrogen ini terjadi disepertiga saluran (tuba

fallopi). Pada saat ovulasi, ovum akan didorong keluar dan folikel de Graff dan

kemudian ditangkap oleh fimbriae. Jutaan sperma harus bejalan dari vagina

menuju uterus dan masuk ke tuba fallopi. Dalam perjalanan itu, kebanyakan

sperma dihancurkan oleh mukus (lendir) asam di vagina, uterus, dan tuba fallopi.

6
7

Diantara beberapa sel sperma yang bertahan hidup, hanya satu yang dapat masuk

menembus dan membuahi ovum. Setelah terjadi pembuahan, membran ovum

segera mengeras untuk mencegah sel sperma lain masuk.

Ovum yang sudah dibuahi (zigot) memerlukan waktu 6 sampai 8 hari untuk

berjalan ke dalam uterus. Selama perjalanan tersebut, zigot berkembang melalui

pembelahan sel yang sederhana setiap 12 sampai 15 jam sekali, namun

ukurannya tidak berubah. Ketika mencapai uterus, zigot yang merupakan

massa sel disebut morula kemudian terpisah menjadi dua lapisan yaitu massa sel

luar dan massa sel dalam yang disebut blastokist. Sekitar 10 hari setalah terjadi

fertilisasi ovum, blastokist akan menanamkan dirinya dalam endometrium yang

disebut dengan implantasi. Begitu implantasi terjadi, lapisan uterus (desidua)

akan menyelimuti blastokist dan kehamilan terbentuk (Lily Yulaikhah, 2019).

2.1.3 Tanda dan Gejala Awal Kehamilan

Tanda – tanda kehamilan terbagi menjadi tiga, yaitu :

a. Tanda presumtif / Tanda Tidak Pasti

Tanda presumtif/ tanda tidak pasti adalah perubahan- perubahan yang

dirasakan oleh ibu (subjektif) yang timbul selama kehamilan. Yang termasuk

tanda presumtif/ tanda tidak pasti adalah :

1) Amenorhoe (tidak dapat haid)

Pada wanita sehat dengan haid yang teratur, amenorhoe menandakan

kemungkinan kehamilan. Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita

hamil tidak dapat haid lagi. Kadang- kadang amenorhoe disebabkan oleh

hal-hal lain diantaranya akibat menderita penyakit TBC, typhus, anemia


8

atau karena pengaruh psikis.

2) Nausea (enek) dan emesis (muntah)

Pada umumnya, nausea terjadi pada bulan-bulan pertama kehamilan sampai

akhir triwulan pertama dan kadang-kadang disertai oleh muntah. Nausea

sering terjadi pada pagi hari, tetapi tidak selalu. Keadaan ini lazim disebut

morning sickness. Dalam batas tertentu, keadaan ini masih fisiologis,

namun bila terlampau sering dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dan

disebut dengan hiperemesis gravidarum.

3) Payudara menjadi tegang dan membesar

Keadaan ini disebabkan oleh pengaruh esterogen dan progesteron yang

merangsang duktus dan alveoli pada mamae sehingga glandula

montglomery tampak lebih jelas.

4) Anoreksia (tidak ada nafsu makan)

Keadaan ini terjadi pada bulan-bulan pertama tetapi setelah itu nafsu makan

akan timbul kembali.

5) Sering buang air kecil

Keadaan ini terjadi karena kandung kencing pada bulan-bulan pertama

kehamilan tertekan oleh uterus yang mulai membesar. Pada triwulan kedua,

umumnya keluhan ini hilang oleh karena uterus yang membesar keluar dari

rongga panggul. Pada akhir triwulan, gejala ini bisa timbul kembali karena

janin mulai masuk ke rongga panggul dan menekan kembali kandung

kencing.
9

6) Obstipasi

Keadaan ini terjadi karena tonus otot menurun yang disebabkan oleh

pengaruh hormon steroid.

7) Pigmentasi kulit

Keadaan ini terjadi pada kehamilan 12 minggu ke atas. Kadang- kadang

tampak deposit pigmen yang berlebihan pada pipi, hidung dan dahi

yang dikenal dengan cloasma gravidarum (topeng kehamilan). Areola

mamae juga menjadi lebih hitam karena didapatkan deposit pigmen yang

berlebihan. Daerah leher menjadi lebih hitam, hal ini terjadi karena

pengaruh hormon kortiko steroid plasenta yang merangsang melanofor dan

kulit.

8) Epulis

Epulis merupakan suatu hipertrofi papilla ginggivae yang sering terjadi

pada triwulan pertama.

9) Varises (penekanan vena-vena)

Keadaan ini sering dijumpai pada triwulan terakhir dan terdapat pada

daerah genetalia eksterna, fossa poplitea, kaki dan betis. Pada multigravida,

kadang-kadang varises ditemukan pada kehamilan yang terdahulu,

kemudian timbul kembali pada triwulan pertama. Kadang-kadang

timbulnya varises merupakan gejala pertama kehamilan muda.

b. Tanda kemungkinan hamil

Tanda kemungkinan hamil adalah perubahan-perubahan yang diobservasi oleh

pemeriksa (bersifat objektif), namun berupa dugaan kehamilan saja. Semakin


10

banyak tanda-tanda yang didapatkan, semakin besar pula kemungkinan

kehamilan. Yang termasuk tanda kemungkinan hamil adalah:

1) Uterus membesar

Pada keadaan ini, terjadi perubahan bentuk, besar dan konsistensi rahim.

Pada pemeriksaan dalam, dapat diraba bahwa uterus membesar dan

semakin lama semakin bundar bentuknya.

2) Tanda hegar

Konsistensi rahim dalam kehamilan berubah menajdi lunak, terutama

daerah ithsmus. Pada minggu-minggu pertama, ithsmus uteri mengalami

hipertrofi seperti korpus uteri. Hipertrofi ithsmus pada triwulan pertama

mengakibatkan ismus menjadi panjang dan lebih lunak sehingga kalau

diletakkan dua jari dalam fornix posterior dan tangan satunya pada dinding

perut di atas simpisis maka ithsmus ini tidak teraba seolah-olah korpus uteri

sama sekali terpisah dari uterus.

3) Tanda chadwick

Hipervaskularisasi mengakibatkan vagina dan vulva tampak lebih merah

dan agak kebiru-biruan (livide) begitupun dengan warna porsio, hal ini

disebabkan oleh pengaruh dari hormone esterogen.

4) Tanda piscaseck

Uterus mengalami pembesaran, kadang-kadang pembesaran tidak rata tetapi

di daerah telur bernidasi lebih cepat tumbuhnya. Hal ini menyebabkan

uterus membesar ke salah satu jurusan pembesaran tersebut.


11

5) Tanda braxton hicks

Bila uterus dirangsang, akan mudah berkontraksi. Waktu palpasi atau

pemeriksaan dalam uterus yang awalnya lunak akan menjadi keras

karena berkontraksi. Tanda ini khas untuk uterus dalam masa kehamilan.

6) Goodell sign

Di luar kehamilan konsistensi serviks keras, kerasnya seperti merasakan

ujung hidung, dalam kehamilan serviks menjadi lunak pada perabaan

selunak ujung bawah daun telinga.

7) Reaksi kehamilan positif

Cara khas yang dipakai dengan menentukan adanya human chorionic

gonadotropin (HCG) pada kehamilan muda adalah air seni pertama pada

pagi hari. Dengan tes ini, dapat membantu menentukan diagnosa kehamilan

sedini mungkin.

c. Tanda Pasti Hamil

Tanda pasti adalah tanda-tanda objektif yang didapatkan oleh pemeriksa yang

dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa pada kehamilan. Yang termasuk

tanda pasti kehamilan adalah:

1) Terasa gerakan janin

Gerakan janin pada primigravida dapat dirasakan oleh ibunya pada

kehamilan 18 minggu. Sedangkan pada multigravida, dapat dirasakan pada

kehamilan 16 minggu.

2) Teraba bagian-bagian janin

Bagian-bagian janin secara objektif dapat diketahui oleh pemeriksa dengan


12

cara palpasi menurut leopold pada akhir trimester kedua.

3) Denyut jantung janin

Denyut jantung janin secara objektif dapat diketahui oleh pemeriksa dengan

menggunakan:

a) Fetal electrocardiograph pada kehamilan 12 minggu.

b) Sistem doppler pada kehamilan 12 minggu.

c) Stetoskop laenec pada kehamilan 18 – 20 minggu.

4) Terlihat kerangka janin pada pemeriksaan sinar rontgen

Dengan menggunakan USG dapat terlihat gambaran janin berupa

ukuran kantong janin, panjangnya janin dan diameter bipateralis sehingga

dapat diperkirakan tuanya kehamilan (Lily Yulaikhah, 2019).

2.1.4 Perubahan Anatomi dan Fisiologi pada Kehamilan

Dengan terjadinya kehamilan maka seluruh sistem genitalia wanita mengalami

perubahan yang mendasar sehingga dapat menunjang perkembangan dan

pertumbuhan janin dalam rahim. Plasenta dalam perkembangannya mengeluarkan

hormon somatomamotropin, hormon estrogen dan hormon progesteron yang

menyebabkan perubahan pada bagian-bagian tubuh di bawah ini:

1. Uterus

Uterus yang semula yang besarnya hanya sebesar jempol atau beratnya hanya

30 gram akan mengalami hipertropia atau hiperplapsia sehingga menjadi 1000

gram saat akhir kehamilan. Otot dalam rahim yang mengalami hiperplapsia

dan hipertropia kemudian menjadi lebih besar, lunak dan dapat mengikuti

pembesaran rahim karena pertumbuhan janin.


13

2. Ovarium

Dengan adanya kehamilan, indung telur yang mengandung corpus luteum

gravidarum akan meneruskan fungsinya sampai terbentuknya plasenta yang

sempurna pada umur kehamilan 16 minggu.

3. Vagina

Vagina dan vulva mengalami peningkatan pembuluh darah karena pengaruh

estrogen sehingga tampak semakin berwarna merah dan kebiruan.

4. Payudara

Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan untuk

member ASI pada saat proses laktasi. Pengembangan payudara tidak dapat

dilepaskan dari pengaruh hormon saat kehamilan yaitu hormon estrogen,

progesterone, dan somatomamotrofin.

5. Sirkulasi darah

Peredaran darah ibu dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya

meningkatkan kebutuhan sirkulasi darah sehingga dapat memenuhi kebutuhan

perkembangan dan pertumbuhan dalam rahim, terjadi hubungan langsung

antara arteri dan vena pada sirkulasi retro-lasenter, pengaruh hormon estrogen

dan progesteron semakin meningkat.

6. Sistem respirasi

Pada kehamilan, terjadi juga perubahan sistem respirasi untuk dapat memenuhi

kebutuhan oksigen, disamping itu juga terjadi desakan diafragma karena

dorongan rahim yang membesar pada usia kehamilan 32 minggu.


14

7. Sistem pencernaan

Oleh karena pengaruh estrogen, pengeluaran asam lambung meningkat dan

dapat menyebabkan: pengeluaran air liur berlebihan (hipersalivasi), daerah

lambung terasa panas, terjadi mual, muntah dan pusing kepala terutama pada

pagi hari yang disebut morning sickness. Progesterone menimbulkan gerak

usus semakin berkurang dan dapat menyebabkan obstipasi (sembelit).

8. Traktus urinarius

Karena pengaruh desakan hamil muda dan turunnya kepala bayi pada

kehamilan tua, tejadi gangguan miksi dalam bentuk sering berkemih. Desakan

tersebut menyebabkan kandung kemih cepat terasa penuh.

9. Kulit

Pada kulit terdapat perubahan depositpigmen dan hiperpigmentasi karena

pengaruh melanophore stimulating hormone. Hiperpigmentasi terjadi pada

striae gravidarum livide atau alba, areola mammae, papilla mammae, linea

nigra, pipi (cloasma gravidarum). Setelah persalinan hiperpigmentasi ini akan

menghilang dengan sendirinya.

10. Metabolisme

Dengan terjadinya kehamilan, metabolisme tubuh mengalami perubahan yang

mendasar dimana kebutuhan nutrisi makin tinggi untuk pertumbuhan janin

dan persiapan pemberian ASI (Atiqoh, 2020).

2.1.5 Tanda Bahaya Kehamilan

Tanda bahaya dalam kehamilan yaitu sebagai berikut:

a. Perdarahan pervaginam yang terjadi pada wanita hamil dapat dibedakan


15

menjadi 2 bagian, yaitu: (1) Pada awal kehamilan; abortus, mola

hidatidosa, dan kehamilan ektopik terganggu; dan (2) Pada akhir

kehamilan; solutio plasenta dan plasenta previa.

b. Sakit kepala yang hebat, menetap dan tidak hilang. Hal ini merupakan

salah satu gejala preeklampsi.

c. Preeklampsi dan eklampsi. Preeklampsi biasanya juga disertai penglihatan

kabur, bengkak atau oedema pada kaki, wajah dan tangan serta nyeri

epigastri. Gejala lanjutan dan preeklampsi adalah kejang/eklampsi.

d. Demam tinggi terutama yang diikuti dengan tubuh menggigil, rasa sakit

seluruh tubuh, sangat pusing biasanya disebabkan oleh malaria. Akibat

gangguan tersebut dapat terjadi keguguran, persalinan prematuritas,

dismaturitas, kematian neonatus tinggi, kala II memanjang, dan retensio

plasenta.

e. Anemia pada kehamilan dapat mempengaruhi terjadinya abortus, partus

prematurus Intrauterine Growth Restriction (IUGR), infeksi, dan

hiperemesis gravidarum. Anemia ditandai dengan kelopak mata, lidah

dan kuku pucat, lemah dan merasa cepat lelah, berkunang-kunang, napas

pendek, nadi meningkat dan pingsan.

f. Nyeri epigastrium/abdomen yang hebat. Hal ini bisa berupa

appendicitis, abortus, penyakit radang panggul, persalinan preterm,

gastritis, dan infeksi kandung kemih.

g. Bayi kurang bergerak seperti biasa. Bayi harus bergerak paling

sedikit 3 kali dalam periode 3 jam. Biasanya diukur dalam waktu selama
16

12 jam yaitu sebanyak 10 kali.

h. Keluar air ketuban sebelum waktunya. Ketuban Pecah Dini (KPD) dapat

diidentifikasi dengan keluarnya cairan mendadak disertai bau yang khas.

Adanya kemungkinan infeksi dalam rahim dan persalinan

prematuritas yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu

dan bayi.

i. Muntah terus menerus (hiperemesis gravidarum). Gejalanya yaitu nafsu

makan menurun, berat badan menurun, nyeri epigastrium, tekanan darah

menurun dan nadi meningkat, lidah kering dan mata nampak cekung (Lily

Yulaikhah, 2019).

2.1.6 Standar Pelayanan Antenatal

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang dilaksanan oleh

tenaga kesehatan dalam hal ini bidan, kepada ibu selama masa kehamilan sesuai

dengan standar pelayanan antenatal yang telah ditetapkan. Standar pelayanan

antenatal care terpadu minimal “10 T”, ialah sebagai berikut :

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.

2. Ukur tekanan darah.

3. Tentukan status gizi (LILA).

4. Ukur tinggi fundus uteri.

5. Tentukan presentasi dan DJJ.

6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi TD (tetanus difteri)

bila diperlukan.

7. Pemberian tablet penambah darah, minimal 90 hari selama kehamilan.


17

8. Tes laboratorium: tes kehamilan, kadar hb darah, golongan darah, tes triple

eliminasi (hiv/aids, sifillis dan hepatitis b) serta malaria pada daerah endemic

9. Tata laksana kasus sesuai kewenangan.

10. Temu wicara atau konseling (Mardliyana et al, 2022).

2.2 Tinjauan Tentang Hiperemesis Gravidarum

2.2.1 Definisi Hiperemesis Gravidarum

Kehamilan menimbulkan perubahan hormonal pada wanita karena

terjadinya peningkatan hormone estrogen, progesterone dan dikeluarkannya

hormone HCG (Human Chorionic Gonadotrophin) oleh plasenta, sehingga

adakalanya menimbulkan berbagai keluhan yang lazimnya dirasakan ibu pada

awal kehamilan, satu diantaranya ialah terjadinya mual dan muntah (Rejeki et al.,

2022).

Mual (nausea) dan muntah atau emesis merupakan keluhan umum yang

terjadi pada trimester pertama kehamilan. Nausea normalnya terjadi pada pagi

hari atau yang biasa disebut dengan morning sickness. Dalam batas tertentu,

keadaan ini masih fisiologis, namun bila tidak mendapatkan penanganan segera,

gejalanya akan bertambah berat sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan

yang disebut dengan hiperemesis gravidarum (Abidah & Fauziyatun, 2019).

Hiperemesis gravidarum adalah mual atau muntah yang terjadi sampai

umur kehamilan 20 minggu, muntah begitu hebat dimana segala apa yang

dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga mempengaruhi keadaan umum dan

pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi, dan terdapat aseton dalam
18

urin bukan karena penyakit seperti appendisitis, dan sebagainya (Bidary et al.,

2022).

Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan sehingga

pekerjaan sehari-hari terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Mual muntah

merupakan gangguan yang paling sering di temui pada kehamilan trimester I,

kurang lebih 6 minggu setelah haid terakhir selama 10 minggu. Sekitar 60-80%

multigravida mengalami mual muntah, namun gejala ini terjadi lebih berat hanya

terjadi lebih berat hanya pada 1 diantara 1.000 kehamilan (Munir & Yusnia,

2022).

Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah berlebihan yang terjadi pada

wanita hamil sehingga menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan kadar

elektrolit, penurunan berat badan, dehidrasi, ketosis dan kekurangan nutrisi. Hal

tersebut mulai terjadi pada minggu keempat sampai kesepuluh kehamilan dan

selanjutnya akan membaik umumnya pada usia kehamilan 20 minggu, namun

pada beberapa kasus dapat terus berlanjut sampai kehamilan tahap berikutnya

(Abidah & Fauziyatun, 2019).

2.2.2 Tingkatan dan Gejala Hiperemesis Graavidarum

Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi ke

dalam 3 tingkatan yaitu sebagai berikut:

a. Tingkat I (Ringan)

Muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu

merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun, dan nyeri pada

epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 kali per menit, tekanan darah sistol
19

menurun, turgor kulit berkurang, lidah mengering, dan mata cekung.

b. Tingkat II (Sedang)

Penderita tampak lebih lemas dan apatis. Turgor kulit lebih berkurang, lidah

mengering dan tampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik

dan mata sedikit ikterus. Berat badan menurun dan mata menjadi cekung,

tekanan darah rendah, hemokonsentrasi, oliguri, dan konstipasi. Tercium

aseton pada bau mulut, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula

ditemukan dalam urin.

c. Tingkat III (Berat)

Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dan

somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu badan meningkat, serta

tekanan darah menurun. Komplikasi fatal dapat terjadi pada susunan saraf

yang dikenal sebagai ensefalopati wernicke dengan gejala nistagmus dan

diplopia (Rasida Ning Atiqoh, 2020).

2.2.3 Etiologi Hiperemesis Gravidarum

Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti, namun

beberapa faktor penyebab terjadinya hiperemesis gravidarum antara lain yaitu

faktor predisposisi (primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda), faktor

organik (alergi, masuknya vili khorialis dalam sirkulasi, perubahan metabolik

akibat hamil dan resistensi ibu yang menurun) serta faktor psikologi (umur,

pendidikan dan pekerjaan). Adapun faktor-faktor penyebab hiperemesis

gravidarium, antara lain:

a. Faktor predisposisi, sering terjadi pada primigravida, mola hidatidosa,


20

diabetes dan kehamilan ganda akibat peningkatan kadar Human Chorionic

Gonadotropin (HCG). Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan

kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang

peranan karena pada kedua keadaan tersebut hormon khorionik

gonadotropin dibentuk berlebihan.

b. Faktor organik, masuknya vili khorialis dalam siklus maternal dan perubahan

metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun.

c. Faktor Alergi, sebagai salah satu respon dari jaringan

d. Faktor psikologis. Faktor ini memegang peran penting pada hiperemesis

gravidarium walaupun hubungannya dengan terjadinya hiperemesis

gravidarium belum diketahui secara pasti. Sebagai contoh rumah tangga yang

rusak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan takut

terhadap tanggung jawab sebagai ibu dapat menyebabkan konflik mental yang

dapat memperberat mual dan muntah (Rasida Ning Atiqoh, 2020)

2.2.4 Patofisiologi Hiperemesis Gravidarum

Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual muntah pada

hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak

imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Hiperemesis gravidarum

mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan

energi karena energi yang didapat dari makanan tidak cukup, lalu karena oksidasi

lemak yang tidak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-

asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah sehingga menimbulkan

asidosis (Kerstin, et al. 2018).


21

Kekurangan cairan yang diminun dan kehilangan cairan karena muntah

menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang.

Hal tersebut menyebabkan zat makanan dan oksigen berkurang dan juga

mengakibatkan penimbunan zat metabolik yang bersifat toksik di dalam darah

(Noviana et al., 2022).

Menurut Kerstin, 2018 penyebab dari mual muntah adalah karena pada hamil

trimester I peristlatik lambung berkurang sehingga menyebabkan gangguan dalam

metabolisme makanan sehingga menyebabkan mual muntah. Disamping itu, juga

disebabkan oleh hormon chorionic gonadotropin yang dibentuk berlebihan pada

kehamilan yang merangsang lambung sehingga dapat menimbulkan reflek

medula oblongata untuk muntah (Kerstin et al, 2018).

Pada hiperemesis gravidarum di awali dengan mual muntah yang berlebihan

sehingga dapat menimbulkan dehidrasi, tekanan darah turun, dan diuresis

menurun. Hal ini menimbulkan perfusi jaringan menurun untuk memberikan

nutrisi dan mengkonsumsi O 2. Muntah yang berlebihan dapat menimbulkan

perubahan elektrolit sehingga pH darah menjadi lebih tinggi. Dampak dari semua

masalah tersebut menimbulkan gangguan fungsi alat vital berikut ini:

a. Liver

1) Dehidrasi yang menimbulkan konsumsi O2 menurun

2) Gangguan fungsi sel liver dan ikterus

3) Terjadi perdarahan para parenkim liver sehingga menyebabkan gangguan

b. Ginjal

1) Dehidrasi penurunan deuresis sehingga sisa metabolisme tertimbun seperti :


22

asam laktat dan benda keton

2) Terjadi perdarahan nekrosis sel ginjal, deuresis berkurang bahkan dapat

anuria dan mungkin terjadi albuminuria.

c. Sistem Saraf

1) Terjadi nekrosis dan perdarahan otak di antara perdarahan ventrikel.

2) Dehidrasi sistem jaringan otak dan adanya benda keton dapat merusak

fungsi saraf pusat yang menimbulkan kelainan ensefalopati wernicke.

3) Perdarahan pada retina dapat mengaburkan penglihatan (Austin K, Wilson

K, 2019).

2.2.5 Diagnosis Hiperemesis Gravidarum

Secara klinis penegakkan diagnosis hiperemesis gravidarum dilakukan

dengan menegakkan diagnosis kehamilan terlebih dahulu (amenorhea yang

disertai dengan tanda-tanda kehamilan). Lebih lanjut pada anamnesis didapatkan

adanya keluhan mual muntah hebat yang dapat mengganggu pekerjaan sehari-

hari. Pada pemeriksaan fisik dijumpai tanda-tanda vital abnormal, yakni

peningkatan frekuensi nadi (>100 kali/menit), penurunan tekanan darah, dan

dengan semakin beratnya penyakit dapat dijumpai kondisi subfebris dan

penurunan kesadaran.

Pada pemeriksaan fisik lengkap dapat dijumpai mata tampak cekung, tanda-

tanda dehidrasi, kulit tampak pucat, penurunan berat badan, uterus yang besarnya

sesuai dengan umur kehamilan dengan konsistensi lunak dan pada pemeriksaan

laboratorium didapatkan hipokalema (kekurangan kalium) dan hiponatremia

(kekurangan natrium kiorida) (Austin K, Wilson K, 2019).


23

Menurut Jennings LK (2022) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan

adalah:

a. USG (dengan menggunakan waktu yang tepat): mengkaji usia gestasi

janin dan adanya gestasi multipel, mendeteksi abnormalitas janin, melokalisasi

plasenta.

b. Urinalisis: kultur, deteksi bakteri, BUN.

c. Pemeriksaan fungsi hepar: AST, ALT dan kadar ALH (Jennings LK, 2022)

2.2.6 Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum

Pada pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus

dilakukan rawat inap dirumah sakit, dan dilakukan penanganan yaitu:

1. Medikamentosa

Berikan obat-obatan seperti yang telah dikemukakan diatas. Namun harus

diingat untuk tidak memberikan obat yang teratogenik. Obat-obatan yang dapat

diberikan diantaranya suplemen multivitamin, antihistamin, dopamin

antagonis, serotonin antagonis, dan kortikosteroid. Vitamin yang dianjurkan

adalah vitamin B1 dan B6 seperti pyridoxine (vitamin B6). Pemberian

pyridoxin cukup efektif dalam mengatasi keluhan mual dan muntah.

2. Terapi Nutrisi

Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada

derajat muntah, berat ringannya defisiensi nutrisi dan penerimaan pasien

terhadap rencana pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan

saluran cerna harus digunakan. Modifikasi diet yang diberikan adalah makanan

dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat, rendah protein dan
24

rendah lemak, hindari suplementasi besi untuk sementara, hindari makanan

yang emetogenik dan berbau shingga menimbulkan rangsangan muntah.

3. Terapi psikologi

Perlunya pemberian edukasi kepada pasien bahwa mual dan muntah adalah

gejala yang normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan menghilang setelah

usia kehamilan 4 bulan. Selain itu, perlunya dukungan moril untuk

menghilangkan rasa takut oleh karena kehamilan dan persalinan karena ini

merupakan proses yang fisiologis, menganjurkan pasien untuk mengurangi

pekerjaan serta memfasilitasi pengelolaan stres (Rasida Ning Atiqoh, 2020).

Pendekatan penatalaksanaan hiperemesis gravidarum berkisar dari tindakan

konservatif seperti perubahan pola makan atau gaya hidup, obat-obatan, hingga

rawat inap untuk cairan parenteral pada pasien dengan hipovolemia.

Penatalaksanaan awal hiperemesis gravidarum dapat dilakukan dengan

penyesuaian suplemen prenatal. Pemberian obat yang disarankan sebagai lini

pertama adalah vitamin B6-doksilamin. Jika keluhan tidak membaik, dapat

diberikan terapi lini kedua seperti dimenhydrinate, diphenhydramine,

metoclopramide, dan ondansetron (Austin K, Wilson K, 2019).

2.2.7 Komplikasi Hiperemesis Gravidarum

Komplikasi hiperemesis gravidarum ialah sebagai berikut :

a. Dehidrasi berat

b. Ikterik

c. Takikardi

d. Suhu meningkat
25

e. Alkalosis

f. Gangguan emosional

g. Menarik diri dan depresi

Menurut Khan FH (2021), komplikasi yang umumnya terjadi, yakni :

a. Penurunan berat badan secara drastis

b. Starvasi dengan ketosis dan ketonuria

c. Dehidrasi dengan selanjutnya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

d. Gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis dan alkalosis)

e. Kerusakan retina, saraf dan renal (Khan FH, 2021).

2.3 Tinjauan Tentang Variabel yang diteliti

2.3.1 Umur Ibu

Usia adalah lamanya seorang individu mengalami kehidupan sejak lahir

sampai saat ini. Usia merupakan salah satu variabel dari model demografi yang

digunakan sebagai hasil ukuran mutlak atau indikator psikologis yang

berbeda. Usia adalah waktu ibu sejak dilahirkan sampai dilaksanakannya

penelitian yang dinyatakan dengan tahun (Noviana et al., 2022).

Umur ibu mempunyai pengaruh yang erat dengan perkembangan alat

reproduksi. Hal ini berkaitan dengan keadaan fisiknya dari organ tubuh ibu di

dalam menerima kehadiran dan mendukung perkembangan janin. Umur yang

terlalu muda maupun terlalu tua sering dikaitkan dengan kehamilan berisiko

tinggi. Usia ibu hamil yang rentan mengalami hiperemesis gravidarum adalah

usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, karena pada dibawah 20

tahun bukan masa yang baik untuk hamil karena organ-organ reproduksi belum
26

sempurna, hal ini tentu menyulitkan proses kehamilan dan persalinan. Sedangkan

kehamilan di atas 35 tahun mempunyai risiko untuk mengalami komplikasi

dalam kehamilan dan persalinan (Leny, 2020).

Hiperemesis Gravidarum umumnya terjadi pada umur dibawah 20 tahun,

hal ini disebabkan oleh karena belum cukupnya kematangan fisik, mental dan

fungsi sosial dari calon ibu tentu menimbulkan kurangnya perhatian terhadap

pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya serta perawatan dan

asuhan bagi anak yang akan di lahirkannya. Hal ini dipengaruhi oleh

ketidakstabilan emosi ibu sehingga terjadi konflik mental yang membuat ibu

kurang nafsu makan. Bila hal ini terjadi maka bisa mengakibatkan iritasi lambung

yang dapat memberi reaksi pada impuls motorik untuk memberi rangsangan pada

pusat muntah melalui saraf otak kesaluran cerna bagian atas dan melalui saraf

spinal ke diafragma dan otot abdomen sehingga terjadi muntah. Sedangkan

hiperemesis gravidarum yang terjadi diatas umur 35 tahun juga tidak lepas

dari faktor psikologis yang di sebabkan oleh karena ibu belum siap hamil atau

malah tidak menginginkan kehamilannya lagi sehingga akan merasa sedemikian

tertekan dan menimbulkan stres pada ibu. Stres mempengaruhi hipotalamus dan

memberi rangsangan pada pusat muntah otak sehingga terjadi kontraksi otot

abdominal dan otot dada yang disertai dengan penurunan diafragma

menyebabkan tingginya tekanan dalam lambung, tekanan yang tinggi dalam

lambung memaksa ibu untuk menarik nafas dalam-dalam sehingga membuat

sfingter esophagus bagian atas terbuka dan sfingter bagian bawah berelaksasi

inilah yang memicu mual dan muntah (Noviana et al., 2022).


27

Penelitia Noviana (2019) menyebutkan bahwa ada hubungan antara usia

dan paritas terhadap lama perawatan pada pasien hiperemesis gravidarum

hasil analisa data diperoleh p -value=0,023 dan OR=0,422 (Noviana et al., 2022).

2.3.2 Paritas

Paritas diartikan sebagai seorang wanita yang pernah melahirkan janin

yang mampu hidup diluar rahim (28 mg). Paritas juga didefinisikan sebagai

jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang wanita. Paritas dapat dibedakan

menjadi nullipara, primipara, multipara dan grande multipara. Kejadian

hiperemesis gravidarum lebih sering dialami oleh primigravida daripada

multigravida, hal ini berhubungan dengan tingkat kestresan dan usia si ibu saat

mengalami kehamilan pertama dengan prevalensi kejadian 60-80% pada

primigravida dan 40-60% pada multigravida (Mariyam et al., 2019).

Menurut Fitri L, (2017) klasifikasi paritas dapat dibedakan menjadi sebagai

berikut:

a. Primipara adalah seorang wanita yang sudah menjalani kehamilan

sampai janin mencapai tahap viabilitas.

b. Multipara adalah seorang wanita yang sudah menjalani dua atau lebih

kehamilan dan menghasilkan janin sampai tahap viabilitas. Viabilitas adalah

kapasitas untuk hidup di luar uterus sekitar 22 minggu periode menstruasi

(20 minggu kehamilan) atau berat janin lebih dari 500 gram.

c. Grandemultipara yaitu ibu yang melahirkan anak ≥ 4 kali. Menurut teori

Sarwono (2018) ibu dengan paritas tinggi atau melahirkan anak ≥ 4

mempunyai risiko kematian maternal lebih tinggi.


28

Faktor paritas mempengaruhi kejadian hiperemesi gravidarum. Hiperemesis

gravidarum ditemukan lebih sering dialami oleh ibu primigravida dibanding

multigravida karena ibu primigravida belum mampu beradaptasi terhadap hormon

estrogen dan khorionik gonadotropin. Peningkatan hormon ini membuat kadar

asam lambung meningkat, hingga munculah keluhan rasa mual. Selain itu, hal ini

berkaitan dengan tingkat stress dan usia ibu saat mengalami kehamilan pertama.

Pada ibu dengan primigravida, faktor psikologi memegang peranan penting, ibu

kiranya merasa takut terhadap kehamilan dan persalinan dan terhadap tanggung

jawab sebagai seorang ibu dapat menyebabkan konflik mental yang dapat

memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar ketidaknyamanan

psikologi yang dirasakan ibu (Kristina, n.d., 2020)

2.4 Tinjauan Teori Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.1 Tinjauan Teori Penelitian Sebelumnya

No Judul Penelitian, Metode Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan


Tahun Penelitian
1 Hubungan antara Pengambilan sampel Dari hasil uji Chi Perbedaan
Umur dan Paritas menggunakan desain square menunjukkan dengan
dengan Kejadian penelitian Cross ada hubungan yang penelitian ini
Hiperemesis Sectional bermakna antara umur terletak pada
dengan kejadian
Gravidarum tempat atau
Hiperemesis
Pada Ibu Hamil lokasi
Gravidarum dengan
(2020) oleh Leny p.value = 0,001 dan penelitian,
ada hubungan yang waktu, dan
bermakna antara jumlah sampel
paritas dengan
kejadian Hiperemesis
Gravidarum dengan
p.value = 0,001
2 Hubungan Usia Pengambilan sampel Hasil penelitian Perbedaan
dan Paritas menggunakan desain terdapat hubungan dengan
dengan Kejadian penelitian case antara Usia penelitian ini
Hiperemesis control terhadap kejadian terletak pada
Gravidarum di Hiperemesis tempat atau
29

RSUD H. Abdul Gravidarum, dan lokasi


Manap Jambi Paritas terhadap penelitian,
(2019) oleh kejadian waktu, jumlah
Hardiana. Hiperemesis sampel dan
Gravidarum hasil desain
analisa data penelitian.
diperoleh p -value=
0,023 dan
OR=0,422.
3 Hubungan Umur Pengambilan sampel Hasil penelitian Perbedaan
Dan Paritas Ibu menggunakan desain menunjukkan bahwa dengan
Hamil Dengan penelitian case ada hubungan yang penelitian ini
Kejadian control signifikan antara terletak pada
Hiperemesis umur dengan tempat atau
Gravidarum kejadian hiperemesis lokasi
(2018) Oleh gravidarum (p = penelitian,
Asrianti Safitri 0,000), ada waktu, jumlah
Muchtar hubungan signifikan sampel dan
antara paritas dengan desain
kejadian hiperemesis penelitian.
gravidarum dengan
nilai p = 0,000.
30

2.5 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Faktor Predisposisi
- Primigravida;
- Mola hidatidosa;
- Kehamilan ganda.
HIPEREMESIS
GRAVIDARUM
Faktor Organik
- Alergi;
- Perubahan metabolik;
- Penurunan resistensi ibu.

Faktor Psikologi
- Umur ibu;
- Pendidikan;
- Pekerjaan.

Sumber : Rasida Ning Atiqoh, 2020.


31

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Umur Ibu

Hiperemesis Gravidarum

Paritas

Keterangan :

Variabel Bebas (Independen) (x1): Umur Ibu dan Paritas

Variabel Terikat (Dependen) (x2): Hiperemesi Gravidarum

2.7 Hipotesis Penelitian

Umur Ibu

Ha : Ada Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian Hiperemesis Gravidarum

H0 : Tidak ada Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian Hiperemesis Gravidarum

Paritas

Ha : Ada Hubungan Paritas dengan Kejadian Hiperemesis Gravidarum

H0 : Tidak ada Hubungan Paritas dengan Kejadian Hiperemesis Gravidarum

Anda mungkin juga menyukai