Anda di halaman 1dari 26

Aspek OBAT OBAT TRADISIONAL

yang
Per-UUan Isi Aturan Per-UUan Isi Aturan
Diatur
Terkait Terkait
2.PERSYARATAN INDUSTRI DAN DISTRIBUTOR
Izin Edar UU 36/’09 Pasal 106 UU No 36/’09 Pasal 106
tentang tentang
Kesehatan (1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan Kesehatan (1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat
setelah mendapat izin edar. diedarkan setelah mendapat izin edar.

(2) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan (2) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat
harus memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan kesehatan harus memenuhi persyaratan objektivitas dan
serta tidak menyesatkan. kelengkapan serta tidak menyesatkan.

(3) Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan (3) Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan
memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan
dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin
kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi
dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau
dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai
perundang- undangan. dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

PP 72/’98 Pasal 9 PP 72/’98 Pasal 9


tentang (1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan tentang (1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat
Pengamanan setelah memperolah izin edar dari Menteri. Pengamanan diedarkan setelah memperolah izin edar dari Menteri.
Sediaan (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Sediaan Farmasi (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
Farmasi dan ayat (1) bagi sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan Alat dalam ayat (1) bagi sediaan farmasi yang berupa obat
Alat yang diproduksi oleh perorangan. Kesehatan tradisional yang diproduksi oleh perorangan.
Kesehatan Pasal 10 Pasal 10
(1) Izin edar sediaan farmasi dan alat kesehatan diberikan atas (1) Izin edar sediaan farmasi dan alat kesehatan diberikan
dasar permohonan secara tertulis kepada Menteri. atas dasar permohonan secara tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam (2) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud
ayat (1) disertai dengan keterangan dan / atau data dalam ayat (1) disertai dengan keterangan dan / atau
mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan yang data mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
dimohonkan untuk memperoleh izin edar serta contoh dimohonkan untuk memperoleh izin edar serta contoh
sediaan farmasi dan alat kesehatan sediaan farmasi dan alat kesehatan
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan izin (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan
edar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) izin edar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
oleh Menteri. ayat (2) oleh Menteri.
Pasal 11 Pasal 11
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimohonkan untuk Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimohonkan untuk
memperolah izin edar dari segi mutu, keamanan dan memperolah izin edar dari segi mutu, keamanan dan
kemanfaatan. kemanfaatan.

Pasal 13 Pasal 13
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang lulus dalam (1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang lulus dalam
pengujian diberikan izin edar pengujian diberikan izin edar
(2) Izin edar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan (2) Izin edar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dalam bentuk persetujuan pendaftaran. diberikan dalam bentuk persetujuan pendaftaran.
(3) Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak lulus dalam (3) Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak lulus
pengujian diberikan surat keterangan yang menyatakan dalam pengujian diberikan surat keterangan yang
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bersangkutan menyatakan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
tidak memenuhi persyaratan untuk diedarkan. bersangkutan tidak memenuhi persyaratan untuk
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin edar dan surat diedarkan.
keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin edar dan surat
(2), dan ayat (3) diatur oleh Menteri. keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur oleh Menteri.
Pasal 22
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimasukkan ke Pasal 22
dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan harus memiliki (1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimasukkan ke
izin edar dari Menteri. dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan harus
(2) Tata cara memperoleh izin edar bagi sediaan farmasi dan memiliki izin edar dari Menteri.
alat kesehatan yang dimasukkan ke dalam wilayah (2) Tata cara memperoleh izin edar bagi sediaan farmasi dan
Indonesia, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan alat kesehatan yang dimasukkan ke dalam wilayah
mengenai izin edar sediaan farmasi dan alat kesehatan Indonesia, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
mengenai izin edar sediaan farmasi dan alat kesehatan
PMK 1010/’08 Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk PMK 007/’12 Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat
tentang mendapatkan izin edar tentang tradisional untuk mendapatkan izin edar.
Registrasi Registrasi Obat
Obat Tradisional
Pasal 2 BAB II IZIN EDAR

(1) Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya Pasal 2


harus dilakukan registrasi untuk memperoleh Izin Edar;
(1) Obat tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia
(2) Izin Edar diberikan oleh Menteri; wajib memiliki

(3) Menteri melimpahkan pemberian Izin Edar kepada Kepala izin edar.
Badan;
(2) Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada oleh Kepala Badan.
ayat (1) untuk:
(3) Pemberian izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat
a. Obat penggunaan khusus atas (2) dilaksanakan melalui mekanisme registrasi sesuai
dengan tatalaksana yang ditetapkan.
permintaan dokter;
Pasal 3
b. Obat Donasi;
Izin edar berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
c. Obat untuk Uji Klinik; selama memenuhi persyaratan.
d. Obat Sampel untuk Registrasi. Pasal 6

(1) Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus


memenuhi kriteria sebagai berikut:
BAB II KRITERIA
a.menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan
Pasal 4
keamanan dan mutu;
Obat yang memiliki izin edar harus memenuhi kriteria berikut:
b.dibuat dengan menerapkan CPOTB;
a. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai
dibuktikan melalui percobaan hewan dan uji klinis atau
bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu c.memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia
pengetahuan yang bersangkutan; atau persyaratan lain yang diakui;

b. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi d.berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun
sesuai Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), spesifikasi temurun, dan/atau secara ilmiah; dan
dan metoda pengujian terhadap semua bahan yang
digunakan serta produk jadi dengan bukti yang sahih; e.penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan
tidak menyesatkan.
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang
dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria sebagaimana
aman; dimaksud pada

d. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat. ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan.

e. Kriteria lain adalah khusus untuk psikotropika harus memiliki


keunggulan kemanfaatan dan keamanan dibandingkan
Pemberian Izin Edar
dengan obat standar dan obat yang telah disetujui beredar di
Indonesia untuk indikasi yang diklaim. Pasal 18

f. Khusus kontrasepsi untuk program nasional dan obat program (1) Kepala Badan memberikan persetujuan berupa izin edar
lainnya yang akan ditentukan kemudian, harus dilakukan uji atau penolakan registrasi berdasarkan rekomendasi yang
klinik di Indonesia. diberikan oleh Tim Penilai Keamanan, Khasiat /
Manfaat, dan Mutu, dan / atau Komite Nasional Penilai
Obat Tradisional.
BAB IV TATA CARA MEMPEROLEH IZIN EDAR (2) Kepala Badan melaporkan pemberian izin edar
Bagian Pertama: Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri
setiap 1 (satu) tahun sekali.
Pasal 14

(1) Registrasi diajukan kepada Kepala Badan.

(2) Kriteria dan tata laksana registrasi ditetapkan oleh Kepala


Badan Pelaksanaan Izin Edar

Pasal 20
(3) Dokumen registrasi merupakan dokumen rahasia yang (1) Pemegang nomor izin edar wajib memproduksi atau
dipergunakan terbatas hanya untuk keperluan evaluasi oleh mengimpor dan mengedarkan obat tradisional selambat-
yang berwenang. lambatnya 1 (satu) tahun

setelah tanggal persetujuan dikeluarkan.

Bagian Kedua: Biaya (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaporkan kepada Kepala Badan.
Pasal 15

(1) Terhadap registrasi dikenakan biaya;

(2) Ketentuan tentang biaya sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan;

Bagian Ketiga: Evaluasi

Pasal 16

Terhadap dokumen registrasi yang telah memenuhi ketentuan


dilakukan evaluasi sesuai kriteria sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4.

Pasal 17

(1) Untuk melakukan evaluasi dibentuk:

a. Komite Nasional Penilai Obat

b. Panitia Penilai Khasiat-Keamanan

c. Panitia Penilai Mutu, Teknologi, Penandaan dan


Kerasionalan Obat
(2) Pembentukan, Tugas dan Fungsi Komite Nasional Penilai
Obat dan Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Kepala Badan.

Bagian Keempat: Pemberian Izin Edar

Pasal 18

(1)Kepala Badan memberikan persetujuan atau penolakan izin


edar berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Komite
Nasional Penilai Obat, Panitia Penilai Khasiat - Keamanan
dan Panitia Penilai Mutu, Teknologi, Penandaan dan
Kerasionalan Obat;

(2)Kepala Badan melaporkan Izin edar sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) kepada Menteri satu tahun sekali;

(3)Dalam hal permohonan registrasi obat ditolak, biaya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) tidak dapat
ditarik kembali.

Bagian Keenam: Masa Berlaku lzin Edar

Pasal 20

Izin edar berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama


memenuhi ketentuan yang berlaku.

BAB V

PELAKSANAAN IZIN EDAR

Pasal 21
(1) Pendaftar yang telah mendapat izin edar wajib memproduksi
atau mengimpor dan mengedarkan selambat-lambatnya 1
(satu) tahun setelah tanggal persetujuan dikeluarkan.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dilaporkan kepada Kepala Badan.

Izin Usaha dan PMK 1799/’10 Pasal 4 PMK 006/’10 BAB III PERIZINAN
Sarana tentang (1) Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin tentang Industri
Industri industri farmasi dari Direktur Jenderal. dan Usaha Obat Pasal 6
Farimasi Pasal 5 Tradisional
(1) Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi (1) Setiap industri dan usaha di bidang obat tradisional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terdiri atas: wajib memiliki izin dari Menteri.
a. berbadan usaha berupa perseroan terbatas; (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
b. memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan pada ayat (1) untuk usaha jamu gendong dan usaha jamu
obat; racikan.
c. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; (3) Selain wajib memiliki izin, industri dan usaha obat
d. memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang tradisional wajib memenuhi ketentuan peraturan
apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing perundang-undangan di bidang penanaman modal.
sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, Pasal 7
dan pengawasan mutu; dan
e. komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung Izin industri dan usaha obat tradisional berlaku seterusnya
atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan selama industri dan usaha obat tradisional yang bersangkutan
perundang-undangan di bidang kefarmasian. masih berproduksi dan
(2) Dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf b, bagi pemohon izin industri memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Pasal 8
Negara Republik Indonesia.
Pasal 6
Menteri dalam pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam
(1) Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan
persetujuan prinsip. Pasal 6 ayat (1) mendelegasikan kewenangan pemberian izin
untuk :
(2) Permohonan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Direktur a. IOT dan IEBA kepada Direktur Jenderal;
Jenderal. b. UKOT kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi; dan
(3) Dalam hal permohonan persetujuan prinsip dilakukan c. UMOT kepada Kepala Dinas Kesehatan
oleh industri Penanaman Modal Asing atau Penanaman Kabupaten/Kota.
Modal Dalam Negeri, pemohon harus memperoleh Surat
Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang Pasal 9
menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. (1) Untuk memperoleh izin pendirian IOT dan IEBA
diperlukan persetujuan prinsip.
(4) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(2) Persetujuan prinsip untuk IOT dan IEBA diberikan oleh
diberikan oleh Direktur Jenderal setelah pemohon
Direktur Jenderal.
memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan
Pasal 10
(RIP) dari Kepala Badan.
(5) Dalam hal permohonan persetujuan prinsip telah (1) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal
diberikan, pemohon dapat langsung melakukan persiapan, 9 diberikan kepada pemohon untuk dapat melakukan
pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan instalasi persiapan persiapan dan usaha pembangunan,
peralatan, termasuk produksi percobaan dengan pengadaan, pemasangan/instalasi peralatan dan lain-
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-
lain yang diperlukan pada lokasi yang disetujui.
undangan.
(2) Persetujuan prinsip berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga)
Permohonan Izin Industri Farmasi
tahun dan dapat diperpanjang paling lama untuk 1 (satu)
Pasal 13 tahun.

(2) Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani (3) Persetujuan prinsip batal dengan sendirinya apabila
oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun atau melampaui
pemastian mutu dengan kelengkapan sebagai berikut: jangka waktu perpanjangannya pemohon tidak
a. fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi; melaksanakan kegiatan pembangunan secara fisik.
b. surat Persetujuan Penanaman Modal untuk Industri
Farmasi dalam rangka Penanaman Modal Asing atau Pasal 11
Penanaman Modal Dalam Negeri;
c. daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan; (1) Terhadap permohonan izin dan persetujuan prinsip
d. jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya; dikenai biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak
e. fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan
sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.
Upaya Pemantauan Lingkungan / Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan; (2) Dalam hal permohonan izin dan persetujuan prinsip
f. rekomendasi kelengkapan administratif izin industri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, maka
farmasi dari kepala dinas kesehatan provinsi;
g. rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala biaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali.
Badan;
h. daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi
terakhir;
i. asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Persetujuan
masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, Prinsip
apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan
apoteker penanggung jawab pemastian mutu;
j. fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing Pasal 12
apoteker penanggung jawab produksi, apoteker
penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker Persyaratan untuk memperoleh persetujuan prinsip
penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 terdiri dari:
perusahaan;
k. fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker a. surat permohonan;
(STRA) dari masing-masing apoteker penanggung b. fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai
jawab produksi, apoteker penanggung jawab ketentuan;
pengawasan mutu dan apoteker penanggung jawab c. susunan Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan
pemastian mutu; dan Pengawas;
l. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah d. fotokopi KTP/Identitas Direksi/Pengurus dan
terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam Komisaris/Badan Pengawas;
pelanggaran perundang-undangan di bidang e. pernyataan Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan
kefarmasian. Pengawas tidak
pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-
(3) Permohonan izin industri farmasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal dengan undangan di bidang farmasi;
tembusan kepada Kepala Badan dan kepala dinas kesehatan f. fotokopi bukti penguasaan tanah dan bangunan;
provinsi setempat dengan menggunakan contoh g. fotokopi Surat Izin Tempat Usaha;
sebagaimana tercantum dalam Formulir 7 terlampir. h. Surat Tanda Daftar Perusahaan;
i. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan;
(4) Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak j. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
diterimanya tembusan permohonan sebagaimana dimaksud k. persetujuan lokasi dari Pemerintah Daerah
pada ayat (3), Kepala Badan melakukan audit pemenuhan Kabupaten/Kota;
persyaratan CPOB. l. Rencana Induk Pembangunan (RIP) yang mengacu pada
(5) Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak pemenuhan CPOTB dan disetujui Kepala Badan;
diterimanya tembusan permohonan sebagaimana dimaksud m. asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari
pada ayat (3), kepala dinas kesehatan provinsi melakukan Apoteker penanggung jawab;
verifikasi kelengkapan persyaratan administratif. n. fotokopi surat pengangkatan Apoteker penanggung
jawab dari pimpinan perusahaan;
(6) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak o. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA); dan
dinyatakan memenuhi persyaratan CPOB, Kepala Badan p. jadwal rencana pendirian bangunan industri dan
mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB
pemasangan mesin/peralatan.
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada kepala
Pasal 13
dinas kesehatan provinsi dan pemohon dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam (1) Permohonan persetujuan prinsip diajukan kepada
Formulir 8 terlampir.
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
(7) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan
dinyatakan memenuhi kelengkapan persyaratan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
administratif, kepala dinas kesehatan provinsi
Formulir 1 terlampir.
mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan
administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan (2) Sebelum pengajuan permohonan persetujuan prinsip
kepada Kepala Badan dan pemohon dengan menggunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon wajib
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 9 terlampir. mengajukan permohonan persetujuan Rencana Induk
(8) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah Pembangunan (RIP) kepada Kepala Badan dengan
menerima rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
(6) dan ayat (7) serta persyaratan lainnya, Direktur Jenderal Formulir 2 terlampir.
menerbitkan izin industri farmasi dengan menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 10 (3) Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP)
terlampir. diberikan oleh Kepala Badan paling lama dalam jangka
waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 3 terlampir.

(4) Dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah


permohonan diterima secara lengkap sesuai persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Direktur
Jenderal mengeluarkan Persetujuan Prinsip dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 4a terlampir atau menolaknya dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 4b terlampir dengan tembusan kepada Kepala
Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin IOT dan Izin


IEBA

Pasal 17

(1) Persyaratan izin IOT dan izin IEBA terdiri dari:

a. surat permohonan;
b. persetujuan prinsip;
c. daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan;
d. daftar jumlah tenaga kerja beserta tempat penugasannya;
e. diagram/alur proses produksi masing-masing bentuk
sediaan obat tradisional dan ekstrak yang akan dibuat;
f. fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup/Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
g. rekomendasi pemenuhan CPOTB dari Kepala Badan
dengan melampirkan Berita Acara Pemeriksaan dari
Kepala Balai setempat; dan
h. rekomendasi dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
(2) Dalam hal terjadi perubahan data setelah persetujuan
prinsip diterbitkan, maka perubahan data tersebut harus
disetujui oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi atau
Kepala Badan yang berkaitan dengan Rencana Induk
Pembangunan (RIP).

Pasal 18

(1) Permohonan izin IOT dan izin IEBA diajukan kepada


Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat
dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 8 terlampir.

(2) Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak
diterimanya tembusan permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Kepala Badan melakukan audit
pemenuhan persyaratan CPOTB.

(3) Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak
diterimanya tembusan permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan persyaratan
administratif.

(4) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak


dinyatakan memenuhi kelengkapan persyaratan
administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan
administratif kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan dan pemohon dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 9 terlampir.

(5) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak


dinyatakan memenuhi persyaratan CPOTB, Kepala
Badan mengeluarkan rekomendasi pemenuhan
persyaratan CPOTB kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
pemohon dengan menggunakan contoh sebagaimana
tercantum dalam Formulir 10 terlampir.

(6) Apabila dalam 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah


tembusan surat permohonan diterima oleh Kepala
Badan atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, pemohon
tidak mendapat tanggapan atas permohonannya, maka
pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
berproduksi Kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan atau Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi setempat dengan menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 11
terlampir.

(7) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah


menerima rekomendasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dan ayat (5) serta persyaratan lainnya, Direktur
Jenderal menerbitkan izin IOT dan IEBA dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 12 terlampir.

Pasal 19

Izin IOT dan izin IEBA diberikan kepada pemohon yang


telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17.
Pasal 20

Permohonan izin IOT dan izin IEBA:

a. ditolak apabila ternyata tidak sesuai dengan persetujuan


sebagaimana tercantum dalam persetujuan prinsip; atau

b. ditunda apabila belum memenuhi persyaratan


sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 17.

Pasal 21

Dalam hal pemberian izin IOT dan izin IEBA ditunda


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, kepada
pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan
yang belum dipenuhi paling lama 6 (enam) bulan sejak
diterimanya Surat Penundaan.

Izin UKOT

Pasal 22

Persyaratan izin UKOT terdiri dari:

a. surat permohonan;
b. fotokopi akta pendirian badan usaha yang sah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. susunan Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan
Pengawas;
d. fotokopi KTP / Identitas Direksi / Pengurus dan
Komisaris / Badan Pengawas;
e. pernyataan Direksi / Pengurus dan Komisaris / Badan
Pengawas tidak
pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-
undangan di bidang farmasi;
f. fotokopi bukti penguasaan tanah dan bangunan;
g. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL);
h. Surat Tanda Daftar Perusahaan;
i. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan;
j. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
k. persetujuan lokasi dari Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota;
l. asli Surat Pernyataan kesediaan bekerja penuh dari
Tenaga Teknis
Kefarmasian sebagai penanggung jawab;
m. fotokopi surat pengangkatan penanggung jawab dari
pimpinan
perusahaan;
n. fotokopi Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis
Kefarmasian;
o. daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan;
p. diagram/alur proses produksi masing-masing bentuk
sediaan obat tradisional yang akan dibuat;
q. daftar jumlah tenaga kerja dan tempat penugasannya;
r. rekomendasi dari Kepala Balai setempat; dan
s. rekomendasi dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Pasal 23

(1) Permohonan izin UKOT diajukan oleh pemohon kepada


Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
Kepala Balai setempat dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 13 terlampir.

(2) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima tembusan


permohonan untuk izin UKOT, Kepala Balai setempat
wajib melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan /
pemenuhan CPOTB dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota wajib melakukan verifikasi
kelengkapan administratif.

(3) Paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah


pemeriksaan terhadap kesiapan / pemenuhan CPOTB
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan selesai,
Kepala Balai setempat wajib menyampaikan hasil
pemeriksaan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 14 terlampir.

(4) Paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah


pemeriksaan terhadap kesiapan administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan selesai,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota wajib
menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 15 terlampir.

(5) Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kerja setelah surat


permohonan diterima oleh Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi, tidak dilakukan pemeriksaan / verifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4),
pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
berproduksi kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Kepala Balai setempat dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 16 terlampir.

(6) Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah


menerima rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Kepala Balai setempat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) atau
30 (tiga puluh) hari kerja setelah menerima surat
pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi menyetujui,
menunda, atau menolak permohonan izin UKOT
dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 17a, Formulir 17b atau Formulir 17c
terlampir.

Pasal 24

Izin UKOT diberikan kepada pemohon yang telah memenuhi


persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.

Pasal 25

Permohonan izin UKOT ditunda atau ditolak apabila


ternyata belum memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22.

Pasal 26

Dalam hal pemberian izin UKOT ditunda sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 25, kepada Pemohon diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum
dipenuhi paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya Surat
Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (6).

Pasal 27

(1) Dalam hal UKOT memproduksi bentuk sediaan


kapsul dan/atau cairan obat dalam, maka selain harus
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22, juga harus memenuhi ketentuan:
a. memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab
yang bekerja penuh;dan
b. memenuhi persyaratan CPOTB.
(2) Pemenuhan persyaratan CPOTB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuktikan dengan
sertifikat CPOTB yang dikeluarkan oleh Kepala
Badan.
Izin UMOT

Pasal 28

Persyaratan izin UMOT terdiri dari:

a. surat permohonan;
b. fotokopi akta pendirian badan usaha perorangan yang sah
sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. susunan Direksi / Pengurus dan Komisaris / Badan
Pengawas dalam hal permohonan bukan perseorangan;
d. fotokopi KTP / identitas pemohon dan/atau Direksi /
Pengurus dan Komisaris / Badan Pengawas;
e. pernyataan pemohon dan/atau Direksi / Pengurus dan
Komisaris / Badan Pengawas tidak pernah terlibat
pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang
farmasi;
f. fotokopi bukti penguasaan tanah dan bangunan;
g. Surat Tanda Daftar Perusahaan dalam hal permohonan
bukan perseorangan;
h. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan dalam hal
permohonan bukan perseorangan;
i. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
j. fotokopi Surat Keterangan Domisili.
Pasal 29

(1) Permohonan Izin UMOT diajukan oleh pemohon kepada


Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 18 terlampir.

(2) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima


permohonan untuk izin UMOT, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota menunjuk tim untuk melakukan
pemeriksaan setempat.

(3) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima


penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim
melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan administrasi
dan teknis, dan menyampaikan hasil pemeriksaan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 19 terlampir.

(4) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima hasil


pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota menyetujui,
menunda, atau menolak permohonan izin UMOT
dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kepala Balai setempat, dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 20a, Formulir 20b atau Formulir 20c
terlampir.

(5) Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kerja setelah surat


permohonan diterima oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota, tidak dilakukan pemeriksaan
/verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
berproduksi Kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 21 terlampir.

Pasal 30

Izin UMOT diberikan kepada pemohon yang telah


memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28.

Pasal 31

Permohonan izin UMOT ditunda atau ditolak apabila


ternyata belum memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28.
Pasal 32

Dalam hal pemberian izin UMOT ditunda sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 31, kepada pemohon diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum
dipenuhi paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya
Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
ayat (4).

Izin Lingkungan PMK 1799/’10 Pasal 7 PMK 006/’10 Pasal 5


tentang Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memenuhi ketentuan tentang Industri
Industri sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di dan Usaha Obat Pendirian IOT dan IEBA harus di lokasi yang bebas
bidang tata ruang dan lingkungan hidup pencemaran dan tidak mencemari lingkungan.
Farmasi Tradisional

PMK 34/’14 Pasal 14 PMK 006/’10 Pemberian Izin IOT dan Izin IEBA
tentang tentang Industri
Pedagang (1) Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker dan Usaha Obat a. asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari
Besar Farmasi penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap Tradisional Apoteker penanggung jawab;
pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan b. fotokopi surat pengangkatan Apoteker penanggung
(Perubahan
penyaluran obat dan/atau bahan obat sebagaimana jawab dari pimpinan perusahaan;
dari PMK c. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA);
1148/’11 ttg dimaksud dalam Pasal 13.
Izin UKOT
PBF) (2) Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan Pasal 27
perundang-undangan.
a. memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab yang
(3) Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan bekerja penuh
sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang.
Pasal 14A

(1) Dalam hal apoteker penanggung jawab tidak dapat


melaksanakan tugas, apoteker yang bersangkutan harus
menunjuk apoteker lain sebagai pengganti sementara yang
bertugas paling lama untuk waktu 3 (tiga) bulan.
(2) Penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mendapat persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi.

Pasal 14B

(1) Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, pergantian


direktur/ketua PBF, wajib memperoleh persetujuan dari
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan
dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
(2) Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, pergantian
direktur/ketua PBF Cabang, wajib memperoleh
persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Badan, dan
Kepala Balai POM.
(3) Untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), direksi/pengurus PBF atau PBF
Cabang melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi paling lambat dalam jangka
waktu 6 (enam) hari kerja sejak terjadi perubahan.
(4) Paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja sejak
diterimanya laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
menerbitkan surat persetujuan dengan tembusan kepada
Kepala Badan dan Kepala Balai POM.

Pasal 2
(1) Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya
dapat dilakukan oleh Industri Farmasi. PMK Pasal 33
PMK (2) Selain Industri Farmasi sebagaimana dimaksud pada Setiap industri dan usaha obat tradisional berkewajiban:
006/2012 a. menjamin keamanan, khasiat/manfaat dan mutu
1799/2010 ayat (1), Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat
melakukan proses pembuatan obat untuk keperluan tentang produk obat tradisional yang dihasilkan;
tentang pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang
Industri dan
bersangkutan.
Industri (3) Instalasi Farmasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud Usaha Obat b. melakukan penarikan produk obat tradisional yang
pada ayat (2) harus terlebih dahulu memenuhi tidak memenuhi ketentuan keamanan,
Farmasi Tradisional
persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat khasiat/manfaat dan mutu dari peredaran; dan
CPOB.
c. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 3 lain yang berlaku.
(1) Industri Farmasi dapat melakukan kegiatan proses
pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk: Pasal 35
a. semua tahapan; dan/atau
(1) Pembuatan obat tradisional wajib memenuhi
b. sebagian tahapan. pedoman CPOTB yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Industri Farmasi yang melakukan kegiatan proses (2) Ketentuan mengenai penerapan CPOTB dalam
pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk sebagian pembuatan obat tradisional ditetapkan dengan
tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b Peraturan Kepala Badan.
harus berdasarkan penelitian dan pengembangan yang
menyangkut produk sebagai hasil kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
(3) Produk hasil penelitian dan pengembangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
proses pembuatan sebagian tahapan oleh Industri
Farmasi di Indonesia.

Pasal 4
(2) Industri farmasi yang membuat obat dan/atau bahan
obat yang termasuk dalam golongan narkotika wajib
memperoleh izin khusus untuk memproduksi narkotika
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 15
Industri Farmasi mempunyai fungsí:
a. pembuatan obat dan/atau bahan obat;
b. pendidikan dan pelatihan; dan
c. penelitian dan pengembangan.
Pasal 21
(1) Industri Farmasi dapat membuat obat secara kontrak
kepada Industri Farmasi lain yang telah menerapkan
CPOB.
(2) Industri Farmasi pemberi kontrak wajib memiliki izin
industri farmasi dan paling sedikit memiliki 1 (satu)
fasilitas produksi sediaan yang telah memenuhi
persyaratan CPOB.
(3) Industri Farmasi pemberi kontrak dan Industri Farmasi
penerima kontrak bertanggung jawab terhadap
keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu obat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembuatan obat
kontrak ditetapkan oleh Kepala Badan.

Pasal 22
(1) Industri Farmasi dapat melakukan perjanjian dengan
perorangan atau badan usaha yang memiliki hak
kekayaan intelektual di bidang obat dan/atau bahan
obat untuk membuat obat dan/atau bahan obat.
(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memuat ketentuan bahwa izin edar obat yang
diperjanjikan dimiliki oleh Industri Farmasi.

DISTRIBUTOR PP 72 tahun Pasal 15: PP 72 tahun Pasal 15:


1988 Bab IV (2) Pendistribusian sed.farmasi (Kec: obat tradisional & 1988 Bab IV (2) Pendistribusian sed.farmasi (Kec: obat tradisional &
(Bagian 4) kosmetik dengan jumlah terbatas) hanya bisa dilakukan (Bagian 4) kosmetik dengan jumlah terbatas) hanya bisa dilakukan
oleh badan usaha yang memiliki izin sebagai pendistribusi oleh badan usaha yang memiliki izin sebagai
oleh menteri atau perundang-undangan yang berlaku. pendistribusi oleh menteri atau perundang-undangan
yang berlaku.
PMK Pasal 20:
1799/2010 (1) Industri farmasi yang menghasilkan obat dapat
Bab III mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya
langsung kepada pedagang besar farmasi, apotek, instalasi
farmasi rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, klinik,
dan toko obat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
PKaBPOM Pemasukkan bahan obat, bahan obat tradisional, bahan PKaBPOM Pemasukkan bahan obat, bahan obat tradisional, bahan
28/2013 Bab suplemen kesehatan, dan bahan pangan dilakukan oleh 28/2013 Bab II suplemen kesehatan, dan bahan pangan dilakukan oleh
II Pasal 3 1 industri atau importir di bidang obat dan makanan sesuai Pasal 3 1 industri atau importir di bidang obat dan makanan
tentang dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
Pengawasan Pengawasan undangan
Pemasukan Pemasukan
Bahan Obat, Bahan Obat,
Bahan Obat Bahan Obat
Tradisional, Tradisional,
Bahan Bahan
Suplemen Suplemen
Kesehatan, Kesehatan, dan
dan Bahan Bahan Pangan
Pangan ke ke dalam
dalam Wilayah
Wilayah Indonesia
Indonesia

PP 72/1998 Pemasukan dan pengeluaran sediaan farmasi dan alat PP 72/1998 Pemasukan dan pengeluaran sediaan farmasi dan alat
Bab V Pasal kesehatan ke dalam dan dari wilayah Indonesia hanya Bab V Pasal 18 kesehatan ke dalam dan dari wilayah Indonesia hanya
18 ayat 1 dapat dilakukan oleh badan usaha yang telah memiliki izin ayat 1 tentang dapat dilakukan oleh badan usaha yang telah memiliki
tentang sebagai importir dan/atau eksportir sesuai dengan Pengamanan izin sebagai importir dan/atau eksportir sesuai dengan
Pengamanan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku Sediaan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Sediaan Farmasi dan
Farmasi dan Alat Kesehatan
Alat
Kesehatan

PP 72/1998 Selain yang ditentukan dalam ketentuan sebagaimana PP 72/1998 Selain yang ditentukan dalam ketentuan sebagaimana
Bab V Pasal dimaksud dalam Pasal 18, lembaga penelitian dan/atau Bab V Pasal 19 dimaksud dalam Pasal 18, lembaga penelitian dan/atau
19 ayat 1 lembaga pendidikan dapat memasukkan sediaan farmasi ayat 1 tentang lembaga pendidikan dapat memasukkan sediaan
tentang dan alat kesehatan ke dalam wilayah Indonesia untuk Pengamanan farmasi dan alat kesehatan ke dalam wilayah Indonesia
Pengamanan kepentingan ilmu pengetahuan Sediaan untuk kepentingan ilmu pengetahuan
Sediaan Farmasi dan
Farmasi dan Alat Kesehatan
Alat
Kesehatan
PMK Pasal 13: BPOM RI Melarang memproduksi dan mengedarkan obat
1148/2011 (1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, Nomor: HK. tradisional dan suplemen makanan yang mengandung
Bab 3 menyimpan dan menyalurkan obat dan /atau bahan obat 00.05.4.03961 tanaman Ephedra
yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh
Menteri

PerKaBPO Yang berhak memasukkan bahan baku obat ke dalam PerKaBPOM Yang berhak memasukkan obat tradisional impor ke
M No. wilayah Indonesia adalah Industri Farmasi atau PBF No. dalam wilayah Indonesia adalah importir, distributor,
HK.00.05.13 Bahan Baku yang memiliki ijin sesuai dengan ketentuan HK.00.05.134 industri Obat tradisional dan atau industri farmasi
460 Pasal 2 perundang-undangan yang berlaku. Permohonan diajukan 60 Pasal 2 yang memiliki izin impor sesuai peraturan perundang-
dan 4 oleh Industri Farmasi dan PBF Bahan baku secara tertulis undangan, yang diberi kuasa oleh produsen di Negara
kepada Kepala BPOM. asal.

Kep Badan Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya disingkat PBF,


Pom adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki
NOMOR izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
HK.03.1.34.1 dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
1.12.7542 peraturan perundang-undangan
TAHUN PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki
2012 pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
a.Syarat PMK Pasal 2
distributor 1148/MENK (1)Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur
ES/PER/VI/
Jenderal.
2011 Pasal 2
(2)Setiap PBF dapat mendirikan PBF Cabang.
(3)Setiap pendirian PBF Cabang sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) wajib memperoleh pengakuan dari Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi di wilayah PBF Cabang
berada.
PASAL 13
(1)PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan,
menyimpan dan menyalurkan obat dan/atau bahan obat
yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh
Menteri

Pasal 15
(1) PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat
sesuai dengan CDOB yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Penerapan CDOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai pedoman teknis CDOB yang ditetapkan
oleh Kepala Badan.
(3) PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan CDOB
diberikan sertifikat CDOB oleh Kepala Badan
Pasal 16
(1) Setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan
dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB.
(2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara elektronik.
(3) Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang
berwenang.

Pasal 18
(1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan
obat kepada PBF atau PBF Cabang lain, dan
fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Fasilitas pelayanan kefarmasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. apotek;
b. instalasi farmasi rumah sakit;
c. puskesmas;
d. klinik; atau
e. toko obat.
PEERIMA PMK Pasal 20:
1799/2010 (1) Industri farmasi yang menghasilkan obat dapat
Bab III mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya
langsung kepada pedagang besar farmasi, apotek, instalasi
farmasi rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, klinik,
dan toko obat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan

Anda mungkin juga menyukai