Anda di halaman 1dari 5

Swamedikasi

Definisi

MAKALAH 1

Pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan


masyarakat yang utama di dalam sistem pelayanan kesehatan. Termasuk di
dalam cakupan pelayanan sendiri adalah swamedikasi, pengobatan sendiri
adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan sakit
ringan, tanpa resep atau intervensi dokter (Shankar, et al., 2002)
Pengobatan sendiri dalam hal ini dibatasi hanya untuk obat-obat
modern, yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas. Swamedikasi biasanya
dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang
banyak dialami masyarakat, antara lain demam, nyeri, batuk, flu, serta
berbagai penyakit lain (Depkes, 2006).
Ketika pasien atau konsumen memilih untuk melakukan
pengobatan sendiri atau swamedikasi, ada beberapa hal yang perlu untuk
diperhatikan agar pengobatan sendiri tersebut dilakukan dengan tepat dan
bertanggung jawab, antara lain (Fauzi, 2011) :
a. Pada pengobatan sendiri, individu atau pasien bertanggung jawab
terhadap obat yang digunakan. Oleh karena itu sebaiknya baca label
obat secara seksama dan teliti.
b. Jika individu atau pasien memilih untuk melakukan pengobatan
sendiri maka ia harus dapat:
1) Mengenali gejala yang dirasakan
2) Menentukan apakah kondisi mereka sesuai untuk melakukan
pengobatan sendiri atau tidak
3) Memilih produk obat yang sesuai dengan kondisinya
4) Mengikuti instruksi yang sesuai pada label obat yang dikonsumsi
c. Pasien juga harus mempunyai informasi yang tepat mengenai obat
yang mereka konsumsi. Konsultasi dengan dokter merupakan pilihan
terbaik bila dirasakan bahwa pengobatan sendiri atau swamedikasi
yang dilakukan yidak memberikan hasil sesuai dengan apa yang
diharapkan.
d. Setiap orang yang melakukan swamedikasi harus menyadari kelebihan
dan kekurangan dari pengobatan sendiri yang dilakukan.
MAKALAH 2
Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah upaya yang dilakukan oleh
orang awam untuk mengatasi penyakit atau gejalanya yang dialami sendiri
oleh orang disekitarnya, dengan pengetahuan dan persepsinya sendiri, tanpa
bantuan atau suruhan seseorang yang ahli dalam bidang medik atau obat.
Upaya pengobatan sendiri ini dapat berupa pengobatan dengan obat modern
atau tradisional (Sukasediati dkk, 1992).
Tindakan pengobatan sakit pada anak balita di masyarakat pedesaan
Jawa menunjukkan bahwa mayoritas penduduk pada tingkat keparahan ringan
memilih pengobatan sendiri, pada tingkat keparahan sedang memilih
pengobatan medis, sedangkan pada tingkat keparahan berat memilih
pengobatan tradisional (Supardi, 1996).
Pengobatan sendiri bersifat sementara dan hanya dilakukan dalam waktu
terbatas, lebih kurang 3-4 hari. Jika keluhan tidak berkurang selama jangka
waktu tersebut, penderita dianjurkan mencari pertolongan medik professional
dan umumnya pengobatan sendiri dilakukan untuk penyakit ringan seperti
batuk, demam, nyeri (kepala, sendi, otot, gigi dan mual/muntah) (Sukasediati,
1996).
Obat yang dipilih harus tepat dan benar cara penggunaannya, seperti
aturan pemakaian, cara pemberian, pengaturan dosis yang sesuai dengan
pemakainya, dan kewaspadaan terhadap kemungkinan efek samping yang
tidak diinginkan. Jika diagnosis tepat dan penggunaan obat benar, maka
penggunaan obat yang rasional ini akan memberikan manfaat, yaitu tujuan
penggunaan akan tercapai dengan efek samping yang minimal, karena hanya
akan dipilih obat yang paling aman dan efektif dengan rasio resiko-manfaat
terbaik, serta beban biaya pengobatan berkurang (Nurulita, 2003 cit Haryanto,
1991).
Keuntungan pengobatan sendiri adalah aman apabila digunakan sesuai
dengan petunjuk/efek samping dapat diperkirakan, efektif untuk
menghilangkan keluhan karena 80% sakit bersifat self-limiting, yaitu sembuh
sendiri tanpa intervensi tenaga kesehatan, biaya pembelian obat relatif lebih
murah daripada biaya pelayanan kesehatan, hemat waktu karena tidak perlu
mengunjungi fasilitas/profesi kesehatan, kepuasan karena ikut berperan aktif
dalam pengambilan keputusan terapi, berperan serta dalam sistem pelayanan
kesehatan, menghindari rasa malu atau stress apabila harus menampakkan
bagian tubuh tertentu di depan tenaga kesehatan dan membantu pemerintah
mengatasi keterbatasan jumlah tenaga kesehatan di masyarakat (Supardi,
2010).
Kekurangan pengobatan sendiri adalah obat dapat membahayakan
kesehatan apabila tidak digunakan sesuai dengan aturan, pemborosan biaya
dan waktu apabila salah menggunakan obat, kemungkinan timbulnya reaksi
obat yang tidak diinginkan, misalnya sensitivitas, efek samping atau resistensi,
penggunaan obat yang salah akibat informasi yang kurang lengkap dari iklan
obat, tidak efektif akibat salah diagnosis dan pemilihan obat, dan sulit berpikir
dan bertindak obyektif karena pemilihan obat dipengaruhi oleh pengalaman
menggunakan obat di masa lalu dan lingkungan sosialnya (Supardi, 2010).
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundangan berkaitan dengan
pengobatan sendiri. Pengobatan sendiri hanya boleh menggunakan obat yang
termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas (SK Menkes
No.633/Ph/62/b). Tanda golongan obat harus tercantum pada setiap kemasan
obat (SE Dirjen.POM No.02469/1983). Semua obat yang termasuk golongan
obat bebas dan obat bebas terbatas wajib mencantumkan keterangan tentang
kandungan zat berkhasiat, kegunaan, aturan pakai, dan pernyataan lain yang
diperlukan pada setiap kemasannya (SK Menkes No.917/1993). Batas lama
pengobatan sendiri hanya untuk keluhan tertentu sehingga tidak selalu
tercantum pada setiap kemasan obat. Namun demikian, semua kemasan obat
bebas terbatas wajib mencantumkan tanda peringatan “apabila sakit berlanjut
segera hubungi dokter” (SK Menkes No.386/1994). Jadi, simpulan
pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan adalah penggunaan obat bebas
atau obat bebas terbatas sesuai dengan keterangan yang wajib tercantum pada
kemasannya (Supardi, 2010).
Obat yang digunakan untuk pengobatan sendiri meliputi obat-obat yang
dapat digunakan tanpa resep yang meliputi: Obat Bebas (OB), Obat Bebas
Terbatas (OBT) dan Obat Wajib Apotek (OWA). Obat wajib apotek terdiri
dari terapi oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan,
obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuscular, anti
parasit dan obat kulit topikal (DepKes, 2007).

MAKALAH 3

Swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang dilakukan sendiri.


Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit
ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk,
influenza, sakit maag, kecacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain (Depkes,
2006)
Resiko dari swamedikasi adalah tidak mengenali keseriusan gangguan.
Keseriusan tersebut dapat dinilai merupakan salah satu atau mungkin tidak
dikenali, sehingga pengobatannyapun bisa dilakukakn terlalu lama. Gangguan
bersangkutan dapat memperparah keluhan yasng dialami, sehingga resiko yang
terjaid adalah dokter akan menggunakan obat-obat yang lebih keras. Resiko yang
lain yaitu penggunaan obat yang kurang tepat. Bisa berupa cara yang salah, terlalu
lama atau takaran yang terlalu besar atau kecil. Guna mengatasi resiko tersebut,
maka perlu mengenali kerugian-kerugian tersebut. Aturan pakai atau peringatanperingatan
yang diikutsertakan dalam kemasan obat hendaknya dibaca secara
seksama dan di taati dengan baik (Tjay dan Rahardja, 1993).
MAKALAH 4

Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang sederhana
yang dibeli bebas di apotik atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter (Rahardja,
2010).
Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah perilaku untuk mengatasi sakit ringan sebelum
mencari pertolongan ke petugas atau fasilitas kesehatan. Lebih dari 60% dari anggota masyarakat
melakukan swamedikasi, dan 80% di antaranya mengandalkan obat modern (Anonim, 2010)

Swamedikasi adalah Pengobatan diri sendiri yaitu penggunaan obat-obatan atau menenangkan diri
bentuk perilaku untuk mengobati penyakit yang dirasakan atau nyata. Pengobatan diri sendiri sering
disebut dalam konteks orang mengobati diri sendiri, untuk meringankan penderitaan mereka sendiri
atau sakit. Dasar hukumnya permekes No.919/MENKES/PER/X/1993, secara sederhana swamedikasi
adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan
dokter terlebih dahulu. Namun bukan berarti asal mengobati, justru pasien harus mencari informasi
obat yang sesuai dengan penyakitnya dan apoteker-lah yang bisa berperan di sini. Apoteker bisa
memberikan informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh dilakukan untuk kondisi
penyakit yang ringan, umum dan tidak akut. Setidaknya ada lima komponen informasi yang yang
diperlukan untuk swamedikasi yang tepat menggunakan obat modern, yaitu pengetahuan tentang
kandungan aktif obat, indikasi, dosage, efek samping, dan kontra indikasi (Anonim, 2010).

Resiko dari pengobatan sendiri adalah tidak mengenali keseriusan gangguan. Keseriusan dapat
dinilai salah satu atau mungkin tidak dikenali, sehingga pengobatan sendiri bisa dilakukan terlalu
lama. Gangguan bersangkutan dapat memperhebat keluhan, sehingga dokter perlu menggunakan
obat-obat yang lebih keras. Resiko yang lain adalah penggunaan obat yang kurang tepat. Obat bisa
digunakan secara salah, terlalu lama atau dalam takaran yang terlalu besar. Guna mengatasi resiko
tersebut,maka perlu mengenali kerugian-kerugian tersebut (Tjay dan Raharja, 1993).

Disinilah peran Farmasi Apoteker untuk membimbing dan memilihkan obat yang tepat. Pasien dapat
meminta informasi kepada apoteker agar pemilihan obat lebih tepat. Selain apoteker, tenaga
farmasi lain seperti asisten apoteker mempunyai peran penting dalam menyampaikan informasi
obat kepada masyarakat. Seperti penyampaian informasi tentang Penggunaan obat secara tepat,
aman dan rasional. Atas permintaan masyarakat Informasi yang diberikan harus benar, jelas dan
mudah dimengerti serta cara penyampaiannya disesuaikan dengan kebutuhan, selektif, etika,
bijaksana dan hati-hati. Informasi yang diberikan kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara
pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan/ minuman/ aktifitas
yang hendaknya dihindari selama terapi dan informasi lain yang diperlukan (Anief, 1997).

Swamedikasi biasanya digunakan untuk mengatasi keluhan-keluhan penyakit ringan yang banyak
dialami masayarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, diare, penyakit
kulit dan lain-lain. Swamedikasi diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan
pengobatan. Pada pelaksanaanya, swamedikasi menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan
karena ada ancaman penyakit yang lebih serius yang tidak disadari oleh masyarakat dan juga
keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunannya (Sriana, 2004).

Obat bebas dan obat bebas terbatas adalah obat yang dapat diperjualbelikan secara bebas tanpa
resep dokter untuk mengobati jenis penyakit yang pengobatannya dapat diterapkan sendiri oleh
masyarakat. Pengertian obat itu sendiri adalah suatu zat yang digunakan untuk diagnosis,
pengobatan melunakkan, penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau hewan
(Anief, 1997).

Anda mungkin juga menyukai