Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika, Psikotropika saat ini telah

mencapai situasi yang mengkhawatirkan. Pengaruh arus globalisasi dibidang informasi,

transportasi dan modernisasi merupakan faktor pendorong terhadap maraknya peredaran

gelap Narkotika dan Psikotropika. Berbagai upaya pencegahan terhadap penyalahgunaan

dan peredaran Narkotika dan Psikotropika telah dilakukan antara lain dengan

pengawasan yang ketat sejak pengadaan bahan baku sampai dengan penggunaannya.

Namun demikian peredaran gelap yang berkembang saat ini tidak hanya narkotika

dan psikotropika, tetapi sudah merambah kepada bahan yang digunakan untuk

membuat Narkotika dan Psikotropika yang lazimnya disebut prekursor. Sebagian dari kita

mungkin banyak yang belum mengetahui dan mengenal apa yang dimaksud dengan

prekursor, baik dalam artiannya dan kegunaannya.

Secara umum yang dimaksud dengan prekursor adalah zat atau bahan pemula atau

bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika dan psikotropika. Pada

dasarnya prekursor digunakan secara resmi di industri farmasi sebagai bahan baku

obat, bahan untuk pembuatan bahan baku obat, industri makanan, industri kimia dan

industri lainnya. Tetapi ada sebagian oknum yang diduga sering menyalahgunakan

dan menyimpang ke jalur yang tidak resmi untuk dijadikan pembuatan Narkotika dan

Psikotropika. Sesuai dengan ketentuan Internasional menurut Konvensi PBB pada

tahun 1988, tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika jenis

prekursor yang diawasi secara internasional ada 23 jenis. Contoh prekursor yang sering

disalahgunakan seperti efedrin, ergometrin dan lain-lain. Sedangkan dalam lingkup

1
nasional sesuai Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI

tentang pemantauan dan Pengawasan Prekursor ditetapkan 15 jenis prekursor yang

diwajibkan menggunakan SPI/SPE untuk mengimpor/ mengekspor perkursor. Prekursor

biasa digunakan untuk pembuatan bahan-bahan yang diawasi dan merupakan elemen

yang penting untuk terciptanya produk.

2. RUMUSAN MASALAH

a. Apa yang dimaksud dengan prekursor?

b. Mengapa peredaran prekursor diawasi pemerintah?

c. Apa saja golongan dan jenis prekursor?

d. Apa Undang Undang yang mengatur obat prekursor?

3. TUJUAN PENULISAN

a. Untuk mengetahui pengertian prekursor

b. Untuk mengetahui alasan pemerintah mengawasi peredaran prekursor

c. Untuk mengetahui golongan dan jenis prekursor

d. Untuk mengetahui undang undang yang mengatur obat prekursor

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Prekursor

Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan

dalam pembuatan Narkotik dan Psikotropik (PP No.44 tahun 2010). Penggunaan istilah

prekursor bukan hanya bahan-bahan yang mengandung narkoba, tetapi bisa juga yang

membantu proses pembentukan narkoba. Prekursor ini bisa sebagai perantara

terbentuknya zat lain, atau dapat bekerja sebagai zat asam dalam pembentukan garam

narkoba.

Prekursor adalah zat atau bahan pemula yang dapat digunakan untuk pembuatan

narkotika dan psikotropika, prekursor tersebut berguna untuk Industri farmasi,

pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan. Prekursor

tersebut kalau di Indonesia peredarannya diawasi oleh pemerintah untuk terjadinya

penyimpangan . Prekursor tersebut hanya boleh di ekspor oleh Chemical tertentu dan

diimpor oleh importir tertentu setelah diberikan rekomendasi oleh POLRI dan BNN.

Sedangkan untuk industri dapat dilakukan ekspor-impor setelah mendapatkan

rekomendasi dari Industri agro dan kimia (IAK).

Peredaran prekursor tersebut kalau di Indonesia di awasi oleh beberapa instansi

antara lain: POLRI , BNN , Bea cukai, Badan pengawas obat dan makanan, Departemen

perindustrian dan perdagangan dan Departemen kesehatan.

Prekursor tersebut digunakan untuk keperluan proses produksi industri dan

kalau dilakukan penyimpangan maka dapat digunakan untuk membuat narkotika dan

psikotropika. Pada saat sekarang ini telah terjadi penyalahgunaan prekursor tersebut

yaitu untuk membuat narkotika dan psikotropika

3
Tujuan dari pengawasan prekursor adalah terpenuhinya prekursor untuk industri

farmasi dan non farmasi, kepentingan pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan

dan pelayanan kesehatan, pencegahan terjadinya penyimpangan dan kebocoran

prekursor serta perlindungan kepada masyarakat dari bahaya peredaran gelap dan

penyalahgunaan prekursor untuk pembuatan narkoba.

Penyimpangan bahan kimia prekursor, seperti Amphetamin Type Stimulant

(ATS), yang disalahgunakan untuk produksi ekstasi. Ini berakibat, United Nation

Office on Drugs and Crime (UNODC), memasukkan Indonesia sebagai negara yang

berkembang menjadi sentra pembuatan bahan sistetis ekstasi (emerging for the

synthesis of ecstasy). Indikasinya dengan banyaknya penyimpangan bahan kimia

prekursor (diversion of hemical hemical) yang disalahgunakan.

Produk Antara adalah tiap bahan atau campuran bahan yang masih memerlukan

satu atau lebih tahap pengelolaan lanjutan untuk menjadi produk ruahan.

Produk Ruahan adalah bahan yang telah selesai diolah dan tinggal memerlukan

kegiatan pengemasan untuk menjadi obat jadi.

2. Tujuan Pengawasan Prekursor NP

Indonesia sudah berkomitmen untuk melakukan pengawasan importasi dan peredaran

bahan kimia yang merupakan prekursor NP (Narkotika Psikotropika) , dengan tetap

berusaha menjaga kebutuhan industri legal atas prekursor itu sendiri. Dalam rangka

pengawasan, preskursor NP telah diatur dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika dan PP No. 44 Tahun 2010 tentang Prekursor. Tujuan pengaturan prekursor

sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 dan PP No. 44 Tahun

2010 adalah:

a. melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor Narkotika;

4
b. mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor Narkotika;

c. mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor Narkotika; dan

d. menjamin ketersediaan Prekursor untuk industri farmasi, industri non farmasi, dan

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sehingga pengawasan oleh penegak hukum terkait dengan prekursor NP diarahkan

pada:

a. terpenuhinya Prekursor untuk kepentingan industri farmasi dan non farmasi;

b. terpenuhinya Prekursor untuk kepentingan pendidikan, pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, dan pelayanan kesehatan;

c. pencegahan terjadinya penyimpangan dan kebocoran Prekursor;

d. perlindungan kepada masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor; dan

e. pemberantasan peredaran gelap Prekursor.

Dalam PP 44 tahun 2010 petugas pengawasan diberi kewenangan untuk melakukan

pemeriksaan setempat dan/atau mengambil contoh Prekursor pada sarana produksi,

penyaluran, penyimpanan dan peredaran; memeriksa surat/dokumen yang berkaitan

dengan Prekursor; dan melakukan pengamanan terhadap Prekursor yang tidak memenuhi

ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah.

3. Pengelolaan Prekursor Farmasi/ Obat Mengandung Prekursor Farmasi di Industri

Farmasi

Menurut PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN

PENGELOLAAN PREKURSOR FARMASI DAN OBAT MENGANDUNG PREKURSOR

FARMASI yaitu :

5
Pengadaan Prekursor Farmasi dapat dilakukan melalui impor langsung atau melalui

Importir Terdaftar Prekursor Farmasi (IT Prekursor Farmasi). Melalui impor langsung

dapat dilakukan bila industri farmasi telah memiliki izin sebagai Importir Produsen

Prekursor Farmasi (IP Prekursor Farmasi). Pengadaan Prekursor Farmasi harus

berdasarkan rencana kebutuhan produksi tahunan Prekursor Farmasi. Pengadaan

Prekursor Farmasi dan/atau Obat Mengandung Prekursor Farmasi melalui impor harus

dilengkapi dengan AHP dan SPI sesuai dengan ketentuan dalam peraturan menteri

Kesehatan No 10 Tahun 2013 tentang Ekspor dan Impor Narkotika Psikotropika dan

Prekursor Farmasi dan ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan POM No 32 Tahun 2013

tentang Persyaratan dan Tata Cara Permohonan Analisa Hasil Pengawasan dalam Rangka

Impor dan Ekspor Narkotika Psikotropika dan Prekursor Farmasi.

Pengadaan Prekursor Farmasi kepada industri farmasi dalam negeri yang memproduksi

prekursor farmasi dan melalui IT harus dilengkapi dengan surat pesanan. Surat Pesanan

(SP) sebagaimana dimaksud :

a. Asli dan dibuat tindasannya sebagai arsip (Anak Lampiran 1a contoh form

surat pesanan prekursor farmasi dari industri farmasi kepada IT Prekursor

Farmasi);

b. Ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab Produksi dengan

mencantumkan nama lengkap, nomor Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) dan

stempel perusahaan;

c. Mencantumkan nama dan alamat kantor, lokasi pabrik, dan lokasi gudang

bila berada di luar pabrik, nomor telepon/faksimili, nomor izin Industri

Farmasi;

6
d. Mencantumkan nama Prekursor Farmasi dan/atau obat Mengandung

Prekursor Farmasi, jumlah (ditulis dalam bentuk angka dan huruf), bentuk

dan kekuatan sediaan, besar dan jenis kemasan;

e. Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan yang jelas atau cara

lain yang dapat tertelusur.

Prekursor Farmasi yang dimiliki oleh Industri Farmasi tidak boleh dipindahtangankan

kepada pihak lain walaupun dalam satu grup. Pada saat penerimaan Prekursor Farmasi

dan/atau Obat Mengandung Prekursor Farmasi harus dilakukan pemeriksaan kesesuaian

antara fisik dan data dalam faktur, Surat Pengiriman Barang (SPB) dan/atau Certificate of

Analysis, terhadap:

a. Kebenaran nama produsen dan pemasok, nama Prekursor Farmasi, jumlah,


bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan;

b. Nomor bets dan tanggal daluwarsa.

Apabila pada pemeriksaan dan terdapat kemasan termasuk segel dan penandaan yang

rusak, terlepas, terbuka dan tidak sesuai dengan Surat Pesanan, maka:

a. Prekursor Farmasi tersebut harus ditempatkan di area “karantina ditolak” dan

dilaporkan kepada Menteri.

b. Apabila Prekursor Farmasi tersebut diperoleh dari impor langsung harus

segera:

 direekspor sesuai dengan ketentuan ekspor dalam peraturan

perundang-undangan, atau

 dimusnahkan mengacu kepada ketentuan mengenai pemusnahan.

7
c. Apabila Prekursor Farmasi diperoleh dari IT harus segera diretur ke IT yang

bersangkutan. (Anak Lampiran 2 contoh form pengembalian Prekursor

Farmasi).

Setelah dilakukan pemeriksaan, penanggung jawab gudang dan penanggung jawab

produksi harus menandatangani faktur dan/atau SPB dan mencantumkan nama lengkap,

nomor Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA), serta stempel industri farmasi penerima.

Prekursor Farmasi yang diterima harus segera ditimbang kembali setelah dilakukan

pemeriksaan, di saksikan oleh penanggung jawab produksi atau penanggung jawab gudang

untuk memastikan kesesuaian berat (bruto). Hasil penimbangan kembali harus dicatat dan

didokumentasikan.

Terhadap Prekursor Farmasi yang telah ditimbang dilakukan pengambilan sampel

untuk keperluan pengawasan mutu dan sampel pertinggal. Jumlah sampel yang diambil

harus sesuai dengan Standar Prosedur Operasional pengambilan sampel. Jumlah sampel

yang diambil, sisa hasil pengujian, dan sampel pertinggal harus didokumentasikan dalam

kartu stok bahan obat dan buku log pengambilan sampel. Penimbangan tersebut harus

disaksikan sekurang-kurangnya oleh supervisor pengawasan mutu

Pengadaan baku pembanding impor, apabila pengadaan melalui Pusat Pengujian Obat

dan Makanan Nasional (PPOMN) berdasarkan rekomendasi Direktorat Pengawasan

Napza sesuai dengan Anak Lampiran 3 Persyaratan Pengadaan Baku Pembanding Melalui

PPOMN.

8
4. Penyimpanan Prekursor

Prekursor Farmasi baik yang masih dalam status karantina maupun yang sudah

diluluskan, wajib disimpan di gudang yang aman, terpisah dari penyimpanan bahan obat

lain, diberi penandaan yang jelas, terkunci serta mempunyai penanggung jawab yang

ditunjuk. Khusus untuk obat mengandung Prekursor Farmasi disimpan di gudang yang

aman berdasarkan analisis risiko masing-masing Industri Farmasi. Produk antara dan

produk ruahan diatur dengan cara yang sama.

Memisahkan dan menyimpan dengan aman serta terkunci selama proses investigasi

dan/atau sebelum dimusnahkan terhadap:

a. Prekursor Farmasi yang ditolak, rusak dan kadaluwarsa;

b. Sampel pertinggal Prekursor Farmasi yang kadaluwarsa;

c. Obat mengandung Prekursor Farmasi berupa obat kembalian, obat hasil

penarikan, dan obat kadaluwarsa;

d. Obat mengandung Prekursor Farmasi yang dibatalkan persetujuan izin

edarnya. Prekursor Farmasi dan/atau Obat Mengandung Prekursor Farmasi

tersebut diberi identitas yang jelas dan disimpan dalam gudang obat kembalian

namun terpisah dari produk lain.

Melakukan stock opname bahan obat secara berkala sekurangkurangnya 1 (satu) bulan

sekali sedangkan produk antara, produk ruahan serta obat mengandung Prekursor Farmasi

sekurangkurangnya 6 (enam) bulan sekali.

Melakukan pencatatan dan investigasi apabila terdapat selisih stok saat stock opname

untuk mendapat akar permasalahan dan dilakukan tindakan perbaikan & pencegahan serta

dilaporkan ke Badan POM. Membatasi akses personil ke gudang untuk menghindari

personil yang tidak berkepentingan.

9
5. Penyaluran Prekursor

Obat Mengandung Prekursor farmasi yang akan diedarkan di dalam negeri wajib

memiliki nomor izin edar dari Kepala Badan. Industri Farmasi hanya diperbolehkan

melayani pesanan dari fasilitas resmi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-

undangan.

Penerimaan pesanan obat mengandung Prekursor Farmasi. Hal-hal yang harus

diperhatikan pada saat penerimaan SP sebagai berikut:

a. SP dari sarana pemesan harus terpisah dari pesanan obat lainnya.

b. Apotek/Rumah Sakit/Toko Obat Berizin yang tergabung di dalam satu grup

harus membuat SP masing-masing Apotek/Rumah Sakit/ Toko Obat Berizin

sesuai kebutuhan.

c. Keabsahan SP meliputi keaslian SP, tanda tangan penanggung jawab yang

mencantumkan dengan nama lengkap dan nomor SIKA/SIPA/SIKTTK,

nomor dan tanggal SP, dan kejelasan identitas pemesan (antara lain nama dan

alamat jelas, nomor telepon/faksimili, nomor ijin, dan stempel);

d. Tujuan penggunaan untuk pengadaan rutin atau tender, jika untuk keperluan

tender SP harus sesuai dengan dokumen kontrak/Surat Perjanjian Kontrak

(SPK);

e. Kewajaran jumlah, frekuensi pemesanan dan analisis trend pembelian dari

pemesan;

f. Masa berlaku export licence dari exportir (untuk keperluan ekspor), jika ada.

Apabila pemesanan dilakukan melalui telepon (harus menyebutkan nama penelpon

yang berwenang), faksimili, email , maka surat pesanan asli harus diberikan pada saat

serah terima barang, kecuali untuk daerah-daerah tertentu dengan kondisi geografis yang

10
sulit transportasi dimana pengiriman menggunakan jasa ekspedisi, maka surat pesanan asli

dikirimkan tersendiri.

Khusus untuk obat mengandung efedrin tunggal serta pseudoefedrin tablet tunggal

dan/ atau campuran dengan dosis 30 mg, 60 mg dan 120 mg penyaluran dilakukan setelah

surat pesanan asli diterima. Hal-hal yang harus diwaspadai dalam melayani pesanan

pembeli:

a. Pembeli datang langsung dengan pembayaran tunai (cash and carry);

b. Pembayaran secara tunai meskipun pesanan dalam jumlah besar;

c. Pesanan dalam jumlah besar dan berulang-ulang;

d. Pembeli menawarkan harga lebih tinggi untuk pengiriman segera;

e. Pembeli meminta pengiriman dengan kemasan yang tidak lazim;

f. Perusahaan pemesan tidak dapat menunjukan izin.

Apabila ditemukan hal-hal tersebut di atas, harus dilakukan investigasi terhadap

kemungkinan diversi. Pesanan yang ditolak atau yang sebagian tidak dapat dilayani harus

segera diberitahukan kepada pemesan dengan menerbitkan surat penolakan pesanan paling

lama 7 (tujuh) hari kerja (Anak Lampiran 5). Pada surat pesanan asli pesanan yang ditolak

harus diberi tanda pembatalan. Pesanan yang dapat dilayani, disahkan oleh Apoteker

Penanggung Jawab Produksi Industri Farmasi dengan membubuhkan tanda tangan atau

sistem lain yang dapat dipertanggungjawabkan misalnya sistem elektronik dan harus

tervalidasi.

11
Pengeluaran dari gudang.

Petugas pengambil barang menyiapkan barang berdasarkan sistem First Expired

First Out (FEFO) sesuai dengan faktur penjualan/surat perintah pengambilan barang

(pick slip). Sebelum dilakukan pengeluaran dari gudang, petugas yang ditunjuk

(checker)/kepala gudang harus melakukan pemeriksaan terhadap:

a. Kebenaran nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan;

b. Nomor bets, tanggal daluwarsa;

c. Kelengkapan dan keabsahan dokumen pengiriman.

Setelah dilakukan verifikasi, kepala gudang dan penanggung jawab produksi

menandatangani faktur penjualan dan/atau SPB.

Pengiriman

Setiap pengiriman obat mengandung Prekursor Farmasi wajib dilengkapi dengan

faktur penjualan (Anak Lampiran 6) dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) (Anak

Lampiran 7) yang ditandatangani oleh kepala gudang dan Apoteker Penanggung Jawab

Produksi dan dilengkapi dengan stempel perusahaan.

Dokumen pengiriman terdiri dari:

a. Fotokopi Surat Pesanan; dan

b. Faktur penjualan dan/atau Surat Pengiriman Barang.

Apabila menggunakan jasa pihak ketiga/ekspedisi:

a. Harus dibuat kontrak tertulis antara pihak pengirim dengan jasa pihak

ketiga/ekspedisi

12
b. Kontrak tertulis mengacu kepada Pedoman Teknis CDOB

c. Setiap kerusakan/kehilangan obat mengandung Prekursor Farmasi selama

pengiriman ke pemesan menjadi tanggung jawab Industri Farmasi pengirim.

Dalam hal pengiriman dilakukan oleh pihak ketiga/ekspedisi:

a. Dokumen pengiriman harus mencantumkan nama dan alamat perusahaan

ekspedisi serta tanda tangan dan nama lengkap petugas ekspedisi yang

melakukan serah terima barang.

b. Dokumen pengiriman sebagai bukti serah terima Industri Farmasi dengan

perusahaan ekspedisi hendaklah tidak merinci informasi.

Pengirim harus bertanggung jawab terhadap pengiriman obat mengandung

Prekursor Farmasi sampai diterima di pemesan termasuk jika menggunakan jasa pihak

ketiga/ekspedisi, dibuktikan dengan keabsahan tanda terima barang (nama lengkap,

nomor SIKA/SIPA/SIKTTK, tanda tangan penerima, tanggal penerimaan, dan stempel

sarana pemesan).

Pengiriman Obat Mengandung Prekursor Farmasi harus sesuai dengan alamat yang

tercantum pada surat pesanan, faktur penjualan dan/ atau Surat Pengiriman Barang

(SPB).

Alamat pengiriman Obat Mengandung Prekursor Farmasi harus sesuai dengan

alamat yang tercantum pada surat pesanan, faktur penjualan dan/ atau SPB

Setiap kehilangan Obat Mengandung Prekursor Farmasi selama pengiriman wajib

dilengkapi dengan laporan kehilangan dari kepolisian. Selanjutnya hal tersebut wajib

dilaporkan kepada Badan POM selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah

13
terjadinya kehilangan dan hasil investigasi dilaporkan selambatlambatnya 1 (satu)

bulan oleh Industri Farmasi sebagai pengirim (Anak Lampiran 8).

Setiap kerusakan Obat Mengandung Prekursor Farmasi selama pengiriman

menjadi tanggung jawab Industri Farmasi pengirim.

Ekspor

Eksportasi Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi yang

memiliki izin sebagai Eksportir Produsen Prekursor Farmasi (EP Prekursor

Farmasi).

Eksportasi Prekursor Farmasi harus berdasarkan rencana tahunan ekspor

Prekursor Farmasi yang disusun berdasarkan realisasi ekspor selama satu tahun

terakhir dan/atau analisis kebutuhan produksi. Eksportasi Prekursor Farmasi harus

dilengkapi dengan AHP dan SPE sesuai dengan ketentuan dalam peraturan menteri

Kesehatan No 10 Tahun 2013 tentang Ekspor dan Impor Narkotika Psikotropika dan

Prekursor Farmasi dan ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan POM No 32 Tahun

2013 tentang Persyaratan dan Tata Cara Permohonan Analisa Hasil Pengawasan

dalam Rangka Impor dan Ekspor Narkotika Psikotropika dan Prekursor Farmasi.

AHP dan SPE berlaku untuk 1 (satu) kali kegiatan eksportasi Prekursor

Farmasi/obat mengandung Prekursor Farmasi. Obat mengandung Prekursor Farmasi

hanya untuk keperluan ekspor harus memiliki Surat Persetujuan Khusus Ekspor dari

Kepala Badan.

14
6. Penanganan Obat Kembalian

Penanganan obat kembalian harus dilakukan oleh Apoteker Penanggung Jawab

Pemastian Mutu. Penerimaan obat kembalian harus disertai surat pengembalian barang

dari fasilitas yang mengembalikan dengan dilengkapi fotokopi faktur penjualan dan/atau

SPB.

Penanggung jawab yang ditunjuk harus melakukan verifikasi kesesuaian terhadap surat

pengembalian barang dan fotokopi faktur penjualan dan/atau SPB. Verifikasi meliputi

nama produsen, nama produk, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah obat, nomor bets, dan

tanggal daluwarsa obat yang dikembalikan. Obat kembalian harus dikarantina dan

disimpan.

7. Pemusnahan Obat Prekursor


Pemusnahan dilaksanakan terhadap:

a. Prekursor Farmasi yang ditolak / rusak / kadaluwarsa;

b. Sampel pertinggal Prekursor Farmasi yang kadaluwarsa;

c. Sisa granul pencetakan/pengisian dari table dies;

d. Debu hasil pencetakan/pengisian/deduster mesin cetak/metal detector khusus

untuk mesin cetak/filling dedicated;

e. Sisa sampel pengujian;

f. Sisa sampel hasil pengujian pengawasan selama proses (in process control)

g. Obat mengandung prekursor farmasi berupa obat kembalian/ obat hasil

penarikan / ditolak / obat kadaluwarsa;

h. Obat mengandung Prekursor Farmasi yang dibatalkan izin edarnya;

i. Hasil trial yang tidak terpakai.

15
Harus tersedia daftar inventaris Prekursor Farmasi yang akan dimusnahkan mencakup

nama produsen, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan, jumlah, nomor bets,

dan tanggal daluwarsa. Kebenaran Prekursor Farmasi yang akan dimusnahkan harus

dibuktikan dengan dokumen pendukung yang disetujui oleh Kepala Bagian Pemastian

Mutu bahwa Prekursor Farmasi sudah tidak memenuhi syarat untuk digunakan dan/atau

diedarkan.

Pelaksanaan pemusnahan harus dibuat dengan memperhatikan pencegahan diversi dan

pencemaran lingkungan. Kegiatan pemusnahan ini dilakukan oleh Apoteker Penanggung

Jawab Produksi dan disaksikan oleh petugas Balai Besar/Balai POM setempat. Kegiatan

ini didokumentasikan dalam Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani oleh pelaku

dan saksi (Anak Lampiran 9).

Khusus untuk obat yang ditarik dari peredaran harus dilakukan pemusnahan mengacu

kepada Peraturan Kepala Badan POM No: HK.04.1.33.12.11.09938 tanggal 2 Desember

2011 tentang Kriteria dan Tata Cara Penarikan Obat yang Tidak Memenuhi Standar

dan/atau Persyaratan.

8. Pencatatan dan Pelaporan

Industri Farmasi pengelola Prekursor Farmasi wajib membuat dan menyimpan catatan

serta mengirimkan laporan. Pencatatan dilakukan terhadap setiap tahapan pengelolaan

mulai dari pengadaan, penyimpanan, pembuatan, penyaluran, penanganan obat kembalian,

penarikan kembali obat (recall), pemusnahan, dan inspeksi diri secara tertib dan akurat

serta disahkan oleh Apoteker Penanggung Jawab Produksi dan Apoteker Penanggung

jawab Pemastian Mutu. Catatan sekurang-kurangnya memuat:

a. Nama dan nomor bets Prekursor Farmasi;

16
b. Bentuk dan kekuatan Prekursor Farmasi;

c. Jumlah yang diterima, digunakan/diproduksi, disalurkan, dan sisa persediaan;

d. Tujuan penggunaan;

e. Tujuan penyaluran.

Dokumentasi meliputi dokumen:

 Pengadaan;

 Penyimpanan;

 Pembuatan;

 Pembuatan dan/atau analisis berdasarkan kontrak;

 Penyaluran;

 Penanganan obat kembalian;

 Penarikan kembali obat (recall);

 Pemusnahan;

 Pencatatan dan Pelaporan;

 Inspeksi diri (mengacu pada Surat Edaran Deputi Bidang Pengawasan Produk

Terapetik dan Napza No: PW.05.02.353.3.06.11.2236 tanggal 6 Juni 2011).

Dokumen pengadaan dan penyaluran diarsipkan menjadi satu dengan surat pesanan

pengadaan dan penyaluran berdasarkan nomor urut atau tanggal pengeluaran. Setiap

Industri Farmasi pengelola Prekursor Farmasi wajib menyimpan dokumen dan informasi

seluruh kegiatan terkait pengelolaan Prekursor Farmasi dengan tertib, akurat dan

tertelusur.

Dokumentasi selain berbentuk manual dapat juga dilakukan secara sistem elektronik

yang tervalidasi harus mudah ditampilkan dan ditelusuri pada saat diperlukan. Apabila

17
memiliki dokumentasi dalam bentuk manual dan elektronik, data manual harus sesuai

dengan data elektronik. Dokumentasi secara sistem elektronik, harus tersedia backup data

dan Standar Prosedur Operasional terkait penanganan sistem tersebut jika tidak berfungsi.

Dokumen wajib disimpan di tempat yang aman dalam jangka waktu sekurang-kurangnya

1 (satu) tahun setelah kedaluwarsa dan mudah diperlihatkan pada saat pelaksanaan audit

atau diminta oleh regulator.

Laporan sebagaimana dimaksud di atas adalah:

a. Laporan realisasi impor (Anak Lampiran 14)

b. Laporan realisasi ekspor, bila Industri Farmasi melakukan ekspor (Anak

Lampiran 15)

c. Laporan pemasukan dan penggunaan Prekursor Farmasi untuk produksi (Anak

Lampiran 4);

d. Laporan hasil produksi dan penyaluran obat mengandung Prekursor Farmasi

(Anak Lampiran 10);

e. Laporan kehilangan Prekursor Farmasi (Anak Lampiran 8);

f. Laporan penarikan kembali obat mengandung Prekursor Farmasi dari

peredaran.

g. Laporan pemusnahan Prekursor Farmasi (Anak Lampiran 11);

h. Laporan hasil investigasi ketidaksesuaian stok bahan obat (Anak Lampiran 12).

Laporan realisasi impor dan ekspor wajib disampaikan setiap kali kegiatan importasi

atau eksportasi selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterimanya Prekursor Farmasi

dan/atau Obat mengandung Prekursor Farmasi oleh importir kepada Direktur Jenderal

tembusan kepada Kepala Badan c.q. Direktorat Pengawasan Napza dan Kepala Balai.

18
Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf (c) dan (d) wajib disampaikan setiap bulan

kepada Kepala Badan. Jumlah yang dilaporkan dalam laporan pada huruf (c) dan (d) harus

akurat dan sesuai dengan stok fisik. Apabila terdapat selisih stok pada saat stock opname

dan cycle count, selisih stok harus dicantumkan dalam laporan disertai dengan justifikasi

yang jelas.

Laporan sebagaimana dimaksud pada butir huruf (e), (f), dan (g) wajib disampaikan

setiap kali kejadian/kegiatan kepada Kepala Badan c.q. Direktorat Pengawasan Napza

dengan tembusan Direktur Jenderal, dan Kepala Balai Besar/Balai POM setempat.

Laporan sebagaimana dimaksud pada butir (h) wajib disampaikan kepada Kepala

Badan dengan tembusan Kepala Balai Besar/Balai POM setempat.

9. Golongan dan Jenis Prekursor Yang Diawasi

Saat ini konsumen apotek tidak lagi bisa bebas membeli cairan aceton (penghilang cat

kuku), kristal Kalium Permanganat (larutannya bersifat desinfektan/ untuk kompres luka),

dan tablet ephedrin generik (obat asma). Tentu banyak yang bertanya-tanya ,

mengapa obat yang tadinya gampang diperoleh tiba-tiba berubah langka? Apakah obat

tersebut sering disalah gunakan sehingga diketatkan peredarannya ?

Benar. Zat-zat tersebut memang sering disalahgunakan. Hanya saja penyalahgunaan

dilakukan oleh pemilik pabrik narkoba dan ekstasi gelap – bukan oleh remaja teler seperti

lazimnya. Akibat sering disalahgunakan sebagai bahan pemula pembuat narkotika dan

ekstasi maka peredaran zat tersebut dan beberapa bahan pemula lainnya kini diawasi

sangat ketat. Bahan-bahan yang terlibat dalam pembuatan obat terlarang

tersebut disebut prekursor. Prekursor didefinisikan sebagai zat atau bahan pemula atau

bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika dan psikotropika.

19
Pengawasan dan pemantauan Prekusor tersebut selama ini dilakukan oleh Badan POM

berdasarkan Keputusan Badan POM RI No. HK 00.05.35.02771 tertanggal 4 September

2002.

Mengingat belakangan ini penyalahgunaan prekursor dalam pembuatan narkotika

dan psikotropika telah menjadi ancaman yang sangat serius yang dapat menimbulkan

gangguan bagi kesehatan, instabilitas ekonomi, gangguan keamanan, serta kejahatan

internasional, pada 5 April 2010 Presiden DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono telah

menandatangani Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 tahun 2010 tentang

Golongan dan jenis Prekursor.

Pengaturan prekursor oleh PP ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari

bahaya penyalahgunaan prekursor, mencegah dan memberantas peredaran gelap prekursor,

mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan prekursor, dan menjamin ketersediaan

prekursor untuk industri farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu dan

pengetahuan dan teknologi.

Dalam PP ini diatur tentang penggolongan dan jenis prekursor, mekanisme

penyusunan rencana kebutuhan tahunan secara nasional, pengadaan, impor dan ekspor,

peredaran, pencatatan dan pelaporan, pengawasan serta ketentuan sanksi. Menurut PP 44,

Prekursor hanya dapat digunakan untuk tujuan industri farmasi, industri non farmasi, dan

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

PP no. 44 tahun 2010 menyebut 23 zat sebagai prekursor. Zat-zat tersebut

dikelompokkan kedalam 2 tabel (tabel I dan Tabel II). Zat-zat yang terdapat dalam tabel I

akan diawasi lebih ketat dibandingkan zat yang terdapat dalam tabel II.

20
Golongan Dan Jenis Prekursor

TABEL I TABEL II

Acetic Anhydride Acetone

N-acetylanthranilic Acid Anthranilic Acid

Ephedrine Ethyl Ether

Ergometrine Hydrochloric Acid

Ergotamine Methyl ethyl ketone

Isosafrole Phenylacetic Acid

Lysergic Acid Piperidine

3,4-Methylenedioxyphenyl-2 Sulphuric Acid

propanone

Norephedrine Toluene

1-phenyl-2-propanone

Piperonal

Potasium Permanganat

Pseudoephedrine

Safrole

Termasuk garam-garam dan sedian-sediannya yang mengandung satu atau lebih

bahan tersebut kecuali asam klorida dan asam sulfat.

Nah, prekursor harus diawasi karena prekursor dapat digunakan oleh pabrik gelap

untuk memproduksi narkotika dan psikotropika ilegal. Produksi ilegal tersebut tumbuh

subur karena mudahnya untuk mendapatkan prekursor. Prekursor dapat menjadi prekursor

bahan baku, prekursor reagensia atau pelarut (solven).

21
10. Pembatasan Impor dan Ekspor Prekursor NP

Dari beberapa fakta di atas, pengawasan importasi, eksportasi, peredaran dan

penggunaan prekursor sudah tidak bisa ditawar lagi. Dalam rangka importasi dan

eksportasi, Kementerian Kesehatan melaui Peraturan Menteri Kesehatan No.

10/Menkes/Per/I/2013 tentang Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor

Farmasi telah mengatur bahwa ekspor prekursor farmasi hanya dapat dilakukan oleh

insdustri farmasi atau pedagang besar farmasi (PBF) yang sudah ditetapkan sebagai

Eksportir Terdaftar (ET) atau Eksportir Terdaftar (EP) oleh Kementerian Kesehatan dan

dilengkapi Surat Persetujuan Ekspor (SPE) saat ekspornya. Sedangkan impor prekursor

farmasi hanya dapat dilakukan oleh insdustri farmasi atau PBF dan lembaga pengetahuan,

dan pada saat impornya harus dilengkapi dengan SPI. Ketentuan ekspor prekursor non

farmasi diatur dalam Keputusan Menperindag Nomor 647/MPP/Kep/ 10/2004 tentang

Ketentuan Impor Prekursor. Dalam keputusan tersebut diatur bahwa impor prekursor non

farmasi hanya dapat dilakukan oleh Importir Produsen (IP) atau Importir Terdaftar (IT)

Prekursor dan saat impornya harus dilengkapi dengan Laporan Surveyor (LS) dan Surat

Persetujuan Impor (SPI) khusus untuk IPPrekursor. Ekspor prekursor non farmasi diatur

dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 47/M-DAG/PER/7/2012 tentang

Ketentuan Ekspor Prekursor Non Farmasi yang mengatur bahwa ekspor prekursor non

farmasi hanya bisa dilakukan oleh Eksportir Terdaftar Non Farmasi yang harus dilengkapi

dengan Surat Persetujuan Ekspor (SPE) dan LS saat ekspornya. Pada PP No. 44/2010 diatur

juga bahwa setiap Prekursor wajib diberi label pada setiap wadah atau kemasan, yang dapat

berbentuk tulisan, gambar, kombinasi tulisan dan gambar, atau bentuk lain yang disertakan

pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan, ditempelkan, atau merupakan bagian dari

wadah dan/atau kemasannya. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memiliki peran

sebagai community protector memiliki tugas melindungi masyarakat dari masuknya

22
barang-barang yang membahayakan masyarakat dan lingkungan. Salah satunya DJBC

berkomitmen untuk melakukan pengawasan prekursor NP, baik impor maupun ekspor.

Terkait jenis-jenis prekursor NP dan ciri-cirinya lebih detail akan dibahas pada tulisan

berikutnya

23
Lampiran

24
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan

dalam pembuatan Narkotik dan Psikotropik (PP No.44 tahun 2010). Penggunaan istilah

prekursor bukan hanya bahan-bahan yang mengandung narkoba, tetapi bisa juga yang

membantu proses pembentukan narkoba. Prekursor ini bisa sebagai perantara

terbentuknya zat lain, atau dapat bekerja sebagai zat asam dalam pembentukan garam

narkoba.

Mengingat belakangan ini penyalahgunaan prekursor dalam pembuatan narkotika dan

psikotropika telah menjadi ancaman yang sangat serius yang dapat menimbulkan

gangguan bagi kesehatan, instabilitas ekonomi, gangguan keamanan, serta kejahatan

internasional. Pengaturan prekursor oleh pemerintah bertujuan untuk melindungi

masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor, mencegah dan memberantas

peredaran gelap prekursor, mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan prekursor,

dan menjamin ketersediaan prekursor untuk industri farmasi, industri non farmasi, dan

pengembangan ilmu dan pengetahuan dan teknologi.

Beberapa contoh obat mengandung prekursor yang ada di masyarakat dan

penggunaannya perlu diawasi antara lain : Aerius D tablet, Clarinase tablet, Telfast Plus,

Methergin tablet, Methergin injeksi, Tremenza tablet, Aldisa SR tablet, Trifed tablet,

Fexofed tablet, Pospargin 0,125 mg tablet, Pospargin 2mg/ml injeksi.

25
2. Saran

Sebagai pelajar kita harus menjauhi narkotika, sebagaimana kita ketahui narkotika

tidak saja dapat merusak kesehatan tetapi juga dapat mengakibatkan kematian.

26
DAFTAR PUSTAKA

https://klc.kemenkeu.go.id/wp-content/uploads/2017/09/Prekursor-Hanik.pdf

http://bloggercerdaskita.blogspot.co.id/2016/08/tugas-makalah-dasarkefarmasian-nama.html

https://www.scribd.com/document/339083673/MAKALAH-PREKURSOR

https://www.scribd.com/document/359978546/MAKALAH-PREKURSOR

PerKBPOM_No_40_Tahun_2013_Tentang_Pedoman_Pengelolaan_Prekursor%20(3).pdf

27
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Kita panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat-Nya, sehingga kami penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Tidak

lupa shalawat serta salam selalu kita curahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad

SAW yang telah membimbing umatnya di jalan yang benar.

Kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang sudah membantu dalam

penyusunan makalah ini. Adapun judul makalah ini adalah “prekursor”, pada makalah ini kami

membahas tentang pengertian prekursor, peraturan pemerintah yang mengatur tentang

prekursor serta golongan dan jenis prekursor..

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kaum khalayak. Penyusun juga

meminta maaf apabila banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Tiada Gading yang

tak Retak.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Pekanbaru,14 Maret 2018

Penyusun

28
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang .......................................................................................... 1


2. Perumusan Masalah .................................................................................. 2
3. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian Prekursor .................................................................................. 3


2. Tujuan Pengawasan Prekursor NP ............................................................. 4
3. Pengelolaan Prekursor Farmasi/ Obat Mengandung Prekursor Farmasi di
Industri Farmasi ......................................................................................... 5
4. Penyimpanan Prekursor ............................................................................. 9
5. Penyaluran Prekursor ................................................................................. 10
6. Penanganan Prekursor ................................................................................ 15
7. Pemusnahan Prekursor ............................................................................... 15
8. Pencatatan dan Pelaporan .......................................................................... 16
9. Golongan dan Jenis Prekursor Yang Diawasi ........................................... 19
10. Pembatasan Impor dan Ekspor Prekursor NP ............................................ 20

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan .......................................................................................... 25
2. Saran .................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 27

29

Anda mungkin juga menyukai