Anda di halaman 1dari 76

PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN
TERKAIT
DISTRIBUSI OBAT
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Jenis & Hirarki
Peraturan Perundang-undangan

Kekuatan hukum
Peraturan
Perundang-
undangan sesuai
dengan hirarkinya.

(UU 12/2011, Pasal 7 )


Lanjutan …
 Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh:
 MPR,
 DPR,
 DPD,
 MA,
 MK,
 BPK,
 KY,
 BI,
 Menteri,
 Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau
Pemerintah atas perintah Undang-Undang,
 DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang
setingkat.
 Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
[UU 12/2011, Pasal 8 ayat (1) ]
Lanjutan …

• Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri,


Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota,
atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 97 yang sifatnya mengatur,
yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini
berlaku, harus dimaknai sebagai peraturan,
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-
Undang ini.

UU 12/2011, Pasal 100


Asas-Asas Pemberlakuan
Peraturan Perundang-undangan
(Stufenbau Theory, Hans Nawiasky, Hans Kelsen)

lex supperior derogat • Peraturan yang lebih tinggi tingkatannya


legi inferior mengenyampingkan Peraturan yang lebih rendah.

lex specialis • Peraturan yang bersifat khusus


derogat legi mengenyampingkan Peraturan yang bersifat
generale umum.

lex posterior • Peraturan yang lahir kemudian


mengenyampingkan Peraturan yang
derogat legi terdahulu, jika materi muatan peraturan
priori tersebut sama.
OBYEK PENGAWASAN
1. Obat
2. Bahan Obat
3. Obat Tradisional
4. Kosmetik
5. Suplemen Kesehatan
6. Pangan Olahan
7. Rokok

1. Apoteker
2. Tenaga Teknis Kefarmasian
• Sarjana Farmasi
• Ahli Madya Farmasi
• Analis Farmasi
• Asisten Apoteker
1. Pembuatan
2. Penyaluran
3. Pelayanan
Permenkes 1799/2010
Pasal 20

(1) Industri Farmasi yang menghasilkan obat dapat MENDISTRIBUSIKAN atau


MENYALURKAN hasil produksinya langsung kepada pedagang besar
farmasi, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, pusat kesehatan
masyarakat, klinik, dan toko obat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(2) Industri Farmasi yang menghasilkan bahan obat dapat mendistribusikan


atau menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang besar
bahan baku farmasi, dan instalasi farmasi rumah sakit sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lanjutan …
Pasal 25

(1) Pengawasan terhadap Industri Farmasi sebagaimana diatur dalam


Peraturan ini dilakukan oleh Kepala Badan.
(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tenaga pengawas dapat melakukan pemeriksaan dan:
a) memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan,
pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil
contoh segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan,
dan perdagangan obat dan bahan obat;
b) membuka dan meneliti kemasan obat dan bahan obat;
c) memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan
pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat, termasuk
menggandakan atau mengutip keterangan tersebut; dan/atau
d) mengambil gambar (foto) seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam
pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau perdagangan obat dan bahan obat.
Permenkes 1148/2011
Pasal 32

(1) Pengawasan terhadap PBF dan PBF Cabang sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri ini dilaksanakan oleh Kepala Badan.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:

a. menjamin obat dan bahan obat yang beredar memenuhi persyaratan


mutu, keamanan dan kemanfaatan; dan

b. menjamin terselenggaranya penyaluran obat dan bahan obat sesuai


dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Pedoman mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


ditetapkan oleh Kepala Badan.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT PEDAGANG
BESAR FARMASI

 ORDONANSI OBAT KERAS (Staatsblad 1949:419)


 UU 5/1997 PSIKOTROPIKA
 UU 25/2007 PENANAMAN MODAL.
 Perpres 44/2016 Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka
dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.
 UU 35/2009 NARKOTIKA
 PP 44/2010 Prekursor
 PP 40/2013 Pelaksanaan UU 35/2009 tentang Narkotika

 UU 36 /2009 KESEHATAN
 PP 72/1998 Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alkes
 PP 51/2009 Pekerjaan Kefarmasian.
Lanjutan …
 Permenkes 1148/Menkes/Per/VI/2011
Pedagang Besar Farmasi.

 Permenkes 34/2014 Perubahan Atas


Permenkes 1148/Menkes/Per/VI/2011
Pedagang Besar Farmasi.

• Perka BPOM HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun


2012 Pedoman Teknis CDOB
UU 25/2007
1) Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi
kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau
jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka
dengan persyaratan.

2) Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing


adalah:
a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan
b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-
undang.
Lanjutan …
3) Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha
yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri,
dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan
hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional
lainnya.

4) Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka
dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang
terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan
Presiden.

5) Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan


berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber
daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah,
dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas
teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan
usaha yang ditunjuk Pemerintah.
Perpres 44/2016
Daftar Negatif Investasi
• Daftar bidang usaha yang tertutup mutlak bagi penanaman
modal

• Daftar bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal


yang dalam modal perusahaan ada pemilikan Warga Negara
Asing dan atau badan hukum asing

• Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan


patungan antara modal asing dan modal dalam negeri

• Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan


tertentu
Lanjutan …
SEKTOR KESEHATAN
BATAS KEPEMILIKAN
NO BIDANG USAHA MODAL ASING

Usaha Industri Farmasi


1 Maksimal 85%
- Industri Obat Jadi

-Produsen Narkotika (Industri Farmasi)


2 -Pedagang Besar Farmasi Narkotika Izin Khusus dari Menkes

- Perdagangan Besar Farmasi


- Perdagangan Besar Bahan Baku Farmasi
- Usaha Industri Obat Tradisional
3 Modal Dalam Negeri 100%
- Apotek (Praktek Profesi Apoteker)
- Toko Obat/Apotek Rakyat
UU Psikotropika 5/1997

• Penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran hanya


dapat dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar
farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi
Pemerintah.
• Pedagang besar farmasi hanya dapat menyalurkan
psikotropika kepada:
a. pedagang besar farmasi lainnya,
b. apotek,
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah,
d. rumah sakit, dan
e. lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
UU Narkotika 35/2009

• Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang


besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah
sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
• Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan
sediaan farmasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memiliki izin khusus penyaluran Narkotika dari Menteri.
• Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika
kepada:
a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya;
b. apotek;
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu;
d. rumah sakit; dan
e. lembaga ilmu pengetahuan.
UU Kesehatan 36/2009

Pasal 102
(1)Penggunaan sediaan farmasi yang berupa narkotika
dan psikotropika hanya dapat dilakukan berdasarkan
resep dokter atau dokter gigi dan dilarang untuk
disalahgunakan.
(2)Ketentuan mengenai narkotika dan psikotropika
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
UU Kesehatan 36/2009

• FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN adalah suatu alat


dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
• Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua
peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.
UU 36/2009
Tidak mengatur tentang
SARANA KESEHATAN
sebagaimana diatur dalam Pasal 56 s/d Pasal 59
UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
UU 23/1992
• Sarana kesehatan meliput:
– balai pengobatan,
– pusat kesehatan masyarakat,
– rumah sakit umum,
– rumah sakit khusus,
– praktik dokter,
– praktik dokter gigi,
– praktik dokter spesialis,
– praktik dokter gigi spesialis,
– praktik bidan,
– toko obat,
– apotek,
– pedagang besar farmasi,
– pabrik obat dan bahan obat,
– laboratorium,
– sekolah dan akademi kesehatan,
– balai pelatihan kesehatan, dan
– sarana kesehatan lainnya
Ps 56 (1)
• Semua penyelenggaraan sarana kesehatan harus memiliki izin .
Ps 59 (1)
PBF Pedagang Besar Farmasi
PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum
yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi
dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. (PP 51/2009)

PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum


yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan
obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. (Permenkes
1148/Menkes/Per/VI/2011)
PERSYARATAN
a. berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;
b. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
c. memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab;
d. komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat, baik langsung atau
tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
e. menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi PBF;
f. menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat
menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan
g. memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB.

 Dalam hal permohonan dilakukan dalam rangka penanaman modal, pemohon harus
memperoleh persetujuan penanaman modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan
penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
Lanjutan …

PBF yang akan menyalurkan bahan obat harus


memenuhi persyaratan:
a. memiliki laboratorium yang mempunyai
kemampuan untuk pengujian bahan obat yang
disalurkan sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan Direktur Jenderal; dan
b. memiliki gudang khusus tempat penyimpanan
bahan obat yang terpisah dari ruangan lain.
Lanjutan …
 Pemohon harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Badan POM, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM;

 Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker calon penanggung jawab
disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut:
 fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua;
 susunan direksi/pengurus;
 pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi;
 akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
 surat Tanda Daftar Perusahaan;
 fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan;
 fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
 surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;
 peta lokasi dan denah bangunan
 surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab; dan
 fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.

 Untuk permohonan izin PBF yang akan menyalurkan bahan obat, harus melengkapi surat bukt
penguasaan laboratorium dan daftar peralatan.
Lanjutan …
 Untuk memperoleh pengakuan sebagai PBF Cabang, pemohon
harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Balai
POM, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
 PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di
wilayah provinsi sesuai surat pengakuannya.
 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di
wilayah provinsi terdekat untuk dan atas nama PBF Pusat yang
dibuktikan dengan Surat Penugasan/Penunjukan.
 Surat Penugasan/Penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disahkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dimaksud.
Lanjutan …
 Permohonan harus ditandatangani oleh kepala PBF Cabang dan apoteker calon penanggung
jawab PBF Cabang disertai dengan kelengkapan administratf sebagai berikut:
 fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas kepala PBF Cabang;

 fotokopi izin PBF yang dilegalisasi oleh Direktur Jenderal;

 surat penunjukan sebagai kepala PBF Cabang;

 pernyataan kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di
bidang farmasi;
 surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker calon penanggung jawab;

 surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;

 peta lokasi dan denah bangunan; dan

 fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab.

 Untuk permohonan pengakuan sebagai PBF Cabang yang akan menyalurkan bahan obat
selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi
surat bukt penguasaan laboratorium dan daftar peralatan.
Lanjutan …

Biaya Permohonan
Terhadap permohonan izin PBF dikenai biaya
sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal permohonan izin PBF ditolak, maka
biaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik
kembali oleh pemohon.
Lanjutan …
 Izin PBF dinyatakan tidak berlaku, apabila:
 masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang;
 dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan;
atau
 izin PBF dicabut.

 Pengakuan Cabang PBF dinyatakan tidak berlaku,


apabila:
 masa berlaku Izin PBF habis dan tidak diperpanjang;
 dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan;
atau
 pengakuan dicabut.
PENYELENGGARAAN
 PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan
obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan
oleh Menteri.

 PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau
sesama PBF.

 PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi,
sesama PBF dan/atau melalui importasi.

 Pengadaan bahan obat melalui importasi dilaksanakan sesuai ketentuan


peraturan perundang-undangan.

 PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat
dari PBF pusat.
Lanjutan …
 Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab
yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pengadaan, penyimpanan
dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.

 Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan


peraturan perundang-undangan.

 Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai


direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang.

 Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF atau


PBF Cabang wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari
kerja.
Lanjutan …

PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan


pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat sesuai dengan CDOB yang
ditetapkan oleh Menteri.
Penerapan CDOB dilakukan sesuai pedoman
teknis CDOB yang ditetapkan oleh Kepala Badan
POM.
PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan
CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh Kepala
Badan.
Lanjutan …

Setiap PBF atau PBF Cabang wajib


melaksanakan dokumentasi pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran di tempat
usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB.
Dokumentasi dapat dilakukan secara
elektronik.
Dokumen setiap saat harus dapat diperiksa
oleh petugas yang berwenang.
Lanjutan …
 Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara eceran.
 Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani resep dokter.
 PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF Cabang lain,
dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Fasilitas pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
 apotek;
 instalasi farmasi rumah sakit;
 puskesmas;
 klinik; atau
 toko obat.
 PBF dan PBF Cabang tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat.
 Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF Cabang dapat menyalurkan obat
dan bahan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Lanjutan …
 PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat
keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola
apotek atau apoteker penanggung jawab.
 PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat kepada
industri farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi farmasi rumah
sakit dan lembaga ilmu pengetahuan.
 Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan surat
pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker
penanggung jawab.
 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) surat
pesanan untuk lembaga ilmu pengetahuan ditandatangani oleh pimpinan
lembaga.
Lanjutan …
 Setiap PBF dan PBF Cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran narkotka wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
 Setiap PBF atau PBF Cabang yang melakukan pengubahan kemasan bahan obat
dari kemasan atau pengemasan kembali bahan obat dari kemasan aslinya wajib
melakukan pengujian laboratorium
 Dalam hal dilakukan pengubahan kemasan atau pengemasan kembali bahan
obat, PBF atau PBF Cabang wajib memiliki ruang pengemasan ulang sesuai
persyaratan CDOB.
 Selain menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat, PBF mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan dan
pelatihan.
GUDANG
 Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada lokasi yang terpisah dengan
syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh direksi/pengurus dan
penanggung jawab.

 Dalam hal gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang berada dalam lokasi yang terpisah maka
pada gudang tersebut harus memiliki apoteker.

 PBF dan PBF Cabang dapat melakukan penambahan gudang atau perubahan gudang.

 Setiap penambahan atau perubahan gudang PBF harus memperoleh persetujuan dari
Direktur Jenderal.

 Setiap penambahan atau perubahan gudang PBF Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memperoleh persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

 Gudang tambahan hanya melakukan kegiatan penyimpanan dan penyaluran sebagai bagian
dari PBF atau PBF Cabang.
Pedoman Teknis CDOB
• Cara Distribusi Obat yang Baik adalah cara
distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang
bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur
distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya.
• Sertfikat CDOB adalah dokumen sah yang merupakan
bukti bahwa PBF telah memenuhi persyaratan CDOB
dalam mendistribusikan obat atau bahan obat.
• PBF dan PBF Cabang dalam menyelenggarakan
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman
Teknis CDOB.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
SARANA PELAYANAN KEFARMASIAN

 ORDONANSI OBAT KERAS (Staatsblad 1949:419)


 UU 5/1997 PSIKOTROPIKA
 UU 35/2009 NARKOTIKA
 PP 44/2010 Prekursor
 PP 40/2013 Pelaksanaan UU 35/2009 tentang Narkotika

 UU 36 /2009 KESEHATAN
 PP 72/1998 Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alkes
 PP 51/2009 Pekerjaan Kefarmasian.

 UU 44/2009 RUMAH SAKIT


Lanjutan …
• Permenkes 167/Kab/B.VII/72 Pedagang Eceran Obat
sebagaimana telah diubah dengan Kepmenkes
1331/Menkes/SK/X/2002.
• Permenkes 922/Menkes/Per/X/1993 Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotik sebagaimana telah diubah dengan
Kepmenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002.
• Permenkes 284/Menkes/Per/III/2007 Apotek Rakyat.
• Permenkes 9/2014 Klinik
• Permenkes 30/2014 Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas
• Permenkes 35/2014 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
• Permenkes 58/2014 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit.
Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
a. Apotek;
b. Instalasi farmasi rumah sakit;
c. Puskesmas;
d. Klinik;
e. Toko Obat; atau
f. Praktek bersama.

PP 51/2009 Pekerjaan Kefarmasian


Lanjutan…
• Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat
dibantu oleh:
– Apoteker pendamping dan/ atau
– Tenaga Teknis Kefarmasian.
• Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus
menerapkan standar pelayanan kefarmasian.
• Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan
resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.
Lanjutan…
• Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus
menetapkan Standar Prosedur Operasional.

• Standar Prosedur Operasional harus dibuat


secara tertulis dan diperbaharui secara terus
menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang farmasi dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Lanjutan…
• Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat:

a. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki


SIPA;

b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang


sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain
atas persetujuan dokter dan/atau pasien; dan

c. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika


kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
STATUS HUKUM

PERSYARATAN
SURAT TUGAS
FORMAL

SERAGAM
PEMERIKSAAN
PENGETAHUAN

PERSYARATAN KETRAMPILAN
MATERIAL
SIKAP/ATTITUDE
BIRO
GUGATAN HUKUM

PELANGGARAN
PEMERIKSAAN

LAPORAN
POLISI PRIBADI

KUHP
PASAL 429
KUHP Pasal 429
(1) Seorang pejabat yang dengan melampaui kekuasaan atau tanpa
mengindahkan cara-cara yang ditentukan dalam Peraturan umum,
masuk ke dalam rumah atau ruangan atau pekarangan tertutup yang
dipakai oleh orang lain, atau bila berada di situ secara melawan hukum,
tidak segera pergi atas Permintaan yang berhak atau atas nama orang
itu, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan
atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Seorang pejabat yang pada waktu menggeledah rumah, dengan


melampaui kekuasaannya atau tanpa mengindahkan cara-cara yang
ditentukan dalam peraturan umum, memeriksa atau merampas surat-
surat, buku-buku atau kertas-kertas lain, diancam dengan pidana yang
sama.
KETENTUAN PIDANA UU 36/2009
KETENTUAN PIDANA UU 36/2009
Pasal 196
 Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau
kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 197
 Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 198
 Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik
kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Tindak Pidana Korporasi UU 36/2009

Pasal 201
OBAT PALSUPasal 386 KUHP
(1) Barangsiapa menjual, menawarkan atau
menyerahkan barang makanan, minuman, atau
obat-obatan yang diketahuinya bahwa itu
dipalsukan, sedangkan hal itu disembunyikannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
(2) Barang makanan, minuman, atau obat-obatan itu
dipalsukan, bila nilainya atau faedahnya menjadi
berkurang karena sudah dicampur dengan bahan
lain.
ALUR PEREDARAN OBAT
TERMASUK VAKSIN

Industri Farmasi Vaksin Luar


Industri Farmasi Vaksin Dalam Negeri
Negeri

SKI
Lot release
oleh PPOMN Saryankes (RS /
Klinik / Puskesmas
Lot Release Industri dengan atau tanpa
PBF Obat Jadi
Farmasi melalui Gudang
Farmasi)

Sampling oleh Apotek


BBPOM
PBF Obat Jadi
Penyimpangan yang Mungkin Terjadi
pada
Jalur Distribusi Obat
Industri Farmasi Bahan Baku & PBF Industri Farmasi Obat Jadi
Bahan Baku Luar Negeri luar negeri

A A
Ketdak sesuaian yang
C mungkin terjadi:
E Fasyanfar (RS / Klinik /
PBF Bahan Baku Industri Farmasi
B “Pemasukan
PBF Obat Jadi
melalui Jalur IlegalPuskesmas)
tanpa melalui BPOM F (Surat
B Keterangan Impor)”
D Toko Obat

PBF Bahan Baku Apotek

PBF Obat Jadi


H

57
Penyimpangan yang Mungkin Terjadi
pada
Jalur Distribusi Obat
Industri Farmasi Bahan Baku & PBF Industri Farmasi Obat Jadi
Bahan Baku Luar Negeri luar negeri

A A

C E Fasyanfar (RS / Klinik /


PBF Bahan Baku Industri Farmasi PBF Obat Jadi Puskesmas)
B
F
B
B D Toko Obat

PBF Bahan Baku Apotek

PBF Obat Jadi


H
Ketdak sesuaian yang mungkin
terjadi:

•Penyaluran tanpa adanya Screening


Pelanggan (kepada sarana yang tidak
berhak)
•Penyaluran barang reject 58
Penyimpangan yang Mungkin Terjadi
pada
Jalur Distribusi Obat
Industri Farmasi Bahan Baku & PBF Industri Farmasi Obat Jadi
Bahan Baku Luar Negeri luar negeri

A A

C E Fasyanfar (RS / Klinik /


PBF Bahan Baku Industri Farmasi PBF Obat Jadi Puskesmas)
B
F
B
D Toko Obat

PBF Bahan Baku Apotek

Ketdak sesuaian
H yang mungkin
PBF Obat Jadi

terjadi:
•Penyaluran tanpa adanya Screening
Pelanggan (PBF tidak aktif dan/atau
ilegal)

59
Penyimpangan yang Mungkin Terjadi
pada
Jalur Distribusi Obat
Industri Farmasi Bahan Baku & PBF Industri Farmasi Obat Jadi
Bahan Baku Luar Negeri luar negeri

A A

Ketdak sesuaian yang mungkin C E Fasyanfar (RS / Klinik /


PBF Bahan Baku terjadi: Industri Farmasi PBF Obat Jadi Puskesmas)
B
F
•Pengadaan tanpaBmelalui
Penanggung Jawab D Toko Obat

•Dokumen pengadaan tidak rapi G


termasuk penulisan
PBF Bahan Baku no bets (tidak Apotek

dapat ditelusuri sumber pengadaan) PBF Obat Jadi


•Manajemen retur obat tidak rapi, H
sehingga disusupi obat palsu
•Penyaluran ke Sarana yang tidak
berhak (contoh Obat Keras ke Toko
Obat)

60
Penyimpangan yang Mungkin Terjadi
pada
Jalur Distribusi Obat
Industri Farmasi Bahan Baku & PBF Industri Farmasi Obat Jadi
Bahan Baku Luar Negeri luar negeri

A A
Ketdak sesuaian yang mungkin
terjadi:
C •Penyaluran panel, menggunakan
E Fasyanfar (RS / Klinik /
PBF Bahan Baku Industri Farmasi pelanggan
PBF Obat Jadi Apotek namun dikirimkan
Puskesmas)
B
ke sarana Ilegal
F
B
D Toko Obat

PBF Bahan Baku Apotek

PBF Obat Jadi


H

61
Peredaran Vaksin Palsu

62
ASPEK-ASPEK CDOB

Organisas Banguna
Operasi
i n&
onal
manajem peralata
en & n
personalia

Transporta Sar Dist Dokumen


Keluhan, berdasark
si tasi
Inspeksi kembalian an
diri , Diduga kontrak
palsu,
recall
Management Mutu
Obat terjaga
selama jalur
distribusi
Tersedia Protap
dalam menjalankan
kegiatan

Termasuk
kontrol Jasa
pengiriman
Komitmen dari semua
pihak
Organisasi, Manajemen & Pesonalia
PJ memiliki akses
dan intervensi
pada semua lini
kegiatan

Struktur organisasi, PJ
Personel pihak yang independen
sesuai tanpa dipengaruhi pihak
kompetensi lain bertangungjawab ke
puncak pimpanan)

Pelatihan kepada
Uraian Jabatan personel sesuai
masing2 personel jelas tangungjawabnya
Bangunan dan Peralatan (1)

66
Bangunan dan Peralatan (2)

67
Operasional
Pengadaan
Penerimaan
Penyimpanan
Penyaluran
Penanganan Keluhan, Obat Kembalian,
Diduga Palsu, Penarikan Kembali (Recall)
Alur Pendistribusian Sesuai CDOB

1 2 3 4

Penerimaan Entri order


Pesanan: APJ dapat Release SPB
sesuai melakukan Kontrol
 SP dari terhadap pesanan untuk
dengan yang dapat
salesmen penyiapan
Pesanan via kewenanga dilayani atau
ditolak barang
telp n
Alur Pendistribusian Sesuai CDOB

5 6 7 8
8

Pengecekan
Penyiapan
Pengecekan kesesuaian
produk oleh Pengemasa
kebenaran produk,
petugas n Produk
produk dokumen dan
gudang
penerima
Alur Pendistribusian Sesuai CDOB

9 10 11

Outlet
pemesan.
Penempata (ttd,
identitas,
n produk Pengiriman
stempel pada
sesuai area produk faktur dan
pengiriman dibawa
kembali oleh
pengirim)
Inspeksi Diri

Pelaksanaa
Dibentuk
n
Tim
terdokumen
atasi

Inspeksi
pada
Temuan
semua diidentifikasi
aspek dan dilakukan
CAPA

Dilakukan
secara Jangka
independe waktu yang
n ditetapkan
STRATEGI PERGUDANGAN DIDALAM LOGISTIC MANAGEMENT

Adanya batasan yg jelas spt


pintu penerimaan dan
Lokasi Charger
pengeluaran, Ruangan
Fork Lif dan
karantin /brg rusak ,recall
Peralatan Cleaning
dll

Ruang
karanti
n

Lokasi pro
duk
suhu
dingin(CC
P)
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai