Anda di halaman 1dari 42

By ; Rahmawati

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Fluorokuinolon merupakan suatu antibiotik berspektrum lebar yang
digunakan secara luas untuk terapi infeksi saluran pernafasan, saluran kemih,
infeksi intraabdominal, infeksi tulang dan sendi, kulit dan jaringan lunak, dan
beberapa infeksi lainnya.
Pada tahun 2011, di Amerika Serikat, antibiotik fluorokuinolon digunakan
oleh sekitar 23,1 juta pasien rawat jalan (70% diantaranya adalah siprofloksasin,
28% levofloksasin) dan 3,8 juta pasien rawat inap (diantaranya 63%
levofloksasin, 28% siprofloksasin). Meskipun demikian, pada tahun 2011, di
Amerika Serikat kedua antibiotik tersebut mendapat lebih dari 2000 tuntutan
hukum karena efek samping yang ditimbulkan.
Peningkatan kasus infeksi yang terjadi di masyarakat, membuat para ahli
terus mencari obat untuk mengatasi masalah ini. Beberapa obat ditemukan
mempunyai beberapa efek samping yang negatif bila digunakan bersamaan
dengan obat lain. Sehingga penggunaan beberapa obat dalam satu kali terapi
sering dilakukan. Namun, bersamaan dengan hal itu semakin banyak pula efek
samping yang ditimbulkan.
Para ahli mencari turunan dari obat yang telah ditemukan untuk dapat
mengurangi efek samping negatif serta mencari efek lain yang sinergis dengan
efek utama obat tersebut. Seperti ciproloxacin yang merupakan antibiotik
kemoterapi sintetis dari kelas obat fluorokuinolon. Ciprofloxacin adalah
fluoroquinolone generasi kedua antibakteri. Membunuh bakteri dengan
mengganggu dengan enzim yang menyebabkan DNA untuk mundur setelah
disalin, yang menghentikan sintesis DNA dan protein.
Di Indonesia penggunaan antibiotik fluorokuinolon diantaranya
siprofloksasin cukup tinggi. Selama tahun 2012 sampai 2014, siprofloksasin
merupakan antibiotik ketiga yang paling banyak digunakan baik di Puskesmas
maupun di Rumah Sakit.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mengungkapkan proporsi
penduduk Indonesia yang menyimpan antibiotik di rumah sekitar 10% dan
86,1% di antaranya diperoleh tanpa resep. Antibiotik di antaranya siprofloksasin
banyak digunakan masyarakat untuk swamedikasi. Praktisi kesehatan dan
masyarakat banyak menggunakan siprofloksasin karena nyaman digunakan,
hanya satu atau dua kali sehari, sehingga antibiotik ini cepat populer. Salah satu
masalah dalam obat ini adalah penggunaan yang berlebihan. Penelitian yang
dilakukan pada pusat-pusat kesehatan di Amerika Serikat menunjukkan sekitar
31% pemberian fluorokuinolon tidak diperlukan.
Penelitian yang dilakukan di rumah sakit pendidikan di Perancis
menunjukkan, 51% peresepan fluorokuinolon tidak sesuai dengan pedoman
institusi. Seperti obat-obat pada umumnya, antibiotik di antaranya golongan
fluorokuinolon dapat memberikan efek samping yang serius, dan sebagian efek
samping tersebut baru terlihat jelas setelah digunakan beberapa ribu orang.
Beberapa antibiotik fluorokuinolon telah ditarik dari peredaran karena
mempunyai efek samping yang serius, di antaranya temafloksasin (1992),
gatifloksasin (2006), dan travofloksasin (1999).
Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa ciprofloxacin mempunyai efek
lain selain antibiotik yaitu efek anti inflamasi yang dapat dikatakan bahwa
penggunaan obat ganda dapat dihindari pada kasus yang tidak terlalu berat.
Sehingga efek yang ditimbulkan tidak terlalu banyak. Selain efek anti inflamasi,
ciprofloxacin juga dapat digunakan untuk mengatasi bakteri yang resisten
terhadap antibiotika lain misalnya aminoglikosida, penisilin, sefalosporin dan
tetrasiklin. Ciprofloxacin juga efektif terhadap bakteri gram-negatif dan gram-
positif.

II. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana Penjelasan Tentang antibiotik Ciprofloxasin?
2. Bagaiaman Struktur Kimia Ciprofloxasin?
3. Bagaimana Hubungan Kuantitatif Struktur Aktifitas Ciprofloxasin?
4. Bagaiaman Analisa Kualitatif Ciprofloxasin?

III. TUJUAN PENULISAN


Makalah ini dibuat untuk mengetahui:
1. Mengetahui penjelasan tetang antibiotik Ciprofloxasin
2. Mengetahui Struktur Kima Ciprofloxasin
3. Mengatahui Hubungan Kuantitatif Struktur Aktifitas Ciprofloxasin
4. Mengetahui Analisa Kualitatif Ciprofloxasin.
BAB II

PEMBAHASAN

I. FARMAKOLOGI
Antibiotik fluorokuinolon (kuinolon) pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1960. Kuinolon yang pertama, yaitu asam nalidiksat memiliki
keterbatasan oleh karena aktivitas intrinsik yang rendah dan cepatnya terjadi
resistensi. Penambahan fluor pada molekul kuinolon menghasilkan
fluorokuinolon - pertama kali diperkenalkan sebagai siprofloksasin pada 1987 –
yang memiliki spektrum lebih luas terhadap bakteri gram negatif, namun
aktivitas terhadap gram positif lemah, terutama terhadap Streptococcus
pneumoniae.

a. Sifat Fisiko-Kimia dan Rumus Kimia Obat


 Rumus Kimia : 1-cyclopropyl-6-fluoro-1, 4-dihydro-4-oxo-7-(1-
piperazinyl)-3-quinolinecarboxylic acid C17H18FN3O3HCl.H2O

 Sifat Fisiko-kimia : Ciprofloxacin hidroklorida merupakan serbuk


dengan kekuningan – hingga berwarna kuning. Mempunyai kelarutan 36
mg/mL dalam air pada suhu 25°C. pKa obat 6 dan 8.8. Ciprofloxacin
laktat merupakan sediaan ciprofloxacin IV. Cairan jernih dan berwarna
kuning cerah. pada kadar 1.2 g yang larut dalam cairan mempunyai pH
3.3-3.9. ciprofloxacin dalam sediaan larutan dekstrosa 5% mempunyai
pH 3.5 – 4.6

b. Farmasi Umum

Dosis
ANAK-ANAK:
Oral:
o Infeksi saluran urin atau pyelofritis: anak 1-17 tahun: 20-30
mg/kg/hari terbagi dalam 2 dosis terpisah (setiap 12 jam) untuk
10-21 hari. Maksimal 1.5 g/hari.

o Cistitis fibrosis: anak 5-17 tahun; 40 mg/kg/hari dalam dosis


terbagi setiap 12 jam, pemberian selama 1 minggu

Injeksi:
o infeksi saluran urin komplikasi pada anak 5-17 tahun: 6-10 mg/kg
setiap 8 jam untuk 10-21 hari (maksimum 400 mg/dosis)

o Cistitis fibrosis:anak 5-17 tahun; 30 mg/kg/hari dalam dosis


terbagi setiap 8 jam untuk satu minggu.

DOSIS DEWASA:
Oral:
 Untuk infeksi saluran kemih :
o Ringan sampai sedang : 2 x 250 mg sehari
o Berat : 2 x 500 mg sehari
o Untuk gonore akut cukup pemberian dosis tunggal 250
mg sehari

 Untuk infeksi saluran cerna :


o Ringan / sedang / berat : 2 x 250 mg sehari

 Untuk infeksi saluran nafas, tulang dan sendi kulit dan jaringan
lunak :
o Ringan sampai sedang : 2 x 500 mg sehari
o Berat : 2 x 750 mg sehari
o Untuk mendapatkan kadar yang adekuat pada
osteomielitis maka pemberian tidak boleh kurang dari2 x
750 mg sehari
o Dosis untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal : Bila
bersihan kreatinin kurang dari 20 ml/menit maka dosis
normal yang dianjurkan harus diberikan sehari sekali atau
dikurangi separuh bila diberikan 2 x sehari.
Lamanya pengobatan tergantung dari beratnya penyakit.
Untuk infeksi akut selama 5-10 hari biasanya pengobatan selanjutnya
paling sedikit 3 hari sesudah gejala klinik hilang.

Preparat
Bactiprox, Baquinor, Bernoflox, Bidiprox, Cetafloxo, Ciflos, Ciprec,
Ciproxin, Civell, Coroflox, Corsacin, Cylowam, Disfabac, Etacin,
Floksid, Floxbio, Floxifar, Floxigra, Girabloc, Interflox, Isotic Renator,
Jayacin, Kifarox, Lapiflox, Licoprox, Meflosin, Mensipox, Nilafolx,
Poncoflox, Proxcip, Proxitor, Qinox, Quamiprox, Qidex, Quinobiotic,
Renator, Rindoflox, Scanax, Siflox, Tequinol, Vidintal, Viflox,
Vioquin, Violinol, Wiaflox, Ximex Cylowam, Zumaflox

c. Farmakologi Umum
Ciprofloxacin merupakan antibiotik golongan fluorokuinolon,
bekerja dengan cara mempengaruhi enzim DNA gyrase pada bakteri.
Ciprofloxacin adalah antibiotik untuk bakteri gram positif dan negatif
yang sensitif.
Bakteri gram positif yang sensitif : Enterococcus faecalis,
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermis, Streptococcus
pyogenes.
Bakteri negatif yang sensitif : Campylobacter jejuni, Citrobacter
diversus, Citrobacter freundii, Enterobacter cloacae, Escherichia coli,
Haemophilus influenzae, Klebsiela pneumoniae, morganella morganii,
Neisseria gonorrheae, Proteus mirabilis, Proteus vulgaris, Providencia
rettgeri, Providencia stuartii, pseudomonas aeruginosa, Salmonella
typhii, Serratia marcescens, Shigella flexneri, Shigella sonnei.
Gambar1. Struktur kimia siprofloksasin

Indikasi
Untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang sensitif
terhadap Ciprofloxacin seperti :
 lnfeksi saluran Kemih termasuk prostatitis
 Uretritis dan servisitis gonore
 Infeksi saluran cerna, termasuk demam tifoid yang disebabkan oleh
S. typhi
 lnfeksi saluran nafas, kecuali pneumonia akibat streptococcus.
 Infeksi kulit dan jaringan lunak.
 Infeksi tulang dan sendi.

Bentuk Sediaan
Antibiotika ini tersedia dalam bentuk tablet dengan kandungan
Spirofloksasin 250 mg, 500 mg, 750 mg bahkan ada yang 1.000 mg. Juga
tersedia dalam bentuk infus dengan kandungan Spirofloksasin 200 mg/100
ml.

Gambar 2. Tablet siprofloksasin 250 mg


Gambar 3 Kaptab siprofloksasin 500 mg Gambar 4 Infus siprofloksasin

Kontra Indikasi
1. Penderita yang hipersensitivitas terhadap siprofloksasin dan derivat
quinolone lainnya
2. tidak dianjurkan pada wanita hamil atau menyusui,anak-anak pada
masa pertumbuhan,karena pemberian dalam waktu yang lama dapat
menghambat pertumbuhan tulang rawan.
3. Hati-hati bila digunakan pada penderita usia lanjut
4. Pada penderita epilepsi dan penderita yang pernah mendapat
gangguan SSP hanya digunakan bila manfaatnya lebih besar
dibandingkan denag risiko efek sampingnya.

II. FARMAKODINAMIK
Mekanisme Kerja Obat
Ciprofloxacin bekerja dengan cara menghambat subunit A pada DNA-
gyrase (topoisomerase) yang merupakan bagian esensial dalam proses sintesa
DNA bakteri. Karena mekanisme kerjanya yang spesifik, maka tidak terjadi
resistensi paralel dengan antibiotika lain yang bukan golongan kuinolon
karboksilat.
Oleh karena itu obat ini juga sangat efektif untuk kuman yang sudah resisten
terhadap obat antibiotika lain seperti Amino-glikosida, Penisilin, Sefalosporin
dan Tetrasiklin.
III. FARMAKOKINETIK
Absorpsi siprofloksasin oral diserap dengan baik melalui saluran cerna.
Bioavailabilitas absolut adalah sekitar 70%, tanpa kehilangan yang bermakna
dari metabolisme fase pertama. Berikut ini adalah konsentrasi serum maksimal
dan area di bawah kurva (area under the curve, AUC) dari siprofloksasin yang
diberikan pada dosis 250 ~ 1000 mg.

Konsentrasi serum maksimal dicapai 1 sampai 2 jam setelah dosis oral.


Konsentrasi rata-rata 12 jam setelah dosis 250, 500 dan 750 mg adalah 0,1; 0,2
dan 0,4 mg/mL.

Distribusi ikatan siprofloksasin terhadap protein serum adalah 20-40%


sehingga tidak cukup untuk menyebabkan interaksi ikatan protein yang
bermakna dengan obat lain. Setelah administrasi oral, siprofloksasin
didistribusikan ke seluruh tubuh. Konsentrasi jaringan seringkali melebihi
konsentrasi serum, terutama di jaringan genital, termasuk prostat. Siprofloksasin
ditemukan dalam bentuk aktif di saliva, sekret nasal dan bronkus, mukosa sinus,
sputum cairan gelembung kulit, limfe, cairan peritoneal, empedu dan jaringan
prostat.14,15 Siprofloksasin juga dideteksi di paru-paru, kulit, jaringan lemak,
otot, kartilago dan tulang. Obat ini berdifusi ke cairan serebro spinal, namun
konsentrasi di CSS adalah kurang dari 10% konsentrasi serum puncak.
Siprofloksasin juga ditemukan pada konsentrasi rendah di aqueous humor dan
vitreus humor. Empat metabolit siprofloksasin yang memiliki aktivitas
antimikrobial yang lebih rendah dari siprofloksasin bentuk asli telah
diidentifikasi di urin manusia sebesar 15% dari dosis oral.
Ekskresi Waktu paruh eliminasi serum pada subjek dengan fungsi ginjal
normal adalah sekitar 4 jam. Sebesar 40-50% dari dosis yang diminum akan
diekskresikan melalui urin dalam bentuk awal sebagai obat yang belum diubah.
Ekskresi siprofloksasin melalui urin akan lengkap setelah 24 jam . Dalam urin
semua fluorokuinolon mencapai kadar yang melampaui konsentrasi hambat
minimal (KHM) untuk kebanyakan kuman patogen selama minimal 12 jam.
Klirens ginjal dari siprofloksasin, yaitu sekitar 300 mL/menit, melebihi laju
filtrasi glomerulus yang sebesar 120 mL/menit. Oleh karena itu, sekresi tubular
aktif memainkan peran penting dalam eliminasi obat ini. Pemberian
siprofloksasin bersama probenesid berakibat pada penurunan 50% klirens renal
siprofloksasin dan peningkatan 50% pada konsentrasi sistemik.

IV. TOKSISITAS
 Efek Samping

Efek terhadap saluran cerna:

 Mual, diare, muntah, gangguan pencernaan, dispepsia, nyeri


abdomen, flatulensi, anoreksia, disfagia. Kalau terjadi diare berat
atau persisten selama atau sesudah pengobatan, segera konsultasi
pada dokter karena gejala tersebut mungkin menutupi kelainan
yang lebih serius (kolitis pseudomembran) yang memerlukan
tindakan segera. Kalau ini terjadi, pemberian ciprofloxacin harus
segera di hentikan dan diganti dengan obat lain yang lebih
sesuai(misal Vancomycin per 4 x 250 mg sehari). Obat-obat yang
menghambat perisialtik merupakan kontraindikasi.
Efek terhadap sistem saraf

 Pusing,sakit kepala, rasa letih, insomnia, agitasi, tremor, sangat


jarang : paralgesia perifer, berkeringat, kejang, ansietas, mimpi
buruk, konfusi, depresi, halusinasi, gangguan pengecapan dan
penciuman, gangguan penglihatan (misal penglihatan ganda,
warna-warni). Reaksi kadang-kadang timbul setelah pemberian
ciprofloxacin untuk pertama kalinya. Dalam hal lni ciprofloxacin
harus segera dihentikan dan segera konsultasi pada dokter.

Reaksi hipersensitifitas

 Reaksi kulit seperti kemerahan pada kulit, pturitus, drug fever.


Reaksi anafilaktik / anafilaktoid (seperti edema pada wajah,
vaskuler dan laring, dispnea yang bertambah berat sehingga
terjadi syok yang mengancam jiwa). Dalam hal ini ciprofloxacin
segera dihentikan, tindakan kedaruratan medis (misal mengatasi
syok) harus segera dilakukan.

Efek terhadap renal/urogenital

 Nefritis interstisial, gagal ginjal, termasuk gagal ginjal yeng


transient (sementara), poliura, retensi urine, pendarahan uretheral,
vaginitis dan asiodosis releosiife.

Efek terhadap hati

 Hepatitis, sangat jarang : kelainan hati yang luas seperti nekrosis


hati.

Efek terhadap sistem kardiovaskuler

 Jarang : takikardia, palpitasi, atrial flutter, ventricular ectopy,


sinkope, hipertensi, angina pektoris, infark miokardial,
cardiopulmonary arrest, cerebral thrombosis, wajah merah
dan panas, migrain, pingsan.
Lain-lain
Jarang : nyeri sendi, lemas seluruh tubuh, nyeri otot, tendovaginitis,
fotosensitifitas ringan, tinnitus, gangguan pendengaran terutama
untuk frekuensi tinggi, epistaksis, laryngeal atau pulmonary edema,
hemoptisis, bronchospasm, pulmonary embolism.

Efek pada darah

 Eosinofilia, leukositopenia, leukositosis, anemia granulositopenia.


Sangat jarang : trombositopenia, trombositosis, kelainan
protrombin.

Efek pada nilai laboratorium/deposit urin

 Kadar transminase dan alkali fosfatase dalam darah mungkin


meningkat untuk sementara: ikterus kolestatik dapat terjadi
terutama pada pasien yang pernah mengalami kelainan;peningkatan
kadar urea, kreatinin dan bilirubin darah seara transient
(sementara); hiperglikemia;pada kasus tertentu: Kristal uria dan
hematuria.

 Interaksi Obat
Siprofloksasin sediaan tablet bila diberikan bersama makanan, akan
mengalami terjadi keterlambatan absorpsi, sehingga konsentrasi puncak
baru akan dicapai 2 jam setelah pemberian.
Pada siprofloksasin sediaan suspensi, tidak terjadi keterlambatan
absorpsi bila diberikan bersama makanan sehingga konsentrasi puncak
dicapai dalam 1 jam. Bila diberikan bersama dengan antasid yang
mengandung magnesium hidroksida atau aluminium hidroksida dapat
mengurangi bioavailabilitas siprofloksasin secara bermakna.

V. Spektrum Antibakteri Siprofloksasim


Siprofloksasin bersifat bakterisid, terutama aktif terhadap bakteri gram
negatif dan memiliki aktivitas lemah terhadap gram positif.

VI. Penggunaan Siprofloksasin yang Dianjurkan


Berikut ini merupakan keadaan dimana penggunaan siprofloksasin
memiliki tempat, baik sebagai lini pertama maupun lini kedua.

 Infeksi Saluran Kemih tanpa Komplikasi


Kebanyakan infeksi saluran kemih (ISK) tanpa komplikasi terjadi pada
wanita dengan kehidupan seksual aktif. Escerichia coli merupakan
penyebab terbanyak, diikuti oleh Staphylococcus saprophyticus. Terapi
standar yang digunakan selama ini adalah trimetoprim-sulfametoksazol,
namun E. coli mengalami peningkatan resistensi terhadap obat ini, sehingga
siprofloksasin mulai menjadi pilihan utama untuk infeksi saluran kemih
tanpa komplikasi.
McCarty (1999) melakukan studi untuk membandingkan siproflokasin
(Cipro) 100 mg dua kali sehari, ofloksasin (Floxin) 200 mg dua kali sehari
dan trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim, Septra) 160/800 mg dua kali
sehari dan menemukan bahwa ketiganya memiliki efektivitas yang
sebanding dalam tatalaksana ISK tanpa komplikasi.
Studi lain dari Iravani (1999) membandingkan siprofloksasin 100
mg/dua kali sehari selama 3 hari dengan trimetoprim-sulfametoksazol
160/800 mg/dua kali sehari selama 7 hari, dan nitrofurantoin (Furantadin)
100 mg dua kali sehari. Follow-up setelah 4-6 minggu menunjukkan bahwa
siprofloksasin menghasilkan eradikasi bakteri yang lebih baik.

 Infeksi Saluran Kemih dengan Komplikasi


Fang (1991) melakukan uji klinis acak untuk membandingkan
siprofloksasin dengan aminoglikosid parenteral untuk terapi infeksi saluran
kemih dengan komplikasi. Kriteria inklusi meliputi (1) gejala infeksi
saluran kemih, yaitu disuria, frekuensi dan urgensi, nyeri suprapubik; (2)
konfirmasi mikrobiologik adanya infeksi dengan piuria (≥ 8 leukosit/mm3)
dan bakteriuria ( minimal 105 CFU/mL, yang dideteksi pada spesimen urin
porsi tengah) dan (3) adanya bakteri sensitif in vitro terhadap antibiotik
yang akan diuji. Siprofloksasin 500 mg diberikan setiap 12 jam selama 7-10
hari. Gentamisin merupakan aminoglikosid terpilih, diberikan sebanyak 1-
1,7 mg/kg intramuskular atau intravena setiap 8 jam selama 7 hari, dosis ini
disesuaikan dengan disfungsi ginjal. Alternatif dari gentamisin adalah
tobramisin dan amikasin. Tobramisin dipilih bila patogen penyebab diduga
P. aeruginosa, sedangkan amikasin dipilih bila organisme diduga resisten
terhadap gentamisin.
Parameter yang diukur ada dua, yaitu penyembuhan klinis; didefinisikan
sebagai resolusi gejala pasien dan demam serta penyembuhan bakteriologik
didefinisikan sebagai urin kultur steril. Penilaian klinis maupun
bakteriologis dilakukan dalam jangka pendek (5-9 hari pasca terapi) dan
jangka panjang (28-30) hari pasca terapi. Pada hari ke-5-9 pasca terapi,
didapatkan bahwa respon bakterial siprofloksasin secara signifikan lebih
baik daripada aminoglikosid (p= 0,0005). Namun, pada hari 28-30, angka
respon menjadi sama. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa
siprofloksasin lebih efektif pada infeksi saluran kemih dengan komplikasi
dibandingkan dengan obat standar yaitu aminoglikosid parenteral untuk
pasien dengan bakteri yang relatif resisten.

 Demam Tifoid
Wallace (1993) melakukan uji klinis acak membandingkan seftriakson (3
g, parenteral, 1 kali sehari selama 7 hari) dengan siprofloksasin (500 mg,
diberikan oral dua kali sehari selama 7 hari) untuk terapi demam tifoid
dengan kultur darah positif. Hasilnya, kegagalan klinis ditemukan pada 6
pasien (27%) kelompok seftriakson, sedangkan pada kelompok
siprofloksasin tidak ditemukan (p=0,01). Terapi untuk keenam pasien
tersebut diganti dengan siprofloksasin dan pasien menjadi afebris serta
gejala menghilang dalam 48 jam. Kesimpulan dari studi ini adalah bahwa
siprofloksasin merupakan pilihan terapi yang bermanfaat pada daerah
dimana strain multi resisten mungkin ditemukan.
Girgis (1999) melakukan uji klinis acak pada 123 pasien dewasa dengan
demam dan gejala-gejala demam tifoid tanpa komplikasi dengan tujuan
membandingkan efikasi klinis dan bakteriologis dari azitromisin dan
siprofloksasin untuk demam tifoid. Resistensi multi obat terhadap ampisilin,
kloramfenikol dan trimetoprim-sulfametoksazol ditemukan pada 21 isolat
dari 64 pasien dengan kultur positif. Dari ke-64 pasien ini, 36 menerima
azitromisin oral 1 g 1x sehari pada hari pertama, dilanjutkan 500 mg oral 1
x sehari selama 6 hari berikutnya. Sebanyak 28 pasien menerima
siprofloksasin 500 mg oral 2x sehari selama 7 hari. Hasilnya menyatakan
bahwa azitromisin dan siprofloksasin sama efektif, baik secara klinis
maupun bakteriologis, untuk terapi demam tifoid yang disebabkan oleh
organisme yang sensitif ataupun S. typhi resisten multi obat.

 Penyakit Menular Seksual


Thorpe (1996) melakukan uji klinis acak tersamar untuk
membandingkan efikasi sefuroksim asetil dengan siprofloksasin untuk
terapi gonore tanpa komplikasi yang disebabkan oleh Neiserria
gonorrhoeae penghasil penisilinase (Penicillinase-producing N.
gonorrhoeae, PPNG). Sebanyak 832 pasien dilibatkan dalam studi ini, 417
pasien diberikan sefuroksim asetil oral dosis tunggal 100 mg; sedangkan
415 pasien lain diberikan siprofloksasin 500 mg oral dosis tunggal. Hasil
dari studi ini menyatakan bahwa terapi sefuroksim asetil oral dosis tunggal
memberikan efektivitas yang sama dengan siprofloksasin oral dosis tunggal
dalam eradikasi PPNG dari laki-laki maupun wanita dengan gonore tanpa
komplikasi (uretral dan endoservikal).
De los Reyes (2001) melakukan uji klinis acak terhadap 105 pekerja seks
komersial di Manila dan Cebu untuk menilai sensitivitas gonokok terhadap
siprofloksasin dan membandingkan efikasi siprofloksasin versus sefiksim
oral untuk terapi gonore yang disebabkan strain resisten atau strain dengan
penurunan sensitivitas terhadap siprofloksasin. Studi yang dilaksanakan
pada kurun waktu 1996-1997 ini merupakan kelanjutan dari studi serupa
yang dilakukan pada Oktober 1994, dimana ditemukan penurunan
sensitivitas atau resistensi siprofloksasin pada 42 (46%) dari 92 isolat
gonokok. Pasien diacak untuk menerima siprofloksasin 500 mg oral dosis
tunggal atau sefiksim 400 mg oral dosis tunggal. Hasilnya, didapatkan
angka resistensi yang lebih besar dari penelitian sebelumnya; 72 (63%) dari
115 isolat memilki KHM siprofloksasin ≥1.0 ug/mL, termasuk di dalamnya
49% dengan MIC ≥4.0 ug/mL. Dari kultur yang dilakukan 28 hari pasca
terapi, diperoleh isolat N. gonorrhoeae pada 24 (32,3%) dari 72 subyek di
kelompok siprofloksasin dan 1 (3,8%) dari 26 subyek yang menerima
sefiksim (p<.01) Studi ini menyatakan bahwa sefiksim (sefalosporin
generasi ketiga) merupakan terapi oral dosis tunggal yang efektif untuk
terapi gonore di Filipina.

 Bronkitis Kronik Ekaserbasi Akut


Pemilihan antimikroba haruslah ditujukan pada patogen yang paling
mungkin Berikut ini merupakan patogen yang sering dijumpai pada
bronkitis kronik ekaserbasi bakterial akut :

Pemilihan antibiotika untuk bronkitis kronik eksaserbasi akut dengan


FEV1 < 35% ditujukan pada kuman yang sering ditemukan yaitu
Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacteriaceae sp. Siprofloksasin dan
levofloksasin merupakan antimikroba yang efektif terhadap P. aeruginosa
dan E. cloacae.

 Bronkiektasis Terinfeksi
Ahmad Widiatmoko (2003) dalam tesisnya menyampaikan bahwa pada
pemeriksaan sputum terhadap 50 penderita bronkiektasis eksaserbasi akut
ditemukan 80,9 % bakteri gram negatif dan 19% diantaranya adalah
Pseudomonas aeruginosa. 28 Di RS Persahabatan periode Januari – Juni
2005 didapatkan bahwa sensitivitas Pseudomonas sp dari sampel sputum
terhadap siprofloksasin sebesar 81,76%, ceftazidime 83,13%, amikasin
86,67%.
Guidelines dari European Respiratory Society (ERS) 2005
merekomendasikan pemilihan antibiotik pada bronkiektasis sebagai berikut

Pasien dikatakan memiliki faktor risiko untuk Pseudomonas aeruginosa


apabila didapati minimal dua dari faktor-faktor berikut : 1) riwayat dirawat
di rumah sakit dalam jangka waktu dekat; 2) sering (lebih dari 4 kali dalam
setahun) atau baru mendapat antibiotik (dalam 3 bulan terakhir); 3) penyakit
berat (FEV1 < 30%) dan 4) Riwayat isolasi P. aeruginosa sewaktu
ekaserbasi atau ditemukan koloni P. aeruginosa pada pasien.

VII. Penggunaan Siprofloksasin yang Bukan Merupakan Pilihan Utama


Penggunaan siprofloksasin yang tidak tepat, baik dalam hal indikasi, dosis,
durasi pemberian telah mengakibatkan resistensi berbagai bakteri terhadap
siprofloksasin. Berikut ini merupakan keadaan-keadaan dimana siprofloksasin
tidak dianjurkan sama sekali ataupun tidak dianjurkan sebagai terapi lini
pertama:
 Infeksi Akut Saluran Nafas Atas
Siprofloksasin merupakan fluorokuinolon pertama yang digunakan
secara ekstensif untuk mengatasi infeksi respiratorik yang diperoleh dari
komunitas. Selain dari aktivitas yang sangat baik terhadap patogen
respiratorik tipikal seperti Haemophilus influenzae dan Moraxella
catarrhalis, siprofloksasin juga menunjukkan penetrasi yang tinggi ke
dalam jaringan paru dan cairan tubuh, memiliki efikasi klinis dan keamanan
yang baik serta dosis dua kali sehari yang meningkatkan kepatuhan pasien.
Siprofloksasin terutama efektif terhadap bakteri gram negatif, sedangkan
penggunaan siprofloksasin untuk bakteri gram positif amat terbatas.
Siprofloksasin menunjukkan potensi yang lemah melawan Streptococcus
pneumoniae, yang merupakan patogen penting pada infeksi respiratorik
komunitas Oleh karena itu, penggunaan siprofloksasin untuk mengobati
infeksi saluran nafas atas akut merupakan suatu penggunaan yang salah dan
berdampak memicu resistensi siprofloksasin.
Pada banyak kasus telah dilaporkan terjadi kegagalan siprofloksasin
yang diberikan sebagai terapi infeksi pneumokok, terutama di saluran nafas,
dan selanjutnya terjadi komplikasi mengancam nyawa. Komplikasi yang
timbul selama terapi siprofloksasin mencakup bakteremia pneumokok,
meningitis dan artritis. Pada beberapa kasus juga dilaporkan bahwa
penggunaan siprofloksasin untuk mengobati infeksi gram negatif diikuti
oleh superinfeksi dengan S. pneumoniae.

 Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)


Pada OMSK telah terjadi banyak perubahan-perubahan yang menetap
sehingga resolusi spontan sangat sulit terjadi. Telah terjadi gangguan
vaskularisasi di telinga tengah sehingga antibiotik secara sistemik sukar
mencapai sasaran dengan optimal. Yusra (2004) melakukan penelitian
gambaran jenis kuman dan kepekaan antibiotik terhadap otitis media
supuratif kronik tipe benigna dan maligna. Didapatkan bahwa kuman aerob
yang terbanyak ditemukan adalah Pseudomonas aeruginosa, diikuti dengan
Stafilokokus aureus pada OMSK benigna dan Proteus sp pada OMSK
maligna.
Dilaporkan bahwa sensitivitas P. aeruginosa terhadap siprofloksasin
mencapai 93,1%.39 Mengingat bahwa patogen pada OMSK adalah
terutama gram negatif, yaitu Pseudomonas aeruginosa yang tidak sensitif
terhadap antibiotik “klasik” seperti penisillin G, amoksisilin, eritromisin,
tetrasiklin dan kloramfenikol, maka pemilihan antibiotik sebaiknya melihat
keadaan kasus per kasus. Bila diduga ada kuman anaerob dapat dipilih
metronidazol, klindamisin, atau kloramfenikol. Bila sukar menentukan
kuman penyebab, dapat dipakai campuran trimetoprim+sulfametoksazol
atau amoksisilin+klavulanat. Pada penderita berusia lebih dari 18 tahun
dapat dipilih siprofloksasin atau ofloksasin. Obat tetes dapat dipakai sebagai
obat tunggal lini pertama, pilihan utama adalah ofloksasin, baik pada orang
dewasa atau anak.

 Rinosinusitis
Siprofloksasin tidak diindikasikan sebagai terapi lini pertama. Untuk
sinusitis kronik, siprofloksasin dapat digunakan sebagai antibiotik alternatif
bila tidak ada perbaikan dengan antibotik lini pertama. (Level of evidence
IV) Penelitian yang dilakukan oleh Nash dan Wald mendapatkan bahwa
S.pneumonia merupakan kuman terbanyak pada sinusitis pada semua usia,
dengan persentase 30-40% isolat, diikuti oleh H. influenza dan M.
catarrhalis masing-masing 20 % kasus.
Siprofloksasin memiliki aktivitas yang sangat baik melawan H.
influenzae dan M. catarrhalis, namun rasio AUC-MIC untuk S. pneumoniae
hanya 10-20, dimana target rasio AUC-MIC fluorokuinolon terhadap S.
pneumoniae berkisar 25-30. Siprofloksasin dikombinasi dengan terapi
untuk gram positif (misalnya, klindamisin) dapat juga digunakan untuk
rinosinusitis.

 Infeksi Tenggorok
Sebagian besar penyebab tonsilofaringitis adalah bukan bakteri, maka
pemberian antibiotik secara empirik seharusnya tidak dilakukan. Sedangkan
untuk tonsilofaringitis bakterial, kuman penyebab sebagian besar gram
positif. Antibiotik tidak perlu diberikan pada anak dengan tonsilofaringitis
bila kuman Streptokokus grup A tidak didapatkan atau tidak sesuai dengan
kriteria klinik untuk infeksi bakterial. Penisilin tetap merupakan obat
pilihan untuk mengobati tonsilofaringitis bakterialis, khususnya bila
disebabkan oleh Streptokokus grup A.
Pedoman dari Bagian THT FKUI-RSCM menyatakan bahwa lini
pertama adalah penisilin, sedangkan alternatifnya adalah eritromisin dan
klindamisin.

VIII. Interaksi Siprofloksasin dengan Obat Lain yang Berdampak Negatif


 Interaksi Siprofloksasin dengan Antasid
Siprofloksasin sering menimbulkan gangguan gastrointestinal, seperti
mual, kembung, dan muntah sehingga para dokter sering memberikan
siprofloksasin bersama dengan antasid untuk meredakan keluhan-keluhan
tersebut. Pemberikan siprofloksasin bersama antasid dapat menurunkan
bioavailabilitas siprofloksasin secara bermakna. Frost (1992) melakukan
studi untuk membandingkan efek antasida aluminium klorida dan kalsium
karbonat terhadap bioavailabilitas siprofloksasin. Siprofloksasin (Cipro) 750
mg oral diberikan kepada 12 pasien menggunakan desain cross-over acak
tiga cara. Tiga terapi yang diberikan meliputi Cipro sendiri, empat tablet
kalsium karbonat 850 mg diberikan 5 menit sebelum Cipro, dan tablet
aluminium hidroksida 600 mg diberikan 5 menit sebelum Cipro.
Bioavailabilitas Cipro bila diberikan bersama kalsium karbonat adalah
sebesar 60% dari nilai kontrol. Bila diberikan bersama aluminium
hidroksida, bioavailabilitas relatif sekitar 15%. Studi ini menyatakan bahwa
antasid yang mengandung baik aluminium maupun kalsium tidak boleh
diberikan bersama dengan Cipro.

 Interaksi Siprofloksasin dengan Sukralfat


Sukralfat merupakan garam aluminium sakarosa oktasulfat, yang
memiliki efek protektif terhadap mukosa gastrointestinal. Sukralfat dapat
menghambat aktivitas antimikrobial fluorokuinolon melalui ikatan kelasi,
sehingga level maksimum serum dicapai dalam waktu yang lebih lambat dan
konsentrasi serum yang dicapai pun menjadi lebih rendah secara bermakna.
Garrelts (1990) melakukan uji klinis untuk mengevaluasi efek sukralfat
terhadap bioavailabilitas siprofloksasin pada 8 subyek sehat, menggunakan
desain menyilang acak. Sukralfat mengakibatkan area di bawah kurva
konsentrasi-waktu pada 0-12 jam menurun dari 8,8 menjadi 1,1 ug.h/ml
(p<0,005). Konsentrasi serum maksimum siprofloksasin juga menurun dari
2.0 menjadi 0.2 ug/ml (p<0,005). Hasil dari studi ini menyimpulkan bahwa
pemberian sukralfat menurunkan konsentrasi serum secara bermakna. Oleh
karena itu, siprofloksasin dan sukralfat tidak boleh diberikan bersamaan.

 Interaksi Siprofloksasin dengan Teofilin


Batty KT melakukan uji klinis untuk mengevaluasi mekanisme interaksi
antara siprofloksasin dan teofilin pada sembilan subyek sehat. Subyek
diberikan teofilin 3,4 mg/kg pada 60 jam sebelum dan setelah pemberian
siprofloksasin 500 mg 2x/hari. Hasilnya, siprofloksasin mengurangi klirens
oral teofilin sebesar 19%. Penulis ini menyatakan bahwa variabilitas inter-
individual dalam hal inhibisi metabolisme teofilin oleh siprofloksasin dapat
disebabkan oleh perbedaan kadar ekspresi CYP1A2 dan/atau derajat inhibisi
CYP1A2 dan CYP3A4 hepar.
Siprofloksasin menghambat enzim mikrosom hepar yaitu sitokrom
P450IA2 (CYPIA2)77 dan makrolid seperti eritromisin dan klaritromisin
menghambat CYPIIIA4. Kedua enzim tersebut berperan pada metabolisme
teofilin sehingga inhibisi kedua jalur metabolik tersebut akan mengakibatkan
penurunan klirens teofilin dan berdampak pada peningkatan area di bawah
kurva teoflilin. Namun, efek ini dilaporkan kecil bila teofilin hanya
diberikan bersama siprofloksasin.
Gillum (1996) melakukan uji klinis desain menyilang empat periode
pada 5 orang dewasa untuk membandingkan efek siprofloksasin,
klaritomisin, dan kombinasi dari kedua obat tersebut terhadap
farmakokinetik teofilin. Rejimen terapi yang diberikan adalah sebagai
berikut:
1) siprofloksasin 500 mg + teofilin 400 mg pada hari ke-6,
2) klaritromisin 1000 mg + teofilin 400 mg pada hari ke-6,
3) siprofloksasin + klaritromisin + teofilin pada hari ke-6, dan
4) teofilin dosis tunggal pada hari ke-6.
Walaupun tidak ada periode washout di antara rejimen terapi, terdapat
jarak 1 minggu antara tiap dosis teofilin, yang dianggap cukup untuk
menghilangkan efek residu. Kadar teofilin dalam darah diperiksa pada 0
(dasar); 0,25; 0,50; 1,0; 2,0; 4,0; 6,0; 8,0; 12,0; 24,0; 36,0 dan 46 jam.
Hasilnya, area di bawah kurva konsentrasi-waktu untuk teofilin selama
terapi kombinasi tidak berbeda dengan bila diberikan siprofloksasin saja.
BAB III
ANALISA KUALITATIF

ANALISIS KADAR SIPROFLOKSASIN DALAM SEDIAAN TABLET DENGAN


METODE SPEKTROSKOPI NEAR-INFRARED DAN KEMOMETRIK

Abstrak
Siprofloksasin adalah antibiotik golongan kuinolon kelompok fluorokuinolon
yang bekerja dengan menghambat enzim topoisomerase II (DNA gyrase) dan
topoisomerase IV pada bakteri. Siprofloksasin efektif digunakan dalam terapi infeksi
saluran kemih, infeksi saluran napas maupun infeksi saluran pencernaan. Pada
penelitian ini dilakukan penetapan kadar siprofloksasin dengan menggunakan instrumen
Near-Infrared (NIR) karena bersifat non destruktif, lebih ekonomis dan praktis.
Penetapan kadar dengan metode spektroskopi Near-Infrared memerlukan suatu analisis
data multivariat (kemometrik) untuk mengekstrak informasi yang diperlukan dari
spektrum inframerah NIR. Tehnik yang digunakan dari metode kemometrik untuk
analisis kuantitatif dan analisis kualitatif dalam penelitian ini masing-masing adalah
Partial Least Square (PLS) dan Linear Discriminant Analysis (LDA). Metode
pembanding yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode spektrofotometri UV-
Vis yang telah divalidasi. Berdasarkan hasil penelitian, model PLS memberikan hasil
yang baik dengan nilai R2 kalibrasi sebesar 0.9906817; R2 validasi internal sebesar
0.9892007; RMSEC sebesar 0,6340431 dan RMSECV sebesar 0,683898. Validasi
model juga memberikan nilai yang baik dengan R2 LOOCV sebesar 0,9950923 dan R 2
2-Fold-Cross-Validation (test set) sebesar 0,9902357, sedangkan model klasifikasi LDA
yang digunakan pada pengkategorian antara matriks dengan sampel yang mengandung
siprofloksasin memiliki akurasi sebesar 100%. Hasil penetapan kadar sampel yang
diperoleh dari dua metode berbeda ini kemudian diuji dengan Uji T Dua Sampel
Berpasangan dan dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar yang diperoleh tidak memiliki
perbedaan yang bermakna.

Pendahuluan

Pemeriksaan mutu obat mutlak diperlukan di bidang farmasi agar obat dapat
sampai pada targetnya dengan kadar yang tepat, sehingga dapat memberikan efek terapi
yang dikehendaki. Makna tersebut akan bertambah penting apabila obat yang
digunakan dalam terapi adalah golongan antibiotik karena penggunaan antibiotik yang
terlalu sering, irasional, berlebihan dan digunakan dalam jangka panjang dapat memicu
resistensi. Siprofloksasin adalah antibiotik golongan kuinolon yang masuk dalam
kelompok florokuinolon. Siprofloksasin dapat digunakan untuk terapi prostatitis
bakterial akut maupun kronis karena dapat mencapai kadar yang cukup tinggi di
jaringan prostat.

Rujukan menjelaskan bahwa produk tablet siprofloksasin yang beredar di pasaran


adalah 250 mg, 500 mg dan 750 mg. Kadar siprofloksasin dalam produk harus dijamin
tepat untuk mempertahankan mutu sesuai yang diinginkan produsen sehingga
pengawasan mutu perlu dilakukan. Hal ini penting diperhatikan mengingat tablet
siprofloksasin dosis tunggal dengan kadar yang berlebih dapat menimbulkan
berbagai efek samping dan resistensi. Persyaratan kadar untuk sediaan siprofloksasin
menurut USP 30 yaitu mengandung siprofloksasin tidak kurang dari 90,0% dan tidak
lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Dalam penelitian ini akan
dilakukan pengembangan dan validasi metode analisis penetapan kadar siprofloksasin
dalam sediaan tablet menggunakan metode spektroskopi NIR dan kemometrik. NIR
merupakan salah satu instrumen dalam analisis farmasetika yang dikenal secara
luas digunakan untuk pengujian bahan baku, proses monitoring dan kontrol kualitas.
Spektrum yang dihasilkan oleh NIR tidak dapat diekstrak dan digali informasinya
secara langsung sehingga untuk mengekstrak informasi spektrum yang diperlukan dan
menggunakan informasi spektrum tersebut untuk aplikasi kualitatif dan kuantitatif
diperlukan metode analisis data multivariat. Metode statistik multivariat sering
disebut dengan metode kemometrik. Metode kemometrik merupakan salah satu cara
untuk memperoleh informasi penting mengenai objek tertentu pada data dengan
menggunakan tehnik statistik atau matematika. Analisis kemometrik dengan teknik
Partial Least Square (PLS) dan Linear Discriminant Analysis (LDA) merupakan
teknik kalibrasi multivariat yang bisa digunakan untuk penentuan multikomponen.

NIR kini menjadi penting dalam analisis sampel farmasetika dikarenakan


ketangguhan (robustness) yang sangat menonjol dari instrumen tersebut. Berbagai
keuntungan dari NIR dibandingkan dengan metode lain yang masih tradisional
diantaranya adalah cepat, sedikit atau tidak memerlukan preparasi, memiliki kapasitas
pengukuran terpisah (menggunakan probe serat optik), dapat memprediksi sifat
fisika kimia dari sebuah spektra tunggal, dan dapat menganalisis sampel yang utuh
sehingga sampel dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. Dari berbagai keuntungan
diatas maka NIR dapat menjadi alternatif dalam penetapan kadar siprofloksasin dari
metode- metode yang sudah ada. Sebagai metode pembanding digunakan metode
spektrofotometri UV-Vis yang telah banyak digunakan dalam penetapan kadar
siprofloksasin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi model PLS
yang efektif untuk mendeteksi kadar siprofloksasin dan menentukan hasil pembentukan
model klasifikasi siprofloksasin berdasarkan spektrum inframerahnya menggunakan
LDA, mengaplikasikan metode NIR (Near Infrared) dan kemometrik yang telah
dikembangkan untuk menentukan kadar siprofloksasin dalam sediaan tablet
siprofloksasin yang beredar di pasaran dan mengetahui kesesuaian hasil yang diperoleh
dari metode Near-Infrared (NIR) jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari
metode pembanding.
Metode Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
 Spektrofotometer UV-Vis (Hitachi),
 spektroskopi Near Infra-Red Brimrose Luminar 3070,
 perangkat lunak Brimrose, perangkat lunak Prospect,
 perangkat lunak The Unscrambler X 10.2 (Camo),
 perangkat lunak Validation Method of Analysis versi 1.03,
 alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis (Pyrex),
 kuvet,
 neraca analitik (Sartorius),
 botol,
 ball pipet,
 pipet tetes,
 keranjang alat,
 lemari pendingin,
 batang pengaduk,
 mortir,
 stamper,
 bejana ultrasonik,
 ayakan B-60,
 pot plastik dan
 kertas tisu.

Bahan-bahan yang digunakan dalam melakukan penelitian ini meliputi:


 standar siprofloksasin (Bernofarm),
 sampel obat siprofloksasin generik dan paten dari berbagai pabrik,
 aquadest,
 NaOH p.a (Brataco Chemika), dan
 sampel pengisi tablet dari Brataco Chemica, yaitu amilum
(pharmaceutical grade),
 laktosa (pharmaceutical grade) dan
 avicel (pharmaceutical grade).

Sampel training set, test set dan sampel nyata dalam penelitian ini adalah
sediaan tablet siprofloksasin (generik dan paten) yang dipilih berdasarkan mayoritas
ketersediaannya di apotik yang dikumpulkan berdasarkan tehnik pengambilan sampel
Purposive Sampling. Teknik ini juga berlaku dalam pengambilan sampel bahan pengisi
tablet (matriks), dimana matriks yang dipilih adalah pengisi sediaan tablet yang umum
digunakan dan tersedia di laboratorium. Sejumlah 20 tablet dari seluruh sampel training
set, test set dan sampel nyata (paten dan generik), yang digunakan masing-masing
ditimbang dan dihitung berat rata-ratanya, kemudian masing-masing tablet digerus
sampai halus dan diayak dengan ayakan B-60, setelah itu disimpan dalam pot plastik
yang telah diberi label. Sampel training set, test set dan sampel nyata yang telah
dipreparasi tersebut kemudian ditentukan data spektrumnya dengan instrumen
spektroskopi Near Infra-Red Luminar 3070 dan diolah lebih lanjut untuk pembuatan
model kalibrasi dan klasifikasi dengan tehnik kemometrik menggunakan perangkat
lunak The Unscrambler X 10.2.
Instrumen yang digunakan sebagai metode pembanding dalam penelitian ini
adalah spektrofotometer UV-Vis. Penetapan kadar training set, test set dan sampel nyata
dilakukan setelah metode pembanding ini divalidasi melalui tahapan linieritas, batas
deteksi dan batas kuantitasi, presisi dan akurasi. Preparasi standart siprofloksasin
maupun ekstrak sampel yang digunakan dalam validasi metode spektrofotometri UV-
Vis dibuat dalam larutan dengan sejumlah konsentrasi tertentu menggunakan pelarut
NaOH p.a 0,1 N. Metode yang telah divalidasi kemudian dapat digunakan dalam
penetapan kadar, penetapan kadar ini dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu
pembuatan kurva kalibrasi yang disesuaikan dengan kurva kalibrasi pada uji linieritas.
Selanjutnya dilakukan preparasi sampel dengan menimbang X mg sampel sehingga
mengandung 25 mg siprofloksasin, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, dilarutkan
dengan sebagian pelarut, diultrasonik dan ditambah pelarut sampai tanda batas, kocok
homogen. Sejumlah tertentu sampel lalu dipipet dan diencerkan dengan pelarut sampai
didapat konsentrasi siprofloksasin sebesar 10 ppm. Konsentrasi sampel selanjutnya
dianalisis dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 272 nm dan
dihitung kadar siprofloksasin dalam masing-masing sampel training set, test set dan
sampel nyata.
Model kalibrasi (training set) untuk analisis kuantitatif dalam penelitian ini
dibentuk dengan teknik analisis multivariat PLS, sedangkan model klasifikasi yang
digunakan dibentuk dengan tehnik analisis multivariat LDA. Masing-masing model
yang telah terbentuk kemudian divalidasi menggunakan dua tehnik validasi silang,
tehnik yang pertama adalah Leave One Out Cross Validation (LOOCV) dengan
mengolah data training set pada perangkat lunak The Unscrambler X 10.2 dan teknik
kedua adalah validasi silang 2-Fold-Cross-Validation (test set) menggunakan sampel
tablet siprofloksasin generik maupun paten yang berbeda merk ataupun nomor batch
dari sampelsampel yang digunakan dalam training set.
Model kalibrasi yang telah dinyatakan valid kemudian diterapkan pada
penetapan kadar sampel nyata dengan instrumen NIR. Kadar yang diperoleh kemudian
dibandingkan dengan kadar yang diperoleh dari metode pembanding. Kadar yang
diperoleh dari kedua metode tersebut kemudian diuji dengan uji T Dua Sampel
Berpasangan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kadar yang diberikan keduanya.

Hasil Penelitian
Berdasarkan tehnik pengambilan sampel Purposive Sampling diperoleh 20
sampel training set yang terdiri dari objek atau sampel yang diketahui
pengkategoriannya dan digunakan untuk membentuk model klasifikasi kemometrik [8],
10 sampel test set yaitu sampel yang telah diketahui pengkategoriannya dan digunakan
untuk mengevaluasi reliabilitas model yang telah dibentuk oleh training set [8], 10
sampel nyata yang ditetapkan kadarnya setelah terbentuk model yang valid dan 3 bahan
pengisi tablet yaitu amilum, avicel dan laktosa. Spektrum yang dihasilkan dari
penentuan data NIR baik untuk standart siprofloksasin, sampel obat yang mengandung
siprofloksasin maupun bahan pengisi tablet ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Spektrum Gabungan (Standart, Obat dan Bahan Pengisi)

Metode spektrofotometri UV-Vis yang digunakan sebagai metode pembanding


telah divalidasi dengan hasil penilaian parameter masing-masing tahapan validasi yang
tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil validasi metode spektrofotometri UV-Vis


Data korelasi hasil pembentukan model kalibrasi dengan analisis multivariat
PLS yang meliputi nilai RMSE dan R 2 disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Data korelasi model kalibrasi

Hasil pembentukan model klasifikasi yang terdiri dari kategori “siprofloksasin”


dan “matriks” dengan analisis multivariat LDA disajikan dalam Gambar 3.

Hasil validasi silang model kalibrasi dan model klasifikasi dengan metode Leave
One Out Cross Validation (LOOCV) dan 2-Fold-Cross-Validation (test set) dapat
dilihat pada Tabel 2.
Kadar yang ditetapkan dengan metode spektroskopi NIR dan metode
spektrofotometri UV-Vis (metode pembanding) dibandingkan dengan kadar yang
tertera pada etiket dan memberikan hasil kadar perolehan kembali (% rekoveri)
seperti yang tertera pada Tabel 3.

Gambar 3. Pemetaan model klasifikasi

Tabel 2. Hasil validasi silang model yang terbentuk


Tabel 3. Hasil % rekoveri pengukuran sampel nyata dibandingkan dengan etiket

Sedangkan untuk model klasifikasi yang diterapkan pada sampel nyata


memberikan hasil % kemampuan prediksi sebesar 100%.

Hasil penetapan kadar dengan menggunakan instrumen dan metode


pembanding ini kemudian dihitung nilai signifikansinya dengan analisis statistik “Uji T
Dua Sampel Berpasangan” untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang bermakna
antara kadar sampel nyata yang ditetapkan dengan spektroskopi NIR terhadap kadar
sampel nyata yang ditetapkan dengan spektrofotometri UV-Vis. Hasil pengolahan
data kadar sampel nyata yang ditetapkan dengan kedua metode tersebut memiliki nilai
signifikansi sebesar 0,249.

Pembahasan

Metode pembanding spektrofotometri UV-Vis yang digunakan dalam penelitian


ini telah divalidasi dengan tahapan-tahapan validasi yang meliputi: linieritas, batas
deteksi dan batas kuantitasi, presisi, dan akurasi. Uji linieritas dilakukan
dengan membuat konsentrasi larutan standar yang berkisar dari 25 % - 200 % dari
konsentrasi uji 10 ppm. Persyaratan penerimaan koefisien korelasi (r) menurut
perangkat lunak Validation Method of Analysis versi 1.03 adalah > 0,99 sementara
syarat penerimaan Vx0 = 0% - 5% dan Xp < nilai x terkecil. Berdasarkan hasil
penilaian terhadap parameter linieritas yang tertera pada Tabel 1 maka metode
spektrofotometri UV-Vis ini dinyatakan linier. Tahapan validasi selanjutnya yaitu
penentuan batas deteksi dan batas kuantitasi dalam penelitian ini menggunakan
analisis data hasil uji linieritas menggunakan standar deviasi dari respon berdasarkan
kemiringan kurva kalibrasi, dimana menurut rujukan nilai Xp pada persamaan kurva
uji linieritas yang diperoleh merupakan nilai batas deteksi sementara nilai batas
kuantitasi diperoleh dari rumus 10/3 x LOD.

Dalam uji presisi, dilakukan pengukuran sebanyak 6 replikasi pada konsentrasi


100% dari konsentrasi uji, yakni konsentrasi 10 ppm. Kemudian dicari %
rekoveri tiap replikasi, lalu dihitung koefisien variasi (KV) dari keenam replikasi.
Penilaian parameter presisi menggunakan spektrofotometri UV-Vis seperti yang
tertera pada Tabel 1 ini dinyatakan presis berdasarkan syarat penerimaan nilai KV
untuk uji presisi yaitu harus ≤ 2,7. Selanjutnya, untuk uji akurasi dalam penelitian ini
digunakan metode standar adisi. Penambahan analit ditentukan dengan menggunakan 3
macam konsentrasi antara 30%-60% kali dari analit yang diperkirakan. Persyaratan
penerimaan % rekoveri adalah 98% - 102% untuk konsentrasi analit ≥ 10% dan KV
≤ 2,7 [12]. Oleh karena memenuhi persyaratan untuk penerimaan nilai KV dan %
rekoveri, maka penilaian parameter akurasi dengan spektrofotometri UV-Vis ini
dinyatakan akurat. Berdasarkan hasil pengujian terhadap parameter-parameter validasi,
yang meliputi linieritas, batas deteksi dan batas kuantitasi, presisi, dan akurasi, metode
analisis kadar siprofloksasin dalam sediaan tablet dengan menggunakan
spektrofotometri UV-Vis ini dinyatakan valid.

Pembentukan model kalibrasi dengan PLS dalam penelitian ini dibentuk dari 175
komposisi set kalibrasi (training set). Seluruh set kalibrasi telah diperoleh data
absorbansinya pada panjang gelombang 850-2300 nm. Pemilihan set data yang

digunakan harus memenuhi spesifikasi berdasarkan nilai R2, RMSEC, dan RMSECV.
Parameter yang dipertimbangkan dalam pembentukan model yang baik adalah

berdasarkan nilai R2 kalibrasi dan R2 validasi yang merupakan nilai korelasi dimana
pemilihan model terbaik apabila nilai korelasi yang diperoleh semakin besar, dan nilai
galat yaitu nilai RMSEC (Root Mean Square Error of Calibration), dan RMSECV
(Root Mean Square Error Cross Validation) dengan nilai yang paling rendah. Nilai
R2 yang ditunjukkan pada gambar 2 membuktikan bahwa model tersebut
mempunyai tingkat linieritas yang baik. Nilai galat yang ditampilkan dari model
tersebut juga baik yang artinya model yang terbentuk tidak memiliki penyimpangan
dalam memprediksi konsentrasi hasil prediksi dengan konsentrasi sebenarnya.

Model klasifikasi dalam penelitian ini dibuat dengan LDA. Kemampuan model
dalam membedakan sampel yang mengandung bahan aktif (“siprofloksasin”) dengan
bahan tambahan (“matriks”) dapat dilihat berdasarkan nilai % akurasi terhadap sampel
dalam training set. Pemetaan model LDA yang telah terbentuk sesuai gambar 3
menunjukkan bahwa nilai % akurasi adalah 100% yang menunjukkan bahwa model
tersebut dapat mengklasifikasikan ke-20 sampel training set dengan benar.

Kebenaran model kalibrasi dan klasifikasi yang terbentuk kemudian diuji dengan
validasi silang. Teknik validasi silang bermanfaat untuk melakukan tes secara
independen. Untuk memvalidasi model kalibrasi yang telah terbentuk, dilakukan
validasi yaitu Leave One Out Cross Validation (LOOCV) dan 2-Fold Cross
Validation dengan sampel independen (menggunakan sampel baru diluar sampel
training set). Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa dapat diketahui bahwa validasi

LOOCV untuk model yang terpilih menunjukkan nilai koefisien determinasi (R 2)


validasi yang baik. Nilai tersebut menunjukkan hubungan antara kadar
siprofloksasin dalam sampel training set yang sebenarnya dibandingkan dengan kadar
yang diprediksi oleh model berdasarkan variabel respon dari metode pembanding. Nilai

R2 dalam penelitian ini tergolong mempunyai korelasi yang baik karena lebih dari 0,9
sehingga model dapat disimpulkan mempunyai kemampuan yang baik dalam
memprediksi konsentrasi dari sampel. Sedangkan, pada validasi silang model klasifikasi
LDA dari data set validasi LOOCV diketahui bahwa tidak ada satupun kelompok
sampel yang masuk dalam kelas yang salah.

Metode validasi lain yang digunakan adalah 2-fold cross validation. pada
penelitian ini, validasi ini menggunakan 10 sampel independen (test set) dengan
konsentrasi yang telah diketahui. Sampel tersebut kemudian diprediksi menggunakan
model kalibrasi terpilih. Korelasi antara konsentrasi hasil prediksi model dengan
konsentrasi teoritis diketahui dengan melihat nilai koefisien determinasi (R2) prediksi.

Nilai R2 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa model kalibrasi
dari sampel training set yang telah dibentuk memiliki reliabilitas yang baik untuk
diimplementasikan. Model klasifikasi LDA yang divalidasi dengan menggunakan 10
data sampel test set yang dikelompokkan sesuai dengan kategori yang telah
ditentukan. Hasil validasi menunjukkan bahwa nilai % akurasi adalah 100%
artinya semua sampel sudah masuk dalam kategori yang benar, diklasifikasikan
dengan akurat dan tidak ada satupun kelompok sampel yang masuk dalam kategori
yang salah

Model PLS yang telah terbentuk dalam perangkat lunak The Unscramble X 10.2
diterapkan dalam analisis kuantitatif sampel, yaitu untuk menentukan kadar sampel
siprofloksasin dengan metode spektroskopi NIR. Berdasarkan data yang tertera
pada tabel 3, baik kadar sampel nyata yang diperoleh dari metode spektroskopi NIR
maupun spektrofotometri UV-Vis seluruhnya terbukti memiliki kadar yang sesuai
dengan persyaratan USP 30 bahwa siprofloksasin tablet mengandung tidak kurang
dari 90% dan tidak lebih dari 110% siprofloksasin dari yang tertera pada etiket.
Analisis statistik dengan uji T Dua Sampel Berpasangan terhadap data tersebut
dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada kadar sampel nyata
yang ditetapkan dengan kedua metode, dimana nilai signifikansi yang diperoleh
adalah 0,249 dengan tingkat kepercayaan 95%. Nilai signifikansi tersebut > 0,05
sehingga pengambilan keputusan hipotesis dinyatakan H0 diterima (tidak ada

perbedaan bermakna) dan Ha ditolak (ada perbedaan).

Analisis sampel secara kualitatif dilakukan dengan metode LDA. Model yang
telah terpilih digunakan untuk memprediksi sampel yang belum diketahui
klasifikasinya. Berdasarkan hasil prediksi menggunakan LDA, dapat diketahui bahwa
seluruh sampel, baik sampel matriks maupun sampel yang mengandung bahan
aktif siprofloksasin diklasifikasikan dalam kategori yang benar dengan perhitungan %
kemampuan prediksi memberikan hasil sebesar 100%, apabila nilai kemampuan
prediksi kurang dari 100% maka menunjukkan bahwa model tersebut tidak dapat
memprediksi seluruh sampel dengan benar.
BAB IV

PENUTUP

I. KESIMPULAN

1. Siprofloksasin tidak efektif pada infeksi tenggorok (faringitis, tonsilitis)

2. Siprofloksasin tidak dianjurkan sebagai terapi lini pertama pada


keadaan berikut :
1. Infeksi Saluran Napas Atas
2. Infeksi jaringan lunak dan tulang
3. Anak
3. Penggunaan siprofloksasin yang dianjurkan adalah untuk keadaan
berikut :
a. Infeksi saluran cerna yang disebakan oleh Shigella dysentriae dan
Salmonella typhi resisten multi obat.
b. Infeksi saluran kemih dengan atau tanpa komplikasi.
c. Penyakit menular seksual, yaitu gonore, terutama yang disebabkan oleh
PPNG (Penicillinase Producing-Neisseria gonorrhoeae).
d. Terapi empiris pada infeksi saluran napas bawah yang diduga
disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa
4. Interaksi siprofloksasin dengan obat lain yang menimbulkan dampak
negatif
i. Siprofloksasin jangan diberikan bersama dengan antasid karena akan
menurunkan konsentrasi serum siprofloksasin secara bermakna.
ii. Siproflosasin jangan diberikan bersama dengan sukralfat karena akan
menurunkan konsentrasi serum siprofloksasin secara bermakna.
iii. Pemberian siprofloksasin bersama dengan teofilin harus diwaspadai
karena akan mengakibatkan konsentrasi teofilin dalam darah lebih tinggi.

II. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
besar atau lingkup yang lebih luas yang dilakukan secara periodik/teratur.
2. Perlu dievaluasi prosedur terapi infeksi saluran kemih dengan antibiotika
agar selalu sesuai dengan pola kuman penyebab dan uji sensitivitasnya yang
terkini, sehingga terapi tidak selalu sama dan mengakibatkan kegagalan,
melainkan mencapai keberhasilan guna mencegah komplikasi lebih lanjut.
3. Perlu adanya pencatatan informasi klinis pasien oleh Laboratorium
Mikrobiologi.
DAFTAR PUSTAKA

 Ciprofloxacin. Available at: www.rxlist .com. Cited at July 21, 2006


 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jstk/article/view/2114/1858
 https://praktikum-makalah.blogspot.co.id/2015/06/ciprofloxacin.html
 https://www.scribd.com/doc/200598526/Makalah-Farmasi
 https://bukusakudokter.org/2012/12/08/ciprofloxacin/
 https://www.academia.edu/8146538/MAKALAH_ANALISIS_FARMASI_Mei
_2013_BAB1_3
 https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/elkawnie/article/download/525/441

 Ogbru Omudhome. ciprofloxacin, Cipro, Cipro XR, Proquin XR. . viewed 30


January 2012, http://www.medicinenet.com/ciprofloxacin/article.htm

 Wolters Kluwer Health. 2009. Ciprofloxacin. viewed 30 January 2012,


http://www.drugs.com/ppa/ciprofloxacin.html
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG ............................................................................. 1


II. RUMUSAN MASALAH ......................................................................... 2
III. TUJUAN PENULISAN ........................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

I. FARMAKOLOGI .................................................................................... 3
II. FARMAKODINAMIKA ..........................................................................
III. FARMAKOKINETIKA ...........................................................................
IV. TOKSISITAS ............................................................................................
V. SPEKTRUM ANTIBAKTERI SIPROFLOKSASIM ..............................
VI. PENGGUNAAN SIPROFLOKSASIN YANG DIANJURKAN .............
VII. PENGGUNAAN SIPROFLOKSASIN YANG BUKAN MERUPAKAN
PILIHAN UTAMA ...................................................................................
VIII. INTERAKSI SIPROFLOKSASIN DENGAN OBAT LAIN YANG
BERDAMPAK NEGATIF .......................................................................

BAB II ANALISA KUALITATIF .........................................................................

DAFATR PUSTAKA ................................................................................................

Anda mungkin juga menyukai