TENTANG NARKOTIKA
TANGGAL 12 OKTOBER 2009
UU NO 35 TAHUN 2009
TENTANG NARKOTIKA
TANGGAL 12 OKTOBER 2009
TERDIRI DARI XVII BAB DAN 155 PASAL
• BAB I : KETENTUAN UMUM ( Pasal 1. 1 s/d 1.22 )
• BAB II : DASAR, AZAS DAN TUJUAN ( Pasal 2 s/d 4)
• BAB III : RUANG LINGKUP ( Pasal 5 s/d 8)
• BAB IV : PENGADAAN ( Pasal 9 s/d 14)
• BAB V : IMPOR DAN EKSPOR (Pasal 15 s/d 34)
• BAB VI : PEREDARAN ( Pasal 35 s/d 44)
• BAB VII : LABEL DAN PUBLIKASI ( Pasal 45 s/d 47)
• BAB VIII : PREKUSOR NARKOTIKA ( Pasal 48 s/d 52)
• BAB IX : PENGOBATAN DAN REHABILITASI ( Pasal 53 s/d 59)
• BAB X : PEMBINAAN DAN PENGAWASAN (Pasal 60 s/d 63)
• BAB XI : PENCEGAHAN DAN PEMBERANYASAN ( Pasal 64 s/d 72)
• BAB XII : PENYIDIKAN, PENUNTUTAN DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN ( Pasal
73 s/d 103)
• BAB XIII : PERAN SERTA MASYARAKAT ( Pasal 104 s/d 106)
• BAB XIV : PENGHARGAAN ( Pasal 107 s/d 110)
• BAB XV : KETENTUAN PIDANA ( Pasal 111 s/d 148)
• BAB XVI : KETENTUAN PERALIHAN ( Pasal 150 s/d 151)
• BAB XVII : KETENTUAN PENUTUP ( Pasal 152 s/d 155)
PASAL I Ayat 1
NARKOTIKA adalah :
Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik Sintesis maupun Semi Sintesis yang dapat
menyebabkan :
• Penuruna atau perubahan kesadaran
• Hilangnya rasa
•Mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan , yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan sebagaimana yang terlampir pada UU ini
PREKUSOR NARKOTIKA ( PASAL 1.2) :
Adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam
pembuatan narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam UU ini.
Pasal 6 :
(1) NARKOTIKA DIGOLONGKAN KE DALAM
Yaitu : Pelabuhan Laut, Udara Internasional tertentu yang ditetapkan sebagai pintu impor dan
ekspor Narkotika agar lalu lintas Narkotika rnudah diawasi.
Pasal 34
Pasal 36
(1) Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar
dari Menteri
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara perizinan peredaran Narkotika
bentuk obat jadi diatur dengan peraturan Menteri.
(3) Untuk mendapatkan izin edar dari Menteri, Narkotika dalam bentuk obat jadi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melalui pendaftaran BPOM
(4) Ketentuan syarat dan tata cara pendaftaran Narkotika obat jadi diatur dengan
kepala BPOM
Pasal 37
Narkotika golongan II dan Ill yang berupa bahan baku baik alami maupun sintetis yang
digunakan untuk produksi obat diatur dengan peraturan Menteri
Pasal 38.
Setiap kegiatan dalarn rangka peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokurnen
yang sah.
Pasal 39
(1) Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar
farmasi, dan sarana penyimpan sediaan farmasi pemerintah sesuai
ketentuan dalam UU ini
(2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan
sediaan farmasi pemerintah wajib memiliki izin khusus penyaluran Narkotika
Pasal 40
(1) Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika, kepada :
a. pedagang besar farmasi tertentu
b. apotik
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu
d. rumah sakit
(2) Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika
kepada :
a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya
b. apotik
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu
d. rumah sakit
e. lembaga ilmu pengetahuan
(3) Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat
menyalurkan Narkotika kepada
a. rumah sakit pemerintah
b. pusat kesehatan masyarakat
c. balai pengobatan pemerintah tertentu
LURKb. Rumah sakit.
ci Puskesmas.
d. Balai pengobatan
e. Dokter.
Ayat(3).
Rumah Sakit, Apotek, Puskesmas dan Balai pengobatan hanya dapat
menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep Dokter.
Ayat(4)
Dokter dapat menyerahkan dalam hal
a. Menjalankan praktek yang diberikan melalui suntikan.
b. Menolong orang sakit clalam keadaan darurat melalui suntikan.
c. Menjalankan tugas terpencil yang tidak ada Apotek.
Pasal 43
(1) Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh :
a. apotik
b. rumah sakit
c. pusat kesehatan masyarakat
d. balai pengobatan
e. dokter
(2) Apotik hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada :
a. rumah sakit
b. pusat kesehatan masyarakat
c. balai pengobatan
e dokter
f pasien
(3) Rumah sakit,apotik, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya
dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter
(4) Penyerahan oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk :
a. menjalankan praktik dokter dengan memberikan melalui suntikan
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika
melalui suntikan ; atau
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek
(5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh
dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat diperoleh dari apotik
BAB VII
LABEL DAN PUBLIKASI
Pasal 44.
Ayat (1 ).
Pabrik obat wajib mencantumkan label pada kemasan Narkotika baik dalam bentuk
obat jadi maupun bahan baku Narkotika.
Pasal 45
Narkotika hanya dapat dipublikasikan pada media cetak ilmiah kedokteran atau
media cetak ilmiah farmasi
BAB VIII
PREKUSOR NARKOTIKA
Pasal 48
Pengaturan prekusor dalam UU ini bertujuan :
a. Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekusor Narkotika
b. Mencegah dan memberantas peredaran gelap prekusor Narkotika; dan
c. Mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan prekusor Narkotika
Pasal 49
(1) Prekusor Narkotika digolongkan ke dalam Prekusor tabel I dan prekusor Tabel II dalam UU ini
(2) Penggolongan prekusor Narkotika untuk pertama kali tercantum pada lampiran II
dan merupakan bagian tak terpisahkan dari UU ini
BAB. IX
PENGOBATAN DAN REHABILITASI
Pasal 53
(1) Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat
memberikan Narkotika Gol II atau III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu
kepada pasien sesuai ketentuan peraturan per UU an.
(2) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memiliki , menyimpan dan /atau
membawa Narkotika untuk dirinya sendiri.
(3) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempunyai bukti yang sah
bahwa
Narkotika yang dimiliki ,disimpan ,dan/ atau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah
sesuai dengan ketentuan per UU an ini
Pasal 54
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani menjalani
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
Pasal 55
(1). Orang Tua atau wali dan Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib rnelaporkannya
kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan /atau lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk. mendapatkan pengobatan dan / atau
perawatan melalui rehabilitasi tsb
(2). Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh
keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan /atau lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk. mendapatkan pengobatan dan / atau perawatan
melalui rehabilitasi tsb
t(3).Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah..
Pasal 56.
Pasal 57
Selain melalui pengobatan dan/ atau rehabilitasi medis, penyembuhan
Pecandu Narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau
masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisionil.
Pasal 58
Rehabilitasi sosial pecandu Narkotika diselenggarakan baik oleh instansi
pemerintah maupun oleh masyarakat.
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 60
(1) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang
berhubungan dengan Narkotika
(2) Pembinaan meliputi :
a. memenuhi ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/ atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. mencegah penyalahgunaan Narkotika
c. mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan
Narkotika, termasuk dengan memasukkan pendidikan yang berkaitan dengan
Narkotika dalam kurikulum SD sampai lanjutan atas
d. mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan / atau pengembanagn
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Narkotika untuk pelayanan kes
e. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis bagi Pecandu
Narkotika , baik diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.
Pasal 61
Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berkaitan
dg Narkotika
Pengawasan meliputi:
a. Narkotika dan Prekusor Narkotika untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/ atau pengembanagan ilmu pengetahuan dan teknologi
b.Alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak
pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika
. produksi
d
Pasal 63
Pemerintah mengupayakan kerja sama dengan negara lain dan/ atau badan
Internasional secara bilateral dan multilateral, baik regional maupun
internasional dalam rangka pembinaan dan pengawasan Narkotika dan Prekusor
Narkotika sesuai dengan kepentingan nasional.
BAB XI
Pasal 65
(1) BNN berkedudukan di ibukota negara dengan wilayah kerja meliputi seluruh
wilayah Negara RI
(2) BNN mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten / kota
(3) BNN provinsi berkedudukan di ibukota provinsi dan BNN kabupaten/kota
berkedudukan di ibukota kabupaten/ kota.
Pasal 67
(1). BNN dipimpin oleh seorang kepala dibantu oleh seorang sekretaris utama dan beberapa deputi
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi dan tata kerja BNN diatur dengan Peraturan
Presiden.
Pasal 70
BNN mempunyai tugas ;
a.Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika
b Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekusor
Narkotika.
c. Berkoordinasi dengan Kapolri dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika.
d.Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehab sosial Pecandu Narkotika , baik
yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.
e .Memberdayakan masyarakat dalam rangka pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekusor Narkotika.
f. Memantau ,mengarahkan dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika.
g. Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral , baik regional maupun internasional guna
mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika.
h. Mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekusor Narkotika.
i. Melaksanakan administrasi penyelidikan, dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan
memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika.
j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.
Pasal 71
Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekusor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika.
BAB XII
PENYELIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Pasal 73
Penyidikan, penuntutan , dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap peredaran elap Narkotika
dan Prekusor Narkotika dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan , kecuali ditentukan
lain dalam UU ini.
Pasal 76
(1)Pelaksanaan kewenangan penangkapan dilakukan paling lama 3x 24 jam terhitung sejak surat
penangkapan diterima penyidik
(2) Penangkapan dapat diperpanjang paling lama 3x 24 jam
Pasal 81
Penyidik Kepolisian Negara RI dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika berdasarkan UU ini.
Pasal 82 (1)
Penyidik pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud dalam Kuhap berwenang
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dan Prekusor
Narkotika.
Pasal 84
Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
dan Prekusor Narkotika , penyidik Polri memberitahu kepada penyidik BNN begitu
sebaliknya.
Pasal 85
Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
dan Prekusor Narkotika , penyidik PPNS tertentu berkoordinasi dengan penyidik BNN
Atau Polri.
Pasal 87
(1)Penyidik Polri atau BNN yang melakukan penyitaan Narkotika atau Prekusor Narkotika, dan yang
diduga Narkotika atau Prekusor Narkotika , atau yang mengandung Narkotika/ Prekusor Narkotika
wajib melakukan penyigelan dan membuat berita acara penyitaan , pada hari penyitaan dilakukan,
sekurang- kurangnya memuat :
a. Nama, jenis, sifat, dan jumlah;
b. Keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan sita
c. Keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai Narkotika dan prekusor narktika
d. Tanda tangan dan identitas lengkap penyidik yang melakukan penyitaan
(2)Penyidik wajib memberitahukan penyitaan yang dilakukan kepada kepala Kejaksaan negeri setempat
dalam waktu paling lama 3x 24 jam sejak dilakukan penyitaan dan tembusannya disampaikan kepada
ketua Pengadilan Negeri setempat, Menteri, dan ka BPOM.
Pasalpenyitaan
(1) Penyidik PPNS tertentu, melakukan 88 Nark / Prekusor wajib membuat BA penyitaa
dan menyerahkan barang sitaan tsb serta BAnya kepada penyidik BNN atau Polri setempat
dalam waktu paling lama 3 X 24 (tiga kali dua puluh empat ) jam sejak dilakukan penyitaan
tembusan BA nya disampaikan kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat, Ketua
Pengadilan Negeri setempat, Menteri dan kepala BPOM.
(2) Penyerahan barang sitaan dapat dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari jika berkaitan
dengan daerah yang sulit terjangkau.
Pasal 90
Untuk keperluan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan,
penyidik Polri, BNN, PPNS menyisihkan sebagian kecil barang sitaan Narkotika
dan Prekusor untuk dijadikan sampel guna pengujian di Laboratorium tertentu dan
dilaksanakan dalam waktu paling lama 3 X 24 (tiga kali dua puluh empat ) jam sejak
dilakukan penyitaan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengujian
sampel di laboratorium tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 91
(1) Kepala Kejaksaan Negeri setempat setelah menerima pemberitahuan tentang penyitaan
barang Narkotika dan prekusor dari penyidik Polri, BNN, dalam waktu paling lama 7 ( tujuh )
hari wajib ménetapkan status barang sitaan Narkotika dan prekusor tersebut untuk kepentingan
pembuktian perkara, kepentingan pengembangan Ilmu Pengetahuan, dan teknologi,
kepentingan pendidikan dan pelatihan, dan/ atau dimusnahkan.
(2) Barang sitaan Narkotika dan Prekusor yang berada dalam penyimpanan dan pengamanan
penyidik yang telah ditetapkan untuk dimusnahkan, wajib dimusnahkan dalam waktu paling
lama 7 ( tujuh) hari terhitung sejak menerima penetapañ pemusnahan dari Kepala Negeri
setempat.
(3) Penyidik wajib membuat BA pemusnahan dalam waktu paling lama 1X24jam sejak pemusnahan
tsb dilakukan dan menyerahkan BA tsb kepada penyidik BNN atau Polri setempat dan
tembusan BAnya disampaikan kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat, Ketua Pengadilan
Negeri setempat, Menteri dan kepala BPOM.
(4) Dalam keadaan tertentu, batas waktu pemusnahan dapat diperpanjang 1 (satu ) kali untuk
jangka waktu yang sama .
(5) Pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan berdasarkan
ketentuan pasal 75 ayat (2) huruf k.
(6) Barang sitaan untuk kepentingan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi diserahkan
kepada Menteri dan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan diserahkan kepada kepala
BNN dan Kapolri dalam waktu paling lama 5 (lima) terhitung sejak menerirna penetapan dari
Kepala Kejaksaan Negeri setempat.
(7) Kepala BNN dan Kapolri sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menyampaikan laporan kepada
Menteri mengenai penggunaan barang sitaan untuk kepentingan pendidikan dan latihan.
Pasal 92
(1) Penyidik Polri dan BNN wajib memusnahkan tanaman Narkotika yang ditemukan dalam jangka
waktu paling lama 2 x 24 jamsejak saat ditemukan , setelah disisihkan sebagian kecil untuk
kepentingan penyidikan, penuntutan , pemeriksaan didepan sidang pengadilan , dan dapat
sisisihkan untuk kepentinganpengembanagan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta untuk
kepentingan pendidikan dan pelatihan.
(2) Untuk tan Narkotika yang karena jumlahnya dan daerah yang sulit terjangkau karena faktor
geografis atau transportasi, pemusnahan dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari..
(3) Pemusnahan dan penyisihan sebagian tan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang- kurangnya memuat :
a. nama, jenis, sifat dan jumlah
b. ket mengenai tempat, jam,hari, tgl,bln dan tahun ditemukan dan dilakukan pemusnahan
c. keterngan mengenai pemilik atau yang menguasai tanaman Narkotika dan
d tanda tangan dan identitas pelaksana dan pejabat atau pihak terkait lainnya yang
menyaksikan pemusnahan.
(4) Sebagian kecil tan Narkotika yang tidak dimusnahkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)disimpan oleh penyidik untuk kepentingan pembuktian.
(5) Sebagian kecil tan Narkotika yang tidak dimusnahkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)disimpan oleh Menteri dan BPOM untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(6) Sebagian Kecil tan Narkotika yang tidak dimusnahkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)disimpan oleh BNN untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan.
Pasal 93
Selain untuk kepentingan sebagaimana dimaksuk dalam pasal ( 90, 91, 92 )
sebagian
kecil Narkotika atau tan Narkotika yang disita dapat dikirim ke Negara lain yang
diduga sebagai asal Narkotika atau tan Narkotika tsb untuk pemeriksaan
laboratorium
guna pengungkapan asal Narkotika atau tan Narkotika dan jaringan peredarannya
berdasarkan perjanjian antarnegara atau berdasarkan asas timabal- balik..
Pasal 97.
Untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan di sidang pengadilan ,
tersangka atau terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh
harta kekayaannya dan harta benda istri / suami, anak dan setiap orang
atau korporasi yang diketahuinya atau yang diduga mempunyai hubungan
dengan tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika yang dilakukan
oleh tersangka / terdakwa.
Pasal 98.
Hakim berwenang meminta terdakwa membuktikan seluruh harta kekayaan
dan harta benda istri / suami, anak dan setiap orang atau korporasi , bukan
berasal dan hasil tindak pidana Narkotika.dan Prekusor Narkotika yang
dilakukan terdakwa
Pasal 99
(1) Di sidang pengadilan , saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara
tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika yang sedang dalam pemeriksaan ,
dilarang menyebutkan nama, dan alamat pelaporatau hal yang memberikan
kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor,
(2) Sebelum sidang dibuka, hakim mengingatkan saksi dan orang lain yang
bersangkutan dengan perkara tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika
untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Pasal 103
(1) Hakim yang memeriksa perkara pecandu Narkotika dapat memutuskan : .
a. Memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan
dan / atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut
terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika atau
b. Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan
atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak
terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.
(2) Masa menjalani pengobatan dan/ atau perawatan bagi pecandu Narkotika pada
sebagaimana ayat(1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman
BAB XIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 104
Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas luasnya untuk berperan serta
dalam membantu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika
Pasal 105
Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan prekusor
Nakotika .
Pasal 106
Hak masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan pemberantasan peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika, diwujudkan
dalam bentuk:
a. mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi
tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika.
b. memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi
tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana Narkotika dan Prekusor
Narkotika kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara Narkotika
dan Prekusor Narkotika.
c. menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak
hukum atau BNN kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara
Narkotika dan Prekusor Narkotika.
d. memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yang diberikan kepada
penegak hukum atau BNN.
e. memperoleh perlindungan hukum pada saat yang bersangkutan melaksanakan
haknya atau diminta hadir dalam proses peradilan.
Pasal 107
Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenang atau BNNjika
mengetahui adanya penyalahgunaa atau peredaran gelap Nark dan Prekusor.
BAB XIV
PENGHARGAAN
Pasal 109
Pemerintah memberikan penghargaan kepada penegak hukum dan
masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan pemberantasan
penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap Narkotika dan
Prekusor Narkotika .
Pasal 110
Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 109 dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan terundang undangan
ANCAMAN HUKUMAN PIDANA SESUAI UU no 35 tahun 2009
tentang NARKOTIKA
1. 111 (1) Menanam, Memelihara, Memiliki, Menyimpan, menguasai Min 4 th Min 800jt rp
atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk Max 12 th Max 8 M rp
tanaman
Ayat (1) beratnya melebihi (satu) kg atau melebihi 5
(2) (lima)batang phn Seumur hidup atau Max 8 M ayat (1)
Min 5 th tambah 1/3
Max 20 th
Memiliki Menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika
2 112 (1) Golongan I bukan tanaman Min 800 jt rp
Min 4 th Max 8 M rp
Ayat (1)beratnya melebihi 5(lima) g
Max 12 th
3. 113 (1) Produksi, impor, ekspor atau menyalurkan Narkotika Min 5 th Min 1 M rp
Golongan I Max 20 th Max10 M rp
(2) Ayat (1) btk tanaman beratnya melebihi (satu) kg atau Mati, Max 10 M
Seumur hidup atau ( ayat 1 ) tambah 1/3
melebihi 5 (lima)batang phn atau bukan btk tan > 5g Min 5 th
Max 20 th
Menawarkan utk dijual, menjual, membeli, menerima,
perantara jual- beli , menukar atau menyerah Min 5 th
4 114 (1) kanNarkotika Golongan I Max 20 th
Min 1M rp
PadaAyat (1) btk tanaman beratnya melebihi (satu) kg Max 10M rp
atau melebihi 5 (lima)batang phn atau bukan btk tan
beratnya melebihi 5(lima) g Mati,
(2) Seumur hidup atau
Max 10M [ayat (1)]
Min 6 th
tambah 1/3
Max 20 th
Pasal Ayat Unsur Pidana Ancaman Dan
Pidana Denda
(2) Ayat (1) btk tanaman beratnya melebihi (satu) kg Seumur hidup Max 8M
atau melebihi 5 (lima) batang phn atau bukan btk atau ( ayat 1 ) tambah
tan > 5g Min 5 th 1/3
Max 20 th
Menggunakan Narkotika Golongan I thd org lain
6 116 (1) atau memberikan Narkotika Golongan I untuk Min 1M rp
Min 5 th Max 10M rp
digunakan org lain Max 15 th
7. 117 (1) Memiliki, Menyimpan, menguasai atau sedia Min 3th Min 600 jt
Narkotika Golongan II Max 10 th Max 5 M
(2) Pada ayat (1) berat > 5gram Min 5th Max 5 M
Max 15 th [ayat (1)]
tambah1/3
8 118 (1) Produksi,impor,ekspor atau salur Narkotika Min 4th Min 800jt
Golongan II Max 12 th Max 8 M
9 119 (1) Nawar utk jual, menjual,membeli, menerima, Min 4 th Min 800jt
menukar atau menyerahkan,Narkotika Gol II Max 12 th Max 8 M
12 122 (1) Ayat (1) berat > 5 gram Min 2 th Min 400jt rp
Max 7 th Max 3M rp
19 131 Setiap orang dengan sengaja tidak Max 1th Max 50 jt. Rp.
melaporkan tindak pidana
Pasal 111,112,…st pasal 27 (1),128 (1)
sd Pasal 129
20 132 (1) Percobaan atau permufakatan jahat TP sama Sesuai ketent sama Sesuai ketent
Prekusor Narkotika pada pasal Pasal yang berlaku Pasal yang berlaku
111,112,..sd 126 dan Psl 129
Perbuatan yang terorganisir Pasal pidana penjara max Denda max sesuai
(2) 111,..dst sd 126 dan Psl29 sesuai ketentuan ketentuan + 1/3
+1/3
Pemberatan pada ayat (2) tidak berlaku
(3) bagi pidana mati, seumur hidup atau 20
tahun
TABEL I
1. Acetic anhydride
2. N-Acetyl anthranilic Acid
3. Efedrin
4. Ephedrine
5. Ergomotrine
6. Ergotamine
7. Isosafrole
8. Lisergic Acid
9. 3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propanone
10. 1-Phenyl-2-propanone
11. Piperonal
12. Pseudoephedrine
13. Safrole
TABEL II
1. Aseton
2. Anthranilic Acid
3. Ethyl Ether
4. Hydrochoric Acid
5. Methyl Ethyl Ketone
6. Phenylacetic Acid
7. Piperidine
8. Sulphuric Acid
9. Toluene
KEPUTUSAN KEPALA BPOM
Nomor : HK.00.05.35.02771
Tanggal : 4 September 2002
Kelompok I
Kelompok II
Anhidrida asetat
Asam antranilat
Asam fenil asetat
Asam klorida
Asam lisergat
Asam sulfat
Asam N asetil antranilat
Aseton
Ephedrin
Etil eter
Ergometrin
Metil etil keton
Ergotamin
Piperidin
1-fenil 2-propanon
Toluen
Isosafrol
Kalium permanganat
3,4-Metilen dioksi fenil-2
propanon Termasuk garam-garam dan sediaan-
Norefedrin sediaannya yang mengandung satu atau
Piperonal lebih bahan tersebut kecuali asam
Pseudoefedrin klorida dan asam sulfat.
Safrol
Contoh Narkotika
MARIHUANA; MARIJUANA; INDIAN HEMP;
RUMPUT GELEK; DAUN HIJAU; BANG IKAT;
RABANG; GRASS; MARY JANE; dsb.
CODEIN :
• Terkandung sebanyak 0,7-2,5% dalam Candu
• Serbuk putih pahit
• Analgesik sedang (< Morfin)
•Menekan rasa batuk
HEROIN (DIACETIL MORFIN : DIAMORFIN)
Narkotik semi sintesis (disintesa dari morfin pertama kali tahun 1874)
Tidak digunakan dalam duna pengobatan
Daya analgrsik ± 5 kali lebih kuat dari pada morfin
HEROIN NO. 3
Sinonim : Hongkong Rocks, Brown Sugar, Chinese Heroin, White
Dragon Pearl
Warna : Coklat Muda – Abu-abu tua
Selain mengandung heroin (25-45%) juga mengandung kofein (30-60%),
Striknim, Kinin, Skopalamin.
HEROIN NO. 4
Serbuk putih krem
Mengandung heroin sampai dengan 98%
kadang-kadang diencerkan dengan Laktosa
BROWN HEROINE
Proses pembuatannya tanpa pemurnian
Warna coklat
Sering dikenal dengan nama (tergantung asalnya)
➢ Mexican Heroine
➢ Middle East Heroine
➢ Iranian Heroine
HEROINA
TANAMAN :
Perdu, Berkayu, Bercabang
Tinggi 2-3 meter
DAUN :
Berbentuk bulat agak pipih
Melekat pada tangkai / batang
Berseling satu-satu
Ciri khas : Adanya tulang daun yang sejajar
pada permukaan sebelah bawah
BUNGA :
Kecil-kecil putih
BUAH : Melekat pada ketiak daun
Kecil-kecil
Warna Hijau, Kuning, Merah
Nama Samaran :
Kokoino (Jogyakarta)
In in (Klaten)
Istilah Asing :
The Leaf, C, Coke, Dinamid, Corine, Gire, Gold
Dust, Cocaine
Nose Candy, Paradise, Rock, Snow-White
JENIS SABU-SABU
METHAMPHETAMINE
II. PSIKOTROPIKA.
Ayat (1)
Ruang lingkup pengaturan di bidang psikotropika dalam undang-undang
ini adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika yang
mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Ayat (2)
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom
ketergantungan digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu :
a. Psikotropika golongan I.
b. Psikotropika golongan II.
c. Psikotropika golongan III.
d. Psikotropika golongan IV
Berdasarkan lampiran PMK no 3 th 2017
Berubah menjadi
a. Golongan II : 3 senyawa obat
b. Golongan IV: 62 senyawa obat
Pasal I Ayat 1
PSIKOTROPIKA adalah Zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan
Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku
Pasal 3.
Pasal 4
Ayat (1)
Psokotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan / atau Ilmu pengetahuan.
Ayat (2)
Psikotropka golongan I hanya dapa t digunakan untuk tujuan Ilmu
pengetahuan.
Ayat (3)
Selain untuk tujuan Ilmu pengetahuan psikotropika golongan I
dinyatakan sebagai barang terlarang.
BAB III
PRODUKSI
Pasal 5
Psikotropika dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki ijin
sesuai dengan peraturan UU yang berlaku.
Pasal 6
Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan / atau digunakan
dalam proses produksi.
BAB IV
PEREDARAN
Pasal 9
Ayat (1)
Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah
terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab dibidang
kesehatan.
Ayat (2)
Menteri menetapkan persyaratan dan tata cara pendaftaran
psikotropika yang berupa obat.
Pasal 12
Ayat (2)
Pengaturan psikotropika hanya dapat dilakukan oleh :
a. Pabrik obat kepada PBF, Apotek, sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah, RS, lembaga penelitian / lembaga pendidikan.
b. PBF kepada PBF lain, Apotek, sarana penympanan sediaan farmasi
pemerintah, RS, lembaga penelitian / lembaga pendidikan.
c. Saran penyimpanan sediaan farmasi pemerinta kepada RS
pemerintah, puskesmas, balai pengobatan.
Pasal 14.
Ayat (1)
Penyerahan psikotropika dalam rangka pengedaran hanya dapat
dilakukan oleh Apotek, RS, Puskesmas, Balai pengobatan.
Ayat (2)
Penyerahan oleh Apotek hanya dilakukan kepada Apotek, RS,
Puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pengguna / pasien.
Ayat (3)
Penyerahan oleh RS, Puskesmas, Balai pengobatan hanya
dilakukan kepada pengguna / pasien.
Ayat (4)
Penyerahan psikotropika hanya dilakukan berdasarkan resep
dokter.
Ayat (5)
Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya dilakukan dalam hal :
a. Menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan.
b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat.
c. Menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada Apotek.
Ayat (6)
Psikotropika yang diserahkan oleh dokter hanya dapat diperoleh
dari Apotek.
BAB V
EKSPOR DAN IMPOR
Pasal 16
Pasal 21
Ayat (1)
Setiap pengangkutan ekspor psikotropika wajib dilengkapi dengan
surat ekspor psikotropika yang dikeluarkan oleh Menkes.
Ayat (2)
Setiap pengangkutan impor psikotropika wajib dilengkapi surat
persetujuan ekspor psikotropika yang dikeluarkan oleh pemerintah
negara pengekspor.
Pasal 24.
Pasal 25
Pasal 29
Ayat (1)
Pabrik obat wajib mencantumkan label pada kemasan psikotropika..
Ayat (2)
Label dapat berupa tulisan, kombinasi gambar dan tulisan atau
bentuk lain yag disertakan pada kemasan.
Pasal 31
Ayat (1)
Psikotropika hanya dapat diikalankan pada media cetak ilmiah
kedokteran dan / atau media cetak ilmiah farmasi.
Ayat (2)
Persyaratan materi iklan psikotropika diatur Menkes.
BAB VII
KEBUTUHAN TAHUNAN DAN PELAPORAN
Pasal 34
Pasal 37
Ayat (1)
Penggunaan Psikotropika yang menderita sindrom ketergantungan
berkewajiban ikut serta dalam pengobatan dan / atau perawatan.
Ayat (2)
Pengobatan dan / atau perawatan dilakukan pada fasilitas rehabilitasi.
Pasal 40
Pemilikikan psikotropika dalam jumlah tertentu oleh wisatawan asing /
WNA yang berada di indonesia hanya untuk pengobatan dan / atau
kepentingan pribadi dan harus mempunyai bukti secara sah
kepemilikannya.
Pasal 41
Pengguna psikotropipka yang menderita sindroma ketergantungan
yang berhubungan dengan tindak pidana psikotropika diperintahkan
oleh hakim yang menentukan perkara tersebut untuk menjalani
pengobatan dan / atau perawatan.
BAB XI
PEMUSNAHAN
Pasal 53
Ayat (1)
Pemusnahan psikotropika dilakukan dalam hal :
a. Berhubungan dengan tindak pidana
b. Diproduksi tanpa mengetahui standar dan persyaratan yang
berlaku dan / atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi
psikotropika.
c. Kadaluwarsa
d. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan / atau untuk kepentingan Ilmu Pengetahuan.
Ayat (2)
Ayat (4)
Ketentuan lebih lanjut mengenahi pemusnahan psikotropika
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
BABA XII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Ayat (1)
Masyarakat memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk
berperan serta dalam membantu mewujudkan upaya pencegahan
penyalagunaan psikotropika sesuai dengan UU ini dan peraturan
pelaksanaan.
Ayat (2)
Masyarakat wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang bila
mengetahui tentang psikotropika yang disalahgunakan dan / atau
dimiliki secara tidak sah.
Ayat (3)
Pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) perlu mendapat
jaminan keamanan dan perlindungan dari pihak yang berwenang.
BAB XIII
PENYELIDIKAN
Pasal 56
Ayat (1)
Selain penyidik pejabat Polri kepada pejabat pegawai negeri sipil
tertentu diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam UU nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 nomor 76, tambahan
lembaran negara nomor 3209) untuk melakukan penyidikan tindak
pidana sebagaimana diatur dalam UU ini.
Ayat (2)
Penyidik sebagamana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan
tentang tindak pidana di bidang psikotropika.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap oarang diduga melakukan tindak
pidana dibidang psikotropika.
c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan tindak pidana dibidang psikotropika.
d. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti
yang disista dalam perkara tindak pidana dibidang psikotropika.
e. Melakukan penyitaan dan pengamanan terhadap barang bukti yang
disita dalam perkara tidak pidana dibidang psikotropika.
f. Melakukan pemeriksaan atas surat dan / atau dokumen lain tentang
tindak pidana dibidang psikotropika.
g. Membuka atau memeriksa setiap barang kiriman melalui pos atau
alat-alat berhubungan lainnya yang diduga memiliki hubungan
dengan perkara yang menyangkut psikotropika yang sedang dalam
penyidikan.
h. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana dibidang psikotropika.
i. Menetapkan saat dimulainya dan dihentikannya penyidikan.
Pasal 57
Ayat (1)
Didepan pengadilan, saksi dan / atau orang lain dalam perkara
psikotropika yang sedang dalam pemeriksaan, dilarang penyebut
nama, alamat, atau hal-hal yang memberikan kemungkinan dapat
terungkapnya identitas pelapor.
Ayat (2)
Pada saat pemeriksaan disidang pengadilan akan dimulai, hakim
memberi peringatan terlebih dahulu kepada saksi dan / atau orang
lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana
psikotropika, untuk tidak menyebut identitas pelapor,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
No Pasal Ayat Unsur Pidana Anc. Hukuman Denda
(2) Ayat (1) dilaksanakan secara terorganisir Pidanan mati / Max 750 jt
seumur hidup / 20
th
(3) Tindak Pidana dalam pasal ini dilaksanakan korporasi Seperti (1) dan (2) Rp 5 M
(3) Menerima penyaluran Psikotropika selain dari pabrik obat, Max 3 th Max Rp 60 jt
PBF, Farmasi Pemerintah.
9. 67 -
No Pasal Ayat Unsur Pidana Anc. Hukuman Denda
10. 70 Korporasi yang melakukan tindak pidana dalam pasal 60, Dipidana sesuai psl yg 2 lipat denda dari
61, 62, 63 dan pasal 64. dilanggar msg psl yg dilanggar
dan dicabut ijin
usahanya
AIR NEUTRALIZATION
REAGENT FOR MADE Cl-PSEUDO EPHEDRINE
THIONYL CHLORIDE
THYONYL CHORIDE
GAUZE FILTER
PRODUCT METAMPHETAMINE
LAMPIRAN FOTO BARANG BUKTI
10) Methadone
a) Marquis test
Ck : - Sedikit bahan pada papan tetes
- Tambahkan 1 tetes reagen A dan 3 tetes reagen B
Warna merah muda berubah violet kemungkinan adanya Methadone
b) Asam nitrat – Asam Sulfat test
Reagen : 10 tetes (± 0,3ml) asam nitrat pekat dalam 10 ml H2SO4
11) Pethidin
a) Marquis test
Orange kemungkinan adanya Pethidine
b) Liebermann test
1 g NaNO2 dalam 10 ml H2SO4 pekat
Ck : Sedikit bahan dalam papan tetes ditambahkan 1 tetes reagen
Warna orange kemungkinan positif Pethidin
• 12) Pencyclidine ( PCP)
Wasicky / van Urk reagent :
® 20 g p- dimethylaminobenzaldihyde ( p-DMAB) dilarutkan dalam 50ml
ethanol 95%, tambahkan 50ml HCl pekat.
- Sedikit sampel masukkan dalam tabung reaksi tambahkan sedikit
reagent ® panaskan 1000C selama 3menit.
cepat encerkan dengan air pos PCP berubah warna merah
(atau campuran larutan disemprotkan pada kertas saring oven 1000C)
- W merah juga pos untuk : benserazide, cocaine.
- W merah diencerkan menjadi violet : cannabis, psilosibin, psilosine,
phenazone, pindolol, tryptamine.
- W orange diencerkan menjadi violet dobutamine, dopamin,
torbutoline, tyramine.
- W violet : ergot alkaloid (dihydroergotamine,ergotamine,ergometrin)
lysergide, methylsergide, psylosibin, psylocyne
- W kuning : primair aromatik amine ( procaine, benzocaine)
ANALISIS NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA SECARA INSTRUMENTASI
( FISIKO- KIMIA ANALISIS)
• CANNABINOL DERIVAT
• AMPHETAMINE DERIVATE
PELARUT : METANOL
PENAMPAK NODA : VAN Urks REAGENT DIPANASKAN 1000C SELAMA 5 MENIT ( OVEN)
WARNA BIRU
LSD Rf = 0,58 ; LAMPA Rf = 0,49
FASE GERAK LAINNYA : Chloroform : Metanol (9:1) ; Chloroform : Metanol (1:4)
Dibawah sinar UV ( 254nm/360 nm) semula spot berwarna gelap dengan background plate terang lama2
spot menjadi terang dengan background plate gelap.
ANALISIS SECARA GAS CHROMATOGRAPHY
HAL HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
PEMILIHAN KOLOM SEBAGAI FASE DIAM ( STATIONARY PHASE) :
- PERLU DIPERHATIKAN SENYAWA APA YANG AKAN DIANALISIS . UNTUK PEMERIKSAAN
NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA SECARA UMUM PEMILIHAN KOLOM PADA UUMUMNYA
DIGUNAKAN SEMI POLAR , NON POLAR DAN KADANG KADANG POLAR. ( HP 5, HP 1, PSX5,
100% METHYL PSX, DLL
- DENGAN TEMPERATUR KOLOM MAX 3250 C.
- GUNAKAN KOLOM KAPILER UNTUK MENDAPAT HASIL KROMATOGRAM YANG BAIK.
- GUNAKAN PROGRAM TEMPERATUR ( 80 – 300 0 C), BILA ISOTERMIS 200 ATAU 2500 C
- KOLOM KAPILER SETIAP PERIODIK APABILA SEKIRANYA SERING DIGUNAKAN UNTUK
MENGHILANGKAN SISA KOTORAN SENYAWA YANG TERTINGGAL DAPAT DIPOTONG PADA
UJUNGNYA SEKITAR 5- 10 CM.
PENGUNAAN DETEKTOR
FID ( FLAME IONIZATION DETECTOR)
MS ( MASS SPECTROMETER)
FOURTIER- TRANSFORM INFRA RED DETECTOR
ECD, NPD, TCD JARANG DIGUNAKAN
GAS PEMBAWA
- PADA UMUMNYA MENGGUNAKAN GAS HELIUM , DPT JUGA MENGGUNAKAN NITROGEN ATAU
HIDROGEN.
- APABILA MENGGUNAKAN KOLOM KAPILER DENGAN GAS HELIUM KECEPATAN ALIR 1-2ML/
MENIT, SEDANGKAN PACKED KOLOM 30 -60 ML/MENIT.
DERIVATISASI
UNTUK MENINGKATKAN KEPEKAAN ANALISIS PADA KANDUNGAN SENYAWA YANG TRACES
DIPERLUKAN MELAKUKAN DERIVATISASI SENYAWA. NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA PADA
UMUMNYA MENGANDUNG SENYAWA AMINE PRIMER ATAU SEKUNDER SEHINGGA DAPAT
MENGGUNAKAN TFAA, PFPA, TMS, BSTFA ,DLL.
ANALISIS QUALITATIF
PADA UMUMNYA PEMERIKSAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA KHUSUSNYA DI
INDONESIA MASIH DALAM PEMERIKSAAN QUALITATIF KECUALI APABILA DIPERLUKAN
PEMERIKSAAN QUANTITATIF UNTUK MENENTUKAN KEMURNIAN ATAU SEBAB KEMATIAN
KARENA OVER DOSIS.
SESUAI YANG DIPERSYARATKAN UNODC APABILA MENGGUNAKAN GC SEBAIKNYA
DICOUPEL DENGAN MS YANG ADA DRUG LIBRARY( NIST) DIMANA BEBERAPA KOMPONEN
DALAM SAMPEL TERPISAHKAN OLEH GC DAN MASING –MASING KOMPONEN
TERIDENTIFIKASI OLEH MS.
• HPLC ( HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY )
- PADA UMUMNYA MENGGUNAKAN HPLC –DAD ( UV diode- array) ATAU HPLC –MS ATAU HPLC –MS/MS.
- UNTUK SENYAWA NARKOBA YANG TERURAI PADA SUHU TINGGI ( PANAS)
- UNTUK ANALISIS KUALITATIF NAMUN LEBIH KE KUANTITATIF.
- HINDARI KOLOM BUNTU, MAKA DIPERLUKAN SAMPEL PRETREATMENT KHUSUSNYA SAMPEL BIOLOGI
(URIN, DARAH, LAMBUNG DLL)., DAPAT DIGUNAKAN SPE( SOLID PHASE EXTRACTION) DENGAN LARUTAN
PENGEKSTRAK DICHLOROMETHANE pH 2 DAN pH. UNTUK PENGENDAPKAN PROTEIN DAPAT
MENGGUNAKAN ACETONITRILE
- SECARA UMUM MOBILE PHASE YANG DIGUNAKAN ADALAH :
CAMPURAN A DAN B YAITU (A : B )
A : 0,5 ml DARI 2,5 M H2SO4 AQUBIDEST AD 500ml
B : 0,5 ml DARI 2,5M H2SO4 ACETONITRIL AD 500ml
PROGRAM ELUASI : (98 :2) 3 MENIT LANJUT ( 2:98) SD > 23 MENIT. TAHAN 10 MNT
SAMPAI KONDISI AWAL LAGI UNTUK INJEK SELANJUTNYA
A : METHANOL
B : BUFFER NH4NO3 ( 94 ml LARUTAN NH3 PKT + 21,5 ml HNO3 PKT + 884 AQUABIDEST
ADJUST DENGAN NH3 PKT AD pH 10)
A : B = 90 : 10.
dll.
ANALISIS QUANTITATIF
Ether Aqueous
Cuci aqua 5 ml + NH4OH ad pH 10
+ 5 ml NaBic jenuh Ekstraksi dengan CHCl3 2 X 10 ml
Aqueous Ether
(Fraksi A) Aqueous Chloroform
= Asam kuat + 5 ml 0,5 M NaOH
+ HCl ad pH 3
(Gol As Salisilat) Cuci dengan
Panaskan 100º C
30 mnt dinginkan aquadest
4 ml serum
+ 2 ml buffer fosfat (pH 7,4)
+ 40 cc CH Cl3
Sampel
Kocok
CH Cl3
- Fraksi A (asam solisikat) Aqueous
+ 8 ml 0,5 N NaOH
Kocok
CHCL3 10 ml
Aqueous + NH4OH dil
CHCl3
(Lar NaOH) Cuci dengan Aqua
- Asam lemah Keringkan dg Na2SO4
- Fraksi B Ekstraksi dg 0,5 ml R2SO4
CHCl3 Aqueous
CHCl3 Aqueous Fraksi D
- Netral Lar H2SO4
- Fraksi C
• EKSTRASI OBAT DENGAN EXTRALUTE COLUMN - 20 SPE ( MERCK)
- 20ml urine BB/ urine hasil hidrolisa + 20 mg NH4Cl , adjust ad Ph 9,2- 9,4
dengan 25 % v/v larutan NH4OH ( amonia dalam aquadest)
- masukkan dalam extralute column, diamkan 5 menit
- Buat larutan ekstraksi DiChlorometan/ chloroform : isopropanol = 1 :1.
- Masukkan larutan ekstraksi 20ml ke dalam extralute, lanjutkan masukkan
lagi 20ml larutan ekstraksi.
- Tampung hasil ekstraksi dalam botol/ tabung reakasi/ gelas penampung,
bila perlu tambahkan 1tetes asam asetat untuk mencegah senyawa aktif
menguap ( gol amfetamin ).
- Uapkan dalam water bath suhu 500C atau dibawah vacum.
- hasil ekstraksi ( residu) apabila akan dianalisis dapat dilarutkan dengan
50 µl metanol untuk di TLC.
Cara lain :
Cara A ( Obat bersifat asam ) :
- 25 ml urine dicampur dengan 1 ml 36 % HCl v/v
- Masukkan ke dalam Extrelute – 20 SPE column diamkan 5- 10 menit.
- Masukkan 20 ml ethyl acetate, ulangi masukkan 20ml ethyl acetate
- Tampung hasil ekstraksi dalam botol/ tabung reakasi/ gelas penampung,
- Uapkan dibawah vacum.
- hasil ekstraksi ( residu) apabila akan dianalisis dapat dilarutkan dengan
100 µl metanol untuk di TLC.
CH Cl3
- Fraksi A (asam solisikat) Aqueous
+ 8 ml 0,5 N NaOH
Kocok
CHCL3 10 ml
Aqueous + NH4OH dil
CHCl3
(Lar NaOH) Cuci dengan Aqua
- Asam lemah Keringkan dg Na2SO4
- Fraksi B Ekstraksi dg 0,5 ml R2SO4
CHCl3 Aqueous
CHCl3 Aqueous Fraksi D
- Netral Lar H2SO4
- Fraksi C
EKSTRAKSI OBAT-OBATAN DARI URINE / ISI LAMBUNG
SAMPEL 10 ml (pH= 3) (As. Tartart / As. Fosfat)
Ether Aqueous
Cuci aqua 5 ml + NH4OH ad pH 10
+ 5 ml NaBic jenuh Ekstraksi dengan CHCl3 2 X 10 ml
Aqueous Ether
(Fraksi A) Aqueous Chloroform
= Asam kuat + 5 ml 0,5 M NaOH
+ HCl ad pH 3
(Gol As Salisilat) Cuci dengan
Panaskan 100º C
30 mnt dinginkan aquadest
- 20ml urine BB/ urine hasil hidrolisa + 20 mg NH4Cl , adjust ad Ph 9,2- 9,4
dengan 25 % v/v larutan NH4OH ( amonia dalam aquadest)
- masukkan dalam extralute column, diamkan 5 menit
- Buat larutan ekstraksi DiChlorometan/ chloroform : isopropanol = 1 :1.
- Masukkan larutan ekstraksi 20ml ke dalam extralute, lanjutkan masukkan
lagi 20ml larutan ekstraksi.
- Tampung hasil ekstraksi dalam botol/ tabung reakasi/ gelas penampung,
bila perlu tambahkan 1tetes asam asetat untuk mencegah senyawa aktif
menguap ( gol amfetamin ).
- Uapkan dalam water bath suhu 500C atau dibawah vacum.
- hasil ekstraksi ( residu) apabila akan dianalisis dapat dilarutkan dengan
50 µl metanol untuk di TLC.
Cara lain :
Cara A ( Obat bersifat asam ) :
- 25 ml urine dicampur dengan 1 ml 36 % HCl v/v
- Masukkan ke dalam Extrelute – 20 SPE column diamkan 5- 10 menit.
- Masukkan 20 ml ethyl acetate, ulangi masukkan 20ml ethyl acetate
- Tampung hasil ekstraksi dalam botol/ tabung reakasi/ gelas penampung,
- Uapkan dibawah vacum.
- hasil ekstraksi ( residu) apabila akan dianalisis dapat dilarutkan dengan
100 µl metanol untuk di TLC.
c. Pengaliran sample
Alirkan sampel yang telah disiapkan dengan aliran 1 sd 2ml/menit
d. Pencucian column
Alirkan 1ml 1,0M asam asetat, tekanan vacum
Keringkan 5 menit dibawah tekanan vacum
Alirkan 6ml metanol , dibawah tekanan vacum
keringkan column (2 menit pada≥ 10 inc Hg)
e.Elusi Senyawa aktif
alirkan 2ml campuran (CH2Cl2 : IPA : NH4OH = 78 : 20 : 2) atau 2ml (ethyl acetat. :
NH4OH = 98 :2) dengan kecepatan 1- 2ml/menit
Tampung dalam vial 5ml, uapkan dengan gas nitrogen ad kering.
f. Analisis senyawa
Hasil ekstraksi kering rekonstitusi dengan penambahan pelarut ethyl asetat atau
metanol 50- 100 µl
Ambil 1-2µl injek ke GC-MS.
Apabila akan diderivatisasi , hasil pengeringan ditambahkan 50 µl HFBA, reaksikan
pada suhu kamar selama 20 menit.
catatan : amphetamine, metamphetamine, MDMA dalam bentuk basa mudah
menguap saat penguapan, maka dapat ditambahkan 50µl metanol HCl ( 9: 1V/V),
ditambahkan sebelum diuapkan.
Target analisis adalah senyawa yang tidak berubah, karena selain metabolit bentuk
senyawa tidak berubah juga terkandung metabolit yang mengalami metabolisme
deaminasi, hidroksilasi, oksidasi, ikatan dengan glukoronat, dll.
2. Analisis Golongan barbiturat di dalam urine
( Hydrofobic interaction for retention and ion exchange and secondary polar
interaction to remove interferences [ 130mg Certify])
a.Persiapan sample
5 ml urine + 2ml buffer fosfat pH 6, campur ad homogen , buat larutan
sample pH 6,0 ±0,5, adjust dengan 1,0 KOH .
b. Preparasi Column (SPE/BOND ELUTCertify preparation )
Alirkan 2 metanol dibawah vacum
alirkan 2ml buffer fosfat pH 6,0, dibawah tekanan
c. Pengaliran sample
Masukkan sample dengan kecepatan alir 1-2ml/menit
d. Pencucian column
Alirkan 1ml campuran ( buffer fosfat pH6: metanol = 80:20), dibawah vacum
Alirkan 1ml 1,0M asam asetat dibawah vacum (≥ 10inch Hg)
Keringkan Cartridge selama 10 menit dibawah vacum
Alirkan 1ml hexane , dibawah vacum
Keringkan cartridge selama 2 menit dibawah vacum.
e. Elusi senyawa aktif
alirkan 4ml ( hexane: ethyl acetate = 75:25), tampung kecepatan ≤5ml/menit
uapkan denga gas N2,Rekostitusidengan Ethylacetate 100 µl,injek 1µlkeGC-MS
3. Analisis Golongan Benzodiazepines di dalam urine
( Hydrofobic interaction for retention and ion exchange and secondary polar
interaction to remove interferences [ 130mg Certify])
a. Persiapan sample
karena banyak metabolitnya terikat dengan glukuronat, maka perlu
dihidrolisa dengan ß-GLUCURONIDASE
5 ml urine + 2 ml ß-glucuronidase ( 5,000F unit/ml PatellaVulgana dalam 1,0M
buffer asetat pH 5,0 , hidrolisa pada suhu 650C selama 3 jam ( oven)
Dinginkan .
b. Preparasi Column (SPE/Bond ELUT Certify preparation )
Alirkan 2 metanol dibawah vacum
Alirkan 2ml aqua dem , dibawah vacum
Alirkan 1ml buffer fosfat pH 6,0, dibawah tekanan
(gunakan tekanan ≤ 3inchi Hg untuk pencegahan sorbent kering )
c. Pengaliran sample
masukkan sample dengan kecepatan alir 1-2ml/menit
d. Pencucian Column
Alirkan 2 ml aqua dem dibawah vacum
Alirkan 2ml 20% Acetonitrile dalam 100mMbuffer fosfat pH 6, dibawah cavum.
Keringkan column 5menit (≥ 10inch Hg)
Alirkan hexane , dibawah vacum.
f. Elusi Senyawa aktif
Alirkan 2ml CH2Cl2 : IPA : NH4OH ( 78 : 20: 2), dengan kecepatan alir 1-2ml/mnt
tampung dalam vial 5ml, uapkan dengan gas nitrogen atau ≤400C sampai kering
g Analisis senyawa
Bila perlu dilakukan derivatisasi dengan penambahan 50 µl BSTFA ( dengan 1%
TMCS) ,vortex ad homogen, reaksikan dengan pemanasan dalam oven (700C)
selama 20 menit, dinginkan.
Injek 1-3 µl dalam GC-MS.
Catatan:
Flurazepam tidak dapat dilakukan ekstraksi seperti tersebut diatas, namun
metabolitnya sebagai desalkylflurazepam dan hydroxyethyl- flurazepam
menghasilkan recovery yang tinggi.
Pencician pelarut bersifat basa diperlukan pada ekstraksi flunitrazepam tetapi
menurunkan recovery golongan benzodiazepine lainnya.
Ekstraksi Benzodiazepine dalam serum atau plasma
a. Persiapan sample
1ml samle serum/plasma + 1ml buffer fosfat pH 6,0, campur ad homogen
Adjust dengan I,0MKOH sampai pH 6,0 ±0,5.
b. Preparasi column
Alirkan 2ml metanol dibawah vacum.
Alirkan 2ml aqua dem dibawah vacum.
Alirkan 1ml buffer fosfat pH 6,0, dibawah vacum.
c. Pengaliran sample
Alirkan sample dengan kecepatan 1-2ml/menit.
d. Pencucian column
Alirkan 3ml aqua dem, dibawah tekanan
Alirkan 1ml 0,1 M HCl atau 1,0M asam asetat, dibawah vacum
Alirkan 3ml metanol , dibawah tekanan
Keringkan kolom selama 5 menit dengan tekanan ≥ 10 inch Hg.
e. Elusi senyawa aktif
Alirkan 2ml CH2Cl2 : IPA : NH4OH ( 78 : 20: 2), dengan kecepatan alir 1-2ml/mnt
tampung dalam vial 5ml, uapkan dengan gas nitrogen atau ≤400C sampai kering
Rekonstitusi dengan pelarut organik ( metanol/ etilasetat,dll) 50-100µl,
1-2µl injek ke GC-MS.
3. Analisis golongan Opiates dalam urine
Prinsip dan mekanisme
Ekstraksi obat bersifat basa menggunakan mekaniwme cation exchange dan non
polar . Morfin dapat bersifat basa atau asam tergantung pH sample, maka dalam
preparasi sample diperlukan pengamatan pH untuk mendapatkan perolehan
kembali secara optimal ( Reproducible recoveries) .
a. Persiapan sample
Hydrolisis glukuronat ( Pilih salah satu cara enzimatis atau asam)
1) Hydrolisis enzymatis
5ml urine + 2ml ß-glucuronidase ( 5000F unit Patella Vulgata dalam 1,0M
buffer pH 5), panaskan selama 3 jam suhu 650C, dinginkan.
adjust sample pH 8,0 -8,5 dengan 10,0 M KOH.
2) Hydrolisis asam
5ml urine + 1ml HCl conc kocok dengan vortex. Masukkan water bath
1000C±30 menit. Dinginkan, adjust sample pH 8-8,5 dengan 10,0M KOH.
b. Preparasi column
alirkan 2ml metanol dibawah vacum
alirkan 2ml100mM buffer fosfat, adjust pH8,0-9,0 dengan 10M KOH
(gunakan tekanan ≤ 3inchi Hg untuk pencegahan sorbent kering )
c. Pengaliran sample
Alirkan sample 1-2ml/ menit
d. Pencucian column
Alirkan 2ml aqua dem , dibawah vacum.
Alirkan 2ml 100mM (pµH4,0) buffer asetat, dibawah vacum
Alirkan 2ml metanol , dibawah vacum
Keringkan kolom 2 menit, tekanan ≥ 10 inch Hg.
e. Elusi senyawa aktif
Alirkan 2ml (CH3-OH : NH4OH = 98:2), kecepatan 1-2 ml/menit
Tampung uapkan ,tampung dalam vial 5ml, uapkan dengan gas nitrogen atau
≤400C sampai kering
f. Analisis
Derivatisasi dengan penambahan 50 µl BSTFA(mengandung 1% TMCS), tutup,
panaskan dalam oven selama 20 menit, dinginkan.
1-2 µl injek ke GC-MS
Catatan :
derivatisasi lainnya dpt menggunakan MBTFA,PFPA,TFAA.
Untuk menentukan ketepatan pH 8,5, sample setelah hidrolisis asam dapat
dilakukan dengan penyiapan blanko sample:
Tabung reaksi ukuran 10cm isi 2ml aqua dem + 1,0 ml HCl cons
Tambahkan 2ml 1M buffer fosfat pH 6 + 0,8 ml 10MKOH, ukur pH
Tambahkan 100 µl 10 M KOH , ukur pH
Selanjutnya tambahkan dalam larutan tersebut KOH sampai pH 8,5 tercapai
Ekstraksi golongan opiates dalam sample serum/ plasma / darah
( prinsip Basic drug extration using cation exchange and non-polar mechanisms)
a. PERSIAPAN SAMPLE
1) Serum/plasma
1ml serum/ plasma + 4ml buffer fosfat pH 6, campur dengan vortex, adjust
dengan 10,0M KOH ad pH 8,0-8,5.
2) Whole blood:
Ambil supernatant encerkan 1 bagian supernatant dengan 4 bagian buffer
fosfat pH 6, ampur dengan vortex, adjust dengan 10,0M KOH ad pH 8,0-8,5.
b. Preparasi kolom
Alirkan 2ml metanol, dibawah vacum
Alirkan 2 ml buffer fosfat (yang telah di adjust dengan 10,0MKOHad ph8-9
(gunakan tekanan ≤ 3inchi Hg untuk pencegahan sorbent kering)
c. Pengisian sample
Alirkan sample dengan 1-2ml/ menit
d. Pencucian kolom
Alirkan 2ml aqua dem , dibawah vacum
Alirkan 2nl buffer asetat pH 4, dibawah vacum
Alirkan 2ml metanol , dibawah vacum
Keringkan kolom 2 menit, tekanan ≥ 10 inch Hg)
e. Elusi senyawa aktif
Alirkan 2ml (CH3-OH : NH4OH = 98:2), kecepatan 1-2 ml/menit
Tampung uapkan ,tampung dalam vial 5ml, uapkan dengan gas nitrogen atau
≤400C sampai kering
f. Analisis
Derivatisasi dengan penambahan 50 µl BSTFA(mengandung 1% TMCS), tutup,
panaskan dalam oven selama 20 menit, dinginkan.
1-2 µl injek ke GC-MS
4. Analisis THC dan Carboxy- THC dalam urine
Prinsip : Drug extraction using hydrophobic interaction for retention and ion
exchange and secondary polar interaction to remove interference
a. Persiapan sample
Hydrolisa glukuronat dengan suasana basa
3ml urine + 300µl 10 M KOH, kocok dengan vortex, panaskan selama 15
menit suhu 600C, dinginkan.
Tambahkan 400µl asam asetat glasial dan 3ml 50mMasam fosfat.
Sample pH4-5, apabila kurang atau lebih adjust ad ph 4-5 dengan asam
fosfat atau larutan KOH.
b. Preparasi kolom
Alirkan 2ml metanol, dibawah vacum dan 2ml 50mM asam fosfat.
(gunakan tekanan ≤ 3inchi Hg untuk pencegahan sorbent kering)
c. Pengisian sample
Alirkan sample dengan kecepatan alir 1-2ml/menit
d. Pencucian kolom
Alirkan 3ml 50mM asam fosfat, dibawah vacum
Alirkan 3ml ( 50ml asam fosfat : metanol = 80:20), dibawah vacum
Keringkan kolom 2 menit, tekanan ≥ 10 inch Hg)
Alirkan 200µl hexane, dibawah vacum
e. Elusi senyawa aktif
Alirkan 2ml ( hexane: ethyl acetate= 80: 20) kecepatan 1-2 ml/menit
Tampung uapkan ,tampung dalam vial 5ml, uapkan dengan gas nitrogen atau
≤400C sampai kering
f. Analisis
Derivatisasi dengan penambahan 50 µl BSTFA(mengandung 1% TMCS), tutup,
panaskan dalam oven selama 20 menit, dinginkan.
1-2 µl injek ke GC-MS
Catatan :
Derivatisasi selain BSTFA dapat digunakan BSA,MSTFA,MTBSTFA,PFBBr,TFAA,
TMPAH, TMSI.
Ekstraksi golongan opiat es Serum/ plasma/ whole blood
a. Persiapan sample
Pilih salah satu:
1) Serum/ plasma/ whole blood
a) 1ml samlpe + 1ml acetonitrile, kocok dengan vortex, ambil supernatant
Supernatant + 5ml buffer asetat pH 4( 100mM), ATAU
b) 1ml sample + 2ml 30% acetonitrile, kocok, ambil supernatant
2) Serum/ plasma
1ml sample + 5ml buffer asetat pH 4 ( 100mM ), kocok, centrifuge.
b. Persiapan kolom
Alirkan 2ml metanol, dibawah vacum dan 2ml 50mM asam fosfat.
(gunakan tekanan ≤ 3inchi Hg untuk pencegahan sorbent kering)
c. Pengisian sample
Alirkan sample dengan kecepatan alir 1-2ml/menit
d. Pencucian kolom
Alirkan 9ml 50mM asam fosfat, dibawah vacum
Alirkan 3ml ( 50ml asam fosfat : metanol = 80:20), dibawah vacum
Keringkan kolom 2 menit, tekanan ≥ 10 inch Hg)
Alirkan 200µl hexane, dibawah vacum
e. Elusi senyawa aktif
Alirkan 2ml ( hexane: ethyl acetate= 80: 20) kecepatan 1-2 ml/menit
Tampung uapkan ,tampung dalam vial 5ml, uapkan dengan gas nitrogen atau
≤400C sampai kering
f. Analisis
Derivatisasi dengan penambahan 50 µl BSTFA(mengandung 1% TMCS), tutup,
panaskan dalam oven selama 20 menit, dinginkan.
1-2 µl injek ke GC-MS
• CATATAN
- THC diekskresi melalui urine dalam bentuk metabolit, kurang dari 1% keluar dalam
bentuk unchange ( tetap THC).
- Setelah 72 jam dirokok, sekitar 50% per inhalasi terekskresi sebagai metabolit,
50% terdistribusi melalui jaringan lemak tubuh
- Major metabolite adalah 9-carboxy-THC, terkonjugasi dengan glukuronat
- 20 macam metabolit THC telah dapat teridentifikasi
- Pengguna sekali-kali/kadang-kadang, metabolit terdeteksi dalam urine 1- 2 hari,
sedangkan pengguna tetap dapat terdeteksi 1 atau lebih minggu.
RANCANGAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2022
TENTANG
PERUBAHAN PENGGOLONGAN NARKOTIKA
jdih.kemkes.go.id
-2-
jdih.kemkes.go.id
-3-
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PERUBAHAN
PENGGOLONGAN NARKOTIKA.
Pasal 1
Daftar narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 2
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2021 tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 31), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 3
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
jdih.kemkes.go.id
-4-
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 April 2022
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI G. SADIKIN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 2022
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BENNY RIYANTO
jdih.kemkes.go.id
-5-
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2022
TENTANG
PERUBAHAN PENGGOLONGAN
NARKOTIKA
jdih.kemkes.go.id
-6-
jdih.kemkes.go.id
-7-
jdih.kemkes.go.id
-8-
jdih.kemkes.go.id
-9-
jdih.kemkes.go.id
- 10 -
jdih.kemkes.go.id
- 11 -
jdih.kemkes.go.id
- 12 -
jdih.kemkes.go.id
- 13 -
jdih.kemkes.go.id
- 14 -
jdih.kemkes.go.id
- 15 -
jdih.kemkes.go.id
- 16 -
jdih.kemkes.go.id
- 17 -
jdih.kemkes.go.id
- 18 -
jdih.kemkes.go.id
- 19 -
heptanol
4. ALFAPRODINA : Alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
5. ALFENTANIL : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l
H-tetrazol-1-il)etil]-4-
(metoksimetil)-4-piperidinil]-N-
fenilpropanamida
6. ALLILPRODINA : 3-Allil-1-metil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
7. ANILERIDINA : Asam 1-para-aminofenetil-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
8. ASETILMETADOL : 3-Asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-
difenilheptana
9. BENZETIDIN : Asam 1-(2-benziloksietil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
10. BENZILMORFINA : 3-benzilmorfina
11. BETAMEPRODINA : Beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
12. BETAMETADOL : Beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–
heptanol
13. BETAPRODINA : Beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
14. BETASETILMETADOL : Beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4,
4-difenilheptana
15. BEZITRAMIDA : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-
okso-3-propionil-
1-benzimidazolinil) piperidina
16. DEKSTROMORAMIDA : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-
(1-pirolidinil)butil]morfolina
17. DIAMPROMIDA : N-[2-(metilfenetilamino)-
propil]propionanilida
18. DIETILTIAMBUTENA : 3-dietilamino-1,1-di-(2’-tienil)-1-
butena
19. DIFENOKSILAT : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-
jdih.kemkes.go.id
- 20 -
4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
20. DIFENOKSIN : Asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-
4-fenilisonipekotik
21. DIHIDROMORFINA
22. DIMEFHEPTANOL : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-
heptanol
23 DIMENOKSADOL : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-
difenilasetat
24. DIMETILTIAMBUTENA : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-
butena
25. DIOKSAFETIL BUTIRAT : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat
26. DIPIPANONA : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-
heptanona
27. DROTEBANOL : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-
6ß,14-diol
28. Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgonina
dan kokaina.
29. ETILMETILTIAMBUTENA 3-etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-
1-butena
30 ETOKSERIDINA : Asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
31. ETONITAZENA : 1-dietilaminoetil-2-para-
etoksibenzil-5-nitrobenzimedazol
32. FURETIDINA : Asam 1-(2-
tetrahidrofurfuriloksietil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
33. HIDROKODONA : Dihidrokodeinona
34. HIDROKSIPETIDINA : Asam 4-meta-hidroksifenil-1-
metilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
35. HIDROMORFINOL : 14-hidroksidihidromorfina
36. HIDROMORFONA : Dihidrimorfinona
37. ISOMETADONA : 6-dimetilamino- 5 -metil-4, 4-
jdih.kemkes.go.id
- 21 -
difenil-3-heksanona
38. FENADOKSONA : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-
heptanona
39. FENAMPROMIDA : N-(1-metil-2-piperidinoetil)
propionanilida
40. FENAZOSINA : 2'-hidroksi-5,9-dimetil- 2-fenetil-
6,7-benzomorfan
41. FENOMORFAN : 3-hidroksi-N–fenetilmorfinan
42. FENOPERIDINA : Asam1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
43. FENTANIL : 1-fenetil-4-N-
propionilanilinopiperidina
44. KLONITAZENA : 2-(para-klorobenzil)-1-
dietilaminoetil-5-nitrobenzimidazol
45. KODOKSIMA : Dihidrokodeinona-6-
karboksimetiloksima
46. LEVOFENASILMORFAN : (-)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan
47. LEVOMORAMIDA : (-)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-
(1-pirolidinil)butil] morfolina
48. LEVOMETORFAN : (-)-3-metoksi-N-metilmorfinan
49. LEVORFANOL : (-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan
50. METADONA : 6-dimetilamino-4, 4-difenil-3-
heptanona
51. METADONA INTERMEDIATE : 4-siano-2-dimetilamino-4, 4-
difenilbutana
52. METAZOSINA : 2-hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-
benzomorfan
jdih.kemkes.go.id
- 22 -
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
59. MORFINA-N-OKSIDA
60. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya
termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salah satunya kodeina-N-
oksida
61. Morfina
62. NIKOMORFINA : 3,6-dinikotinilmorfina
63. NORASIMETADOL : (±)-Alfa-3-asetoksi-6-metilamino-
4,4-difenilheptana
64. NORLEVORFANOL : (-)-3-Hidroksimorfinan
65. NORMETADONA : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-
heksanona
66. NORMORFINA : Dimetilmorfina atau N-
demetilatedmorfina
67. NORPIPANONA : 4,4-difenil-6-piperidino-3-
heksanona
68. OKSIKODONA : 14-hidroksidihidrokodeinona
jdih.kemkes.go.id
- 23 -
1. ASETILDIHIDROKODEINA
2. DEKSTROPROPOKSIFENA : Alfa-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-
3-metil-2-butanol propionat
3. DIHIDROKODEINA
4. ETILMORFINA : 3- etilmorfina
5. KODEINA : 3-metilmorfina
6. NIKODIKODINA : 6-nikotinildihidrokodeina
7. NIKOKODINA : 6-nikotinilkodeina
8. NORKODEINA : N-demetilkodeina
9. POLKODINA : Morfoliniletilmorfina
jdih.kemkes.go.id
- 24 -
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI G. SADIKIN
jdih.kemkes.go.id
RANCANGAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2022
TENTANG
PENETAPAN DAN PERUBAHAN PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA
jdih.kemkes.go.id
-2-
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PENETAPAN
DAN PERUBAHAN PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA.
Pasal 1
Daftar psikotropika golongan I, golongan II, golongan III, dan
golongan IV tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
jdih.kemkes.go.id
-3-
Pasal 2
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penetapan
dan Perubahan Penggolongan Psikotropika (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 30), dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 3
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
jdih.kemkes.go.id
-4-
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 April 2022
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI G. SADIKIN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 2022
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BENNY RIYANTO
jdih.kemkes.go.id
-5-
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2022
TENTANG PENETAPAN DAN PERUBAHAN
PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA
jdih.kemkes.go.id
-6-
3. FLUNITRAZEPAM 5-(o-fluorofenil)-1,3-dihidro-1-metil-nitro-
2H-1, 4-benzodiazepin-2-on
4. GLUTETIMIDA 2-etil-2-fenilflutarimida
5. KATINA, nama lain (+)- (+)-®-α-[®-1-aminoetil]benzilalkohol
norpseudo-efedrina
6. PENTAZOSINA (2R*,6R*,11R*)-1,2,3,4,5,6-heksahidro-6-
11-dimetil-3-(3-metil-2-butenil)-2,6-
metano-3-benzazosin-8-ol
7. PENTOBARBITAL Asam 5-etil-5-(1-metilbutil)barbiturat
8. SIKLOBARBITAL Asam 5-(1-sikloheksen-1-il)-5-etilbarbiturat
jdih.kemkes.go.id
-7-
jdih.kemkes.go.id
-8-
jdih.kemkes.go.id
-9-
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI G. SADIKIN
jdih.kemkes.go.id