BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Fluorokuinolon merupakan suatu antibiotik berspektrum lebar yang
digunakan secara luas untuk terapi infeksi saluran pernafasan, saluran kemih,
infeksi intraabdominal, infeksi tulang dan sendi, kulit dan jaringan lunak, dan
beberapa infeksi lainnya.
Pada tahun 2011, di Amerika Serikat, antibiotik fluorokuinolon digunakan
oleh sekitar 23,1 juta pasien rawat jalan (70% diantaranya adalah siprofloksasin,
28% levofloksasin) dan 3,8 juta pasien rawat inap (diantaranya 63%
levofloksasin, 28% siprofloksasin). Meskipun demikian, pada tahun 2011, di
Amerika Serikat kedua antibiotik tersebut mendapat lebih dari 2000 tuntutan
hukum karena efek samping yang ditimbulkan.
Peningkatan kasus infeksi yang terjadi di masyarakat, membuat para ahli
terus mencari obat untuk mengatasi masalah ini. Beberapa obat ditemukan
mempunyai beberapa efek samping yang negatif bila digunakan bersamaan
dengan obat lain. Sehingga penggunaan beberapa obat dalam satu kali terapi
sering dilakukan. Namun, bersamaan dengan hal itu semakin banyak pula efek
samping yang ditimbulkan.
Para ahli mencari turunan dari obat yang telah ditemukan untuk dapat
mengurangi efek samping negatif serta mencari efek lain yang sinergis dengan
efek utama obat tersebut. Seperti ciproloxacin yang merupakan antibiotik
kemoterapi sintetis dari kelas obat fluorokuinolon. Ciprofloxacin adalah
fluoroquinolone generasi kedua antibakteri. Membunuh bakteri dengan
mengganggu dengan enzim yang menyebabkan DNA untuk mundur setelah
disalin, yang menghentikan sintesis DNA dan protein.
Di Indonesia penggunaan antibiotik fluorokuinolon diantaranya
siprofloksasin cukup tinggi. Selama tahun 2012 sampai 2014, siprofloksasin
merupakan antibiotik ketiga yang paling banyak digunakan baik di Puskesmas
maupun di Rumah Sakit.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mengungkapkan proporsi
penduduk Indonesia yang menyimpan antibiotik di rumah sekitar 10% dan
86,1% di antaranya diperoleh tanpa resep. Antibiotik di antaranya siprofloksasin
banyak digunakan masyarakat untuk swamedikasi. Praktisi kesehatan dan
masyarakat banyak menggunakan siprofloksasin karena nyaman digunakan,
hanya satu atau dua kali sehari, sehingga antibiotik ini cepat populer. Salah satu
masalah dalam obat ini adalah penggunaan yang berlebihan. Penelitian yang
dilakukan pada pusat-pusat kesehatan di Amerika Serikat menunjukkan sekitar
31% pemberian fluorokuinolon tidak diperlukan.
Penelitian yang dilakukan di rumah sakit pendidikan di Perancis
menunjukkan, 51% peresepan fluorokuinolon tidak sesuai dengan pedoman
institusi. Seperti obat-obat pada umumnya, antibiotik di antaranya golongan
fluorokuinolon dapat memberikan efek samping yang serius, dan sebagian efek
samping tersebut baru terlihat jelas setelah digunakan beberapa ribu orang.
Beberapa antibiotik fluorokuinolon telah ditarik dari peredaran karena
mempunyai efek samping yang serius, di antaranya temafloksasin (1992),
gatifloksasin (2006), dan travofloksasin (1999).
Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa ciprofloxacin mempunyai efek
lain selain antibiotik yaitu efek anti inflamasi yang dapat dikatakan bahwa
penggunaan obat ganda dapat dihindari pada kasus yang tidak terlalu berat.
Sehingga efek yang ditimbulkan tidak terlalu banyak. Selain efek anti inflamasi,
ciprofloxacin juga dapat digunakan untuk mengatasi bakteri yang resisten
terhadap antibiotika lain misalnya aminoglikosida, penisilin, sefalosporin dan
tetrasiklin. Ciprofloxacin juga efektif terhadap bakteri gram-negatif dan gram-
positif.
PEMBAHASAN
I. FARMAKOLOGI
Antibiotik fluorokuinolon (kuinolon) pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1960. Kuinolon yang pertama, yaitu asam nalidiksat memiliki
keterbatasan oleh karena aktivitas intrinsik yang rendah dan cepatnya terjadi
resistensi. Penambahan fluor pada molekul kuinolon menghasilkan
fluorokuinolon - pertama kali diperkenalkan sebagai siprofloksasin pada 1987 –
yang memiliki spektrum lebih luas terhadap bakteri gram negatif, namun
aktivitas terhadap gram positif lemah, terutama terhadap Streptococcus
pneumoniae.
b. Farmasi Umum
Dosis
ANAK-ANAK:
Oral:
o Infeksi saluran urin atau pyelofritis: anak 1-17 tahun: 20-30
mg/kg/hari terbagi dalam 2 dosis terpisah (setiap 12 jam) untuk
10-21 hari. Maksimal 1.5 g/hari.
Injeksi:
o infeksi saluran urin komplikasi pada anak 5-17 tahun: 6-10 mg/kg
setiap 8 jam untuk 10-21 hari (maksimum 400 mg/dosis)
DOSIS DEWASA:
Oral:
Untuk infeksi saluran kemih :
o Ringan sampai sedang : 2 x 250 mg sehari
o Berat : 2 x 500 mg sehari
o Untuk gonore akut cukup pemberian dosis tunggal 250
mg sehari
Untuk infeksi saluran nafas, tulang dan sendi kulit dan jaringan
lunak :
o Ringan sampai sedang : 2 x 500 mg sehari
o Berat : 2 x 750 mg sehari
o Untuk mendapatkan kadar yang adekuat pada
osteomielitis maka pemberian tidak boleh kurang dari2 x
750 mg sehari
o Dosis untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal : Bila
bersihan kreatinin kurang dari 20 ml/menit maka dosis
normal yang dianjurkan harus diberikan sehari sekali atau
dikurangi separuh bila diberikan 2 x sehari.
Lamanya pengobatan tergantung dari beratnya penyakit.
Untuk infeksi akut selama 5-10 hari biasanya pengobatan selanjutnya
paling sedikit 3 hari sesudah gejala klinik hilang.
Preparat
Bactiprox, Baquinor, Bernoflox, Bidiprox, Cetafloxo, Ciflos, Ciprec,
Ciproxin, Civell, Coroflox, Corsacin, Cylowam, Disfabac, Etacin,
Floksid, Floxbio, Floxifar, Floxigra, Girabloc, Interflox, Isotic Renator,
Jayacin, Kifarox, Lapiflox, Licoprox, Meflosin, Mensipox, Nilafolx,
Poncoflox, Proxcip, Proxitor, Qinox, Quamiprox, Qidex, Quinobiotic,
Renator, Rindoflox, Scanax, Siflox, Tequinol, Vidintal, Viflox,
Vioquin, Violinol, Wiaflox, Ximex Cylowam, Zumaflox
c. Farmakologi Umum
Ciprofloxacin merupakan antibiotik golongan fluorokuinolon,
bekerja dengan cara mempengaruhi enzim DNA gyrase pada bakteri.
Ciprofloxacin adalah antibiotik untuk bakteri gram positif dan negatif
yang sensitif.
Bakteri gram positif yang sensitif : Enterococcus faecalis,
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermis, Streptococcus
pyogenes.
Bakteri negatif yang sensitif : Campylobacter jejuni, Citrobacter
diversus, Citrobacter freundii, Enterobacter cloacae, Escherichia coli,
Haemophilus influenzae, Klebsiela pneumoniae, morganella morganii,
Neisseria gonorrheae, Proteus mirabilis, Proteus vulgaris, Providencia
rettgeri, Providencia stuartii, pseudomonas aeruginosa, Salmonella
typhii, Serratia marcescens, Shigella flexneri, Shigella sonnei.
Gambar1. Struktur kimia siprofloksasin
Indikasi
Untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang sensitif
terhadap Ciprofloxacin seperti :
lnfeksi saluran Kemih termasuk prostatitis
Uretritis dan servisitis gonore
Infeksi saluran cerna, termasuk demam tifoid yang disebabkan oleh
S. typhi
lnfeksi saluran nafas, kecuali pneumonia akibat streptococcus.
Infeksi kulit dan jaringan lunak.
Infeksi tulang dan sendi.
Bentuk Sediaan
Antibiotika ini tersedia dalam bentuk tablet dengan kandungan
Spirofloksasin 250 mg, 500 mg, 750 mg bahkan ada yang 1.000 mg. Juga
tersedia dalam bentuk infus dengan kandungan Spirofloksasin 200 mg/100
ml.
Kontra Indikasi
1. Penderita yang hipersensitivitas terhadap siprofloksasin dan derivat
quinolone lainnya
2. tidak dianjurkan pada wanita hamil atau menyusui,anak-anak pada
masa pertumbuhan,karena pemberian dalam waktu yang lama dapat
menghambat pertumbuhan tulang rawan.
3. Hati-hati bila digunakan pada penderita usia lanjut
4. Pada penderita epilepsi dan penderita yang pernah mendapat
gangguan SSP hanya digunakan bila manfaatnya lebih besar
dibandingkan denag risiko efek sampingnya.
II. FARMAKODINAMIK
Mekanisme Kerja Obat
Ciprofloxacin bekerja dengan cara menghambat subunit A pada DNA-
gyrase (topoisomerase) yang merupakan bagian esensial dalam proses sintesa
DNA bakteri. Karena mekanisme kerjanya yang spesifik, maka tidak terjadi
resistensi paralel dengan antibiotika lain yang bukan golongan kuinolon
karboksilat.
Oleh karena itu obat ini juga sangat efektif untuk kuman yang sudah resisten
terhadap obat antibiotika lain seperti Amino-glikosida, Penisilin, Sefalosporin
dan Tetrasiklin.
III. FARMAKOKINETIK
Absorpsi siprofloksasin oral diserap dengan baik melalui saluran cerna.
Bioavailabilitas absolut adalah sekitar 70%, tanpa kehilangan yang bermakna
dari metabolisme fase pertama. Berikut ini adalah konsentrasi serum maksimal
dan area di bawah kurva (area under the curve, AUC) dari siprofloksasin yang
diberikan pada dosis 250 ~ 1000 mg.
IV. TOKSISITAS
Efek Samping
Reaksi hipersensitifitas
Interaksi Obat
Siprofloksasin sediaan tablet bila diberikan bersama makanan, akan
mengalami terjadi keterlambatan absorpsi, sehingga konsentrasi puncak
baru akan dicapai 2 jam setelah pemberian.
Pada siprofloksasin sediaan suspensi, tidak terjadi keterlambatan
absorpsi bila diberikan bersama makanan sehingga konsentrasi puncak
dicapai dalam 1 jam. Bila diberikan bersama dengan antasid yang
mengandung magnesium hidroksida atau aluminium hidroksida dapat
mengurangi bioavailabilitas siprofloksasin secara bermakna.
Demam Tifoid
Wallace (1993) melakukan uji klinis acak membandingkan seftriakson (3
g, parenteral, 1 kali sehari selama 7 hari) dengan siprofloksasin (500 mg,
diberikan oral dua kali sehari selama 7 hari) untuk terapi demam tifoid
dengan kultur darah positif. Hasilnya, kegagalan klinis ditemukan pada 6
pasien (27%) kelompok seftriakson, sedangkan pada kelompok
siprofloksasin tidak ditemukan (p=0,01). Terapi untuk keenam pasien
tersebut diganti dengan siprofloksasin dan pasien menjadi afebris serta
gejala menghilang dalam 48 jam. Kesimpulan dari studi ini adalah bahwa
siprofloksasin merupakan pilihan terapi yang bermanfaat pada daerah
dimana strain multi resisten mungkin ditemukan.
Girgis (1999) melakukan uji klinis acak pada 123 pasien dewasa dengan
demam dan gejala-gejala demam tifoid tanpa komplikasi dengan tujuan
membandingkan efikasi klinis dan bakteriologis dari azitromisin dan
siprofloksasin untuk demam tifoid. Resistensi multi obat terhadap ampisilin,
kloramfenikol dan trimetoprim-sulfametoksazol ditemukan pada 21 isolat
dari 64 pasien dengan kultur positif. Dari ke-64 pasien ini, 36 menerima
azitromisin oral 1 g 1x sehari pada hari pertama, dilanjutkan 500 mg oral 1
x sehari selama 6 hari berikutnya. Sebanyak 28 pasien menerima
siprofloksasin 500 mg oral 2x sehari selama 7 hari. Hasilnya menyatakan
bahwa azitromisin dan siprofloksasin sama efektif, baik secara klinis
maupun bakteriologis, untuk terapi demam tifoid yang disebabkan oleh
organisme yang sensitif ataupun S. typhi resisten multi obat.
Bronkiektasis Terinfeksi
Ahmad Widiatmoko (2003) dalam tesisnya menyampaikan bahwa pada
pemeriksaan sputum terhadap 50 penderita bronkiektasis eksaserbasi akut
ditemukan 80,9 % bakteri gram negatif dan 19% diantaranya adalah
Pseudomonas aeruginosa. 28 Di RS Persahabatan periode Januari – Juni
2005 didapatkan bahwa sensitivitas Pseudomonas sp dari sampel sputum
terhadap siprofloksasin sebesar 81,76%, ceftazidime 83,13%, amikasin
86,67%.
Guidelines dari European Respiratory Society (ERS) 2005
merekomendasikan pemilihan antibiotik pada bronkiektasis sebagai berikut
Rinosinusitis
Siprofloksasin tidak diindikasikan sebagai terapi lini pertama. Untuk
sinusitis kronik, siprofloksasin dapat digunakan sebagai antibiotik alternatif
bila tidak ada perbaikan dengan antibotik lini pertama. (Level of evidence
IV) Penelitian yang dilakukan oleh Nash dan Wald mendapatkan bahwa
S.pneumonia merupakan kuman terbanyak pada sinusitis pada semua usia,
dengan persentase 30-40% isolat, diikuti oleh H. influenza dan M.
catarrhalis masing-masing 20 % kasus.
Siprofloksasin memiliki aktivitas yang sangat baik melawan H.
influenzae dan M. catarrhalis, namun rasio AUC-MIC untuk S. pneumoniae
hanya 10-20, dimana target rasio AUC-MIC fluorokuinolon terhadap S.
pneumoniae berkisar 25-30. Siprofloksasin dikombinasi dengan terapi
untuk gram positif (misalnya, klindamisin) dapat juga digunakan untuk
rinosinusitis.
Infeksi Tenggorok
Sebagian besar penyebab tonsilofaringitis adalah bukan bakteri, maka
pemberian antibiotik secara empirik seharusnya tidak dilakukan. Sedangkan
untuk tonsilofaringitis bakterial, kuman penyebab sebagian besar gram
positif. Antibiotik tidak perlu diberikan pada anak dengan tonsilofaringitis
bila kuman Streptokokus grup A tidak didapatkan atau tidak sesuai dengan
kriteria klinik untuk infeksi bakterial. Penisilin tetap merupakan obat
pilihan untuk mengobati tonsilofaringitis bakterialis, khususnya bila
disebabkan oleh Streptokokus grup A.
Pedoman dari Bagian THT FKUI-RSCM menyatakan bahwa lini
pertama adalah penisilin, sedangkan alternatifnya adalah eritromisin dan
klindamisin.
Abstrak
Siprofloksasin adalah antibiotik golongan kuinolon kelompok fluorokuinolon
yang bekerja dengan menghambat enzim topoisomerase II (DNA gyrase) dan
topoisomerase IV pada bakteri. Siprofloksasin efektif digunakan dalam terapi infeksi
saluran kemih, infeksi saluran napas maupun infeksi saluran pencernaan. Pada
penelitian ini dilakukan penetapan kadar siprofloksasin dengan menggunakan instrumen
Near-Infrared (NIR) karena bersifat non destruktif, lebih ekonomis dan praktis.
Penetapan kadar dengan metode spektroskopi Near-Infrared memerlukan suatu analisis
data multivariat (kemometrik) untuk mengekstrak informasi yang diperlukan dari
spektrum inframerah NIR. Tehnik yang digunakan dari metode kemometrik untuk
analisis kuantitatif dan analisis kualitatif dalam penelitian ini masing-masing adalah
Partial Least Square (PLS) dan Linear Discriminant Analysis (LDA). Metode
pembanding yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode spektrofotometri UV-
Vis yang telah divalidasi. Berdasarkan hasil penelitian, model PLS memberikan hasil
yang baik dengan nilai R2 kalibrasi sebesar 0.9906817; R2 validasi internal sebesar
0.9892007; RMSEC sebesar 0,6340431 dan RMSECV sebesar 0,683898. Validasi
model juga memberikan nilai yang baik dengan R2 LOOCV sebesar 0,9950923 dan R 2
2-Fold-Cross-Validation (test set) sebesar 0,9902357, sedangkan model klasifikasi LDA
yang digunakan pada pengkategorian antara matriks dengan sampel yang mengandung
siprofloksasin memiliki akurasi sebesar 100%. Hasil penetapan kadar sampel yang
diperoleh dari dua metode berbeda ini kemudian diuji dengan Uji T Dua Sampel
Berpasangan dan dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar yang diperoleh tidak memiliki
perbedaan yang bermakna.
Pendahuluan
Pemeriksaan mutu obat mutlak diperlukan di bidang farmasi agar obat dapat
sampai pada targetnya dengan kadar yang tepat, sehingga dapat memberikan efek terapi
yang dikehendaki. Makna tersebut akan bertambah penting apabila obat yang
digunakan dalam terapi adalah golongan antibiotik karena penggunaan antibiotik yang
terlalu sering, irasional, berlebihan dan digunakan dalam jangka panjang dapat memicu
resistensi. Siprofloksasin adalah antibiotik golongan kuinolon yang masuk dalam
kelompok florokuinolon. Siprofloksasin dapat digunakan untuk terapi prostatitis
bakterial akut maupun kronis karena dapat mencapai kadar yang cukup tinggi di
jaringan prostat.
Sampel training set, test set dan sampel nyata dalam penelitian ini adalah
sediaan tablet siprofloksasin (generik dan paten) yang dipilih berdasarkan mayoritas
ketersediaannya di apotik yang dikumpulkan berdasarkan tehnik pengambilan sampel
Purposive Sampling. Teknik ini juga berlaku dalam pengambilan sampel bahan pengisi
tablet (matriks), dimana matriks yang dipilih adalah pengisi sediaan tablet yang umum
digunakan dan tersedia di laboratorium. Sejumlah 20 tablet dari seluruh sampel training
set, test set dan sampel nyata (paten dan generik), yang digunakan masing-masing
ditimbang dan dihitung berat rata-ratanya, kemudian masing-masing tablet digerus
sampai halus dan diayak dengan ayakan B-60, setelah itu disimpan dalam pot plastik
yang telah diberi label. Sampel training set, test set dan sampel nyata yang telah
dipreparasi tersebut kemudian ditentukan data spektrumnya dengan instrumen
spektroskopi Near Infra-Red Luminar 3070 dan diolah lebih lanjut untuk pembuatan
model kalibrasi dan klasifikasi dengan tehnik kemometrik menggunakan perangkat
lunak The Unscrambler X 10.2.
Instrumen yang digunakan sebagai metode pembanding dalam penelitian ini
adalah spektrofotometer UV-Vis. Penetapan kadar training set, test set dan sampel nyata
dilakukan setelah metode pembanding ini divalidasi melalui tahapan linieritas, batas
deteksi dan batas kuantitasi, presisi dan akurasi. Preparasi standart siprofloksasin
maupun ekstrak sampel yang digunakan dalam validasi metode spektrofotometri UV-
Vis dibuat dalam larutan dengan sejumlah konsentrasi tertentu menggunakan pelarut
NaOH p.a 0,1 N. Metode yang telah divalidasi kemudian dapat digunakan dalam
penetapan kadar, penetapan kadar ini dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu
pembuatan kurva kalibrasi yang disesuaikan dengan kurva kalibrasi pada uji linieritas.
Selanjutnya dilakukan preparasi sampel dengan menimbang X mg sampel sehingga
mengandung 25 mg siprofloksasin, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, dilarutkan
dengan sebagian pelarut, diultrasonik dan ditambah pelarut sampai tanda batas, kocok
homogen. Sejumlah tertentu sampel lalu dipipet dan diencerkan dengan pelarut sampai
didapat konsentrasi siprofloksasin sebesar 10 ppm. Konsentrasi sampel selanjutnya
dianalisis dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 272 nm dan
dihitung kadar siprofloksasin dalam masing-masing sampel training set, test set dan
sampel nyata.
Model kalibrasi (training set) untuk analisis kuantitatif dalam penelitian ini
dibentuk dengan teknik analisis multivariat PLS, sedangkan model klasifikasi yang
digunakan dibentuk dengan tehnik analisis multivariat LDA. Masing-masing model
yang telah terbentuk kemudian divalidasi menggunakan dua tehnik validasi silang,
tehnik yang pertama adalah Leave One Out Cross Validation (LOOCV) dengan
mengolah data training set pada perangkat lunak The Unscrambler X 10.2 dan teknik
kedua adalah validasi silang 2-Fold-Cross-Validation (test set) menggunakan sampel
tablet siprofloksasin generik maupun paten yang berbeda merk ataupun nomor batch
dari sampelsampel yang digunakan dalam training set.
Model kalibrasi yang telah dinyatakan valid kemudian diterapkan pada
penetapan kadar sampel nyata dengan instrumen NIR. Kadar yang diperoleh kemudian
dibandingkan dengan kadar yang diperoleh dari metode pembanding. Kadar yang
diperoleh dari kedua metode tersebut kemudian diuji dengan uji T Dua Sampel
Berpasangan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kadar yang diberikan keduanya.
Hasil Penelitian
Berdasarkan tehnik pengambilan sampel Purposive Sampling diperoleh 20
sampel training set yang terdiri dari objek atau sampel yang diketahui
pengkategoriannya dan digunakan untuk membentuk model klasifikasi kemometrik [8],
10 sampel test set yaitu sampel yang telah diketahui pengkategoriannya dan digunakan
untuk mengevaluasi reliabilitas model yang telah dibentuk oleh training set [8], 10
sampel nyata yang ditetapkan kadarnya setelah terbentuk model yang valid dan 3 bahan
pengisi tablet yaitu amilum, avicel dan laktosa. Spektrum yang dihasilkan dari
penentuan data NIR baik untuk standart siprofloksasin, sampel obat yang mengandung
siprofloksasin maupun bahan pengisi tablet ditunjukkan pada Gambar 1.
Hasil validasi silang model kalibrasi dan model klasifikasi dengan metode Leave
One Out Cross Validation (LOOCV) dan 2-Fold-Cross-Validation (test set) dapat
dilihat pada Tabel 2.
Kadar yang ditetapkan dengan metode spektroskopi NIR dan metode
spektrofotometri UV-Vis (metode pembanding) dibandingkan dengan kadar yang
tertera pada etiket dan memberikan hasil kadar perolehan kembali (% rekoveri)
seperti yang tertera pada Tabel 3.
Pembahasan
Pembentukan model kalibrasi dengan PLS dalam penelitian ini dibentuk dari 175
komposisi set kalibrasi (training set). Seluruh set kalibrasi telah diperoleh data
absorbansinya pada panjang gelombang 850-2300 nm. Pemilihan set data yang
digunakan harus memenuhi spesifikasi berdasarkan nilai R2, RMSEC, dan RMSECV.
Parameter yang dipertimbangkan dalam pembentukan model yang baik adalah
berdasarkan nilai R2 kalibrasi dan R2 validasi yang merupakan nilai korelasi dimana
pemilihan model terbaik apabila nilai korelasi yang diperoleh semakin besar, dan nilai
galat yaitu nilai RMSEC (Root Mean Square Error of Calibration), dan RMSECV
(Root Mean Square Error Cross Validation) dengan nilai yang paling rendah. Nilai
R2 yang ditunjukkan pada gambar 2 membuktikan bahwa model tersebut
mempunyai tingkat linieritas yang baik. Nilai galat yang ditampilkan dari model
tersebut juga baik yang artinya model yang terbentuk tidak memiliki penyimpangan
dalam memprediksi konsentrasi hasil prediksi dengan konsentrasi sebenarnya.
Model klasifikasi dalam penelitian ini dibuat dengan LDA. Kemampuan model
dalam membedakan sampel yang mengandung bahan aktif (“siprofloksasin”) dengan
bahan tambahan (“matriks”) dapat dilihat berdasarkan nilai % akurasi terhadap sampel
dalam training set. Pemetaan model LDA yang telah terbentuk sesuai gambar 3
menunjukkan bahwa nilai % akurasi adalah 100% yang menunjukkan bahwa model
tersebut dapat mengklasifikasikan ke-20 sampel training set dengan benar.
Kebenaran model kalibrasi dan klasifikasi yang terbentuk kemudian diuji dengan
validasi silang. Teknik validasi silang bermanfaat untuk melakukan tes secara
independen. Untuk memvalidasi model kalibrasi yang telah terbentuk, dilakukan
validasi yaitu Leave One Out Cross Validation (LOOCV) dan 2-Fold Cross
Validation dengan sampel independen (menggunakan sampel baru diluar sampel
training set). Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa dapat diketahui bahwa validasi
R2 dalam penelitian ini tergolong mempunyai korelasi yang baik karena lebih dari 0,9
sehingga model dapat disimpulkan mempunyai kemampuan yang baik dalam
memprediksi konsentrasi dari sampel. Sedangkan, pada validasi silang model klasifikasi
LDA dari data set validasi LOOCV diketahui bahwa tidak ada satupun kelompok
sampel yang masuk dalam kelas yang salah.
Metode validasi lain yang digunakan adalah 2-fold cross validation. pada
penelitian ini, validasi ini menggunakan 10 sampel independen (test set) dengan
konsentrasi yang telah diketahui. Sampel tersebut kemudian diprediksi menggunakan
model kalibrasi terpilih. Korelasi antara konsentrasi hasil prediksi model dengan
konsentrasi teoritis diketahui dengan melihat nilai koefisien determinasi (R2) prediksi.
Nilai R2 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa model kalibrasi
dari sampel training set yang telah dibentuk memiliki reliabilitas yang baik untuk
diimplementasikan. Model klasifikasi LDA yang divalidasi dengan menggunakan 10
data sampel test set yang dikelompokkan sesuai dengan kategori yang telah
ditentukan. Hasil validasi menunjukkan bahwa nilai % akurasi adalah 100%
artinya semua sampel sudah masuk dalam kategori yang benar, diklasifikasikan
dengan akurat dan tidak ada satupun kelompok sampel yang masuk dalam kategori
yang salah
Model PLS yang telah terbentuk dalam perangkat lunak The Unscramble X 10.2
diterapkan dalam analisis kuantitatif sampel, yaitu untuk menentukan kadar sampel
siprofloksasin dengan metode spektroskopi NIR. Berdasarkan data yang tertera
pada tabel 3, baik kadar sampel nyata yang diperoleh dari metode spektroskopi NIR
maupun spektrofotometri UV-Vis seluruhnya terbukti memiliki kadar yang sesuai
dengan persyaratan USP 30 bahwa siprofloksasin tablet mengandung tidak kurang
dari 90% dan tidak lebih dari 110% siprofloksasin dari yang tertera pada etiket.
Analisis statistik dengan uji T Dua Sampel Berpasangan terhadap data tersebut
dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada kadar sampel nyata
yang ditetapkan dengan kedua metode, dimana nilai signifikansi yang diperoleh
adalah 0,249 dengan tingkat kepercayaan 95%. Nilai signifikansi tersebut > 0,05
sehingga pengambilan keputusan hipotesis dinyatakan H0 diterima (tidak ada
Analisis sampel secara kualitatif dilakukan dengan metode LDA. Model yang
telah terpilih digunakan untuk memprediksi sampel yang belum diketahui
klasifikasinya. Berdasarkan hasil prediksi menggunakan LDA, dapat diketahui bahwa
seluruh sampel, baik sampel matriks maupun sampel yang mengandung bahan
aktif siprofloksasin diklasifikasikan dalam kategori yang benar dengan perhitungan %
kemampuan prediksi memberikan hasil sebesar 100%, apabila nilai kemampuan
prediksi kurang dari 100% maka menunjukkan bahwa model tersebut tidak dapat
memprediksi seluruh sampel dengan benar.
BAB IV
PENUTUP
I. KESIMPULAN
II. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
besar atau lingkup yang lebih luas yang dilakukan secara periodik/teratur.
2. Perlu dievaluasi prosedur terapi infeksi saluran kemih dengan antibiotika
agar selalu sesuai dengan pola kuman penyebab dan uji sensitivitasnya yang
terkini, sehingga terapi tidak selalu sama dan mengakibatkan kegagalan,
melainkan mencapai keberhasilan guna mencegah komplikasi lebih lanjut.
3. Perlu adanya pencatatan informasi klinis pasien oleh Laboratorium
Mikrobiologi.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
I. FARMAKOLOGI .................................................................................... 3
II. FARMAKODINAMIKA ..........................................................................
III. FARMAKOKINETIKA ...........................................................................
IV. TOKSISITAS ............................................................................................
V. SPEKTRUM ANTIBAKTERI SIPROFLOKSASIM ..............................
VI. PENGGUNAAN SIPROFLOKSASIN YANG DIANJURKAN .............
VII. PENGGUNAAN SIPROFLOKSASIN YANG BUKAN MERUPAKAN
PILIHAN UTAMA ...................................................................................
VIII. INTERAKSI SIPROFLOKSASIN DENGAN OBAT LAIN YANG
BERDAMPAK NEGATIF .......................................................................