Anda di halaman 1dari 237

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori Klinis

2.1.1 Kehamilan

1. Pengertian Kehamilan

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional,

kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari

spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau

implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi,

kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau

10 bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan

terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester kesatu berlangsung

dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13

hingga ke-27), dan trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-28

hingga ke-40) (Alwan et al., 2018)

a. Tanda dan gejala kehamilan

Tanda dan gejala kehamilan menurut Manuaba (2008) dibagi

menjadi 3 bagian, yaitu;

1) Tanda dugaan kehamilan

a) Amenore (tidak dapat haid)

Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita

hamil tidak haid dengan diketahuinya tanggal hari


pertama menstruasi terakhir adalah penanda untuk

menentukan tanggal taksiran persalinan

b) Mual dan muntah

Biasa terjadi pada bulan pertama hingga bulan terakhir

trimester pertama. Sering terjadi pada pagi hari atau

sering disebut “morning sickness”.

c) Mengidam (ingin makanan khusus)

Sering terjadi pada bulan pertama kehamilan akan tetapi

akan menghilang dengan semakin tuanya usia

kehamilan.

d) Anoreksia (tidak ada selera makan)

Hanya berlangsung ada triwulan pertama tetapi akan

menghilang dengan semakin tuanya kehamilan.

e) Mamae menjadi tegang dan membesar

Keadaan ini disebabkan pengaruh hormon esterogen

dan progesteron yang merangsang duktus dan alveoli

payudara.

f) Sering buang air kecil

Sering buang kecil disebabkan karena kandung kemih

tertekan oleh uterus yang mulai membesar. Gejala ini

akan hilang pada triwulan kedua kehamilan. Pada akhir

kehamilan gejala ini bisa kembali terjadi dikarenakan

kandung kemih tertekan oleh kepala janin.


g) Konstipasi atau obstipasi

Hal ini bisa terjadi karena tonus otot usus menurun

yang disebabkan oleh hormon steroid yang dapat

menyebabkan kesulitan buang air besar.

h) Pigmentasi (perubahan warna kulit)

Pada areola mamae, genital, chloasma, serta linea alba

akan berwarna lebih tegas, melebar, dan bertambah

gelap pada bagian perut bagian bawah.

i) Epulis

Suatu hipertrofi papilla ginggivae (gusi berdarah) hal

ini sering terjadi pada trimester pertama.

j) Varises (pemekaran vena-vena)

Pengaruh hormon esterogen dan progesteron yang

menyebabkan pembesaran pembuluh vena. Pembesaran

pembuluh vena pada darah ini terjadi di sekitar

genetalian eksterna, kaki, dan betis serta payudara.

2) Tanda kemungkinan kehamilan

a) Perut membesar

Perut membesar dapat dijadikan kemungkinan

kehamilan bila usia kehamilan sudah memasuki lebih

dari 14 minggu karena sudah adanya massa.

b) Uterus membesar
Uterus membesar karena terjadi perubahan dalam

bentuk, besar, dan konsistensi dari rahim. Pada

pemeriksaan dalam dapat diraba bahwa uterus

membesar dan bentuknya semakin lama akan semakin

membesar.

c) Tanda Hegar

Konsistensi rahim dalam kehamilan berubah menjadi

lunak terutama daerah isthmus. Pada minggu-minggu

pertama, isthmus uteri mengalami hipertrofi seperti

korpus uteri. Hipertrofi isthmus pada triwulan pertama

mengakibatkan isthmus menjadi panjang dan lebih

lunak.

d) Tanda Chadwick

Perubahan warna menjadi kebiruan atau keunguan pada

vulva, vagina, dan serviks. Perubahan warna ini

disebabkan oleh pengaruh hormon esterogen.

e) Tanda Piscaseck

Uterus mengalami pembesaran, kadang-kadang

pembesaran itu tidak rata tetapi di daerah telur bernidasi

lebih cepat tumbuhnya. Hal ini menyebabkan uterus

membesar ke salah satu bagian.

f) Tanda Braxton Hicks


Tanda braxton hicks adalah tanda apabila uterus

dirangsang mudah berkomunikasi. Tanda braxton hicks

merupakan tanda khas uterus dalam kehamilan. Tanda

ini terjadi karena pada keadaan uterus yang membesar

tetapi tidak ada kehamilan misalnya pada mioma uteri

tanda braxton hicks tidak ditemukan

g) Teraba Ballotement

Ballotement merupakan fenomena bandul atau pantulan

balik. Hal ini adalah tanda adanya janin di dalam uterus.

h) Reaksi kehamilan positif

Ciri khas yang dipakai dengan menentukan adanya

human chlorionic gonadotropin pada kehamilan muda

adalah air kencing pertama pada pagi hari. Tes ini dapat

membantu menentukan diagnosa kehamilan sedini

mungkin.

3) Tanda pasti kehamilan

a) Gerakan janin yang dapat dilihat, dirasa, atau diraba

juga bagian-bagian janin.

b) Denyut jantung janin Denyut jantung janin bisa

didengar dengan stetoskop monoral leanec, dicatat dan

didengar dengan alat doppler dicatat dengan fotoelektro

kardiograf, dan dilihat pada ultrasonografi.

c) Terlihat tulang-tulang janin dalam fotorontgen.


d) Dengan alat USG (Ultrasonografi) dapat diketahui

kantung janin, panjang janin, dan dapat diperkirakan

tuanya kehamilan serta dapat menilai pertumbuhan

janin.

4) Pemeriksaan Diagnostik Kehamilan

a) Pemeriksaan fisik

b) Pemeriksaan panggul

c) Uji lab

d) Uji kehamilan

e) Uji urin

Uji semacam ini tersedia dipasaran atau distribusi

medis. Uji tersebut dinyatakan positif jika konsentrasi

HCG (Human Chorionic Gonadotrophin) dalam urin

mencapai 25 ml biasanya terjadi pada saat tidak

menstruasi 12-14 hari setelah konsepsi.(Alwan et al.,

2018)

2. Fisiologi Kehamilan

a. Proses Kehamilan

Proses kehamilan sampai persalinan merupakan mata rantai

satu kesatuan dari konsepsi, nidasi, pengenalan adaptasi,

pemeliharaan kehamilan, perubahan endokrin sebagai

persiapan menyongsong kelahiran bayi, dan persalinan dengan

kesiapan pemeliharaan bayi (Alwan et al., 2018)


1) Ovulasi

Ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang dipengaruhi

oleh sistem hormonal yang kompleks. Selama masa subur

berlangsung 20-35 tahun, hanya 420 buah ovum yang dapat

mengikuti proses pematangan dan terjadi ovulasi

(Manuaba, 2010:75). Setiap bulan wanita melepaskan satu

sampai dua sel telur dari indung telur (ovulasi) yang

ditangkap oleh umbai-umbai (fimbriae) dan masuk ke

dalam sel telur. Pelepasan telur (ovum) hanya terjadi satu

kali setiap bulan, sekitar hari ke-14 pada siklus menstruasi

normal 28 hari (Hedriana, 2019)

2) Spermatozoa Sperma bentuknya seperti kecebong terdiri

atas kepala berbentuk lonjong agak gepeng berisi inti

(nucleus). Leher yang menghubungkan kepala dengan

bagian tengah dan ekor yang dapat bergetar sehingga

sperma dapat bergerak dengan cepat. Panjang ekor kira-kira

sepuluh kali bagian kepala. Secara embrional,

spermatogonium berasal dari sel-sel primitive tubulus

testis. Setelah bayi laki-laki lahir, jumlah spermatogonium

yang ada tidak mengalami perubahan sampai akil balig

(Alwan et al., 2018). Proses pembentukan spermatozoa


merupakan proses yang kompleks, spermatogonium berasal

dari primitive tubulus, menjadi spermatosid pertama,

menjadi spermatosit kedua, menjadi spermatid, akhirnya

spermatozoa. Sebagian besar spermatozoa mengalami

kematian dan hanya beberapa ratus yang dapat mencapai

tuba falopii. Spermatozoa yang masuk ke dalam alat

genetalia wanita dapat hidup selama tiga hari, sehingga

cukup waktu untuk mengadakan konsepsi (Manuaba,

2010:76-77)

3) Pembuahan (Konsepsi/Fertilisasi) Pada saat kopulasi antara

pria dan wanita (sanggama/koitus) terjadi ejakulasi sperma

dari saluran reproduksi pria di dalam vagina wanita, dimana

akan melepaskan cairan mani berisi sel sel sperma ke dalam

saluran reproduksi wanita. Jika senggama terjadi dalam

masa ovulasi, maka ada kemungkinan sel sperma dlm

saluran reproduksi wanita akan bertemu dengan sel telur

wanita yang baru dikeluarkan pada saat ovulasi. Pertemuan

sel sperma dan sel telur inilah yang disebut sebagai

konsepsi/fertilisasi. Fertilisasi adalah penyatuan ovum

(oosit sekunder) dan spermatozoa yang biasanya

berlangsung di ampula tuba (Alwan et al., 2018):141)

Menurut Manuaba dkk (2010:77-79), keseluruhan proses

konsepsi berlangsung seperti uraian dibawah ini:


a) Ovum yang dilepaskan dalam proses ovulasi, diliputi

oleh korona radiate yang mengandung persediaan

nutrisi.

b) Pada ovum dijumpai inti dalam bentuk metaphase di

tengah sitoplasma yang vitelus.

c) Dalam perjalanan, korona radiata makin berkurang

pada zona pelusida. Nutrisi dialirkan ke dalam vitelus,

melalui saluran zona pelusida.

d) Konsepsi terjadi pada pars ampularis tuba, tempat yang

paling luas yang dindingnya penuh jonjot dan tertutup

sel yang mempunyai silia. Ovum mempunyai waktu

hidup terlama di dalam ampula tuba.

e) Ovum siap dibuahi setelah 12 jam dan hidup selama 48

jam.

4) Nidasi atau implantasi Nidasi adalah masuknya atau

tertanamnya hasil konsepsi ke dalam endometrium.

Umumnya nidasi terjadi pada depan atau belakang rahim

dekat fundus uteri. Terkadang pada saat nidasi terjadi

sedikit perdarahan akibat luka desidua yang disebut tanda

Hartman (Alwan et al., 2018). Pada hari keempat hasil

konsepsi mencapai stadium blastula disebut blastokista,

suatu bentuk yang di bagian luarnya adalah trofoblas dan di

bagian dalamnya disebut massa inner cell. Massa inner cell


ini berkembang menjadi janin dan trofoblas akan

berkembang menjadi plasenta. Sejak trofoblas terbentuk,

produksi hormone HCG dimulai, suatu hormone yang

memastikan bahwa endometrium akan menerima (reseptif)

dalam proses implantasi embrio (Alwan et al., 2018)

5) Plasentasi Plasenta adalah organ vital untuk promosi dan

perawatan kehamilan dan perkembangan janin normal. Hal

ini diuraikan oleh jaringan janin dan ibu untuk dijadikan

instrumen transfer nutrisi penting (Afodun et al , 2015).

Plasentasi adalah proses pembentukan struktur dan jenis

plasenta. Setelah nidasi embrio ke dalam endometrium,

plasentasi dimulai. Pada manusia plasentasi berlangsung

sampai 12-18 minggu setelah fertilisasi (Alwan et al.,

2018):145).Pertumbuhan plasenta makin lama makin besar

dan luas, umumnya mencapai pembentukan lengkap pada

usia kehamilan sekitar 16 minggu. Plasenta dewasa/lengkap

yang normal memiliki karakteristik berikut:

a) Bentuk budar /oval

b) Diameter 15-25 cm, tebal 3-5 cm

c) Berat rata-rata 500-600 gr.

d) Insersi tali pusat (tempat berhubungan dengan plasenta)

dapat di tengah/sentralis, disamping/lateralis, atau tepi

ujung tepi/marginalis.
e) Di sisi ibu, tampak daerah-daerah yang agak menonjol

(katiledon) yang diliputi selaput tipis desidua basialis.

f) Di sisi janin, tampak sejumlah arteri dan vena besar

(pembuluh korion) menuju tali pusat. Korion diliputi

oleh amnion.

g) Sirkulasi darah ibu di plasenta sekitar 300 cc/menit (20

minggu) meningkat sampai 600-700 cc/ menit (aterm)

(Dewi dkk, 2011:84)

b. Pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi. Menurut dewi

dkk (2011:72-80) pertumbuhan dan perkembangan embrio dari

trimester 1 sampai dengan trimester 3 adalah sebagai berikut:

1) Trimester 1

a) Minggu ke-1 Disebut masa germinal. Karekteristik

utama masa germinal adalah sperma membuahi ovum

yang kemudian terjadi pembelahan sel (Dewi dkk,

2011:72)

b) Minggu ke-2 Terjadi diferensiasi massa seluler embrio

menjadi dua lapis (stadium bilaminer). Yaitu lempeng

epiblast (akan menjadi ectoderm) dan hipoblast (akan

menjadi endoderm). Akhir stadium ini ditandai alur

primitive (primitive streak) (Dewi dkk, 2011:73)

c) Minggu ke-3 Terjadi pembentukan tiga lapis/lempeng

yaitu ectoderm dan endoderm dengan penyusupan


lapisan mesoderm diantaranya diawali dari daerah

primitive streak (Dewi dkk, 2011:73)

d) Minggu ke-4 Pada akhir minggu ke-3/awal minggu ke-

4, mulai terbentuk ruas-ruas badan (somit) sebagai

karakteristik pertumbuhan periode ini. Terbentuknya

jantung, sirkulasi darah, dan saluran pencernaan (Dewi

dkk, 2011:73)

e) Minggu ke-8 Pertumbuhan dan diferensiasi somit terjadi

begitu cepat, sampai dengan akhir minggu ke-8

terbentuk 30- 35 somit, disertai dengan perkembangan

berbagai karakteristik fisik lainnya seperti jantungnya

mulai memompa darah. Anggota badan terbentuk

dengan baik (Dewi dkk, 2011:74)

f) Minggu ke -12 Beberapa system organ melanjutkan

pembentukan awalnya sampai dengan akhir minggu ke-

12 (trimester pertama). Embrio menjadi janin. Gerakan

pertama dimulai selama minggu ke 12. Jenis kelamin

dapat diketahui. Ginjal memproduksi urine (Dewi dkk,

2011:74)

2) Trimester II

a) Sistem Sirkulasi Janin mulai menunjukkan adanya

aktivitas denyut jantung dan aliran darah. Dengan alat


fetal ekokardiografi, denyut jantung dapat ditemukan

sejak minggu ke-12.

b) Sistem Respirasi Janin mulai menunjukkan gerak

pernafasan sejak usia sekitar 18 minggu. Perkembangan

struktur alveoli paru sendiri baru sempurna pada usia

24-26 minggu. Surfaktan mulai diproduksi sejak minggu

ke-20, tetapi jumlah dan konsistensinya sangat minimal

dan baru adekuat untuk pertahanan hidup ekstrauterin

pada akhir trimester III.

c) Sistem gastrointestinal Janin mulai menunjukkan

aktivitas gerakan menelan sejak usia gestasi 14 minggu.

Gerakan mengisap aktif tampak pada 26-28 minggu.

Secara normal janin minum air ketuban 450 cc setiap

hari. Mekonium merupakan isi yang utama pada saluran

pencernaan janin, tampak mulai usia 16 minggu.

Mekonium berasal dari :

(a) Sel-sel mukosa dinding saluran cerna yang

mengalami deskuamasi dan rontok.

(b) Cairan/enzim yang disekresi sepanjang saluran

cerna, mulai dari saliva sampai enzim enzim

pencernaan.

(c) Cairan amnion yang diminum oleh janin, yang

terkadang mengandung lanugo (rambut-rambut


halus dari kulit janin yang rontok). Dan sel-sel dari

kulit janin/membrane amnion yang rontok.

(d) Penghancuran bilirubin.

d) Sistem Saraf dan Neuromuskular Sistem ini merupakan

sistem yang paling awal mulai menunjukkan

aktivitasnya, yaitu sejak 8-12 minggu, berupa kontraksi

otot yang timbul jika terjadi stimulasi lokal. Sejak usia 9

minggu, janin mampu mengadakan fleksi alat-alat

gerak, dengan refleks-refleks dasar yang sangat

sederhana.

e) Sistem Saraf Sensorik Khusus/Indra Mata yang terdiri

atas lengkung bakal lensa (lens placode) dan bakal bola

mata/mangkuk optic (optic cup) pada awalnya

menghadap ke lateral, kemudian berubah letaknya ke

permukaan ventral wajah.

f) Sistem Urinarius Glomerulus ginjal mulai terbentuk

sejak umur 8 minggu. Ginjal mulai berfungsi sejak awal

trimester kedua dan dalam vesika urinaria dapat

ditemukan urine janin yang keluar melalui uretra dan

bercampur dengan cairan amnion.

g) Sistem Endokrin Kortikotropin dan Tirotropin mulai

diproduksi di hipofisis janin sejak usia 10 minggu mulai

berfungsi untuk merangsang perkembangan kelenjar


suprarenal dan kelenjar tiroid. Setelah kelenjar-kelenjar

tersebut berkembang, produksi dan sekresi hormon-

hormonnya juga mulai berkembang

3) Trimester III

a) Minggu ke-28 Pada akhir minggu ke-28, panjang ubun-

ubun bokong adalah sekitar 25 cm dan berat janin

sekitar 1.100 g (Dewi dkk, 2010:79). Masuk trimester

ke-3, dimana terdapat perkembangan otak yang cepat,

sistem saraf mengendalikan gerakan dan fungsi tubuh,

mata mulai membuka (Saifudin, 2010: 158). Surfaktan

mulai dihasilkan di paru-paru pada usia 26 minggu,

rambut kepala makin panjang, kukukuku jari mulai

terlihat (Varney, 2007:511).

b) Minggu ke-32 Simpanan lemak coklat berkembang di

bawah kulit untuk persiapan pemisahan bayi setelah

lahir. Bayi sudah tumbuh 38-43 cm dan panjang ubun-

ubun bokong sekitar 28 cm dan berat sekitar 1.800 gr

Mulai menyimpan zat besi, kalsium, dan fosfor. (Dewi

dkk, 2010:80). Bila bayi dilahirkan ada kemungkinan

hidup 50-70 % (Alwan et al., 2018:159)

c) Minggu ke-36 Berat janin sekitar 1.500-2.500 gram.

Lanugo mulai berkurang, saat 35 minggu paru telah

matur, janin akan dapat hidup tanpa kesulitan (Alwan et


al., 2018:159). Seluruh uterus terisi oleh bayi sehingga

ia tidak bisa bergerak atau berputar banyak. (Dewi dkk,

2010:80). Kulit menjadi halus tanpa kerutan, tubuh

menjadi lebih bulat lengan dan tungkai tampak montok.

Pada janin laki-laki biasanya testis sudah turun ke

skrotum (Varney, 2007:511)

d) Minggu ke-38 Usia 38 minggu kehamilan disebut aterm,

dimana bayi akan meliputi seluruh uterus. Air ketuban

mulai berkurang, tetapi masih dalam batas normal

(Alwan et al., 2018:159)


Usia kehamilan Panjang janin Ciri khas

Organogenesis

4 minggu 7,5-10 mm Rudimeter : hidung, telinga

dan mata

8 minggu 2,5 cm Kepala fleksi ke dada, hidung,

kuping dan jari terbentuk.

12 minggu 9 cm Kuping lebih jelas, kelopka

mata terbentuk, genetalia

eksterna terbentuk

Usia fetus

16 minggu 16-18 cm Genetalia jelas terbentuk, kulit

merah tipis, uterus telah penuh,

desidua parietalis dan

kapsularis

20 minggu 25 cm Kulit tebal dengan rambut

lanugo

24 minggu 30-32 cm Kelopak mata jelas, alis dan

bulu tampak

Usia parietal

28 minggu 35 cm Berat badan 1000 gram,

menyempurnakan janin

40 minggu 50-55 cm Bayi cukup bulan, kulit

berambut dengan baik, kulit


kepala tumbuh baik, pusat

penulangan pada tibia

proksimal
3. Perubahan Fisiologi Pada Kehamilan

Perubahan anatomi dan Fisiologi pada perempuan hamil

sebagian besar sudah terjadi segera setelah fertilisasi dan uterus

berlanjut selama kehamilan. Kebanyakan perubahan ini merupakan

respons terhadap janin. Satu hal yang menakjubkan adalah bahwa

hampir semua perubahan ini akan kembali seperti keadaan sebelum

hamil setelah proses persalinan dan menyusui selesai.

Dengan terjadinya kehamilan maka seluruh sistem genetalia

wanita mengalami perubahan yang mendasar sehingga dapat

menunjang perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim.

Plasenta dalam perkembangannya mengeluarkan hormone

somatomamotropin, estrogen dan progestron yang menyebabkan

perubahan pada bagian-bagian tubuh di bawah ini (Sarwono, 2016)

1) Uterus

Rahim atau uterus yang semula besarnya sejempol dan

beratnya 30 gr akan mengalami hipertropi dan hyperplasia,

sehingga menjadi seberat 1000 gr saat akhir kehamilan. Otot

rahim mengalami hyperplasia dan hipertropi menjadi lebih

besar, lunak, dan dapat mengikuti pembesaran rahim karena

pertumbuhan janin.

Uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah

pengaruh estrogen dan progesteron yang kadarnya meningkat.


Pada kehamilan 8 minggu uterus membesar, sebesar telur

bebek. Pada kehamilan 2 minggu sebesar telur angsa. Pada 16

minggu sebesar tinju orang dewasa, dan semakin membesar

sesuai dengan usia kehamilan dan ketika usia kehamilan sudah

aterm dan pertumbuhan janin normal, pada kehamilan 28

minggu TFU (Tinggi Fundus Uteri) 25 cm, pada 32 minggu 27

cm, pada 36 minggu 30 cm pada kehamilan 40 minggu TFU

(Tinggi Fundus Uteri) turun kembali dan terletak 3 jari dibawah

PX (prosesus xifoideus).

Pada usia kehamilan 16 minggu, kavum uteri seluruhnya di

isi oleh amnion, dimana desidua kapsularis dan desidua

parientalis telah menjadi satu. Tinggi rahim adalah setengah jari

jarak simfisis dan pusat. Plasenta telah terbentuk seluruhnya.

(Manuaba, 2014)

a) Pada usia kehamilan 20 minggu, fundus rahim terletak 2 jari

di bawah pusat, sedangkan pada usia 24 minggu tepat di

tepi atas pusat.

b) Pada usia kehamilan 28 minggu, tinggi fundus uteri sekitar

3 jari diatas pusat atau sepertiga jarak antara pusat dan

prosesus xifoideus.

c) Pada usia kehamilan 32 minggu, tinggi fundus uteri adalah

setengah jarak prosesus xifoideus adalah setengah jarak

prosesus xifoideus dan pusat.


d) Pada usia kehamilan 36 minggu tinggi fundus uteri sekitar

satu jari di bawah prosesus xifoideus, dan kepala bayi

belum masuk pintu atas panggul.

e) Pada usia kehamilan 40 minggu fundus uteri turun setinggi

tiga jari di bawah prosesus xifoideus, karena kepala janin

telah masuk ke pintu atas panggul.

Tinggi fundus uteri, dengan dibandingkan terhadap

berbagai titik patokan, diukur pada setiap kali kunjungan.

Pertumbuhan uterus akan terus terjadi dan dapat

diperkirakan sehingga tinggi fundus uteri merupkan

pedoman yang baik untuk menentukan usia kehamilan.

(Sarwono, 2016)

Mengukur tinggi fundus juga dapat dilakukan

dengan metode lain yaitu: (Sarwono, 2016)

(1) Menurut Spiegelberg : Dengan jalan mengukur tinggi

fundus uteri dari simfisis

(2) Menurut Mc Donald : Adalah modifikasi dari

Spiegelberg, yaitu jarak fundus dalam cm dibagi 3,5

merupakan tuanya kehamilan dalam bulan.

(3) Menurut Ahfeld : Ukuran kepala-bokong = 0,5 panjang

sebenarnya bila diukur jarak kepala–bokong adalah 20

cm, maka tua kehamilan adalah bulan.


(4) Rumus Johnson –Tausak : Menentukan tafsiran berat

janin adalah: BB (Berat Badan) = (Mc Donald-12)x155.

f) Menentukan umur kehamilan dilihat dari tinggi fundus uteri

(TFU) menurut Spiegelberg:

Tabel 2.1 Menentukan usia Kehamilan Menurut

Spiegelberg

Usia Kehamilan Tinggi Fundus Uteri (cm)

22-28 Minggu 24-25 cm diatas simfisis

28 Minggu 26,7 cm diatas simfisis

30 Minggu 29,5-30 cm diatas simfisis

32 Minggu 29,5-30 cm diatas simfisis

34 Minggu 31 cm diatas simfisis

36 Minggu 32 cm diatas simfisis

38 Minggu 33 cm diatas simfisis

40 Minggu 37,7 cm diatas smfisis


Tabel 2.2 TFU menurut penambahan per Tiga Jari

Usia Kehamilan Tinggi Fundus Uteri (cm)

12 Minggu 3 jari diatas simfisis

16 Minggu Pertengahan pusat simfisis

20 Minggu 3 jari di bawah simfisis

24 Minggu Setinggi pusat

28 Minggu 3 jari diatas pusat

Pertengahan pusat prosesus


32 Minggu
xiphoideus

3 jari di bawah prosesus


36 Minggu
xiphoideus

Pertengahan pusat prosesus


40 Minggu
xiphoideus

Sumber : Wirakusumah, FF, 2018. Konsistensi Penelitian

Dalam Bidang Kesehatan, Cetakan ke satu, Bandung: PT Rifka

Aditama)
b) Serviks Perubahan yang penting pada serviks dalam

kehamilan adalah menjadi lunak. Sebab pelunakan ini adalah

pembuluh darah dalam serviks bertambah dan karena

timbulnya oedema dari serviks dan hiperplasia serviks. Pada

akhir kehamilan, serviks menjadi sangat lunak dan portio

menjadi pendek (lebih dari setengahnya mendatar) dan dapat

dimasuki dengan mudah oleh satu jari. Serviks bertambah

vaskularisasinya dan menjadi lunak (Soft) yang disebut

dengan tanda Goodell. Kelenjar endoservikal membesar dan

mengeluarkan banyak cairan mucus. Oleh karena

pertambahan dan pelebaran pembuluh darah, warna menjadi

livid yang disebut dengan tanda Chadwick (Mochtar,

1998:35 dalam Dewi dkk, 2011:91)

c) Vagina Pada Trimester III, estrogen menyebabkan

perubahan pada lapisan otot dan epitelium. Lapisan otot

membesar, vagina lebih elastis yang memungkinkan

turunnya bagian bawah janin (Alwan et al., 2018)

d) Ovarium Tidak terjadi pembentukan folikel baru dan hanya

terlihat perkembangan dari korpus luteum (Hedriana, 2019).

e) Payudara Konsentrasi tinggi estrogen dan progesteron yang

dihasilkan oleh plasenta menimbulkan perubahan pada

payudara (tegang dan membesar). Adanya chorionic

somatotropin (Human Placental Lactogen/HPL) dengan


muatan laktogenik akan merangsang pertumbuhan kelenjar

susu di dalam payudara dan berbagai perubahan metabolik

yang mengiringinya (Hedriana, 2019).

2. Sistem pencernaan

a) Mulut dan Gusi Peningkatan estrogen dan progesteron

meningkatnya aliran darah ke rongga mulut,

hipervaskularisasi pembuluh darah kapiler gusi sehingga

terjadi oedema.

b) Lambung Estrogen dan HCG meningkat, dengan efek

sampingg mual dan muntah-muntah. Perubahan peristaltik

dengan gejala sering kembung, konstipasi, lebih sering

lapar/ perasaan ingin makan terus (mengidam), juga akibat

peningkatan asam lambung.

c) Usus Halus dan Usus Besar Tonus otot- otot saluran

pencernaan melemah sehingga motilitas dan makanan akan

lebih lama berada dalam saluran makanan. Reasorbsi

makanan baik, namun akan menimbulkan obstipasi.

3. Sistem perkemihan Ureter membesar, tonus otot- otot saluran

kemih menurun akibat pengaruh estrogen dan progesteron.

Kencing lebih sering, laju filtrasi meningkat. Dinding saluran

kemih bisa tertekan oleh perbesaran uterus, menyebabkan

hidroureter dan mungkin hidronefrosis sementara. Kadar


kreatinin, urea dan asam urat dalam darah mungkin menurun,

namun ini dianggap normal.

4. Sistem kardiovaskuler Meningkatnya beban kerja menyebabkan

otot jantung mengalami hipertrrofi, terutama ventrikel kiri

sebagai pengatur pembesaran jantung. Kecepatan darah

meningkat (jumlah darah yang dialirkan oleh jantung dalam

setiap denyutnya) sebagai hasil dari peningkatan curah jantung.

Ini meningkatkan volume darah dan oksigen ke seluruh organ

dan jaringan ibu untuk pertumbuhan janin (Hedriana, 2019).

5. Sistem integumen Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen

dan hiperpigmentasi karena pengaruh Melanophore Stimulating

Hormon lobus hipofisis anterior dan pengaruh kelenjar

suprarenalis. Hiperpigmentasi ini terjadi pada striae gravidarum

livide,atau alba, aerola mamae, papilla mamae, linea nigra,

chloasmagravidarum. Setelah persalinan hiperpigmentasi akan

menghilang.

6. Sistem pernapasan Pada kehamilan terjadi perubahan sistem

respirasi untuk bisa memenuhi kebutuhan O2. Disamping itu

terjadi desakan diafragma akibat dorongan rahim yang

membesar pada usia kehamilan 32 minggu. Sebagai

kompensasi terjadinya desakan rahim dan kebutuhan O2 yang

meningkat, ibu hamil akan bernafas lebih dalam sekitar 20

sampai 25% dari biasanya.


7. Metabolisme Metabolisme basal naik sebesar 15% sampai 20%

dari semula, terutama pada trimester ketiga. Kesimbangan asam

basa mengalami penurunan dari 155 mEq per liter menjadi

145mEq per liter disebabkan adanya hemodilusi darah dan

kebutuhan mineral yang dibutuhkan janin. Kebutuhan protein

perempuan hamil semakin tinggi untuk pertumbuhan dan

perkembangan janin, perkembangan organ kehamilan dan

persiapan laktasi. Dalam makanan diperlukan protein tinggi

sekitar 0,5 gr/kgBB atau sebutir telur ayam sehari. Kebutuhan

kalori didapatkan dari karbohidrat, lemak, dan protein.

Kebutuhan zat mineral untuk ibu hamil. Berat badan ibu hamil

bertambah (Hedriana, 2019).

a) Sirkulasi darah ibu.

Peredaran darah ibu dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1) Meningkatkan kebutuhan sirkulasi darah sehingga dapat

memenuhi kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan

janin dalam rahim

2) Terjadi hubungan langsung antara arteri dan vena pada

sirkulasi retro plasenta

3) Pengaruh hormone estrogen dan progesterone makin

meningkat.

8. Traktus urinarius Pada akhir kehamilan, bila kepala janin sudah

turun kebawah pintu atas panggul, keluhan sering kencing akan


tiimbul kembali karena kandung kencing kembali tertekan.

(Prawirohardjo, 2016)

9. Sistem Muskoloskeletal

Berat uterus dan isinya menyebabkan perubahan pada titik

pusat gaya tarik bumi dan garis bentuk tubuh. Lengkung tulang

belakang akan berubah bentuk untuk mengimbangi pembesaran

abdomen dan menjelang akhir kehamilan banyak wanita yang

memperlihatkan postur tubuh yang khas (lordosis). Demikian

pula, jaringan ikat pada persendian panggul akan melunak

dalam persiapan persalinan.

10. Berat Badan

Peningkatan berat badan ini selain disebabkan bertambahnya

berat janin, juga perpaduan dengan makanan yang dikonsumsi,

berat janin, plasenta, peningkatan suplai darah kerahim, jumlah

air ketuban dalam rahim, jumlah kandungan cairan dalam tubuh

dan penambahan penimbuanan lemak serta pembesaran organ

tubuh, seperti rahim dan payudara. (Prawirohardjo, 2016)

Peningkatan berat badan normal selama kehamilan berkisar

antara 6,5 kg sampai 12,5 kg. Pada perempuan dengan gizi baik

dianjurkan menambahakan berat badannya per minggu pada

Trimester ke-2 dan ke-3 0,4 kg. (Prawirohardjo, 2016)

11. IMT ( Indeks Masa Tubuh)

Kenaikan berat badan selama kehamilan dapat dihitung dengan


mengetahui indeksi masa tubuh (IMT) sebelum hamil, yaitu

kilogram BB/(TB dalam m)² atau pon BB/(inci TB)², nilai BB

dan TB yang digunakan adalah sebelum hamil. Kemudian hasil

perhitungan IMT di konsultasikan pada tabel berikut :

Kenaikan BB yang dianjurkan selama hamil berdasarkan IMT :

Kenaikan BB yang dianjurkan selama hamil berdasarkan IMT

Kategori IMT Rekomendasi (Kg)

Rendah <19,8 12,5-18

Normal 19,8-26 11,5-16

Tinggi 26,0- 29,00 7,0-11,5

Obesitas >29,0 ≥7

Sumber : Ari Indra Susanti, 2017

IMT = BB/(TB)2

Ket :

IMT : Indeks Masa Tubuh

BB : Berat Badan (kg)

TB : Tinggi Badan (m)

IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi

orang dewasa yang berusia > 18 tahun, kecuali bayi, anak-anak,

ibu hamil, olahragawan, dan orang dengan penyakit khusus

seperti asitesis, diabetes mellitus, dll.

IMT = Berat badan (Kg)

Tinggi badan (m)²


IMT dapat diintepretasikan dalam kategori sebagai berikut:

a. Kurang dari 19,8 adalah berat kurang atau rendah

b. 19,8 sampai dengan 26,0 normal

c. 26,0 sampai dengan 29 adalah berat lebih atau tinggi

d. Lebih dari 29 obesitas

e. Dengan batasan laki-laki antara 20,1-25,0 dan bagi wanita

antara 18,7-23,8.

Pada ibu hamil, terdapat empat kategori IMT, yaitu

berat badan kurang, berat badan normal, berat badan lebih, dan

obesitas. Kisaran kenaikan berat badan selama kehamilan

berdasarkan IMT kehamilan. (Rismalinda, 2015).

Berat badan wanita hamil akan mengalami kenaikan

sekitar 6,5-16,5 kg. kenaikan berat badan terlalu banyak

ditemukan pada kasus preeklampsia dan eklampsi. Kenaikan

berat badan wanita hamil disebabkan oleh janin, uri, air ketuban,

uterus, payudara, kenaikan volume darah, lemak, protein dan

retensi urine.(Hedriana, 2019).

4. Diagnosa Banding Kehamilan

Diagnosa banding kehamilan menurut Manuaba (2008) meliputi:

a) Hamil palsu Adanya dugaan kehamilan dengan dijumpainya

tanda kehamilan tetapi dengan pemeriksaan alat canggih dan tes

biologis tidak menunjukkan kehamilan.


b) Tumor kandungan atau mioma uteri Adanya pembesaran rahim

yang tidak merata, perdarahan banyak saat menstruasi, dan tidak

disertai tanda kehamilan.

c) Kista ovarium Terjadi pembesaran perut tetapi tidak disertai

tanda hamil, lamanya pembesaran perut dapat melampaui umur

kehamilan, mengalami datang bulan, dan tes biologis

menunjukkan tes negatif.

d) Hematometra Terlambat datang bulan hingga dapat melampaui

umur kehamilan, perut terasa sakit, terjadi penumpukan darah

dalam rahim, tanda dan pemeriksaan hamil tidak menunjukkan

hasil yang positif.

e) Kandung kemih yang penuh

5. Tanda bahaya dalam kehamilan

Tanda bahaya dalam kehamilan menurut (Yuliani, 2017) meliputi

Trimester I, Trimester II dan Trimester III.

a) Trimester I

1) Hiperemesis Gravidarum

Adalah muntah yang terjadi pada awal kehamilan sampai

umur kehamilan 20 minggu. Mual dan muntah

mempengaruhi hingga > 50 % kehamilan. Kebanyakan

perempuan mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi dan

cairan dengan diet, dan simotom akan teratasi hingga akhir

trimester pertama. Penyebab penyakit ini masih belum


diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan erat hubungannya

dengan endokrin, biokimiawi, dan psikologis.

2) Hamil ektopik

Merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat

implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh

kembang mencapai aterm. Kehamilan ektopik adalah

kehamilan yang berimplantasi diluar endometrium normal.

3) Abortus

Adalah pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 22

minggu atau bayi dengan berat badan kurang dari 500 gr.

4) Kehamilan disertai dengan infeksi

Ibu hamil sangat peka terhadap terjadinya infeksi dari

berbagai mikroorganisme.Infeksi bisa disebabkan oleh

bakteri, virus, dan parasit, sedangkan penularan dapat terjadi

intrauterine, pada waktu persalinan atau pasca bersalin.

Transmisi bisa secara trans plasental ataupun melalui aliran

darah atau cairan amnion.

b) Trimester II

1) Perdarahan antepartum

Perdarahan antepartum adalah perdarahan dari jalan lahir

pada wanita hamil dengan usia kehamilan 20 minggu atau

lebih bisa berupa solusio plasenta atau plasenta previa.

2) Plasenta Previa
Pendarahan pervaginam pada usia kehamilan 20 minggu atau

lebih yang berasal dari plasenta yang implantasinya

abnormal.

3) Abortus

Adalah pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 22

minggu atau bayi dengan berat badan kurang dari 500 gr

4) IUFD (Intra Uterine Fetal Dead)

Adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500

gr atau lebih atau kematian janin didalam rahim pada

kehamilan 20 minggu atau lebih.

5) Persalinan preterm

Persalinan preterm atau kurang bulan adalah persalinan yang

berlangsung antara umur kehamilan 20-37 minggu dari hari

pertama haid atau antara hari ke 140 dan 259 dengan berat.

6) Mola hidatidosa

Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi

chorionic menjadi sejumlah kista yang menyerupai buah

anggur yang dipenuhi dengan cairan.

7) Preeklampsia

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20

minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.

c) Trimester III

1) Persalinan preterm
Persalinan preterm atau kurang bulan adalah persalinan yang

berlangsung antara umur kehamilan 20-37 minggu dari hari

pertama haid atau antara hari ke 140 dan 259 dengan berat

lahir janin kurang dari 2500 gr.

2) Ketuban pecah dini

Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban

sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum

usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada

kehamilan premature.

3) Solusio plasenta

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebagian atau

seluruhnya pada plasenta yang implantasinya normal

sebelum janin lahir.

Ketidaknyamanan dalam Kehamilan pada Trimester III

Dalam proses kehamilan terdapat perubahan pada diri

seorang wanita yang  mengharuskan wanita tersebut untuk

beradaptasi. Namun, dalam proses  adaptasi ini pasti terdapat

ketidaknyamanan yang dirasakan. Beberapa 

ketidaknyamanan dalam kehamilan Trimester III dan cara

mengatasinya  menurut (Yuliani, 2017) adalah:

a. Kaki Bengkak / Edema Dependen

Penyebab : Edema dependen biasanya terjadi pada trimester

ketiga akibat  peningkatan tekanan vena pada ekstremitas


bawah dan gangguan sirkulasi vena.  Gangguan sirkulasi vena

terjadi akibat tekanan uterus yang membesar pada  vena

panggul saat wanita dalam posisi duduk dan berdiri atau

tekanan pada  vena kava inferior saat tidur terlentang. Juga

diperberat oleh tingginya  kandungan garam dalam tubuh

akibat perubahan hormonal, sehingga garam  yang bersifat

menahan air menyebabkan penimbunan cairan, terutama di

bagian  yang terletak di bawah, yaitu ekstremitas.

Cara mengatasi : hindari menggunakan pakaian ketat, elevasi

kaki secara teratur  sepanjang hari, saat berbaring dengan posisi

ke samping, menggunakan  penyokong / korset pada abdomen,

kurangi konsumsi garam, jangan  menyilangkan kaki.

b. Hemoroid

Penyebab : Peningkatan progesteron menyebabkan relaksasi

dinding vena dan  usus besar. Selain itu pembesaran uterus juga

menyebabkan penekanan pada vena hemoroid. Hemoroid

biasanya didahului dengan konstipasi, sehingga ibu terpaksa

mengejan lebih kuat ketika BAB. Peregangan ketika mengejan 

tersebut dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah sekitar

dubur. Beberapa tindakan dilakukan untuk memberikan rasa

nyaman, yang lain untuk  menyebabkan rasa baal dan

mengurangi hemoroid.
Adapun tindakan yang dapat dilakukan untuk keluhan

hemaroid meliputi :  Hindari konstipasi, Hindari mengejan saat

defekasi, Perbanyak konsumsi makanan berserat, minum

banyak cairan, biasakan BAB secara rutin, sebelum  BAB

usahakan minum air putih hangat, lakukan olaraga ringan

seperti jalan  kaki, mandi berendam air hangat, memberikan

kenyamanan dan meningkatkan sirkulasi, kompres witch hazel

(untuk mengurangi hemoroid), kompres es (untuk mengurangi

hemoroid), kompres garam epson (untuk mengurangi 

hemoroid), masukan kembali hemoroid ke dalam rectum

dengan menggunakan  lubrika sambil senam kagel, tirah baring

dengan mengelevasi panggul dan ekstremitas bagian bawah,

salap analgesik dan atau anestesi topikal. 

c. Flatulen (Perut Kembung)

Penyebab : Flatulen terjadi akibat penurunan motilitas

gastrointestinal karena peningkatan progesterone serta

peningkatan tekanan uterus.

Cara mengurangi keluhan ini : diantaranya latihan fisik dan

defekasi harian  teratur, mengurangi konsumsi makanan yang

mengandung gas dan berlemak,  mencoba posisi lutut– dada,

kunyah makanan perlahan serta hindari makanan  yang banyak

dalam suatu waktu.  

d. Rasa Khawatir dan Cemas


Penyebab : Ibu hamil Trimester tiga biasanya mengalami rasa

khawatir cemas  yang disebabkan oleh adaptasi hormonal serta

cemas menghadapi persalinan. Cara mengatasi keluhan : adalah

dengan relaksasi, jelaskan tentang informasi  seputar

persalinan, minum susu hangat dan tidur dengan pada bagian

tubuh.

e. Nyeri Punggung Bagian Atas

Nyeri punggung bagian atas biasanya terjadi selama trimester

pertama yang  diakibatkan peningkatan ukuran payudara yang

menyebabkan payudara  menjadi berat sehingga terjadi tarikan

otot.

Cara untuk mengurangi keluhan : nyeri punggung bagian atas

adalah dengan  mengurangi mobilitas payudara, memakai bra

sesuai ukuran dan yang  mengangga. 

f. Nyeri Punggung Bagian Bawah

Penyebab : Nyeri punggung bagian bawah adalah nyeri

punggung yang terjadi  pada area lumbosakral. Pada wanita

hamil berat uterus yang semakin membesar akan menyebabkan

punggung lordosis sehingga terjadi lengkungan punggung 

yang mengakibatkan peregangan otot punggung dan

menimbulkan rasa nyeri. Keluhan nyeri akan diperburuk oleh

otot-otot abdomen yang lemah, karena  menjadikan beban di

punggung semakin besar. Wanita primigravida biasanya


memiliki otot abdomen yang masih baik karena belum pernah

hamil, sehingga keluhan nyeri punggung bawah ini biasanya

bertambah seiring meningkatnya  paritas. Nyeri punggung juga

dapat disebabkan oleh posisi bungkuk berlebihan, berjalan

terlalu lama, dan angkat beban, terutama jika dilakukan saat

wanita  sedang lelah. 

Cara untuk mengatasi keluhan nyeri punggung pada ibu hamil

antara lain :  Poster tubuh yang baik, terapkan prinsip body

mekanik yang baik pada masa  kehamilan, hindari

membungkuk berlebihan, mengangkat beban terlalu berat  atau

berjalan terlalu lama, ayunkan panggul / miringkan panggul,

hindari menggunakan sepatu hak tinggi karena dapat

memperberat masalah pusat gravitasi dan lordosis, gunakan

penyokong abdomen / korset, kompres hangat  pada punggung,

kompres es pada punggung, pijatan / usapkan pada punggung, 

pada saat tidur gunakan kasur yang menyokong dan gunakan

bantal sebagai  pengganjal untuk meringankan tarikan dan

regangan dan untuk meluruskan  punggung. 

g. Sindrom Hipotensi Terlentang

Penyebab : sindrom hipotensi terlentang terjadi ketika wanita

berbaring dalam  posisi terlentang dan merasa seperti ingin

pingsan. Saat posisi terlentang berat  total uterus akan menekan

vena kava inferior dan pembuluh lainnya yang  mengakibatkan


aliran balik ke jantung berkurang sehingga curah jantung 

menurun. Di sisi lain uterus juga menekan aorta sehingga

menganggu tekanan  arteri.

Cara mengatasi keluhannya : Oleh karena ibu hamil tua

dianjurkan untuk tidak  dalam posisi tidur terlentang selama >

10 menit. Untuk mengatasinya segera minta wanita untuk

duduk atau berbaring miring, juga perlu dijelaskan fisiologi 

terjadinya sindrom tersebut agar wanita tidak cemas.

6. Faktor Risiko Kehamilan

Menurut Direktorat Bina Kesehatan Ibu (2009), faktor risiko pada

ibu hamil adalah:

a) Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.

b) Anak lebih dari 4.

c) Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang < 2 tahun.

d) Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang

dari 23,5 cm, atau penambahan berat badan < 9 kg selama masa

kehamilan

e) Anemia dengan haemoglobin < 11 gr/dL

f) Tinggi badan < 145 cm atau dengan kelainan bentuk panggul

dan tulang belakang

g) Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum

kehamilan ini.
h) Sedang/pernah menderita penyakit kronis seperti TBC, kelainan

jantung, ginjal, hati, psikosis, kelainan endokrin (DM, SLE,

Dll), tumor dan keganasan.

i) Riwayat kehamilan buruk seperti keguguran berulang, KET,

mola hidatidosa, KPD, dan bayi cacat kongenital

j) Riwayat persalinan dengan komplikasi seperti persalinan dengan

SC, ekstraksi vacuum atau forcep

k) Riwayat nifas dengan komplikasi seperti perdarahan post

partum, infeksi masa nifas, post partum blues.

l) Riwayat keluarga menderita penyakit DM, hipertensi, dan

Riwayat cacat kongenital.

m) kelainan jumlah janin seperti kehamilan ganda

n) kelainan besar janin seperti, pertumbuhan janin terhambat, janin

besar.

o) kelainan letak dan posisi janin seperti posisi lintang/oblique,

sungsang pada UK> 32 minggu

7. Bahaya Kehamilan Resiko Tinggi

 Bahaya kehamilan Risiko Tinggi Dampak yang dapat

ditimbulkan akibat ibu hamil dengan risiko tinggi sendiri

dapat berdampak antara lain Manuaba, 2014 :

1) Dampak Kehamilan Berisiko bagi Ibu


a) Dampak fisik Menurut Prawirohardjo, dampak

kehamilan berisiko bagi ibu secara fisik adalah

sebagai berikut :

(1) Keguguran (abortus)

Keguguran merupakan penghentian kehamilan

sebelum janin dapat hidup. Keguguran dini terjadi

sebelum usia kehamilan 12 minggu dan

keguguran tahap lanjut terjadi antara usia

kehamilan 12 minggu-20 minggu.

(2) Partus macet

Partus macet merupakan pola persalinan yang

abnormal dimana terjadi fase laten dan fase aktif

memanjang/melambat bahkan berhenti ditandai

dengan berhentinya dilatasi serviks atau

penurunan janin secara total atau keduanya.

(3) Perdarahan ante partum dan post partum

Perdarahan antepartum merupakan perdarahan

yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu.

Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya

daripada perdarahan

kehamilan sebelum 28 minggu.18,24 Perdarahan

postpartum merupakan perdarahan lebih dari

500-6000 ml dalam waktu 24 jam setelah bayi


lahir. Menurut waktu terjadinya perdarahan

postpartum dibedakan menjadi dua, yaitu:

(a) Perdarahan postpartum primer (early

postpartum hemorrhage) terjadi dalam 24

jam setelah anak lahir.

(b) Perdarahan postpartum sekunder (late

postpartum hemorrhage) terjadi setelah 24

jam kelahiran, antara hari ke 5 sampai hari

ke 25 postpartum.

(4) IUFD

IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan

kematian janin dalam rahim sebelum terjadi

proses persalinan, usia kehamilan 28 minggu

keatas atau berat janin 1000 gram dapat juga

mengakibatkan kelahiran mati.24,25 Ibu yang

mengalami kehamilan berisiko menyebabkan

meningkatnya faktor risiko terjadinya IUFD. Bila

janin dalam kandungan tidak segera dikeluarkan

selama lebih dari 4 minggu dapat menyebabkan

terjadinya kelainan darah (hipofibrinogemia) yang

lebih besar.

(5) Keracunan dalam kehamilan (Pre eklamsia) &

kejang (Eklamsia)
Preeklamsia adalah keracunan pada kehamilan

yang biasanya terjadi pada trimester ketiga

kehamilan atau bisa juga muncul pada trimester

kedua. Preeklamsia serta gangguan tekanan darah

lainnya merupakan kasus yang menimpa

setidaknya lima hingga delapan persen dari

seluruh kehamilan. Dua penyakit ini pun tercatat

sebagai penyebab utama kematian serta penyakit

pada bayi dan ibu hamil di seluruh dunia. Dan di

Indonesia 3 kematian ibu terbesar salah satunya

disebabkan oleh preeklamsia/ eklampsia.

 Dampak Kehamilan Berisiko bagi Janin Menurut

Prawiroharjo, dampak kehamilan berisiko bagi janin adalah

sebagai berikut:

1) Bayi lahir belum cukup bulan

Bayi lahir belum cukup bulan dapat disebut bayi preterm

maupun bayi prematur. Bayi Preterm merupakan bayi

yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu,

tanpa memperhatikan berat badan lahir. Hal ini dapat

disebabakan oleh faktor maternal seperti toksemia,

hipertensi, malnutrisi maupun penyakit penyerta lainnya.

2) Bayi lahir dengan BBLR


Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat

lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa

gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang

dalam 1 (satu) jam setelah lahir. Penyebab paling besar

lahirnya bayi BBLR adalah masalah selama kehamilan

pada ibu, dapat berupa penyakit penyerta pada ibu,

kurang nutrisi, maupun usia ibu.

 Faktor Kehamilan Resiko Timggi Menurut Manuaba 2014

a) Kehamilan pada usia di atas 35 tahun

Risiko persalinan kembali meningkat setelah umurnya 30

tahun yaitu risiko terjadinya kematian ibu. Pada usia

organ kandungan menua, jalan lahir tambah kaku, ada

kemungkinan besar ibu hamil mendapat anak cacat,

terjadi persalinan macet dan pendarahan. Pada umur lebih

dari 35 tahun kesehatan ibu sudah menurun akibatnya

akan beresiko lebih besar untuk mempunyai anak cacat,

persalinan lama dan perdarahan. Penyulit lain yang

mungkin timbul adalah kelainan letak, plasenta previa,

dan partus lama. (Manuaba, 2014)

b) Kehamilan pertama setelah 3 tahun atau lebih pernikahan

c) Kehamilan kelima atau lebih

Paritas atau para adalah wanita yang pernah melahirkan

dan di bagi menjadi beberapa istilah :


1) Primipara yaitu wanita yang telah melahirkan sebanyak

satu kali.

2) Multipara yaitu wanita yang telah pernah melahirkan

anak hidup beberapa kali, di mana persalinan tersebut

tidak lebih dari lima kali.

3) Grandemultipara yaitu wanita yang telah melahirkan

janin aterm lebih dari lima kali.

d) Kehamilan dengan jarak antara di atas 5 tahun atau

kurang dari 2 tahun.

Pada kehamilan dengan jarak < 3 tahun keadaan

endometrium mengalami perubahan, perubahan ini

berkaitan dengan persalinan sebelumnya yaitu timbulnya

trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi

plasenta. Adanya kemunduran fungsi dan berkurangnya

vaskularisasi pada daerah endometrium pada bagian

korpus uteri mengakibatkan daerah tersebut kurang subur

sehingga kehamilan dengan jarak < 3 tahun dapat

menimbulkan kelainan yang berhubungan dengan letak

dan keadaan plasenta.

e) Tinggi badan ibu kurang dari 145 cm dan ibu belum

pernah melahirkan bayi cukup bulan dan berat normal.

Wanita hamil yang mempunyai tinggi badan kurang dari

145 cm, memiliki resiko tinggi mengalami persalinan


secara premature, karena lebih mungkin memiliki

panggul yang sempit.

f) Kehamilan dengan penyakit (hipertensi, Diabetes, Tiroid,

Jantung, Paru, Ginjal, dan penyakit sistemik lainnya)

Kondisi sebelum hamil seperti hipertensi kronis, diabetes,

penyakit ginjal atau lupus, akan meningkatkan risiko

terkena preeklamsia. Kehamilan dengan hipertensi

esensial atau hipertensi yag telah ada sebelum kehamilan

dapat berlangsung sampai aterm tanpa gejala mejadi pre

eklamsi tidak murni. Penyakit gula atau diabetes mellitus

dapat menimbulkan pre eklamsi dan eklamsi begitu pula

penyakit ginjal karena dapat meingkatkan tekanan darah

sehingga dapat menyebabkan pre eklampsi.

g) Kehamilan dengan keadaan tertentu ( Mioma uteri, kista

ovarium)

Mioma uteri dapat mengganggu kehamilan dengan

dampak berupa kelainan letak bayidan plasenta,

terhalangnya jalan lahir, kelemahan pada saat kontraksi

rahim, pendarahan yang banyak setelah melahirkan dan

gangguan pelepasan plasenta, bahkan bisa menyebabkan

keguguran. Sebaliknya, kehamilan juga bisa berdampak

memperparah Mioma Uteri. Saat hamil, mioma uteri

cenderung membesar, dan sering juga terjadi perubahan


dari tumor yang menyebabkan perdarahan dalam tumor

sehingga menimbulkan nyeri. Selain itu, selama

kehamilan, tangkai tumor bisa terputar.

h) Kehamilan dengan anemia ( Hb kurang dari 10,5 gr %)

Wanita hamil biasanya sering mengeluh sering letih,

kepala pusing, sesak nafas, wajah pucat dan berbagai

macam keluhan lainnya. Semua keluhan tersebut

merupakan indikasi bahwa wanita hamil tersebut sedang

menderita anemia pada masa kehamilan. Penyakit terjadi

akibat rendahnya kandungan hemoglobin dalam tubuh

semasa mengandung.Faktor yang mempengaruhi

terjadinya anemia pada ibu hamil adalah kekurangan zat

besi, infeksi, kekurangan asam folat dan kelainan

haemoglobin. Anemia dalam kehamilan adalah suatu

kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11

gr% pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai

hemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester dua.

Perbedaan nilai batas diatas dihubungkan dengan

kejadian hemodilusi

8. Penatalaksanaan Kehamilan Risiko Tinggi

Kehamilan risiko tinggi dapat dicegah dengan pemeriksaan

dan pengawasan kehamilan yaitu deteksi dini ibu hamil risiko

tinggi yang lebih difokuskan pada keadaan yang menyebabkan


kematian ibu dan bayi. Pengawasan antenatal menyertai kehamilan

secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan

langkah-langkah dan persiapan persalinan. Anjurkan setiap ibu

hamil untuk melakukan kunjungan antenatal komprehensif yang

berkualitas minimal 4 kali dengan 1 kali pada trimester 1, 1 kali

pada trimester II dan 2 kali pada trimester III, termasuk minimal 1

kali kunjungan diantar suami/pasangan atau anggota keluarga

( Prawirohardjo, 2016).

Adapun tujuan pengawasan antenatal adalah diketahuinya

secara dini keadaan risiko tinggi ibu dan janin sehingga dapat:

1) Melakukan pengawasan yang lebih intensif.

(Prawirohardjo, 2016)

2) Memberikan pengobatan sehingga risikonya dapat

dikendalikan.

3) Melakukan rujukan untuk mendapatkan tindakan yang

akurat.

4) Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu

9. Penatalaksanaan dalam kehamilan

1. Pengertian

Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan

dari  spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi

atau implantasi. Bila  dihitung dari fase fertilitas hingga

lahirnya bayi, kehamilan normal akan  berlangsung dalam


waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut 

kalender internasional. Kehamilan berlangsung dalam tiga

Trimester, Trimester  satu berlangsung dalam 13 minggu,

Trimester kedua 14 minggu (minggu ke-14  hingga ke27),

dan Trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-

40).  Kehamilan adalah proses normal yang menghasilkan

serangkaian perubahan  fisiologis dan psikologis pada wanita

hamil (Tsegaye et al, 2016). Asuhan antenatal adalah upaya

preventif program pelayanan kesehatan obstetrik optimalisasi

luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan

pemantauan rutin selama kehamilan. (Prawirohardjo, 2016)

2. Tujuan Asuhan Antenatal 

Menurut Maharani (2017) pemeriksaan kehamilan memiliki

beberapa  tujuan diantaranya sebagai berikut.

a) Memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi. 

b) Mempertahankan dan meningkatkan kesehatan fisik,

metal,dan  sosial bagi ibu hamil.

c) Memantau secara dini segala ketidak normalan dan

adanya  kompikasi yang mungkin terjadi selama

kehamilan mencakup  riwayat penyakit secara umum,

kebidanan, dan pembedahan.

d) Mempersiapkan kehamilan cukup bulan.


e) Meminimalkan trauma dan mempersiapkan persalinan

dengan  selamat bagi ibu dan bayinya.

f) Mempersiapkan ibu agar semasa nifas berjalan normal

dengan  pemberian ASI ekslusif.

g) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima

kelahiran  bayi. dengan demikian, tumbuh kembang bayi

akan optimal.

3. Waktu Kunjungan Asuhan Antenatal

(Maharani, 2017), waktu yang tepat untuk melakukan 

pemeriksaan kehamilan adalah sebagai berikut :

(Kemenkes RI, 2018) dalam melakukan pemeriksaan 

antenatal, tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan

yang  berkualitas sesuai dengan standar yang terdiri dari :

a) Penimbangan berat badan dilakukan setiap kali

kunjungan antenatal untuk menyingkirkan dugaan adanya

gangguan janin.

Kenaikan berat badan normal pada waktu hamil 0,5 kg

per minggu mulai trimester kedua. Berat badan wanita

hamil akan mengalami kenaikan sekitar 6,5 – 16,5 kg.

(Pantikawati, 2010).

b) Pengukuran tekanan darah dilakukan setiap kali

kunjungan antenatal . Tekanan darah yang normal 110/80


– 140/90 mmHgbila melebihi dari 140/90 mmHg perlu

diwaspadai adanya preeklamsi. (Pantikawati, 2010)

c) Pengukuran LILA adalah lingkar lengan bagian atas pada

bagian trisep. LILA digunakan untuk mendapatkan

perkiraan tebal lemak bawah kulit sehingga dapat

memperkirakan berat badan seseorang. Pengukuran LILA

sangat penting untuk menentukan apakah ibu hamil

mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK), LILA

kurang dari 23,5 cm menandakan KEK, sedangkan LILA

23,5 cm atau lebih menandakan bukan KEK. Selain ibu

hamil, pengukuran LIA juga dapat dilakukan pada anak

balita dan wanita usia subur (WUS). Melakukan

pengukuran LILA sangat mudah, cepat dan sama sekali

tidak menimbulkan rasa sakit. Caranya adalah, lengan

diistirahatkan dengan telapak tangan menghadap ke paha

(sikap tegap). Untuk mencari pertengahan lengan atas,

posisikan siku sehingga membentuk sudut 90°.

Kemudian, ujung skala caliper (pita ukuran) yang

bertuliskan angka 0 diletakkan ditulang yang menonjol.

Pertengahan lengan kemudian diberi tanda dengan

sepidol, lengan kemudian diluruskan dengan posisi

telapak tangan menghadap ke paha. Caliper dilingkarkan

(tidak terlalu erat dan tidak terlalu longgar) pada bagian


tengah dan bagian trisep lengan dengan cara memasukan

ujung pita kedalam ujung yang lain; angka yang tertera

pada caliper (beberapa pita ukur bertanda panah)

menunjukan ukuran lingkaran lengan atas (LILA). Pita

untuk mengukur LILA memiliki kapasitas 33 cm dengan

ketelitian 0,1 cm. Pembacaan LILA harus dilakukan pada

skala yang diarahkan ke luar lengan dan sejajar dengan

mata pembaca skala. (Pantikawati, 2010)

d) Mengetahui usia kehamilan :

1) Mengetahui usia kehamilan dari HPHT

Perhitungan usia kehamilan dapat dilakukan dengan

menanyakan pada ibu hamil tersebut kapan Hari

Pertama Haid Terakhir (HPHT), memakai rumus

Naegle : Hari pertama haid terakhir +7 –3 +1 =

Tanggal persalinan (April s/d Desember) dan +7 +9 =

Tanggal persalinan (Januari s/d Maret). (Rukiyah,

2012).

2) Gerakan janin

Gerakan janin bermula pada usia kehamilan mencapai

12 minggu, tetapi baru dapat dirasakan oleh ibu pada

usia kehamilan 16-20 minggu karena di usia

kehamilan tersebut, dinding uterus mulai menipis dan


gerakan janin menjadi lebih kuat. (Prawirohardjo,

2016).

3) Perkiraan Tinggi Fundus Uteri

Menentukan umur kehamilan dilihat dari Tinggi

Fundus Uteri (Jenni dkk, 2016).

e) Tinggi fundus uteri Mengukur tinggi fundus uteri dapat

dilakukan dengan metode menurut Spiegelberg dengan

cara mengukur fundus uteri dari simfisis, atau menurut

Mc.Donald yaitu modifikasi dari metode spiegelberg

yaitu jarak fundus dalam cm dibagi 3,5 merupakan

kehamilan dalam bulan. (Rukiyah, 2012)

f) Presentasi janin dilakukan pada akhir Trimester II dan

selanjutnya  setiap kunjungan antenatal. Pemeriksaan

presentasi janin dimaksudkan  untuk mengetahui letak

janin. Denyut Jantung Janin (DJJ) dihitung  pada akhir

Trimester I dan selanjutnya dilakukan setiap kunjungan 

antenatal. Nilai DJJ normal yaitu 120-160 kali per

menit. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil diskrining

pada kontak  pertama dan disesuaikan dengan status

imunisasi ibu saat itu.  Imunisasi TT berguna untuk

mencegah terjadinya tetanus neonatorum  pada ibu dan

bayi.
g) Pemberian tablet besi pada ibu hamil adalah untuk

mencegah defisiensi zat besi. Wanita hamil perlu

menyerap zat besi rata-rat 60mg/hr, kebutuhannya

meningkat pada trimester ke II karena absorpsi usus yang

tinggi. Tablet Fe diberikan satu tablet sehari setelah rasa

mual hilang, minimal mendapatkan 90 tablet besi selama

kehamilannya. Tablet Fe sebaiknya tidak diminum

bersamaan dengan teh atau kopi karena akan

mengganggu penyerapan (Rukiyah, 2009)

h) Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan

golongan  darah, hemoglobin, protein urine dan gula

darah puasa. Pemeriksaan  khusus dilakukan di daerah

pravalensi tinggi atau kelompok berisiko,  pemeriksaan

yang dilakukan sesuai indikasi seperti malaria, HIV,

sifilis, dan lain-lain. Berdasarkan hasil pemeriksaan

antenatal diatas dan hasil pemeriksaan laboratorium,

setiap kelainan dan masalah yang ditemukan harus

ditangani sesuai dengan standar pelayanan kebidanan

(SPK). Kasus kasus yang tidak dapat ditangani atau diluar

kewenangan bidan dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.

i) Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) yang efektif

dilakukan setiap  kunjungan antenatal dan

memperhatikan trimester ibu hamil yang  diberikan KIE.


Adapun KIE efektif tersebut yang meliputi : Kesehatan 

ibu dengan beristirahat yang cukup sekitar 9-10 jam

perhari dan tidak  bekerja yang berat, perilaku hidup

bersih dan sehat dengan mandi 2 kali  sehari, menggosok

gigi minimal 2 kali sehari, serta mencuci tangan  sebelum

makan, perlunya peran suami atau keluarga dalam

kehamilan  dan perencanaan persalinan, tanda-tanda

bahaya selama kehamilan dan  juga tanda persalinan jika

telah memasuki trimester akhir, asupan  makanan yang

cukup dengan pola gizi seimbang untuk proses tumbuh 

kembang janin, Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan

pemberian ASI  eksklusif jika bayi telah lahir nanti serta

KB pascapersalinan.

j) Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)

(Sulistyawati, 2013), imunisasi selama kehamilan sangat 

penting dilakukan untuk mencegah penyakit yang dapat

menyebabkan  kematian ibu dan janin. Jenis imunisasi

yang diberikan adalah Tetanus Toxoid (TT) yang dapat

mencegah penyakit tetanus. Selama kehamilan bila ibu

hamill statusnya TT0 maka hendaknya  mendapatkan

minimal 2 dosis (TT1 dan TT2 dengan interval 4 minggu 

dan bila memungkinkan untuk mendapatkan TT3 sesudah

6 bulan berikutnya). Ibu hamil dengan status TT1


diharapkan mendapatkan suntikan TT2 dan bila

memungkinkan juga diberikan TT3 dengan  interval 6

bulan (bukan 4 minggu). Bagi bumil dengan status TT2

maka  bisa diberikan satu kali suntikan bila interval

suntikan sebelumnya  lebih dari 6 bulan. Bila statusnya

TT3 maka suntikan selama hamil  cukup sekali dengan

jarak minimal 1 tahun dari suntikkan sebelumnya.  Ibu

hamil dengan status TT4 dapat diberikan sekali suntikan

TT5 bila  suntikan terakhir telah lebih dari setahun dan

untuk ibu hamil dengan  status TT5 tidak perlu disuntik

TT lagi karena telah mendapatkan  kekebalan seumur

hidup (25 tahun). Walaupun tidak hamil, wanita subur

diharapkan telah mendapatkan  dosis TT hingga

mencapai status T5 dengan interval yang telah 

ditentukan. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya

tetanus pada bayi  yang akan dilahirkan dan juga untuk

mendapatkan kekebalan aktif  terhadap tetanus Long Life

Card (LLC). Untuk penjelasan lebih lanjut,  perhatikan

tabel berikut :
Tabel 2.3

Jadwal Pemberian Suntikan TT

Pemberian Selang Waktu Masa Perlindungan Dosis

Imunisasi

Langkah awal

pembentukan
TT1 0,5 cc
kekebalan tubuh

terhadap tetanus

4 minggu setelah 
T2 3 tahun 0,5 cc
TT1

TT3 6 bulan setelah T2 5 tahun 0,5 cc

TT4 1 Tahun setelah TT3 10 tahun 0,5 cc

>25tahun/seumuir 
TT5 1 Tahun setelah TT4 0,5 cc
hidup

Sumber: Musdalifa, Ulfah, 2018. Buku Ajar Asuhan

Kehamilan, Jakarta:Trans Info Media

Menurut Depkes, 2012 pemberian imunisasi tetanus toksoid

pada kehamila pada umumnya di berikan 2 kali saja, imunisasi

pertama di berkan pada usia kehamilan 16 minggu untuk kedua

diberikan 4 minggu kemudian (Depkes, 2012).


Dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

(PMK RI) No. 42  Tahun 2013, Imunisasi lanjutan merupakan

imunisasi ulangan untuk  mempertahankan tingkat kekebalan

atau untuk memperpanjang masa  perlindungan yang diberikan

kepada anak Batita, anak usia sekolah, dan wanita usia subur

(WUS) termasuk ibu hamil. 

a) Bayi yang telah mendapatkan imunisasi dasar DPT-HB-Hib

1, DPT-HB Hib 2, dan DPT-HB-Hib 3, dinyatakan

mempunyai status imunisasi T2.

b) Batita yang telah mendapatkan imunisasi lanjutan DPT-HB-

Hib dinyatakan mempunyai status imunisasi T3.

c) Anak usia sekolah dasar yang telah mendapatkan imunisasi

DT dan Td  dinyatakan mempunyai status imunisasi T4 dan

T5.

d) Sebelum imunisasi, dilakukan penentuan status imunisasi T

(screening)  terlebih dahulu, terutama pada saat pelayanan

antenatal.

e) Pemberian imunisasi TT tidak perlu diberikan, apabila

pemberian  imunisasi TT sudah lengkap (status T5). 

Dengan memperhatikan batasan dan tujuan pengawasan

antenatal, maka jadwal pemeriksaan adalah sebagai berikut:

1) Pemeriksaan pertama. Pemeriksaan pertama dilakukan

segera setelah diketahui terlambat haid


2) Pemeriksaan ulang

a) Setiap bulan pada usia kehamilan 6 sampai 7 bulan

b) Setiap 2 minggu sampai usia kehamilan 8 bulan

c) Setiap satu minggu sejak usia kehamilan 8 bulan

sampai terjadi persalinan.

d) Pemeriksaan khusus bila terdapat keluhan tertentu.

3. Kebijakan Program

Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali

dalam kehamilan menurut (Prawihardjo, 2016) :

1. Satu kali pada Trimester pertama (sebelum 14 minggu)

2. Satu kali pada Trimester kedua (antara minggu 14-28

minggu).

3. Dua kali pada Trimester ketiga (antara minggu 28-36

minggu dan sesudah minggu ke 36).

4. Pemeriksaan atau Pengawasan Ibu Hamil

(Walyani, 2017) pemeriksaan ibu hamil terdiri dari pemeriksaan 

umum,kebidanan,dan pemeriksaan penunjang.

a) Pemeriksaan Umum 

1. Keadaan umum dan kesadaran penderita

Composmentis (kesadaran baik), gangguan kesadaran

(apatis,  samnolen, spoor, koma).

2. Tekanan Darah
Tekanan darah yang normal adalah 110/80 mmHg

sampai 140/90 mmhg, hati-hati adanya hipertensi/

preeklamsi.

3. Nadi

Nadi normal adalah 60 sampai 100 menit. Bila

abnormal mungkin ada  kelainan paru-paru atau

jantung.

4. Suhu Badan

Suhu badan normal adalah 36,5°C sampai 37,5°C.Bila

suhu lebih  tinggi dari 37;5°C kemungkinan ada

infeksi. 

5. Tinggi Badan

Diukur dalam cm,tanpa sepati. Tinggi badan kurang

dari 145 cm ada  kemungkinan terjadi Cepalo Pelvic

Disproposion (CPD). 

6. Berat Badan

Berat badan yang bertambah terlalu besar atau

kurang,perlu mendapat  perhatian khusus karena

kemungkinan terjadi penyulit kehamilan.  Kenaikan

berat badan tidak boleh dari 0,5 kg perminggu. 

b. Pemeriksaan kebidanan
1. Inspeksi 

(a) Muka 

Periksa palpebra, konjungtiva, dan sclera.

Pemeriksaan palpera  untuk memperkirakan gejala

eodema umum. Periksa konjungtiva  dan sclera

untuk memperkirakan adanya anemia dan ikterus.

(b) Mulut/gigi 

Periksa adanya karies, tonsillitis atau faringitis. Hal

tersebut  merupakan sumber infeksi. 

(c) Jantung 

Infeksi bila tanpak sesak, kemungkinan ada kelainan

jantung yang  dapat meningkatkan terjadinya resiko

yang lebih tinggi baik bagi  ibu maupun bayinya. 

(d) Payudara 

Inspeksi bentuk payudara, benjolan, pigmentasi

putting susu.  Palpasi adanya benjolan (tumor

mamae) dan kolostrum. 

(e) Abdomen 

Inspeksi pembesaran perut (bila pembesaran perut

itu berlebihan  kemungkinan asites, tumor, ileus, dan

lain-lain) pigmentasi di linea  alba, nampakkah

gerakan anak atau kontraksi rahim, adakah strie 

gravdarum atau luka bekas operasi. 


(g) Vulva 

Inspeksi untuk mengetahui adanya oedema, varices,

keputihan,  perdarahan, luka, cairan yang keluar, dan

sebagainya. 

2. Palpasi 

(Yulita, 2017), cara melakukan palpasi  menurut Leopold

terdiri dari 4 cara, yaitu:

(a) Leopold I 

Dilakukan untuk menentukan TFU dan bagian janin

yang  terletak di fundus uteri. Pemeriksaan ini

dilakukan sejak  Trimester pertama sebagai berikut  :

Gambar 12.5

Sumber: Suparmi, 2017. Buku Ajar Asuhan Kehamilan,

Jakarta:Trans Info Media 

(b) Leopold II 


Dilakukan untuk menentukan bagian janin pada sisi

kiri dan  kanan ibu, dilakukan mulai akhir tresmester

III gambar dibawah in 

Gambar 12.6

Cara Melakukan Palpasi Leopold

Sumber: Suparmi, 2017. Buku Ajar Asuhan Kehamilan,

Jakarta:Trans Info Media

(c) Leopold III 

Dilakukan untuk menentukan bagian janin yang

terletak dibagian bawah uterus (presentasi janin) dan

menentukan apakah  presentasi janin sudah mulai

masuk pintu atas panggul (PAP), dilakukan mulai

akhir tresmester II. Normalnya bagian bawah janin

adalah kepala.jika pada tresmester III bagian  bawah

janin bukan kepala atau kepala janin belum masuk 

panggul kemungkinan ada kelainan letak,panggul

sempit atau  masalah lain.  Gambar dibawah ini: 


Gambar 12.6

Cara Melakukan Palpasi Leopold III

Sumber: Suparmi, 2017. Buku Ajar Asuhan Kehamilan,

Jakarta:Trans Info Media 

(d) Leopold IV 

Dilakukan untuk menentukan seberapa jauh

masuknya  presentasi janin kepintu atas panggul

(PAP), dilakukan bilah  usuia kehamilan lebih dari 36

minggu. Gambar dibawah ini

Gambar 12.6

Cara Melakukan

Sumber: Suparmi, 2017. Buku Ajar Asuhan Kehamilan,

Jakarta:Trans Info Media


5/5 : Jika seluruh kepala janin masih dapat teraba diatas

simfisis pubis

4/5 : Jika sebagian kepala janin masih berada diatas simfisis

pubis

3/5 : Jika hanya tiga dari lima jari bagian kepala janin teraba

diatas simfisis

2/5: Jika hanya dua dari lima jari bagian kepala janin teraba

diatas simfisis pubis. Berarti hampir seluruh kepala

janin telah masuk ke dalam panggul

1/5 : Jika hanya sebagian kecil kepala dapat diraba diatas S

imfisis

0/5 : Jika kepala janin tidak teraba atau seluruhnya sudah

melewati simfisis pubis

(3) TBJ  

Taksiran berat janin dapat dihitung dengan rumus Johnson-

Tausak  sebagai berikut: 

TBJ: (TFU – 12) x 155, namun jika kepala janin telah masuk 

pintu atas panggul rumusnya menjadi,TBJ: (TFU- 11) x 155.

4. Auskultasi 

Mendengarkan DJJ menggunakan doppler pada kehamilan > 16 

minggu, menggukan linex terdengar pada kehamilan 18-20 

minggu. Ciri-ciri DJJ adalah memiliki irama yang lebih cepat

dari  denyut nadi ibu dengan frekuensi normal 120-160 kali per
menit.  DJJ <120 kali per menit atau >160 kali per menit

mengidikasikan  adanya gawat janin. 

5. Pemeriksaan dalam  

Unutk menilai servik, uterus, adneksa, kelenjar bartholini,

kelenjar  skene dan uretra ketita usia kehamilan < 12 minggu /

jika ada indikasi, Pemerikasan inspekulo untuk menilai servik,

tanda-tanda  insfeksi dan cairan dari ostium uteri / jika ada

indikasi.  

6. Pemeriksaan panggul  

Pemerikaasan panggul bagian luar dilakukan untuk

memperkirakan kemungkinan panggul sempit. Terutama

dilakukan pada primigravida karna belum pernah bersalin.

Namun prosedur ANC  baru-baru ini, pengukuran pabggul luar

sudah tidak digunakan lagi.  Kepala yang tidak kunjung masuk

PAP menjadin salah satu  indikator CPD (cepalo pelvic

disproportion), dimana untuk menegakan diagnose harus

dikunsultasikan kepada SpOG.  

7. Pemeriksaan Penunjang 

Pemeriksaan laboratorium rutin untuk semua ibu hamil yang 

dilaksanakan pada kunjungan pertama. 

a) Kadar hemoglobin  
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan,

penanganan dan/atau rujukan semua kasus anemia pada

kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kadar Hb dalam darah normal wanita hamil berkisar 11 gr

% - 13,2 gr%. (Prawiroharjo, 2016 ) Pemberian tablet besi

minimal 90 tablet selama kehamilan.

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar Hb dalam

darahnya kurang dari 12 gr%. Sedangkan anemia dalam

kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar Hb dibawah 11 gr%

pada Trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada Trimester II

(Prawirohardjo, 2016)

WHO membuat derajat keparahan anemia pada kehamilan

yaitu:

a. Anemia ringan , kadar Hb 10-11 gr%

b. Anemia sedang , kadar Hb 7- 10 gr%

c. Anemia berat, kadar Hb <7 gr%

Penyebab anemia : (Anggrita, 2015)

a. Hipovolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah

b. Pretambahan darah tidak seimbang dengan pertambahan

plasma

c. Kurangnya zat besi dalam makanan

d. Kebutuhan zat besi meningkat

e. Gangguan pencernaan
Resiko anemia pada kehamilan :

a. Bayi prematur atau berat bayi lahir rendah

b. Transfusi darah / jika kehilangan sejumlah besar darah

selama persalinan

c. Depresi pasca melahirkan

Pencegahan anemia pada kehamilan, pastikan wanita hamil

mendapat cukup zat besi. Makan makanan yang seimbang

dan tambahkan lebih banyak makanan yang tinggi zat besi

kedalam makanan.

Anemia pada kehamilan :

a. Skrining anemia melalui pemeriksaan Hb darah pada ANC

K1

b. Pemberian tablet Fe minimal 90 tablet selama kehamilan,

dimulai pada trimester I kehamilan

c. Pemeriksaan Hb darah ulang pada Trimester III kehamilan

(Anggrita, 2015)

b) Golongan darah dan rhesus  

c) Rapid test (untuk menegakan diagnose malaria) 

d) HbsAg (untuk menegakan diagnose hepatitis ) 

e) Tes HIV 

Sedangkan menurut (Pantikawati dkk, 2014) meliputi standar

14T, sehingga ibu hamil yang datang memperoleh pelayanan

komprehensif dengan harapan ANC dengan standar 14 T dapat


sebagai daya ukur pelayanan kehamilan sesuai dengan yang

diharapkan. Pelayanan ANC minimal 5 T, meningkat menjadi 7

T, dan menjadi 12 T, sedangkan untuk daerah gondok dan

malaria menjadi 14 T , sebagai berikut:

1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

2) Ukur tekanan darah

3) Ukur tinggi fundus uteri (TFU)

4) Pemberian imunisasi TT

5) Pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilan,

pemberian tablet zat besi pada ibu hamil (Fe) adalah

defisiensi zat besi pada ibu hamil, bukan menaikan kadar

haemoglobin. Wanita perlu menyerap zat besi rata-rata 60

mg/hari.

6) Tes terhadap penyakit menular seksual

7) Temu wicara (konseling, termasuk perencanaan persalinan,

dan pencegahan komplikasi serta KB pasca persalinan)

8) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

9) Tes/periksaan HB

10) Tes/pemeriksaan urine

11) Perawatan payudara (tekan pijat payudara)

12) Pemeliharaan tingkat kebugaran (senam hamil)

13) Terapi yodium kapsul (khusus daerah endemic gondok)

14) Terapi obat malaria.


2.1.2 Persalinan

1. Pengertian Persalinan

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran

janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu),

lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang

berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu

maupun pada janin. (Prawirohardjo, 2016).

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan

selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap

normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan

(setelah 39 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. (Saifuddin,

2014)

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput

ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika

prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37

minggu) tanpa disetai adanya penyulit. Persalinan dimulai

(inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan

pada serviks (perlunakan, membuka dan menipis) dan berakhir

dengan lahirnya placenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika

kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks.

(JNPK-KR, 2017).

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya

serviks, janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses


dimana janin dan ketuban terdorong keluar melalui jalan lahir.

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin

yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37–42 minggu), lahir

spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung

dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada

janin. (Saifuddin, 2014)

Bentuk persalinan sesuai dengan pengertian diatas adalah:

1. Persalinan spontan atau partus biasa apabila persalinan

dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat,

tanpa melukai ibu dan bayi atau seluruhnya atas kekuatan

ibu sendiri, biasanya berlangsung dalam waktu kurang dari

24 jam. (Tando, 2013)

2. Persalinan buatan, bila proses persalinan dengan bantuan

tenaga dari pihak lain dan atau menggunakan peralatan

medis. (Tando, 2013)

3. Persalinan anjuran, bila kekuatan yang diperlukan untuk

persalinan ditimbulkan karena rangsangan dari luar.

(Tando, 2013)

2. Fisiologi Persalinan

a. Teori penurunan hormon

1-2 minggu sebelum partus mulai mengalami penurunan kadar

hormon ekstrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai

penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan


kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar

progesteron turun.

b. Teori plasenta

Menjadi tua akan menyebabkan turunnya kadar ekstrogen dan

progesteron yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah hal

ini akan menimbulkan kontraksi rahim.

c. Teori distensi Rahim

Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan

iskemia otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero

plasenter.

d. Teori iritasi mekanik

Di belakang serviks terletak ganglion sevikale (fleksus

frankenhauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya

oleh kepala janin, akan timbul kontraksi uterus.

Indikasi partus (induction of labour) partus dapat pula

ditimbulkan dengan gejala:

1) Gangguan laminaria–beberapa laminaria dimasukkan dalam

kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus

frankenhauser

2) Amniotomi : pemecahan ketuban.

3) Oksitosin drips : pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus

(Saifuddin, 2014).
Fisiologi persalinan menurut (Prawirohardjo, 2016), meliputi

turunnya kepala, fleksi, putaran paksi dalam, ekstensi, putaran

paksi luar, ekspulsi.

1) Turunnya Kepala

a. Masuknya kepala dalam pintu atas panggul

b. Majunya kepala

Pembagian ini berlaku bagi primigravida :

Primigravida sudah terjadi bulan terakhir dari kehamilan

tetapi pada multipara biasanya baru terjadi pada permulaan

persalinan. Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul

biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi

yang ringan. Jika sutura sagitalis dalam diameter antero

posterior dari pintu atas panggul, maka masuknya kepala tentu

lebih sukar, karena menempati ukuran yang lebih kecil dari

pintu atas panggul. Jika sutura sagitalis terdapat di tengah-

tengah jalan lahir, ialah tempat diantara simpisis dan pro

masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul pada montorium,

maka dikatakan kepala di dalam “ synclitismus ”.

Pada synclitismus os pariental, depan dan belakang sama

tingginya. Jika sutura sagitalis agak kedepan mendekati simpisis

atau agak ke belakang mendekati promontorium, maka kita

hadapi “Asynclitismus“. Kita mengenal “asynclitismus

posterior” adalah kalau sutura sagitalis mendekati simpisis dan


os pariental belakang lebih rendah dari os pariental depan dan

kita mengenal “asynclitismus anterior” adalah kalau sutura

sagitalis mendekati promontorium sehingga os pariental depan

lebih rendah dari os pariental belakang pada pintu atas panggul

biasanya kepala dalam asynclitismus posterior yang ringan.

Majunya kepala : Pada primigravida majunya kepala terjadi

setelah kepala masuk kedalam rongga panggul dan biasanya

baru mulai pada kala II. Pada multipara sebaliknya majunya

kepala dan masuknya kepala dalam rongga panggul terjadi

bersamaan. Majunya kepala ini bersamaan dengan gerakan-

gerakan yang lain ialah : Fleksi, putaran paksi dalam, dan

ekstensi.

a. Fleksi

Dengan majunya kepala biasanya juga fleksi

bertambah sehingga ubun-ubun kecil jelas lebih rendah dari

ubun-ubun besar. Keuntungan dari bertambahnya fleksi

ialah bahwa ukuran kepala yang lebih kecil melalui jalan

lahir : diameter suboccipito bregmatica (9,5 cm)

menggantikan diameter suboccipito frontalis (11 cm). Fleksi

ini disebabkan karena anak di dorong maju dan sebaliknya

mendapatkan tahanan dari pinggir pintu atas panggul,

serviks, dinding panggul atau dasar panggul. Akibat dari

kekuatan ini ialah terjadi fleksi karena moment yang


menimbulkan fleksi lebih besar dari moment yang

menimbulkan defleksi.

b. Putaran Paksi Dalam

Pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa

sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar

kedepan ke bawah simfisis. Pada presentasi belakang kepala

bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan

bagian inilah yang akan memutar ke depan ke bawah

simpisis. Putaran paksi dalam mutlak perlu untuk kelahiran

kepala karena putaran paksi merupakan suatu usaha untuk

menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir

khususnya untuk bidang tengah dan pintu bawah panggul.

Putaran paksi dalam tidak terjadi tersendiri, tetapi selalu

bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi

sebelum kepala sampai hodge III, kadang-kadang baru

setelah kepala sampai dasar panggul.

c. Ekstensi

Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di

dasar panggul, terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala.

Hal ini disebabkan sumbu jalan lahir pada pintu bawah

panggul mengarah ke depan dan atas, sehingga kepala harus

mengadakan ekstensi untuk melalui. Kalau tidak terjadi

ekstensi, kepala akan tertekan pada perineum dan


menembusnya. Pada kepala bekerja 2 kekuatan, yang satu

mendesak ke bawah dan satunya disebabkan tahan dasar

panggul yang menolak ke atas. Resultant adalah kekuatan

kearah depan atas. Setelah suboksiput tertahan pada pinggir

bawah simpisis maka yang dapat maju karena kekuatan

tersebut diatas bagian yang berhadapan dengan suboksiput,

maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas perineum

ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut dan akhirnya dagu

dengan gerakan ekstensi. Suboksiput yang menjadi pusat

putaran disebut hypomoghlion.

d. Putaran Paksi Luar

Setelah kepala lahir, maka kepala anak berputar

kembali kearah punggung anak untuk menghilangkan torsi

pada leher yang terjadi pada putaran paksi dalam.

Selanjutnya putaran di lanjutkan hingga belakang kepala

berhadapan dengan tuber ischiadikum. Gerakan yang

terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan

disebabkan karena ukuran bahu (diameter bisacromial)

menempatkan diri dalam diameter antero posterior dari

pintu bawah panggul.

e. Ekspulsi

Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai

dibawah simfisis dan menjadi hipomoghlion untuk


kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul

dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan

paksi jalan lahir.

3. Tanda-tanda Persalinan

Tanda – Tanda Permulaan Persalinan

Menurut (Manuaba, 2014), dengan penurunan hormon progesteron

menjelang persalinan dapat terjadi kontaksi. Kontraksi otot rahim

menyebabkan:

A. Turunnya kepala, masuk ke PAP (Lightening).

B. Perut lebih melebar karena fundus uteri turun.

C. Munculnya nyeri di daerah pinggang karena kontraksi ringan

otot rahim. Terjadi perlunakan serviks karena terdapat  kontraksi

otot rahim.

D. Terjadi pengeluaran lendir.

Tanda dan gejala persalinan

Menurut (Manuaba, 2014) tanda persallinan adalah sebagai

berikut:

1) Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak

kontraksi yang semakin pendek.

2) Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda (pengeluaran

lendir, lendir bercampur darah).

3) Dapat disertai ketuban pecah.


4) Pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan serviks (perlunakan,

pendataran, dan pembukaan serviks).

4. Tahapan Persalinan

Proses persalinan terdiri atas empat kala yaitu sebagai berikut

a. Kala I (Pembukaan)

Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus

yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya)

hingga serviks membuka lengkap (10 cm). (Kumalasari,

2015:98). Persalinan kala I dibagi menjadi dua fase, yaitu fase

laten dan fase aktif.

1) Fase laten pada kala satu persalinan :

a) Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan

penipisan dan pembukaan serviks sacara bertahap.

b) Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.

c) Pada umumnya, fase laten berlangsung 8 jam.

2) Fase aktif pada kala satu persalinan :

Berlangsung selama 6 jam dan dibagi dalam 3 subfase :

a) Periode akselerasi : berlangsung 2 jam, pembukaan

menjadi 4 cm.

b) Pembukaan dilatasi maksimal (steady) : selama 2 jam

pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm.

c) Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam waktu 2

jam pembukaan menjadi 10 cm sampai lengkap.


d) Terjadi penurunan pada bagian terbawah janin.

Fase-fase dan lama kontraksi uterus akan meningkat

secara bertahap, jika terjadi tiga kali atau lebih dalam

waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau

lebih. Dari pembukaan 4 cm mencapai pembukaan

lengkap atau10 cm akan terjadi dengan kecepatan rata-

rata 1 cm perjam (nulipara atau primigravida) atau lebih

dari 1cm hingga 2 cm pada (multipara) (JNPK-KR,

2017).

5. Pemeriksaan Abdomen

a. Menentukan Tinggi Fundus. Pastikan pengukuran dilakukan

pada saat uterus tidak sedang berkontraksi menggunakan pita

pengukur. Ibu dengan posisi setengah duduk dan tempelkan

ujung pita (posisi melebar) mulai dari tepi atas simpisis pubis,

kemudian rentangkan pita mengikuti aksis/linea mediana

dinding depan abdomen hingga ke puncak fundus. Jarak antara

tepi atas simpisis pubis dan puncak fundus uteri adalah tinggi

fundus.

b. Memantau Kontraksi Uterus. Gunakan jarum detik yang ada

pada jam dinding atau jam tangan untuk memantau kontraksi

uterus. Secara hati-hati, letakkan tangan penolong diatas uterus

dan palpasi jumlah kontraksi yang terjadi dalam kurun waktu 10

menit. Tentukan durasi atau lama setiap kontraksi yang terjadi.


Pada fase aktif, minimal terjadi dua kontraksi dalam 10 menit

dan lama kontraksi adalah 40 detik atau lebih. Di antara dua

kontraksi akan terjadi relaksasi dinding uterus.

c. Memantau Denyut Jantung Janin. Nilai DJJ selama dan segera

setelah kontraksi uterus. Dengarkan DJJ selama minimal 60

detik, dengarkan sampai sedikitnya 30 detik setelah kontraksi

berakhir. Normalnya DJJ yaitu antara 120 sampai 160 kali

permenit.

d. Menentukan Presentasi

1) Bagian berbentuk bulat, teraba keras, yaitu kepala.

2) Jika bagian terbawah janin belum masuk ke rongga panggul

maka bagian tersebut masih dapat digerakkan. Jika telah

memasuki rongga panggul maka bagian terbawah janin sulit

atau tidak dapat digerakkan lagi.

3) Menentukan Penurunan Bagian Terbawah Janin Penurunan

bagian terbawah dengan metode lima jari (perlimaan)

adalah:

a) 5/5 jika bagian terbawah janin seluruhnya teraba di atas

simpisis pubis.

b) 4/5 jika sebagian (1/5) bagian terbawah janin telah

memasuki pintu atas panggul.

c) 3/5 jika sebagian (2/5) bagian terbawah janin telah

memasuki pintu atas panggul.


d) 2/5 jika hanya sebagian dari bagian terbawah janin masih

berada di atas simpisis dan (3/5) bagian telah turun

melewati bidang tengah rongga panggul (tidak dapat

digerakkan).

e) 1/5 jika hanya 1 dari 5 jari masih dapat meraba bagian

terbawah janin yang berada di atas simpisis dan 4/5

bagian telah masuk ke dalam rongga panggul.

f) 0/5 jika bagian terbawah janin sudah tidak dapat diraba

dari pemeriksaan luar dan seluruh bagian terbawah janin

sudah masuk ke dalam rongga panggul (JNPK-KR,

2017).

Pemantauan.

Tabel 2.4

Frekuensi minimal penilaian dan Intervensi

dalam Persalinan Normal

Frekuensi pada Fase Frekuensi pada Fase


Parameter
Laten Aktif

Tekanan darah Setiap 4 jam Setiap 4 jam

Suhu Badan Setiap 4 jam Setiap 2 jam

Nadi Setiap 30 menit Setiap 30-60 menit

Denyut Jantung Janin Setiap 30-60 menit Setiap 30 menit


Kontraksi Setiap 1 jam Setiap 30 menit

Pembukaan serviks Setiap 4 jam Setiap 4 jam

Penurunan Setiap 4 jam Setiap 4 jam

Sumber : Saifuddin, 2014. Ilmu Kebidanan, Jakarta : PT. Bina Pustaka

e. Periksa Dalam

Pemeriksaan dalam dapat di nilai dari menurut JNPK – KR

2017:

1) Pembukaan serviks : berapa cm atau berapa jari hampir

lengkap atau sudah lengkap.

2) Presentasi dan posisi, presentasi : bagian terendah dari janin,

posisi: hubungan presentasi bayi dengan kaki ibu, kepala :

occiput, muka : dahi, bokong : sacrum, transverse : bahu/

scapula.

3) Turunnya bagian terbawah menurut bidang hodge.

4) Selaput ketuban sudah pecah atau belum, menonjol atau

tidak.

5) Apakah promontorium teraba atau tidak.

6) Linea inominata apakah teraba seluruhnya atau tidak.

7) Sacrum cekung atau bentuk lain.

8) Spina ischiadika menonjol atau tidak.


9) Arkus pubis cukup lebar atau tidak.

10) Serviks : effacement, tipis atau tebal.

11) Apakah pada kepala janin ada kaput atau tidak.

12) Moulage sutura (JNPK-KR, 2017).

f. Partograf

Pengertian partograf adalah alat bantu untuk memantau

kemajuan persalinan dan informasi untuk membuat keputusan

klinik. (JNPK-KR, 2013)

Tujuan utama dari penggunaan partograf :

1) Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:

a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan

dengan menilai pembukaan serviks melalui pemeriksaan

dalam.

b) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara

normal. Dengan demikian, juga dapat melakukan deteksi

secara dini setiap kemungkinan terjadinya partus lama.

Jika digunakan secara tepat dan konsisten, maka partograf

akan membantu penolong persalinan untuk:

(1) Mencatat kemajuan persalinan.

(2) Mencatat kondisi ibu dan janinnya.

(3) Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan

kelahiran.
(4) Menggunakan informasi yang tercatat untuk secara dini

mengidentifikasi adanya penyulit.

(5) Menggunakan informasi yang ada untuk membuat

keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu

2) Penggunaan Partograf

(1) Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan

sebagai elemen penting asuhan persalinan. Partograf

harus digunakan, baik tanpa ataupun adanya penyulit.

Partograf akan membantu penolong persalinan dalam

memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan

klinik baik persalinan normal maupun yang disertai

dengan penyulit.

(2) Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat

(rumah, puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit,

dll).

(3) Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang

memberikan asuhan kepada ibu selama persalinan dan

kelahiran (Spesialis Obgin, bidan, dokter umum,

residen dan mahasiswa kedokteran).

(4) Penggunaan partograf secara rutin akan memastikan

para ibu dan bayinya mendapatkan asuhan yang aman

dan tepat waktu. Selain itu, juga mencegah terjadinya

penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa


mereka. Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan

dicatat secara seksama, yaitu:

(1) Denyut jantung janin setiap 1/2 jam

(2) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap 1/2

jam

(3) Nadi: setiap 1/2 jam

(4) Pembukaan serviks setiap 4 jam

(5) Penurunan: setiap 4 jam

(6) Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam

(7) Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4

jam

3) Pencatatan selama fase aktif persalinan

Halaman depan partograf mencantumkan bahwa observasi

dimulai pada fase aktif persalinan dan menyediakan lajur

dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama

fase aktif persalinan, termasuk:

(1) Informasi tentang ibu: Nama, umur. Gravida, para,

abortus (keguguran), Nomor catatan medis/nomor

puskesmas, Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika

di rumah, tanggal dan waktu penolong persalinan mulai

merawat ibu), Waktu pecahnya selaput ketuban.

(2) Kondisi janin: DJJ: Warna dan adanya air ketuban,

Penyusupan (molase) kepala janin.


(3) Kemajuan persalinan: Pembukaan serviks, Penurunan

bagian terbawah janin atau presentasi janin, Garis

waspada dan garis bertindak.

(4) Jam dan waktu: Waktu mulainya fase aktif persalinan,

Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.

(5) Kontraksi uterus: Frekuensi dan lamanya.

(6) Obat-obatan dan cairan yang diberikan: Oksitosin,

Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.

(7) Kondisi ibu: Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh,

Urin (volume, aseton atau protein).

(8) Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya

(dicatat dalam kolom yang tersedia di sisi partograf

atau di catatan kemajuan persalinan).

4) Mencatat temuan Partograf

(1) Informasi tentang ibu

Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada

saat memulai asuhan persalinan. Waktu kedatangan

(tertulis sebagai: "jam" pada partograf) dan perhatikan

kemungkinan ibu datang dalam fase laten persalinan.

Catat waktu terjadinya pecah ketuban.

(2) Kesehatan dan kenyamanan janin


Kolom, lajur dan skala angka pada partograf adalah

untuk pencatatan denyut jantung janin (DJJ), air

ketuban dan penyusupan (kepala janin).

a) Denyut jantung janin

Dengan menggunakan metode seperti yang

diuraikan pada bagian Pemeriksaan fisik, nilai dan

catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit

(lebih sering jika ada tanda-tanda gawat janin).

Setiap kotak pada bagian ini, menunjukkan waktu

30 menit. Skala angka di sebelah kolom paling kiri

menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan memberi

tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka

yang menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan titik

yang satu dengan titik lainnya dengan garis tidak

terputus.

Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf di

antara garis tebal angka 180 dan 100. Tetapi,

penolong harus sudah waspada bila DJJ di bawah

120 atau di atas 160. Untuk tindakan-tindakan

segera yang harus dilakukan jika DJJ melampaui

kisaran normal ini. Catat tindakan-tindakan yang

dilakukan pada ruang yang tersedia di salah satu

dari kedua sisi partograf. (JNPK-KR, 2017).


b) Warna dan adanya air ketuban

Nilai air ketuban setiap kali dilakukan pemeriksaan

dalam, dan nilai warna air ketuban jika selaput

ketuban pecah. Catat temuan-temuan dalam kotak

yang sesuai di bawah lajur DJJ. Gunakan lambang-

lambang berikut ini:

U : Ketuban utuh (belum pecah)

J : Ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih

M: Ketuban sudah pecah dan air ketuban

bercampur mekonium

D: Ketuban sudah pecah dan air ketuban

bercampur darah

K : Ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban

("kering").

Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu

menunjukkan adanya gawat janin. Jika terdapat

mekonium, pantau DJJ secara seksama untuk

mengenali tanda-tanda gawat janin selama proses

persalinan. Jika ada tanda-tanda gawat janin (denyut

jantung janin < 100 atau >180 kali per menit), ibu

segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai. Tetapi

jika terdapat mekonium kental, segera rujuk ibu ke


tempat yang memiliki asuhan kegawatdaruratan obstetri

dan bayi baru lahir.

c) Molase (penyusupan kepala janin)

Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa

jauh kepala bayi dapat menyesuaikan diri dengan

bagian keras panggul ibu. Tulang kepala yang saling

menyusup atau tumpang tindih, menunjukkan

kemungkinan adanya disproporsi tulang panggul

(CPD). Ketidakmampuan akomodasi akan benar-benar

terjadi jika tulang kepala yang saling menyusup tidak

dapat dipisahkan.

Apabila ada dugaan disproprosi tulang

panggul, penting sekali untuk tetap memantau kondisi

janin dan kemajuan persalinan. Lakukan tindakan

pertolongan awal yang sesuai dan rujuk ibu dengan

tanda-tanda disproporsi tulang panggul ke fasilitas

kesehatan yang memadai.

Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai

penyusupan kepala janin. Gunakan lambang-lambang

berikut ini:

0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan

mudah dapat dipalpasi


1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling

bersentuhan

2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih,

tapi masih dapat dipisahkan

3 : tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak

dapat dipisahkan.

5) Kemajuan Persalinan

Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk

pencatatan kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang

tertera di tepi kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi

serviks. Masing-masing angka mempunyai lajur dan

kotak tersendiri. Setiap angka/kotak menunjukkan

besarnya pembukaan serviks. Kotak yang satu dengan

kotak yang lain pada lajur diatasnya, menunjukkan

penambahan dilatasi sebesar 1 cm. Skala angka 1-5

juga menunjukkan seberapa jauh penurunan janin.

Masing-masing kotak di bagian ini menya¬takan waktu

30 menit.

6) Pembukaan serviks

Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di

bagian Pemeriksaan Fisik dalam bab ini, nilai dan catat

pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan

jika ada tanda-tanda penyulit). Saat ibu berada dalam


fase aktif persalinan, catat pada partograf hasil temuan

dari setiap pemeriksaan. Tanda "X" harus ditulis di

garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya

pembukaan serviks. Beri tanda untuk temuan-temuan

dari pemeriksaan dalam yang dilakukan pertama kali

selama fase aktif persalinan di garis waspada.

Hubungkan tanda "X" dari setiap pemeriksaan dengan

garis utuh (tidak terputus).

7) Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin

Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di

bagian Pemeriksaan fisik di bab ini. Setiap kali

melakukan pemeriksaan dalam (setiap 4 jam), atau

lebih sering jika ada tanda-tanda penyulit, nilai dan

catat turunnya bagian terbawah atau presentasi janin.

Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks

umumnya diikuti dengan turunnya bagian terbawah

atau presentasi janin. Tapi kadangkala, turunnya bagian

terbawah/presentasi janin baru terjadi setelah

pembukaan serviks sebesar 7 cm.

Kata-kata "Turunnya kepala" dan garis tidak putus dari

0-5, tertera di sisi yang sama dengan angka " pada garis

waktu yang sesuai pembukaan serviks. Berikan tanda "

" di sebagai contoh, jika kepala bisa dipalpasi 4/5,


tuliskan tanda " " dari setiap pemeriksaan dengan garis

tidak nomor 4. Hubungkan tanda " terputus.

8) Garis waspada dan garis bertindak

Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm

dan berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap

diharapkan terjadi jika laju pembukaan 1 cm per jam. 

Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di

garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke

sebelah kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1

cm per jam), maka harus dipertimbangkan adanya

penyulit (misalnya fase aktif yang memanjang, macet,

dll.). Pertimbangkan pula adanya tindakan intervensi

yang diperlukan, misalnya persiapan rujukan ke

fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit atau

puskesmas) yang mampu menangani penyulit dan

kegawatdaruratan obstetri. 

Garis bertindak tertera sejajar dengan garis waspada,

dipisahkan oleh 8 kotak atau 4 jalur ke sisi kanan. Jika

pembukaan serviks berada di sebelah kanan garis

bertindak, maka tindakan untuk menyelesaikan

persalinan harus dilakukan. Ibu harus tiba di tempat

rujukan sebelum garis bertindak terlampaui.

9) Jam dan waktu


Dibagian bawah partograf (pembukaan serviks dan

penurunan) tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-16.

Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak

dimulainya fase aktif persalinan yaitu dimulai dari

pembukaan 4 cm dan tidak di mulai dari fase laten yang

pembukaan baru 3 cm.

10) Kontraksi uterus

Di bawah lajur waktu partograf terdapat lima lajur

kotak dengan tulisan "kontraksi per 10 menit" di

sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak

menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan

catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan lamanya

kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan lamanya

kontraksi dengan: Beri titik-titik di kotak yang sesuai

untuk menyatakan kontraksi yang lamanya kurang dari

20 detik, beri garis-garis di kotak yang sesuai untuk

menyatakan kontraksi yang lamanya 20-40 detik. Isi

penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi

yang lamanya lebih dari 40 detik.

11) Obat-obatan yang diberikan

Di bawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera

lajur kotak untuk mencatat oksitosin, obat-obat lainnya

dan cairan IV.


1. Oksitosin

Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai,

dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit

oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan

dalam satuan tetesan per menit.

2. Obat-obatan lain dan cairan IV Catat semua

pemberian obat- obatan tambahan dan/atau cairan IV

dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktunya.

b. Kala II (Kala Pengeluran Janin)

Kala II disebut juga kala pengeluaran. Kala ini dimulai dari

pembukaan lengkap (10cm) sampai bayi lahir. Proses ini

berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada

multigravida (Sumarah, 2009 dalam Sari dkk,

2014:167).Persalinan kala II (kala pengeluaran) dimulai dari

pembukaan lengkap (10cm) sampai bayi lahir. Perubahan

fisiologi secara umum terjadi pada persalinan kala II adalah:

(1) His menjadi lebih kuat dan lebih sering (Fetus Axis

Pressure)

(2) Timbul tenaga untuk meneran

(3) Perubahan dalam dasar panggul

(4) Lahirnya Fetus (Asri dkk, 2012:60)

Tanda Dan Gejala Kala Dua Persalinan


a. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya

kontraksi.

b. Ibu merasakan adannya peningkatan tekanan pada

rectum dan/atau vaginanya.

c. Perineum menonjol.

d. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.

e. Meningkatnya pengeluaran ledir bercampur darah.

(JNPK-KR, 2017).

Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam

(informasi obyektif) yang hasilnya adalah :

a) Pembukaan serviks sudah lengkap, atau

b) Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.

Adapun tanda pasti kala II yaitu pembukaan serviks telah

lengkap dan terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus

vagina (JNPK-KR, 2017). Proses kala II berlangsung ± 2 jam

pada primigravida dan ± 1 jam pada multigravida (Elisabeth,

2016).

1. Posisi Ibu Saat Meneran

a) Posisi duduk atau setengah duduk

Posisi duduk atau setengah duduk dapat

memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memberikan

kemudahan baginya untuk beristirahat diantara

kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah


gaya grafitasi untuk membantu ibu melahirkan

bayinya.

b) Jongkok atau berdiri

Jongkok atau berdiri membantu mempercepat

kemajuan kala dua persalinan dan mengurangi rasa

nyeri.

c) Merangkak atau berbaring miring kekiri

Beberapa ibu merasa bahwa merangkak atau

berbaring miring kekiri membuat mereka lebih

nyaman dan efektif untuk meneran. Kedua posisi

tersebut juga akan membantu perbaikan posisi

oksiput yang melintang untuk berputar menjadi

posisi oksiput anterior. Posisi merangkak seringkali

membantu ibu mengurangi nyeri punggung saat

persalinan. Posisi berbaring miring kekiri

memudahkan ibu untuk beristirahat diantara

kontraksi jika ia mengalami kelelahan dan juga

dapat mengurangi resiko terjadinya laserasi

perineum.

2. Pemantauan Selama Kala Dua Persalinan

Kondisi ibu dan bayi dan kemajuan persalinan harus

selalu dipantau secara berkala dan ketat selama


berlangsungnya kala dua persalinan. Pantau, periksa

dan catat:

1) Nadi ibu setiap 30 menit

2) Frekuensi dan lama kontraksi setiap 30 menit

3) DJJ setiap selesai meneran atau setiap 5-10 menit

4) Penurunan kepala bayi setiap 30 menit melalui

pemeriksaan abdomen (periksa luar) dan periksa

dalam setiap 60 menit atau jika ada indikasi, hal ini

dilakukan lebih cepat

5) Warna cairan ketuban jika selaputnya sudah pecah

(jernih atau bercampur mekonium atau darah)

6) Apakah ada presentasi majemuk atau tali pusat

disamping atau tekemuka

7) Putaran paksi luar segera setelah kepala bayi lahir

8) Kehamilan kembar yang tidak diketahui sebelum

bayi pertama lahir

Catatkan semua pemeriksaan dan intervensi yang

dilakukan pada catatan persalinan.

AMNIOTOMI

Adalah tindakan membuka selaput amnion dengan jalan

membuat robekan kecil ± 2-3 cm yang kemudian akan melebar

secara spontan akibat gaya berat cairan dan adanya tekanan di

dalam rongga amnion. Tindakan ini umumnya dilakukan pada


saat pembukaan lengkap dan kepala ada didasar panggul agar

penyelesaian berlangsung sebagaimana mestinya. Pada kondisi

selektif, amniotomi dilakukan pada fase aktif awal, sebagai

upaya akselerasi persalinan. Pada kondisi demikian, penilaian

serviks, penurunan bagian terbawah dan luas panggul, menjadi

sangat menentukan keberhasilan proses akselerasi persalinan.

Penilaian yang salah, dapat menyebabkan cairan amnion sangat

berkurang sehingga menimbulkan distosia dan meningkatkan

morbiditas/mortalitas ibu dan bayi yang dikandungnya.

(Saifuddin, 2014).

Indikasi Amniotomi menurut (Manuaba, 2016) :

1) Pembukaan Lengkap

2) Pada kasus solution plasenta

3) Akselerasi persalinan

4) Persalinan pervaginam dengan menggunakan instrument

c. Kala III (Kala Pengeluran Uri)

Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai

10 menit. Dengan lahirnya bayi, mulai berlangsung pelepasan

plasenta pada lapisan Nitabusch, karena sifat retraksi otot

rahim. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan

memperhatikan tanda-tanda uterus menjadi bundar, uterus

terdorong ke atas karena plasenta dilepas ke segmen bawah

rahim, tali pusat bertambah panjang, terjadi perdarahan,


melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara

Crede pada fundus uteri (Manuaba dkk, 2010 : 174). Persalinan

Kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan

lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Berlangsung selama 15-

30 menit. Kala III terdiri atas dua fase yaitu sebagai berikut:

1) Fase pelepasan uti

2) Fase pengeluran uri (Kumalasari, 2015:98).

Tujuan Manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan

kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat

mempersingkat waktu kala, mencegah perdarahan, dan

mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika

dibandingkan kala III fisiologis (Sari dkk, 2014:187).

a) Cara pengeluaran plasenta

Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit setelah bayi

baru lahir, pastikan tidak ada bayi lain, pindahkan klem

sekitar 5-10 cm dari vulva. Letakkan tangan lain pada

abdomen ibu tepat diatas simpisis pubis. Setelah terjadi

kontraksi yang kuat tegangankan tali pusat dengan satu

tangan dan tangan yang lain menekan uterus kearah lumbal

dan kepala ibu (dorso kranial) agar tidak terjadi inversio

uteri. Saat mulai kontraksi tegangkan tali pusat ke arah

bawah, lakukan tekanan dorso kranial hingga tali pusat

makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas yang


menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.

Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar

plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Saat

plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta

dengan mengangkat tali pusat keatas dan menopang

plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakan dalam

wadah penampung (pegang dengan kedua tangan secara

lembut).

Melakukan pengecekan plasenta

a. Ketebalan plasenta

Menurut Manuaba, 2014:

1.  Plasenta mempunyai sekitar 16-20 kotiledon yang

selanjutnya bercabang-cabang sehingga keseluruhannya

mempunyai luas sekitar 11 meter persegi.

2.   Plasenta mempunyai 2 permukaan :

a. Part fetalis,yang ditutupi oleh lapisan amnio

b.  Part maternalis yang berhadapan dengan dsidua

dan membentuk sirkulasi retroplasenta

3. Bentuk plasenta bervariasi dan sebagian besar buat:

a. Lebarnya sekitar 15-20 cm

b.   Tebalnya sekitar 2,5-3 cm

c.   Beratnya sekitar 1/6 berat janin

d.   Rata-rata 500 gram


e. Ukuran tali pusat

Tali pusat bentuknya bergulung dan berada bebas di

dalam kantung amnion, sehingga panjang tali pusat

tidak mungkin dapat diukur melalui pemeriksaan USG.

Selama kehamilan tali pusat akan bertambah panjang,

dan mencapai panjang finalnya sekitar 50 – 60 cm.

(JNPK-KR, 2017).

d. Kala IV

Kala IV persalinan adalah dimulai dari lahirnya plasenta

sampai 2 jam pertama postpartum (Kumalasari, 2015:99).

Dimulai dai saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama

setelah lahir. Masa ini merupakan masa paling kritis untuk

mencegah kematian ibu kematian di sebabkan oleh perdarahan.

Penanganan pada kala IV:

1) Memeriksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan

setiap 30 menit pada jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat,

massase terus sampai menjadi keras.

2) Memeriksa tekanan darah, nadi, kandung kemih dan

perdarahan setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30

menit pada jam kedua

3) Menganjurkan ibu untuk minum untuk mencegah dehidrasi.

4) Membersihkan perineum ibu dan mengenakan pakaian ibu

yang bersih dan kering.


5) Membiarkan ibu istirahat dan membiarkan bayi pada dada

ibuuntuk meningkatkan hubungan ibu dan bayi dan inisiasi

menyusu dini.

6) Memastikan ibu sudah BAK dalam 3 jam setelah

melahirkan.

7) Mengajari ibu atau anggota keluarga tentang bagaimana

memeriksa fundus dan menimbulkn kontraksi serta tanda-

tanda bahaya bagi ibu dan bayi. (Saifudin, 2008: 100-121).

Sebagian besar kesakitan dan kematian ibu akibat

pendarahan pasca persalinan terjadi dalam 4 jam pertama

selama kelahiran bayi. Sangatlah penting untuk memantau ibu

secara ketat segera setelah persalinan. Jika tanda-tanda vital

dan kontraksi uterus masih dalam bentuk normal selama dua

jam pertama pasca persalinan, mungkin ibu tidak akan

mengalami pendarahan pascapersalinan. Penting untuk berada

di samping ibu dan bayinya selama dua jam pertama pasca

persalinan. Selama dua jam pertama pascapersalinan: (JNPK-

KR, 2017)

a. Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung

kemih dan darah yang keluar setiap 15 menit selama

satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam

kedua kala empat. Jika ada temuan yang tidak normal,


tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian kondisi

ibu.

b. Masase uterus membuat uterus berkontraksi baik setiap

15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit

selama jam kedua kala empat. Jika ada temuan yang

tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan

penilaian ibu.

c. Pantau temperatur tubuh setiap jam dalam dua jam

pasca persalinan. Jika meningkat, pantau dan

tatalaksana sesuai dengan yang diperlukan.

d. Nilai jumlah darah yag keluar. Periksa perenium dan

vagina setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap

30 menit selama jam kedua pada kala empat.

e. Ajarkan ibu dan keluarga bagaimana menilai kontraksi

uteerus dan jumlah darah yang keluar dan bagaimana

melakuakan masase jika uterus menjadi lembek.

f. Minta anggota keluarga memeluk bayi. Bersihkan dan

bantu ibu mengenakan baju atau sarung yang bersih dan

kering, atur posisi ibu agar nyaman, duduk

bersandarkan bantal atau berbaring miring. Jaga agar

bayi diselimuti dengan baik, bagian kepala tertutup

baik, kemudian berikan bayi ke ibu dan anjurkan untuk

dipeluk dan diberi ASI (JNPK-KR, 2017).


1. Laserasi

Pengertian Robekan yang terjadi pada perineum sewaktu

persalinan. (JNPK-KR, 2017).

Robekan perineum dibagi menjadi 4 derajat :

1. Derajat I : Mukosa vagina, komisura posterior, kulit

perineum.

2. Derajat II : Mukosa vagina, komisura posterior, kulit

perineum, otot perineum.

3. Derajat III : Mukosa vagina, komisura posterior, kulit

perineum, otot perineum, otot sfingter ani.

4. Derajat IV : Mukosa vagina, komisura posterior, kulit

perineum, otot perineum, otot sfingter ani,

dinding depan rectum

2. Penatalaksanaan menjahit laserasi perineum

Tujuan menjahit laserasi adalah untuk menyatukan kembali

jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.

Keuntungan - keuntungan teknik penjahitan jelujur :

a. Mudah dipelajari (hanya perlu belajar satu jenis penjahitan

dan satu atau dua jenis simpul).

b. Tidak terlalu nyeri karena lebih sedikit benang yang

digunakan.

c. Menggunakan lebih sedikit jahitan

Heacting (Menjahit Laserasi Perineum)


Tujuan menjahit laserasi atau episiotomy adalah untuk

menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan

mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan

hemostasis). Ingat bahwa setiap kali jarum masuk jaringan

tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi tempat yang potensial

untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit

laserasi atau episiotomy gunakan benang yang cukup panjang

dan gunakan sedikit mungkin jahitan untuk mencapai tujuan

pendekatan dan hemostasis. (JNPK-KR, 2017).

Macam-macam heacting menurut JNPK-KR, 2017 yaitu:

1. Jahitan satu-satu

a. Jahitan simple interrupted (Jahitan satu demi satu)

Merupakan jenis jahitan yang paling dikenal dan

paling banyak digunakan. Jarak antara jahitan sebanyak 5-7

mm dan batas jahitan dari tepi luka sebaiknya 1-2 mm.

Semakin dekat jarak antara tiap jahitan, semakin baik bekas

luka setelah penyembuhan.

b. Jahitan matras

(1) Jahitan matras vertical

Jahitan jenis ini digunakan jika tepi luka tidak bisa

dicapai hanya dengan mengunakan jahitan satu demi

satu. Misalnya di daerah yang tipis lemak


subkutisnya dan tepi luka cenderung masuk

kedalam.

(2) Jahitan matras horizontal

Jahitan ini digunakan untuk menautkan fassia dan

aponeurosis. Jahitan ini tidak boleh digunakan untuk

menjahit lemak subkutis karena membuat kulit

diatansa terliat lebih bergelombang.

c. Jahitan continous

1) Jahitan jelujur

Jahitan jelujur : lebih cepat dibuat, lebih kuat dan

pembagian tekanannya lebih rata bila dibandingkan

dengan jahitan terputus. Kelemahannya jika benang

putus / simpul terurai seluruh tepi luka akan terbuka.

2) Jahitan interlocking, festoon

3) Jahitan kantung tembakau (tabl sac)

d. Jahitan subkutis

1) Jahitan continous : jahitan terusan subkutikuler atau

intrademal. Digunakan jika ingin dihasilkan hasil yang

baik setelah luka sembuh. Juga untuk menurunkan

tangan pada luka yang lebar sebelum dilakukan

penjahitan satu demi satu.

2) Jahitan interrupted dermal stitch

2. Jahitan dalam
Pada luka infeksi misalnya insisi abses, dipasang dren.

Dren dapat dibuat dari guntingan sarunga tangan fungsi dren

adalah mengalirkan cairan keluar berupa darah atau serum.

ukuran 22 panjang 4 cm. jarum yang lebih panjang atau tabung

suntik yang lebih besar bisa digunkan, tapi jarum harus

berukuran 22 atau lebih kecil tergantung pada tempat yang

memerlukan anesthesia. Obat standar untuk anesthesia lokal

adalah 1 % lidokain tanpa epinefrin (silokain). Jika lidokain 1%

tidak tersedia, gunakan lidokain 2 % yang dilarutkan dengan air

steril atau normal dengan perbandingan 1:1. (JNPK-KR, 2017).

Keuntungan- keuntungan teknik penjahitan jelujur :

a. Mudah dipelajari

b. Tidak terlalu nyeri karena lebih sedikit benang yang

digunakan

c. Menggunakan lebih sedikit jahitan.

3. Memberikan Anastesi Lokal

Berikan anastesi local pada setiap ibu yang memerlukan

penjahitan laserasi. Penjahitan sangat menyakitkan dan

menggunakan anastesi local merupakan asuhan sayang ibu. Jika

ibu dilakukan tindakan anastesi local, lakukan pengujian pada

luka untuk mengetahui bahwa bahan anastesi masih bekerja

dengan cara sentuh luka dengan jarum yang tajam.


Obat standar untuk anastesi lokal adalah 1% lidokain tanpa

epinefrin (silokain). Jika lidokain 1 % tidak tersedia, gunakan

lidokain 2 % yang dilarutkan dengan air steril atau salin dengan

perbandingan 1:1 (JNPK-KR, 2017).

4. Pencegahan Infeksi

Setelah persalinan, dekontaminasi alas plastik, tempat tidur dan

matras dengan larutan klorin 0,5 % kemudian cuci dengan

deterjen dan bilas dengan air bersih. Jika sudah bersih,

keringkan dengan air bersih supaya ibu tidak berbaring diatas

matras yang basah. Dekontaminasi linen yang digunakan selama

persalinan dalam larutan clorin 0,5 % dan kemudian cuci segera

dengan air dan deterjen (JNPK-KR, 2017).

5. Pemantauan keadaan umum ibu

Sebagian besar kejadian kesakitan dan kematian ibu yang

disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan terjadi selama

empat jam pertama setelah kelahiran bayi. Karena alasan ini

sangatlah penting untuk memantau ibu secara ketat segera

setelah persalinan. Jika tanda-tanda vital dan kontraksi uterus

masih dalam batas normal selama dua jam pertama

pascapersalinan, mungkin ibu tidak akan mengalami perdarahan

pascapersalinan. Penting untuk berada disamping ibu dan

bayinya selama dua jam pertama pasca persalinan.

Selama dua jam pertama pascapersalinan:


a. Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih

dan darah yang keluar setiap 15 menit selama 1 jam pertama

dan setiap 30 menit selama satu jam kedua kala empat. Jika

ada temuan yang tidak normal, tingkatkan frekuensi

observasi dan penilaian kondisi ibu.

b. Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi baik

setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit

selama jam kedua kala empat. Jika ada temuan yang tidak

normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian kondisi

ibu.

c. Pantau temperature tubuh setiap jam dalam dua jam pertama

pascapersalinan. Jika meningkat, pantau dan tatalaksana

sesuai dengan apa yang diperlukan.

d. Nilai perdarahan. Periksa perineum dan vagina setiap 15

menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama

jam kedua pada kala empat.

e. Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi

uterus dan jumlah darah yang keluar dan bagaimana

melakukan massase jika uterus menjadi lembek.

f. Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan

bantu ibu mengenakan baju atau sarung yang bersih dan

kering, atau posisi ibu agar nyaman, duduk bersandarkan

bantal atau berbaring miring. Jaga agar bayi diselimuti


dengan baik, bagian kepala tertutup baik, kemudian berikan

bayi ke ibu dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI.

g. Lakukan asuhan esensial bagi bayi baru lahir.

h. Jangan gunakan kain pembebat perut selama dua jam pertama

pasca persalinan atau hingga kondisi ibu sudah stabil. Kain

pembebat perut menyulitkan penolong untuk menilai

kontraksi uterus secara memadai. Jika kandung kemih penuh,

bantu ibu untuk mengosongkan kandung kemihnnya dan

anjurkan untuk mengosongkannya tiap kali diperlukan.

Ingatkan ibu bahwa keinginan untuk berkemih mungkin

berbeda setelah dia melahirkan bayinya. Jika ibu tak dapat

berkemih, bantu ibu dengan cara menyiramkan air bersih dan

hangat ke perineumnya. Berikan privasi atau masukkan jari-

jari ibu kedalam air hangat untuk merangsang keinginan

berkemih secara spontan (JNPK-KR, 2017).

Jika setelah berbagai upaya tersebut, ibu tetap tidak dapat

berkemih secara spontan, mungkin perlu dilakukan

kateterisasi. Jika kandung kemih penuh atau dapat dipalpasi,

gunakan teknik aseptic saat memasukan kateter nelaton DTT

atau steril untuk mengosongkan kandung kemih. Setelah

kandung kemih dikosongkan, lakukan masase pada fundus

agar uterus berkontraksi baik. Ajarkan pada mereka

bagaimana mencari pertolongan jika ada tanda-tanda bahaya


seperti: demam, perdarahan aktif, keluar banyak bekuan

darah, bau busuk dari vagina, pusing, lemas luar biasa,

penyulit dalam menyusukan bayinya, nyeri panggul atau

abdomen yang lebih hebat dari nyeri kontraksi biasa (JNPK-

KR, 2017).

6. Faktor -Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

1. Power

His (kontraksi otot rahim): kontraksi otot rahim pada persalinan

yang sudah ada pada bulan terakhir dari kehamilan sebelum

persalinan dimulai kontraksi rahim bersifat berkala,yang harus

diketahui adalah:

a) Lamanya kontraksi 45-75 detik

b) Kekuatan kontraksi dapat menimbulkan naiknya intrauterine

sampai 35 mmHg

c) Interval antara keduanya pada permulaan persalinan akan

timbul 1 x 10 menit, kala pengeluran 1x dalam 2 menit.

(1) Tanda his sempurna:

a. Dominasi di fundus

b. Kontraksi simetris,makin lama makin kuat makin

sering

c. Relaksasi baik.

(2) Perubahan-perubahan akibat his:


a. Pada uterus dan serviks: Uterus terasa keras dan padat

karena kontraksi, tekanan hidrostatik air ketuban dan

tekanan intrautein sehingga menyebabkan serviks

menjadi mendatar (effacement) dan terbuka (dilatasi).

b. Pada ibu terasa nyeri karena ischemia fahimdan

kontaksi rahim,ada kenaikan nadi dan rahim

c. Pada janin pembakaran oksigen pada sirkulasi

uteroplasenter kurang, maka timbul hipoksia janin.

Dengan makin tuanya kehamilan, pengeluaran estrogen

dan progesteron makin berkurang, sehingga oksitosin

dapat menimbulkan kontraksi yang lebih sering, sebagai

his palsu.

(3) Sifat his permulaan (palsu):

a. Rasa nyeri ringan di bagian bawah

b. Datangnya tidak teratur

c. Tidak ada perubahan pada serviks/pembawa tanda

d. Durasinya pendek

e. Tidak bertambah bila beraktivitas

Tenaga mengejan: tenaga, usaha, daya, kekuatan meneran

seorang ibu pada waktu bersalin, dimana ibu melakukan

dorongan/mengejan dengan tenaga sendiri pada waktu

pembukaan sudah lengkap dan setelah ketuban sudah pecah

yang dipicu oleh adanya his (Elisabeth, 2016).


2. Passager

1) Janin

a) Letak janin : bagaimana letak sumbu janin terhadap sumbu

ibu, bisa letak memanjang (presentasi kepala, presentasi

bokong/sungsang), letak melintang dan letak miring/

oblique. Sikap fleksi dan defleksi.

b) Presentasi: digunakan untuk menentukan untuk saat

periksa dalam untuk menentukan bagian janin kepala

bokong,muka dan kaki.

c) Posisi: untuk menetapkan apakah bagian janin yang

berada dibawah uterus sebelah kiri, kanan, belakang,

depan terhadap sumbu ibu.

d) Diantara sudut tulang-tulang terdapat ruang yang ditutup

dengan membrane disebut fontanella terdapat (fontanella

mayor (UUB) & fontanella minor (UUK). Batas antar 2

tulang: sutura sagitalis, sutura koronaria, sutura

lamboidea, sutura frontalis).

2) Uri/Plasenta

Bentuk bundar/oval, diameter: 15-20cm, tebal: 2-3cm, berat:

500-600gram (1/6 x BBjanin). Terbentuk sempurna pada

kehamilan 16 minggu dan terletak dalam korpus uteri.

3) Pembagian plasenta:

1. Bagian janin : khorion frondosumdan plasenta


2. Bagian maternal : desidua kompakta yang terbentuk dari

beberapa lobus dan kotiledon (15-20)

3. Tali pusat : merentang dari pusat janin ke uri bagian

permukaan janin (50-55cm).

4) Air Ketuban

Didalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri

dari lapisan amnion dan khorion, terdapat liquor amnii (air

ketuban). Volume air ketuban yang cukup bulan 1000-

1500cc, warna air ketuban putih agak keruh mempunyai bau

yang khas dan agak amis. Komposisi air ketuban terdiri dari

99% air + 1% zat padat (protein, lemak, karbohidrat, garam

mineral, enzim-enzim, hormone placenta, urea, asam urat,

pigmen empedu vernik kaseosa, lanugo dan sel-sel fetus yang

mengelupas. (Elisabeth, 2016).

3. Passage

a) Jalan lahir lunak (dibentuk oleh otot-otot dan ligamentum)

b) Jalan lahir keras (dibentuk oleh tulang)

Bagian keras dibagi 2 bagian: Pelvis mayor: bagian pelvis diatas

linea terminalis, Pelvis minor: dibatasi oleh PAP (inlet) & PBP

(outlet) berbentuk saluran yang mempunyai sumbu lengkung

kedepan (sumbu carus).

Bidang Hodge
Hodge I : Setinggi pintu atas panggul (PAP) yang dibentuk

oleh promontorium, artikulasio sakroiliaka, sayap

sacrum, linea inominata, ramus superior os pubis,

tepi atas simfisis pubis.

Hodge II : Sejajar Hodge I melewati pinggir bawah simfisis

Hodge III : Setinggi spina ischiadika

Hodge IV : Telah melewati os coccygeus

Pemeriksaan dalam (Saifuddin, 2014).

4. Psikologis

Dukungan psikologis dari orang-orang terdekat akan membantu

memperlancar proses persalinan yang sedang berlangsung

dengan menciptakan suasana yang nyaman dalam kamar

bersalin, memberi sentuhan,memberi penenang nyeri non

farmakologi, memberi analgesi jika diperlukan dan yang paling

penting berada disisi pasien adalah bentuk-bentuk dukungan

psikologis. Dengan kondisi psikologis yang positif proses

persalinan akan lebih mudah.

5. Penolong

Tenaga kesehatan yang mempunyai kemampuan untuk

menolong persalinan .

6. Posisi Ibu

Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi

persalinan. Posisi tegak memberi sejumlah keuntungan.


Mengubah posisi membuat rasa letih hilang. Posisi tegak

meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk, jongkok. (Saifuddin,

2014).

7. Lima Benang Merah dalam Asuhan Persalinan dan Kelahiran

Bayi

Ada lima aspek dasar, atau lima benang merah yang

penting dan saling terkait dalam asuhan persalinan yang bersih

dan aman. Berbagai aspek tersebut melekat pada stiap

persalinan, baik normal baik patologis. Lima Benang Merah

tersebut adalah :

1) Membuat Keputusan Klinik

Membuat keputusan klinik merpakan proses yang

menentukaan untuk menyelesaikan masalh dan

menenntukan asuhan yang di perlukan oleh pasien.

Keputusan itu harus akurat, komprehensif dan aman, baik

bagi pasien dan keluarganya maupun petugas yang

memberiaka pertolongan.

2) Asuhan Sayang ibu dan Sayang Bayi

Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang menghargai

budaya, kepercyaan dan keinginan dang ibu. Beberapa

prinsip – prinsip dasar asuhan sayang ibu adalah dngan

mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses

persalinan dan kelahiran bayi. Banyak hasil penelitian


menunjukan bahwa jika para ibu di perhatikan dan diberi

dukungan selama persalinan dan kelahiran bayi serta

mengetahui dengan baik mengenai proses persalinan dan

asuhan yang akan mereka terima, mereka akan

mendapatkan rasa aman dan hasil yang lebih baik.

3) Pencegahan Infeksi Tindakan

Pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari

komponen – komponen lain dalam asuhan selama

persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus di

terapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi,

bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga

kesehatan lainnya denngan mengurangi infeksi karena

bakteri, virus dan jamur. Di lakukan pula upaya untuk

menurunkan resiko penularan penyakit – penyakit

berbahaya yang hingga kini belum di temukannya

pengobatannya, seperti hepatitis dan HIV/AIDS.

4) Pencatatan ( Dokumentasi)

Catat semua asuhan yang telah di berikan kepada

ibu dan /bayinya. Jika asuhan tidak di catat, dapat di

anggap bahwa hal tersebut tidak di lakukan. Pencatatan

adalah bagian penting dari proses membuat keputusan

klinik karena mmungkinkan penolong persalinan untuk

terus menerus memperhatikan asuhan yang di berikan


selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Mengkaji

ulang catatan memungkinkan untuk menganalisa data

yang telah di kumpulkan dan lebih efektif dalam

merumuskan suaatu diagnosis dan membuat rencana

asuhan atau perawatan bagi ibu atau bayinya.

5) Rujukan

Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke

fasilitas rujukan atau fasilitas yang memiliki sarana yang

lebih lengkap, di harapaakan mampu menyelamatkan jiwa

para ibu dan bayi baru lahir. Meskipun sebagian besar ibu

akan menjalani persalinan normal namun sekitar 10 – 15

% di antaranya akan mengalami masalah selama proses

persalinan dan kelahiran bayi sehingga perlu di rujuk ke

fasilitas kesehatan rujukan. Sangat sulit untuk menduga

kapan penyulit akan terjadi sehingga kesiapan untuk

merujuk ibu dan atau baynya ke fasilitas keseahtan

rujukan secara optimal dan tepat waktu ( jika penyulit

terjadi) menjadi syarat bagi keberhasilan upaya

penyelamatan. Setiap penolong persalinan harus

mengetahui lokasi fasilitas rujukan yang mampu untuk

menatalaksanan ksus gawat darurat obstetric dan bayi

baru lahir. (Jnpk Kr, 2007:5-33

I. Mangenali tanda dan gejala kala II


1. Mendengarkan dan melihat tanda dan gejala persalinan

kala dua :

a. Ibu mempunyai keinginan untuk meneran

b. Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada

rektum dan vagina

c. Perineum menonjol

d. Vulva, vagina, dan sfingter ani membuka.

II. Menyiapkan pertolongan persalinan

2. Memastikan perlengkapan dan obat-obatan esensial siap

digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan

menempatkan tabung suntik steril sekali pakai didalam

partus set.

3. Menggunakan baju penutup atau celemek plastik yang

bersih.

4. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai dibawah siku,

mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang

mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu

kali pakai/pribadi yang bersih.

5. Memakai sarung tangan DTT atau steril untuk

pemeriksaan dalam.

6. Mengisap oksitosin kedalam tabung suntik (gunakan

tangan yang memakai sarung tangan DTT atau steril) dan

meletakkannya kembali dalam partus set.


III. Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik

7. Membersihkan vulva dan perineum dengan cara

menyekanya dengan hati-hati dari depan kebelakang

dengan menggunakan kapas atau kassa yang sudah

dibasahi air DTT.

8. Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan periksa

dalam untuk memastikan pembukaan lengkap. Bila

selaput ketuban belum pecah dan pembukaan lengkap

maka lakukan amniotomi.

9. Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara

menyelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan

kotor kedalam larutan klorin 0,5 % dan kemudian

melepaskan dalam keadaan terbalik serta merendamnya

didalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit, mencuci

kedua tangan (seperti no.4)

10. Memeriksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi

berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas

normal (100-180 kali per menit).

a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak

normal

b. Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam,

DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan

lainya pada patograf.


IV. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses

bimbingan meneran

11. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan janin

dalam keadaan baik. Membantu ibu dalam posisi yang

nyaman sesuai dengan keinginannya.

a.Menunggu hingga ibu mempunyai rasa keinginan untuk

meneran. Melanjutkan pemantauan kesehatan dan

kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman

persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan yang

ada.

b. Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana peran

mereka dapat mendukung dan memberi semangat kepada

ibu saat ibu mulai meneran.

12. Minta keluarga untuk membantu menyiapakan posisi ibu

untuk meneran (pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi

setengah duduk dan pastikan ia menasa nyaman).

13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa

ada dorongan kuat untuk meneran.

a. Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan

efektif

b. Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan

perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai.


c. Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai

pilihannya

d. Menganjurkan ibu untuk beristrirahat diantara

kontraksi.

e. Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan

memberi semangat pada ibu.

f. Memberi asupan cairan peroral.

g. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.

h. Segera rujuk, jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi

belum terjadi segera dalam waktu 120 menit (2 jam)

meneran untuk primigravida dan 60 menit (1 jam)

untuk multigravida.

i. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau

mengambil posisi yang nyaman jika ibu belum merasa

ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.

V. Persiapan pertolongan kelahiran bayi

14. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter

5-6 cm, letakkan handuk bersih diatas perut ibu untuk

mengeringkan bayi.

15. Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, dibawah

bokong ibu.

16. Membuka partus set

17. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.


VI. Menolong Kelahiran Bayi

Lahirnya Kepala

18. Saat kepala bayi membuka vulva berdiameter 5-6 cm,

lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi,

letakkan tangan lain dikepala bayi dan lakukan tekanan yang

lembut dan tidak menghambat kepala bayi, membiarkan

kepala keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu untuk

meneran perlahan-lahan atau bernapas cepat saat kepala lahir.

19. Dengan lembut menyeka muka,, mulut, dan hidung bayi

dengan kain atau kasa yang bersih. (Langkah ini tidak harus

dilakukan).

20. Memeriksa lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai

jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses

kelahiran bayi.

a. Jika tali pusat melilit leher janin secara longgar, lepaskan

lewat bagian atas kepala bayi.

b. Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya

tali pusat di dua tempat dan potong diantara dua klem

tersebut.

21. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar

secara spontan.
Lahirnya Bahu

22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara

bipariental. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi

berikutnya. Dengan lembut menariknya kearah bawah dan ke

arah luar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis

dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan

kearah luar untuk melahirkan bahu posterior.

23. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai

untuk kepala bayi yang berada dibagian bawah ke arah

perineum, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke

tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan

bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah

untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan

tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku dan

tangan anterior bayi saat keduanya lahir.

24. Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang

ada di atas (anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk

menyangganya saat punggung kaki lahir. Memegang kedua

mata kaki bayi dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.

Penanganan Bayi Baru Lahir


25. Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian

meletakkan bayi diatas perut ibu dengan posisi kepala bayi

sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu

pendek, meletakkan bayi di tempat yang memungkinkan).

Bila bayi mengalami asfiksia, lakukan resusitasi. (lihat bab

26. Resusitasi Neonatus)

26. Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk

dan biarkan kontak kulit ibu-bayi (IMD) 1 jam. Lakukan

penyuntikan oksitosin/IM (lihat keterangan dibawah).

27. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3cm dari

pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem

kearah ibu dengan memasang klem kedua 2 cm dari klem

pertama (kearah ibu).

28. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi

dari arah gunting dan memotang tali pusat diantara dua klem

tersebut.

29. Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan

menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan

kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat

terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernapas, ambil

tindakan yang sesuai.


30. Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu

untuk memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu

menghendakinya.

Oksitosin

31. Meletakkan kain bersih dan kering. Melakukan palpasi

abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi

kedua.

32. Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.

33. Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, berikan suntikan

ositosin 10 unit IM di gluteus atau 1/3 atas paha kanan ibu

bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu.

Peregangan Tali Pusat Terkendali

34. Memindahkan klem pada tali pusat.

35. Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu,

tepat di atas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk

melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus.

Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.

36. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan

penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut.

Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah

uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang

(dorso-kranial) secara hati-hati untuk membantu mencegah

terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-


40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu

hingga kontraksi berikut mulai.

a. Jika uterus tidak berkontraksi, minta ibu atau seorang

anggota keluarga untuk melakukan rangsangan puting

susu.

Mengeluarkan Plasenta

37. Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil

menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas,

mengikuti kurva jalan lahir sambil meneruskan tekananan

berlawanan arah pada uterus.

a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem

hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.

b. Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan

tali pusat selama 15 menit:

1. Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM.

2. Menilai kandung kemih dan dilakukan kateterisasi

kandung kemih dengan menggunakan teknik aseptik

jika perlu.

3. Meminta keluarga untuk menyiaapkan rujukan.

4. Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit

berikutnya.

5. Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30

menit sejak kelahiran bayi.


38. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan

kelahiran plasenta dengan menggunakan kedua tangan.

Memegang plasenta dengan dua tangan dan dengan hati-hati

memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan

lembut perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut.

a. Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan

disinfeksi tingkat tinggi atau steril dan memeriksa vagina

dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-jari

tangan atau klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggi

atau steril untuk melepaskan bagian selaput yang

tertinggal.

b. Melakukan pengecekan plasenta

a. Ketebalan plasenta Menurut Manuaba, 2016:

1.  Plasenta mempunyai sekitar 16-20 kotiledon yang

selanjutnya bercabang-cabang sehingga

keseluruhannya mempunyai luas sekitar 11 meter

persegi.

2.  Plasenta mempunyai 2 permukaan :

a. Part fetalis,yang ditutupi oleh lapisan amnio

b.  Part maternalis yang berhadapan dengan dsidua

dan membentuk sirkulasi retroplasenta

3. Bentuk plasenta bervariasi dan sebagian besar buat:

a. Lebarnya sekitar 15-20 cm


b.  Tebalnya sekitar 2,5-3 cm

c.  Beratnya sekitar 1/6 berat janin

d.  Rata-rata 500 gram

b. Ukuran tali pusat

Tali pusat bentuknya bergulung dan berada bebas di dalam

kantung amnion, sehingga panjang tali pusat tidak mungkin dapat

diukur melalui pemeriksaan USG. Selama kehamilan tali pusat

akan bertambah panjang, dan mencapai panjang finalnya sekitar

50 – 60 cm. (JNPK-KR, 2017).

Pemijatan Uterus

39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan

masase uterus, meletakkan telapak tangan difundus dan

melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut

hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras).

Menilai Perdarahan

40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu

maupun janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa

plasenta dan selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan

plasenta didalam kantung plastik atau tempat khusus.

a. Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase

selama 15 detik mengambil tindakan yang sesuai.

41. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan

segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.


Rata-rata dalam batas normal jumlah perdarahan adalah 250

cc atau biasanya 100-300 cc. Perdarahan di anggap masih

normal bila jumlahnya tidak melebihi 300-400 cc.

Melakukan Prosedur Pasca Persalinan

42. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi

dengan baik.

43. Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke

dalam larutan klorin 0,5%, membilas kedua tangan yang

masih bersarung tangan tersebut dengan air disinfeksi tingkat

tinggi dan mengeringkannya dengan kain yang bersih dan

kering.

44. Menepatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau

steril atau mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi dengan

simpul mati sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.

45. Mengikat satu lagi simpul mati di bagian pusat yang

bersebrangan dengan simpul mati yang pertama.

46. Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan

klorin 0,5%

47. Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya.

Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering.

48 Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.

49. Melanjutkan pemantuan kontraksi uterus dan perdarahan

pervaginam.
a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.

b. Setiap 15 meint pada 1 jam pertama pasca persalinan.

c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.

d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, laksanakan

perawatan yang sesuai untuk menatalaksanaan atonia

uteri.

e. Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan,

lakukan penjahitan dengan anastesi lokal dan

menggunakan teknik yang sesuai.

50. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan

masase uterus dan memeriksa kontraksi uterus.

51. Mengevaluasi kehilangan darah.

52. Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih

setiap 15 menit selama satu jam pertama pascapersalinan dan

setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.

a. Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam

selama dua jam pertama pasca persalinan.

b. Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang

tidak normal.

Kebersihan dan keamanan

53. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5%

untuk dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas

peralatan setelah dekontaminasi.


54. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam

tempat sampah yang sesuai.

55. Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi

tingkat tinggi. Membersihkan cairan ketuban, lendir dan

darah. Membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan

kering.

56. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu

membersihkan ASI. Menganjurkan keluarga untuk

memberikan ibu minuman dan maknan yang diinginkan.

57. Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan

dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.

58. Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin

0,5%, membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya

dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

59. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.

Dokumentasi

60. Melengkapi patograf (halaman depan dan belakang). (JNPK-

KR, 2017)
2.1.3 Bayi Baru Lahir

1. Pengertian Bayi Baru Lahir

Bayi baru lahir atau neonatus adalah masa kehidupan

neonatus pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari

dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di

dalam rahim menjadi di luar rahim. Pada masa ini terjadi

pematangan organ hampir di semua sistem (Cunningham, 2012).

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur

kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500

gram sampai 4000 gram (Saifudin, 2009).

Menurut Rohan (2013) Ciri-ciri bayi baru lahir normal

adalah lahir aterm antara 37 – 42 minggu, berat badan 2500 –

4000 gram, panjang lahir 48 – 52 cm. lingkar dada 30 – 38 cm,

lingkar kepala 33 – 35 cm, lingkar lengan 11 – 12 cm, frekuensi

denyut jantung 120 – 160 kali/menit, kulit kemerah-merahan

dan licin karena jaringan subkutan yang cukup, rambut lanugo

tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna, kuku

agak panjang dan lemas, nilai APGAR >7, gerakan aktif, bayi

langsung menangis kuat, genetalia pada laki-laki kematangan

ditandai dengan testis yang berada pada skrotum dan penis yang

berlubang sedangkan genetalia pada perempuan kematangan

ditandai dengan vagina 2 dan uterus yang berlubang labia

mayora menutup labia minora, refleks rooting (mencari putting


susu) terbentuk dengan baik, refleks sucking sudah terbentuk

dengan baik, refleks grasping sudah baik, eliminasi baik, urin

dan meconium keluar dalam 24 jam pertama.

2. Perubahan fisiologis Bayi Baru Lahir Normal

(Setiyani, dkk, 2016) perubahan fsikologis bayi baru lahir

normal yaitu:

2.1. Perubahan Sistem Pernafasan

2.1.1 Perkembangan paru

Paru berasal dari benih yang tumbuh di rahim, yg

bercabang-cabang dan beranting menjadi struktur

pohon bronkus. Proses ini berlanjut dari kelahiran

hingga sekitar usia 8 tahun ketika jumlah bronkiol dan

alveol sepenuhnya berkembang, walaupun janin

memperlihatkan gerakan pernapasan pada trimester II

dan III. Ketidakmatangan paru terutama akan

mengurangi peluang kelangsungan hidup bayi baru

lahir sebelum usia 24 minggu. Keadaan ini karena

keterbatasan permukaan alveol, ketidakmatangan

sistem kapiler paru dan tidak mencukupinya jumlah

surfaktan.

Tabel 2.4 Perkembangan system pulmonal

Usia kehamilan Perkembangan

24 hari Bakal paru –paru terbentuk


26 – 28 hari Kedua broncus membesar

6 minggu Segmen bronkus terbentuk

12 minggu Lobus terdeferensiasi

24 minggu Alveolus terbentuk

28 minggu Surfaktan terbentuk

34 – 46 minggu Strukur paru matang

Sumber : Astuti. 2016. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.

Yogyakarta

2.1.2. Awal timbulnya pernapasan

Dua faktor yang berperan pada rangsangan napas pertama

bayi:

1. Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik

lingkungan luar rahim yang merangsang pusat

pernapasan di otak.

2. Tekanan dalam dada, yang terjadi melalui pengempisan

paru selama persalinan,merangsang masuknya udara ke

dalam paru secara mekanik.

Interaksi antara sistem pernapasan, kardiovaskuler, dan

susunan saraf pusat menimbulkan pernapasan yang teratur

dan berkesinambungan serta denyut yang diperlukan untuk

kehidupan. Jadi sistem-sistem harus berfungsi secara

normal.Upaya napas pertama bayi berfungsi untuk :

a. Mengeluarkan cairan dalam paru.


b. Mengembangkan jaringan alveol paru untuk pertama

kali.

Untuk mendapat fungsi alveol, harus terdapat surfaktan

yang cukup dan aliran darah melalui paru.Produksi

surfaktan mulai 20 minggu kehamilan dan jumlahnya

meningkat sampai paru matang sekitar 30-34 minggu.

Surfaktan mengurangi tekanan permukaan dan membantu

menstabilkan dinding alveol sehingga tidak kolaps pada

akhir persalinan.Tanpa surfaktan alveol akan kolaps setelah

tiap kali pernapasan, yang menyebabkan sulit bernapas.

Untuk itu diperlukan banyak energi pada kerja tambahan

pernapasan. Peningkatan energi memerlukan dan

menggunakan lebih banyak oksigen dan

glukosa.Peningkatan ini menimbulkan stress bayi.Pada

waktu cukup bulan, terdapat cairan didalam paru bayi.Pada

waktu bayi melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar

sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru. Seorang bayi

yang dilahirkan melalui SC (Sectio Caesarea) kehilangan

manfaat perasan thorax ini dapat menderita paru basah

dalam jangka waktu lama. Pada beberapa tarikan napas

pertama, udara ruangan memenuhi trachea dan bronkus bayi

baru lahir. Sisa cairan di dalam paru dikeluarkan dari paru

dan diserap oleh pembuluh limfe dan darah. Semua alveoli


akan berkembang terisi udara sesuai dengan perjalanan

waktu. Fungsi pernapasan dalam kaitan dengan fungsi

kardiovaskuler.

Oksigenasi merupakan faktor yang sangat penting

dalam mempertahankan kecukupan pertukaran udara.Jika

terjadi hipoksia, pembuluh darah paru akan mengalami

vasokonstriksi.Pengerutan pembuluh darah ini berarti tidak

ada pembuluh darah yang berguna menerima oksigen yang

berada dalam alveol, sehingga terjadi penurunan oksigenasi

ke jaringan,yang memperburuk hipoksia.

Peningkatan aliran darah paru akan memperlancar

pertukaran gas dalam alveoli dan menyingkirkan cairan

paru, dan merangsang perubahan sirkulasi janin menjadi

sirkulasi luar rahim.

2.2 Perubahan Sistem Sirkulasi

Setelah lahir, darah bayi baru lahir harus melewati paru

untuk mengambil oksigen dan mengadakan sirkulasi

melalui tubuh guna mengantarkan oksigen ke

jaringan.Untuk menyelenggarakan sirkulasi terbaik

mendukung kehidupan luar rahim, harus terjadi :

a. Penutupan foramen ovale jantung

b. Penutupan duktus arteriosus antara arteri paru dan

aorta.
Dua peristiwa yang mengubah tekanan dalam sistem

pembuluh darah

1. Saat tali pusat dipotong, resistensi pembuluh sistemik

meningkat dan tekanan atrium kanan menurun.

2. Tekanan atrium kanan menurun karena berkurangnya

aliran darah ke atrium kanan yang mengurangi volume

dan tekanannya.

Kedua kejadian ini membantu darah dengan

kandungan oksigen sedikit mengalir ke paru untuk

menjalani proses oksigenasi ulang.Pernapasan pertama

menurunkan resistensi pembuluh paru dan meningkatkan

tekanan atrium kanan .Oksigen pada pernapasan pertama

menimbulkan relaksasi dan terbukanya sistem pembuluh

paru (menurunkan resistensi pembuluh paru), ini akan

meningkatkan sirkulasi ke paru sehingga terjadi

peningkatan volume darah pada atrium kanan. Dengan

peningkatan tekanan pada atrium kanan ini dan penurunan

tekanan pada atrium kiri, foramen ovale secara fungsi akan

menutup. Dengan pernapasan kadar oksigen darah akan

meningkat, sehinggamengakibatkan duktus arteriosus

mengalami konstriksi dan menutup.

Vena umbilikus, duktus arteriosus dan arteri

hipogastrika tali pusat menutup secara fungsi dalam


beberapa menit setelah lahir dan tali pusat diklem.

Penutupan anatomi jaringan fibrosa berlangsung dalam 2-3

bulan.Penutupan anatomi jaringan fibrosa berlangsung

dalam 2-3 bulan.

2.3. Sistem thermoregulasi

Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu , sehingga

akan mengalami stress dengan adanya perubahan

lingkungan.Saat bayi masuk ruang bersalin masuk

lingkungan lebih dingin.Suhu dingin menyebabkan air

ketuban menguap lewat kulit, sehingga mendinginkan darah

bayi.

Pada lingkungan yang dingin, terjadi pembentukan

suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan jalan utama

bayi yang kedinginan untuk mendapatkan panas tubuh.

Pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merujuk

pada penggunaan lemak coklat untuk produksi

panas.Timbunan lemak coklat terdapat pada seluruh tubuh,

mampu meningkatkan panas sebesar 100%.Untuk

membakar lemak coklat bayi membutuhkan glukosa guna

mendapatkan energi yang mengubah lemak menjadi

panas.Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh bayi

baru lahir.
Cadangan lemak coklat akan habis dalam waktu

singkat karena stress dingin. Semakin lama usia kehamilan,

semakin banyak persediaan lemak coklat pada bayi. Bayi

yang kedinginan akan mengalami hipoglikemi, hipoksia dan

asidosis. Pencegahan kehilangan panas menjadi prioritas

utama dan bidan wajib meminimalkan kehilangan panas

pada bayi baru lahir.

Fungsi otak memerlukan jumlah glukosa tertentu.Pada

bayi baru lahir, glukosa darah akan turun dalam waktu

cepat.Koreksi penggunaan gula darah dapat terjadi 3 cara :

1) Melalui penggunaan ASI (setelah lahir bayi didorong

untuk secepat mungkin menyusu pada ibunya).

2) Melalui penggunaan cadangan glikogen

(glikogenolisis).

3) Melalui pembuatan glukosa dari sumber lain terutama

lemak (glukoneogenesis).

Bayi baru lahir tidak dapat menerima makanan dalm

jumlah yang cukup akan membuat glukosa dari glikogen

(glukoneogenesis). Hal ini dapat terjadi jika bayi

mempunyai persediaan glikogen yang cukup. Bayi yang

sehat akan menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen,

terutama dalam hati selama bulan-bulan terakhir kehidupan

di rahim.Bayi lahir yang mengalami hipotermia yang


mengakibatkan hipoksia akan menggunakan persediaan

glikogen dalam jam pertama kehidupannya. Sangat penting

menjaga kehangatan bayi segera setelah lahir.Jika

persediaan glukosa digunakan pada jam pertama

kehidupannya maka otak dalam keadaan berisiko. Bayi baru

lahir yang kurang bulan, lewat bulan, hambatan

pertumbuhan dalam rahim/IUGR dan stress janin

merupakan risiko utama, karena simpanan energi berkurang

atau digunakan sebelum lahir.

Gejala hipoglikemi tidak khas dan tidak jelas.

Gejala hipoglikemia tsb antara lain : kejang-kejang halus,

sianosis, apne, tangis lemah, letargi, lunglai, menolak

makanan. Akibat jangka panjang hipoglikemia adalah

kerusakan yang tersebar seluruh sel-sel otak.

3.4. Sistem Gastro Intestinal

Sebelum lahir janin cukup bulan akan mulai

menghisap dan menelan Reflek gumoh dan batuk yang

matang sudah mulai terbentuk. Dengan baik pada saat

lahir.Kemampuan bayi cukup bulan menerima dan menelan

makanan terbatas, hubungan esofagus bawah dan lambung

belum sempurna sehingga mudah gumoh terutama bayi baru

lahir dan bayi muda. Kapasitas lambung terbatas kurang

dari 30 cc untuk bayi cukup bulan.


Kapasitas lambung akan bertambah bersamaan

dengan tambah umur.Usus bayi masihbelum matang

sehingga tidak mampu melindungi diri dari zat berbahaya,

kolon bayi baru lahir kurang efisien dalam mempertahankan

air dibanding dewasa sehingga bahaya diare menjadi serius

pada bayi baru lahir.

2.5. Perububahan sistem imunologi

Sistem imunitas bayi baru lahir, masih belum matang

sehingga rentan terhadap berbagai infeksi dan alergi.Sistem

imunitas yang matang menyebabkan kekebalan alami dan

buatan. Kekebalan alami terdiri dari struktur tubuh yg

mencegah dan meminimalkan infeksi. Beberapa contoh

kekebalan alami :

1. perlindungan oleh kulit membran mukosa

2. fungsi saringan saluran napas

3. pembentukan koloni mikroba oleh kulit dan usus

4. Perlindungan Kimia Oleh Asam Lambung.

Kekebalan alami juga disediakan pada tingkat sel

darah yang membantu bayi baru lahir membunuh

mikroorganisme asing.Tetapi sel darah masih belum matang

sehingga bayi belum mampu melokalisasi dan memerangi

infeksi secara efisien. Kekebalan akan muncul kemudian.


Reaksi bayi terhadap antigen asing masih belum bisa

dilakukan sampai awal kehidupan.Tugas utama bayi dan

anak-anak awal membentuk kekebalan.Bayi baru lahir

sangat rentan terhadap infeksi Reaksi bayi baru lahir

terhadap infeksi masih sangat lemah dan tidak memadai.

Pencegahan pajanan mikroba seperti praktik persalinan

aman, menyusui ASI dini dan pengenalan serta pengobatan

dini infeksi menjadi sangat penting.

2.6. Perubahan Sistem Ginjal

Ginjal sangat penting dalam kehidupan janin,

kapasitasnya kecil hingga setelah lahir. Urine bayi encer,

berwarna kekuning-kuningan dan tidak berbau. Warna

coklat dapat disebabkan oleh lendir bebas membrane

mukosa dan udara asam akan hilang setelah bayi banyak

minum. Garam asam urat dapat menimbulkan warna merah

jambu pada urine, namun hal ini tidak penting. Tingkat

filtrasi glomerolus rendah dan kemampuan reabsorbsi

tubular terbatas. Bayi tidak mampu mengencerkan urine

dengan baik saat mendapat asupan cairan, juga tidak dapat

mengantisipasi tingkat larutan yang tinggi rendah dalam

darah. Urine dibuang dengan cara mengosongkan kandung

kemih secara reflek. Urine pertama dibuang saat lahir dan


dalam 24 jam , dan akan semakin sering dengan banyak

cairan.

2.7. Sistem Neurologis.

Sistem neurologis bayi secara anatomic atau fisiologis

belum berkembang sempurna. Bayi baru lahir menunjukkan

gerakan-gerakan tidak terkoordinasi, pengaturan suhu yang

labil. Control otot yang buruk, mudah terkejut, dan tremor

pada ekstrimitas. Bayi baru lahir yang normal memiliki

banyak refleks neurologis yang primitif. Adanya atau tidak

adanya refleks tersebut menunjukkan kematangan dan

perkembangan sistem saraf yang baik.

1) Reflek Moro

Refleks ini ditunjukkan dengan timbulnya pergerakkan

tangan yang simetris apabila kepala tiba-tiba

digerakkan atau dikejutkan dengan cara bertepuk

tangan. Fungsi pemeriksaan ini adalah menguji kondisi

umum bayi serta kenormalan sistem saraf pusatnya.

2) Reflek mencari putting (Rooting)

Bayi menoleh kearah benda yang menyentuh pipi.

Dapat dinilai dengan mengusap pipi bayi dengan

lembut, bayi akan menolehkan kepalanya kearah jari

kita dan membuka mulutnya.

3) Refleks isap (Sucking)


Refleks ini dinilai dengan memberi tekanan pada mulut

bayi di langit bagian dalam gusi atas yang akan

menimbulkan isapan yang kuat dan cepat. Refleks ini

juga dapat dilihat pada waktu menyusu.

4) Refleks menelan (Swallowing)

ASI di dalam mulut bayi akan didorong oleh lidah

kearah faring, sehingga menimbulkan reflek menelan.

5) Refleks tonik leher (Tonic neck)

Ekstremitas pada satu sisi ketika kepala ditolehkan

akan ekstensi, dan ekstremitas yang berlawanan akan

fleksi bila kepala bayi ditolehkan kesatu sisi saat

istirahat. Tidak normal jika respon terjadi setiap kali

kepala ditolehkan : jika menetap, menunjukan adanya

kerusakan serebral mayor.

6) Refleks menggenggam (Grasp palmar)

Refleks ini di nilai dengan meletakkan jari telunjuk

pemeriksa pada telapak tangan bayi, tekanan dengan

perlahan, normalnya bayi akan menggenggam dengan

kuat. Jika telapak bayi ditekan bayi akan mengepalkan

tinjunya.

7) Reflek merangkak
Bayi akan berusaha untuk merangkak ke depan degan

kedua tangan dan kaki bila diletakkan telungkup di atas

permukaan datar.

8) Refleks Galant

Gores punggung bayi sepanjang sisi tulang belakang

dari bahu sampai bokong. Kondisi normalnya

punggung bergerak kearah samping jika distimulasi,

dijumpai pada 4-8 minggu pertama.

9) Refleks Babinski

Pemeriksaan refleks ini dengan memberi goresan

telapak kaki, dimulai dari tumit. Gores sisi lateral

telapak kaki ke arah atas kemudian gerakan jari

sepanjang telapak kaki. Bayi akan menunjukkan respon

berupa semua jari kaki hiper ekstensi dengan ibu jari

dorso fleksi.

10) Reflek melangkah (Walking)

Bayi menggerakkan tungkainya dalam sutu gerakan

berjalan atau melangkah jika kita memegang lengannya

sedangkan kakinya dibiarkan menyentuh permukaan

yang rata dan keras.


3. Tanda-Tanda Bayi Baru Lahir normal

(Sondakh, 2017) Bayi baru lahir normal adalah bayi yang

lahir cukup bulan, 38-42 minggu dengan berat badan sekitar

2500-3000gram dan panjang badan sekitar 50-55 cm.Tanda-

tanda bayi baru lahir. Lahir aterm antara 37-42 minggu.

1. Berat badan 2500-4000 gram

2. Panjang badan 48-52 cm

3. Lingkar dada 30-38 cm

4. Lingkar kepala 33-35 cm

5. Lingkar lengan 11-12 cm

6. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit

7. Pernapasan ±40-60 x/menit

8. Suhu tubuh 36,5 – 37,5⁰C

9. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan

yang cukup

10. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya

telah sempurna

11. Kuku agak panjang dan lemas

12. Nilai apgar > 7

13. Gerak aktif

14. Bayi langsung menangis kuat


15. Refleks rooting (mencari puting susu dengan rangsangan

taktil pada pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan

baik

16. Refleks sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan

baik

17. Refleks morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah

terbentuk dengan baik

18. Refleks gasping (menggenggam) sudah baik

19. Genetalia

Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada

pada skrotum dan penis yang berlubang

Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan

uretra yang berlubang serta adanya labia mayora dan minor

20. Eliminasi baik yang ditandai dengan keluarnya mekonium

dalam 24 jam pertama dan berwarna hitam kecoklatan.

4. Tanda-tanda Bayi Baru Lahir tidak normal dan Tanda –

tanda bahaya pada bayi

Tanda-tanda bayi baru lahir tidak normal dan tanda

bahaya bayi dalah: (Prawirohardjo, 2016)

1. Pernafasan sulit atau lebih dari 60 x/menit, terlihat retraksi

pada waktu bernafas.

2. Kehangatan terlalu panas (> 38 ºC atau terlalu dingin < 36

ºC).
3. Warna kulit kuning (terutama pada 24 jam pertama), biru

atau pucat, memar.

4. Pemberian makan: Hisapan lemah, mengantuk berlebihan,

banyak muntah.

Cara mengatasi bayi banyak muntah :

a. Menyendawakan bayinya setiap habis menyusui,

b. Jika bayi nya masih sering muntah dan muntah lebih dari

3x sehari segera bawa bayi ke pelayanan kesehatan

terdekat

c. Upayakan posisi kepala bayi tegak saat menyusui

5. Infeksi suhu meningkat, merah, bengkak, keluar cairan

(nanah), bau busuk, pernafasan sulit.

6. Tinja/kemih: Tidak berkemih dalam 24 jam, tinja lembek,

sering, hijau tua, ada lendir atau darah dalam tinja. Dan

gangguan gastrointestinal, misalnya tidak mengeluarkan

mekonium selama 3 hari pertama setelah lahir.

Aktivitas: Menggigil atau tangis tidak biasa, sangat mudah

tersinggung, lemas, terlalu mengantuk, lunglai, kejang,

menangis terus menerus. Segera cari pertolongan

bidan/tenaga kesehatan lainya jika timbul tanda-tanda

bahaya tersebut.

7. Tali pusat berbau dan keluar nanah, tali pusat normal

berwarna putih kebiruan pada hari pertama, mulai


mengering dan mengerut atau mengecil dan akhirnya lepas

setelah 5-6 hari.

5. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir

Penanganan Segera Bayi Baru Lahir menurut (JPNK-KR, 2017)

asuhan segera, aman dan bersih untuk bayi baru lahir ialah :

1. Pencegahan Infeksi

a. Cuci tangan dengan seksama sebelum dan setelah

bersentuhan dengan bayi

b. Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi

yang belum dimandikan.

c. Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan,

terutama klem, gunting, penghisap lendir DeLee dan

benang tali pusat telah didesinfeksi tingkat tinggi atau

steril.

d. Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang

digunakan untuk bayi, sudah dalam keadaan bersih.

Demikian pula dengan timbangan, pita pengukur,

termometer, stetoskop

2. Melakukan penilaian

a. Apakah bayi menangis kuat dan bernafas tanpa kesulitan

b. Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas

c. Apakah warna kulit bayi kemerahan


d. Jika bayi tidak bernapas atau bernapas megap – megap

atau lemah maka segera lakukan tindakan resusitasi bayi

baru lahir.

3. Mekanisme kehilangan panas

a. Evaporasi

Penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh

panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi

tidak segera dikeringkan.

b. Konduksi

Kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara

tubuh bayi dengan permukaan yang dingin, co/ meja,

tempat tidur, timbangan yang temperaturnya lebih rendah

dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi bila

bayi diletakkan di atas benda – benda tersebut.

c. Konveksi

Kehilangan panas tubuh terjadi saat bayi terpapar udara

sekitar yang lebih dingin, contoh : ruangan yang dingin,

adanya aliran udara dari kipas angin, hembusan udara

melalui ventilasi, atau pendingin ruangan.

d. Radiasi

Kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan

di dekat benda – benda yang mempunyai suhu tubuh

lebih rendah dari suhu tubuh bayi, karena benda – benda


tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun

tidak bersentuhan secara langsung)

4. Pencegah terjadinya kehilangan panas yaitu dengan :

a. Keringkan bayi secara seksama

b. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan

hangat

c. Tutup bagian kepala bayi

d. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusukan bayinya

e. Lakukan penimbangan setelah bayi mengenakan pakaian

f. Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat.

5. Membebaskan Jalan Nafas

Dengan cara sebagai berikut yaitu bayi normal akan

menangis spontan segera setelah lahir, apabila bayi tidak

langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan

nafas dengan cara sebagai berikut :

a. Letakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang

keras dan hangat.

b. Gulung sepotong kain dan letakkan di bawah bahu

sehingga leher bayi lebih lurus dan kepala tidak

menekuk. Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke

belakang.

c. Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokkan bayi

dengan jari tangan yang dibungkus kassa steril.


d. Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau

gosok kulit bayi dengan kain kering dan kasar.

e. Alat penghisap lendir mulut (De Lee) atau alat penghisap

lainnya yang steril, tabung oksigen dengan selangnya

harus sudah ditempat

f. Segera lakukan usaha menghisap mulut dan hidung

g. Memantau dan mencatat usaha bernapas yang pertama

(Apgar Score)

h. Warna kulit, adanya cairan atau mekonium dalam hidung

atau mulut harus diperhatikan.

6. Merawat tali pusat

a. Setelah plasenta dilahirkan dan kondisi ibu dianggap

stabil, ikat atau jepitkan klem plastik tali pusat pada

puntung tali pusat.

b. Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung

tangan ke dalam larutan klonin 0,5 % untuk

membersihkan darah dan sekresi tubuh lainnya.

c. Bilas tangan dengan air matang atau disinfeksi tingkat

tinggi

d. Keringkan tangan (bersarung tangan) tersebut dengan

handuk atau kain bersih dan kering.

e. Ikat ujung tali pusat sekitar 1 cm dari pusat bayi dengan

menggunakan benang disinfeksi tingkat tinggi atau klem


Splastik tali pusat (disinfeksi tingkat tinggi atau steril).

Lakukan simpul kunci atau jepitankan secara mantap

klem tali pusat tertentu.

f. Jika menggunakan benang tali pusat, lingkarkan benang

sekeliling ujung tali pusat dan dilakukan pengikatan

kedua dengan simpul kunci dibagian tali pusat pada sisi

yang berlawanan.

g. Lepaskan klem penjepit tali pusat dan letakkan di dalam

larutan klorin 0,5%

h. Selimuti ulang bayi dengan kain bersih dan kering,

pastikan bahwa bagian kepala bayi tertutup dengan baik.

7. Memberikan vitamin K

Untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi

vitamin K pada bayi baru lahir normal atau cukup bulan perlu

di beri vitamin K per oral 1 mg / hari selama 3 hari, dan bayi

beresiko tinggi di beri vitamin K parenteral dengan dosis 0,5

– 1 mg IM (JNPK – KR 2017).

8. Pemberian Imunisasi

Imunisasi hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi

hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi.

Hepatitis B pertama diberikan 1 sampai 2 jam setelah

pemberian vitamin K1, pada saat bayi baru berumur 2 jam.

Untuk bayi yang lahir di fasilitas kesehatan dianjurkan


ddiberikan BCG dan OPV pada saat sebelum bayi pulang dari

klinik. Lakukan pencatatan dan anjurkan ibu untuk kembali

untk mendapatkan imunisasi berikutnya sesuai jadwal

pemberian imunisasi. (JNPK-KR, 2017)

Menurut (Muslihatun, 2010), berikut jenis imunisasi

wajib terdiri dari :

(1) BCG (Bacille Calmette Guerin)

Tujuan imunisasi BCG tidak untuk mencegah TBC, tetapi

mengurangi resiko TBC berat, seperti TBC meningitis dan

TBC miliar. Diberikan pada bayi saat usia 1 bulan, kurang

dari atau sama dengan 2 bulan. Dosis untuk bayi kurang

setahun adalah 0,05 ml dan anak 0,10 ml. Disuntikkan secara

intrakutan didaerah insersio muskulus deltoideus kanan. BCG

tidak menyebabkan demam.Tidak dianjurkan BCG ulangan.

Suntikkan BCG akan meninggalkan jaringan parut.

(2) Hepatitis B

Imunisasi hepatitis B harus diberikan sedini mungkin setelah

lahir untuk memutuskan rantai transmisi maternal ibu dan

bayi.Pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir

harus berdasarkan apakah ibu mengandung virus Hepatitis B

aktif atau tidak pada saat melahirkan.

(3) DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)


Imunisasi DPT untuk mencegah bayi dari tiga penyakit, yaitu

difteri, pertussis, dan tetanus.

(4) Polio

Untuk imunisasi dasar (4 kali pemberian) vaksin diberikan 2

tetes per oral dengan interval tidak kurang dari 2 minggu.

(5) Campak

Vaksin campak diberikan dalam satu dosis 0,5 ml pada usia 9

bulan.

Tabel 2.6

Jadwal Imunisasi

Umur Jenis Imunisasi

0 bulan HB 0

1 bulan BCG, Polio 1

2 bulan DPT/HB 1, Polio 2

3 bulan DPT/HB 2, polio 3

4 bulan DPT/HB 3, Polio 4

9 bulan Campak

Sumber : Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus

Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya

9. Memberikan obat tetes atau salep mata


Tetes mata/salep mata antibiotika yang diberikan dalam waktu

2 jam pertama setelah kelahiran. Obat yang diberikan berupa

tetes mata (larutan petrat nitrat 1%) atau salep (salep mata

eritromisin 0,5%) salep atau tetes mata yang diberikan dalam

satu garis lurus, mulai dari bagian mata yang paling dekat

dengan hidung bayi menuju bagian luar mata.

(Saifuddin, 2014)

10. Pemantauan bayi baru lahir

Menurut (Saifuddin, 2014) tujuan pemantauan bayi baru

lahir adalah untuk mengetahui aktivitas bayi normal atau tidak

dan identifikasi masalah kesehatan bayi baru lahir yang

memerlukan perhatian keluarga dan penolong persalinan serta

tindak lanjut petugas kesehatan.

(1) Dua jam pertama sesudah lahir

Hal-hal yang dinilai waktu pemantauan bayi pada jam pertama

sesudah lahir meliputi : kemampuan menghisap kuat atau lemah,

bayi tampak aktif atau lunglai, bayi kemerahan atau biru.

(2) Sebelum penolong persalinan meninggalkan ibu dan bayinya

Penolong persalinan melakukan pemeriksaan dan penilaian

terhadap ada tidaknya masalah kesehatan yang memerlukan

tindak lanjut, seperti : bayi kecil untuk masa kehamilan atau

bayi kurang bulan, gangguan pernafasan, hipotermia, infeksi,

cacat bawaan dan trauma lahir.


11. Rawat gabung

Laktasi dan kontak dini dengan ibu (bounding attachment)

merupakan bagian dari rawat gabung, setelah ibu dibersihkan,

segera lakukan kontak dini agar bayi mulai mendapat ASI.

Dengan kontak dini dan laktasi bertujuan untuk melatih refleks

hisap bayi, membina hubungan psikologis ibu dan anak/ikatan

batin, membantu kontraksi uterus melalui rangsangan pada

putting susu, memberikan ketenangan pada ibu merupakan

perlindungan bagi bayinya dan mencegah hilangnya panas yang

berlebihan pada bayi. Doronglah ibu untuk menyusui bayinya

apabila bayi telah ‘siap’ dengan menunjukkan refleks rooting,

jangan paksa bayi untuk menyusui.

(Prawirohardjo, 2016)

6. Pelayanan Kesehatan Neonatus

Pelayanan kesehatan neontus menurut kemenkes RI, (2015)

adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh

tenaga kesehatan kepada neonatus sedikitnya 3 kali, selama periode

0 sampai dengan 28 hari setelah lahir.

1) Kunjungan neonatus ke-1 (KN I) dilakukan 6-48 jam setelah

lahir, dilakukan pemeriksaan pernapasan, warna kulit gerakan

aktif atau tidak, ditimbang, ukur panjang badan, lingkar lengan,

lingkar dada, pemberian salep mata, vitamin K1, Hepatitis B,

perawatan tali pusat dan pencegahan kehilangan panas bayi.


2) Kunjungan neonatus ke-2 (KN 2) dilakukan pada hari ke-3

sampai hari ke-7 setelah lahir, pemeriksaan fisik, melakukan

perawatan tali pusat, pemberian ASI eksklusif, personal

hygiene, pola istirahat, keamanan dan tanda-tanda bahaya.

3) Kunjungan neonatus ke-3 (KN 3) dilakukan pada hari ke-8

sampai hari ke-28 setalah lahir, dilakukan pemeriksaan

pertumbuhan dengan berat badan, tinggi badan dan nutrisinya.

7. Keuntungan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) bagi ibu dan bayi

Manfaat inisasi menyusui dini bagi bayi sangatlah

berlimpah. Sebab, ASI yang pertama kali keluar setelah

persalinan, dapat menyediakan manfaat lebih untuk kesehatan

bayi seperti:

A. Bagi bayi

A. Memberikan kolostrum untuk bayi

Kolostrum adalah komponen yang hanya diproduksi

saat ASI pertama kali keluar, setelah proses persalinan.

Komponen ini bisa memberikan berbagai manfaat

untuk bayi, karena:

a. Mengandung growth factors untuk membantu

perkembangan usus bayi, sehingga dapat berfungsi

secara efektif.

b. Kaya akan kandungan vitamin A, yang dapat

membantu melindungi mata dan mengurangi infeksi.


c. Dapat menstimulasi bayi untuk mengeluarkan

mekonium melalui kotoran, sehingga risiko bayi

terkena penyakit kuning dapat berkurang.

d. Kolostrum keluar dalam jumlah yang sedikit,

sehingga tepat untuk bayi yang baru lahir.

B. Melindungi bayi dari berbagai penyakit

Air susu ibu (ASI) mengandung semua nutrisi yang

dibutuhkan bayi dalam 6 bulan pertama kehidupannya.

ASI dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit

seperti diare dan penyakit yang kerap menyerang di

usia anak-anak, termasuk pneumonia.Selain itu,

IMD juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi

karena bakteri baik di kulit ibu akan masuk ke tubuh

bayi. dan juga bayi akan mendapatkan kolostrum yang

sangat banyak mengandung zat-zat kekebalan tubuh.

C. Membuat berat badan anak lebih ideal

Bayi yang minum ASI terutama pemberian ASI

eksklusif, termasuk melalui IMD, risiko mengalami

kelebihan berat badan atau obesitasnya akan berkurang

saat ia memasuki usia anak dan remaja.

D. Mempererat hubungan antara ibu dan anak

IMD juga tidak hanya seputar pemberian ASI. Sebab,

proses ini juga melibatkan kontak dari kulit ke kulit


yang terjadi antara ibu dan bayi. Kontak yang terjadi

segera setelah proses melahirkan, dapat meningkatkan

kemungkinan bayi menyelesaikan ASI eksklusif. Bayi

yang menerima kontak kulit dengan ibu sejak awal

kelahirannya juga dinilai akan dapat berinteraksi lebih

banyak dengan ibu dan lebih jarang menangis.

E. Menurunkan risiko kematian bayi

Secara keseluruhan, proses IMD, mulai dari kontak

antar kulit ibu dan bayi atau skin to skin contact hingga

kolostrum yang dihasilkan ibu dalam tetes pertama ASI

yang keluar pada 1 jam pertama kelahiran, dapat

menurunkan risiko kematian bayi pada bulan pertama

kehidupannya.

B. Bagi ibu

Tidak hanya bagi bayi, proses inisiasi menyusi dini juga

memberikan manfaat yang tidak sedikit bagi ibu. Ketika bayi

mencoba untuk menyusu dari ibu secara langsung, sentuhan bayi

dapat merangsang keluarnya hormon oksitosin.

Oksitosin adalah hormon yang umumnya keluar saat

proses melahirkan maupun menyusui berlangsung. Salah satu

fungsi dari hormon ini kerap dikaitkan dengan rasa empati,

kepercayaan, dan membangun hubungan antar manusia.

Oksitosin diproduksi tubuh ibu dapat menyebabkan rahim


berkontraksi. Hal ini dapat membantu proses melahirkan

maupun mengurangi risiko perdarahan setelah melahirkan.

Keluarnya hormon ini juga akan memicu hormon lain yang

dapat membantu ibu merasa tenang, santai dan membentuk

ikatan yang dalam dengan bayi. Hormon oksitosin juga akan

menstimulasi keluarnya air susu.

8. Cara IMD yang benar

1) Hindari asupan lain selain ASI

Saat memberikan ASI pertama dalam IMD, sebisa

mungkin hindari memberikan asupan lain pada bayi baru lahir.

Hal ini penting untuk dilakukan guna mencegah kondisi bingung

puting pada bayi dan meningkatkan risiko infeksi. Namun jika

IMD tidak memungkinkan untuk dilakukan, pemberian susu

formula bisa menjadi pilihan. Pastikan pemberian susu formula

di bawah pengawasan dokter.

2) Susui bayi hingga kenyang

Dalam minggu pertama, bayi baru lahir dapat menyusu

sekitar 8 kali sehari dengan jarak tidak lebih dari 4 jam untuk

setiap sesi. Biyarkan bayi menyusu hingga kenyang atau sampai

ia melepaskan puting dengan sendirinya. Jika bayi anda tertidur,

jangan pilih untuk menunda ASI hingga ia bangun, pijatlah

tubuh bayi dengan lembut untuk membangunkannya.

3) Susui dengan dua payudara


Setelah menyusui selama beberapa bayi, latih bayi untuk

menyusu hingga salah satu payudara kosong, sebelum berganti

ke payudara lain. Biasanya bayi membutuhkan 15-20 menit

untuk mengosongkan salah satu payudara ibunya. Namun tentu

saja, tidak ada patokan waktu yang pasti. Menyusu dengan dua

payudara penting untuk dilakukan, sebab pada setiap sesi

menyusu, ada dua tipe ASI. Pertama, susu dengan konsistensi

encer, yang bisa mengenyangkan bayi. Kedua, susu dengan

tekstur creamy yang kaya akan lemak. Si kecil membutuhkan

keduanya. Oleh karena itu, jika bayi hanya menyusu dari salah

satu payudara kemudian tertidur, maka susuilah dari payudara

lain di sesi menyusu berikutnya. Saat menyusui, jangan lupa

untuk membantu bayi bersendawa sebelum berganti ke

payudara.

4) Hindari penggunaan dot hingga usia bayi 4 minggu

Bayi bisa mengalami bingung puting apabila

mendapatkan dot terlalu cepat, sehingga akhirnya lupa cara

menyusu langsung dari payudara ibu. Anda bisa

mengantisipasinya dengan tidak memberinya dot sebelum

berusia 4 minggu.

5) Gunakan pompa ASI

Apabila bayi cenderung menyusu dari salah satu

payudara saja, anda bisa menggunakan breast pump atau pompa


ASI untuk mengosongkan payudara lainnya. Langkah ini bisa

mengurangi nyeri pada payudara, sekaligus ‘mengamankan’

persediaan ASI untuk bayi. Inisiasi menyusui dini adalah proses

yang tidak dapat dilakukan ibu seorang diri. Pendampingan dari

lingkungan terdekat serta tenaga medis dari dokter maupun

bidan yang membantu proses kelahiran juga sangat penting, agar

proses IMD dapat berjalan dengan baik.

9. Rawat Gabung

Rawat gabung adalah suatu sistem perawatan ibu dan

anak bersama-sama pada tempat yang berdekatan sehingga

memungkinkan sewaktu-waktu, setiap saat ibu dapat menyusui

anaknya.

Rawat gabung adalah satu cara perawatan dimana ibu

dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan

ditempatkan dalam sebuah ruangan, kamar atau tempat bersama-

sama selama 24 jam penuh seharinya, hal ini merupakan waktu

yang baik bagi ibu dan bayi saling berhubungan dan dapat

memberikan kesempatan bagi keduanya untuk pemberian ASI.

Manfaat rawat gabung bagi ibu asfek psikologi antara

ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat (early infant

mother bonding) dan lebih akrab akibat sentuhan badan antara

ibu dan bayi, dapat memberikan kesempatan pada ibu untuk

belajar merawat bayinya. Memberikan rasa percaya kepada ibu


untuk merawat bayinya. Ibu dapat memberikan ASI kapan saja

bayi membutuhkan, sehingga akan memberikan rasa kepuasan

pada ibu bahwa dapat berfungsi dengan baik sebagaimana

seorang ibu memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayinya. Ibu juga

akan merasa sangat dibutuhkan oleh bayinya dan tidak dapat

digantikan oleh orang lain. Hal ini akan memperlancar produksi

ASI.

Bagi bayi rawat gabung mempunyai manfaat yaitu

Sentuhan badan antara ibu dan bayi akan berpengaruh terhadap

perkembangan psikologi bayi selanjutnya, karena kehangatan

tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan

oleh bayi. Bayi akan mendapatkan rasa aman dan terlindung,

dan ini merupakan dasar terbentuknya rasa percaya pada diri

anak.

Bayi segera mendapatkan colostrom atau ASI jolong yang dapat

memberikan kekebalan/antibody. (Astuti setiyani, dkk 2016).


2.1.3 Nifas

1. Pengertian Nifas

Masa nifas ( puerperium ) adalah masa yang di mulai

setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat – alat

kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas

selama kira – kira 6 minggu. Setelah itu, tujuan dari pemberian

asuhan masa nifas adalah untuk menjaga kesehatan ibu dan

bayinya, baik fisik maupun psikologis, memberikan pendidikan

kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, cara

dan manfaat menyusui dan pemberian imunisasi (Sarwono

Prawihardjo, 2018).

Masa nifas di mulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir

ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum

hamil dan berakhir selama kira – kira 6 minggu ( Saifuddin,

2014).

Kala puerperium (nifas) yang berlangsung selama 6

minggu atau 42 hari,merupakan waktu yang diperlukan untuk

pulihnya organ kandungan pada keadaan yang normal

(Manuaba, 2014).
2. Fisiologi Nifas

A. Tujuan asuhan Masa Nifas: (Febi Sukma dkk, 2017)

a) Memastikan ibu dapat beristirahat dengan baik. Istirahat

yang cukup dapat mengembalikan stamina ibu setelah

menjalani persalinan sehingga ibu siap menjalankan

kewajiban memberikan ASI dan merawat bayinya.

b) Mengurangi resiko komplikasi masa nifas dengan

melaksanakan observasi, menegakkan diagnosisi dan

memberikan asuhan secara komprehensif sesuai kondisi

ibu

c) Mendampingi ibu, memastikan ibu memahami tentang

kebutuhan nutrisi ibu nifas dan menyusui, kebutuhan

personal higiene untuk mengurangi resiko infeksi dan

perawatan bayi sehari-hari.

d) Mendampingi ibu, memberikan suffort bahwa ibu mampu

melaksanakan tugasnya dan merawat bayinya.

B. Tahapan masa nifas dibagi dalam 3 periode yaitu: (Febi

Sukma dkk, 2017)

a) Peurperium dini: Masa kepulihan,yakni saat-saat ibu

diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

b) Peurperium intermedial: Masa kepulihan menyeluruh dari

organ-organ gental,kira-kira antara 6-8 minggu.


c) Remote peurperium: Waktu yang diperlukan untuk pulih

dan sehat sempurna,terutama bila selama hamil atau waktu

persalinan mempunyai komplikasi.

C. Kebijakan Program Nasional Pada Masa Nifas

a. Rooming in merupakan suatu sistem perawatan dimana ibu

dan bayi dirawat dalam satu kamar. Bayi selalu ada ada

disamping ibu sejak lahir (hal ini dilakukan hanya pada

bayi sehat).

b. Gerakan Nasional ASI eksklusif yang dirancang oleh

pemerintah.

c. Pemberian vitamin A ibu nifas.

Berdasarkan program dan kebijakan teknis masa nifas adalah

paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas untuk menilai

status ibu dan bayi baru lahir untuk mencegah, mendeteksi

dan menanganimasalah-masalah yang terjadi, yaitu (Febi

Sukma dkk, 2017) :

 Kunjungan pada Masa Nifas (Febi Sukma dkk, 2017)

1) Kunjungan pertama ( 6- 8 jam) setelah persalinan

Tujuannya:

a. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia

uteri.

b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan

dan merujuk bila perdarahan berlanjut.


c. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu

anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan

pada masa nifas karena atonia uteri, yaitu konseling

tentang tanda bahaya nifas dan memasase fundus

uteri.

d. Konseling tentang pemberian ASI awal.

e. Melakukan bonding attachment antara ibu dan bayi

yang baru dilahirkan.

f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah

hipotermi.

2) Kunjungan Kedua (6 hari pasca persalinan)

Tujuan: (Febi Sukma dkk, 2017)..

1) Memastikan involusi berjalan normal : uterus

berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada

perdarahan abnormal, tidak ada bau.

2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau

perdarahan abnormal.

3) Memastikan ibu mendapat cukup makan, cairan dan

istirahat.

4) Memastikan ibu menyusui dengan benar dan tidak

ada tanda-tanda penyulit.

5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan

pada bayi, tali pusat dan menjaga bayi tetap hangat


dan merawat bayi sehari-ari. (Febi Sukma dkk,

2017).

3) Kunjungan ketiga (2 minggu pasca persalinan)

Asuhan yang diberikan sama dengan 6 hari post

partum. (Febi Sukma dkk, 2017).

4) Kunjungan IV (6 minggu pasca persalinan) (Febi

Sukma dkk, 2017).

2) Menanyakan penyulit-penyulit yang ada dialami ibu

dan bayi.

3) Memberikan konseling untuk KB secara dini.

3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu nifas:

Perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu nifas terdiri dari

perubahan fisiologis dan perubahan psikologis :

1. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

a. Perubahan Sistem Reproduksi

1) Involusi Uterus Involusi atau pengerutan uterus

merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke

kondisi sebelum hamil dengan berat hanya 60 gram.

Proses involusi uterus menurut (Marmi, 2015) antara

lain, sebagai berikut:

a) Iskemia miometrium Iskemia miometrium

disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus-

menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta


membuat uterus relatif anemia dan menyebabkan

serat otot atrofi.

b) Atrofi jaringan Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi

penghentian hormon esterogen saat pelepasan

plasenta.

c) Autolisis Autolisis merupakan proses penghancuran

diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim

proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang

telah sempat mengendur hingga panjangnya 10 kali

dari semula dan lebar lima kali dari semula selama

kehamilan atau dapat juga dikatakan sebagai

perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang

berlebihan. Hal ini disebabkan karena penurunan

hormon esterogen dan progesteron.

d) Efek oksitosin Oksitosin menyebabkan terjadinya

kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan

menekan pembuluh darah yang mengakibatkan

berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini

membantu untuk mengurangi perdarahan. Penurunan

ukuran uterus yang cepat itu dicerminkan oleh

perubahan lokasi uterus ketika turun keluar dari

abdomen dan kembali menjadi organ pelvis.


Menurut (Nainaban, 2019) perubahan sistem reproduksi

yaitu alat-alat genital baik interna maupun eksterna kembali

seperti semula seperti sebelum hamil disebut involusi.

Bidan dapat membantu ibu untuk mengatasi dan memahami

perubahan-perubahan seperti:

1) Involusi uterus

Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses

yang menyebabkan uterus kembali pada posisi semula

seperti sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram.

Involusi uteri dapat juga dikatakan sebagai proses

kembalinya uterus pada keadaan semula atau keadaan

sebelum hamil. Involusi uterus melibatkan reorganisasi

dan penanggalan desidua/ endometrium dan

pengelupasan lapisan pada tempat implantasi plasenta

sebagai tanda penurunan ukuran dan berat serta

perubahan tempat uterus, warna dan jumlah lochea.

Proses involusi uterus adalah sebagai berikut : Autolisis

merupakan proses penghancuran diri sendiri yang

terjadi di dalam otot uterin. Enzym proteolitik akan

memendekkan jaringan otot yang telah sempat

mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula

selama hamil atau dapat juga dikatakan sebagai

pengrusakan secara langsung jaringan hipertropi yang


berlebihan, hal ini disebabkan karena penurunan kadar

hormon estrogen dan progesterone (Nainaban, 2019),

Terdapat polymorph phagolitik dan macrophages di

dalam sistem cardiovaskuler dan sistem limphatik,

Efek oksitosin (cara bekerjanya oksitosin), Penyebab

kontaksi dan retraksi otot uterus sehingga akan

mengompres pembuluh darah yang menyebabkan

kurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu

untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta

serta mengurangi perdarahan (Nainaban, 2019).

Table 2.7 Proses involusi Uteri

InvolusiUteri Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus

Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram

Placenta lahir 2 jari bawah pusat 750 gram

7 hari Pertengahan pusat 500 gram

dan simpisis

14 hari(2 minggu) Tidak teraba 350 gram

6 Minggu Normal 60 gram

Sumber : Yefi Marliandiana dkk. 2015. Buku Ajar Asuhan Kebidanan

pada Masa Nifas dan Menyusui. Yogyakarta.

2) Lochea
Akibat involusi uteri lapisan luar desidua yang

mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua

yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan.

Pencampuran antara darah dan desidua inilah yang

dinamakan lochea. Lochea adalah ekskresi cairan rahim

selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang

membuat organisme berkembang lebih cepat daripada

kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea

mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu

menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap

wanita. Lochea mengalami perubahan karena proses

involusi (Nainaban, 2019).

Macam-macam lochea yaitu:

a) Lochea rubra (Cruenta) : berwarna merah tua berisi

darah dari perobekan/luka pada plasenta dan sisa-sisa

selaput ketuban, sel-sel desidua dan korion, verniks

kaseosa, lanugo, sisa darah dan mekonium, selama 3

hari postpartum.

b) Lochea sanguinolenta : berwarna kecoklatan berisi

darah dan lendir, hari 4-7 postpartum.

c) Lochea serosa : berwarna kuning, berisi cairan lebih

sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari


leukosit dan robekan laserasi, pada hari ke 7-14

postpartum.

d) Lochea alba : cairan putih berisi leukosit, berisi selaput

lendir serviks dan serabut jaringan yang mati setelah 2

minggu sampai 6 minggu postpartum.

e) Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti

nanah berbau busuk.

f) Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya atau

tertahan (Nainaban, 2019)

a. Perubahan pada vulva, vagina dan perineum

Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami

penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan

kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae

timbul kembali pada minggu ke tiga. Hymen tampak sebagai

tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah

menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi wanita

multipara. Ukuran vagina akan selalu lebih besar

dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama. Hal

ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan

harian.

Perubahan pada Sistem Pencernaan

Selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal,

diantaranya tingginya kadar progesterone yang dapat


mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan

kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos.

Pasca melahirkan, kadar progesterone juga mulai menurun,

namun demikian faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk

kembali normal (Nainaban, 2019).

Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem

pencernaan, antara lain:

1) Nafsu makan

Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga

diperbolehkan untuk mengkomsumsi makanan. Pemulihan

nafsu makan diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus

kembali normal. Meskipun kadar progesterone menurun

setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami

penurunan selama satu atau dua hari (Nainaban, 2019).

2) Motilitas

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus

cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi

lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa

memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke

keadaan normal (Nainaban, 2019).

3) Pengosongan usus

Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal

ini disebabkan tonus otot usus menurun selama proses


persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum

persalianan, enema sebelum melahirkan, kurang makan,

dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem

pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk

kembali normal (Nainaban, 2019).

b. Perubahan sistem perkemihan

Masa kehamilan terjadi perubahan hormonal yaitu kadar

steroid tinggi yang berperan meningkatkan fungsi ginjal.

Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid

menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal.

Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah

wanita melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan

dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan

(Nainaban, 2019).

Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan antara

lain:

1) Hemostatis internal

Tubuh terdiri dari air dan unsure-unsur yang larut didalamnya

dan 70 persen dari cairan tubuh terletak di dalam sel-sel, yang

disebut dengan cairan intraselular. Cairan ekstraselular

terbagi dalam plasma darah, dan langsung diberikan untuk

sel-sel yang disebut cairan interstisial. Beberapa hal yang

berkaitan dengan cairan tubuh antara lain edema dan


dehidrasi. Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan

akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh.

Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air yang

terjadi pada tubuh karena pengeluaran berlebihan dan tidak

diganti (Nainaban, 2019).

2) Keseimbangan asam basa tubuh

Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan

tubuh adalah 7,35-7,40. Bila PH >7,4 disebut alkalosis dan

jika PH < 7,35 disebut asidosis (Nainaban, 2019).

3) Pengeluaran sisa metabolisme, racun dan zat toksin ginjal

Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme

protein yang mengandung nitrogen terutama urea, asam urat

dan kreatinin. Ibu post partum dianjurkan segera buang air

kecil, agar tidak mengganggu proses involusi uteri dan ibu

merasa nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu

merasa sulit buang air kecil. Hal yang menyebabkan kesulitan

buang air kecil pada ibu post partum, antara lain adanya

oedema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga

terjadi retensi urin, diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk

mengurangi cairan yang teretensi dalam tubuh, terjadi selama

2 hari setelah melahirkan dan depresi dari sfingter uretra oleh

karena penekanan kepala janin dan spasme oleh iritasi


muskulus sfingter ani selam persalinan, sehingga

menyebabkan miksi (Nainaban, 2019).

c. Perubahan Sistem Endokrin

1) Hormon plasenta

Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah

persalinan. HCG (Human Chorionic Gonadotropin)

menurun dengan cepat dan menetap sampai 10 persen

dalam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum dan sebagai

onset pemenuhan mammae pada hari ke-3 postpartum

(Nainaban, 2019).

2) Hormon pituitary

Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Wanita

yang tidak menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2

minggu. FSH dan LH akan meningkat pada fase

konsentrasi folikuler (minggu ke-3) dan LH tetap rendah

hingga ovulasi terjadi (Nainaban, 2019).

3) Kadar estrogen

Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar estrogen

yang bermakna sehingga aktifitas prolaktin yang juga

sedang meningkat dapat mempengaruhi kelenjar mammae

dalam menghasilkan ASI (Nainaban, 2019).

d. Perubahan tanda-tanda vital

1) Suhu badan
Satu hari (24 jam) postpartum suhu badan akan naik

sedikit (37,5⁰C-38⁰C) sebagai akibat kerja keras waktu

melahirkan, kehilangan cairan (dehidrasi) dan kelelahan

karena adanya bendungan vaskuler dan limfatik. Apabila

keadaan normal suhu badan menjadi biasa. Biasanya pada

hari ketiga suhu naik lagi karena adanya pembentukan

ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi

pada endometrium, mastitis, tractus genitalis atau sistem

lain (Nainaban, 2019).

2) Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa antara 60-80 kali

per menit atau 50- 70 kali per menit. Sesudah melahirkan

biasanya denyut nadi akan lebih cepat. Denyut nadi yang

melebihi 100 kali per menit, harus waspada kemungkinan

infeksi atau perdarahan postpartum (Nainaban, 2019).

3) Tekanan Darah

Tekanan darah meningkat pada persalinan 15 mmHg

systole dan 10 mmHg diastole. Biasanya setelah bersalin

tidak berubah (normal), kemungkinan tekanan darah akan

rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan.

Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan

terjadinnya preeklamsi pada masa postpartum (Nainaban,

2019).
4) Pernapasan dan pembuluh darah uteri. Penarikan

kembali estrogen menyebabkan dieresis yang terjadi

secara cepat sehingga mengurangi volume plasma kembali

pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam

pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini, ibu

mengeluarkan banyak sekali jumlah urine (Nainaban,

2019).

e. Perubahan sistem hematologi

Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar

fibrinogen dan plasma, serta faktor-faktor pembekuan darah

makin meningkat. Hari pertama postpartum, kadar fibrinogen

dan plasma akan sedikit menurun, tetapi darah akan

mengental sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.

Leukositosis yang meningkat dengan jumlah sel darah putih

dapat mencapai 15.000 selama proses persalinan akan tetap

tinggi dalam beberapa hari postpartum. Jumlah sel darah

tersebut masih dapat naik lagi sampai 25.000-30.000 tanpa

adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami

persalinan yang lama (Nainaban, 2019).

Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan keadaan

suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal,

pernapasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada

gangguan khusus pada saluran napas contohnya penyakit


asma. Bila pernapasan pada masa postpartum menjadi lebih

cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok (Nainaban, 2019).

f. Perubahan sistem kardiovaskuler

Selama kehamilan volume darah normal digunakan

untuk menampung aliran darah yang meningkat, yang

diperlukan oleh plasenta

2. Perubahan Psikis Masa Nifas

Tiga tahap perilaku ibu post partum (Febi Sukma dkk ,2017) :

1. Adaptasi psikologis ibu masa nifas

a) Talking in (masa ketergantungan)

Terjadi 1 – 2 hari setelah persalinan, ibu nasih pasif dan

masih bergantung pada orang lain, focus perhatian

terhadap tubuhnya, ibu ibu mengingat pengalaman

melahirkan dan persalinan yang di alami serta kebutuhan

tidur dan nafsu makan meningkat.

b) Talking hold (3-5 hari)

Berlangsung 3 – 4 hari post partum, ibu lebih

berkonsentrasi pada kemampuannya dalam menerima

tanggung jawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi.

pada masa ini ibu sangat sensitive, sehingga membutuhkan

bimbngan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan

yang di alami ibu.

c) Letting go
Dialami setelah tiba ibu dan bayi tiba dirumah. Ibu mulai

secara penuh mnerima tanggung jawab sebagai seorang

ibu dan menyadari atau merasa kebutuhan bayi sangat

bergantung pada dirinya.

2. Post partum blues

Postpartum blues merupakan perasaan sedih yang dialami

oleh seorang ibu berkaitan dengan bayinya. Biasanya muncul

sekitar 2 hari sampai 2 minggu sejak kelahiran bayi. Keadaan

ini disebabkan oleh perubahan perasaan yang dialami ibu saat

hamil sehingga sulit menerima kehadiran bayinya. Perubahan

perasaan ini merupakan respon alami terhadap rasa lelah

yang dirasakan. Selain itu juga karjena, perubahan fisik dan

emosional selama beberapa bulan kehjjjjamilan. Ibu yang

mengalami baby blues akan mengalami perubahan perasaan,

menangis, cemas, kesepian, khawatir yang berlebjihan

mengenai sang bayi, penurunan gairah sex, dan kurang

percaya diri terhadap kemampuan menjadi seorang ibu

(Nainaban, 2019).

3. Post partum psikosis

Post partum psikosis adalah penyakit mental serius dan

jarang terjadi, dan dapat menyerang wanita yang baru

menjadi ibu. Psikosis postpartum biasanya mulai terjadi

beberapa hari atau minggu setelah melahirkan dan bisa tiba-


tiba terjadi yang disebabkan oleh adanya perubahan hormonal

pada ibu pasca melahirkan.

Post partum psikosis sendiri memiliki gejala yang berbeda-

beda, tetapi gejala umum yang akan muncul pada kasus

tersebut meliputi :

a. Mendengar suara dan melihat hal-hal yang tidak ada

(halusinasi)

b. Perubahan mood yang ekstrim (mood swings)

c. Perilaku manik (rasa senang tidak terkendali - karena

gangguan jiwa)

d. Merasa terputus dari kenyataan

e. Merasa bingung, namun tidak mengenali teman atau

keluarga

f. Berkhayal, percaya pada hal yang tidak benar atau logis

Penatalaksanaan psikosis post partum adalah pemberian anti

depresan, berhenti menyusui, dan perawatan di rumah sakit.

Ibu merasakan kesedihan karena kebebasan, otonomi,

interaksi sosial kurang kemandirian (Nainaban, 2019).

4. Kesedihan dan dukacita

Berduka yang paling besar adalah disebabkan karena

kematian bayi meskipun kematian terjadi saat kehamilan.

Bidan harus memahami psikologis ibu dan ayah untuk

membantu mereka melalui pasca berduka dengan cara yang


sehat. Berduka adalah respon psikologis terhadap kehilangan.

Proses berduka terdiri dari tahap atau fase identifikasi respon

tersebut. Tugas berduka, istilah ini diciptakan oleh

Lidermann, menunjukkan tugas bergerak melalui tahap

proses berduka dalam menentukan hubungan baru yang

signifikan (Nainaban, 2019).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi masa nifas dan menyusui

a) Faktor fisik

Ada 3 faktor menurut Febi Sukma dkk, 2017 :

1) Rahim

Setelah melahirkan rahim akan berkontraksi untuk merapatkan

dinding rahim sehingga tidak terjadi perdarahan, kontraksi inilah

yang menimbulkan rasa mules pada perut ibu. Berangsur-angsur

rahim akan mengecil seperti sebelum hamil.

2) Jalan lahir (serviks, vulva, dan vagina)

Jalan lahir mengalami penekanan serta peregangan yang sangat

besar selama proses melahirkan bayi, sehingga proses

melahirkan bayi, sehingga menyebabkan mengendurnya organ

ini bahkan robekan yang memerlukan penjahitan. Menjaga

kebersihan daerah kewanitaan agar tidak timbul infeksi .

3) Lochea

Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi

situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan


keluar bersama dengan sisa cairan. Pencampuran antara darah

dan desidua inilah yang dinamakan lochea. Lochea adalah

ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi

basa / alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat

daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal.

4. Kebutuhan dasar ibu masa nifas

4.1 Nutrisi dan cairan

Nutrisi dan cairan sangat penting karena berpengaruh pada

proses laktasi dan involusi. Makan dengan diet seimbang,

tambahan kalori 500-800 kal/ hari. Makan dengan diet seimbang

untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup.

Minum sedikitnya 3 liter/ hari, pil zat besi (Fe) diminum untuk

menambah zat besi setidaknya selama 40 hari selama persalinan,

Kapsul vitamin A (200.000 IU ) agar dapat memberikan vitamin

A kepada bayinya melalui ASI (Febi Sukma dkk, 2017).

4.2 Mobilisasi

Segera mungkin membimbing klien keluar dan turun dari tempat

tidur, tergantung kepada keadaan klien, namun dianjurkan pada

persalinan normal klien dapat melakukan mobilisasi 2 jam pp .

Pada persalinan dengan anestesi miring kanan dan kiri setelah

12 jam, lalu tidur ½ duduk, turun dari tempat tidur setelah 24

jam Mobilisasi pada ibu berdampak positif bagi, ibu merasa


lebih sehat dan kuat, Faal usus dan kandung kemih lebih baik,

Ibu juga dapat merawat anaknya (Febi Sukma dkk, 2017)..

4.3 Eliminasi

Pengisian kandung kemih sering terjadi dan pengosongan

spontan terhambat→retensi urin → distensi berlebihan →fungsi

kandung kemih terganggu, Infeksi.Miksi normal dalam 2-6 jam

PP dan setiap 3-4 jam Jika belum berkemih OK penekanan

sfingter, spasme karena iritasi m. Spincter ani, edema KK,

hematoma traktus genetalis →ambulasi ke kandung

kemih.Tidak B.A.K dalam 24 jam → kateterisasi( resiko ISK >>

Bakteriuri 40 %) BAB harus dilakukan 3-4 hari PP Jika tidak

→laksan atau parafin /suppositoria. Ambulasi dini dan diet dapat

mencegah konstipasi. Agar BAB teratur : diet teratur, pemberian

cairan yang banyak, latihan dan olahraga (Febi Kusuma dkk,

2017).

4.2 Istirahat

Masa nifas beristirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang

berlebihan. Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan rumah

tangga secara perlahan-lahan serta untuk tidur siang atau

beristirahat selama bayi tidur. Kurang istirahat akan

mempengaruhi ibu dalam beberapa hal antara lain mengurangi

jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat proses involusi


uteri dan memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi dan

ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri

(Sarwono, 2016).

4.3 Personal hygiene

Ibu nifas rentan terhadap infeksi, unttuk itu personal hygiene

harus dijaga, yaitu dengan  Mencuci tangan setiap habis

genital hygiene, kebersihan tubuh, pakaian, lingkungan, tempat

tidur harus selalu dijaga. membersihkan daerah genital dengan

sabun dan air bersih, mengganti pembalut setiap 6 jam minimal

2 kali sehari, menghindari menyentuh luka perineum, menjaga

kebersihan vulva perineum dan anus, tidak menyentuh luka

perineum, Memberikansalep,betadine pada luka (Febi Sukma

dkk, 2017).

4.4 Seksual

Hanya separuh wanita yang tidak kembali tingkat energi yang

biasa pada 6 minggu PP, secara fisik, aman, setelah darah dan

dapat memasukkan 2-3 jari kedalam vagina tanpa rasa nyeri.

Penelitian pada 199 ibu multipara hanya 35 % ibu melakukan

hubungan seks pada 6 minggu dan 3 bln, 40% nya rasa nyeri

dan sakit (Febi Sukma dkk, 2017).

4.5 Senam nifas

Masa nifas yang berlangsung lebih kurang 6 minggu, ibu

membutuhkan latihan-latihan tertentu yang dapat mempercepat


proses involusi. Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam 24 jam

setelah persalinan,secara teratur setiap hari (Febi Sukma dkk,

2017).

5. Tanda bahaya pada masa nifas menurut (Nurjanah, 2013) :

a. Perdarahan pervaginam

Pendarahan pasca persalinan adalah pendarahan pervaginam

yang melebihi 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama

atau setelah persalinan kala III.macam-macam penyebab

perdarahan yaitu atonia uteri, robekan jalan lahir, tertinggalnya

sisa plasenta, retensio plasentaa, invesio uteri.

b. Infeksi masa nifas

Infeksi kala nifas adalah perdangan pada semua alat genetalia

pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan

meningkatnya suhu tubuh melebihi 38 ̊ C tanpa menghitung hari

pertama dan berturut-turut selama 2 hari dalam spuluh hari

pertama post partum.

c. Sakit kepala, nyeri epigastrik, dan pengelihatan kabur

Gejala-gejala ini adalah terjadinya eklamsia postpartum, bila

disertai dengan tekanna darah.

d. Pembengkakang di wajah dan ekstremitas

Ibu nifas yang mengalami bengkak pada ekstremitas perlu

dicurigai adanya varices, tromoflebitis, adanya odem.Gejalanya

mengarah pada kasus preeklamsia.


e. Demam, muntah, rasa sakit saat waktu berkemih

Pada nifas dini sensitifitas kandung kemih terhadap tegangan air

kemih di dalam vesika sering menurun akibat trauma persalinan

serta analgesia epuridal atau spinal.

f. Pada payudara berubah menjadi merah, panas dan terasa sakit

Disebabkan oleh payudara yang tidak disusukan secara adekuat,

puting susu yang lecet, BH yang terlalu ketat, ibu dengan diet

yang tidak sesuai dengan aturan, kurang istirahat dan ibu yang

memiliki riwayat anemia.


2.1.5 Pelayanan KB

Keluarga Berencana (KB)

1. Definisi

Pengertian Program Keluarga Berencana menurut UU

No. 10 tahun 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya

peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui

Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran,

pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan

keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera

(Priyanti, Syalfina. 2017).

Program KB adalah bagian yang terpadu (integral) dalam

program pembangunan nasional dan bertujuan untuk

menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual, dan sosial budaya

penduduk Indonesia agar dapat dicapai keseimbangan yang baik

dengan kemampuan produksi nasional. (Priyanti, Syalfina,

2017)

Menurut WHO (World Health Organization) keluarga

berencana adalah mendapatkan objektif-objektif tertentu,

menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mengatur

interval diantara kehamilan, mendapatkan kelahiran yang

memang diinginkan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam


hubungan dengan suami-istri, menentukan jumlah anak dalam

keluarga. (Sukamti, 2019)

2. Sasaran Program KB

Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasaran

langsung dan sasaran tidak langsung, tergantung dari tujuan

yang ingin dicapai. Sasaran langsungnya adalah Pasangan Usia

Subur (PUS) yang bertujuan untuk menurunkan tingkat

kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara

berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah

pelaksana dan pengelola KB, dengan tujuan menurunkan tingkat

kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan

terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas,

keluarga sejahtera (Priyanti, Syalfina, 2017).

3. Ruang Lingkup Program KB

a. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)

b. Konseling

c. Pelayanan Kontrasepsi

d. Pelayanan Infertilitas

e. Pendidikan sex (sex education)

f. Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan

g. Konsultasi genetik

h. Tes keganasan

i. Adopsi (Priyanti, Syalfina, 2017).


4. Jenis-jenis KB

a. Tanpa Alat

1) KB Alamiah

a) Metode Kalender

Metode kalender atau pantang berkala merupakan

metode keluarga berencana alamiah (KBA) yang paling

tua. Pencetus KBA sistem kalender adalah dr. Knaus

(ahli kebidanan dari Vienna) dan dr. Ogino (ahli

ginekologi dari Jepang). Metode kalender ini

berdasarkan pada siklus haid/menstruasi wanita. Knaus

berpendapat bahwa ovulasi terjadi tepat 14 hari

sebelum menstruasi berikutnya. Sedangkan Ogino

berpendapat bahwa ovulasi tidak selalu terjadi tepat 14

hari sebelum menstruasi, tetapi dapat terjadi antara 12

atau 16 hari sebelum menstruasi berikutnya. Hasil

penelitian kedua ahli ini menjadi dasar dari KBA sistem

kalender (Priyanti, Syalfina. 2017).

b) Metode Suhu Basal

Suhu tubuh basal adalah suhu terendah yang dicapai

oleh tubuh selama istirahat atau dalam keadaan istirahat

(tidur). Pengukuran suhu basal dilakukan pada pagi hari

segera setelah bangun tidur dan sebelum melakukan

aktivitas lainnya. Tujuan pencatatan suhu basal untuk


mengetahui kapan terjadinya masa subur/ovulasi. Suhu

basal tubuh diukur dengan alat yang berupa termometer

basal. Termometer basal ini dapat digunakan secara

oral, per vagina, atau melalui dubur dan ditempatkan

pada lokasi serta waktu yang sama selama 5 menit.

Suhu normal tubuh sekitar 35,5-36 derajat Celcius.

Pada waktu ovulasi, suhu akan turun terlebih dahulu

dan naik menjadi 37-38 derajat kemudian tidak akan

kembali pada suhu 35 derajat Celcius. Pada saat itulah

terjadi masa subur/ovulasi. Kondisi kenaikan suhu

tubuh ini akan terjadi sekitar 34 hari, kemudian akan

turun kembali sekitar 2 derajat dan akhirnya kembali

pada suhu tubuh normal sebelum menstruasi. Hal ini

terjadi karena produksi progesteron menurun. Apabila

grafik (hasil catatan suhu tubuh) tidak terjadi kenaikan

suhu tubuh, kemungkinan tidak terjadi masa

subur/ovulasi sehingga tidak terjadi kenaikan suhu

tubuh. Hal ini terjadi dikarenakan tidak adanya korpus

luteum yang memproduksi progesteron. Begitu

sebaliknya, jika terjadi kenaikan suhu tubuh dan terus

berlangsung setelah masa subur/ovulasi kemungkinan

terjadi kehamilan. Karena, bila sel telur/ovum berhasil

dibuahi, maka korpus luteum akan terus memproduksi


hormon progesteron. Akibatnya suhu tubuh tetap tinggi

(Priyanti, Syalfina. 2017).

c) Metode Lendir Serviks

Metode mukosa serviks atau ovulasi billings ini

dikembangkan oleh Drs. John, Evelyn Billings dan Fr

Maurice Catarinich di Melbourne, Australia kemudian

menyebar ke seluruh dunia. Metode ini tidak

menggunakan obat atau alat sehingga dapat diterima

oleh pasangan taat agama dan budaya yang berpantang

dengan kontrasepsi modern. Metode mukosa serviks

atau metode ovulasi merupakan metode keluarga

berencana alamiah (KBA) dengan cara mengenali masa

subur dari siklus menstruasi dengan mengamati lendir

serviks dan perubahan rasa pada vulva menjelang hari-

hari ovulasi.

d) Metode Sim To Termal

Metode simptothermal merupakan metode keluarga

berencana alamiah (KBA) yang mengidentifikasi masa

subur dari siklus menstruasi wanita. Metode

simptothermal mengkombinasikan metode suhu basal

tubuh dan mukosa serviks. Tetapi ada teori lain yang

menyatakan bahwa metode ini mengamati tiga

indikator kesuburan yaitu perubahan suhu basal tubuh,


perubahan mukosa/lendir serviks, dan perhitungan

masa subur melalui metode kalender.

Metode simptothermal akan lebih akurat

memprediksikan hari aman pada wanita daripada

menggunakan salah satu metode saja. Ketika

menggunakan metode ini bersama-sama, maka tanda-

tanda dari satu dengan yang lainnya akan saling

melengkapi (Priyanti, Syalfina. 2017).

2) Coitus Interuptus

Coitus interuptus atau senggama terputus adalah metode

keluarga berencana tradisional/alamiah, dimana pria

mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari vagina sebelum

mencapai ejakulasi (Priyanti, Syalfina. 2017).

b. Dengan Alat

1) Kondom

Kondom tidak hanya mencegah kehamilan, tetapi juga

mencegah IMS dan HIV AIDS. ) Kondom menghalangi

terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara

mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang

di penis sehingga sperma tersebut tidak curah ke dalam

saluran reproduksi perempuan. Mencegah penularan

mikroorganisme dari satu pasangan ke pasangan yang lain

(Priyanti, Syalfina. 2017)


2) Barier Intra Vaginal

Menghalangi masuknya spermatozoa ke dalam traktus

genitalia interna wanita dan immobilisasi/mematikan

spermatozoa oleh spermisidnya. Untuk mendapatkan

efektivitas yang lebih tinggi, metode Barier Intra-vaginal

harus dipakai bersama dengan spermisida (Priyanti,

Syalfina. 2017).

3) Spermisida

Spermisida adalah bahan kimia (biasanya non oksinol-9)

digunakan untuk menonaktifkan atau membunuh sperma.

Dikemas dalam bentuk: (1) Aerosol (busa) (2) Tablet

vagina, suppositoria, atau dissolvable film (3) Krim

(Priyanti, Syalfina. 2017).

c. Metode Modern

1) Kontrasepsi Hormonal

a) Oral Kontrasepsi

Pil KB adalah alat kontrasepsi oral yang berfungsi

untuk mencegah kehamilan dengan cara:

(1)Mencegah ovulasi.

(2)Lendir mulut rahim menjadi lebih kental sehingga

sperma sulit masuk.

(3)Pil KB tidak mengugurkan kehamilan yang telah

terjadi.
Pil KB yang beredar terbagi 2 yaitu pil kombinasi dan

pil Progesteron. Pil kombinasi berisi 2 hormon wanita

yaitu estrogen dan progesteron, cara kerjanya

Mencegah pematangan dan pelepasan sel telur,

Mengentalkan lendir leher rahim, sehingga

menghalangi penetrasi sperma, Membuat dinding

rongga rahim tidak siap untuk menerima dan

menghidupi hasil pembuahan. Sedangkan cara kerja pil

progesteron adalah Mengentalkan cairan leher rahim,

Membuat rahim tidak dapat menghidupi janin

(Priyanti, Syalfina. 2017).

b) Suntikan/Injeksi

Kontrasepsi suntikan adalah cara untuk mencegah

terjadinya kehamilan dengan melalui suntikan

hormonal. Kontrasepsi hormonal jenis KB suntikan ini

di Indonesia semakin banyak dipakai karena kerjanya

yang efektif, pemakaiannya yang praktis, harganya

relatif murah, dan aman. Sebelum disuntik, kesehatan

ibu harus diperiksa dulu untuk memastikan

kecocokannya. Suntikan diberikan saat ibu dalam

keadaan tidak hamil. Umumnya pemakai suntikan KB

mempunyai persyaratan sama dengan pemakai pil.

Begitu pula bagi orang yang tidak boleh memakai


suntikan KB, termasuk penggunaan cara KB hormonal

selama maksimal 5 tahun

Jenis-jenis alat KB suntik yang sering digunakan di

Indonesia. Suntikan/bulan, contoh: cyclofem dan

Suntikan/3 bulan, contoh: Depoprovera, Depogeston

(Priyanti, Syalfina. 2017).

c) Subkutis/Implant

Kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi bawah

kulit. Implant adalah suatu alat kontrasepsi yang

mengandung levonorgetrel yang dibungkus dalam

kapsul silastik silikon polidimetri silikon dan

disusukkan di bawah kulit. Jumlah kapsul yang

disusukkan di bawah kulit sebanyak 2 kapsul masing-

masing kapsul panjangnya 44mm masing-masing

batang diisi dengan 70mg levonorgetrel, dilepaskan ke

dalam darah secara difusi melalui dinding kapsul

levonorgetrel adalah suatu progestin yang dipakai juga

dalam pil KB seperti mini pil atau pil kombinasi

(Priyanti, Syalfina. 2017).

d. Intra Uteri Devices (IUD/AKDR)

AKDR adalah suatu alat untuk mencegah kehamilan

yang efektif, aman, dan reversibel yang terbuat dari


plastik atau logam kecil yang dimasukkan dalam uterus

melalui kanalis servikalis (Priyanti, Syalfina. 2017).

AKDR merupakan suatu alat kontrasepsi yang

dimasukkan dalam rahim terbuat dari bahan

polyethylene dilengkapi dengan benang nylon sehingga

mudah dikeluarkan dari dalam rahim (Priyanti,

Syalfina. 2017) AKDR adalah alat kontrasepsi yang

dimasukan ke dalam rahim yang terbuat dari plastik

(polyethyline). AKDR adalah alat kontras epsi yang

dimasukkan ke dalam rahim yang bentuknya

bermacam-macam terdiri dari plastik (polyethyline),

ada yang dililiti tembaga (Cu), ada pula yang tidak, ada

yang dililiti tembaga bercampur perak (Ag). Selain itu,

ada pula yang dibatangnya berisi hormon progesteron

(Priyanti, Syalfina. 2017).

e. Sterilisasi

1) Pada Wanita (MOW)

Tubektomi ialah tindakan yang dilakukan pada

kedua tuba fallopi wanita. Dahulu tubektomi

dilakukan dengan jalan laparatomi atau pembedahan

vaginal. Sekarang dengan alat-alat dan teknik baru.

Tindakan ini diselenggarakan secara lebih ringan

dan tidak perlu perawatan rumah sakit. Tubekomi


atau Sterilisasi adalah metode kontrasepsi permanen

yang hanya diperuntukkan bagi mereka yang

memang tidak ingin atau boleh memiliki anak

(karena alasan kesehatan). Disebut permanen karena

metode kontrasepsi ini hampir tidak dapat dibatalkan

(reversal) bila kemudian Anda ingin punya anak.

Pembatalan masih mungkin dilakukan, tetapi

membutuhkan operasi besar dan tidak selalu berhasil

(Priyanti, Syalfina, 2017).

2) Pada Pria (MOP)

Vasektomi adalah istilah dalam ilmu bedah yang

terbentuk dari dua kata yaitu vas dan ektomi. Vas

atau vasa deferensia artinya adalah saluran benih

yaitu saluran yang menyalurkan sel benih jantan

(spermatozoa) keluar dari buah zakar (testis) yaitu

tempat sel benih itu diproduksi menuju kantung

mani (vesikulaseminalis) sebagai tempat

penampungan sel benih jantan sebelum dipancarkan

keluar pada saat puncak sanggama (ejakulasi).

Ektomi atau ektomia artinya pemotongan sebagian.

Jadi vasektomi artinya pemotongan sebagian

(0.5cm–1cm) saluran benih sehingga terdapat jarak

di antara ujung saluran benih bagian sisi testis dan


saluran benih bagian sisi lainnya yang masih tersisa

dan pada masing-masing kedua ujung saluran yang

tersisa tersebut dilakukan pengikatan sehingga

saluran menjadi buntu/tersumbat (Priyanti, Syalfina.

2017).

5. Macam-macam efek samping atau masalah kontrasepsi

a. Kondom

Efek sampingnya adalah:

1) Kondom rusak atau diperkirakan bocor (sebelum

berhubungan.

2) Kondom bocor atau dicurigai ada curahan di vagina saat

berhubungan,

3) Dicurigai adanya reaksi alergi (spermisida).

4) Mengurangi kenikmatan hubungan seksual.

b. Pil

Efek samping yang ditimbulkan kontrasepsi oral (pil) antara

lain:

1) Amenorea (tidak ada pendarahan atau spotting)

2) Mual, pusing, atau muntah (Alabat reaksi anafilaktik)

3) Pendarahan pervaginam (spotting)

4) Penambahan berat badan

c. Suntikan

Efek sampingnya:
1) Amenorea

2) Mual, pusing, muntah

3) Pendarahan atau pendarahan bercak (spotting)

d. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)

Efek sampingnya:

1) Amenorea

2) Kram

3) Pendarahan vagina yang tidak teratur dan banyak

4) Benang hilang

5) Cairan vagina/dugaan penyakit radang panggul

e. Norplant

Efek samping dan masalah:

1) Amenorea

2) Pendarahan

3) Ekspulsi

4) Infeksi pada daerah insersi

5) Berat badan naik atau turun

f. Tubektomi

Efek sampingnya adalah:

1) Infeksi luka

2) Demam pasca operasi (> 38° C)

3) Luka pada kandung kemih, intestinal (jarang terjadi)

4) Hematoma (subkutan)
g. Vasektomi

Efek sampingnya adalah:

1) Infeksi kulit pada daerah operasi

2) Infeksi sistemik yang sangat mengganggu kesehatan klien

3) Hematoma atau membengkaknya kantung biji zakar karena

pendarahan (Priyanti, Syalfina. 2017).

6. Penanganan efek samping sesuai keluhan bagi akseptor KB

a. Kondom

1) Dicurigai kondom rusak atau diperkirakan bocor (sebelum

berhubungan) Penanganan: Buang dan pakai kondom baru

atau pakai spermisida digabung kondom.

2) Dicurigai adanya reaksi alergi (spermisida) Penanganan:

berikan kondom alami (produk hewani : lamb skin atau gut)

3) Mengurangi kenikmatan hubungan seksual Penanganan: Jika

penurunan kepekaan tidak bisa ditolelir biarpun dengan

kondom yang lebih tipis, anjurkan pemakaian metode lain.

b. Pil

1) Amenorea (tidak terjadi perdarahan/spotting) Penanganan:

Periksa dalam atau tes kehamilan, bila tidak hamil dan klien

minum pil dengan benar. Tidak datang haid kemungkinan

besar karena kurang adekuat efek estrogen terhadap

endometrium tidak ada pengobatan khusus.


2) Mual, pusing, muntah Penanganan: Tes kehamilan atau

pemeriksaan ginekologik, bila tidak hamil sarankan minum

pil. Sarankan minum pil saat makan malam atau sebelum

tidur.

3) penambahan berat badan Penanganan: Informasikan bahwa

kenaikan/penurunan berat badan sebanyak 1–2kg dapat saja

terjadi. Perhatikan diet klien bila perubahan berat badan

terlalu mencolok. Bila berat badan berlebihan hentikan

suntikan dan anjurkan metode lain (Priyanti, Syalfina. 2017).

c. Suntik

1) Amenorea Penanganan: tidak diperlukan pengobatan apapun.

2) Meningkatkan / menurunkan berat badan Penanganan:

informasikan bahwa kenaikan/penurunan berat badan

sebanyak 1–2 kg dapat saja terjadi. Perhatikan diet klien bila

perubahan berat badan terlalu mencolok, bila berat badan

berlebihan, hentikan suntikan dan anjurkan metode

kontrasepsi lain.

3) Pendarahan Penanganan: Informasikan bahwa pendarahan

ringan sering dijumpai tetapi hal ini bukanlah masalah serius

dan biasanya tidak memerlukan pengobatan (Priyanti,

Syalfina. 2017).

d. AKDR
1) Amenorea Penanganan: pastikan hamil atau tidak, bila klien

tidak hamil, AKDR tidak perlu dicabut, cukup konseling saja.

Jika klien tetap saja menganggap amenorea yang terjadi

sebagai masalah maka rujuk klien, jika terjadi kehamilan

kurang dari 13 minggu dan benang AKDR terlihat cabut

AKDR. Catatan: jangan mencabut AKDR jika benang tidak

kelihatan dan kehamilan >13 minggu. Jika klien hamil dan

ingin meneruskan kehamilannya tanpa mencabut AKDRnya,

jelaskan kepadanya tentang meningkatnya resiko keguguran,

kehamilan prematur, infeksi.

2) Kram Penanganan: jika kram terjadi cukup analgesik saja.

Jika kram berat cabut AKDR kemudian diganti dengan

AKDR baru atau cari metode kontrasepsi yang lain.

3) Pendarahan dan tidak teratur Penanganan: sering ditemukan

terutama pada 3–6 bulan pertama. Singkirkan infeksi panggul

atau kehamilan ekstopik, rujuk klien bila dianggap perlu, bila

tidak ditemukan kelainan patologik dan pendarahan masih

terjadi dapat diberikan ibuprofen 3x800mg untuk satu

minggu atau pil kombinasi satu siklus saja, bila perdarahan

banyak gizi 2 tablet pil kombinasi untuk 3–7 hari saja, atau

boleh diberi 1,25 mg estrogen equin konyugasi selama 4–21

hari. Bila perdarahan berlanjut sampai klien anemia cabut

AKDR dan bantu klien memilih metode lain.


4) Benang hilang Penanganannya: apakah klien hamil, bila

tidak hamil dan AKDR masih di tempat tidak ada tindakan

yang perlu dilakukan. Bila tidak yakin AKDR masih berada

di dalam rahim dan klien tidak hamil maka klien dirujuk

untuk USG/rontgen. Bila tidak ditemukan pasang kembali

AKDR sewaktu datang haid.

5) Dugaan penyakit radang panggul Penanganannya: bila

penyebab, kuman gonokokus dan klamidia cabut AKDR dan

berikan pengobatan yang sesuai. Penyakit radang panggul

yang lain cukup diobati dan AKDR tidak perlu dicabut, bila

tidak ingin memakai AKDR lagi beri antibiotika selama 2

hari kemudian AKDR dicabut dan bantu klien untuk memilih

metode kontrasepsi lain

(Priyanti, Syalfina. 2017)

e. Implant

Penanganan:

1) Amenorea

a) Pastikan hamil atau tidak dan bila tidak hamil, tidak

memerlukan penanganan khusus.

b) Bila tidak menerima angkat implant

c) Bila terjadi kehamilan dan ingin melanjutkan kehamilan,

cabut implant karena progestin tidak berbahaya bagi janin.

Bila diduga terjadi kehamilan ektopik klien dirujuk.


2) Perdarahan ringan : bila tidak ada masalah dan klien tidak

hamil tidak diperlukan tindakan apapun, bila klien tetap saja

mengeluh masalah perdarahan dan ingin melanjutkan

pemakaian implant dapat diberikan pil kombinasi 1 siklus/ibu

profent 3x800mg selama 5 hari. Jelaskan kepada klien akan

terjadi pendarahan setelah pil kombinasi habis. Apabila

terjadi pendarahan lebih banyak dari biasa berikan 2 tablet pil

kombinasi 3–7 hari dan dilanjutkan dengan 1 siklus pil

kombinasi dilanjutkan dengan 1 siklus pil kombinasi atau

dapat juga diberikan 50mg esinilestradion atau 1,25mg

estrogen equin konsusasi untuk 14–21 hari.

3) Ekspulsi: cabut kapsul yang ekspulsi, periksa apakah terdapat

tanda-tanda infeksi darah inersi. Bila tidak ada infeksi dan

kapsul lain masih berada pada tempatnya, pasang kapsul baru

1 buah pada tempat insersi yang berbeda. Bila ada infeksi

cabut seluruh kapsul yang ada dan pasang kapsul baru pada

lengan yang lain.

4) Injeksi pada daerah insersi: bila infeksi tanpa nanah

bersihkan dengan sabun, air, antiseptik. Berikan antibiotik

selama 7 hari implant jangan dilepas dan minta kepada klien

untuk kembali setelah 7 hari apabila tidak membaik cabut

implant.
5) Berat badan naik atau turun Penanganan: informasikan

kepada klien bahwa perubahan BB 1–2kg adalah normal.

Kasi ulang diet klien apabila terjadi perubahan BB lebih dari

2kg

(Prtiyanti, Syalfina. 2017).

f. Tubektomi

Penanganan:

1) Infeksi luka: apabila terlihat infeksi luka, obati dengan

antibiotik, bila terdapat abses lakukan drainase dan obati

seperti yang terindikasi

2) Demam pasca (> 38°C): obati infeksi berdasarkan apa yang

ditemukan.

3) Luka pada kandung: mengacu ke tingkat asuhan yang tepat,

apabila kandung kemih, intestinal, atau usus luka dan

diketahui sewaktu operasi, lakukan reparasi primer, apabila

ditemukan pascaoperasi, dirujuk ke rumah sakit.

4) Hematoma: gunakan packs yang hangat dan lembab di

tempat tersebut, biasanya akan berhenti dengan berjalannya

waktu dan dapat membutuhkan drainase bila ekstensif.

g. Vasektomi

Penanganan:

1) Infeksi pada kulit Cukup dengan mengobati menurut prinsip

pengobatan luka kulit. Apabila dengan kompres (dengan zat


yang tidak merangsang, apabila kering salep antibiotik,

apabila terjadi infiltrat di dalam kulit skrotum vasektomi

biasanya di rujuk ke rumah sakit.

2) Infeksi sistemik Tidak ditemukan efek kontrap pria terhadap

timbulnya penyakit jantung, kasinoma, paru syaraf, dan

endokrin.

3) Hematoma Penanggulangannya dilakukan dengan tindakan

medis yaitu memberikan kompres hangat beri penyanggaan

skrotum (Priyanti, Syalfina. 2017).

2.2 Tinjauan Teori Manajemen Asuhan Kebidanan Menurut Hellen Varney

1997

2.2.1 Manajemen askeb pada kehamilan


1. Pengertian

Manajemen Asuhan Kebidanan atau yang sering disebut

Manajemen kebidanan adalah suatu metode berfikir dan

bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan

kebidanan, agar menguntungkan kedua belah pihak baik klien

maupun pemberi asuhan.

Dokumentasi asuhan kebidanan pada ibu hamil merupakan

bentuk catatan dari hasil asuhan kebidanan yang dilaksanakan

pada ibu hamil, yakni mulai dari trimester I sampai dengan

trimester III yang meliputi: Pengkajian, pembuatan diagnose

kebidanan, pengidentifikasian masalah terhadap tindakan segera

dan melakukan kolaborasi dengan dokter atau tenaga kesehatan

lain serta menyusun rencana asuhan kebidanan dengan tepat dan

rasional berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah

sebelumnya. Lingkup dari masalah ini adalah masalah

kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin dengan

waktu kurang lebih 280 hari (kurang lebih 40 minggu) atau 9

bulan 7 hari yang terbagi atas tiga trimester, yakni trimester I

(mulai awal kehamilan sampai 14 minggu), trimester II (antara

kehamilan 14 minggu sampai dengan 28 hari) dan trimester III

(antara kehamilan 38 minggu sampai kehamilan 36 minggu atau

sesudah 36 minggu).

2. Tujuan
1. Memantau kemajuan kehamilan, untuk memastikan

kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin, meningkatkan dan

mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan

janin.

2. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau

komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk

riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.

3. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjaan normal dan

pemberian Asi Eksklusif.

4. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima

kelahiran bayi agar tumbuh kembang secara normal.

3. Langkah-langkah (7 langkah Varney)

Beberapa teknik penulisan dalam dokumentasi asuhan

kebidanan pada ibu hamil (antenatal) antara lain sebagai berikut.

1. Mengumpulkan data

Cara ini dilakukan pertama kali ketika akan memberikan

asuhan kebidanan, yaitu dengan cara melakukan anamnesis

pada pasien tentang identitas pasien, data demografi, riwayat

kesehatan termasuk faktor herediter, riwayat menstruasi,

riwayat obstetri dan ginekologi, riwayat nifas dan laktasi

sebelumnya, serta biospiritual dan pengetahuan pasien.

Setelah itu dilakukan pemeriksaan fisik sesuai dengan

kebutuhan serta tanda vital selanjutnya melakukan


pemeriksaan khusus kehamilan, inspeksi, palpasi, auskultasi,

perkusi, serta pemeriksaan penunjang seperti laboratorium,

diagnostic (USG (Ultrasonografi) dan lain-lain) bila

diperlukan.

2. Melakuakan interpretasi data dasar

Setelah data dikumpulkan, teknik yang kedua adalah

melakukan interpretasi terhadap kemungkinan diagnosis dan

masalah kebutuhan pasien hamil. Interpretasi data tersebut

sebatas lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar

nomenklatur atau tata nama diagnosis kebidanan yang diakui

oleh profesi dan berhubungan langsung dengan praktik

kebidanan, serta disukung oleh pengambil keputusan klinis

(clinical judgment) dalam praktik kebidanan yang dapat

diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.

Contoh:

Ny.A hamil 16 minggu, wasir berdarah, dia sedih karena

suami tidak menginginkan kehamian (G2P1A0 hamil 16

minggu)

Masalah:

a. Wasir berdarah

b. Sedih karena suami tidak menginginkan kehamilannya

3. Melakukan identifikasi diagnosis atau masalah potensial dan

mengantisipasi penanganannya.
Cara ini dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan

diagnosis potensial berdasarkan diagnosis masalah yang

sudah teridentifikasi. Sebagai contoh, siang hari ada seorang

wanita datang ke poli KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dengan

wajah pucat, keringat dingin, tampak kesakitan, mulas hilang

timbul, cukup bulan pemuaian perut sesuai hamil, maka

bidan berpikir: wanita hamil tersebut inpartu, kehamilan

cukup bulan dan adanya anemia.

4. Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera atau

masalah potensial.

Cara ini dilakukan setelah masalah dan diagnosis potensial

diidentifikasi. Penetapan kebutuhan ini dilakukan dengan

cara mengantisipasi dan menentukan kebutuhan ini dilakukan

dengan cara mengantisipasi dan menentukan kebutuhan apa

saja yang akan diberikan pada pasien dengan melakukan

konsultasi dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya.

Sebagai contoh, pada pemeriksaan antenatal ditemukan kadar

HB(Hemoglobin) 9,5 gr% hamil 16 minggu, nafsu makan

kurang, adanya flour albus banyak, warna hijau muda, gatal,

dan berbau. Data tersebut dapat menentukan tindakan yang

akan dilakukan seperti berkonsultasi atau berkolaborasi

dengan tim kesehatan lain dan persiapan untuk menentukan

tindakan yang tepat.


5. Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh

Cara ini dilakukan dengan menentukan langkah selanjutnya

berdasarkan hasil kajian pada langkah sebelumya dan apabila

ditemukan ada data yang tidak lengkap maka dapat

dilengkapi pada tahap ini. Pembuatan perencanaan asuhan

antenatalmemiliki beberapa tujuan antara lain untuk

memantau kemauan kehamilan, pemantauan terhadap tumbuh

kembang janin, mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan

social, deteksi dini adanya ketidaknormalan, mempersiapkan

persalinan cukup bulan dan selamat agar masa nifas normal

dan dapat menggunakan ASI eksklusif sehingga mampu

mempersiapkan ibu dan keluarga dengan kehadiran bayi baru

lahir.

6. Melaksanakan perencanaan

Merupakan tahap pelaksanaan dari semua bentuk rencana

tindakan sebelumnya.Tindakan yang dapat dilakukan oleh

bidan berdasarkan standar asuhan kebidanan seperti

menimbang berat badan, mengukur tekanan darah, mengukur

tinggi fundus uteri, imunisasi TT, pemberian tablet zat besi,

tes terhadap PMS dan konseling untuk persiapan rujukan.

Pelaksanaan pemeriksaan antenatal dilakukan selama

kehamilan minimal empat kali kunjungan yakni, satu kali

pada trimester I, satu kali pada trimester II, dua kali pad
trimester III. Kegiatan yang dilakukan pada trimester I antara

lain menjalin hubungan saling percaya, mendeteksi masalah,

pencegahan tetanus, anemia persiapan kelahiran, persiapan

menghadapi komplikasi, dan memotivasi hidup sehat. Pada

trimester II kegiatannya hampir sama sebagaimana trimester I

dan perlu mewaspadai dengan adanya preeclampsia.

Sedangkan pada trimester III pelaksanaan kegiatan seperti

palpasi abdomen, deteksi letak janin, dan tanda abnormal.

7. Evaluasi

Tahap evaluasi pada antenatal dapat menggunakan bentuk

SOAP, sebagai berikut.

S: Data subjektif

Berisi data dari pasien melalui anamnesis (wawancara)

yang merupakan ungkapan langsung.

O : Data objektif

Data yang didapat dari hasil observasi melalui

pemeriksaan fisik.

A : Analisa dan Interpretasi

Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat

kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis

atau masalah potensial, serta perlu tidaknya dilakukan

tindakan segera.

P: Perencanaan
Merupakan rencana tadi tindakan yang akan diberikan

termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, tes diagnosis atau

laboratorium, serta konseling untuk tindakan.


2.2.2 Manajemen asuhan kebidanan pada persalinan

1. Pengertian

Manajemen kebidanan pada ibu bersalin adalah proses

pemecahan masalah pada masa ibu bersalin yang digunakan

sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan

berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan

dalam rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan

yang berfokus pada klien.

2. Tujuan

Memberikan asuhan kebidanan yang adekuat, komprehensif

dan terstandar pada ibu intra natal dengan memperhatikan

riwayat ibu selama kehamilan, kebutuhan dan respon ibu, serta

mengantisipasi resiko-resiko yang terjadi selama persalinan.

3. Langkah-langkah (7 langkah varney)

Terlaksananya asuhan segera/rutin pada saat Ibu bersalin

(Kala I sampai dengan Kala IV).

Langkah I: Tahap pengumpulan data

Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan

mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi

keadaan klien secara lengkap.

Data diperoleh melalui:

1. Anamnesa: biodata, data demografi, riwayat kesehatan,

termasuk faktor herediter dan kecelakaan, riwayat


menstruasi, riwayat obstetri dan ginekologi (nifas dan

laktasi), biopsikospiritual dan pengetahuan klien.

2. Pemeriksaan fisik, sesuai kebutuhan dan tanda-tanda vital

3. Pemeriksaan Khusus: Inspeksi, Palpasi, Auskultasi dan

Perkusi

4. Pemeriksaan Penunjang: Laboratorium dan diagnosa lain:

USG, Radiologi

5. Catatan terbaru dan sebelumnya

Data yang terkumpul ini sebagai data dasar untuk interpretasi

kondisi klien untuk menentukan langkah berikutnya.

Langkah II: Interpretasi data

Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap masalah

atau diagnosa berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data

yang telah dikumpulkan.Dirumuskan diagnosa yang spesifik,

masalah psikososial yang sedang dialami oleh wanita tersebut.

Contoh:

Diagnosa G4P3A0, hamil 39 minggu. Inpartu Kala I, fase aktif

1. Masalah: wanita tersebut tidak menginginkan kehamilan ini

atau

2. Wanita tersebut takut menghadapi persalinan

Kebutuhan:Konseling atau rujukan konseling

Langkah III: Mengidentifikasi diagnosa atau masalah

potensial
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau

diagnosa potensial berdasarkan diagnosa atau masalah yang

sudah teridentifikasi.Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila

mungkin dilakukan.Pencegahan.Bidan diharapkan waspada dan

mencegah diagnosa atau masalah potensial ini agar tidak terjadi

kalau dimungkinkan, dan bersiap-siap menghadapinya bila

diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi.Langkah

ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman.

Langkah IV: Menetapkan kebutuhan tindakan segera

Baik oleh Bidan maupun Dokter untuk melakukan

konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain Berdasarkan

kondisi klien langkah ini mencerminkan kesinambungan dari

proses Manajemen Kebidanan. Manajemen ini berlaku baik

asuhan primer periodik dan pada antenatal, juga selama wanita

tersebut bersama bidan, misalnya pada masa intra natal.Data

baru harus terus menerus dikumpulkan dan dievaluasi.Beberapa

data mengindikasikan bidan harus segera bertindak untuk

keselamatan Ibu dan bayi (misalnya pendarahan antepartum,

pendarahan postpartum, distosia bahu atau pada bayi dengan

nilai apgar yang rendah).

Langkah V: Menyusun rencana asuhan yang komprehensif

Langkah ini merupakan kelanjutan dari menejemen terhadap

diagnosa atau masalah yang telah teridentifikasi atau


diantisipasi.Pada langkah ini data atau informasi yang kurang

lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh

tidak hanya meliputi yang sudah teridentifikasi atau setiap

masalah yang berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman

antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang akan terjadi

selanjutnya, apakah ia membutuhkan penyuluhan, konseling

atau rujukan bila ada masalah yang berkaitan dengan sosio-

kultural, ekonomi atau psikologi. Setiap rencana asuhan harus

disetujui oleh kedua belah pihak sehingga yang diberikan dapat

efektif, karena sebagian dari asuhan akan dilaksanakan oleh

pasien.

Rencana Asuhan Pada Kala I

1) Bantulah ibu dalam masa persalinan jika ia tampak gelisah,

ketakutan dan kesakitan

a. Berilah dukungan dan keyakinan dirinya

b. Berikan informasi dan kemajuan proses persalinannya

c. Dengarkan keluhannya dan cobalah untuk sensitif

terhadap perasaannya.

2) Jika ibu itu tampak kesakitan, dukungan dan asuhan yang

dapat diberikan

a. Lakukan perubahan posisi.

b. Posisi sesuai dengan keinginan ibu, tetapi jika ibu ingin di

tempat tidur, anjurkan agar posisi miring ke kiri.


c. Sarankan ibu untuk berjalan.

d. Ajaklah orang yang menemainya (suami atau ibunya)

untuk memijat atau menggosok punggungnya atau

membasuh mukanya diantara kontraksi.

e. Ibu diperbolehkan melakukan aktifitas sesuai dengan

kesanggupannya.

f. Ajarkan kepadanya teknik bernapas: ibu diminta untuk

menarik nafas panjang, menahan nafas panjang, menahan

nafas sebentar kemudian dilepaskan dengan cara meniup

udara keluar sewaktu terasa kontraksi.

3) Penolong tetap menjaga hak dan privasi ibu dalam persalinan,

antara lain menggunakan penutup atau tirai, tidak

menghadirkan orang lain tanpa sepengetahuan dan seijin ibu.

4) Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang

terjadi, serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil

pemeriksaan.

5) Membolehkan ibu untuk mandi dan membasuh sekitar

kemaluannya setelah buang air kecil atau besar.

6) Untuk mencegah dehidrasi dan memenuhi kebutuhan energi,

berikan cukup minum.

7) Sarankan ibu untuk berkemih sesering mungkin.

8) Ibu bersalin biasanya merasa panas dan banyak keringat, atasi

dengan cara:
a) Gunakan kipas angin atau AC dalam kamar

b) Menggunakan kipas biasa

c) Menganjurkan ibu untuk mandi sebelumnya

9) Lakukan pemantauan: tekanan darah, suhu badan, nadi,

denyut jantung janin, kontraksi, pembukaan serviks,

penurunan sesuai dengan frekuensi yang cudah ditetapkan

(fase aktif/laten). Pemeriksaan dalam sebaiknya dilakukan

setiap 4 jam selama kala I pada persalinan, dan setelah

selaput ketuban pecah, dan dokumentasikan hasil temuan

yang ada pada partograf.

Rencana Asuhan pada Kala II

1) Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu dengan:

a. Mendampingi ibu agar merasa aman

b. Menawarkan minum, mengipasi dan memijit ibu

2) Menjaga kebersihan diri:

a. Ibu tetap dijaga kebersihannya agar terhindar dari infeksi

b. Jika ada darah lendir atau ketuban segera dibersihkan

3) Memberi dukungan mental untuk mengurangi kecemasan

atau ketakutan ibu. Dengan cara:

a. Menjaga privasi ibu.

b. Penjelasan tentang proses dan kemajuan persalinan.

c. Penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan dan

keterlibatan ibu
4) Mengatur posisi ibu. Dalam membimbing mengedan dapat

dipilih posisi berikut: jongkok, menungging, tidur miring

atau setengah duduk. Posisi tegak ada kaitannya dengan

berkurangnya rasa nyeri, mudah mengedan, kurangnya

trauma vagina dan perineum, dan infeksi.

5) Menjaga kandung kemih tetap kosong, ibu dianjurkan

berkemih sesering mungkin.

6) Memberikan cukup minum: memberi cukup tenaga dan

mencegah dehidrasi.

Rencana asuhan pada kala III

1) Melaksanakan manajemen aktif kala III meliputi:

a) Pemberian oksitosin dengan segera bila janin tunggal

hidup

b) Pengendalian pada tali pusat dan

c) Pemijatan uterus segera setelah lahir

2) Jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum lahir

dalam waktu 15 menit, berikan oksitosin 10 unit (im)

3) Jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum lahir

dalam waktu 30 menit

4) Periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi jika kandung

kemih

5) Periksa adanya tanda-tanda pelepasan plasenta

6) Berikan oksitosin l0 unit (IM) dosis ketiga


Periksa vagina wanita tersebut secara seksama dan jahit

semua robekan pada serviks atau vagina atau perbaiki

episiotomi.

Rencana asuhan pada Kala IV

1) Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap

20-30 menit selama jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat,

masase uterus sampai menjadi keras.

2) Periksa tekanan darah, nadi, suhu, kontraksi, kandung kernih,

dan peredaran darah setiap 15 menit pada jam pertama dan

setiap 30 menit selama jam kedua

3) Anjurkan ibu untuk minum untuk mencegah dehidrasi.

Tawarkan ibu makanan dan minuman yang disukai

4) Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang

bersihdan kering

5) Biarkan ibu beristirahat dan bantu ibu pada posisi nyaman.

6) Biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan

ibu dengan bayi, sebagai permulaan dengan menyusui

bayinya, menyusui juga membantu uterus berkontraksi.

Langkah VI: Pelaksanaan langsung asuhan yang efisien dan

aman

Melaksanakan asuhan menyeluruh yang telah direncanakan.

Pelaksanaan asuhan ini sebagian dilakukan oleh bidan, sebagian

dilakukan oleh klien sendiri atau oleh petugas kesehatan lainnya.


Walau bidan tidak melakukan seluruh asuhan ini sendiri, tetapi

ia tetap memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan tetap

pelaksanaannya (misalnya memantau rencananya tetap

terlaksana).

Bila perlu berkolaborasi dengan dokter misalnya karena ada

komplikasi. Manajemen yang efisien berhubungan dengan

waktu, biaya serta peningkatan mutu asuhan. Kaji ulang apakah

semua rencana telah terlaksana.

Langkah VII : Evaluasi

Pada langkah ini dievaluasi keefektifan asuhan yang

diberikan, apakah telah memenuhi kebutuhan asuhan yang telah

teridentifikasi dalam diagnosa atau masalah. Pelaksanaan asuhan

dapat dikatakan efektif bilamana benar-benar efektif. Ada

kemungkinan sebagian rencana tersebut terlaksana dengan

efektif dan mungkin sebagian belum. Karena proses manajemen

asuhan ini merupakan proses yang berkesinambungan maka

perlu evaluasi, kenapa asuhan yang diberikan belum efektif.

Dalam hal ini perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan

yang belum efektif, melalui proses manajemen, untuk

mengidentifikasi mengapa proses tersebut tidak ekeftif serta

melakukan penyesuaian dan modifikasi jika memang diperlukan


4. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan dengan SOAP

Metode empat langkah yang dinamakan SOAP (Subjektif,

Objektif, Assessment, Plan) disarikan dari proses pemikiran

penatalsanaan kebidanan, dipakai untuk mendokumentasikan

asuhan pasien dalam rekam medis sebagai catatan kemajuan

pasien. Untuk mendokumentasikan atau pencatatan asuhan dapat

diterapkan dalam bentuk ”SOAP” yaitu :

S : Data ini diperoleh dari anamnesa atau allow anamnese.

O : Hasil pemeriksaan fisik klien serta pemeriksaan

diagnostik dan pendukung lain. Data ini termasuk catatan

medik pasien yang lalu.

A : Berdasarkan data yang terkumpul, dibuat kesimpulan

berdasarkan segala sesuatu yang teridentifikasi:

1) Diagnosa

2) Antisipasi diagnosa atau masalah potensial

3) Perlu tindakan segera oleh bidan/dokter, konsultasi,

kolaborasi dan rujukan (sebagai langkah 2,3,4 dalam

manajemen Varney).

P : Pendokumentasian dari tindakan (implementasi) dan

evaluasi rencana (E) berdasarkan pada langkah 5,6,7 pada

manajemen Varney. Ini termasuk hasil observasi dan

evaluasi dari flowsheet, planning termasuk:

1. Asuhan mandiri oleh bidan.


2. Kolaborasi atau konsultasi dengan dokter nakes lain.

3. Tes diagnostik atau laboratorium.

4. Konseling atau penyuluhan.

5. Follow up

Ini semua termasuk keputusan klinik dalam prosedur

tindakan aktifitas, diet, kebutuhan, hidrasi, pendampingan

dan lain-lain.

2.2.3 Manajemen asuhan kebidanan pada nifas

1. Pengertian

Dokumentasi asuhan kebidana pada ibu nifas (postpartum)

merupakan bentuk catatan dari asuhan kebidanan yang diberikan

pada ibu nifas (post partum, yakni segera setelah kelahiran

sampai enam minggu setelah kelahiran yang meliputi

pengkajian, pembuatan diagnosis kebidanan, pengidentifikasian

masalah terhadap tindakan segera dan melakukan kolaborasi

dengan dokter atau tenaga kesehatan lain, serta menyusun

asuhan kebidanan dengan tepat dan rasional berdasarkan

keputusan yang dibuat pada langkah sebelumnya.

2. Tujuan

Memberikan asuhan yang adekuat terstandar pada ibu

segera setelah melahirkan dengan memperhatikan riwayat


selama kehamilan, dalam persalinan dan keadaan segera serta

merencanakan asuhan.

3. Langkah-langkah (Manajemen Varney 1997)

Beberapa teknik penulisan dalam dokumentasi asuhan

kebidanan pada ibu nifas (postpartum) antara lain sebagai

berikut

1. Mengumpulkan data

Data yang dikumpulkan pada masa postpartum adalah

sebagai berikut: catatan pasien sebelumnya seperti catatan

perkembangan ante dan intranatal, lama postpartum, catatan

perkembangan, suhu, denyut nadi, pernapasan, tekanan darah,

pemeriksaan laboratorium dan laporan pemeriksaan

tambahan, catatan obat-obatan, riwayat kesehatan ibu seperti

mobilisasi, buang air kecil, buang aur besar, nafsu makan,

ketidaknyamanan atau rasa sakit, kekhawatiran, makanan

bayi, reaksi bayi, reaksi proses melahirkan dan kelahiran,

kemudian pemeriksaan fisik bayi, tanda vital, kondisi

payudara, putting susu, pemeriksaan abdomen, kandung

kemih, uterus, lochea mulai warna, jumlah dan bau,

pemeriksaan perineum, seperti adanya edema, inflamasi,

hematoma, pus, luka bekas episiotomy, kondisi jahitan, ada

tidaknya varises, refleks, dan lain-lain.

2. Melakukan interpretasi data dasar


Interpretasi data dasar yang akan dilakukan adalah beberapa

data yang ditemukan pada saat pengkajian postpartum

seperti:

Diagnosis : Postpartum hari pertama

Perdarahan nifas

Postsectio sesaria

Dan lain-lain

Masalah: kurang informasi

Tidak pernah ANC

Dan lain-lain

3. Melakukan identifikasi diagnosis atau masalah potensial dan

mengantisipasi penanganannya

Beberapa hasil dari interpretai data dasar dapat digunakan

dalam identifiksai diagnosis atau masalah potensial

kemungkinan sehingga akan ditemukan beberapa diagnosis

atau masalah potensial pada masa postpartum, serta antisipasi

terhadap masalah yang timbul

4. Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera atau

masalah potensial pada masa postpartum

Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi dan melakukan

konsultasi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain

berdasarkan kondisi pasien.

5. Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh


Rencana asuhan menyeluruh pada masa postpartum yang

dapat dilakukan antara lain sebagai berikut.

a) Manajemen asuhan awal puerperium

1. Kontak dini sesering mungkin dengan bayi

2. Mobilisasi di tempat tidur

3. Diet

4. Perawatan perineum

5. Buang air kecil spontan/kateter

6. Obat penghilang rasa sakit kalau perlu

7. Obat tidur kalau perlu

8. Obat pencahar

9. Dan lain-lain

b) Asuhan lanjutan

1. Tambahan vitamin atau zat besi jika diperlukan

2. Perawatan payudara

3. Rencana KB

4. Pemeriksaan laboratorium jika diperlukan

5. Dan lain-lain

6. Melaksanakan perencanaan

Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan rencana asuhan

kebidanan secara menyeluruh yang dibatasi oleh standar

asuhan kebidanan secara menyeluruh yang dibatasi oleh

standar asuhan kebidanan pada masa postpartum


7. Evaluasi

Evaluasi pada masa postpartum dapat menggunakan bentuk

SOAP, sebagai berikut:

S : Data Subjektif

Berisi tentang data dari pasien melalui anamnesis

(wawancara) yang merupakan ungkapan langsung

O : Data Objektif

Data yang didapatkan dari hasil observasi melalui

pemeriksaan fisik pada postpartum.

A : Analisis dan interpretasi

Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat

kesimpulan meliputi yang akan diberikan termasuk

asuhan mandiri, kolaborasi, tes diagnosis atau

laboratorium serta konseling untuk tindak lanjut

P : Pelaksanaan tindakan dan evaluasi


2.2.4 Manajemen askeb pada bayi baru lahir

1. Pengertian

Dokumentasi asuhan bayi baru lahir merupakan bentuk

catatan dari asuhan kebidanan yang dilaksanakan pada bayi baru

lahir sampai 24 jam setelah kelahiran yang meliputi pengkajian,

pembuatan diagnosis, pengidentifikasian masalah terhadap

tindakan segera dan kolaborasi dengan dokter atau tenaga

kesehatan lain, serta penyusunan asuhan kebidanan dengan tepat

dan rasiona berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah

sebelumnya.

2. Tujuan

Memberikan asuhan yang adekuat dan terstandar pada bayi

baru lahir dengan memperhatikan riwayat bayi selama

kehamilan, dalam persalinan dan keadaan bayi segera setelah

melahirkan.

3. Langkah-langkah (manajemen varney 1997)

Beberapa teknik penulisan dalam dokumentasi asuhan bayi

baru lahir antara lain sebagai berikut:

a) Mengumpulkan data

Data yang dikumpulkan pada pengkajian asuhan bayi baru

lahir adalah sebagai berikut: adaptasi bayi baru lahir melalui

penilaian APGAR score, pengkajian keadaan fisik mulai

kepala seperti ubun-ubun, sutura, moulage, caput


succedaneum atau cephal haematoma, lingkar kepala,

pemeriksaan telinga (untuk menentukan hubungan letak mata

dan kepala), tanda infeksi pada mata, hidung dan mulut

seperti pada bibir dan langitan ada tidaknya sumbing, refleks

isap, pembengkakan dan benjolan pada leher, bentuk dada,

putting susu, bunyi napas dan jantung, gerakan bahu, lengan

dan tangan, jumlah jari, refleks moro, bentuk penonjolan

sekitar tali pusat, jumlah pembuluh darah tali pusat, adanya

benjolan pada perut, testis (dalam skrotum), penis, ujung

penis, pemeriksaan kaki tunggal dan tungkai terhadap

gerakan normal, ada tidaknya spina bifisa, spingter ani,

verniks pada kulit, warna kulit, pembengkakan atau bercak

hitam (tanda lahir), pengkajian faktor genetic, riwayat ibu

mulai antenatal, intranatal sampai postpartum, dan lain-lain

b) Melakukan interpretasi data dasar

Interpretasi data dasar yang akan dilakukan adalah beberapa

data yang ditemukan pada saat pengkajian bayi baru lahir

seperti:

Diagnosis: bayi kurang bulan sesuai dengan masa kehamilan.

Masalah: ibu kurang informasi

Ibu tidak pernah ANC

c) Melakukan identifikasi diagnosis atau masalah potensial dan

mengantisipasi penanganannya
Beberapa hasil dari interpretasi data dasar dapat digunakan

untuk mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial

kemungkinan segera akan ditemukan beberapa diagnosis atau

masalah potensial pada bayi baru lahir serta antisipasi

terhadap masalah yang timbul

d) Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera atau

masalah potensial pada bayi baru lahir

Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi dan melakukan

konsultasi dan kolaborasi dengan tim kesehatan lain

berdasarkan kondisi pasien

e) Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh

Penyusunan rencana asuhan secara menyeluruh pada bayi

baru lahir umumnya adalah sebagai berikut:

1. Rencanakan asuhan untuk mempertahankan suhu tubuh

bayi agar tetap hangat dengan melaksanakan kontak

antara kulit ibu dan bayi, periksa setiap 15 menit telapak

kaki dan pastikan dengan periksa suhu aksila bayi

2. Rencanakan perawatan mata dengan menggunakan obat

mata eritromisin 0,5% / tetrasiklin 1% untuk pencegahan

PMS diberikan tidak lebih dari 1 jam agar lebih efektif.

3. Rencanakan untuk memberikan identitas bayi dengan

memberikan gelang yang tertulis nama bayi/ibunya,

tanggal lahir, nomor, jenis kelamin, ruang/unit


4. Tunjukkan bayi kepada orang tua

5. Segera kontak dengan ibu kemudian dorong untuk

melakukan melakukan pemberian ASI

6. Berikan vitamin K 1 mg/hari untuk mencegah

perdarahan pada bayi normal, bagi bayi beresiko tinggi

berikan melalui parenteral dg dosis 0,5-1 mg IM.

Diberikan tidak lebih dari 1 jam agar lebih efektif di

paha sebelah kiri

7. Lakukan perawatan tali pusat

8. Berikan konseling tentang menjaga kehangatan bayi,

pemberian ASI, perawatan tali pusat, dan tanda bahaya

umum

9. Berikan imunisasi seperti BCG, polio, dan hepatitis B

10. Berikan perawatan rutin dan ajarkan pada ibu

f) Melaksanakan perencanaan

Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan rencana asuhan

kebidanan yang menyeluruh dan dibatasi oleh standar asuhan

kebidanan pada bayi baru lahir

g) Evaluasi

Evaluasi pada bayi baru lahir dapat menggunakan bentuk

SOAP sebagai berikut :

S : Data Subjektif
Berisi tentang data dari pasien melalui anamnesis

(wawancara) yang merupakan ungkapan langsung

seperti menangis atau informasi dari ibu.

O : Data Objektif

Data yang didapat dari hasil observasi melalui

pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir.

A : Analisis dan Interpretasi

Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat

kesimpulan meliputi diagnosis atau masalah potensial,

serta perlu tidaknya tindakan segera

P : Pelaksanaan dan evaluasi

Merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan

termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, tes diagnosis atau

laboratorium, serta konseling untuk tindak lanjut.

Anda mungkin juga menyukai