Anda di halaman 1dari 237

UU NO 35 TAHUN 2009

TENTANG NARKOTIKA
TANGGAL 12 OKTOBER 2009
UU NO 35 TAHUN 2009
TENTANG NARKOTIKA
TANGGAL 12 OKTOBER 2009
TERDIRI DARI XVII BAB DAN 155 PASAL
• BAB I : KETENTUAN UMUM ( Pasal 1. 1 s/d 1.22 )
• BAB II : DASAR, AZAS DAN TUJUAN ( Pasal 2 s/d 4)
• BAB III : RUANG LINGKUP ( Pasal 5 s/d 8)
• BAB IV : PENGADAAN ( Pasal 9 s/d 14)
• BAB V : IMPOR DAN EKSPOR (Pasal 15 s/d 34)
• BAB VI : PEREDARAN ( Pasal 35 s/d 44)
• BAB VII : LABEL DAN PUBLIKASI ( Pasal 45 s/d 47)
• BAB VIII : PREKUSOR NARKOTIKA ( Pasal 48 s/d 52)
• BAB IX : PENGOBATAN DAN REHABILITASI ( Pasal 53 s/d 59)
• BAB X : PEMBINAAN DAN PENGAWASAN (Pasal 60 s/d 63)
• BAB XI : PENCEGAHAN DAN PEMBERANYASAN ( Pasal 64 s/d 72)
• BAB XII : PENYIDIKAN, PENUNTUTAN DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN ( Pasal
73 s/d 103)
• BAB XIII : PERAN SERTA MASYARAKAT ( Pasal 104 s/d 106)
• BAB XIV : PENGHARGAAN ( Pasal 107 s/d 110)
• BAB XV : KETENTUAN PIDANA ( Pasal 111 s/d 148)
• BAB XVI : KETENTUAN PERALIHAN ( Pasal 150 s/d 151)
• BAB XVII : KETENTUAN PENUTUP ( Pasal 152 s/d 155)
PASAL I Ayat 1

NARKOTIKA adalah :
Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik Sintesis maupun Semi Sintesis yang dapat
menyebabkan :
• Penuruna atau perubahan kesadaran
• Hilangnya rasa
•Mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan , yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan sebagaimana yang terlampir pada UU ini
PREKUSOR NARKOTIKA ( PASAL 1.2) :
Adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam
pembuatan narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam UU ini.

PEDAGANG BESAR FARMASI ( PASAL 1.10)


Adalah Perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan
Pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran sediaan farmasi , termasuk Narkotika dan alat
Kesehatan.

PECANDU NAROTIKA (Pasal 1.13).


Adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan
Ketergantungan pada Narkotika , baik secara fisik maupun psikis.

KETERGANTUNGAN NARKOTIKA ( Pasal 1. 14)


Adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secra terus
menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila
Penggunaannya dikurangi dan /atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik
dan psikis yang khas .
PENYALAH GUNA (Pasal 1.15)
Adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.

MENTERI ( Pasal 1. 22)


Adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 5:
Pengaturan narkotika dalam UU ini meliputi segala bentuk kegiatan dan/ atau perbuatan
yang berhubungan dengan Narkotika dan Prekusor Narkotika

Pasal 6 :
(1) NARKOTIKA DIGOLONGKAN KE DALAM

a. NARKOTIKA GOLONGAN 1 : (lamp 1 UU no 35 tahun 2009 terdiri 65 jenis )


REVISI TERBARU LAMPIRAN PMK NO 44 17 OKTOBER 2019 TERDIRI DARI
175 JENIS

b. NARKOTIKA GOLONGAN II (lamp UU no 35 tahun 2009 terdiri 86 jenis)


PMK NO 44 /2019 MENJADI 91 JENIS

c. NARKOTIKA GOLONGAN III ( lamp UU n0 35 tahun 2009 terdiri dari 14 jenis)


PMK NO 44/2019 MENJADI 15 JENIS
Pasal 7.
Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan /
atau pengembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi.
Pasal 5.
(1) Narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan
(2) Dalam jumlah terbatas , narkotika Golongan I dapat digunakan untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk
reagensia diasnotik , serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan
persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan
BAB 1V PENGADAAN
Pasal 9 (1)
Menteri menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/ atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Pasal 9 (3))
Rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (2
disusun berdasarkan data pencatatan dan pelaporan rencana dan realisasi
produksi tahunan yang diaudit secara komprehensif dan menjadi pedoman
pengadaan , pengendalian dan pengawasan Narkotika secara Nasional
Pasal 10 (1)
Narkotika untuk kebutuhan dalam negeri diperoleh dari impor, produksi dalam
negeri dan/ atau sumber lain dengan berpedoman pada rencana kebutuhan
tahunan Narkotika sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 9(3)
Pasal 11. ( 1).
Menteri Kesehatan memberi izin khusus untuk memproduksi Narkotika kepada Industri
Farmasi tertentu yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan setelah dilakukan audit oleh BPOM
Pasal 11 (3).
Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan terhadap bahan baku,
proses produksi , dan hasil akhir dari produksi Narkotika sesuai dengan rencana
kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
Pasal 12(1 )
Narkotika golongan I dilarang diproduksi dan / atau digunakan dalarn proses produksi,
kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentinganpengembangan Ilmu
Pengetahuan dan dan teknologi
Pasal 14
(1) Narkotika dalam penguasaan Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah,apotik, rumah sakit, pusat kesehatan
masyarakat,balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan
secara khusus
(2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah,apotik, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat,balai pengobatan,
dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat,menyampaikan, dan
menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/ atau pengeluaran Narkotika
yang berada dalam penguasaannya.
BAB V
IMPOR DAN EKSPOR
Pasal 15
(1) . Menteri memberi ijin kepada ( satu) perusahaan pedagang besar farmasi milik negara
yang telah mmiliki izin sebagai importer sesuai dengan ketentan perundang-
undangan untuk melaksanakan impor Narkotika
(2) Dalam keadaan tertentu , Menteri dapat memberi izin kepada perusahaan lain dari
perusahaan milik negara memiliki izin sebagai importir sesuai dengan peraturan per UU
untuk melaksanakan impor
Pasal 18
(1)Menteri Kesehatan memberi izin kepada 1 (satu ) PBF milik Negara yang telah memiliki
izin sebagai eksportir sesuai dengan peraturan per UU untuk melaksanakan ekspor
.
Pasal 21
Impor dan ekspor Narkotika dan prekusor hanya di]akukan melalui kawasan pabean tertentu
yang dibuka untuk perdagangan Luar Negeri.

Yaitu : Pelabuhan Laut, Udara Internasional tertentu yang ditetapkan sebagai pintu impor dan
ekspor Narkotika agar lalu lintas Narkotika rnudah diawasi.

Pasal 34

(1). lmportir Narkotika dalam rnemeriksa Narkotika yang diimpornya disaksikan


oleh BPOM dan wajib melaporkan hasilnya kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) hari
kerja sejak tanggal diterimanya impor Narkotika di Perusahaan.

( 2)Menteri menyampaikan hasil penerimaan impor Narkotika kepada Pemerintah Negara


pengekspor.
BAB VI
PEREDARAN
Pasal 35
Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran
atau penyerahan Narkotika baik dalam rangka perdagangan , bukan perdagangan
maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Pasal 36
(1) Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar
dari Menteri
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara perizinan peredaran Narkotika
bentuk obat jadi diatur dengan peraturan Menteri.
(3) Untuk mendapatkan izin edar dari Menteri, Narkotika dalam bentuk obat jadi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melalui pendaftaran BPOM
(4) Ketentuan syarat dan tata cara pendaftaran Narkotika obat jadi diatur dengan
kepala BPOM
Pasal 37
Narkotika golongan II dan Ill yang berupa bahan baku baik alami maupun sintetis yang
digunakan untuk produksi obat diatur dengan peraturan Menteri

Pasal 38.
Setiap kegiatan dalarn rangka peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokurnen
yang sah.
Pasal 39
(1) Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar
farmasi, dan sarana penyimpan sediaan farmasi pemerintah sesuai
ketentuan dalam UU ini
(2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan
sediaan farmasi pemerintah wajib memiliki izin khusus penyaluran Narkotika
Pasal 40
(1) Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika, kepada :
a. pedagang besar farmasi tertentu
b. apotik
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu
d. rumah sakit
(2) Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika
kepada :
a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya
b. apotik
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu
d. rumah sakit
e. lembaga ilmu pengetahuan
(3) Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat
menyalurkan Narkotika kepada
a. rumah sakit pemerintah
b. pusat kesehatan masyarakat
c. balai pengobatan pemerintah tertentu
LURKb. Rumah sakit.
ci Puskesmas.
d. Balai pengobatan
e. Dokter.

Ayat(3).
Rumah Sakit, Apotek, Puskesmas dan Balai pengobatan hanya dapat
menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep Dokter.

Ayat(4)
Dokter dapat menyerahkan dalam hal
a. Menjalankan praktek yang diberikan melalui suntikan.
b. Menolong orang sakit clalam keadaan darurat melalui suntikan.
c. Menjalankan tugas terpencil yang tidak ada Apotek.
Pasal 43
(1) Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh :
a. apotik
b. rumah sakit
c. pusat kesehatan masyarakat
d. balai pengobatan
e. dokter
(2) Apotik hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada :
a. rumah sakit
b. pusat kesehatan masyarakat
c. balai pengobatan
e dokter
f pasien
(3) Rumah sakit,apotik, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya
dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter
(4) Penyerahan oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk :
a. menjalankan praktik dokter dengan memberikan melalui suntikan
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika
melalui suntikan ; atau
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek
(5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh
dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat diperoleh dari apotik
BAB VII
LABEL DAN PUBLIKASI
Pasal 44.
Ayat (1 ).
Pabrik obat wajib mencantumkan label pada kemasan Narkotika baik dalam bentuk
obat jadi maupun bahan baku Narkotika.
Pasal 45
Narkotika hanya dapat dipublikasikan pada media cetak ilmiah kedokteran atau
media cetak ilmiah farmasi
BAB VIII
PREKUSOR NARKOTIKA

Pasal 48
Pengaturan prekusor dalam UU ini bertujuan :
a. Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekusor Narkotika
b. Mencegah dan memberantas peredaran gelap prekusor Narkotika; dan
c. Mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan prekusor Narkotika

Pasal 49
(1) Prekusor Narkotika digolongkan ke dalam Prekusor tabel I dan prekusor Tabel II dalam UU ini

(2) Penggolongan prekusor Narkotika untuk pertama kali tercantum pada lampiran II
dan merupakan bagian tak terpisahkan dari UU ini
BAB. IX
PENGOBATAN DAN REHABILITASI
Pasal 53
(1) Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat
memberikan Narkotika Gol II atau III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu
kepada pasien sesuai ketentuan peraturan per UU an.
(2) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memiliki , menyimpan dan /atau
membawa Narkotika untuk dirinya sendiri.
(3) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempunyai bukti yang sah
bahwa
Narkotika yang dimiliki ,disimpan ,dan/ atau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah
sesuai dengan ketentuan per UU an ini
Pasal 54
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani menjalani
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
Pasal 55
(1). Orang Tua atau wali dan Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib rnelaporkannya
kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan /atau lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk. mendapatkan pengobatan dan / atau
perawatan melalui rehabilitasi tsb
(2). Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh
keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan /atau lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk. mendapatkan pengobatan dan / atau perawatan
melalui rehabilitasi tsb
t(3).Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah..
Pasal 56.

(1). Rehabilitasi medis pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang


ditunjuk oleh Menteri
(2). Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instanasi pem
atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis Pecandu Markotika
setelah mendapat persetujuan Menteri

Pasal 57
Selain melalui pengobatan dan/ atau rehabilitasi medis, penyembuhan
Pecandu Narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau
masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisionil.

Pasal 58
Rehabilitasi sosial pecandu Narkotika diselenggarakan baik oleh instansi
pemerintah maupun oleh masyarakat.
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 60
(1) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang
berhubungan dengan Narkotika
(2) Pembinaan meliputi :
a. memenuhi ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/ atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. mencegah penyalahgunaan Narkotika
c. mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan
Narkotika, termasuk dengan memasukkan pendidikan yang berkaitan dengan
Narkotika dalam kurikulum SD sampai lanjutan atas
d. mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan / atau pengembanagn
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Narkotika untuk pelayanan kes
e. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis bagi Pecandu
Narkotika , baik diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.

Pasal 61
Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berkaitan
dg Narkotika
Pengawasan meliputi:
a. Narkotika dan Prekusor Narkotika untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/ atau pengembanagan ilmu pengetahuan dan teknologi
b.Alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak
pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika
. produksi
d

e. impor dan ekspor


f. Peredaran
g. pelabelan
h. informasi , dan
i. Penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Pasal 63
Pemerintah mengupayakan kerja sama dengan negara lain dan/ atau badan
Internasional secara bilateral dan multilateral, baik regional maupun
internasional dalam rangka pembinaan dan pengawasan Narkotika dan Prekusor
Narkotika sesuai dengan kepentingan nasional.
BAB XI

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN


Pasal 64
(1) Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika , dengan UU ini dibentuk Badan
Narkotika Nasional disingkat BNN.
(2) BNN merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan
dibawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 65
(1) BNN berkedudukan di ibukota negara dengan wilayah kerja meliputi seluruh
wilayah Negara RI
(2) BNN mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten / kota
(3) BNN provinsi berkedudukan di ibukota provinsi dan BNN kabupaten/kota
berkedudukan di ibukota kabupaten/ kota.
Pasal 67
(1). BNN dipimpin oleh seorang kepala dibantu oleh seorang sekretaris utama dan beberapa deputi

(2) Deputi membidangi urusan :


a. Bidang pencegahan
b. Bidang pemberantasan
c. Bidang rehabilitasi
d. Bidang hukum dan kerjasama
e. Bidang pemberdayaan masyarakat

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi dan tata kerja BNN diatur dengan Peraturan
Presiden.
Pasal 70
BNN mempunyai tugas ;
a.Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika
b Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekusor
Narkotika.
c. Berkoordinasi dengan Kapolri dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika.
d.Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehab sosial Pecandu Narkotika , baik
yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.
e .Memberdayakan masyarakat dalam rangka pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekusor Narkotika.
f. Memantau ,mengarahkan dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika.
g. Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral , baik regional maupun internasional guna
mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika.
h. Mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekusor Narkotika.
i. Melaksanakan administrasi penyelidikan, dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan
memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika.
j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.
Pasal 71
Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekusor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika.

BAB XII
PENYELIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Pasal 73
Penyidikan, penuntutan , dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap peredaran elap Narkotika
dan Prekusor Narkotika dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan , kecuali ditentukan
lain dalam UU ini.
Pasal 76
(1)Pelaksanaan kewenangan penangkapan dilakukan paling lama 3x 24 jam terhitung sejak surat
penangkapan diterima penyidik
(2) Penangkapan dapat diperpanjang paling lama 3x 24 jam

Pasal 81
Penyidik Kepolisian Negara RI dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika berdasarkan UU ini.
Pasal 82 (1)
Penyidik pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud dalam Kuhap berwenang
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dan Prekusor
Narkotika.
Pasal 84
Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
dan Prekusor Narkotika , penyidik Polri memberitahu kepada penyidik BNN begitu
sebaliknya.
Pasal 85
Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
dan Prekusor Narkotika , penyidik PPNS tertentu berkoordinasi dengan penyidik BNN
Atau Polri.
Pasal 87
(1)Penyidik Polri atau BNN yang melakukan penyitaan Narkotika atau Prekusor Narkotika, dan yang
diduga Narkotika atau Prekusor Narkotika , atau yang mengandung Narkotika/ Prekusor Narkotika
wajib melakukan penyigelan dan membuat berita acara penyitaan , pada hari penyitaan dilakukan,
sekurang- kurangnya memuat :
a. Nama, jenis, sifat, dan jumlah;
b. Keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan sita
c. Keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai Narkotika dan prekusor narktika
d. Tanda tangan dan identitas lengkap penyidik yang melakukan penyitaan

(2)Penyidik wajib memberitahukan penyitaan yang dilakukan kepada kepala Kejaksaan negeri setempat
dalam waktu paling lama 3x 24 jam sejak dilakukan penyitaan dan tembusannya disampaikan kepada
ketua Pengadilan Negeri setempat, Menteri, dan ka BPOM.
Pasalpenyitaan
(1) Penyidik PPNS tertentu, melakukan 88 Nark / Prekusor wajib membuat BA penyitaa
dan menyerahkan barang sitaan tsb serta BAnya kepada penyidik BNN atau Polri setempat
dalam waktu paling lama 3 X 24 (tiga kali dua puluh empat ) jam sejak dilakukan penyitaan
tembusan BA nya disampaikan kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat, Ketua
Pengadilan Negeri setempat, Menteri dan kepala BPOM.

(2) Penyerahan barang sitaan dapat dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari jika berkaitan
dengan daerah yang sulit terjangkau.
Pasal 90
Untuk keperluan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan,
penyidik Polri, BNN, PPNS menyisihkan sebagian kecil barang sitaan Narkotika
dan Prekusor untuk dijadikan sampel guna pengujian di Laboratorium tertentu dan
dilaksanakan dalam waktu paling lama 3 X 24 (tiga kali dua puluh empat ) jam sejak
dilakukan penyitaan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengujian
sampel di laboratorium tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 91
(1) Kepala Kejaksaan Negeri setempat setelah menerima pemberitahuan tentang penyitaan
barang Narkotika dan prekusor dari penyidik Polri, BNN, dalam waktu paling lama 7 ( tujuh )
hari wajib ménetapkan status barang sitaan Narkotika dan prekusor tersebut untuk kepentingan
pembuktian perkara, kepentingan pengembangan Ilmu Pengetahuan, dan teknologi,
kepentingan pendidikan dan pelatihan, dan/ atau dimusnahkan.

(2) Barang sitaan Narkotika dan Prekusor yang berada dalam penyimpanan dan pengamanan
penyidik yang telah ditetapkan untuk dimusnahkan, wajib dimusnahkan dalam waktu paling
lama 7 ( tujuh) hari terhitung sejak menerima penetapañ pemusnahan dari Kepala Negeri
setempat.
(3) Penyidik wajib membuat BA pemusnahan dalam waktu paling lama 1X24jam sejak pemusnahan
tsb dilakukan dan menyerahkan BA tsb kepada penyidik BNN atau Polri setempat dan
tembusan BAnya disampaikan kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat, Ketua Pengadilan
Negeri setempat, Menteri dan kepala BPOM.
(4) Dalam keadaan tertentu, batas waktu pemusnahan dapat diperpanjang 1 (satu ) kali untuk
jangka waktu yang sama .
(5) Pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan berdasarkan
ketentuan pasal 75 ayat (2) huruf k.

(6) Barang sitaan untuk kepentingan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi diserahkan
kepada Menteri dan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan diserahkan kepada kepala
BNN dan Kapolri dalam waktu paling lama 5 (lima) terhitung sejak menerirna penetapan dari
Kepala Kejaksaan Negeri setempat.
(7) Kepala BNN dan Kapolri sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menyampaikan laporan kepada
Menteri mengenai penggunaan barang sitaan untuk kepentingan pendidikan dan latihan.

Pasal 92
(1) Penyidik Polri dan BNN wajib memusnahkan tanaman Narkotika yang ditemukan dalam jangka
waktu paling lama 2 x 24 jamsejak saat ditemukan , setelah disisihkan sebagian kecil untuk
kepentingan penyidikan, penuntutan , pemeriksaan didepan sidang pengadilan , dan dapat
sisisihkan untuk kepentinganpengembanagan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta untuk
kepentingan pendidikan dan pelatihan.
(2) Untuk tan Narkotika yang karena jumlahnya dan daerah yang sulit terjangkau karena faktor
geografis atau transportasi, pemusnahan dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari..
(3) Pemusnahan dan penyisihan sebagian tan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang- kurangnya memuat :
a. nama, jenis, sifat dan jumlah
b. ket mengenai tempat, jam,hari, tgl,bln dan tahun ditemukan dan dilakukan pemusnahan
c. keterngan mengenai pemilik atau yang menguasai tanaman Narkotika dan
d tanda tangan dan identitas pelaksana dan pejabat atau pihak terkait lainnya yang
menyaksikan pemusnahan.
(4) Sebagian kecil tan Narkotika yang tidak dimusnahkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)disimpan oleh penyidik untuk kepentingan pembuktian.
(5) Sebagian kecil tan Narkotika yang tidak dimusnahkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)disimpan oleh Menteri dan BPOM untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(6) Sebagian Kecil tan Narkotika yang tidak dimusnahkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)disimpan oleh BNN untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan.

Pasal 93
Selain untuk kepentingan sebagaimana dimaksuk dalam pasal ( 90, 91, 92 )
sebagian
kecil Narkotika atau tan Narkotika yang disita dapat dikirim ke Negara lain yang
diduga sebagai asal Narkotika atau tan Narkotika tsb untuk pemeriksaan
laboratorium
guna pengungkapan asal Narkotika atau tan Narkotika dan jaringan peredarannya
berdasarkan perjanjian antarnegara atau berdasarkan asas timabal- balik..
Pasal 97.
Untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan di sidang pengadilan ,
tersangka atau terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh
harta kekayaannya dan harta benda istri / suami, anak dan setiap orang
atau korporasi yang diketahuinya atau yang diduga mempunyai hubungan
dengan tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika yang dilakukan
oleh tersangka / terdakwa.
Pasal 98.
Hakim berwenang meminta terdakwa membuktikan seluruh harta kekayaan
dan harta benda istri / suami, anak dan setiap orang atau korporasi , bukan
berasal dan hasil tindak pidana Narkotika.dan Prekusor Narkotika yang
dilakukan terdakwa

Pasal 99
(1) Di sidang pengadilan , saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara
tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika yang sedang dalam pemeriksaan ,
dilarang menyebutkan nama, dan alamat pelaporatau hal yang memberikan
kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor,

(2) Sebelum sidang dibuka, hakim mengingatkan saksi dan orang lain yang
bersangkutan dengan perkara tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika
untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Pasal 103
(1) Hakim yang memeriksa perkara pecandu Narkotika dapat memutuskan : .
a. Memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan
dan / atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut
terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika atau
b. Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan
atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak
terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.
(2) Masa menjalani pengobatan dan/ atau perawatan bagi pecandu Narkotika pada
sebagaimana ayat(1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman
BAB XIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 104
Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas luasnya untuk berperan serta
dalam membantu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika
Pasal 105
Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan prekusor
Nakotika .
Pasal 106
Hak masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan pemberantasan peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika, diwujudkan
dalam bentuk:
a. mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi
tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika.
b. memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi
tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana Narkotika dan Prekusor
Narkotika kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara Narkotika
dan Prekusor Narkotika.
c. menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak
hukum atau BNN kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara
Narkotika dan Prekusor Narkotika.
d. memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yang diberikan kepada
penegak hukum atau BNN.
e. memperoleh perlindungan hukum pada saat yang bersangkutan melaksanakan
haknya atau diminta hadir dalam proses peradilan.
Pasal 107
Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenang atau BNNjika
mengetahui adanya penyalahgunaa atau peredaran gelap Nark dan Prekusor.

BAB XIV
PENGHARGAAN
Pasal 109
Pemerintah memberikan penghargaan kepada penegak hukum dan
masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan pemberantasan
penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap Narkotika dan
Prekusor Narkotika .
Pasal 110
Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 109 dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan terundang undangan
ANCAMAN HUKUMAN PIDANA SESUAI UU no 35 tahun 2009
tentang NARKOTIKA

Pasal Ayat Unsur Pidana Ancaman Pidana Dan


Denda

1. 111 (1) Menanam, Memelihara, Memiliki, Menyimpan, menguasai Min 4 th Min 800jt rp
atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk Max 12 th Max 8 M rp
tanaman
Ayat (1) beratnya melebihi (satu) kg atau melebihi 5
(2) (lima)batang phn Seumur hidup atau Max 8 M ayat (1)
Min 5 th tambah 1/3
Max 20 th
Memiliki Menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika
2 112 (1) Golongan I bukan tanaman Min 800 jt rp
Min 4 th Max 8 M rp
Ayat (1)beratnya melebihi 5(lima) g
Max 12 th

(2) Max 8 M ayat (1)


Seumur hidup atau
tambah 1/3
Min 5 th
Max 20 th
Pasal Ayat Unsur Pidana Ancaman Dan
Pidana Denda

3. 113 (1) Produksi, impor, ekspor atau menyalurkan Narkotika Min 5 th Min 1 M rp
Golongan I Max 20 th Max10 M rp

(2) Ayat (1) btk tanaman beratnya melebihi (satu) kg atau Mati, Max 10 M
Seumur hidup atau ( ayat 1 ) tambah 1/3
melebihi 5 (lima)batang phn atau bukan btk tan > 5g Min 5 th
Max 20 th
Menawarkan utk dijual, menjual, membeli, menerima,
perantara jual- beli , menukar atau menyerah Min 5 th
4 114 (1) kanNarkotika Golongan I Max 20 th
Min 1M rp
PadaAyat (1) btk tanaman beratnya melebihi (satu) kg Max 10M rp
atau melebihi 5 (lima)batang phn atau bukan btk tan
beratnya melebihi 5(lima) g Mati,
(2) Seumur hidup atau
Max 10M [ayat (1)]
Min 6 th
tambah 1/3
Max 20 th
Pasal Ayat Unsur Pidana Ancaman Dan
Pidana Denda

5. 115 (1) Membawa,mengirim,angkut atau transito Min 4 th Min 800jt rp


Narkotika Golongan I Max 12 th Max 8 M rp

(2) Ayat (1) btk tanaman beratnya melebihi (satu) kg Seumur hidup Max 8M
atau melebihi 5 (lima) batang phn atau bukan btk atau ( ayat 1 ) tambah
tan > 5g Min 5 th 1/3
Max 20 th
Menggunakan Narkotika Golongan I thd org lain
6 116 (1) atau memberikan Narkotika Golongan I untuk Min 1M rp
Min 5 th Max 10M rp
digunakan org lain Max 15 th

PadaAyat (1) mepermanenngakibatkan org lain


mati,atau cacad permanen
Max 10M [ayat
(2) Mati,
(1)]
Seumur hidup
tambah 1/3
atau
Min 5 th
Max 20 th
No Pasal Ayat Unsur Pidana Ancaman Pidana Denda

7. 117 (1) Memiliki, Menyimpan, menguasai atau sedia Min 3th Min 600 jt
Narkotika Golongan II Max 10 th Max 5 M

(2) Pada ayat (1) berat > 5gram Min 5th Max 5 M
Max 15 th [ayat (1)]
tambah1/3

8 118 (1) Produksi,impor,ekspor atau salur Narkotika Min 4th Min 800jt
Golongan II Max 12 th Max 8 M

(2) Ayat (1) berat > 5 gram Mati, seumur hidup,


Min 5 th Max 8 M
Max 20 th [ayat(1)]
Tambah 1/3

9 119 (1) Nawar utk jual, menjual,membeli, menerima, Min 4 th Min 800jt
menukar atau menyerahkan,Narkotika Gol II Max 12 th Max 8 M

Ayat(1) berat > 5 gram


(2) mati, Max 8 M
seumur hidup Min [ayat (1)]
5 th tambah1/3
Max 20 th
Nony Pasal Ayat Unsur Pidana Ancaman Pidana Denda

10 120 (1) Membawa,mengirim,angkut atau transito Narkotika Golongan II Min 3 th Min600 jt rp


Max 10 th Max 5 M rp
Ayat (1) berat > 5 gram
(2) Min 5 th Max 5 M rp
Max 15 th Tambah 1/3
Menggunakan thd org lain atau Memberikan Narkotika Gol II utk
11. 121 (1) digunakan org lain Min 4 th Min 800 jt p
Max 12 th Max 8 M rp
Ayat (1) menyebabkan org lain mati, cacad permanen

(2) Mati seumur hidup , Min 5 Max 8 M


Memiliki,menyimpan,menguasai atau th Tambah 1/3
Menyediakan Narkotika Golongan III Max 20 th

12 122 (1) Ayat (1) berat > 5 gram Min 2 th Min 400jt rp
Max 7 th Max 3M rp

(2) Produksi, impor,ekspor, salur Narkotika Golongan III Min 3 th Max 3 M( 1)


Max 10 th Tambah 1/3
Ayat ( 1) berat > 5 gram
13 123 (1) Min 3 th Min 600jt rp
Max 10 th Max 5M rp

(2) Min 5 th Max 5 M (1)


Max 15 th Tambah 1/3
• Pasal 127
(1) Setiap Penyalah Guna
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri pidana penjara paling lama 4 tahun
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri pidana penjara paling lama 2 tahun, dan
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri pidana penjara paling lama 1 tahun
(2) Dalam memutuskan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hakim wajib
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54,55 dan 103
(3) Dalam hal Penyah Guna pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban
Penyalahgunaan Narkotika,Penya;lah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan
sosial.
Pasal 128
(1) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur sebagaimana pada pasal 55 ayat
(1) yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 ( enam)
bulan atau pidana denda paling banyak 1(satu) juta rp.
(2) Pecandu Narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau
walinya sebagaimana dimaksud Pasal 55 ayat(1) tidak dituntut pidanaPecandu Narkotika
yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau walinya sebagaimana
dimaksud Pasal 55 ayat(1) tidak dituntut pidana.
(3) Pecandu Narkotika yang telah cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau walinya
sebagaimana dimaksud Pasal 55 ayat(2) yg sedang menjalani rehabilitasi medis 2(dua) kali
masa perawatandokter di RS/ lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk Pemarintah tidak
dituntut pidana
(4) Rumah sakit dan / atau lembaga rehabilitasi medis sebagaimana yang dimaksud ayat(3 )
harus memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal Ayat Unsur Pidana pidana Dan
Denda
17. 129 - a.memiliki , menguasai , atau menyediakan Pidana :
Prekusor Narkotika untuk pembuatan Min 4 th
Narkotika; Max 20 th, dan
b. produksi, impor, ekspor atau salur Denda :
Prekusor Narkotika untuk pembuatan Max 5 M rp
Narkotika
c. Nawar utk dijual, jal, beli,terima perantara
jual beli, menukar, serahkan Prekusor
Narkotika untuk pembuatan Narkotika
d. Kirim,angkut atau transito Prekusor
Narkotika untuk pembuatan Narkotika
18 130 Tindak pidana Pasal 111,112,113,114,….. dst
(1) sampai pasal126 dan Pasal 129 yang dilakukan
oleh korporasi , selain pidana penjara dan denda
terhadap pengurusnya , juga pidana dijatuhkan
terhadap korporasi berupa pidana denda 3 kali
pidana denda sbgmana dimaksud dlm pasal2.
(2) Selain pidana denda ayat(1) korporasi dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/ atau
b. pencabutan status badan hukum
No Pasal Ayat Unsur Pidana Ancaman Pidana dan Denda

19 131 Setiap orang dengan sengaja tidak Max 1th Max 50 jt. Rp.
melaporkan tindak pidana
Pasal 111,112,…st pasal 27 (1),128 (1)
sd Pasal 129

20 132 (1) Percobaan atau permufakatan jahat TP sama Sesuai ketent sama Sesuai ketent
Prekusor Narkotika pada pasal Pasal yang berlaku Pasal yang berlaku
111,112,..sd 126 dan Psl 129
Perbuatan yang terorganisir Pasal pidana penjara max Denda max sesuai
(2) 111,..dst sd 126 dan Psl29 sesuai ketentuan ketentuan + 1/3
+1/3
Pemberatan pada ayat (2) tidak berlaku
(3) bagi pidana mati, seumur hidup atau 20
tahun

Pengurus Industri Farmasi yang tidak Min 1(satu) th Min 40 jt.rp.


21 135 melaksanakan sebgaimana pasal 45 Max 7 th Max 400 jt.rp.

Petugas laboratorium memalsukan hasil


pengujian atau tidak melaksanakan Max 7 th Max 500 jt rp.
22 142 kewajiban lapor hasil pengujian kepada
penyidik atau penuntut umum
No Pasal Ayat Unsur Pidana Ancaman Pidana Denda

23 145 TP Narkotika dan / atau Prekusor Narkotka Pasal


111,..sd 126, 127(1),128(1) dan Pasal 129 di luar Wil RI
diberlakukan juga ketent UU ini

WNA Yang lakukan TP Narkotika/ Prekusor yang telah


24 146 (1) jalani pidana Diusir keluar Wil RI
WNA ayat (1) Dilarang masuk kembali
(2) keWil RI
WNA TP Narkotika/ Prekusor dilakukan diluar RI Dilarang masuk keWil RI
(3) Pimpinan RS, Puskesmas, balai pengobatan, sarana
penyimpanan sediaan farmasi milik pem, apotik yg
25 147 a. edarkan Narkotika Gol II dan III bukan utk
kepentingan kesehatan
Pimpinan lembaga Ilmu penget tanam, Min 1 th
beli,simpan,kuasai tanaman narkotika bukan utk Max 10 th
kepentingan pengemb Ilpeng Min100jt. rp
b. Pim industri farmasi ttt produksi NarGol I bukan utk Max 1 M rp
penting pengemb Ilpeng
Pim pedagang besar Farmasi yg edar Narkotika Gol I
c. bukan utk penting pengemb Ilpeng, Narkotika Gol II
dan III
d. Bukan utk yan kes dan/ pengemb Ilpeng
Lampiran II UU NO 35 TAHUN 2009
TANGGAL 12 Oktober 2009
GOLONGAN DAN JENIS PREKUSOR

TABEL I
1. Acetic anhydride
2. N-Acetyl anthranilic Acid
3. Efedrin
4. Ephedrine
5. Ergomotrine
6. Ergotamine
7. Isosafrole
8. Lisergic Acid
9. 3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propanone
10. 1-Phenyl-2-propanone
11. Piperonal
12. Pseudoephedrine
13. Safrole
TABEL II

1. Aseton
2. Anthranilic Acid
3. Ethyl Ether
4. Hydrochoric Acid
5. Methyl Ethyl Ketone
6. Phenylacetic Acid
7. Piperidine
8. Sulphuric Acid
9. Toluene
KEPUTUSAN KEPALA BPOM
Nomor : HK.00.05.35.02771
Tanggal : 4 September 2002

Kelompok I
Kelompok II
Anhidrida asetat
Asam antranilat
Asam fenil asetat
Asam klorida
Asam lisergat
Asam sulfat
Asam N asetil antranilat
Aseton
Ephedrin
Etil eter
Ergometrin
Metil etil keton
Ergotamin
Piperidin
1-fenil 2-propanon
Toluen
Isosafrol
Kalium permanganat
3,4-Metilen dioksi fenil-2
propanon Termasuk garam-garam dan sediaan-
Norefedrin sediaannya yang mengandung satu atau
Piperonal lebih bahan tersebut kecuali asam
Pseudoefedrin klorida dan asam sulfat.
Safrol
Contoh Narkotika
MARIHUANA; MARIJUANA; INDIAN HEMP;
RUMPUT GELEK; DAUN HIJAU; BANG IKAT;
RABANG; GRASS; MARY JANE; dsb.

• AMPLOP (BERISI BAGIAN TANAMAN YANG SUDAH KERING YANG


BERUPA TANGKAI, DAUN, BUAH DAN BUNGA)
• ROKOK / LINTINGAN, KADANG DICAMPUR DENGAN TEMBAKAU
• TEMBAKAU GANJA; SERBUK TANAMAN.
• BUDHA STIDK; BIJI GANJA
• HASIL SARIAN : HASHISH; MINYAK GANJA dsb.

MERUPAKAN HASIL EKSTRAKSI DARI GANJA (MINYAK / DAMAR GANJA)


• BENTUK : MASA KENTAL / PADAT
• WARNA : HITAM AGAK KEHIJAUAN
• RASA : SEDIKIT PAHIT
• BAU : AGAK MERANGSANG
TANAMAN :
Termasuk tanaman
musimandapat tumbuh di
pegunungan yang temperatur ± CANDU HEROIN MORFIN
20o C • Candu • Snow • M. Dreamer
• Hitam • H. Junk • Unkil
DAUN :
• Tun • Brown • Miss Emma
Hijau berlekuk-lekuk dengan • Mata • Big Harry • Monkey
panjang 10-25 Cm. • Coklat • Salt • Tab
• Gula • Dope • Meltar
BUNGA : • Thing • Mud
• Horse • Cube
Berwarna Merah, Putih dan Ungu • Powder • Murphy
• Stuff
BUAH :
Kurang lebih sebesar jeruk nipis / Kandungan narkotika
kepalan tangan bayi; Satu tangkai Morfin, kodein ,tebain
satu buah, lurus menjulang keatas
MORFIN
• Serbuk putih, dalam penyimpanan warna berubah agak gelap.
• Berasa pahit
• Terkandung sebanyak 4-21% dalam candu.
• Penghilang rasa nyeri dan sangat potent

CODEIN :
• Terkandung sebanyak 0,7-2,5% dalam Candu
• Serbuk putih pahit
• Analgesik sedang (< Morfin)
•Menekan rasa batuk
HEROIN (DIACETIL MORFIN : DIAMORFIN)
Narkotik semi sintesis (disintesa dari morfin pertama kali tahun 1874)
Tidak digunakan dalam duna pengobatan
Daya analgrsik ± 5 kali lebih kuat dari pada morfin

HEROIN NO. 3
Sinonim : Hongkong Rocks, Brown Sugar, Chinese Heroin, White
Dragon Pearl
Warna : Coklat Muda – Abu-abu tua
Selain mengandung heroin (25-45%) juga mengandung kofein (30-60%),
Striknim, Kinin, Skopalamin.
HEROIN NO. 4
Serbuk putih krem
Mengandung heroin sampai dengan 98%
kadang-kadang diencerkan dengan Laktosa

BROWN HEROINE
Proses pembuatannya tanpa pemurnian
Warna coklat
Sering dikenal dengan nama (tergantung asalnya)
➢ Mexican Heroine
➢ Middle East Heroine
➢ Iranian Heroine
HEROINA
TANAMAN :
Perdu, Berkayu, Bercabang
Tinggi 2-3 meter
DAUN :
Berbentuk bulat agak pipih
Melekat pada tangkai / batang
Berseling satu-satu
Ciri khas : Adanya tulang daun yang sejajar
pada permukaan sebelah bawah
BUNGA :
Kecil-kecil putih
BUAH : Melekat pada ketiak daun
Kecil-kecil
Warna Hijau, Kuning, Merah
Nama Samaran :
Kokoino (Jogyakarta)
In in (Klaten)

Istilah Asing :
The Leaf, C, Coke, Dinamid, Corine, Gire, Gold
Dust, Cocaine
Nose Candy, Paradise, Rock, Snow-White
JENIS SABU-SABU
METHAMPHETAMINE
II. PSIKOTROPIKA.

UU RI NO. 5 Thn 1997 tgl. 11 Maret 1997, Tentang PSIKOTROPIKA terdiri


dan : 16 BAB dengan 74
Pasal.
BAB. I : Ketentuan Umum ( pasal 1).
BAB. II : Ruang Iingkup dan tujuan (pasal 2 sld 4).
BAB. III : Produksi (pasal. 5 sld 7).
BAB. IV : Peredaran (pasal. 8 s/d 15).
BAB. V : Ekspor danimpor (pasal. 16 sld 28).
BAB. VI : Label dan Ikian (pasal. 29 sld 31).
BAB. VII : Kebutuhan Tahunan dan Pelaporan
(pasal. 32 s/d 35).
BAB. VIII : Pengguna Psikotropika dan Rehabilitasi (pasal. 36 s/d 41)
BAB. IX : Pemántauan Prekursor (pasal. 42 s/d 44)
BAB. X : Pembinaan dan Pengawasan (pasal. 45 s/d 52).
BAB. Xl : Pemusnahan (pasal. 53).
BAB. XII : Peran Serta Masyarakat (pasal. 54).
BAB. XIII : Penyeiidikan (pasal. 55 sld 58).
BAB. XIV : Ketentuan Pidana ( pasal. 59 s!d 72).
BAB. XV : Ketentuan Peralihan ( pasal. 73).
BAB. XVI : Ketentuan Penutup ( pasal 74).
UU NO. 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA
BAB II
RUANG LINGKUP DAN TUJUAN
Pasal 2.

Ayat (1)
Ruang lingkup pengaturan di bidang psikotropika dalam undang-undang
ini adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika yang
mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan.

Ayat (2)
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom
ketergantungan digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu :
a. Psikotropika golongan I.
b. Psikotropika golongan II.
c. Psikotropika golongan III.
d. Psikotropika golongan IV
Berdasarkan lampiran PMK no 3 th 2017
Berubah menjadi
a. Golongan II : 3 senyawa obat
b. Golongan IV: 62 senyawa obat
Pasal I Ayat 1

PSIKOTROPIKA adalah Zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan
Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku
Pasal 3.

Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :


a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan
kesehatan dan Ilmu pengetahuan.
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
c. Memberantas peredaran gelab psikotropika.

Pasal 4

Ayat (1)
Psokotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan / atau Ilmu pengetahuan.
Ayat (2)
Psikotropka golongan I hanya dapa t digunakan untuk tujuan Ilmu
pengetahuan.
Ayat (3)
Selain untuk tujuan Ilmu pengetahuan psikotropika golongan I
dinyatakan sebagai barang terlarang.
BAB III

PRODUKSI

Pasal 5

Psikotropika dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki ijin
sesuai dengan peraturan UU yang berlaku.

Pasal 6
Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan / atau digunakan
dalam proses produksi.
BAB IV
PEREDARAN

Pasal 9

Ayat (1)
Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah
terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab dibidang
kesehatan.
Ayat (2)
Menteri menetapkan persyaratan dan tata cara pendaftaran
psikotropika yang berupa obat.

Pasal 12

Ayat (2)
Pengaturan psikotropika hanya dapat dilakukan oleh :
a. Pabrik obat kepada PBF, Apotek, sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah, RS, lembaga penelitian / lembaga pendidikan.
b. PBF kepada PBF lain, Apotek, sarana penympanan sediaan farmasi
pemerintah, RS, lembaga penelitian / lembaga pendidikan.
c. Saran penyimpanan sediaan farmasi pemerinta kepada RS
pemerintah, puskesmas, balai pengobatan.
Pasal 14.

Ayat (1)
Penyerahan psikotropika dalam rangka pengedaran hanya dapat
dilakukan oleh Apotek, RS, Puskesmas, Balai pengobatan.
Ayat (2)
Penyerahan oleh Apotek hanya dilakukan kepada Apotek, RS,
Puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pengguna / pasien.
Ayat (3)
Penyerahan oleh RS, Puskesmas, Balai pengobatan hanya
dilakukan kepada pengguna / pasien.
Ayat (4)
Penyerahan psikotropika hanya dilakukan berdasarkan resep
dokter.
Ayat (5)
Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya dilakukan dalam hal :
a. Menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan.
b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat.
c. Menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada Apotek.
Ayat (6)
Psikotropika yang diserahkan oleh dokter hanya dapat diperoleh
dari Apotek.
BAB V
EKSPOR DAN IMPOR

Pasal 16

• Ekspor / impor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik /


PBF yang telah memiliki ijin ekspor-impor sesuai peraturan UU
yang berlaku.
• Lembaga penelitinan / lembaga pendidikan dapat mengimpor tetapi
dilarang mengedarkan psikotropika yang diimpor.

Pasal 21

Ayat (1)
Setiap pengangkutan ekspor psikotropika wajib dilengkapi dengan
surat ekspor psikotropika yang dikeluarkan oleh Menkes.
Ayat (2)
Setiap pengangkutan impor psikotropika wajib dilengkapi surat
persetujuan ekspor psikotropika yang dikeluarkan oleh pemerintah
negara pengekspor.
Pasal 24.

Setiap perubahan negara tujuan ekspor psikotropika pada transito


psikotropika hanya dapat dilakukan setelah adanya persetujuan dari :
a. Pemerintah negara pengekspor psiotropika.
b. Pemerintah negara pengimpor atau tujuan semula psikotropika.
c. Pemerintah negara tujuan perubahan ekspor psikotropika.

Pasal 25

Pengemasan kembali psikotropika di dalam gudang penyimpanan atau


sarana pengangkutan pada transito psikotropika hanya dapat
dilakukan terhadap kemasan asli psikotropika yang mengalami
kerusakan dan harus dibawah pengawasan dari pejabat yang
berwenang.
BAB VI
LABEL DAN IKLAN

Pasal 29

Ayat (1)
Pabrik obat wajib mencantumkan label pada kemasan psikotropika..

Ayat (2)
Label dapat berupa tulisan, kombinasi gambar dan tulisan atau
bentuk lain yag disertakan pada kemasan.

Pasal 31

Ayat (1)
Psikotropika hanya dapat diikalankan pada media cetak ilmiah
kedokteran dan / atau media cetak ilmiah farmasi.
Ayat (2)
Persyaratan materi iklan psikotropika diatur Menkes.
BAB VII
KEBUTUHAN TAHUNAN DAN PELAPORAN

Pasal 34

Pabrik Obat, PBF, RS, Puskesmas, Lemlit / Lemdik wajib melaporkan


catatan mengenai jumlah psikotropika yang ada kepada Menkes
secara berkala.
BAB VIII
PENGGUNA PSIKOTROPIKA DAN REHABILITASI

Pasal 37

Ayat (1)
Penggunaan Psikotropika yang menderita sindrom ketergantungan
berkewajiban ikut serta dalam pengobatan dan / atau perawatan.
Ayat (2)
Pengobatan dan / atau perawatan dilakukan pada fasilitas rehabilitasi.

Pasal 40
Pemilikikan psikotropika dalam jumlah tertentu oleh wisatawan asing /
WNA yang berada di indonesia hanya untuk pengobatan dan / atau
kepentingan pribadi dan harus mempunyai bukti secara sah
kepemilikannya.

Pasal 41
Pengguna psikotropipka yang menderita sindroma ketergantungan
yang berhubungan dengan tindak pidana psikotropika diperintahkan
oleh hakim yang menentukan perkara tersebut untuk menjalani
pengobatan dan / atau perawatan.
BAB XI
PEMUSNAHAN

Pasal 53

Ayat (1)
Pemusnahan psikotropika dilakukan dalam hal :
a. Berhubungan dengan tindak pidana
b. Diproduksi tanpa mengetahui standar dan persyaratan yang
berlaku dan / atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi
psikotropika.
c. Kadaluwarsa
d. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan / atau untuk kepentingan Ilmu Pengetahuan.
Ayat (2)

Pemusnahan psikotropika sebagaimana dimaksud :


a. Pada ayat (1) butir a dilakukan oaleh tim yang terdiri dari pejabat
yang mewakili Departemen yang bertanggung jawab dibidang
kesehatan, Polri, dan Kejaksaan sesuai dengan Hukum Acara
Pidana yang berlaku, dan ditambah dari pejabat dari instansi terkait
dengan tempat terungkapnya tindak pidana tersebut, dalam waktu 7
(tujuh) hari setelah mendapat kekuatan hukum tetap.
b. Pada ayat (1) butir a, khusus golongan I, wajib dilaksanakan paling
lambat 7 (tujuh) hari setelah dilakukan penyitaan.
c. Pada ayat (1) butir b,c, dan d dilakukan oleh pemerintah, orang atau
badan yang bertanggung jawab atas produksi dan / atau peredaran
psikotropika, saran kesehatan tertentu, serta lembaga pendidikan
dan / atau lembaga penelitihan dengan disaksikan oleh pejabat
Departemen yang bertanggung jawab dibidang kesehatan, dalam
waktu 7 (tujuh) hari setelah mendapat kepastian sebagaimana
dimaksud pada ayat tersebut.
Ayat (3)
Setiap pemusnahan psikotropika, wajib dibuatkan Berita Acara

Ayat (4)
Ketentuan lebih lanjut mengenahi pemusnahan psikotropika
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
BABA XII
PERAN SERTA MASYARAKAT

Ayat (1)
Masyarakat memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk
berperan serta dalam membantu mewujudkan upaya pencegahan
penyalagunaan psikotropika sesuai dengan UU ini dan peraturan
pelaksanaan.
Ayat (2)
Masyarakat wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang bila
mengetahui tentang psikotropika yang disalahgunakan dan / atau
dimiliki secara tidak sah.
Ayat (3)
Pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) perlu mendapat
jaminan keamanan dan perlindungan dari pihak yang berwenang.
BAB XIII
PENYELIDIKAN

Pasal 56

Ayat (1)
Selain penyidik pejabat Polri kepada pejabat pegawai negeri sipil
tertentu diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam UU nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 nomor 76, tambahan
lembaran negara nomor 3209) untuk melakukan penyidikan tindak
pidana sebagaimana diatur dalam UU ini.

Ayat (2)
Penyidik sebagamana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan
tentang tindak pidana di bidang psikotropika.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap oarang diduga melakukan tindak
pidana dibidang psikotropika.
c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan tindak pidana dibidang psikotropika.
d. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti
yang disista dalam perkara tindak pidana dibidang psikotropika.
e. Melakukan penyitaan dan pengamanan terhadap barang bukti yang
disita dalam perkara tidak pidana dibidang psikotropika.
f. Melakukan pemeriksaan atas surat dan / atau dokumen lain tentang
tindak pidana dibidang psikotropika.
g. Membuka atau memeriksa setiap barang kiriman melalui pos atau
alat-alat berhubungan lainnya yang diduga memiliki hubungan
dengan perkara yang menyangkut psikotropika yang sedang dalam
penyidikan.
h. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana dibidang psikotropika.
i. Menetapkan saat dimulainya dan dihentikannya penyidikan.
Pasal 57

Ayat (1)
Didepan pengadilan, saksi dan / atau orang lain dalam perkara
psikotropika yang sedang dalam pemeriksaan, dilarang penyebut
nama, alamat, atau hal-hal yang memberikan kemungkinan dapat
terungkapnya identitas pelapor.

Ayat (2)
Pada saat pemeriksaan disidang pengadilan akan dimulai, hakim
memberi peringatan terlebih dahulu kepada saksi dan / atau orang
lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana
psikotropika, untuk tidak menyebut identitas pelapor,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
No Pasal Ayat Unsur Pidana Anc. Hukuman Denda

1. 59 (1) Menggunakan, Produksi, Edarkan, Impor, Menyimpan, Min 4 th Min Rp 150 jt


Membawa Psikotropika Gol I Max 15 th Max Rp 750 jt

(2) Ayat (1) dilaksanakan secara terorganisir Pidanan mati / Max 750 jt
seumur hidup / 20
th

(3) Tindak Pidana dalam pasal ini dilaksanakan korporasi Seperti (1) dan (2) Rp 5 M

Produksi, Mengedarkan Psikotropika dalam bentuk Max 15 th


2. 60 (1) obat tidak memenuhi standart / tidak terdaftar. Rp 200 jt

Menyalurkan Psikotropika selain oleh pabrik obat, PBF


dan Farmasi Pemerintah. Max 5 th
(2) Rp 100 jt
No Pasal Ayat Unsur Pidana Anc. Hukuman Denda

(3) Menerima penyaluran Psikotropika selain dari pabrik obat, Max 3 th Max Rp 60 jt
PBF, Farmasi Pemerintah.

Menyerahkan Psikotropika selain Apotek, RS, Puskesmas,


(4) Balai pengobatan dengan resep dokter. Max 3 th Max 60 jt

Expor / impor Psikotropika / melaksanakan pengangkutan


ekspor / impor Psikotropika.
(5) Max 3 th Max Rp 60 M
Selain pabrik obat, PBF, yang memiliki izin dan
Lempendidikan / Lembaga penelitian.

3. 61 (1) Tidak menyerahkan SPE. Max 10 th Max Rp 300 jt

(2) Max 3 th Max Rp 60 jt


No Pasal Ayat Unsur Pidana Anc. Hukuman Denda

4. 62 Tanpa hak memiliki, menyimpan / membawa Psikotropika Max 5 th Max Rp 100 jt

Angkutan Psikotropika tanpa dokumen, melakukan


5. 63 (1) perubahan negara tujuan expor, mengemas kembali Max 3 th Max 60 jt
Psikotropika tidak sesuai ketentuan.

Tidak mencantumkan label, label tidak sesuai ketentuan,


iklankan Psikotropika lain, memusnakan Psikotropika tidak
(2) sesuai ketentuan. Max 5 th Max Rp 100 M

Menghalangi penderita sindrom untuk berobat, Fasilitas


rehabilitasi tidak memiliki ijin.

6. 64 Tidak melaporkan penyalahgunaan / kepemilikan Max 1 th Max Rp 20 jt


Psikotropika secara sah.

Menyebutkan identitas pelapor dalam sidang pengadilan.


7. 65 Max 1 th Max Rp 20 jt
Percobaan / perbantuan melakukan tindak pidana sama
dengan tindak pidana dilakukan.
8. 66 Max 1 th

9. 67 -
No Pasal Ayat Unsur Pidana Anc. Hukuman Denda

10. 70 Korporasi yang melakukan tindak pidana dalam pasal 60, Dipidana sesuai psl yg 2 lipat denda dari
61, 62, 63 dan pasal 64. dilanggar msg psl yg dilanggar
dan dicabut ijin
usahanya

Pidana sesuai dengan


11. 71 (1) (2) Bersekongkol / bersepakat untuk melakukan, pasal yang dilanggar
melaksanakan, membantu, menyuruh turut melaksanakan,
menganjurkan / organisasikan tindak pidana pasal 60, 61,
62, 63 disebut pemufakatan jahat.
PERSYARATAN PEMERIKSAAN BB Narkotika / Psikotropika
1. Persyaratan Administrasi :
* Surat permintaan yang jelas dari instansi yang berhubungan
penanganan kasus tindak pidana / criminal justice system
( penyidik / polri, kejaksaan, pengadilan ).
* Laporan polisi ( kronologi kejadian ).
* Berita Acara pengambilan, penyisihan, penyitaan barang bukti.
* Berita Acara pembungkusan penyegelan barang bukti.
* Pemeriksaa luar / dalam korban apabila telah mati
2. Persyaratan Barang Bukti / sampel
* Masing – masing BB harus dimasukkan wadah sendiri –
sendiri untuk mencegah kontaminasi.

* BB yang mudah busuk harus diberi pengawet yangtidak


bereaksi/ inert atau disimpan dalam suhu – 20o C.

* BB yang mudah menguap masukkan dalam wadah yang kedap udara


atau dapat ditambah senyawa kimia yang
dapat mengikat zat kimia yang diduga racun.

* Semua BB harus dibungkus dan disegel dan diberi penandaan kapan


diambil, oleh siapa, berupa apa.

* BB yang diambil terwakili dari semua yg diperiksa


ANALISIS NARKOBA
Dr. MAGDALENA SRI HANDAJANI M.Si. DFM.
LANDASAN HUKUM

◼ UU RI N0 8 TH 1981 TENTANG KUHAP


◼ UU RI N0 2 TH 2002 TENTANG KEPOLISIA NEGARA RI ( PSL 14 AYAT 1, BUTIR h
◼ KEPUTUSAN KAPOLRI NO.POL.: KEP/ 53/ X / 2002 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA
SATUAN -SATUAN ORGANISASI PADA TINGKAT MABES POLRI.
◼ UU RI NO. 5 TH 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA
◼ UU RI NO. 35 TH 2009 TENTANG NARKOTIKA
◼ KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI NO:
923/MENKES/SK/X/2009 TENTANG PEtUNJUK TEKNIS LABORATORIUM PEMERIKSA NARKOTIKA
DAN PSIKOTROPIKA PROJUSTITIA
SURAT KEPUTUSAN KAPOLRI NO.POL. : SKEP/7/I/2003 TENTANG BUKU PETUNJUK LAPANGAN
PEMERIKSAAN LABORATORIS KRIMINALISTIK NARKOTIKA DAN OBAT BERBAHAYA
◼ DLL.
I. Tata cara penanganan Barang Bukti dan pengambilan Barang
Bukti narkoba untuk pemeriksaan di Laboratorium Forensik.
1. Barang bukti dari tanaman dapat berupa :
a. Tanaman Ganja (Cannibis Sativa)
➢ Tanaman, maka pengambilan barang bukti berupa
tanaman lenkap (daun, biji, bunga) dan BB haus kering /
herbarium.
➢ Cacahan / rajangan / potongan pucuk tanaman.
➢ Campuran makanan ternak (biasanya biji ganja)
➢ Rokok
➢ Serbuk warna hijau
➢ Hashish (damar ganja
➢ Biji
b. Tanaman Coca (Erytroxylon Coca)
➢ Daun yang masih segar maupun kering
➢ Tanaman Coca secara lengkap
➢ Hasil sarian berupa serbuk warna putih
➢ Hasil rebusan daun

c. Tanaman Candu (Papaver Somniferum Linm)


➢ Di Indonesia sulit tumbuh
➢ Candu mentah
➢ Candu masak
➢ Jicing
➢ Jicingko
➢ Morfin
➢ Codein
➢ Tebain
2. Barang bukti berupa serbuk / kristal
❖ Diambil sebagian secara acak / randum
❖ Apabila dalam suatu tempat / wadah maka diambil secara acak
bagian atas, bawah, tengah, samping kiri dan kanan
3. Barang bukti berupa tablet
❖ Apabila ditemukan barang bukti kurang dari 10 biji, hendaknya
dikirim semua
❖ Apabila diketemukan lebih dari 10biji, maka dikirim dengan
rumus √ n (n=jumlah BB yang ada) secara acak / randum
❖ Apabila ditemukan beraneka ragam bentuk, warna dan berat,
maka setiap jenis bentuk / warna / berat disendirikan masing-
masing diambil sejumlah √ n (untuk n ≥ 10) secara acak / randum
FOTO FIRST CRIME SCENE
( MADE CHLORO PSEUDO EPHEDRINE )
TAMAN NIAGA COMPLEX BLOCK E NO. 3
KELURAHAN SUKAJADI KECAMATAN BATAM CENTER,
RIAU ISLANDS PROVINCE INDONESIA

FOTO LOOK AT IN FRONT

FOTO LOOK AT IN DOOR


EQUIPMENT MADE FROM CHLORO PSEUDOEPHEDRINE

REACTOR MADE FROM HIGH PRESSURE REACTOR BLEND REACTOR


Cl- PSEUDO EPHEDRINE

CENTRIFUGE FILTRATION CHAMBER


F
I
L
T
R
A

AIR NEUTRALIZATION
REAGENT FOR MADE Cl-PSEUDO EPHEDRINE

THIONYL CHLORIDE

THYONYL CHORIDE

ACETON CHLOROFORM HYDRO CHLORIDE ACID


WHASHER CLEANER FOR DRYING

RACK DRYING RUBBER HAMMER WOOD ROLLER


LOCATION CRIME SCENE III
HUP SENG SHOPPING CENTER NO 2 -3 ( BLOK C NO 8-9 ) KELURAHAN
TELUK TERING KEC. NAGSA , BATAM CENTER KEPULAUAN RIAU

THE LOCATION LOOK AT IN FRONT

APPARATUS FOR MADE METAMPHETAMINE


CRIME SCENE IV
TAMAN DUTA MAS CLUSTER II NO. 57 KEL. BALOI PERMAI
KEC. BATAM, KEPULAUAN RIAU
SHAKER TUBE HOT PLATE RICE BOILER FOR MAKING
CHLOROPSEUDOEPHEDRINE

ERLEMEYER FILTER BLINDER

GAUZE FILTER

WATER PURIFICATION VACUME TUBE VACUM PUMP


NITRIC ACID MASKER

PRODUCT METAMPHETAMINE
LAMPIRAN FOTO BARANG BUKTI

Foto 1 Foto 2 Foto 3

Foto 4 Foto 5 Foto 6

Foto 7 Foto 8 Foto 9

Foto 10 Foto 11 Foto 12

Foto 13 Foto 14 Foto 15


4. Barang bukti berupa darah dan urine
❖ Diperlukan pengambilan barang bukti secara benar dan
secepatnya setelah diketahui sebagai pengguna
❖ Jumlah / volume darah yang diambil (5 – 10 ml dan diberi anti
Koagulansia (Na citrat / EDTA)
❖ Jumlah / volume urine yang diambil 20 – 50 ml
❖ Darah dan urine disimpan dalam pendingin (-20º C)
❖ Setiap jenis Narkoba memiliki batas waktu tertentu berada dalam
tubuh, karena adme (absorpsi, distribusi, metabolisme dan
eliminasi)
❖ Pengambilan darah dan urine ada batas waktunya
Contoh :
1) Pengguna Heroin / Morfin / Codein
❖ Cepat diabsorpsi di dalam darah
❖ Dalam darah Heroin berubah menjadi 6 asetil morfin (MAM)dan
morfin (79 % morfin)
❖ Pengambilan darah maksimal 4 jam setelah pemakaian
❖ Pengambilan urine maksimal 1-2 hari setelah pemakaian
2) Penggunaan Metamfetamina
❖ Pengambilan darah maksimal ± 10 jam setelah pemakaian
❖ Pengambilan urine ± 70 jam setelah pemakaian
3) MDMA (dosis 75 – 100 mg / hari – 200 mg)
❖ Pengambilan darah maksimal ± 7 ½ jam setelah pemakaian
(optimal 16 jam setelah pemakaian)
4) Diazepam / Benzodiazepam derivat
❖ Konsentrasi dalam darah (10 mg peroral) : 200 ng/ml
❖ Pengambilan darah maksimal 54 jam (ideal 4 jam) setelah
pemakaian
❖ Ekskresi berupa Oxazepam 75%
❖ Pengambilan urine dapat s/d 10 hari (tetapi sulit dianalisa karena
kadarnya terlalu kecil)
❖ Metabolit : - desmetil diazepam
- oxazepam
- 3 OH termazepam
❖ Dalam darah : - desmthyldiazepam
- temazepam
❖ Dalam urine : - Oxazepam
5) Nitrazepam
❖ Darah 2 jam mengandung : 53 – 94 %
❖ T1/2 : 18 – 28 jam
❖ Diekskresi melalui ginjal dan direabsorpsi 12 – 14 jam
A. Barang bukti berupa tanaman / bagian tanaman
Pemeriksaan meliputi :
Makroskopis
Mikroskopis
Kandungan bahan aktifnya
Contoh: ganja
✓ Makroskopis : bentuk tanaman dengan ciri-cirinya
✓ Mikroskopis : - Trichoma
- glandulair hair
✓ Kandungan bahan aktifnya Cannabinol derivat (THC)
B. Barang bukti berupa serbuk / tablet
Spot test dengan beberapa reagen kimia
Kandungan bahan aktifnya (TLC, GC, GC-MS)
Contoh :
➢ Test marquis : warna biru tua kehijauan
➢ Simon : Biru tua
➢ Asam Galat : Hijau
➢ Kandungan bahan aktifnya MDMA Positif
1. Pemeriksaan pendahuluan
a. Organoleptis
➢ Bentuk
➢ Warna
➢ Ukuran
➢ Bau
b. Spot test
1) Morfin dan derivatnya
a) Marquis test :
Reagen A : Formalin 37% atau 0,25 ml Formalin 37%
dicampur dengan 10 ml As Acetat glasial
Reagen B : H2SO4 pk
Ck : Sedikit bahan papan tetes ditambah 1 tetes reagen A + 3
tetes reagen B Ungu merah
c) Asam nitrat test
Reagen : Asam Nitrat pekat

Ck : Sedikit bahan pada papan tetes


- Kuning lama-lama kehijauan + heroin
- Orange cepat berubah menjadi merah, lama-lama kuning :
positif Morfin
- Orange lama-lama menjadi kuning : positif Codein

d) Ferri sulfat test (mecke test)


Reagen : 5 g FeSO4 dilarutkan dalam aquadese 100 ml
Ck : Sedikit bahan dalam papan tetes +1 tetes reagen FeSO4
Hijau positif Morfin derivat
HEROIN
➢ Test Marquis : merah – ungu
➢ HgCl2 : Kristal
➢ Kandungan aktifnya Heroin

C. Barang bukti berupa cairan tubuh / organ tubuh


✓ Bahan yang terkandung didalamnya perlu dipisahkan dari protein /
lemak / memecahkan ikatan antara obat dan enzim dalam tubuh.
✓ Dilakukan ekstraksi dengan pelarut organik
✓ Baru dilakukan identifikasi dengan menggunakan instrumen analisa
2) Cannabis
a) Fast Blue Salt Test
Reagen :
A.: 2,5 g Fast blue salt B + 100 g Na2SO4 H2O
B.: CHCL3
C.: 0,4 NaOH dalam 100 ml aquades (=0,1 NaOH)

Ck : - sedikit bahan dalam tabung reaksi + sedikit reagen A.


- tambah 25 tetes reagen B.
- tambah 25 tetes reagen C.
Merah ungu (purple red pada lapisan chloroform positif cannabis)]
b) Doguenoise levine test
Reagen :
A. : - 2 g vanillin dalam 100 ml etanol
- tambahkan 21 ml asetildehida
B. : HCl pekat
C. : Chloroform / Petrolium eter

Ck : - Sedikit sampel gerus dalam mortil dan masukan dalam


tabung reaksi
- Tambahkan 2 ml reagen A lalu kocok selama 1 menit
- Tambahkan 2 ml reagen B kocok beberapa detik diamkan
beberapa menit
- Apabila terjadi perubahan warna selama 2-3 menit tambahkan
reagen C lalu kocok baik-baik
- Warna / violet ada pada lapisan chloroform positif cannabis
3) Cocain
a) Cobalt Thiocyanate test
Reagen :
A. : 16 % HCl dalam aquadest
B. : 2,5 g Co (II) Thiocyanate dalam 100 ml aquadest
Ck : - letakkan sedikit sampel dalam tabung reaksi/ papan penetes
- tambahkan 1 tetes reagen A
- kocok /goyang beberapa detik
- tambahkan reagen B kocok 10 detik
Warna biru Positif Cocain
(Metaqualon, Phencydine juga positif)
b) Wagner test
Reagen : 1,27g Iodine + 2 g KI dilarutkan dalam 100 ml aquadest

Ck : - Sedikit sampel dalam tabung reaksi


- Tambahkan 5 tetes air kocok beberapa detik
- Tambahkan beberapa tetes reagen Wagner
- Endapan coklat Cocain HCl, bentuk basa tidak
memberikan endapan
4) Amfetamine derivat
a) Marquis test
Ck : - Sedikit bahan reagen letakkan pada papan tetes
- Tambahkan 1 tetes reagen A dan 2 tetes reagen B
warna orange berubah coklat Positif Amfetamine / Metamfetamina

Warna kuning sampai kuning coklat


Positif DOET
Positif STP
Positif DOM
Kuning hijau s/d biru
Positif – 2,5 dimetoksi amfetamin (DMA)
- DOB
Warna biru s/d hitam
Positif MDA
Positif MDMA
Positif MDEA
Reagen A
Larutan 1 g Natrium Nitroproside dalam larutan 5%
b) Simon test Aceton dalam aquadest
Reagen B
Larutan 2 g Na2C03 dalam 100 ml aquadest

Ck : - Sedikit bahan pada papan tetes


- Tambahkan 1 tetes reagen A dan 2 tetes reagen B
- Warna biru positif
Menunjukkan adanya amine sekundair
- Metamfetamine
- MDMA
- MDEA
c) Gallic acid test
Reagen : 0,5 asam galat dilarutkan dala 100 ml H2SO4 pekat

Ck : - Sedikit bahan masukkam dalam tabung tetes


- Tambahkan 5 tetes reagen asam galat
Warna hijau terang s/d hijau gelap positif
Menunjukkan adanya ikatan Metelindioksi
- MDMA
- MDA
- MDEA
5) Benzodiazepine derivat
a) Zimmerman test
Reagen :
A. : 1 g 1,3 dinitrobenzen dalam 10 ml Metanol
B. : 15 g KOH dalam 100 ml aquadese
Ck : - Sedikit bahan dalam papan tetes
- Tambahkan 1 tetes reagen A dan 1 tetes reagen B
Ungu kemerahan atau merah muda (readish purple / pink)
Positif golongan Benzodiazepin
- Diazepam
- Nitrazepam
- Bromazepam
Kecuali : Lorazepam, Oxazepam, Clorazepam, Chlordiazepam,
Midazolam tidak memberikan perubahan warna
b) Vitalli - Morrin test
Reagen : A HNO3 pekat
B Aceton
C 0,65 g KOH dalam 100 ml Metanol (0,1 ml KOH / met)
Ck : - Sedikit bahan dalam tabung reaksi
- Tambahkan 5 ml reagen A panaskan diatas water Bath
- Tambahkan 5 ml reagen B dan 1 ml reagen C
Warna kuning orange menunjukkan adanya Diazepam dan
derivatnya.
6) Barbiturat
Dille Koppanyi test
Reagen :
A : 0,1 g Cobalt (II) acetat tetrahidrat dan 100 ml metanol
absolut, tambahkan 0,2 ml asam acetat
B : 5 ml Isopropylamine dicampur dengan 95 ml metanol
(absolut)
Ck : - Sedikit bahan pada papan tetes
- Tambahkan 3 tetes reagen A dan 3 tetes reagen B
Warna ungu kemerahan menunjukkan adanya Barbiturat
7) Lysergic acid diethylamine(LSD)
Echrlich test
Reagen : 1g p – Dimethylaminobenzaldehyde dalam 10 ml metanol
pelan-pelan tambahkan 10 ml ortho phosphoric acid

Ck : - Sedikit bahan /substrat pada papan tetes


- Tambahkan 3 tetes reagen
Warna blue/purple dalam beberapa menit menunjukkan adanya
LSD (indole alkaloid)

Kertas(blotter acid) diletakkan dalam box sinar UV(360 nm)


Berflouresensi biru
Metabolit dalam urine : 2-Oxo-3hydroxy-LSD
8). Psilocibine
Reagen : Marquis

Ck : - Sedikit bahan pada papan tetes


- Tambahkan 3 tetes reagen A dan 2 tetes reagen B
Warna orange kemungkinan ada kandungan Psilocibine
9) Fentanyl / Methyl Fentanyl
Marquis test
Ck : - Sedikit bahan pada papan tetes
- Tambahkan 1 tetes reagen A dan 3 tetes reagen B
Warna orange kemungkinan adanya Fentanyl

10) Methadone
a) Marquis test
Ck : - Sedikit bahan pada papan tetes
- Tambahkan 1 tetes reagen A dan 3 tetes reagen B
Warna merah muda berubah violet kemungkinan adanya Methadone
b) Asam nitrat – Asam Sulfat test
Reagen : 10 tetes (± 0,3ml) asam nitrat pekat dalam 10 ml H2SO4

Ck : - Sedikit bahan ditambahkan 2 tetes reagen


Orange lama-lama merah kemungkinan adanya Metadone

11) Pethidin
a) Marquis test
Orange kemungkinan adanya Pethidine

b) Liebermann test
1 g NaNO2 dalam 10 ml H2SO4 pekat
Ck : Sedikit bahan dalam papan tetes ditambahkan 1 tetes reagen
Warna orange kemungkinan positif Pethidin
• 12) Pencyclidine ( PCP)
Wasicky / van Urk reagent :
® 20 g p- dimethylaminobenzaldihyde ( p-DMAB) dilarutkan dalam 50ml
ethanol 95%, tambahkan 50ml HCl pekat.
- Sedikit sampel masukkan dalam tabung reaksi tambahkan sedikit
reagent ® panaskan 1000C selama 3menit.
cepat encerkan dengan air pos PCP berubah warna merah
(atau campuran larutan disemprotkan pada kertas saring oven 1000C)
- W merah juga pos untuk : benserazide, cocaine.
- W merah diencerkan menjadi violet : cannabis, psilosibin, psilosine,
phenazone, pindolol, tryptamine.
- W orange diencerkan menjadi violet dobutamine, dopamin,
torbutoline, tyramine.
- W violet : ergot alkaloid (dihydroergotamine,ergotamine,ergometrin)
lysergide, methylsergide, psylosibin, psylocyne
- W kuning : primair aromatik amine ( procaine, benzocaine)
ANALISIS NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA SECARA INSTRUMENTASI
( FISIKO- KIMIA ANALISIS)

• THIN LAYER CHROMATOGRAPHY (TLC)

• CANNABINOL DERIVAT

• KANDUNGAN : TERBANYAK THC/ TETRAHYDROCANNABINOL , CBN / CANNABINOL,


• CBD/ CANNABIDIOL
• (KANDUNGAN CANNABINOID SD 60%)

• PELARUT : PETROLIUM ETHER

FASE DIAM : SILICA GEL TEBAL 250 um

FASE GERAK : PETROLIUM ETHER : DIETHYL ETHER = 4 : 1


XYLENE : HEXANE : DIETHYLAMINE = 25 : 10 : 1

PENAMPAK NODA : FAST BLUE SALT B SOL.


THC = MERAH, CBD = ORANGE, CBN = PURPLE
MORPHINE/ OPIUM DERIVATE

FASE DIAM : SILICA GEL G 250 um

FASE GERAK : METHANOL : AMONIA = 100 : 1,5


ETHYL ACETATE : METHANOL : AMONIA = 85 : 10 : 5
CYCLOHEXANE : TOLUENE : DIETHYLAMINE = 75 : 15 :10
PELARUT : ETHYL ACETAT, METANOL

PENAMPAK NODA : DRAGENDORF / ACIDIFIED IODOPLATINATE SOL


WARNA COKLAT

• AMPHETAMINE DERIVATE

FASE DIAM : SILICA GEL G 250 um

FASE GERAK : METHANOL : AMONIA = 100 : 1,5


ETHYL ACETATE : METHANOL : AMONIA = 85 : 10 : 5
CYCLOHEXANE : TOLUENE : DIETHYLAMINE = 75 : 15 :10

PELARUT : METANOL

PENAMPAK NODA : DRAGENDORF / ACIDIFIED IODOPLATINATE SOL


WARNA COKLAT

FAST BLACK K SOL ; PINK - ORANGE


BENZODIAZEPINE DERIVATE
( 34 BENZODIAZEPINES UN 1971 CONVENTION SCHEDULE 4)

FASE DIAM: SILICA GEL G 254nm

FASE GERAK : ETHYL ACETATE : METHANOL : AMONIA = 85 : 10 : 5


CYCLOHEXANE : DIETHYLAMINE : BENSENE = 75 : 15 :10

PELARUT : ETHYL ACETAT, METANOL

PENAMPAK NODA : DRAGENDORF / ACIDIFIED IODOPLATINATE SOL


WARNA COKLAT
LSD ( LYSERGIDE)
LSD DAN LAMPA [LYSERGIC ACID N- ( methylpropyl ) amide ]

FASE DIAM : SILICA GEL G 254 nm

FASE GERAK : ACETONE

PENAMPAK NODA : VAN Urks REAGENT DIPANASKAN 1000C SELAMA 5 MENIT ( OVEN)
WARNA BIRU
LSD Rf = 0,58 ; LAMPA Rf = 0,49
FASE GERAK LAINNYA : Chloroform : Metanol (9:1) ; Chloroform : Metanol (1:4)
Dibawah sinar UV ( 254nm/360 nm) semula spot berwarna gelap dengan background plate terang lama2
spot menjadi terang dengan background plate gelap.
ANALISIS SECARA GAS CHROMATOGRAPHY
HAL HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
PEMILIHAN KOLOM SEBAGAI FASE DIAM ( STATIONARY PHASE) :
- PERLU DIPERHATIKAN SENYAWA APA YANG AKAN DIANALISIS . UNTUK PEMERIKSAAN
NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA SECARA UMUM PEMILIHAN KOLOM PADA UUMUMNYA
DIGUNAKAN SEMI POLAR , NON POLAR DAN KADANG KADANG POLAR. ( HP 5, HP 1, PSX5,
100% METHYL PSX, DLL
- DENGAN TEMPERATUR KOLOM MAX 3250 C.
- GUNAKAN KOLOM KAPILER UNTUK MENDAPAT HASIL KROMATOGRAM YANG BAIK.
- GUNAKAN PROGRAM TEMPERATUR ( 80 – 300 0 C), BILA ISOTERMIS 200 ATAU 2500 C
- KOLOM KAPILER SETIAP PERIODIK APABILA SEKIRANYA SERING DIGUNAKAN UNTUK
MENGHILANGKAN SISA KOTORAN SENYAWA YANG TERTINGGAL DAPAT DIPOTONG PADA
UJUNGNYA SEKITAR 5- 10 CM.

PENGUNAAN DETEKTOR
FID ( FLAME IONIZATION DETECTOR)
MS ( MASS SPECTROMETER)
FOURTIER- TRANSFORM INFRA RED DETECTOR
ECD, NPD, TCD JARANG DIGUNAKAN

PELARUT YANG DIGUNAKAN SEBAIKNYA SENYAWA MUDAH LARUT DALAM PELARUT,


ATAU DILAKUKAN PERLAKUAN DAHULU DENGAN EKSTRAKSI ASAM/ BASA , DIUAPKAN BARU
DILARUTKAN DENGAN PELARUT YANG TEPAT.

SPLIT/ SPLITLESS INJECTOR


UNTUK KANDUNGAN SENYAWA YANG KONSENTRASI TINGGI GUNAKAN SPLIT, SEDANGKAN
SENYAWA YANG TRACES GUNAKAN SPLITLESS, VOLUME YANG DISUNTIKKAN JANGAN
TERLALU BANYAK ( 1ul DENGAN KOLOM KAPILER )
INJECTOR
- SETIAP PERIODIK BERSIHKAN LINIER GLASS DAN GANTI GLASSWOOL BILA KOTOR.
- PENGATURAN SUHU INJEKTOR HARUS LEBIH BESAR ATAU SAMA DENGAN SUHU DETEKTOR
- UNTUK MENCEGAH TERJADINYA SENYAWA TERTINGGAL DI DALAM KOLOM/ DETEKTOR.

GAS PEMBAWA
- PADA UMUMNYA MENGGUNAKAN GAS HELIUM , DPT JUGA MENGGUNAKAN NITROGEN ATAU
HIDROGEN.
- APABILA MENGGUNAKAN KOLOM KAPILER DENGAN GAS HELIUM KECEPATAN ALIR 1-2ML/
MENIT, SEDANGKAN PACKED KOLOM 30 -60 ML/MENIT.

DERIVATISASI
UNTUK MENINGKATKAN KEPEKAAN ANALISIS PADA KANDUNGAN SENYAWA YANG TRACES
DIPERLUKAN MELAKUKAN DERIVATISASI SENYAWA. NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA PADA
UMUMNYA MENGANDUNG SENYAWA AMINE PRIMER ATAU SEKUNDER SEHINGGA DAPAT
MENGGUNAKAN TFAA, PFPA, TMS, BSTFA ,DLL.

ANALISIS QUALITATIF
PADA UMUMNYA PEMERIKSAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA KHUSUSNYA DI
INDONESIA MASIH DALAM PEMERIKSAAN QUALITATIF KECUALI APABILA DIPERLUKAN
PEMERIKSAAN QUANTITATIF UNTUK MENENTUKAN KEMURNIAN ATAU SEBAB KEMATIAN
KARENA OVER DOSIS.
SESUAI YANG DIPERSYARATKAN UNODC APABILA MENGGUNAKAN GC SEBAIKNYA
DICOUPEL DENGAN MS YANG ADA DRUG LIBRARY( NIST) DIMANA BEBERAPA KOMPONEN
DALAM SAMPEL TERPISAHKAN OLEH GC DAN MASING –MASING KOMPONEN
TERIDENTIFIKASI OLEH MS.
• HPLC ( HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY )
- PADA UMUMNYA MENGGUNAKAN HPLC –DAD ( UV diode- array) ATAU HPLC –MS ATAU HPLC –MS/MS.
- UNTUK SENYAWA NARKOBA YANG TERURAI PADA SUHU TINGGI ( PANAS)
- UNTUK ANALISIS KUALITATIF NAMUN LEBIH KE KUANTITATIF.
- HINDARI KOLOM BUNTU, MAKA DIPERLUKAN SAMPEL PRETREATMENT KHUSUSNYA SAMPEL BIOLOGI
(URIN, DARAH, LAMBUNG DLL)., DAPAT DIGUNAKAN SPE( SOLID PHASE EXTRACTION) DENGAN LARUTAN
PENGEKSTRAK DICHLOROMETHANE pH 2 DAN pH. UNTUK PENGENDAPKAN PROTEIN DAPAT
MENGGUNAKAN ACETONITRILE
- SECARA UMUM MOBILE PHASE YANG DIGUNAKAN ADALAH :
CAMPURAN A DAN B YAITU (A : B )
A : 0,5 ml DARI 2,5 M H2SO4 AQUBIDEST AD 500ml
B : 0,5 ml DARI 2,5M H2SO4 ACETONITRIL AD 500ml
PROGRAM ELUASI : (98 :2) 3 MENIT LANJUT ( 2:98) SD > 23 MENIT. TAHAN 10 MNT
SAMPAI KONDISI AWAL LAGI UNTUK INJEK SELANJUTNYA

A : METHANOL
B : BUFFER NH4NO3 ( 94 ml LARUTAN NH3 PKT + 21,5 ml HNO3 PKT + 884 AQUABIDEST
ADJUST DENGAN NH3 PKT AD pH 10)
A : B = 90 : 10.
dll.
ANALISIS QUANTITATIF

- ANALISIS KUANTITATIF TIDAK DILAKUKAN SECARA RUTIN , HANYA APABILA DIPERLUKAN .


- PENENTUAN QUANTITATIF APABILA ADA PERMINTAAN DARI PENGADILAN TENTANG
KEMURNIAN SENYAWA DALAM TABLET ATAU POWDER . SELAIN ITU UNTUK MENENTUKAN
SESEORANG MATI AKIBAT OVER DOSIS NARKOBA.
- PENENTUAN KUANTITAIF DENGAN GC DAPAT MENGGUNAKAN DETEKTOR FID ATAU GC–MS
DENGAN SIM (SELECTED ION MONITORING), DAPAT MENGGUNAKAN INTERNAL STANDAR
YANG MEMPUNYAI KEMIRIPAN STRUKTUR SENYAWA DENGAN YANG DIANALISIS.
-BUAT 5 LARUTAN STANDAR UNTUK MEMBUAT KURVA BAKU DENGAN KONSENTRASI 1
,2,3,4,5 ppm YANG MENGANDUNG 0,5- 1ppm INTRENAL STANDAR.
b. MDMA - PFP
• FT –IR ; RAMAN :, X - ray flourescene (XRF), X –ray diffraction (XRD)
BISANYA UNTUK PENENTUAN SEMENTARA DILAPANGAN, ATAU SEBAGAI PENDUKUNG PEMERIKSAAN AWAL SECARA
QUALITATIF.
IR DAN RAMAN SANGAT BAIK DAN TEPAT APABILA SENYAWA TUNGGAL, SEDANGKAN UNTUK CAMPURAN HARUS
DICOUPLE DENGAN ALAT LAINNYA (GC)
LSD (LYSERGIC Acid Diethylamine)
CONTOH ANALISIS LSD :
ISOLASI LSD DARI BB:
• - LSD yang menempel pada substrat( blotter acid)± 30 lembar masukkan dalam
corong pisah kocok dengan 15ml larutan asam tartart 1% , tambahkan chloroform
15ml kocok pisahkan , ulangi 2x lagi , fase clhoroform kumpulkan, fase air
tambahkan larutan 1M NaHCO3 sampai PH basa, tambahkan choroform kocok.
fase chloroform dikumpulkan jadi satu uapkan dengan dialiri gas N2 sampai kering
rekonstitusi dengan metanol atau metanol air (1:1) .
ANALISA DENGAN HPLC :
a) Ion Supression technique
Kolom : ODSa Silica 25cmx 4,6µm id, 5µm particle size
solvent : Metanol( 65%) : 25mM NaHPO4, PH 8 (35%)
Flow rate : 1ml/ menit
Detektor Flourescence excitation ƛ 320 nm
Emission ƛ 400nm
b) Ion paring (Not specific employ flourecence)
Kolom : ODSa silica 25cm, 4,8 µm id, 0,8 µm particle size
Solvent : Acetonitril (45%) 50mM K2H2PO4 dalam 5M C8H17SO3Na PH 3,5(55%)
Flow rate : 0,9ml/menit
Detector : Fluorescence ƛ 220nm
GCMS
Detector : MSD
Kolom : Bp -5: 25m x 0,2µm id, 0,33µm particle size
injector temperatur : 270C

• Colom temperatur : 100- 270 derajat C( rate time 24 der C/menit


• isotermal 270der C 35 menit.

• Dose LSD : 30- 159 µg , stronger 150- 400µg


• On set of action : 30- 120memit,
• Ekskresi : ginjal ^-14 jam
• Efek berakhir sd 24 jam
Menghilangkan ikatan obat dengan glucuronat(deglucuronidation)
Metabolisme obat di dalam mengalami reaksi oksidasi, hidroksilasi, N-,
O-dealkilasi dan pembentukan sulfoksida juga mengalami reduksi dan hidrolissi
,reaksi denagna asam glukoronat juga mengalami asetilasi, metilasi dan konjugasi
dengan asam amino dan sulfat.
Eliminasi obat dalam tubuh dapat melalui metabolisme di dalam hati atau
terekskresi dalam bentuk utuhnya atau metabolitnya melalui ginjal , dikeluarkan baik
bentuk bebasnya maupun masih berikatan dengan glukoronat.
Analisis obat yang tedapat dalam tubuh baik di
darah, organ tubuh dan urine dalam ikatan dengan glukuronat diperlukan pelepasan
ikatan dengan glukuronat, adapun caranya dapat secara hidrolisa ensimatis maupun
hidrolisa asam, yaitu :
a. Hidrolisa Ensimatis :
1) Larutkan 5000 Fishman Unit campuran glucuronat–sulftase (Helix
pomatia) dalam 1ml buffer asetat ( pH 5).
2) Adjust 10ml urine BB menjadi pH 5,0 ( 4,9 -5,1) dengan 0,1M HCl.
3) Tambahkan 10ml urine dengan larutan ensim 1), inkubasi 370C semalam.
b. Hidrolisa Asam
1) 10ml urine masukkan dalam tabung screw-capped +2ml HCl (36% v/v)
2) panaskan dalam water- bath selama 15 menit, dinginkan.
3) Pindahkan dalam beaker kecil , tambahkan NaHCO3 padat ad pH 8,5
4) Apabila busa telah hilang pindahkan ke dalam tabung screw capped.
Hasil hidrolisa dapat dilanjutkan ekstraksi untuk mendapatkan isolat yang akan
dianalisis menggunakan instrumen analisis (TLC, GC, GC- MS, HPLC, dll).
EKSTRAKSI OBAT-OBATAN DARI URINE / ISI LAMBUNG
SAMPEL 10 ml (pH= 3) (As. Tartart / As. Fosfat)

Ekstraksi dengan ether 2 X 30 ml

Ether Aqueous
Cuci aqua 5 ml + NH4OH ad pH 10
+ 5 ml NaBic jenuh Ekstraksi dengan CHCl3 2 X 10 ml

Aqueous Ether
(Fraksi A) Aqueous Chloroform
= Asam kuat + 5 ml 0,5 M NaOH
+ HCl ad pH 3
(Gol As Salisilat) Cuci dengan
Panaskan 100º C
30 mnt dinginkan aquadest

Aqueous Ether 2x10 ml Chloroform


Ether
(Fraksi B) Fraksi D (basa)
(Asam lemah) - Amfetamine
- Barbiturat Cuci dengan Aqueous derivat
Ether
- Chlorpropomide aquadese - Codein
- Ghlutethimide Fraksi C (netral) - Diazepam
pH 9
- Phenytoin - Chlordia zepoxide Cuci aqua & NaOH Etyl Acetat - Flurazepam
- Flurazepam 1 M 5 ml - Lorazepam
- Carbromal - Metaqualon
- Merprobamate Isopropil Alkohol
- Metadon
- Nitrazepam (9:1)
- Morfin
- Temazepam - Temazepam
fraksi F
Fraksi E -Codein
Benzophenol - Morfin
10 ml URINE / SAMPLE (pH= 3) ± 10 g ISIAN LAMBUNG H3PO3 / AS TARTART
EKSTRAKSI DENGAN ETHER 30 cc 2 X
CUCI DENGAN AQUA 5 ml

LAP ETHER LAP Aqueous+ NH4OH


(pH = 10)
Aqueous Ekstraksi dg larutan jenuh NaCO3 Ekstraksi dengan CHCl3
(Fraksi A)
- Salisilat
- As kuat Ether Lap Aqueous +HCl ad pH 3 Lar CHCl3
- Fenitoin (Fraksi D)
Panaskan 100º C - Amphetamin
30mnt dinginkan - Codein
Ekstraksi dengan
- Flurazepam
5 ml 0,5 M NaOH
- Ergo Alkoloid
Ether Fraksi E Aqueous (pH 9)
Benzodiazepin Ekstrak dg ethyl
Aqueous Ether
Acetat : Isoprophyl
(Fraksi B) (Fraksi C)
Alkohol (9:1)
- Barbiturat (Netral)
- As lemah - Flurazepam
- Paracetanol - Chlordiazespoxide (darah) Fraksi F
- Fenilbutazon - Carbromal (lambung) - Codein
- Chlorpropamide - Caffein - Morfin
- Lorazepam (darah)
- Meprobamate
- Methaqualone
- Temazepam
- Nitrazepam
-Theophyline
Darah / Serum / Plasma

4 ml serum
+ 2 ml buffer fosfat (pH 7,4)
+ 40 cc CH Cl3
Sampel
Kocok

CH Cl3
- Fraksi A (asam solisikat) Aqueous
+ 8 ml 0,5 N NaOH

Kocok

CHCL3 10 ml
Aqueous + NH4OH dil
CHCl3
(Lar NaOH) Cuci dengan Aqua
- Asam lemah Keringkan dg Na2SO4
- Fraksi B Ekstraksi dg 0,5 ml R2SO4

CHCl3 Aqueous
CHCl3 Aqueous Fraksi D
- Netral Lar H2SO4
- Fraksi C
• EKSTRASI OBAT DENGAN EXTRALUTE COLUMN - 20 SPE ( MERCK)

- 20ml urine BB/ urine hasil hidrolisa + 20 mg NH4Cl , adjust ad Ph 9,2- 9,4
dengan 25 % v/v larutan NH4OH ( amonia dalam aquadest)
- masukkan dalam extralute column, diamkan 5 menit
- Buat larutan ekstraksi DiChlorometan/ chloroform : isopropanol = 1 :1.
- Masukkan larutan ekstraksi 20ml ke dalam extralute, lanjutkan masukkan
lagi 20ml larutan ekstraksi.
- Tampung hasil ekstraksi dalam botol/ tabung reakasi/ gelas penampung,
bila perlu tambahkan 1tetes asam asetat untuk mencegah senyawa aktif
menguap ( gol amfetamin ).
- Uapkan dalam water bath suhu 500C atau dibawah vacum.
- hasil ekstraksi ( residu) apabila akan dianalisis dapat dilarutkan dengan
50 µl metanol untuk di TLC.
Cara lain :
Cara A ( Obat bersifat asam ) :
- 25 ml urine dicampur dengan 1 ml 36 % HCl v/v
- Masukkan ke dalam Extrelute – 20 SPE column diamkan 5- 10 menit.
- Masukkan 20 ml ethyl acetate, ulangi masukkan 20ml ethyl acetate
- Tampung hasil ekstraksi dalam botol/ tabung reakasi/ gelas penampung,
- Uapkan dibawah vacum.
- hasil ekstraksi ( residu) apabila akan dianalisis dapat dilarutkan dengan
100 µl metanol untuk di TLC.

Cara B ( Obat bersifat basa)


-25 ml urine dicampur dengan 1 ml 6 M NaOH.
- Masukkan ke dalam Extrelute – 20 SPE column diamkan 5- 10 menit.
- Masukkan 20 ml ethyl acetate, ulangi masukkan 20ml ethyl acetate
- Tampung hasil ekstraksi dalam botol/ tabung reakasi/ gelas penampung,
- Uapkan dibawah vacum.
- hasil ekstraksi ( residu) apabila akan dianalisis dapat dilarutkan dengan
100 µl metanol untuk di TLC.
CONTOH OBAT DAN METABOLITNYA DALAM CAIRAN TUBUH menggunakan SPE C18
- 5,0ml Urine/ plasma/ cairan lambung( cek pH )
- Adjust menjadi pH 5 dengan 2M HCl dan atau 2M larutan NaOH
- hidrolisa dengan Cara enzimatis atau asam.
- Sentrifuge selama 10 -15 menit ( 1500rpm).
- Siapkan CARTRIDGE SPE, basahi terlebih dahulu dengan 4,0 ml metanol dan 4ml larutan buffer fosfat(
0,1M pH 6).
- Masukkan supernatan/ bagian atas hasil hidrolisa BB ke dalam SPE atur
kecepatan alir 1,5ml/ menit, buang larutannya.
- CUCI CARTRIDE SPE dengan 2,0ml larutan buffer fosfat( 0,1M pH 6), buang larutannya,Keringkan
CARTRIDE dengan full vacum selama 5 mnt.
- CUCI CARTRIDE SPE dengan 2,0ml larutan sam asetat 1M), buang larutannya, Keringkan CARTRIDE
dengan full vacum minimal 10 mnt.
- CUCI CARTRIDE SPE dengan 2,0ml hexan, buang larutannya,Keringkan CARTRIDE dengan full vacum
selama 2 mnt.
- Eluasi dengan 5ml dichlorometane , tampung larutan (obat sifat asam/ netral)
- CUCI CARTRIDE SPE dengan 5,0ml methanol, buang larutannya, Keringkan CARTRIDE dengan full vacum
minimal 5 mnt.
- Eluasi dengan 5ml campuran larutan ( Ethyl acetate : amonia = 98 : 2 ) atau
5ml triethylamine dalam acetic acide 10% v/v.
- Tampung larutan sebagai obat sifat basa
- Setiap larutan yang ditampung diuapkan , keringkan
- Tambahkan 0,1ml metanol, ambil 1µl
- Siap untuk dianalisis dengan GC-NPD, GC-MS
ISOLASI NARKOBA
DARI CAIRAN TUBUH
Darah / Serum / Plasma
4 ml serum
+ 2 ml buffer fosfat (pH 7,4)
+ 40 cc CH Cl3
Sampel
Kocok

CH Cl3
- Fraksi A (asam solisikat) Aqueous
+ 8 ml 0,5 N NaOH

Kocok

CHCL3 10 ml
Aqueous + NH4OH dil
CHCl3
(Lar NaOH) Cuci dengan Aqua
- Asam lemah Keringkan dg Na2SO4
- Fraksi B Ekstraksi dg 0,5 ml R2SO4

CHCl3 Aqueous
CHCl3 Aqueous Fraksi D
- Netral Lar H2SO4
- Fraksi C
EKSTRAKSI OBAT-OBATAN DARI URINE / ISI LAMBUNG
SAMPEL 10 ml (pH= 3) (As. Tartart / As. Fosfat)

Ekstraksi dengan ether 2 X 30 ml

Ether Aqueous
Cuci aqua 5 ml + NH4OH ad pH 10
+ 5 ml NaBic jenuh Ekstraksi dengan CHCl3 2 X 10 ml

Aqueous Ether
(Fraksi A) Aqueous Chloroform
= Asam kuat + 5 ml 0,5 M NaOH
+ HCl ad pH 3
(Gol As Salisilat) Cuci dengan
Panaskan 100º C
30 mnt dinginkan aquadest

Aqueous Ether Ether 2x10 ml Chloroform


(Fraksi B) Fraksi D (basa)
(Asam lemah) Cuci dengan - Amfetamine
- Barbiturat aquadest derivat
Ether Aqueous
- Chlorpropomide Fraksi C (netral) - Codein
- Ghlutethimide - Chlordiazepoxide - Diazepam
- Flurazepam pH 9
- Phenytoin Cuci aqua & Etyl Acetat - Flurazepam
- Carbromal NaOH - Lorazepam
- Merprobamate 1 M 5 ml
- Metaqualon
- Nitrazepam Isopropil Alkohol
- Metadon
- Temazepam (9:1)
- Morfin
- Temazepam
fraksi F
Fraksi E -Codein
Benzophenol - Morfin
10 ml URINE / SAMPLE (pH= 3) ± 10 g ISIAN LAMBUNG H33PO33 / AS TARTART
10 ml URINE / SAMPLE (pH= 3) ± 10 g ISIAN LAMBUNG H3PO3 / AS TARTART
EKSTRAKSI DENGAN ETHER 30 cc 2 X
CUCI DENGAN AQUA 5 ml

LAP ETHER LAP Aqueous+ NH4OH


(pH = 10)
Aqueous Ekstraksi dg larutan jenuh NaCO3 Ekstraksi dengan CHCl3
(Fraksi A)
- Salisilat
- As kuat Ether Lap Aqueous +HCl ad pH 3 Lar CHCl3
- Fenitoin (Fraksi D)
Panaskan 100º C - Amphetamin
30mnt dinginkan - Codein
Ekstraksi dengan
- Flurazepam
5 ml 0,5 M NaOH
- Ergo Alkoloid
Ether Fraksi E Aqueous (pH 9)
Benzodiazepin Ekstrak dg ethyl
Aqueous Ether
Acetat : Isoprophyl
(Fraksi B) (Fraksi C)
Alkohol (9:1)
- Barbiturat (Netral)
- As lemah - Flurazepam
- Paracetanol - Chlordiazespoxide (darah) Fraksi F
- Fenilbutazon - Carbromal (lambung) - Codein
- Chlorpropamide - Caffein - Morfin
- Lorazepam (darah)
- Meprobamate
- Methaqualone
- Temazepam
- Nitrazepam
-Theophyline
• UMUM
- Analisis obat dalam cairan tubuh harus dilakukan pemurniannya
tinggi, kedapatan kembali ( Recovery) tinggi , cek awal /screening
tidak boleh false positif.
- Analisis Kandungan analit terlalu kecil, perlu dilakukan pemurnian
/ isolasi analitnya menggunakan metode liquid- liquid extraction
atau dengan extrelut atau SPE ( Solid Phase Extraction ) dengan
kapaitas volume BB 1, 3, 6 dan 20 ml. selain lebih cepat , pelarut
yang digunakan sedikit , mudah, dilakukan dan reproducible .
- Prinsip kerja SPE seperti kromatografi yaitu terjadi, interaksi
polar dan nonpolar antara sorbent dengan obat maupun
senyawa ikutan dalam matriks biologi secara optimal.
- Bonded phase dengan strong cation exchanger juga mempunyai
kapasitas optimal, namun banyak ion exchange menghasilkan
pengotor yang tinggi dan sulit eluasi pelarut sehingga
Menghilangkan ikatan obat dengan glucuronat(deglucuronidation)
Metabolisme obat di dalam mengalami reaksi oksidasi, hidroksilasi, N-, O-
dealkilasi dan pembentukan sulfoksida ,juga mengalami reduksi dan hidrolisa
,reaksi dengan asam glukoronat ,juga mengalami asetilasi, metilasi dan konjugasi
dengan asam amino dan sulfat.
Eliminasi obat dalam tubuh dapat melalui metabolisme di dalam hati atau
terekskresi dalam bentuk utuhnya atau metabolitnya melalui ginjal , dikeluarkan
baik bentuk bebasnya maupun masih berikatan dengan glukoronat.
Analisis obat
yang tedapat dalam tubuh baik di darah, organ tubuh dan urine dalam ikatan
dengan glukuronat diperlukan pelepasan ikatan dengan glukuronat, adapun
caranya dapat secara hidrolisa ensimatis maupun hidrolisa asam, yaitu :
a. Hidrolisa Ensimatis :
1) Larutkan 5000 Fishman Unit campuran glucuronat–sulftase (Helix
pomatia) dalam 1ml buffer asetat ( pH 5).
2) Adjust 10ml urine BB menjadi pH 5,0 ( 4,9 -5,1) dengan 0,1M HCl.
3) Tambahkan 10ml urine dengan larutan ensim 1), inkubasi 370C semalam.
b. Hidrolisa Asam
1) 10ml urine masukkan dalam tabung screw-capped +2ml HCl (36% v/v)
2) panaskan dalam water- bath selama 15 menit, dinginkan.
3) Pindahkan dalam beaker kecil , tambahkan NaHCO3 padat ad pH 8,5
4) Apabila busa telah hilang pindahkan ke dalam tabung screw capped.
Hasil hidrolisa dapat dilanjutkan ekstraksi untuk mendapatkan isolat yang akan
dianalisis menggunakan instrumen analisis (TLC, GC, GC- MS, HPLC, dll).
- Untuk pengujian Khusus/ tertentu Kompleks baik digunakan
sorbent,di karenakan pertama ketelitian teknik kromatografi dg
phase ion exchange dan non polar didapatkan komponen senyawa,
selanjutnya diperlukan ketelitian pada screening akhir dari obat
- Ada 3 cara retensi : polar , nonpolar dan ion exchange yang lebih
tepat.Dapat digunakan untuk ekstraksi narkoba / obat bersifat basa,
asam dan neutral dalam matriks biologi .
- Sorbent dari SPE berupa cartridge dengan menggunakan berat atau
bed mass tertentu, misalnya Bond Elut Certify methods yang
mengandung strong cation exchange dan C8 dengan ukuran 130mg
bed mass, sedangkan Bond Elute Certify II mengandung strong anion
exchange dan C8 dengan ukuran 200mg bed mass.
- Untuk dipedomi Sample yang lebih kecil menggunakan bed mass
yang lebih , dan kecil , merubah pengurangan volume pencucian
dan eluasi untuk meningkatkan hasil .
- Sampel dikondisikan dengan penambahan buffer fosfat dalam
jumlah volume yang sama.
• EKSTRASI OBAT DENGAN EXTRALUTE COLUMN - 20 SPE ( MERCK)

- 20ml urine BB/ urine hasil hidrolisa + 20 mg NH4Cl , adjust ad Ph 9,2- 9,4
dengan 25 % v/v larutan NH4OH ( amonia dalam aquadest)
- masukkan dalam extralute column, diamkan 5 menit
- Buat larutan ekstraksi DiChlorometan/ chloroform : isopropanol = 1 :1.
- Masukkan larutan ekstraksi 20ml ke dalam extralute, lanjutkan masukkan
lagi 20ml larutan ekstraksi.
- Tampung hasil ekstraksi dalam botol/ tabung reakasi/ gelas penampung,
bila perlu tambahkan 1tetes asam asetat untuk mencegah senyawa aktif
menguap ( gol amfetamin ).
- Uapkan dalam water bath suhu 500C atau dibawah vacum.
- hasil ekstraksi ( residu) apabila akan dianalisis dapat dilarutkan dengan
50 µl metanol untuk di TLC.
Cara lain :
Cara A ( Obat bersifat asam ) :
- 25 ml urine dicampur dengan 1 ml 36 % HCl v/v
- Masukkan ke dalam Extrelute – 20 SPE column diamkan 5- 10 menit.
- Masukkan 20 ml ethyl acetate, ulangi masukkan 20ml ethyl acetate
- Tampung hasil ekstraksi dalam botol/ tabung reakasi/ gelas penampung,
- Uapkan dibawah vacum.
- hasil ekstraksi ( residu) apabila akan dianalisis dapat dilarutkan dengan
100 µl metanol untuk di TLC.

Cara B ( Obat bersifat basa)


-25 ml urine dicampur dengan 1 ml 6 M NaOH.
- Masukkan ke dalam Extrelute – 20 SPE column diamkan 5- 10 menit.
- Masukkan 20 ml ethyl acetate, ulangi masukkan 20ml ethyl acetate
- Tampung hasil ekstraksi dalam botol/ tabung reakasi/ gelas penampung,
- Uapkan dibawah vacum.
- hasil ekstraksi ( residu) apabila akan dianalisis dapat dilarutkan dengan
100 µl metanol untuk di TLC.
CONTOH OBAT DAN METABOLITNYA DALAM CAIRAN TUBUH menggunakan SPE C18
- 5,0ml Urine/ plasma/ cairan lambung( cek pH )
- Adjust menjadi pH 5 dengan 2M HCl dan atau 2M larutan NaOH
- hidrolisa dengan Cara enzimatis atau asam.
- Sentrifuge selama 10 -15 menit ( 1500rpm).
- Siapkan CARTRIDGE SPE, basahi terlebih dahulu dengan 4,0 ml metanol dan 4ml larutan buffer fosfat(
0,1M pH 6).
- Masukkan supernatan/ bagian atas hasil hidrolisa BB ke dalam SPE atur
kecepatan alir 1,5ml/ menit, buang larutannya.
- CUCI CARTRIDE SPE dengan 2,0ml larutan buffer fosfat( 0,1M pH 6), buang larutannya,Keringkan
CARTRIDE dengan full vacum selama 5 mnt.
- CUCI CARTRIDE SPE dengan 2,0ml larutan sam asetat 1M), buang larutannya, Keringkan CARTRIDE
dengan full vacum minimal 10 mnt.
- CUCI CARTRIDE SPE dengan 2,0ml hexan, buang larutannya,Keringkan CARTRIDE dengan full vacum
selama 2 mnt.
- Eluasi dengan 5ml dichlorometane , tampung larutan (obat sifat asam/ netral)
- CUCI CARTRIDE SPE dengan 5,0ml methanol, buang larutannya, Keringkan CARTRIDE dengan full
vacum minimal 5 mnt.
- Eluasi dengan 5ml campuran larutan ( Ethyl acetate : amonia = 98 : 2 ) atau
5ml triethylamine dalam acetic acide 10% v/v.
- Tampung larutan sebagai obat sifat basa
- Setiap larutan yang ditampung diuapkan , keringkan
- Tambahkan 0,1ml metanol, ambil 1µl
- Siap untuk dianalisis dengan GC-NPD, GC-MS
Pentahapan cara kerja metode SPE
Conditioning column (pengkondisian)
- Sorbent ( SPE) perlu dilakukan pengkondisian dengan mengalirkan
2ml metanol dilanjutkan dengan 2ml buffer.
- Apabila pengkondisian menggunakan sistim gravitasi tanpa
pemberian tekanan vacum kurang bagus untuk pengeringan , maka
cara pengeringan yang lebih cepat dengan mengalirkan 0,5ml
metanol dengan 2mmHg vacum sampai metanol tidak tertinggal
dalam column, cara gravimetri juga dapat digunakan , dilanjutkan
dengan pengaliran 1ml buffer yang sama pada pengenceran
sample, sisa buffer masih tinggal di topfrit dari SPE.
- Column tidak boleh terlalu kering ( terlalu vacumn saat
pengkondisian) Karena mempengaruhi recovery
- sample berupa plasma/ serum diperlukan 1-2ml buffer untuk
pengusiran metanol dan mencegah presipitasi protein saat sample
melewati cartridge.
Pengkondisian sample
- Sample dikondisikan dengan penambahan buffer phosphat pH 6,
jumlah volume buffer sama dengan volume sample yang dialirkan
ke column SPE.
- Sample dialirkan ke dalam column SPE , tidak lebih dari 5ml setelah
dilakukan pengkondisian column SPE,
Pencucian dan pengeringan column
- Setelah pengaliran sample selesai, dilakukan pengeringan
cartridges dan pencucian dengan mengaliri pelarut pencuci asam
encer biasanya berupa asam asetat ,1,0M dan pelarut organik
berupa metanol atau hexan, dll.
- Dilakukan pengeringan cartridge bertujuan untuk mempercepat
elusi sehingga senyawa aktifnya lebih cepat keluar dari cartridge
Pada beberapa kasus misal THC dan metabolitnya, pengeringan
yang berlebih dapat mengurangi recovery, untuk THC tekanan 10-
15mmHg tekanan vacum selama 2-3 menit cukup baik
• Elusi/ elution
- Elusi adalah pengaliran pelarut pengekstraksi senyawa aktifnya dari
keterikatan dengan cartridge, dapat berupa bentuk tunggal atau
campuran dengan komposisi tertentu pelarut organik.
- Biasanya digunakan sejumlah 2ml pelarut, cukup baik recoverynnya,
untuk pelarut campuran 2 x 1ml.
Derivatisasi
- Derivatisasi bertujuan untuk meningkatkan kepekaan microanalisis
senyawa aktifnya dengan metode HPLC/ HPLC-MS/ GC/ GC-MS
- Biasanya umum menggunakan BSTFA/ BSA/TMPAH/TMSI,/MTBS -
TFA/MSTFA/MTBSTFA/PFBBr/ TFAA/PFPA,dll.
- selain untuk meningkatkan kepekaan analisis juga mengalihkan
puncak senyawa dari puncak senyawa pengganggu
- Derivatisasi juga berguna meningkatkan massa komponen dan
sensivitas dari detektor MS
Pelarut yang biasa digunakan untuk eluasi:
Acetone HPLC grade
Acetonitril HPLC grade
Chloroform HPLC grade
Aqua dem ( 5≤ pH ≤ 7)
Ethyl acetate HPLC grade
Isopropanol ( IPA) HPLC grade
Methanol HPLC grade
Hexane HPLC grade
Dichloro Methylene ( CH2- Cl2) HPLC grade
Butane Chlorida (Chloro butane) HPLC grade
Acetone /Chloroform : 50 /50
Acetonitrile? Aqua dem : 25/75
CH2-Cl2 / IPA : 80/20
Hexane/ Ethyl Acetate : 50/50 atau 80/ 20
Methanol / Aqua dem : 10/90
Obat bersifat basa ( Amphetamine, Phencyclidine, morphine
,meperidine, proxyphen, LSD, cocain, oxycodone)
- Semua obat bersifat basa mempunyai gugus fungsi amine
group(NR3, NR2H maupun NRH2), hal ini bersifat basa karena tidak
melepaskan H+.
- Ekstrasi senyawa aktif dalam matriks biologi dengan metode SPE
menggunakan sorbent non polar pada bagian hydrofobic
- Setelah obat tertinggal dalam cartridge dicuci dengan aqua
untuk mengusir senyawa pengganggu polar, selanjutnya dicuci
dengan pelarut asam sehingga obat bersifat basa berubah
menjadi garam amonium.
- Non polar dan obat non basa dan senyawa pengganggu dapat
dikeluarkan dengan pencucian menggunakan pelarut organik.
- Apabila sorbent mengandung air saat pencucian, maka akan
berpengaruh / gangguan kontak sorbent dengan
pencuci pelarut organik, maka sorbent perlu dikeringkan dengan
pemberian tekanan vacum.
- Selanjutnya obat bersifat basa dielusi dengan pelarut suasana
alkali/ basa ( misal 2% NH4OH dalam metanol/ ethyl acetate atau
campuran dichloro methylene dan IPA).
- Adanya basa menjadikan gangguan interaksi ionik antara obat
dengan sorbent menghasilkan obat bersifat neutral.
- Penggunaan pelarut organik mengganggu interaksi hydrofobic
sebagai awal memisahkan obat dari sample.
Obat bersifat asam dan neutral (Barbiturat,phenytoin,metaqualon,
benzodiazepins, ∆9-carboxy THC)
- Sama dengan obat bersifat basa, obat bersifat asam dan neutral
mempunyai efek farmakologi dan ketersediaan secara luas
bervariasi
- Digolongkan sama karena tidak tertahan oleh mekanisme cation
exchange, walaupun begitu bagian cation exchange dari SPE
(CERTIFY) dapat meningkatkan clean up obat dalam sample.
- Obat mempunyai karakteristik tidak adanya gugus amine ( contoh :
barbiturat mengandung nitrogen yaitu adanya gugus imine bersifat
sedikit asam lemah dari pada bersifat basa), sehingga akan tertahan
oleh mekanisme non -polar
- Pencucian cartridge dengan asam encer dapat menghalau
pengotor polar dan interferensi basa terjaga.
- Pada saat elusi obat bersifat asam dan neutral gangguan pada
interaksi senyawa non polar dengan sorbent, interferensi /
gangguan senyawa basa ditahan pada bagian strong cation
exchange dari sorbent.
- SPE mixed mode sorbent atau Certify II sorbent terdiri dari
campuran non polar- hidrophobic dan anion exchange baik untuk
turunan ∆9 carboxy THC, karena mempunyai gugus asam, clean
up obat dalam urine lebih baik menggunakan anion exchange
dari pada dengan cation exchange.
- Obat bersifat asam awalnya ditahan oleh interaksi non –polar pada
bagian hydrofobic dari sorbent , gangguan senyawa polar dibuang
dengan pemberian buffer basa.
- Pada tahap pencucian juga terjadi deprotonisasi pada gugus COOH
menjadi COO-, yang dapat ditahan pada bagian anion exchange
dari sorbent.
- Beberapa gugus amine akan dinetralkan pada tahap pencucian.
- Setelah pengeringan obat basa non polar dan pengganggu
dibuang dengan pelarut non polar
- Terakhir elusu dengan pelarut non polar suasana asam misalnya
1% asam asetat dalam hexane/ ethyl acetate .
Reagents :
Acetic Acid glacial ( CH3-CH2-COOH) : 17,4 M
Ammonium Hydroxide ( NH4OH) : Concentrated ( 14,8M)
ß-Glucuronidase : lyophilized powder from limpets ( Patella Vulgatta)
Dimethylformamide (DFM): silytation grade
HCl concentrated : 12,1M
N-methyl-N-(trimethylsilyl)trifluoroacetamide ( MTFA) with 3% trimethylsilyliodide
N,O-bis(trimethylsilyl)trifluoroacetamide(MSTFA)+ % Trimethylchlorosilane(TMSC)
Pentafluoropropionic acid anhydride ( PFPA)
Phosphoric Acid ( H3PO4) : concentrated (14,7M)
Potasium Bicarbonate (KHCO3) :l F.W. 56,11
Potasium Hydroxide (KOH) : F.W.56.11
Potasium Phosphate monobasic( KH2PO4) : F.W 136,09
Sodium Acetate (CH3COONa) : F.W. 136.09
Sodium Acetate (CH3COONa): F.W . 87,03
Sodium Acetate Trihydrate ( CH3COONa. 3H2O) : F.W. 136,08)
TRIS Base .
98ml EtoAc + 2ml NH4 cons, campur
Simpan dalam gelas 250C .Stabilitas 1hari.
Hydrochloric Acid 100mM :
Tambahkan 4,2ml HCl cons ke dalam 400ml aqua dem, campur
+ aqua dem ad 500ml. Simpan dalam gelas. 250C Stabilitas 1hari.
Hydrochloric Acid 1,0M :
Tambahkan 8,3ml HCl cons ke dalam 50ml aqua dem, campur
+ aqua dem ad 100ml. Simpan dalam gelas 250C.Stabilitas 1hari.
Methanol/ Ammonium Hydrxide (98/2) :
98ml MeOH + 2ml NH4OH cons , campur
Simpan dalam gelas, atau flouropolymer. 250C ,Stabilitas 1hari.
CH2-Cl2/ isopropanol/ NH4OH ( 78:20:2)
Masukkan 2ml NH4OH cons ke dalam 20ml IPA + 78ml CH2Cl2
Simpan dalam gelas, atau flouropolymer. 250C ,Stabilitas 1hari.
Phosphat buffer 100mM ( pH6,0):
Timbang 13,6 g KH2PO4, masukkan dalam labu ukur 1L, larutkan
dengan aqua dem 900ml, adjust dengan 1,0 M KOH ad pH 6,0( ±0,1)
, kocok Tambahkan aqua dem ad garis ( 1L)
Simpan dalam gelas 250C .Stabilitas 1bulan
Phosphoric Acid 50mM
Tambahkan 3,4ml asam fosfat dalam 950ml aqua dem dalam labu
ukur 1 L + aqu dem ad 1L, Simpan dalam gelas 250C Stabilitas 6bulan
:
• Acetic Acid 0,01M : Encerkan 57, 5µL asam asetat glasial dengan aqua dem ad
100ml, simpan suhu 250C dalam gelas/ plastic (stabil 6 bulan)
Acetic Acid 100mM : Encerkan 40ml asam asetat 1M dengan aqua dem ad
400ml,) simpan suhu 250C dalam gelas/plastic (stabil 6 bulan)
Acetate Buffer, 100mM( pH 4,0)
Masukkan 80ml aqua dem dalam labu ukur100ml + 570µl
asam asetat glasial , campur + 1,6ml 0,1M KOH ( pH 4),
Apabila diperlukan adjust pH 4, tambahkan aqua dem ad
100ml, campur ad homogen.
simpan suhu 250C dalam gelas/ plastic (stabil 6 bulan).
Acetate buffer, 1,0M ( pH 5,0)
Larutkan 42,9g CH3-COONa.3H2O ke dalam 400ml aqua
dem, + 10,4ml asam asetat glasial, encerkan dengan aqua
dem ad 500ml, campur ad homogen, adjust
adpH5,0± 0,1 dengan 1M Na Asetat atau 1M asam asetat
simpan suhu 250C dalam gelas/ plastic (stabil 6 bulan)
ß-glucuronidase, 5000Fishman unit/ml:
Larutkan 100,000 fishman unit serbuk lyophilized dengan
20ml buffer asetat 1,0M( pH5,0), simpan -50C dalam plastik
Stabilitas beberapa hari, pembuatan rp lebih bagus
hasilnya
Potasium Hydroxide 1,0M
- Timbang 5,6 g KOH, masukkan ke dalam gelas ukur 100ml
- larutkan dengan aqua dem ad 100ml,
simpan 250C dalam wadah plastik, stabilitas 6 bulan

Potasium Hydroxide 10,0M


masukkan 150ml aqua dem Ke dalam labu ukur plastik 250ml,
tambahkan 140mg KOH, larutkan tambahkan aqua dem ad 250ml.
simpan 250C dalam wadah plastik, stabilitas 3 bulan

Sodium Acetate 1,0M


Larutkan 13,6g sodium asetat dalam 90ml aqua dem, encerkan dengan aqua dem ad
100ml. simpan 250C dalam wadah gelas atau plastik, stabilitas 6 bulan

Tris Buffer 2,0M ( pH8,10) :


Timbang 242,2 g TRIS base ( tris[ hydroksymethyl]aminomethane) masukkan dalam
labu ukur 1,0L larutkan dengan 900ml aqua dem, adjust dengan 1,0M HCl ad pH8,1
Aduk ad homogen, tambahkan aqua dem ad 1,0L.
catatan :
TRIS base juga dikenal dengan TRIZMA base atau THAM.
TRIZMA.HCl juga dapat digunakan untuk buffer, yaitu larutan 2,0M TRIZMA.HCl
yaitu dengan melarutkan 31,5 g TRIZMA.Hcldalam 900ml aqua dem , adjust dengan
0,1M NaOH ad pH 8,1.Simpan 250 dalam gelas atau plastik, stabilitas 1 bulan
Beberapa contoh analisis dengan SPE/ Certify /Certify II
1. Analisis Golongan amphetamine di dalam urine
(130mg Certify/ SPE non polar and cation exchange mechanisms)
a. Persiapan sample
5 ml sample urine ditambah 2ml buffer fosfat ( pH 6) , campur ad
homogen adjust dengan 1,0M ad pH 6 ± 0,5.

b. Preparasi Column (SPE/Certify preparation )


2ml CH3OH , alirkan dengan tekanan vacum
2ml 0,1Mbuffer fosfat (pH 6,0), alirkan tekanan vakum
( gunakan tekanan ≤ 3inchi Hg untuk pencegahan sorbent kering)

c. Pengaliran sample
Alirkan sampel yang telah disiapkan dengan aliran 1 sd 2ml/menit

d. Pencucian column
Alirkan 1ml 1,0M asam asetat, tekanan vacum
Keringkan 5 menit dibawah tekanan vacum
Alirkan 6ml metanol , dibawah tekanan vacum
keringkan column (2 menit pada≥ 10 inc Hg)
e.Elusi Senyawa aktif
alirkan 2ml campuran (CH2Cl2 : IPA : NH4OH = 78 : 20 : 2) atau 2ml (ethyl acetat. :
NH4OH = 98 :2) dengan kecepatan 1- 2ml/menit
Tampung dalam vial 5ml, uapkan dengan gas nitrogen ad kering.
f. Analisis senyawa
Hasil ekstraksi kering rekonstitusi dengan penambahan pelarut ethyl asetat atau
metanol 50- 100 µl
Ambil 1-2µl injek ke GC-MS.
Apabila akan diderivatisasi , hasil pengeringan ditambahkan 50 µl HFBA, reaksikan
pada suhu kamar selama 20 menit.
catatan : amphetamine, metamphetamine, MDMA dalam bentuk basa mudah
menguap saat penguapan, maka dapat ditambahkan 50µl metanol HCl ( 9: 1V/V),
ditambahkan sebelum diuapkan.
Target analisis adalah senyawa yang tidak berubah, karena selain metabolit bentuk
senyawa tidak berubah juga terkandung metabolit yang mengalami metabolisme
deaminasi, hidroksilasi, oksidasi, ikatan dengan glukoronat, dll.
2. Analisis Golongan barbiturat di dalam urine
( Hydrofobic interaction for retention and ion exchange and secondary polar
interaction to remove interferences [ 130mg Certify])
a.Persiapan sample
5 ml urine + 2ml buffer fosfat pH 6, campur ad homogen , buat larutan
sample pH 6,0 ±0,5, adjust dengan 1,0 KOH .
b. Preparasi Column (SPE/BOND ELUTCertify preparation )
Alirkan 2 metanol dibawah vacum
alirkan 2ml buffer fosfat pH 6,0, dibawah tekanan
c. Pengaliran sample
Masukkan sample dengan kecepatan alir 1-2ml/menit
d. Pencucian column
Alirkan 1ml campuran ( buffer fosfat pH6: metanol = 80:20), dibawah vacum
Alirkan 1ml 1,0M asam asetat dibawah vacum (≥ 10inch Hg)
Keringkan Cartridge selama 10 menit dibawah vacum
Alirkan 1ml hexane , dibawah vacum
Keringkan cartridge selama 2 menit dibawah vacum.
e. Elusi senyawa aktif
alirkan 4ml ( hexane: ethyl acetate = 75:25), tampung kecepatan ≤5ml/menit
uapkan denga gas N2,Rekostitusidengan Ethylacetate 100 µl,injek 1µlkeGC-MS
3. Analisis Golongan Benzodiazepines di dalam urine
( Hydrofobic interaction for retention and ion exchange and secondary polar
interaction to remove interferences [ 130mg Certify])
a. Persiapan sample
karena banyak metabolitnya terikat dengan glukuronat, maka perlu
dihidrolisa dengan ß-GLUCURONIDASE
5 ml urine + 2 ml ß-glucuronidase ( 5,000F unit/ml PatellaVulgana dalam 1,0M
buffer asetat pH 5,0 , hidrolisa pada suhu 650C selama 3 jam ( oven)
Dinginkan .
b. Preparasi Column (SPE/Bond ELUT Certify preparation )
Alirkan 2 metanol dibawah vacum
Alirkan 2ml aqua dem , dibawah vacum
Alirkan 1ml buffer fosfat pH 6,0, dibawah tekanan
(gunakan tekanan ≤ 3inchi Hg untuk pencegahan sorbent kering )
c. Pengaliran sample
masukkan sample dengan kecepatan alir 1-2ml/menit
d. Pencucian Column
Alirkan 2 ml aqua dem dibawah vacum
Alirkan 2ml 20% Acetonitrile dalam 100mMbuffer fosfat pH 6, dibawah cavum.
Keringkan column 5menit (≥ 10inch Hg)
Alirkan hexane , dibawah vacum.
f. Elusi Senyawa aktif
Alirkan 2ml CH2Cl2 : IPA : NH4OH ( 78 : 20: 2), dengan kecepatan alir 1-2ml/mnt
tampung dalam vial 5ml, uapkan dengan gas nitrogen atau ≤400C sampai kering
g Analisis senyawa
Bila perlu dilakukan derivatisasi dengan penambahan 50 µl BSTFA ( dengan 1%
TMCS) ,vortex ad homogen, reaksikan dengan pemanasan dalam oven (700C)
selama 20 menit, dinginkan.
Injek 1-3 µl dalam GC-MS.
Catatan:
Flurazepam tidak dapat dilakukan ekstraksi seperti tersebut diatas, namun
metabolitnya sebagai desalkylflurazepam dan hydroxyethyl- flurazepam
menghasilkan recovery yang tinggi.
Pencician pelarut bersifat basa diperlukan pada ekstraksi flunitrazepam tetapi
menurunkan recovery golongan benzodiazepine lainnya.
Ekstraksi Benzodiazepine dalam serum atau plasma
a. Persiapan sample
1ml samle serum/plasma + 1ml buffer fosfat pH 6,0, campur ad homogen
Adjust dengan I,0MKOH sampai pH 6,0 ±0,5.
b. Preparasi column
Alirkan 2ml metanol dibawah vacum.
Alirkan 2ml aqua dem dibawah vacum.
Alirkan 1ml buffer fosfat pH 6,0, dibawah vacum.
c. Pengaliran sample
Alirkan sample dengan kecepatan 1-2ml/menit.
d. Pencucian column
Alirkan 3ml aqua dem, dibawah tekanan
Alirkan 1ml 0,1 M HCl atau 1,0M asam asetat, dibawah vacum
Alirkan 3ml metanol , dibawah tekanan
Keringkan kolom selama 5 menit dengan tekanan ≥ 10 inch Hg.
e. Elusi senyawa aktif
Alirkan 2ml CH2Cl2 : IPA : NH4OH ( 78 : 20: 2), dengan kecepatan alir 1-2ml/mnt
tampung dalam vial 5ml, uapkan dengan gas nitrogen atau ≤400C sampai kering
Rekonstitusi dengan pelarut organik ( metanol/ etilasetat,dll) 50-100µl,
1-2µl injek ke GC-MS.
3. Analisis golongan Opiates dalam urine
Prinsip dan mekanisme
Ekstraksi obat bersifat basa menggunakan mekaniwme cation exchange dan non
polar . Morfin dapat bersifat basa atau asam tergantung pH sample, maka dalam
preparasi sample diperlukan pengamatan pH untuk mendapatkan perolehan
kembali secara optimal ( Reproducible recoveries) .
a. Persiapan sample
Hydrolisis glukuronat ( Pilih salah satu cara enzimatis atau asam)
1) Hydrolisis enzymatis
5ml urine + 2ml ß-glucuronidase ( 5000F unit Patella Vulgata dalam 1,0M
buffer pH 5), panaskan selama 3 jam suhu 650C, dinginkan.
adjust sample pH 8,0 -8,5 dengan 10,0 M KOH.
2) Hydrolisis asam
5ml urine + 1ml HCl conc kocok dengan vortex. Masukkan water bath
1000C±30 menit. Dinginkan, adjust sample pH 8-8,5 dengan 10,0M KOH.
b. Preparasi column
alirkan 2ml metanol dibawah vacum
alirkan 2ml100mM buffer fosfat, adjust pH8,0-9,0 dengan 10M KOH
(gunakan tekanan ≤ 3inchi Hg untuk pencegahan sorbent kering )
c. Pengaliran sample
Alirkan sample 1-2ml/ menit
d. Pencucian column
Alirkan 2ml aqua dem , dibawah vacum.
Alirkan 2ml 100mM (pµH4,0) buffer asetat, dibawah vacum
Alirkan 2ml metanol , dibawah vacum
Keringkan kolom 2 menit, tekanan ≥ 10 inch Hg.
e. Elusi senyawa aktif
Alirkan 2ml (CH3-OH : NH4OH = 98:2), kecepatan 1-2 ml/menit
Tampung uapkan ,tampung dalam vial 5ml, uapkan dengan gas nitrogen atau
≤400C sampai kering
f. Analisis
Derivatisasi dengan penambahan 50 µl BSTFA(mengandung 1% TMCS), tutup,
panaskan dalam oven selama 20 menit, dinginkan.
1-2 µl injek ke GC-MS
Catatan :
derivatisasi lainnya dpt menggunakan MBTFA,PFPA,TFAA.
Untuk menentukan ketepatan pH 8,5, sample setelah hidrolisis asam dapat
dilakukan dengan penyiapan blanko sample:
Tabung reaksi ukuran 10cm isi 2ml aqua dem + 1,0 ml HCl cons
Tambahkan 2ml 1M buffer fosfat pH 6 + 0,8 ml 10MKOH, ukur pH
Tambahkan 100 µl 10 M KOH , ukur pH
Selanjutnya tambahkan dalam larutan tersebut KOH sampai pH 8,5 tercapai
Ekstraksi golongan opiates dalam sample serum/ plasma / darah
( prinsip Basic drug extration using cation exchange and non-polar mechanisms)
a. PERSIAPAN SAMPLE
1) Serum/plasma
1ml serum/ plasma + 4ml buffer fosfat pH 6, campur dengan vortex, adjust
dengan 10,0M KOH ad pH 8,0-8,5.
2) Whole blood:
Ambil supernatant encerkan 1 bagian supernatant dengan 4 bagian buffer
fosfat pH 6, ampur dengan vortex, adjust dengan 10,0M KOH ad pH 8,0-8,5.
b. Preparasi kolom
Alirkan 2ml metanol, dibawah vacum
Alirkan 2 ml buffer fosfat (yang telah di adjust dengan 10,0MKOHad ph8-9
(gunakan tekanan ≤ 3inchi Hg untuk pencegahan sorbent kering)
c. Pengisian sample
Alirkan sample dengan 1-2ml/ menit
d. Pencucian kolom
Alirkan 2ml aqua dem , dibawah vacum
Alirkan 2nl buffer asetat pH 4, dibawah vacum
Alirkan 2ml metanol , dibawah vacum
Keringkan kolom 2 menit, tekanan ≥ 10 inch Hg)
e. Elusi senyawa aktif
Alirkan 2ml (CH3-OH : NH4OH = 98:2), kecepatan 1-2 ml/menit
Tampung uapkan ,tampung dalam vial 5ml, uapkan dengan gas nitrogen atau
≤400C sampai kering
f. Analisis
Derivatisasi dengan penambahan 50 µl BSTFA(mengandung 1% TMCS), tutup,
panaskan dalam oven selama 20 menit, dinginkan.
1-2 µl injek ke GC-MS
4. Analisis THC dan Carboxy- THC dalam urine
Prinsip : Drug extraction using hydrophobic interaction for retention and ion
exchange and secondary polar interaction to remove interference
a. Persiapan sample
Hydrolisa glukuronat dengan suasana basa
3ml urine + 300µl 10 M KOH, kocok dengan vortex, panaskan selama 15
menit suhu 600C, dinginkan.
Tambahkan 400µl asam asetat glasial dan 3ml 50mMasam fosfat.
Sample pH4-5, apabila kurang atau lebih adjust ad ph 4-5 dengan asam
fosfat atau larutan KOH.
b. Preparasi kolom
Alirkan 2ml metanol, dibawah vacum dan 2ml 50mM asam fosfat.
(gunakan tekanan ≤ 3inchi Hg untuk pencegahan sorbent kering)

c. Pengisian sample
Alirkan sample dengan kecepatan alir 1-2ml/menit

d. Pencucian kolom
Alirkan 3ml 50mM asam fosfat, dibawah vacum
Alirkan 3ml ( 50ml asam fosfat : metanol = 80:20), dibawah vacum
Keringkan kolom 2 menit, tekanan ≥ 10 inch Hg)
Alirkan 200µl hexane, dibawah vacum
e. Elusi senyawa aktif
Alirkan 2ml ( hexane: ethyl acetate= 80: 20) kecepatan 1-2 ml/menit
Tampung uapkan ,tampung dalam vial 5ml, uapkan dengan gas nitrogen atau
≤400C sampai kering
f. Analisis
Derivatisasi dengan penambahan 50 µl BSTFA(mengandung 1% TMCS), tutup,
panaskan dalam oven selama 20 menit, dinginkan.
1-2 µl injek ke GC-MS
Catatan :
Derivatisasi selain BSTFA dapat digunakan BSA,MSTFA,MTBSTFA,PFBBr,TFAA,
TMPAH, TMSI.
Ekstraksi golongan opiat es Serum/ plasma/ whole blood
a. Persiapan sample
Pilih salah satu:
1) Serum/ plasma/ whole blood
a) 1ml samlpe + 1ml acetonitrile, kocok dengan vortex, ambil supernatant
Supernatant + 5ml buffer asetat pH 4( 100mM), ATAU
b) 1ml sample + 2ml 30% acetonitrile, kocok, ambil supernatant
2) Serum/ plasma
1ml sample + 5ml buffer asetat pH 4 ( 100mM ), kocok, centrifuge.
b. Persiapan kolom
Alirkan 2ml metanol, dibawah vacum dan 2ml 50mM asam fosfat.
(gunakan tekanan ≤ 3inchi Hg untuk pencegahan sorbent kering)
c. Pengisian sample
Alirkan sample dengan kecepatan alir 1-2ml/menit
d. Pencucian kolom
Alirkan 9ml 50mM asam fosfat, dibawah vacum
Alirkan 3ml ( 50ml asam fosfat : metanol = 80:20), dibawah vacum
Keringkan kolom 2 menit, tekanan ≥ 10 inch Hg)
Alirkan 200µl hexane, dibawah vacum
e. Elusi senyawa aktif
Alirkan 2ml ( hexane: ethyl acetate= 80: 20) kecepatan 1-2 ml/menit
Tampung uapkan ,tampung dalam vial 5ml, uapkan dengan gas nitrogen atau
≤400C sampai kering
f. Analisis
Derivatisasi dengan penambahan 50 µl BSTFA(mengandung 1% TMCS), tutup,
panaskan dalam oven selama 20 menit, dinginkan.
1-2 µl injek ke GC-MS
• CATATAN
- THC diekskresi melalui urine dalam bentuk metabolit, kurang dari 1% keluar dalam
bentuk unchange ( tetap THC).
- Setelah 72 jam dirokok, sekitar 50% per inhalasi terekskresi sebagai metabolit,
50% terdistribusi melalui jaringan lemak tubuh
- Major metabolite adalah 9-carboxy-THC, terkonjugasi dengan glukuronat
- 20 macam metabolit THC telah dapat teridentifikasi
- Pengguna sekali-kali/kadang-kadang, metabolit terdeteksi dalam urine 1- 2 hari,
sedangkan pengguna tetap dapat terdeteksi 1 atau lebih minggu.
RANCANGAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2022
TENTANG
PERUBAHAN PENGGOLONGAN NARKOTIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa narkotika merupakan obat atau bahan yang


bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan
kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi
dapat juga menimbulkan ketergantungan yang sangat
merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan
tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan
saksama;
b. bahwa terdapat zat psikoaktif baru (new psychoactive
subtances) yang berpotensi penyalahgunaan dan
membahayakan kesehatan masyarakat yang belum
termasuk dalam golongan narkotika sebagaimana diatur
dalam Lampiran I Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika dan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 4 Tahun 2021 tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang

jdih.kemkes.go.id
-2-

Perubahan Penggolongan Narkotika;

Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5062) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5419);
6. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang
Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 83);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2022 Nomor 156);

jdih.kemkes.go.id
-3-

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PERUBAHAN
PENGGOLONGAN NARKOTIKA.

Pasal 1
Daftar narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 2
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2021 tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 31), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 3
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

jdih.kemkes.go.id
-4-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 April 2022

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI G. SADIKIN

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 2022

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BENNY RIYANTO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 421

jdih.kemkes.go.id
-5-

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2022
TENTANG
PERUBAHAN PENGGOLONGAN
NARKOTIKA

DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN I

1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk


buah dan jeraminya, kecuali bijinya.
2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah
tanaman Papaver Somniferum L dengan atau tanpa mengalami
pengolahan sekedarnya untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa
memperhatikan kadar morfinnya.
3. Opium masak terdiri dari :
a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu
rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan
peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan
maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk
pemadatan.
b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan
apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.
c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga
Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.
5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk
serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga
Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui
perubahan kimia.
6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang
dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.
7. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.
8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian
dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja
atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.

jdih.kemkes.go.id
-6-

9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo


kimianya.
10. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya
11. ASETORFINA : 3-O-Asetiltetrahidro-7α-(1-
hidroksi-1-metilbutil)-6,14-endo-
etenooripavina
12. ASETIL-ALFA-METILFENTANIL : N-[1-(α-Metilfenetil)-4-piperidil]
asetanilida
13. ALFA-METILFENTANIL : N-[1(α-Metilfenetil)-4-piperidil]
propionanilida
14. ALFA-METILTIOFENTANIL : N-[1-] 1-Metil-2-(2-tienil) etil]-4-
piperidil]priopionanilida
15. BETA-HIDROKSIFENTANIL : N-[1-(beta-Hidroksifenetil)-4-
piperidil] propionanilida
16. BETA-HIDROKSI-3-METIL- : N-[1-(beta-Hidroksifenetil)-3-metil-
FENTANIL 4-piperidil]propionanilida
17. DESOMORFINA : Dihidrodesoksimorfina
18. ETORFINA : Tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-
metilbutil)-6,14-endo-
etenooripavina
19. HEROINA : Diasetilmorfina
20. KETOBEMIDONA : 4-Meta-hidroksifenil-1-metil-4-
propionilpiperidina
21. 3-METILFENTANIL : N-(3-Metil-1-fenetil-4-piperidil)
propionanilida
22. 3-METILTIOFENTANIL : N-[3-Metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-
piperidil]propionanilida
23. MPPP : 1-Metil-4-fenil-4-piperidinol
propianat (ester)
24. PARA-FLUOROFENTANIL : 4‘-Fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil)
propionanilida
25. PEPAP : 1-Fenetil-4-fenil-4-piperidinol
asetat (ester)
26. TIOFENTANIL : N-[1-[2-(2-Tienil)etil]-4-piperidil]
propionanilida

jdih.kemkes.go.id
-7-

27. BROLAMFETAMINA, nama lain : (±)-4-Bromo-2,5-dimetoksi-α-


DOB metilfenetilamina
28. DET : 3-[2-(Dietilamino )etil] indol
29. DMA : (+)-2,5-Dimetoksi- α-
metilfenetilamina
30. DMHP : 3-(1,2-Dimetilheptil)-7,8,9,10-
tetrahidro-6,6,9-trimetil-6H-
dibenzo [b,d]piran-1-ol
31. DIMETILTRIPTAMINA, nama lain : 2-(1H-Indol-3-il)-N,N-dimetilamina
DMT
32. DOET : (±)-4-Etil-2,5-dimetoksi- α –
metilfenetilamina
33. ETISIKLIDINA, nama lain PCE : N-Etil-1-fenilsikloheksilamina
34. ETRIPTAMINA : 3-(2-Aminobutil) indol
35. KATINONA : (-)-(S)-2-Aminopropiofenon
36. (+)-LISERGIDA, nama lain LSD, : 9,10-Didehidro-N,N-dietil-6-
LSD-25 metilergolina-8 β–karboksamida
37. MDMA : (±)-N, α-Dimetil-3,4-
(metilendioksi)fenetilamina
38. MESKALINA : 3,4,5-Trimetoksifenetilamina
39. METKATINONA : 2-(Metilamino )-1- fenilpropan-1-on
40. 4- METILAMINOREKS : (±)-sis- 2-Amino-4-metil- 5- fenil- 2-
oksazolina
41. MMDA : 5-Metoksi- α-metil-3,4-
(metilendioksi)fenetilamina
42. N-ETIL MDA : (±)-N-Etil- α -metil-3,4-
(metilendioksi)fenetilamina
43. N-HIDROKSI MDA : (±)-N-[α-Metil-3,4-
(metilendioksi)fenetil]
hidroksilamina
44. PARAHEKSIL : 3-Heksil-7,8,9,10-tetrahidro-6,6,
9-trimetil-6H-dibenzo[b,d] piran-1-
ol
45. PMA : p-Metoksi-α–metilfenetilamina
46. PSILOSINA, PSILOTSIN : 3-[2-(Dimetilamino )etil]indol-4-ol

jdih.kemkes.go.id
-8-

47. PSILOSIBINA : 3-[2-(Dimetilamino)etil]indol-4-il


dihidrogen fosfat
48. ROLISIKLIDINA, nama lain PHP, : 1-(1- Fenilsikloheksil)pirolidina
PCPY
49. STP, DOM : 2,5-Dimetoksi- α,4-
dimetilfenetilamina
50. TENAMFETAMINA, nama lain : α-Metil-3,4-(metilendioksi)
MDA fenetilamina
51. TENOSIKLIDINA, nama lain TCP : 1- [1-(2-Tienil)
sikloheksil]piperidina
52. TMA : (±)-3,4,5-Trimetoksi- α –
metilfenetilamina
53. AMFETAMINA : (±)- α–Metilfenetilamina
54. DEKSAMFETAMINA : ( + )- α–Metilfenetilamina
55. FENETILINA : 7-[2-[(α-Metilfenetil)
amino]etil]teofilina
56. FENMETRAZINA : 3-Metil-2-fenilmorfolin
57. FENSIKLIDINA, nama lain PCP : 1-(1-Fenilsikloheksil)piperidina
58. LEVAMFETAMINA : (- )-(R)- α–Metilfenetil amina
59. LEVOMETAMFETAMINA : ( -)-N, α–Dimetilfenetilamina
60. MEKLOKUALON : 3-(o-klorofenil)-2-metil-4(3H)-
kuinazolinon
61. METAMFETAMINA : (+ )-(S)-N, α–Dimetilfenetilamina
62. METAKUALON : 2-Metil-3-o-tolil-4(3H)-
kuinazolinon
63. ZIPEPPROL : α-(α-Metoksibenzil)-4-(β-
metoksifenetil)-1-piperazinetano
64. Sediaan opium dan/atau campuran dengan bahan lain bukan
Narkotika
65. 5-APB : 1-(1-Benzofuran-5-il) propan-2-
amina
66. 6-APB : 1-(1-Benzofuran-6-il) propan-2-
amina
67. 25B-NBOMe : 2-(4-Bromo-2,5-dimetoksifenil)-N-
[(2-metoksifenil) metil]etanamina

jdih.kemkes.go.id
-9-

68. 2-CB : 2-(4-Bromo-2,5-


dimetoksifenil)etanamina
69. 25C-NBOMe, nama lain 2C-C- : 2-(4-Kloro-2,5-dimetoksifenil)-N-
NBOMe [(2-metoksifenil) metil]etanamina
70. DIMETILAMFETAMINA, nama : N,N-Dimetil-1-fenilpropan-2-amina
lain DMA
71. DOC : 1-(4-Kloro-2,5-
dimetoksifenil)propan-2-amina
72. ETKATINONA, nama lain N- : 2-(Etilamino)-1-fenilpropan-1-on
etilkatinona
73. JWH-018 : Naftalen-1-il(1-pentil-1H-indol-3-
il)metanona
74. MDPV, nama lain 3,4- : (R/S)-1-(Benzo[d][1,3]dioksol-5-il)-
METILENDIOKSIPIROVALERON 2-(pirrolidin-1-il)pentan-1- on
75. MEFEDRON, nama lain 4-MMC : (RS)-2-Metilamino-1-(4-
metilfenil)propan-1-on
76. METILON, nama lain MDMC : (RS)-2-Metilamino-1-(3,4-
metilendioksifenil)propan-1-on
77. 4-METILETKATINONA, nama : (R/S)-2-Etilamino-1-(4-
lain 4-MEC metilfenil)propan-1-on
78. MPHP : 1-(4-Metilfenil)-2-(pirrolidin-1-
il)heksan-1-on
79. 25I-NBOMe, nama lain 2C-I- : 2-(4-Iodo-2,5-dimetoksifenil)-N-(2-
NBOMe metoksibenzil) etanamina
80. PENTEDRON : (±)-2-(Metilamino)-1-fenilpentan-1-
on
81. PMMA; p- : 1-(4-Metoksifenil)-N-metil-2-
METOKSIMETAMFETAMINA, propanamina
nama lain PARA-
METOKSIMETILAMFETAMINA,
4-MMA
82. XLR-11 : (1-(5-Fluoropentil)-1H-indol-3-
il)2,2,3,3-tetrametilsiklopropil)-
metanona

jdih.kemkes.go.id
- 10 -

83. 5-FLUORO AKB 48, nama lain : N-(Adamantan-1-il)-1-(5-


5F-APINACA fluoropentil)-1H-indazol-3-
karboksamida
84. MAM-2201 : [1-(5-Fluoropentil)-1H-indol-3-il](4-
metilnaftalen-1-il)-metanona
85. FUB-144, nama lain FUB-UR- : (1-(4-Fluorobenzil)-1H-indol-3-
144 il)(2,2,3,3-tetrametilsiklopropil)
metanona
86. AB-CHMINACA : N-[(1S)-1-(Aminokarbonil)-2-
metilpropil]-1-(sikloheksilmetil)-
1H-indazol-3-karboksamida
87. AB-FUBINACA : N-(1-Amino-3-metil-1-oksobutan-
2-il)-1-(4-fluorobenzil)-1H-indazol-
3- karboksamida
88. FUB-AMB, nama lain AMB- : Metil 2-({1-[(4-fluorofenil) metil]-
FUBINACA 1H-indazol-3-karbonil} amino)-3-
metilbutanoat
89. AB-PINACA : N-(1-Amino-3-metil-1-oksobutan-
2-il)-1-pentil-1H-indazol-3-
karboksamida
90. THJ-2201 : [1-(5-Fluoropentil)-1H-indazol-3-il]
(naftalen-1-il) metanona
91. THJ-018 : 1-Naftalenil(1-pentil-1H-indazol-3-
il) metanona
92. MAB-CHMINACA, nama lain : N-(1-Amino-3,3-dimetil-1-
ADB-CHMINACA oksobutan-2-il)-1-
(sikloheksilmetil)- 1H-indazol-3-
karboksamida
93. ADB-FUBINACA : N-(1-Amino-3,3-dimetil-1-
oksobutan-2-il)-1-(4-fluorobenzil)-
1H-indazol-3-karboksamida
94. MDMB-CHMICA, nama lain : Metil 2-{[1-(sikloheksilmetil)indol-
MMB-CHMINACA 3-karbonil] amino}-3,3-
dimetilbutanoat

jdih.kemkes.go.id
- 11 -

95. 5-FLUORO-ADB : Metil 2-{[1-(5-fluoropentil)-1H-


indazol-3-karbonil] amino}-3,3-
dimetilbutanoat
96. AKB-48, nama lain APINACA : N-(Adamantan-1-il)-1-pentil-1H-
indazol-3-karboksamida
97. 4-APB : 1-(1-Benzofuran-4-il) propan-2-
amina
98. ETILON, nama lain bk-MDEA, : (RS)-1-(1,3-Benzodioksol-5-il)-2-
MDEC (etilamino)propan-1-on
99. TFMPP : 1-(3-(Trifluorometil) fenil) piperazin
100. ALFA-METILTRIPTAMINA : 2-(1H-Indol-3-il)-1-metil-etilamina
101. 5-MeO-MiPT : N-[2-(5-Metoksi-1H-indol-3-il)etil]-
N-metilpropan-2-amina
102. METOKSETAMINA, nama lain : (RS) 2-(3-Metoksifenil)-2-(etilamino)
MXE sikloheksanona
103. BUFEDRON, nama lain : 2-(Metilamino)-1-fenilbutan-1-on
METILAMINO-BUTIROFENON
(MABP)
104. 4-KLOROMETKATINONA, nama : 1-(4-Klorofenil)-2-
lain 4-CMC, KLEFEDRON (metilamino)propan-1-on
105. AH-7921 : 3,4-Dikloro-N-{[1-
(dimetilamino)sikloheksil]metil}ben
zamida
106. 4-MTA : 1-[4-(Metilsulfanil)fenil]propan-
2-amina
107. AM-2201, nama lain JWH-2201 : 1-[(5-Fluoropentil)-1H-indol-3-il]-
(naftalen-1-il) metanona
108. ASETILFENTANIL : N-[1-(2-Feniletil)-4-piperidil]-N-
fenilasetamida
109. MT-45 : 1-Sikloheksil-4-(1,2-
difeniletil)piperazin
110. ALFA-PVP : 1-Fenil-2-(pirrolidin-1-il)pentan-1-
on
111. 4,4’-DMAR, nama lain 4,4’- : 4-Metil-5-(4-metilfenil)-4,5-dihidro-
DIMETILAMINOREKS 1,3-oksazol-2-amina
112. METAMFETAMINA RASEMAT : (±)-N,α-Dimetilfenetilamina

jdih.kemkes.go.id
- 12 -

113. JWH-073 : (1-Butil-1H-indol-3-il)(naftalen-1-


il)metanona
114. JWH-122 : (4-Metilnaftalen-1-il)(1-pentil-1H-
indol-3- il)metanona
115. 5-KLORO AKB 48, nama lain : N-(Adamantan-1-il)-1-(5-
5-Cl-APINACA kloropentil)-1H-indazol-3-
karboksamida
116. 5-FLUORO-AMB, nama lain : Metil 2-({[1-(5-fluoropentil)-1H-
5-FLUORO-AMP, 5F-AMB- indazol-3-il] karbonil}amino)-3-
PINACA metilbutanoat
117. SDB-005 : Naftalen-1-il 1-pentil-1H-indazol-3-
karboksilat
118. 5-FLUORO-ADBICA : N-(1-Amino-3,3-dimetil-1-
oksobutan-2-il)-1-(5-fluoropentil)-
1H-indol-3-karboksamida
119. EMB-FUBINACA : Etil 2-(1-(4-fluorobenzil)-1H-
indazol-3-karboksamida)-3-
metilbutanoat
120. MMB-CHMICA : Metil 2-[[1-(sikloheksilmetil)indol-
3-karbonil]amino]-3,3-
dimetilbutanoat
121. 2C-I, nama lain : 2-(4-Iodo-2,5-
4-IODO-2,5-DMPEA dimetoksifenil)etanamina
122. 2C-C, nama lain : 2-(4-Kloro-2,5-
2,5-DIMETOKSI-4- dimetoksifenil)etanamina
KLOROFENETILAMINA
123. 2C-H : 2-(2,5-Dimetoksifenil)etanamina
124. PMEA; : N-Etil-1-(4-metoksifenil)propan-2-
p-METOKSIETILAMFETAMINA, amina
nama lain PARA-
METOKSIETILAMFETAMINA
125. MEXEDRON : 3-Metoksi-2-(metilamino)-1-(4-
metilfenil)propan-1-on
126. PENTILON, nama lain : 1-(1,3-Benzodioksol-5-il)-2-
bk-METIL-K, bk-MBDP (metilamino)pentan-1-on

jdih.kemkes.go.id
- 13 -

127. EPILON, nama lain : 1-(2H-1,3-Benzodioksol-5-il)-2-


N-ETILPENTILON (etilamino)pentan-1-on
128. 4-CEC, nama lain : 1-(4-Klorofenil)-2-
4-KLOROETKATINON (etilamino)propan-1-on
129. BENZEDRON, nama lain 4-MBC : (±)-1-(4-Metilfenil)-2-
(benzilamino)propan-1-on
130. U-47700 : 3,4-Dikloro-N-[(1R,2R)-2-
(dimetilamino)sikloheksil]-N-
metilbenzamida
131. METIOPROPAMINA, nama lain 1-(Tiofen-2-il)-2metilaminopropana
MPA
132. 4-FLUORO-ALFA-PVP,nama lain : 1-(4-Fluorofenil)-2-(pirrolidin-1-
4-FLUORO-PVP il)pentan-1-on
133. 4-KLORO-ALFA-PVP : 1-(4-Klorofenil)-2-(pirrolidin-1-
il)pentan-1-on
134. 4-BROMO-ALFA-PVP : 1-(4-Bromofenil)-2-(pirrolidin-1-
il)pentan-1-on
135. N-ETILHEKSEDRON, nama lain : 2-(Etilamino)-1-fenilheksan-1- on
HEX-EN
136. PB-22 : Quinolin-8-il-1-pentil-1H-indol-3-
karboksilat
137. 5-FLUORO-PB-22, nama lain : Quinolin-8-il-1-(5-fluoropentil)-1H-
5F-PB-22, QUPIC indol-3-karboksilat
138. FDU-PB-22 : 1-Naftil-1-(4-fluorobenzil)-1H-
indol-3-karboksilat
139. FUB-PB-22 : Quinolin-8-il-1-(4-fluorobenzil)-1H-
indol-3-karboksilat
140. Tanaman KHAT (Catha edulis)
141. Tanaman Banisteriopsis caapi dan Psychotria viridis, nama lain
AYAHUASCA
142. Tanaman Mimosa Tenuiflora
143. BUTIRFENTANIL, nama lain : N-(1-Fenetilpiperidin-4-il)-N-
BUTIRIL FENTANIL fenilbutiramida
144. KARFENTANIL, nama lain : Metil1-(2-feniletil)-4-
4-METOKSIKARBONILFENTANIL [fenil(propanoil)amino] piperidina-
4-karboksilat

jdih.kemkes.go.id
- 14 -

145. KARISOPRODOL, nama lain : [2-(Karbamoiloksimetil)-2-


ISOMEPROBAMAT, SOMA, metilpentil] N-propan-2-ilkarbamat
ISOBAMAT
146. OKFENTANIL, nama lain N-(2-fluorofenil)-2-metoksi-N-[1-(2-
OKFENTANILO,OKFENTANILUM feniletil)piperidin-4-il]asetamida
147. FURANILFENTANIL, nama lain N-fenil-N-[1-(2-feniletil) piperidin-4-
2-FURANOILFENTANIL, FU-F il]furan-2-karboksamida
148. AKRILOILFENTANIL, nama lain N-fenil-N-[1-(2-feniletil)piperidin-4-
AKRILFENTANIL il]prop-2-enamida
149. 4-FLUOROISOBUTIRFENTANIL, N-(4-fluorofenil)-N-(1-
nama lain fenetilpiperidin-4-il)isobutiriamida
p-FLUOROISOBUTIRIL
FENTANIL, N-(4FLUOROFENIL)-
2-METIL-N-[1-(2-FENETIL)
PIPERIDIN-4-IL]PROPANAMIDA
150. TETRAHIDROFURANIL N-fenil-N-[1-(2-feniletil)piperidin-4-
FENTANIL, nama lain il]tetrahidrofuran-2-karboksamida
TETRAHIDROFURAN FENTANIL
151. 4-FLUOROAMFETAMINA, nama 1-(4-Fluorofenil)propan-2-amina
lain 4-FA, PAL-303
152. 3-FLUOROAMFETAMINA, nama 1-(3-fluorofenil)propan-2-amina
lain 3-FA, PAL-353
153. 4-FLUOROMETAMFETAMINA, 1-(4-fluorofenil)-N-metilpropan-2-
nama lain 4-FMA, amina
p-FLUOROMETAMFETAMINA
154. 3-FLUOROMETAMFETAMINA, 1-(3-fluorofenil)-N-metilpropan-2-
nama lain 3-FMA, amina
m-FLUOROMETAMFETAMINA
155. FUB-AKB-48, nama lain N-(1-adamantil)-1-[(4-
FUB-APINACA fluorofenil)metil]indazol-3-
karboksamida
156. UR-144 (1-Pentil-1H-indol-3-il)(2,2,3,3-
tetrametilsiklopropil)metanona
157. DIFENIDIN 1-(1,2-Difeniletil)piperidina

jdih.kemkes.go.id
- 15 -

158. METOKSFENIDINA, nama lain 1-[1-(2-metoksifenil)-2-


2-MXP feniletil]piperidina
159. 3-METOKSFENIDINA, nama lain 1-[1-(3- metoksifenil)-2-
3-MXP feniletil]piperidina
160. 4-METOKSFENIDINA, nama lain 1-[1-(4- metoksifenil)-2-
4-MXP feniletil]piperidina
161. PARAFLUOROBUTIRIL N-(4-fluorofenil)-N-[1-(2-feniletil)-
FENTANIL, nama lain piperidin-4-il]butanamida
4-FLUORO-BUTIRILFENTANIL,
PARA-FLUORO-
BUTIRFENTANIL, 4-FLUORO-
BUTIRFENTANIL, PARA-
FLUORO-BUTANOILFENTANIL
162. PARAMETOKSIBUTIRIL N-(4-metoksifenil)-N-[1-(2-feniletil)-
FENTANIL, nama lain piperidin-4-il]butanamida
4-METOKSI-BUTIRILFENTANIL,
PARA-METOKSI BUTIRFENTANIL,
4-METOKSI-BUTIRFENTANIL,
PARA-METOKSI-
BUTANOILFENTANIL
163. ORTOFLUOROFENTANIL, nama N-(2-fluorofenil)-N-[1-(2-feniletil)-4-
lain 2-FLUOROFENTANIL, 1- piperidinil]propanamida
FENETIL-4-l(N-PROPIONIL-2-
FLUOROANILIN)PIPERIDINA
164. METOKSIASETILFENTANIL, 2-Metoksi-N-(1-fenetilpiperidin-4-
nama lain 2-METOKSI-N-(1- il)-N-fenilasetamida
FENETILPIPERIDIN-4-IL)-N-
FENILASETAMIDA
165. SIKLOPROPILFENTANIL, nama N-fenil-N-[1-(2-feniletil)piperidin-4-
lain N-(1-FENETILPIPERIDIN-4- il]siklopropankarboksamida
IL)-N-FENILSIKLOPROPAN-
KARBOKSAMIDA
166. 5F-MDMB-PICA, nama lain Metil 2-[[1-(5-fluoropentil)indol-3-
5F-MDMB-2201 karbonil]amino]-3,3-dimetil-
butanoat

jdih.kemkes.go.id
- 16 -

167. CUMIL-4CN-BINACA, nama lain 1-(4-Sianobutil)-N-(1-metil-1-


4-SIANO CUMIL-BUTINACA feniletil)-1H-indazol-3-
karboksamida
168. 5F-AB-PINACA, nama lain N-(1-amino-3-metil-1-oksobutan-2-
5-FLUORO-AB-PINACA il)-1-(5-fluoropentil)-1H-indazol-3-
karboksamida
169. 5F-CUMIL-P7AICA, nama lain 1-(5-Fluoropentil)-N-(2-
CUMIL-5F-P7AICA fenil propan-2-il)-1H-
pirrolo[2,3b]piridina-3-
karboksamida
170. NM-2201, nama lain CBL-2201 Naftalen-1-il 1-(5-fluoropentil)-1H-
indol-3-karboksilat
171. EAM-2201, nama lain (4-Etilnaftalen-1-il)[1-(5-
5-FLUORO-JWH-210 fluoropentil)-1H-indol-3-
il]metanona
172. EUTILON, nama lain bk-EBDB 1-(1,3-Benzodioksol-5-il)-2-
(etilamino)butan-1-on
173. DIBUTILON, nama lain 1-(1,3-Benzodioksol-5-il)-2-
bk-DMBDB (dimetilamino)butan-1-on

174. 3,4-METILENDIOKSI-N- 1-(1,3-Benzodioksol-5-il)-2-


BENZILKATINONA, nama lain (benzilamino)propan-1-on
BMDP
175. MDMB-FUBINACA, nama lain Metil (2S)-2-[[1-[(4-
FUB-MDMB fluorofenil)metil]indazol-3-
karbonil]amino]-3,3
dimetilbutanoat
176. MMB-FUBICA, nama lain Metil 2-(1-(4-flurobenzil)-1H-
AMB-FUBICA indol-3-karboksamido)-3-
metilbutanoat
177. 4-Fluoro MDMB-BINACA, nama Metil (2S)-2-{[1-(4-fluorobutil)-1H-
lain 4-fluoro MDMB-BUTINACA indazol-3-karbonil]amino}-3,3-
dimetilbutanoat
178. 5-FLUORO NNEI, nama lain 1-(5-fluoropentil)-N-(naftalen-1-il)-
5F-MN-24 1H-indol-3-karboksamida

jdih.kemkes.go.id
- 17 -

179. 5F-EMB-PINACA, nama lain : Etil 2-(1-(5-fluoropentil)-1H-


5F-AEB indazol-3-karboksamido)-3-
metilbutanoat
180. 5F-EDMB-PINACA, nama lain : Etil 2-(1-(5-fluoropentil)-1H-
5-fluoro EDMB-PINACA indazol-3-karboksamido)-3,3-
dimetilbutanoat
181. MMB-2201, nama lain I-AMB, : Metil (2S)-2-[[1-(5-
5F-AMB-PICA, 5F-MMB-PICA fluoropentil)indol-3-
karbonil]amino]-3-metilbutanoat
182. MDMB-4en PINACA, : Metil (S)-3,3-dimetil-2-(1-(pent-4-
nama lain MDMB-PENINACA en-1-il)-1H- indazol-3-
karboksamido)butanoat
183. 1-(p-Fluorofenil) piperazin, : 1-(4-Fluorofenil)piperazin
nama lain pFPP, 4-FPP,
para-Fluorofenilpiperazin
184. 4F-PENTEDRON, nama lain : 1-(4-Fluorofenil)-2-
4-FLUORO PENTEDRON, 4-FPD (metilamino)pentan-1-on
185. ALFA-PHP, nama lain α-PHP, : 1-Fenil-2-pirrolidin-1-il-heksan-1-
ALFA- on
PIRROLIDINOHEKSANOFENON,
PV-7
186. ALFA-PiHP, nama lain α-PiHP, : 4-Metil-1-fenil-2-pirrolidin-1-il-
ALFA- pentan-1-on
PIRROLIDINOISOHEKSANOFENON
187. MDMB-FUBICA : (Metil (2S)-2-[[1-[(4-
fluorofenil)metil]indol-3-
karbonil]amino]-3,3-
dimetilbutanoat
188. APP-BINACA, nama lain : N-(1-Amino-1-okso-3-fenilpropan-
APP-BUTINACA, N-α-(1-BUTIL- 2-il)-1-butil-1H-indazol-3-
1H-INDAZOL-3- karboksamida
KARBONIL)FENILALANINAMIDA
189. CROTONILFENTANIL : (2E)-N-Fenil-N-[1-(2-feniletil)-4-
piperidinil]-2-butenamida
190. VALERILFENTANIL : N-(1-Fenetilpiperidin-4-il)-N-
fenilpentanamida

jdih.kemkes.go.id
- 18 -

191. 4F-MDMB-BUTICA, nama lain : Metil2-({[1-(4-fluorobutil)-1H-indol-


4F-MDMB-BICA, 4FBC, 4FBCA, 3-il]karbonil}amino)-3,3-
4F-MDMB-2201 dimetilbutanoat
192. 5F-EMB-PICA, nama lain EMB- : Etil2-[[1-(5-fluoropentil)indol-3-
2201, 5F-EMB-2201 karbonil]amino]-3-metil-butanoat
193. ADB-BUTINACA, nama lain ADB- : N-(1-amino-3,3-dimetil-1-
BINACA, ADBB oksobutan-2-il)-1-butil-1H-indazol-
3-karboksamida
194. 4F-ABUTINACA, nama lain : 1-(4-Fluorobutil)-N-trisiklo
4F-ABINACA, N-(4-fluorobutil) [3.3.1. 13,7]dec-1-il-1H-indazol-3-
APINACA karboksamida

195. 5F-EDMB-PICA, nama lain 5F- : Etil 2-[[1-(5-fluoropentil)indol-3-


EDMB-2201 karbonil]amino]-3,3- dimetil-
butanoat
196. 2C-E : 2-(4-Etil-2,5
dimetoksifenil)etanamina
197. 1P-LSD, nama lain 1-propionil : (8R)-N,N-dietil-6-metil-1-propanoil-
LSD, 1P-LAD 9,10-didehidroergolin-8-
karboksamida
198. 3-METOKSIFENSIKLIDINA, 1-[1-(3-
nama lain 3-MeO-PCP, Metoksifenil)sikloheksil]piperidina
3-METOKSI PCP

199. ISOTONITAZENA : N, N-dietil-2-[2-[(4-


isopropoksifenil)metil]-5-nitro-
benzimidazol-1-il]etanamina
200. CUMIL PEGAKLONA, nama lain : 5-Pentil-2-(2-fenilpropan-2-
SGT-151 il)pirido[4,3-b]indol-1-on
201. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas.

DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN II

1. ALFASETILMETADOL : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-


4,4-difenilheptana
2. ALFAMEPRODINA : Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
3. ALFAMETADOL : Alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-

jdih.kemkes.go.id
- 19 -

heptanol
4. ALFAPRODINA : Alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
5. ALFENTANIL : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l
H-tetrazol-1-il)etil]-4-
(metoksimetil)-4-piperidinil]-N-
fenilpropanamida
6. ALLILPRODINA : 3-Allil-1-metil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
7. ANILERIDINA : Asam 1-para-aminofenetil-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
8. ASETILMETADOL : 3-Asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-
difenilheptana
9. BENZETIDIN : Asam 1-(2-benziloksietil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
10. BENZILMORFINA : 3-benzilmorfina
11. BETAMEPRODINA : Beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
12. BETAMETADOL : Beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–
heptanol
13. BETAPRODINA : Beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
14. BETASETILMETADOL : Beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4,
4-difenilheptana
15. BEZITRAMIDA : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-
okso-3-propionil-
1-benzimidazolinil) piperidina
16. DEKSTROMORAMIDA : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-
(1-pirolidinil)butil]morfolina
17. DIAMPROMIDA : N-[2-(metilfenetilamino)-
propil]propionanilida
18. DIETILTIAMBUTENA : 3-dietilamino-1,1-di-(2’-tienil)-1-
butena
19. DIFENOKSILAT : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-

jdih.kemkes.go.id
- 20 -

4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
20. DIFENOKSIN : Asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-
4-fenilisonipekotik
21. DIHIDROMORFINA
22. DIMEFHEPTANOL : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-
heptanol
23 DIMENOKSADOL : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-
difenilasetat
24. DIMETILTIAMBUTENA : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-
butena
25. DIOKSAFETIL BUTIRAT : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat
26. DIPIPANONA : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-
heptanona
27. DROTEBANOL : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-
6ß,14-diol
28. Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgonina
dan kokaina.
29. ETILMETILTIAMBUTENA 3-etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-
1-butena
30 ETOKSERIDINA : Asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
31. ETONITAZENA : 1-dietilaminoetil-2-para-
etoksibenzil-5-nitrobenzimedazol
32. FURETIDINA : Asam 1-(2-
tetrahidrofurfuriloksietil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
33. HIDROKODONA : Dihidrokodeinona
34. HIDROKSIPETIDINA : Asam 4-meta-hidroksifenil-1-
metilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
35. HIDROMORFINOL : 14-hidroksidihidromorfina
36. HIDROMORFONA : Dihidrimorfinona
37. ISOMETADONA : 6-dimetilamino- 5 -metil-4, 4-

jdih.kemkes.go.id
- 21 -

difenil-3-heksanona
38. FENADOKSONA : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-
heptanona
39. FENAMPROMIDA : N-(1-metil-2-piperidinoetil)
propionanilida
40. FENAZOSINA : 2'-hidroksi-5,9-dimetil- 2-fenetil-
6,7-benzomorfan
41. FENOMORFAN : 3-hidroksi-N–fenetilmorfinan
42. FENOPERIDINA : Asam1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
43. FENTANIL : 1-fenetil-4-N-
propionilanilinopiperidina
44. KLONITAZENA : 2-(para-klorobenzil)-1-
dietilaminoetil-5-nitrobenzimidazol
45. KODOKSIMA : Dihidrokodeinona-6-
karboksimetiloksima
46. LEVOFENASILMORFAN : (-)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan
47. LEVOMORAMIDA : (-)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-
(1-pirolidinil)butil] morfolina
48. LEVOMETORFAN : (-)-3-metoksi-N-metilmorfinan
49. LEVORFANOL : (-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan
50. METADONA : 6-dimetilamino-4, 4-difenil-3-
heptanona
51. METADONA INTERMEDIATE : 4-siano-2-dimetilamino-4, 4-
difenilbutana
52. METAZOSINA : 2-hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-
benzomorfan

53. METILDESORFINA : 6-metil-delta-6-deoksimorfina


54. METILDIHIDROMORFINA : 6-metildihidromorfina
55. METOPON : 5-metildihidromorfinona
56. MIROFINA : Miristilbenzilmorfina
57. MORAMIDA INTERMEDIATE : Asam 2-metil-3-morfolino-1, 1-
difenilpropana karboksilat

58. MORFERIDINA : Asam 1-(2-morfolinoetil)-4-

jdih.kemkes.go.id
- 22 -

fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
59. MORFINA-N-OKSIDA
60. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya
termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salah satunya kodeina-N-
oksida
61. Morfina
62. NIKOMORFINA : 3,6-dinikotinilmorfina
63. NORASIMETADOL : (±)-Alfa-3-asetoksi-6-metilamino-
4,4-difenilheptana
64. NORLEVORFANOL : (-)-3-Hidroksimorfinan
65. NORMETADONA : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-
heksanona
66. NORMORFINA : Dimetilmorfina atau N-
demetilatedmorfina
67. NORPIPANONA : 4,4-difenil-6-piperidino-3-
heksanona
68. OKSIKODONA : 14-hidroksidihidrokodeinona

69. OKSIMORFONA : 14-hidroksidihidromorfinona

70. PETIDINA INTERMEDIATE A : 4-siano-1-metil-4-fenilpiperidina

71. PETIDINA INTERMEDIATE B : Asam 4-fenilpiperidina-4-


karboksilat etil ester
72. PETIDINA INTERMEDIATE C : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-
karboksilat
73. PETIDINA : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester
74. PIMINODINA : Asam 4-fenil-1-( 3-
fenilaminopropil)- piperidina-4-
karboksilat etil ester
75. PIRITRAMIDA : Asam1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-
4-(1-piperidino)-piperdina-4-
karboksilat amida
76. PROHEPTASINA : 1,3-dimetil-4-fenil-4-
propionoksiazasikloheptana
77. PROPERIDINA : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-
karboksilat isopropil ester

jdih.kemkes.go.id
- 23 -

78. RASEMETORFAN : (±)-3-metoksi-N-metilmorfinan


79. RASEMORAMIDA : (±)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-
(1-pirolidinil)butil]-morfolina
80. RASEMORFAN : (±)-3-hidroksi-N-metilmorfinan
81. SUFENTANIL : N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-
etil -4-piperidil] propionanilida
82. TEBAINA
83. TEBAKON : Asetildihidrokodeinona
84. TILIDINA : (±)-etil-trans-2-(dimetilamino)-1-
fenil-3-sikloheksena-1-karboksilat
85. TRIMEPERIDINA : 1,2,5-trimetil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
86. BENZILPIPERAZIN (BZP), : 1-Benzilpiperazin
N-BENZILPIPERAZIN
87. META-KLOROFENILPIPERAZIN : 1-(3-Klorofenil) piperazin
(MCPP)
88. DIHIDROETORFIN : 7,8-Dihidro-7α-[1-(R)-hidroksi-1-
metilbutil]-6,14-endo-
etanotetrahidrooripavina
89. ORIPAVIN : 3-O-Demetiltebain
90. REMIFENTANIL : Asam1-(2-Metoksikarboniletil)-4-
(fenilpropionilamino)-piperidina-4-
karboksilat metil ester
91. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas.

DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN III

1. ASETILDIHIDROKODEINA
2. DEKSTROPROPOKSIFENA : Alfa-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-
3-metil-2-butanol propionat
3. DIHIDROKODEINA
4. ETILMORFINA : 3- etilmorfina
5. KODEINA : 3-metilmorfina
6. NIKODIKODINA : 6-nikotinildihidrokodeina
7. NIKOKODINA : 6-nikotinilkodeina
8. NORKODEINA : N-demetilkodeina
9. POLKODINA : Morfoliniletilmorfina

jdih.kemkes.go.id
- 24 -

10. PROPIRAM : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2-


piridilpropionamida
11. BUPRENORFINA : 21-siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-
1,2,2-trimetilpropil]-6,14-endo-
entano-6,7,8,14-
tetrahidrooripavina
12. CB 13, nama lain : Naftalen-1-il[4-
CRA 13 atau SAB-378 (pentiloksi)naftalen-1-il]metanoa

13. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas


14. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika
15. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI G. SADIKIN

jdih.kemkes.go.id
RANCANGAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2022
TENTANG
PENETAPAN DAN PERUBAHAN PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa terdapat obat keras yang mempunyai potensi


mengakibatkan sindroma ketergantungan yang belum
termasuk dalam Golongan Psikotropika sebagaimana
diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1997 tentang Psikotropika dan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penetapan dan
Perubahan Penggolongan Psikotropika;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penetapan dan
Perubahan Penggolongan Psikotropika;

Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3671) sebagaimana telah

jdih.kemkes.go.id
-2-

diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020


tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573);
5. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang
Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 83);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022
Nomor 156);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PENETAPAN
DAN PERUBAHAN PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA.

Pasal 1
Daftar psikotropika golongan I, golongan II, golongan III, dan
golongan IV tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

jdih.kemkes.go.id
-3-

Pasal 2
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penetapan
dan Perubahan Penggolongan Psikotropika (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 30), dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 3
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

jdih.kemkes.go.id
-4-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 April 2022

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI G. SADIKIN

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 2022

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BENNY RIYANTO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 422

jdih.kemkes.go.id
-5-

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2022
TENTANG PENETAPAN DAN PERUBAHAN
PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA

DAFTAR PSIKOTROPIKA GOLONGAN I

1. DESKLOROKETAMIN dan semua isomer serta semua bentuk stereo


kimianya
2. 2F-DESKLOROKETAMIN, 2-(2-Fluorofenil)-2(metilamino)sikloheksan-
nama lain 2-FDCK, 1-on
2-Fluorodeskloroketamin,
2-FIuoro-2’-Okso-PCM
3. FLUBROMAZOLAM 8-Bromo-6-(2-fluorofenil)-1-metil-4H-
[1,2,4]triazolo [4,3-a][1,4]benzodiazepina
4. FLUALPRAZOLAM 8-Kloro-6-(2-fluorofenil)-1-metil-4H-
[1,2,4]triazolo [4,3-a][1,4]benzodiazepina
5. KLONAZOLAM 6-(2-Klorofenil)-1-metil-8-nitro-4H-
[1,2,4]triazolo[4,3-a][1,4]benzodiazepina

DAFTAR PSIKOTROPIKA GOLONGAN II

1. AMINEPTINA Asam 7-[(10,11-dihidro-5H-dibenzo[a,d]-


siklohepten-5-il)amino]heptanoat
2. METILFENIDAT Metil-alfa-fenil-2-piperidina asetat

3. SEKOBARBITAL Asam 5-alil-5-(1-metilbutil) barbiturat


4. ETILFENIDAT Etil-2-fenil-2-piperidina-2-ilasetat
5. ETIZOLAM 4-(2-Klorofenil)-2-etil-9-metil-6H-tieno
[3,2-f][1,2,4]triazolo[4,3-α][1,4]diazepina
6. DICLAZEPAM 7-Kloro-5-(2-klorofenil)-1-metil-3H-1,4-
benzodiazepin-2-on

jdih.kemkes.go.id
-6-

DAFTAR PSIKOTROPIKA GOLONGAN III

1. AMOBARBITAL Asam 5-etil-5-isopentilbarbiturat


2. BUTALBITAL Asam 5-alil-5-isobutilbarbiturat

3. FLUNITRAZEPAM 5-(o-fluorofenil)-1,3-dihidro-1-metil-nitro-
2H-1, 4-benzodiazepin-2-on
4. GLUTETIMIDA 2-etil-2-fenilflutarimida
5. KATINA, nama lain (+)- (+)-®-α-[®-1-aminoetil]benzilalkohol
norpseudo-efedrina
6. PENTAZOSINA (2R*,6R*,11R*)-1,2,3,4,5,6-heksahidro-6-
11-dimetil-3-(3-metil-2-butenil)-2,6-
metano-3-benzazosin-8-ol
7. PENTOBARBITAL Asam 5-etil-5-(1-metilbutil)barbiturat
8. SIKLOBARBITAL Asam 5-(1-sikloheksen-1-il)-5-etilbarbiturat

DAFTAR PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV

1. ALLOBARBITAL Asam 5,5-dialilbarbiturat


2. ALPRAZOLAM 8-Kloro-1-metil-6-fenil-4H-s-triazolo[4,3-
a][1,4]benzodiazepina
3. AMFEPRAMONA, 2-(Dietilamino)propiofenon
nama lain Dietilpropion
4. AMINOREKS 2-Amino-5-fenil-2-oksazolina
5. BARBITAL Asam 5,5-dietilbarbiturat
6. BENZFETAMINA N-Benzil-N-α-dimetilfenetilamina
7. BROMAZEPAM 7-Bromo-1,3-dihidro-5-(2-piridil)-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
8. BROTIZOLAM 2-Bromo-4-(o-klorofenil)-9-metil-6H-
tienol[3,2-1]-s-triazolo[4,3-a][1,4]diazepina
9. BUTOBARBITAL Asam 5-butil-5-etilbarbiturat
10. DELORAZEPAM 7-Kloro-5-(o-klorofenil)-1,3-dihidro-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
11. DIAZEPAM 7-Kloro-1,3-dihidro-1-metil-fenil-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
12. ESTAZOLAM 8-Kloro-6-fenil-4H-s-triazolo[4,3-a][1,4]
benzodiazepina

jdih.kemkes.go.id
-7-

13. ETIL AMFETAMINA, N-Etil-α- metilfenetilamina


nama lain
N-Etilamfetamina
14. ETIL LOFLAZEPAT Etil 7-kloro-5-(o-fluorofenil)-2,3-dihidro-2-
okso-1H-1,4-benzodiazepina-3-karboksilat
15. ETINAMAT 1-Etinilsikloheksanolkarbamat
16. ETKLORVINOL 1-Kloro-3-etil-1-penten-4-in-3-ol
17. FENCAMFAMINA N-Etil-3-fenil-2-norbornanamina
18. FENDIMETRAZINA (+)-(2S,3S)-3,4-Dimetil-2-fenilmorfolina
19. FENOBARBITAL Asam 5-etil-5-fenilbarbiturat
20. FENPROPOREKS (±)-3-[(α-Metilfeniletil)amino]propionitril
21. FENTERMINA α,α-Dimetilfenetilamina
22. FLUDIAZEPAM 7-Kloro-5-(o-fluorofenil)-1,3-dihidro-1-metil-
2H-1,4-benzodiazepina-2-on
23. FLURAZEPAM 7-Kloro-1-[2-(dietilamino)etil]-5-(o-
fluorofenil)-1,3-dihidro-2H-1,4
benzodiazepina-2-on
24. HALAZEPAM 7-Kloro-1,3-dihidro-5-fenil-1-(2,2,2-
trifluoroetil)-2H-1,4 benzodiazepina-2-on
25. HALOKSAZOLAM 10-Bromo-11b-(o-fluorofenil)-2,3,7,11b-
tetrahidrooksazolo[3,2d][1,4]benzodiazepina-
6-(5H)-on
26. KAMAZEPAM 7-Kloro-1,3-dihidro-3-hidroksi-1-metil-5-
fenil-2H-4-benzodiazepina-2-on
dimetikarbamat(ester)
27. KETAZOLAM 11-Kloro-8,12b-dihidro-2,8-dimetil-12b-
fenil-4H-[1,3]oksazino[3,2-d][1,4]
benzodiazepina-4,7(6H)-dion
28. KLOBAZAM 7-Kloro-1-metil-5-fenil-1H-1,5-
benzodiazepina-2,4(3H,5H)-dion
29. KLOKSAZOLAM 10-Kloro-11b-(o-klorofenil)-2,3,7,11b-
tetrahidro-
oksazolo[3,2d][1,4]benzodiazepina-6-(5H)-on
30. KLONAZEPAM 5-(o-Klorofenil)-1,3-dihidro-7-nitro-2H-1,4-
benzodiazepina-2-on

jdih.kemkes.go.id
-8-

31. KLORAZEPAT Asam 7-kloro-2,3-dihidro-2-okso-5-fenil-1H-


1,4-benzodiazepina-3-karboksilat
32. KLORDIAZEPOKSIDA 7-Kloro-2-(metilamino)-5-fenil-3H-1,4-
benzodiazepina-4-oksida
33. KLOTIAZEPAM 5-(o-Klorofenil)-7-etil-1,3-dihidro-1-metil-
2H-tieno[2,3e]-1,4-diazepin-2-on
34. LEFETAMINA, (-)-N,N-Dimetil-1,2-difeniletilamina
nama lain SPA
35. LOPRAZOLAM 6-(o-Klorofenil)-2,4-dihidro-2-[(4-metil-1-
piperazinil)metilen]-8-nitro-1H-imidazol[1,2-
a][1,4]benzodiazepina-1-on
36. LORAZEPAM 7-Kloro-5-(o-klorofenil)-1,3-dihidro-3-
hidroksi-2H-1,4-benzodiazepina-2-on
37. LORMETAZEPAM 7-Kloro-5-(o-klorofenil)-1,3-dihidro-3-
hidroksi-1-metil-2H-1,4-benzodiazepina-2-
on
38. MAZINDOL 5-(p-Klorofenil)-2,5-dihidro-3H-imidazol[2,1-
a]isoindol-5-ol
39. MEDAZEPAM 7-Kloro-2,3-dihidro-1-metil-5-fenil-1H-1,4-
benzodiazepina
40. MEFENOREKS N-(3-Kloropropil)-α-metilfenetilamina
41. MEPROBAMAT 2-Metil-2-propil-1,3 propanadioldikarbamat
42. MESOKARB 3-(α-Metilfenetil)-N-(fenilkarbamoil)
sidnonimina
43. METILFENOBARBITAL Asam 5-etil-1-metil-5-fenilbarbiturat
44. METIPRILON 3,3-Dietil-5-metil-2,4-piperidina-dion
45. MIDAZOLAM 8-Kloro-6-(o-fluorofenil)-1-metil-4H-
imidazo[1,5-a][1,4]benzodiazepina
46. NIMETAZEPAM 1,3-Dihidro-1-metil-7-nitro-5-fenil-2H-1,4-
benzodiazepina-2-on
47. NITRAZEPAM 1,3-Dihidro-7-nitro-5-fenil-2H-1,4-
benzodiazepina-2-on
48. NORDAZEPAM 7-Kloro-1,3-dihidro-5-fenil-2H-1,4-
benzodiazepina-2-on
49. OKSAZEPAM 7-Kloro-1,3-dihidro-3-hidroksi-5-fenil-2H-
1,4-benzodiazepina-2-on

jdih.kemkes.go.id
-9-

50. OKSAZOLAM 10-Kloro-2,3,7,11b-tetrahidro-2-metil-11b-


feniloksazolo[3,2-d][1,4]benzodiazepina-
6(5H)-on
51. PEMOLINA 2-Amino-5-fenil-2-oksazolin-4-on
52. PINAZEPAM 7-Kloro-1,3-dihidro-5-fenil-1-(2-propinil)-
2H-1,4-benzodiazepina-2-on
53. PIPRADROL 1,1-Difenil-1-(2-piperidil)metanol
54. PIROVALERONA 4’-Metil-2-(1-pirolidinil)valerofenon
55. PRAZEPAM 7-Kloro-1-(siklopropilmetil)-1,3-dihidro-5-
fenil-2H-1,4-benzodiazepina-2-on
56. SEKBUTABARBITAL Asam 5-sek-butil-5-etilbarbiturat
57. TEMAZEPAM 7-Kloro-1,3-dihidro-3-hidroksi-1-metil-5-
fenil-2H-1,4-benzodiazepina-2-on
58. TETRAZEPAM 7-Kloro-5-(1-sikloheksen-1-il)-1,3-dihidro-1-
metil-2H-1,4-benzodiazepina-2-on
59. TRIAZOLAM 8-Kloro-6-(o-klorofenil)-1-metil-4H-s-
triazolo[4,3-a][1,4]benzodiazepina
60. VINILBITAL Asam 5-(1-metilbutil)-5-vinilbarbiturat
61. ZOLPIDEM N,N,6-Trimetil-2-p-tolilimidazo[1,2-
a]piridina-3-asetamida
62. FENAZEPAM 7-Bromo-5-(2-klorofenil)-1,3-dihidro-2H-1,4-
benzodiazepina-2-on

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI G. SADIKIN

jdih.kemkes.go.id

Anda mungkin juga menyukai