Anda di halaman 1dari 19

TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DI DESA PAENRE LOMPOE

KABUPATEN BULUKUMBA DALAM SWAMEDIKASI OBAT


HERBAL

OLEH

ASRIYANTI
18 3145201 152

Diajukan sebagai Tugas Metode Penelitian di Universitas Megarezky Makassar

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Swamedikasi atau pengobatan diri sendiri ialah upaya mengobati gejala sakit

atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter langsung atau tenaga medis

terlebih dahulu. Swamedikasi bermanfaat untuk meringankan penyakit. Dasar

hukumnya yaitu permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993 (Osemene dan

Lamikanra, 2012). Swamedikasi atau pengobatan sendiri termasuk mendapatkan

obat-obatan tanpa resep dokter, membeli obat berdasarkan resep yang pernah

diterima, berbagi obat-obatan dengan kerabat atau menggunakan sisa obat-obatan

yang disimpan di rumah (Harahap et al., 2017).

Selain penggunaan obat-obat sintetik, upaya swamedikasi juga dilakukan

dengan menggunakan obat tradisional. Indonesia dikenal sebagai salah satu

negara dengan pengguna obat tradisional yang cukup tinggi. Salah satu penyebab

tingginya penggunaan obat tradisional di Indonesia ialah adanya anggapan bahwa

obat tradisional aman untuk dikonsumsi karena berasal dari tumbuh-tumbuhan

(Chiba et al.,2014).

Di dalam Al-Qur’an diperlihatkan tanda-tanda dari kuasa Allah SWT tentang

berbagai macam tumbuhan yang bermanfaat bagi manusia. Sebagaimana firman

Allah SWT dalam Q.S. Asy Syu’ara ayat 7:

Artinya: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah

banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang


baik?” (Q.S. Asy Syu’ara: 7)

Obat tradisional dan pengobatan tradisional telah menyatu dengan kalangan

masyarakat, digunakan dalam mengatasi masalah kesehatan. Kemampuan

masyarakat untuk mengobati diri sendiri, mengenai gejala penyakit dan memelihara

kesehatan perlu ditingkatkan dalam rangka menjaga kesehatan. Obat tradisional

merupakan bagian dari sosial budaya masyarakat dan mempunyai potensi yang

besar karena sudah dikenal oleh kalangan masyarakat (Liana, 2017).

Penggunaan obat tradisional, pada dasarnya bertujuan untuk upaya preventif,

promotif, dan kuratif dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat perkotaan

dan pedesaan (Ahmad, 2012). Obat tradisional juga berpotensi sebagai agen anti

penyakit degeneratif (Rahmawati et al., 2012).

Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi masyarakat dalam memilih

carapengobatan sendiri. Adanya kecenderungan pola hidup kembali ke alam (back

to nature) menyebabkan masyarakat memilih menggunakan obat alami yang

diyakini tidak memiliki efek samping seperti obat kimia dan harga lebih terjangkau

daripada obat sintetik (Liana, 2017).

Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian ini agar dapat

memperoleh informasi tentang cara swamedikasi yang tepat untuk penggunaan

tanaman obat sebagai pengobatan.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah jenis tumbuhan (spesies) yang digunakan untuk swamedikasi obat

herbal pada masyarakat Desa Paenre lompoe Kab. Bulukumba?

2. Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat Desa Paenre lompoeKab.

Bulukumba tentang swamedikasi dengan menggunakan tanaman sebagai


pengobatan?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

1. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk melakukan pengkajian terhadap

pengetahuan masyarakat Desa Paenre lompoe Kab. Bulukumba terhadap

swamedikasi penggunaan tanaman obat untuk pengobatan.

2. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui tanaman yang digunakan untuk swamedikasi obat herbal pada

masyarakat Desa Paenre lompoe Kab. Bulukumba.

2. MengetahuitingkatpengetahuanmasyarakatDesaPaenrelompoeKab.

Bulukumba tentang swamedikasi dengan menggunakan tanaman sebagai

pengobatan.

3. Mengetahui ketepatan penggunaan swamedikasi untuk pengobatan yang

dilakukan masyarakt Desa Paenre lompoe Kab. Bulukumba

b. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara

penyajian tanaman obat, jenis tanaman obat, dosis tanaman obat dan efek

samping yang terjadi setelah mengonsumsi tanaman obat.


D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menjadi sumber referensi bagi

masyarakat dan peneliti tentang swamedikasi tanaman obat untuk pengobatan.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah menjadi sumber informasi bagi

produsen tentang tanaman obat untuk swamedikasi sehingga dapat dibuatsebagai

produk obat tradisional.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Swamedikasi

Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan ataupun tindakan

mengobati diri sendiri dengan menggunakan obat atau tanpa resep dengan tepat dan

bertanggung jawab (rasional). Makna swamedikasi ialah bahwa penderita sendiri

memilih obat tanpa resep untuk dapat mengatasi penyakit yang dideritanya (Djunarko

dan Hendrawati, 2011).

Dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak penyakit serta gangguan kesehatan

yang dapat diketahui dan diobati secara mandiri (swamedikasi), baik oleh penderita

ataupun oleh orang yang berada disekitarnya. Pengobatan sendiri atau swamedikasi

ialah langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan dengan cara

menggunakan obat-obatan yang dikonsumsi tanpa pengawasan dari dokter. Obat-

obatan yang dipergunakan untuk swamedikasi biasa disebut obat tanpa resep atau obat

bebas atau obat OTC (Manan, 2014).

Swamedikasi dilakukan untuk mengobati beberapa keluhan atau penyakit ringan

yang dialami oleh masyarakat seperti batuk, demam, flu, sakit kepala, maag dan diare.

Pelaksanaan swamedikasi didasari karena dengan adanya tindakan swamedikasi,

harganya lebih terjangkau dibandingkan dengan berobat di Instansi-instansi kesehatan.

Dapat menghemat biaya, waktu serta mudah didapat di kios, toko obat dan Apotek-

apotek terdekat (Tan et al., 2010).

Swamedikasi dilakukan sesuai dengan penyakit yang dialami. Pelaksanaan

swamedikasi harus dilakukan sesuai dengan kriteria penggunaan obat yang rasional,
yaitu ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis obat, tidak menimbulkan efek samping,

tidak adanya kontraindikasi, tidak terjadi interaksi obat serta tidak adanya polifarmasi.

Dalam praktiknya, kesalahan penggunaan obat dalam swamedikasi ternyata masih

dapat terjadi, dikarenakan ketidaktepatan obat dan dosis obat. Apabila kesalahan

terjadi terus-menerus dalam kurun waktu yang lama, dikhawatirkan dapat menimbulkan

risiko pada kesehatan (Harahap, 2017).

Faktor-faktor yang mempengaruhi dilakukannya tindakan swamedikasi

ataupengobatan sendiri adalah faktor ekonomi, meningkatnya kesadaran akan

pentingnya kesehatan, kampanye swamedikasi yang rasional di masyarakat

mendukung perkembangan farmasi komunitas, semakin tersebarnya distribusi obat

melalui Puskesmas, serta promosi obat bebas dan obat bebas terbatas dari pihak

produsen baik melalui media cetak maupun elektronik sampai ke pelosok desa

(Djunarko dan Hendrawati, 2011).

Keuntungan swamedikasi atau pengobatan sendiri yaitu aman bila digunakan

sesuai aturan pemakaian. Efektif untuk menghilangkan keluhan, efisiensi biaya,efisiensi

waktu serta terlibat dalam pemilihan obat atau keputusan pemilihan terapi. Kerugian

swamedikasi atau pengobatan sendiri yaitu jika tidak sesuai dengan aturandapat

menyebabkan pengobatan sendiri tidak aman (Harahap, 2017).

B.Tinjauan Mengenai Obat Tradisional

1. Definisi Obat Tradisional

Obat tradisional ialah bahan ataupun ramuan bahan yang dapat berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) ataupun campuran

daribahantersebutyangdimanasecaraturuntemuruntelahdigunakansebagai
pengobatan serta dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dikalangan

masyarakat (BPOM, 2014).

Semenjak zaman dahulu, tumbuhan herbal berkhasiat obat telah digunakan

oleh masyarakat. Pengobatan tradisional terhadap penyakit tersebut menggunakan

ramuan-ramuan yang dimana bahan dasarnya berasal dari tumbuh-tumbuhan dan

segala sesuatu yang dapat diperoleh di alam. Hingga saat ini, hal itu banyak

digemari oleh masyarakat karena bahan-bahan tersebut didapatkan dengan mudah

di lingkungan sekitar (Suparmi & Wulandari, 2012).

2. Pengelompokan Obat Tradisional

Herbal tradisional dikatakan sebagai obat jika diteliti melalui beberapa proses

agar dapat diketahui unsur/zat aktifnya, efek famakalogis, dosis, efek samping serta

proses pembuatannya. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang

mengawasi peredaran dan perizinan, mengelompokkan hasil tanaman obat

dalamkelompok jamu, herbal berstandar, dan fitofarmaka. Jamu yaitu ramuan yang

terbuat dari bahan alam, yang digunakan secara turun temurun, dipercaya serta

belum ada penelitian ilmiah untuk mendapatkan bukti klinik mengenai khasiat-khasiat

tersebut. Bahan jamu berasal dari semua bagian tanaman, bukan hasil ekstraksi

ataupun isolasi bahan aktifnya saja. Herbal berstandar yaitu bahan jamu yang telah

lulus penelitian praklinik pada hewan uji, dimana meliputi khasiat dan manfaatnya.

Sedangkan fitofarmaka yaitu bahan jamu yang telah lulus uji klinik (diujikan pada

manusia), telah terstandarisasi terhadap bahan baku yang dipergunakan serta

memenuhi persyaratan mutu yang berlaku (Trubus, 2010).

3. Ketepatan Penggunaan Obat Tradisional


Efek samping dari obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat,

meliputi:

1. Ketepatan bahan

Untuk mencapai efek farmakologi yang diinginkan, maka kebenaran bahan

menjadi salah satu dari penentunya. Di Indonesia, terdapat berbagai macam

tanaman obat dari berbagai spesies yang sulit untuk dibedakan. Setiap spesies

dari tanaman obat memiliki khasiat yang berbeda-beda, sebagai contoh

lempuyang. Di pasaran, ada berbagai jenis lempuyang yang sulit untuk dibedakan.

Lempuyang gajah dan lempuyang emprit berwarna kuning serta berkhasiat untuk

menambah nafsu makan. Namun, bentuk lempuyang gajah relatif besar

dibandingkan dengan lempuyang emprit.

2. Ketepatan dosis

Selain obat buatan pabrik, tanaman obatpun tidak dapat dikonsumsi

sembarangan. Tanaman obat juga mempunyai dosis serta aturan pakai yang

harus dipatuhi seperti halnya resep dokter. Sebagai contoh, buah mahkota dewa

dimana perbandingannya dengan air ialah 1:3 yang artinya untuk mengonsumsi 1

buah mahkota dewa memerlukan 3 gelas air. Sedangkan daun mindi akan

menimbulkan khasiat jika direbus sebanyak 7 lembar dengan takaran air tertentu.

3. Ketepatan waktu penggunaan

Selain dosis dan takaran untuk mengonsumsi tanaman obat harus tepat,

waktu penggunaanpun harus tepat untuk meminimalisirkan efek samping yang

dapat timbul. Sebagai salah satu contoh ialah kunyit. Kunyit dapat mengurangi

nyeri pada saat haid justru dapat menyebabkan terjadi keguguran apabila
dikonsumsi pada awal masa-masa kehamilan. Oleh karena itu, efek dari tanaman

obat sangat dipengaruhi oleh ketepatan waktu penggunaan.

4. Ketepatan cara penggunaan

Tanaman obat tidak dapat dikonsumsi menggunakan cara yang

sembarangan. Tidak semua tanaman obat memiliki efek dan akan berkhasiat jika

mengonsumsi air rebusannya. Contohnya, daun kecubung yang dapat digunakan

sebagai bronkodilator, bronkodilator digunakan dengan cara dihisap. Namun, jika

daun kecubung dikonsumsi dengan cara diseduh maka akan dapat menyebabkan

mabuk.

5. Ketepatan menggali informasi

Di zaman yang canggih ini sangat mudah untuk menggali berbagai informasi,

baik melalui internet ataupun media sosial. Namun, beberapa informasi tidak

didasarkan pada pengetahuan sehingga akan dapat menyesatkan para

pembacanya. Oleh karena itu, diperlukan kejelian pada para pengguna untuk

mencari informasi-informasi yang valid.

6. Tidak disalahgunakan

Tanaman obat tradisional mudah ditemukan. Tidak sedikit kalangan

masyarakat yang mengonsumsi obat tradisional dengan tujuan lain. Sebagai

contoh penggunaan jamu untuk menggugurkan kandungan ataupun menghisap

kecubung sebagai psikotropika.

7. Ketepatan pemilihan obat untuk penyakit tertentu

Di dalam satu jenis tanaman obat biasanya terkandung lebih dari satu zat

aktifyangdimanamemilikikhasiatuntukmengobatipenyakittertentu.
Perbandingan antara khasiat dengan efek samping yang ditimbulkan harus dapat

seimbang. Masyarakat harus pintar dalam memilih obat tradisional dan

memikirkan efek samping yang dapat timbul (Sumayyah, 2017).

C. Pengetahuan

Pengetahuan/kognitif adalah dominan yang penting untuk membentuk sikap

individu (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan mencakup dalam 6 tingkatan yakni: tahu

(know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisa (analysis), sintesis

(syntesis), dan evaluasi (evaluation). Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain yakni: umur, pendidikan, lingkungan, intelegensia, dan pekerjaan

(Notoatmodjo, 2012).

Menurut Notoatmodjo (2012) faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu:

1. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan individu akan berpengaruh terhadap kemampuan

berpikirnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan individu akan semakin mudah berpikir

rasionalisme dan menangkap informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah

yang baru.

2. Umur

Umur sangat berpengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir individu.

Semakin tua individu, maka semakin banyak informasi yang dimiliki dan semakin

bijak pula dalam hal berpikir.

3. Pengalaman

Pengalaman sangat berkaitan dengan umur maupun pendidikan dari individu.

Dalam hal pendidikan, individu dengan pendidikan yang tinggi akan memiliki.

pengalaman yang lebih luas, sedangkan semakin bertambahnya usia, maka semakin

berkembang daya tangkap maupun pola pikir sehingga pengetahuan yang diperoleh
semakin baik.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat/Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan Desa Paenre lompoe Kab. Bulukumba. Waktu

penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai selesai.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah masyarakat Desa Paenre

lompoe Kab. Bulukumba yang memiliki pengetahuan tentang penggunaan obat

tradisional.

2. Sampel

Metode pengumpulan sampel yang digunakan ialah purposive sampling, yakni

teknik pengambilan sampel dengan menentukan kriteria-kriteria tertentu (Sugiyono,

2008).

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

a. Masyarakat yang berdomisili di Desa Paenre lompoe Kab. Bulukumba

b. Umur ≥ 18 tahun

c. Pernah melakukan swamedikasi menggunakan obat tradisional atau

tanaman obat sebagai pengobatan

d. Bersedia menjadi informan

e. Dapat mengisi kuesioner

f. Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah:

g. Tidak dapat membaca dan menulis


h. Orang yang tidak bersedia memberikan informasi tentang pengobatan

tradisional

i. Orang yang tidak mengetahui dan tidak menggunakan obat tradisional

sebagai pengobatan

C. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan metode observasional.

D. Instrumen Penelitian

Adapun instrumen penelitian ini berupa kuesioner yang berisi tentang kumpulan

pertanyaan dan pernyataan yang hasilnya akan diolah dan dianalisis. Pertanyaan dan

pernyataan tersebut terbentuk untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan ketepatan

masyarakat terkait swamedikasi.

E. Prosedur Penelitian

1.Pembuatan Kuesioner

Kuesioner merupakan suatu instrumen dalam pengumpulan data dalam

penelitian observasional. Dengan kuesioner tersebut peneliti akan menggali

informasi dari responden (orang yang menjadi subjek penelitian).

2. Penyebaran Kuesioner

Kuesioner disebarkan oleh peneliti kepada responden dan peneliti

akanmendampingi dalam pengisian kuesioner agar dapat menjelaskan kepada

responden jika responden mengalami kesulitan dalam mengisi kuesioner tersebut.

3. Pengumpulan Kuesioner
Kuesioner langsung dikumpulkan pada saat responden telah selesai mengisi

kuesioner tersebut. Jumlah kuesioner yang dikumpulkan sama dengan jumlah

kuesioner yang disebarkan kepada responden.

F Pengelolaan Data

Instrument yang digunakan untuk pengumpulan data primer adalah kuesioner.

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang dipercaya kebenaranya, instrument dilakukan

uji validitas dan reliabilitas menggunakan skala Guttman.

1. Uji Validitas

Uji Validitas dilakukan untuk mengetahui valid tidaknya instrument yang

digunakan dalam penelitian. Uji validitas ini menggunakan rumus koefisien

reprodusibilitas dan koefisien skalabilitas.

Koefisien reprodusibilitas

Kr = 1 – ()

Keterangan:

Kr : Koefisien reprodusibilitas

e : Jumlah kesalahan/nilai error

n : Jumlah pernyataan x jumlah responden

Skala Guttman menhendaki nilai koefisien reprodusibilitas >0,90.

Koefisien skalabilitas

Ks = 1 - ()

Keterangan:

Ks : Koefisien skalabilitas

e : Jumlah kesalahan/nilai error


x : 0,5 x jumlah responden

Skala Guttman menghendaki nilai koefisien skalabilitas nilai >0,60 (Sofyana,

2019).

Uji Reliabilitas

Untuk uji reliabilitas menggunakan rumus dari Kuder-Richardson.

Rumus K-R 20

r11 = () ()

Keterangan:

r11 : Reliabilitas tes secara keseluruhan

: Proporsi subjek yang menjawab dengan item benar

: Proporsi subjek yang menjawab dengan item salah (q=1-p)

∑pq: Jumlah perkalian antara p dan q

N : Banyaknya item

S : Standar deviasi dari tes (akar varian)

Tabel 1. Kriteria Reliabilitas

Nilai Kriteria

-1,00 – 0,20 Reliabilitas sangat rendah

0,21 – 0,04 Reliabilitas rendah

0,41 – 0,70 Reliabilitas cukup

0,71 – 0,90 Reliabilitas tinggi

0,91 – 1,00 Reliabilitas sangat tinggi


G. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah data yang diperoleh

dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data deskriptif.


.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A.F. 2012. Analisis Penggunaan Jamu Untuk Pengobatan Pada


Pasien Di Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus Tawangmangu.
Universitas Indonesia. Depok.

Badan Pusat Statistik. 2020. Kota Makassar dalam Angka. UD.ARESO.


Makassar.

Badan Pusat Statistik Kecamatan Mariso. 2016. Statistik Daerah Kecamatan


Mariso 2016. BPS Kota Makassar.

BPOM RI. 2014. Persyaratan Mutu Obat Tradisional. Peraturan Kepala


Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Indonesia.

Chiba, T., Sato, Y., Nakanishi, T., Yokotani, K., Suzuki, S., Umegaki, K. 2014.
Inappropriate Usage of Dietary Supplements Inpatients by
Miscommunication with Physicians in Japan. Nutrients. 6(12):5392–
5404.

Djunarko dan Hendrawati. 2011. Swamedikasi Yang Baik dan Benar. Intan
Sejati. Klaten.

Harahap. 2017. Tingkat Pengetahuan Pasien dan Rasionalitas Swamedikasi


di Tiga Apotek Kota Penyabungan. Jurnal Sains dan Klinis. Ikatan
Apoteker Indonesia. Sumatera Barat.

Liana, Y. 2017. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keluarga dalam


penggunaan obat tradisional sebagai swamedikasi di Desa
Tuguharum Kecamatan Madang Raya. Vol.4. No. 3. pp. 122.

Manan, El. 2014. Buku Pintar Swamedikasi (Tips Penanganan Dini Masalah-
masalah Kesehatan). Saufa. Yogyakarta.

Notoatmodjo, S. 2010. Pengantar pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku


kesehatan. Andi Offset. Yogyakarta.

Notoatmodjo. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.


Osemene, K. P., & Lamikanra, A. 2012. A study of the prevalence of self-
medication practice among university students in Southwestern Nigeria.
Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 11(4), 683-689.

Rahmawati, U., Suryani, E., dan Mukhlason, A. 2012. Pengembangan


Repository Pengetahuan Berbasis Ontologi untuk Tanaman Obat
Indonesia. Jurnal Teknik POMITS, 1 (1), 1-6.

Sumayyah, S., & Salsabila, N., 2017. Obat Tradisional : Antara Khasiat Dan
Efek Sampingnya. Majalah Farmasetika. Vol. 2. No. 5. Pp. 2-3.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.


ALFABETA. Bandung.

Suparmi, & Wulandari, A. 2012. Herbal Nusantara 1001 Ramuan


Tradisional Asli Indonesia. Andi Offset. Yogyakarta.

Tan, T, H & Rahardja, K. 2010. Obat-obat Sederhana untuk Gangguan


Sehari-hari. Penerbit PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

Trubus Info Kit, 2010. Herbal Indonesia Berkhasiat: Bukti Ilmiah & Cara Racik.
PT. Trubus Swadaya. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai