Anda di halaman 1dari 23

1. O.O.

K 419 Tahun 1949 Tentang Ordonasi Obat Keras


ASPEK O.O.K 419/1949
JUDUL OrdonansiObatKeras
LATAR BELAKANG/ALASAN Penetapankembali St. 1937 No. 541
DITERBITKAN
DASAR HUKUM Staatsblad. 1937 No. 541tentangObatKeras
KETENTUAN UMUM Definisi :obat-obatkeras, apoteker, dokterpemimpinapotek,
dokter-dokter, dokter-doktergigi, dokter-dokterhewan, pedagang-
pedagangkecildiakui, pedagang-pedagangbesar yang diakui,
menyerahkan, Secretarist van st, obat-obatan G, obat-obatan W,
H.P.B
TUJUAN Penetapan dan regulasiobat “G” dan “W” diseluruh Indonesia
MATERI MUATAN/ASPEK Penetapan bahan-bahan sebagai obat-obat keras golongan “G”
YANG DIATUR dan “W”; ketentuan dan larangan-larangan penjualan, penawaran,
dan penyerahan obat-obat keras; ketentuan pemasukan,
pengeluaran, dan pengangkutan obat-obat keras; ketentuan cara
periizinan menjadi pedagang-pedagang kecil atau pedagang-
pedagang besar yang diakui; penetapan suatu “komisi obat-
obatan”; sanksi-sanksi hukuman
MATERI FARMASI Penetapan bahan-bahan sebagai obat-obat keras golongan “G”
dan “W”; ketentuan dan larangan-larangan penjualan, penawaran,
dan penyerahan obat-obat keras; ketentuan pemasukan,
pengeluaran, dan pengangkutan obat-obat keras; ketentuan cara
periizinan menjadi pedagang-pedagang kecil atau pedagang-
pedagang besar yang diakui; penetapan suatu “komisi obat-
obatan”; sanksi-sanksi hukuman
SANKSI Hukuman penjara setingi-tingginya 6 bulan atau denda uang
setinggi-tingginya 5.000 gulden
ATURAN -
PERALIHAN/PENUTUP
2. UU 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
ASPEK UU No. 8 Tahun 1999
JUDUL Perlindungan Konsumen
LATAR 1. Mendukung tumbuhnya dunia usaha dan mendapatkan kepastian
BELAKANG/ALASAN atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa
DITERBITKAN mengakibatkan kerugian konsumen
2. Menjamin kepastian atas mutu, jumlah dan keamanan barang
dan/atau jasa yang diperoleh
3. Hukum yang melindungi kepentingan konsumen di Indonesia
belum memadai
DASAR HUKUM Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (!), Pasal 27, dan Pasal 33 Undang-
Undang Dasar 1945
KETENTUAN UMUM Perlindungan konsumen, konsumen, pelaku usaha, barang, jasa,
promosi, impor, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat, klausala baku, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen,
Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Menteri
TUJUAN 1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen 3. Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan
5. Menumbuhkan kesadaran usaha pelaku mengenai pentingnya
perlindungan konsumen
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa
MATERI HAK DAN KEWAJIBAN, PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU
MUATAN/ASPEK YANG USAHA, KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU, TANGGUNG
DIATUR JAWAB PELAKU USAHA, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN (BINWAS),
BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL, LEMBAGA
PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT,
PENYELESAIAN SENGKETA, BADAN PENYELESAIAN SENGKETA
KONSUMEN, PENYIDIKAN, SANKSI
MATERI FARMASI Pelarangan menawarkan obat, obat tradisional, suplemen makanan,
alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan dengan pemberian
hadiah; pelaranganmendagangkan sediaan farmasi dan pangan yang
rusak, cacat atau tercemar
SANKSI Sanksi administratif dan pidana
ATURAN 1. Berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan tidak
PERALIHAN/PENUTUP bertentangan
2. Berlaku 1 tahun setelah tanggal pengundangan
3. UU 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

ASPEK UU No 44 Tahun 2009


Judul Pemerintahan Daerah
Latar Belakang/Alasan  Perlunya meningkatkan efisiensi dan efektivitas
diterbitkan penyelenggaraan pemerintah daerah dengan lebih
memperhatikan aspek- aspek hubungan antar susunan
pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan
keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan
global
 UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sudah
tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan,
dan tuntutan penyelenggaraan otonomi
Dasar Hukum  Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal
20, Pasal 21, Pasal 22D , Pasal 23E ayat (2), Pasal 24A ayat (1),
Pasal 31 ayat (4), Pasal 33, dan Pasal 34 UUD 45
 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara
Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN
 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
 UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR, DPD, dan DPRD
 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
 UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
Ketentuan Umum Definisi : Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah, Pemerintah
Daerah, DPRD, Otonomi, Daerah Otonom, Desentralisasi,
Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, Peraturan Daerah, Peraturan
Kepala Daerah, Desa, Perimbangan keuangan antara Pemerintah
dan pemerintahan daerah, APBD, Pendapatan daerah, Belanja
daerah, Pembiayaan, Pinjaman daerah, Kawasan khusus, Pasangan
calon, KPUD, KPPS, Kampanye
Tujuan  Untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Materi Muatan/Aspek Pembentukan daerah & kawasan khusus, Pembagian urusan
yang Diatur pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan, Kepegawaian
Daerah, Peraturan daerah & peraturan kepala daerah, Perencanaan
Pembangunan Daerah, Keuangan Daerah, Kerjasama &
Penyelesaian Perselisihan, Kawasan Perkotaan, Desa, Pembinaan
& Pengawasan, Pertimbangan dalam Kebijakan Otonomi Daerah,
Sanksi -
Aturan  Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, maka Undang-
Peralihan/Penutup Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dinyatakan tidak berlaku.
4. UU 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

ASPEK UU 35/2009
JUDUL NARKOTIKA
LATAR 1. Mewujudkanmasyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan
BELAKANG/ALAS makmur yang meratamateriil dan spiritual berdasarkan Pancasila
AN DITERBITKAN dan UUD 1945.
2. Meningkatkanderajatkesehatansumberdayamanusia Indonesia
dalamrangkamensejahterakanrakyatdenganmengusahakanketerse
diaanNarkotikajenistertentu yang sangatdibutuhkansebagaiobat,
sertamencegah dan memberantaspenyalahgunaan dan
peredaranNarkotikabesertaprekursornya.
3. Pengendalian dan pengawasanNarkotikayang ketat.
4. UU No. 22 tahun 1997 tentangNarkotikasudahtidaksesuailagi.

DASAR HUKUM 1. Pasal 5 ayat(1) dan Pasal 20 UUD 1945.


2. UUNo. 8 tahun 1976 tentangPengesahanKonvensi Tunggal
Narkotika 1961 besertaprotokoltahun 1972 yang mengubahnya.
3. UU No. 7 tahun 1997.

KETENTUAN DefinisiNarkotika, prekursorNarkotika, produksiNarkotika; impor


UMUM dan eksporNarkotikaserta Precursor Narkotika di daerahPabean;
peredarangelapNarkotika dan Precursor Narkotika;
suratpersetujuanekspor dan impor; PBF dan
IndustriFarmasisebagaiperusahaanberbentuk badan hukum yang
memilikiizinuntukmelakukankegiatanproduksisertapenyaluranobat
dan bahanobatNarkotika; definisipencandu, transito,
penyalahgunaan, dan ketergantunganNarkotika; rehabilitasimedis
dan social; definisipermufakatanjahat, penyadapan dan
kejahatanterorganisasi; korporasi dan Menteri Kesehatan; dan
ketentuan lain-lain.
TUJUAN 1. Denganasaskeadilan,pengayoman, kemanusiaan,
ketertiban,perlindungan,keamanan, nilai-nilaiilmiah, dan
kepastianhukum.
2. MenjaminketersediaanNarkotikauntukkepentinganpelayanankese
hatan, mencegah, melindungi, dan
menyelamatkandaripenyalahgunaanNarkotika,memberantaspered
arangelapNarkotika dan PrekursorNarkotika, dan
menjaminpengaturanupayarehabilitasimedis dan
sosialbagipenyalahguna dan pecanduNarkotika.

MATERI Golongannarkotika; ketentuanpenggunaannarkotika;


MUATAN/ASPEK narkotikauntukilmupengetahuan dan teknologi; penyimpanan dan
YANG DIATUR
pelaporan, izin dan persetujuanimpor-ekspor; pengangkutan,
transito, pemeriksaan, peredaran, penyaluran, penyerahannarkotika;
label dan publikasi; prekusornarkotikabesertagolongan dan jenis;
rencanakebutuhantahunan dan pengadaan; pengobatan dan
rehabilitasi; pembinaan dan pengawasan; pencegahan dan
pemberantasan; tugas dan wewenang; penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidangpengadilan; peranserta dan penghargaan;
ketentuanpidana.

MATERI FARMASI IzinbagiPedangangBesarFarmasi dan


IndustriFarmasiuntukmelakukankegiatanproduksisertapenyaluranNa
rkotikasetelahdilakukan audit oleh
BPOM;penyimpananNarkotikadalampenguasaanindustrifarmasi,
pedagangbesarfarmasi,
saranapenyimpanansediaanfarmasipemerintah; pembuatan,
penyampaian, dan penyimpananlaporanberkalamengenaipemasukan-
pengeluaranNarkotika; izinekspor-imporNarkotika oleh
PBF/IndustriFarmasi; penyaluranNarkotikagol. I; label pada
kemasanNarkotika;
publikasiilmiahNarkotikadalammajalahfarmasi;rencanakebutuhantah
unanNarkotikadalambidangfarmasi; dan
produksiNarkotikauntukkepentinganIndustriFarmasi.

SANKSI Pidana, penjara, dan denda.

ATURAN 1. Semuaperaturandari UU No. 22 tahun 1997


PERALIHAN/PENU tentangNarkotikamasihtetapberlakusepanjangtidakbertentangan.
TUP
2. UU No. 22 tahun1997
danlampiranmengenaijenisPsikotropikaGolongan I dan Golongan
II yangtercantumdalam Lampiran UU No. 5 tahun 1997
tentangPsikotropika (yang
telahdipindahkanmenjadiNarkotikaGolongan I) dicabut.
5. UU 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Aspek UU No. 13 Tahun 2003

Judul Ketenagakerjaan
a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan
masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik
materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja
mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting
sebagai pelaku dan tujuan pembangunan;
c. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja,
diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan
kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam pembangunan
Latar Belakang / serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya
Alasan Diterbitkan sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan;
d. bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk
menjamin hak hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan
kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar
apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan
kemajuan dunia usaha;
e. bahwa beberapa undang undang di bidang ketenagakerjaan
dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan
tuntutan pembangunan ketenagakerjaan, oleh karena itu perlu
dicabut dan/atau ditarik kembali;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada
huruf a, b, c, d, dan e perlu membentuk Undang undang tentang
Ketenagakerjaan;
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28,
Dasar Hukum danPasal 33ayat (1) UndangUndangDasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Definisi : Ketenagakerjaan, Tenaga kerja, Pekerja/Buruh, Pengusaha,
Perusahaan, Perencanaan tenaga kerja, Informasi ketenagakerjaan,
Pelatihan kerja, Kompetensi kerja, Pemagangan, Pelayanan
penempatan tenaga kerja, Tenaga kerja asing, Perjanjian kerja,
Hubungan kerja, Hubungan industri, Serikat pekerja, Lembaga kerja
Ketentuan Umum
sama bipartit, Lembaga kerja sama tripartit, Peraturan perusahaan,
Perjanjian kerja bersama, Perselisihan hubungan industri, Mogok
kerja, Penutupan perusahaan, Pemutusan hubungan kerja, Anak,
Siang hari, Satu hari, Seminggu, Upah, Kesejahteraan pekerja/buruh,
Pengawasan ketenagakerjaan, Menteri
a.
Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas
keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas
sektoral pusat dan daerah
b. Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :
 Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara
Tujuan optimal dan manusiawi
 Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan
tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan
nasional dan daerah
 Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam
mewujudkan kesejahteraan; dan
 Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya
Kesempatan dan perlakuan yang sama terhadap tenaga kerja,
Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan, Pelatihan
kerja, Penempatan tenaga kerja, Perluasan kesempatan kerja,
Materi Muatan /
Penggunaan tenaga kerja asing, Hubungan kerja, Perlindungan,
Aspek yang Diatur
pengupahan dan kesejahteraan, Hubungan industrial, Pemutusan
hubungan kerja, Pengawasan, Penyidikan, Ketentuan pidana dan
sanksi administratif, Ketentuan peralihan dan Ketentuan penutup
Tidak disebutkan materi kefarmasian namun secara umum
Materi Farmasi menjelaskan peraturan mengenai ketenagakerjaan dalam perusahaan
dan industri.

Sanksi Pidana penjara dan denda serta sanksi administratif

1. Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk


Melakukan Pekerjaan Di Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1887
Nomor 8);
2. Ordonansi tanggal 17 Desember 1925 Peraturan tentang
Pembatasan Kerja Anak Dan Kerja Malam Bagi Wanita
(Staatsblad Tahun 1925 Nomor 647);
3. Ordonansi Tahun 1926 Peraturan mengenai Kerja Anak anak Dan
Orang Muda Di Atas Kapal (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 87);
4. Ordonansi tanggal 4 Mei 1936 tentang Ordonansi untuk
Aturan Peralihan / Mengatur Kegiatan kegiatan Mencari Calon Pekerja (Staatsblad
Penutup Tahun 1936 Nomor 208);
5. Ordonansi tentang Pemulangan Buruh Yang Diterima Atau
Dikerahkan Dari Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1939 Nomor
545);
6. Ordonansi Nomor 9 Tahun 1949 tentang Pembatasan Kerja Anak
anak (Staatsblad Tahun 1949 Nomor 8);
7. Undang undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan
Berlakunya Undang undang Kerja Tahun 1948 Nomor 12 Dari
Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara
Tahun 1951 Nomor 2);
8. Undang undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian
Perburuhan Antara Serikat Buruh Dan Majikan (Lembaran
Negara Tahun 1954 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 598a);
9. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan
Tenaga Asing (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 8 );
10. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja
Sarjana (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 207, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2270);
11. Undang undang Nomor 7 Pnps Tahun 1963 tentang Pencegahan
Pemogokan dan/atau Penutupan (Lock Out) Di Perusahaan,
Jawatan, dan Badan Yang Vital (Lembaran Negara Tahun 1963
Nomor 67);
12. Undang undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan
ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara
Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2912);
13. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 73, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3702);
14. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan
Berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 184,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3791);
15. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2000 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3
Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undangNomor 11
Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenaga-kerjaan Menjadi
Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 240,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4042), dinyatakan tidak
berlaku lagi.
6. UU 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

ASPEK UU No 5 Tahun 1997


Judul Psikotropika
Latar Belakang/Alasan  Psikotropika sangat bermanfaat dan diperlukan untuk
diterbitkan kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan
 Penyalahgunaan psikotropika dapat merugikan kehidupan
manusia dan kehidupan bangsa
 Meningkatnya peredaran gelap psikotropika yang makin
meluas serta berdimensi internasional
Dasar Hukum 1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) UUD 1945
2. UU No. 23 Tahun 1992
3. UU No. 8 Tahun 1996
Ketentuan Umum Definisi : Psikotropika, Pabrik obat, Produksi, Kemasan
Psikotropika, Peredaran, Perdagangan, Pedagang besar farmasi,
Pengangkutan, Dokumen, Transito, Penyerahan, Lembaga
penelitian dan/atau lembaga pendidikan, Korporasi, Menteri
Tujuan 1. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan
pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan
2. Mencegah terjadinya penyalaghunaan psikotropika
3. Memberantas peredaran gelap psikotropika
Materi Muatan/Aspek PRODUKSI, PEREDARAN (Penyaluran dan Penyerahan),
yang Diatur EKSPOR DAN IMPOR (Surat persetujuan ekspor dan surat
persetujuan impor, Pengangkutan, Transito, Pemeriksaan),
LABEL DAN IKLAN, KEBUTUHAN TAHUNAN DAN
PELAPORAN, PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA DAN
REHABILITASI, PEMANTAUAN PREKURSOR,
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN, PEMUSNAHAN,
PERAN SERTA MASYARAKAT, PENYIDIKAN,
KETENTUAN PIDANA
Materi Farmasi  -
Sanksi PIDANA MATI ATAU PENJARA DAN PIDANA DENDA
Aturan Peralihan/Penutup  SEMUA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
YANG MENGATUR PSIKOTROPIKA MASIH TETAP
BERLAKU SEPANJANG TIDAK BERTENTANGAN
DAN/ ATAU BELUM DIGANTI DENGAN PERATURAN
YANG BARU
 UU BERLAKU MULAI PADA TANGGAL
DIUNDANGKAN
7. UU 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

ASPEK UU No 44 Tahun 2009


Judul Rumah Sakit
Latar  Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang
Belakang/Alasan  Penyelenggaraan rumah sakit sebagai institusi pelayanan
diterbitkan kesehatan bagi masyarakat;
 Peraturan mengenai rumah sakit belum cukup memadai untuk
dijadikan landasan hukum
Dasar Hukum Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ketentuan Umum Definisi : Rumah Sakit, Gawat Darurat, Pelayanan Kesehatan
Paripurna, Pasien, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Menteri
Tujuan  Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan;
 Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di
rumah sakit
 Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan
rumah sakit; dan
 Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat,
sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
Materi Muatan/Aspek Tugas dan Fungsi, Tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah
yang Diatur Daerah, Persyaratan (Umum, Lokasi, Bangunan, Prasarana, SDM,
Kefarmasian, Peralatan), Jenis dan Klasifikasi, Perizinan, Kewajiban
dan Hak, Penyelenggaraan, Pembiayaan, Pencatatan dan Pelaporan,
Pembinaan dan Pengawasan, Ketentuan Pidana, Ketentuan Peralihan
Materi Farmasi  Ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
 Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis
pakai di Rumah Sakit
 Besaran harga perbekalan farmasi pada instalasi farmasi Rumah
Sakit
Sanksi Pidana denda max 5 milyar dan Penjara max 2 tahun
Aturan Peralihan  Semua Rumah Sakit yang sudah ada harus menyesuaikan dengan
ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang ini, paling lambat
dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini
diundangkan
 Izin penyelenggaraan Rumah Sakit yang telah ada tetap berlaku
8. UU 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan

ASPEK UU No 36 Tahun 1996


Judul Tenaga Kesehatan
Latar  Ketentuan mengenai tenaga kesehatan masih tersebar dalam
Belakang/Alasan berbagai peraturan perundang- undangan dan belum menampung
diterbitkan kebutuhan hukum masyarakat
Dasar Hukum  Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat
(3) UUD 1945
 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Ketentuan Umum Definisi : Tenaga Kesehatan, Asisten Tenaga Kesehatan, Fasilitas
Pelayanan kesehatan, Upaya kesehatan, Kompetensi, Uji
kompetensi, Sertifikat kompetensi, Sertifikat profesi, Registrasi,
STR, SIP, Standar profesi, Standar pelayanan profesi, Standar
prosedur operasional, Konsil tenaga kesehatan indonesia, Organisasi
profesi, Kolegium masing-masing tenaga kesehatan, Penerima
pelayanan kesehatan, Pemerintah pusat, Pemerintah daerah, Menteri
Tujuan  Memenuhi kebutuhan masyarakat akan Tenaga Kesehatan;
 Mendayagunakan Tenaga Kesehatan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat
 Memberikan pelindungan kepada masyarakat dalam menerima
penyelenggaraan Upaya Kesehatan
 Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan
Upaya Kesehatan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan
 Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan Tenaga
Kesehatan
Materi Muatan/Aspek TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG PEMERINTAH DAN
yang Diatur PEMERINTAH DAERAH, KUALIFIKASI DAN
PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN, PERENCANAAN,
PENGADAAN, DAN PENDAYAGUNAAN, KONSIL TENAGA
KESEHATAN INDONESIA, REGISTRASI DAN PERIZINAN
TENAGA KESEHATAN, ORGANISASI PROFESI, TENAGA
KESEHATAN WARGA NEGARA INDONESIA LULUSAN
LUAR NEGERI DAN TENAGA KESEHATAN WARGA
NEGARA ASING, HAK DAN KEWAJIBAN TENAGA
KESEHATAN, PENYELENGGARAAN KEPROFESIAN,
PENYELESAIAN PERSELISIHAN, PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN, KETENTUAN PIDANA
Materi Farmasi 
Sanksi Pidana dan Denda
Aturan  Saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah
Peralihan/Penutup Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku
1) PP 20 Tahun 1962 Tentang Lafal Sumpah Janji Apoteker
ASPEK PP No. 20 Tahun 1962
JUDUL Lafal Sumpah Janji Apoteker
LATAR BELAKANG/ALASAN Perlu menetapkan lafal sumpah/janji apoteker
DITERBITKAN
DASAR HUKUM Pasal 5 ayat 2 Undang-undang Dasar, pasal 10 ayat (3) Undang-
undang No.9 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan
(Lembaga-Negara tahun 1960 No.131)
KETENTUAN UMUM Sebelum seorang apoteker melakukan jabatanya,maka ia harus
mengucapkan sumpah apoteker menurut cara agama yang
dipeluknya
TUJUAN Menetapkan peraturan pemerintah tentang lafal/janji apoteker
MATERI MUATAN/ASPEK Lafal sumpah/janji apoteker
YANG DIATUR
MATERI FARMASI Lafal sumpah/janji apoteker
SANKSI -
ATURAN Berlaku pada hari diundangkannya
PERALIHAN/PENUTUPAN
2) PP 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan
ASPEK PP No. 32 Tahun 1996
JUDUL Tenaga Kesehatan
LATAR Pelaksanaan ketentuan UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
BELAKANG/ALASAN
DITERBITKAN
DASAR HUKUM Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, UU No. 23 Tahun 1992
KETENTUAN UMUM Tenaga Kesehatan, sarana kesehatan, upaya kesehatan, Menteri
TUJUAN 1. Mewujudkan sumber daya tenaga kesehatan yang memadai sesuai
yang dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan
2. Mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat mencapai derajat yang kesehatan yang optimal
MATERI KETENTUAN UMUM, JENIS TENAGA KESEHATAN, PERSYARATAN,
MUATAN/ASPEK YANG PERENCANAAN, PENGADAAN DAN PENEMPATAN, STANDAR PROFESI
DIATUR DAN PERLINDUNGAN HUKUM, PERHARGAAN, IKATAN PROFESI,
TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING, PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN, KETENTUAN PIDANA
MATERI FARMASI Tenaga kesehatan, tenaga kefarmasian
SANKSI Sanksi administratif
ATURAN 1. Masih tetap berlaku sepanjang belum tergantikan dan/atau belum
PERALIHAN/PENUTUP diganti berdasarkan PP ini
2. Berlaku sejak tanggal diundangkan
3) PP 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan

ASPEK UU No 72 Tahun 1998


Judul Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Latar - Sebagai salah satu upaya dalam pembangunan kesehatan
Belakang/Alasan - Sebagai pelaksanaan dari UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang
diterbitkan Kesehatan
Dasar Hukum - Pasal 5 ayat (2) UUD 1945
- UU Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
- UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Ketentuan Umum Definisi : sediaan farmasi, alat kesehatan, produksi, peredaran,
pengangkutan, kemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan, serta
Menteri.
Tujuan  Untuk Melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak tepat
serta yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan
Materi Muatan/Aspek Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan, produksi, peredaran,
yang Diatur pemasukan dan pengeluaran sediaan farmasi dan alat kesehatan ke
dalam dan dari wilayah Indonesia, kemasan sediaan farmasi dan alat
kesehatan, penandaan dan iklan, pemeliharaan mutu, pengujian dan
penarikan kembali sediaan farmasi dan alat kesehatan dari
peredaran, pemusnahan, peran serta masyarakat, pembinaan, dan
pengawasan
Materi Farmasi - Ketentuan umum (pasal 1)
- Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan (pasal 2)
- Produksi (pasal 3, 4, dan 5)
- Peredaran(bagian umum : pasal 6, 7, dan 8; izin edar : pasal 9,
10, dan 11; pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan : pasal
12, 13, dan 14; penyaluran : pasal 15; penyerahan : pasal 16)
- Pemasukan dan pengeluaran sediaan farmasi dan alat kesehatan
ke dalam dan dari wilayah Indonesia (pasal 17, 18, 19, 20, 21,
22, dan 23)
- Kemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan (pasal 24 dan 25)
- Penandaan dan iklan (penandaan dan informasi : pasal 26, 27,
28, 29, dan 30; iklan : pasal 31, 32, dan 33)
- Pemeliharaan mutu (pasal 34 dan 35)
- Pengujian dan penarikan kembali sediaan farmasi dan alat
kesehatan dari peredaran (pengujian kembali : pasal 36, 37, 38
dan 39); penarikan kembali : pasal 40 dan 41; ganti rugi : pasal
43)
- Pemusnahan (pasal 44, 45, 46, 47, dan 48)
- Peran serta masyarakat (pasal 49, 50, 51, 52, dan 53)
- Pembinaan (pasal 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, dan 63)
- Pengawasan (tanggung jawab pengawasan : pasal 64, 65, 66, 67,
68, 69, 70, 71; tindakan administratif : pasal 72 dan 73)
- Ketentuan pidana (pasal 74, 75, 76, 77, 78, dan 79)
Sanksi Pidana Penjara & Denda
Aturan Peralihan - Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka semua
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah ada, tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini
- Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka:
1. PharmaceutisscheStoffenKeuringsVerordening
(StaatsbladTahun 1938 Nomor 172)
2. VerpakkingsVerordeningPharmaceutisscheStoffenNomor 1
(StaatsbladTahun 1938 Nomor 173);
 Verpakkings Verordening Kinine (Staatsblad Tahun 1939 Nomor
210); dinyatakan tidak berlaku lagi.
4) PP 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

ASPEK PP 38/2007
JUDUL PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH,
PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN
DAERAH KABUPATEN/KOTA
LATAR UntukmelaksanakanketentuanPasal 14 ayat (3) Undang-Undang No.
BELAKANG/ALAS 32 tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah dan Pasal 30 ayat (9)
AN DITERBITKAN Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentangPenanaman Modal,

DASAR HUKUM 1. Pasal 5 ayat (2) UUD 1945.


2. UU No. 32 tahun 2004 tentangPemerintahan
DaerahsebagaimanatelahdiubahdenganUU No. 8 tahun 2005
tentangPenetapanPeraturanPemerintahpenggantiUUNo. 3 tahun
2005.
3. UU No. 25 tahun 2007 tentangPenanaman Modal.

KETENTUAN Definisipemerintah, pemerintahdaerah, daerahotonom, hak,


UMUM wewenang, dan kewajibanotonomidaerah, urusanpemerintahan, dan
kebijakannasional.

TUJUAN Untukmenjabarkanpembagianurusanpemerintahanberdasarkankriteria
eksternalitas, akuntabilitas, dan
efisiensidenganmemperhatikankeserasianhubunganantartingkatan
dan/ataususunanpemerintahan.
MATERI Urusanpemerintahan, pembagianurusan,
MUATAN/ASPEK pengelolaanurusanpemerintah, urusanpemerintahansisa,
YANG DIATUR penyelenggaraanurusanpemerintah, pembinaanurusanpemerintah,
dan ketentuan lain-lain.

MATERI FARMASI Kesehatantermasuk di dalamnyamengenaiObat dan


PerbekalanKesehatan (penyediaan dan
pengelolaanbufferstockobatnasional, alkes, reagensia, vaksin,
sertaizinregistrasiakreditasi, seritifikasi, pemberianizin
PBF/IndustriFarmasi/PBAK/IKOT/apotek/tokoobat), dan
pengambilansampel/contohsediaanfarmasi) adalahunsurwajiburusan
dan kewenanganpemerintahdaerahprovinsi dan
pemerintahdaerahkabupaten/kota. Termasuk juga di
dalamnyamengenaiSumberDaya TenagaKesehatan (registrasi,
akreditasi, sertifikasi,
pemberianrekomendasiizintenagakerjakesehatanasing dan
pemberianizinpraktiktenagakesehatantertentu).

SANKSI

ATURAN 1. PeraturanpelaksanaanPPno. 25 tahun 2000


PERALIHAN/PENU dinyatakantetapberlakusepanjangbelumdiganti dan
TUP tidakbertentangan, namunperaturanper-UU-anyang
berkaitandenganpembagianurusanpemerintahan di
dalamnyadinyatakantidakberlaku.
2. PP no. 25 tahun 2000 dicabut.
5) PP 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

ASPEK PP No 19 Tahun 2005


Judul Standar Nasional Pendidikan
Latar  Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 35 ayat (4), Pasal
Belakang/Alasan 36 ayat (4), Pasal 37 ayat (3), Pasal 42 ayat (3), Pasal 43 ayat (2),
diterbitkan Pasal 59 ayat (3), Pasal 60 ayat (4), dan Pasal 61 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Dasar Hukum  Pasal 5 ayat (2) UUD 1945
 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
Ketentuan Umum Definisi : Standar nasional pendidikan, Pendidikan formal,
Pendidikan Non-formal, Standar kompetensi lulusan, Standar isi,
Standar proses, Standar pendidik dan tenaga kependidikan, Standar
sarana dan prasarana, Standar pengelolaan, Standar pembiayaan,
Standar penilaian, Biaya operasi, Kurikulum, Kerangka dasar
kurikulum, Kurikulum tingkat satuan pendidikan, Peserta didik,
Penilaian, Evaluasi pendidikan, Ulangan, Ujian, Akreditasi, Badan
Standar Nasional Pendidikan, Departemen, Lembaga Penjaminan
Mutu Pendidikan, BAN-S/M, BANPNF, BANPT, Menteri
Tujuan  Menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat.
Materi Muatan/Aspek standar isi; standar proses; standar kompetensi lulusan; standar
yang Diatur pendidik dan tenaga kependidikan; standar sarana dan prasarana;
standar pengelolaan; standar pembiayaan;dan standar penilaian
pendidikan.
Materi Farmasi -
Sanksi -
Aturan  Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS), Badan
Peralihan/Penutup Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), Panitia
Nasional Penilaian Buku Pelajaran (PNPBP) masih tetap
menjalankan tugas dan fungsinya sampai dibentuknya badan baru
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
 Satuan pendidikan wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan
Peraturan Pemerintah ini paling lambat 7 (tujuh) tahun.
 Standar kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 berlaku efektif sepenuhnya 15 (lima belas) tahun sejak
ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.
 Ujian nasional untuk peserta didik SD/MI/SDLB mulai
dilaksanakan 3 (tiga) tahun sejak ditetapkannya Peraturan
Pemerintah ini.
 Penyelenggaraan ujian nasional dilaksanakan oleh Pemerintah
sebelum BSNP menjalankan tugas dan wewenangnya
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. .
6) PP 23 Tahun 2004 Tentang Badan Nasional Sertifikat Profesi

ASPEK PP No 23 Tahun 2004


Judul Badan Nasional Sertifikat Profesi
Latar  Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (5) UU No
Belakang/Alasan 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
diterbitkan
Dasar Hukum 1. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. UU Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
3. UU Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri
4. UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
5. UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
6. UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan
7. UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
8. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Ketentuan Umum Definisi : Sertifikasi kompetensi kerja, standar kompetensi kerja
nasional Indonesia, Menteri
Tujuan 1. Membentuk Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang selanjutnya
dalam Peraturan Pemerintah ini disebut dengan BNSP.
2. BNSP berguna untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja
bagi tenaga kerja, baik yang berasal dari lulusan pelatihan kerja
dan/atau tenaga kerja yang telah berpengalaman.
3. BNSP tersebut sangat diperlukan sebagai lembaga yang
mempunyai otoritas dan menjadi rujukan dalam penyelenggaraan
sertifikasi kompetensi kerja secara nasional.
4. BNSP sangat penting dalam kaitannya dengan penyiapan tenaga
kerja Indonesia yang kompetitif menghadapi persaingan di pasar
kerja global
Materi Muatan/Aspek Pembentukan dan tugas, organisasi, pengangkatan dan
yang Diatur pemberhentian, tata kerja, pembiayaan dari Badan Nasional
Sertifikasi Profesi.
Materi Farmasi  Pasal 4 ayat 1: BNSP dapat memberikan lisensi kepada lembaga
sertifikasi profesi (dalam hal ini profesi apoteker juga termasuk)
yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk melaksanakan
sertifikasi kompetensi kerja
 Pasal 7: Persyaratan untuk menjadi anggota BNSP: Memiliki
pengalaman kerja di bidang profesi tertentu minimal 5 (lima)
tahun (bisa dikatakan apoteker merupakan salah satu jenis
profesi)
Sanksi -
Aturan Peralihan  Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
7) PP 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian

ASPEK UU No 44 Tahun 2009


Judul Pekerjaan Kefarmasian
Latar Belakang/Alasan  Dalam rangka untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63
diterbitkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Dasar Hukum  Pasal 5 ayat (2) UUD 1945
 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495)
Ketentuan Umum Definisi : Pekerjaan Kefarmasian, Sediaan Farmasi, Tenaga
Kefarmasian, Pelayanan Farmasi, Apoteker, Tenaga Teknis
Kefarmasian, Fasilitas Kesehatan, Fasilitas Kefarmasian,
Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi, Fasilitas Distribusi Sediaan,
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Pedagang Besar
Farmasi(PBF), Apotek, Toko Obat, Standar Profesi, Standar
Prosedur Operasional, Standar Kefarmasian, Asosiasi,
Organisasi Profesi, STRA, STRTTK, SIPA, SIK, Rahasia
Kedokteran, Rahasia Kefarmasian, dan Menteri
Tujuan  Melindungi pasien & masyarakat dalam memperoleh sediaan
& jasa kefarmasian
 Mempertahankan & meningkatkan mutu penyelenggaraan
Pekerjaan Kefarmasian
 Memberi kepastian hukum untuk pasien & TTK
Materi Muatan/Aspek Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian, Tenaga Kefarmasian,
yang Diatur Disiplin Tenaga Kefarmasian, Pembinaan dan Pengawasan,
Ketentuan Peralihan
Materi Farmasi  Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian
 Tenaga Kefarmasian
 Disiplin Tenaga Kefarmasian
Sanksi -
Aturan Peralihan  Apoteker yang telah memiliki Surat Penugasan dan/atau
Surat Izin Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan
Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini
 Apoteker dan Asisten Apoteker yang dalam jangka waktu 2
(dua) tahun belum memenuhi persyaratan maka surat izin
untuk menjalankan Pekerjaan Kefarmasian batal
8) PERPRES 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/JasaPemerintah

ASPEK PERPRES No 54 Tahun 2010


Judul Pengadaan Barang/JasaPemerintah
Latar 1. Pengadaan Barang/JasaPemerintah yang efisien, terbuka dan
Belakang/Alasan kompetitif sangat diperlukan bagi ketersediaan Barang/Jasa yang
diterbitkan terjangkau dan berkualitas
2. Perlu pengaturan mengenai tata cara PengadaanBarang/Jasa yang
sederhana, jelas dan komprehensif
3. Perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pengadaan
Barang/JasaPemerintah.
Dasar Hukum 1. Pasal 4 ayat (1) UUD 1945
2. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah.
Ketentuan Umum Definisi : PengadaanBarang/JasaPemerintah;
Kementerian/Lembaga/SatuanKerjaPerangkat Daerah/ Institusilainnya;
Pengguna Barang/Jasa; Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah; Pengguna Anggaran; Kuasa Pengguna Anggaran; Pejabat
Pembuat Komitmen; Unit Layanan Pengadaan; Pejabat Pengadaan;
Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan; Aparat Pengawas Intern
Pemerintah; Penyedia Barang/Jasa; Pakta Integritas; Barang; Pekerjaan
Konstruksi; Jasa Konsultansi; Jasa Lainnya; Industri Kreatif; Sertifikat
Keahlian Pengadaan Barang/Jasa; Swakelola; Dokumen Pengadaan;
Kontrak Pengadaan Barang/Jasa; Pelelangan Umum; Pelelangan Terbatas;
Pelelangan Sederhana; Pemilihan Langsung; Seleksi Umum; Seleksi
Sederhana; Sayembara; Kontes; Penunjukan Langsung; Pengadaan
Langsung; Usaha Mikro; Usaha Kecil; Surat Jaminan; PekerjaanKompleks,
E-Procurement; Layanan Pengadaan Secara Elektronik; E-Tendering; E-
Catalogue; E-Purchasing; dan Portal Pengadaan Nasional.
Tujuan  Melindungi pasien & masyarakat dalam memperoleh sediaan &
jasa kefarmasian
 Mempertahankan & meningkatkan mutu penyelenggaraan
Pekerjaan Kefarmasian
 Memberi kepastian hukum untuk pasien & TTK
Materi Muatan/Aspek Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian, Tenaga Kefarmasian,
yang Diatur Disiplin Tenaga Kefarmasian, Pembinaan dan Pengawasan,
Ketentuan Peralihan
Materi Farmasi  Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian, Tenaga Kefarmasian
 Disiplin Tenaga Kefarmasian
Sanksi -
Aturan Peralihan  Apoteker yang telah memiliki Surat Penugasan dan/atau Surat
Izin Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan
Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib
menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini
 Apoteker dan Asisten Apoteker yang dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun belum memenuhi persyaratan maka surat izin untuk
menjalankan Pekerjaan Kefarmasian batal

Anda mungkin juga menyukai