Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Seperti yang kita ketahui, kondisi keselamatan dan kesehatan kerja pada suatu
perusahaan menentukan baik tidaknya suatu performansi kerja dalam perusahaan
tersebut. Kemampuan seseorang sangat bergantung pada gabungan dari karakteristik
pribadi, kapasitas fisiologis, psikologis serta biomekanika yang dimilikinya. Sedangkan
aktivitas yang dilakukan tergantung kepada tugas, organisasi dan lingkungan yang harus
dihadapi.

Namun, potensi bahaya yang muncul dapat berupa cara kerja dari tenaga kerja,
peralatan kerja yang canggih, beban kerja yang berat akan mengakibatkan penyakit akibat
kerja, sehingga dapat menyebabkan kecacatan, bahkan mungkin kematian. Kecelakaan
ditempat kerja merupakan penyebab utama penderita perorangan dan penurunan
produktivitas. Menurut ILO (2003), setiap hari rata-rata 6000 orang meninggal akibat
sakit dan kecelakaan kerja atau 2,2 juta orang pertahun sebanyak 300.000 orang pertahun,
diantaranya meninggal akibat sakit atau kecelakaan kerja. Oleh karena itu, antisipasi
terhadap potensi bahaya tersebut harus dilaksanakan sedini mungkin.

Sebagai salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang sarat dengan muatan Hak
Asasi Manusia (HAM) termasuk salah satu syarat dalam memenuhi tuntutan globalisasi
dunia sehingga K3 perlu mendapat perhatian kita untuk lebih dimasyarakatkan kepada
seluruh dunia usaha dan unsur terkait lainnya. Pengembangan dan peningkatan K3 di
sektor kesehatan perlu dilakukan dalam rangka menekan serendah mungkin resiko
penyakit yang timbul akibat hubungan kerja untuk meningkatkan produktivitas dan
efisiensi kerja.

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing
perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit
menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja
(produktivitas kerja yang rendah). Hal tersebut perlu didukung dengan tenaga kerja yang
kompeten. Oleh karena itu, disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu
memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja. Visi Pembangunan Kesehatan di Indonesia yang dilaksanakan adalah Indonesia
Sehat 2010 dimana penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu
memperoleh layanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2002).

1.2. Dasar Hukum


Dengan alasan untuk melindungi para tenaga kerja dan pengembangan usaha
demi tercapainya tidak adanya kecelakaan dan penyakit akibat kerja maka ada beberapa
landasan yang digunakan oleh perusahaan, sebagai berikut :

A. UU No.I tahun 1970 tentang kesehatan dan keselamatan kerja


B. UU No 13 tahun 2003 pasal 86 dan 87 tentang ketenagakerjaan
C. UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan
D. UU No 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja
E. Permenakertrans No.03/Men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja
F. Kepres RI No.22 tahun 1993 tentang penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja
G. Kepmenakertrans No.68 tahun 2004 tentang pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS di tempat kerja
H. Permenakertrans No.11/Men/VI/2005 tentang pencegahan penyalahgunaan
narkoba, psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja
I. Permenakertrans No.01/Men/1976 tentang kewajiban pelatihan hiperkes bagi
dokter perusahaan
J. Permenakertrans No.01/Men/1979 tentang kewajiban pelatihan hiperkes bagi
paramedic perusahaan
K. Permenakertrans No.Per 02/Men/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
dalam penyelanggaraan keselamatan kerja
L. Permenakertrans No.Per 03/Men/1983 tentang pelayanan kesehatan kerja.
M. SE.Menakertrans No.SE.01/Men/1979 tentang pengadaan kantin dan ruang makan
N. SE.Dirjen binawas No.SE.86/BW/1989 tentang perusahaan catering yang mengelola
makanan bagi tenaga kerja
O. Permenakertrans No.Per 05/MEN/VIII/2008 tentang pertolongan pertama pada
kecelakaan di tempat kerja.

1.3 Profil Perusahaan


1.3.1 Sejarah
PT Galenium Pharmasia Laboratories (PT GPL) merupakan industri farmasi swasta
dalam negeri (PMDN) yang didirikan oleh B.S. Joesoef beserta keluarga pada tahun 1960
yang dahulu bernama PT Nitra. PT Nitra merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
penjualan obat-obatan. B.S Joesoef dan putranya, Dr Eddy Joesoef memiliki keinginan tidak
hanya menjual, tetapi juga memproduksi obat-obatan. Pada tahun 1980, Dr. Eddy Joesoef
bersama keluarganya mendirikan perusahaan farmasi yang diberi nama PT Yupharin
Pharmaceutical. Selama 10 tahun, PT Yupharin Pharmaceutical mengalami perkembangan
pesat menjadi perusahaan farmasi yang modern dan kompetitif. Pada tahun 1990, PT
Yupharin Pharmaceutical melakukan restrukturisasi dalam hal operasional dan manajemen.
Setahun kemudian, Dr. Eddy Joesoef pensiun dan kedudukannya digantikan oleh puteranya
Juzardi Joesoef.
Strategi-strategi pengembangan terus dilakukan untuk kemajuan perusahaan. Pada
tahun 1994, PT Yupharin Pharmaceutical menempati bangunan pabrik seluas ± 2 hektar di
Jalan Raya Bogor Km 51,5 Kedunghalang, Bogor, Jawa Barat. Bangunan tersebut semula
ditempati oleh perusahaan farmasi PT Bristol Myers dan kemudian direnovasi sesuai
ketentuan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Pada tahun 2005 PT Yupharin
Pharmaceutical berubah nama menjadi PT Galenium Pharmasia Laboratories.
PT Galenium Pharmasia Laboratories merupakan salah satu perusahaan yang
memanfaatkan kekayaan sumber daya alam Indonesia yang dipadukan dengan ilmu
pengetahuan, khususnya dalam disiplin ilmu penyakit kulit (dermatologi). PT Galenium
Pharmasia Laboratories didukung para profesional dan ilmuwan yang berkualitas, berdedikasi
dan berkomitmen dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi melalui penelitian yang
cermat, intensif dan inovatif. Dengan kekuatan tersebut PT Galenium Pharmasia Laboratories
semakin yakin dalam memperluas eksistensinya di lingkup regional yang lebih besar dan
mencapai area kompetitif yang berkelanjutan dalam industri perawatan kulit dan obat-obatan
di Indonesia. PT Galenium Pharmasia Laboratories juga berkomitmen untuk selalu peduli
pada kehidupan masyarakat. Kami terus berupaya untuk selalu melayani masyarakat,
berbagi kebaikan dan kepedulian terhadap perorangan dan kesehatan masyarakat.
Dengan pengalaman dan dedikasi lebih dari 30 tahun, PT Galenium Pharmasia
Laboratories bertekad untuk menjadi perusahaan perawatan kesehatan terkemuka di bidang
manufaktur dan distribusi obat-obatan, perawatan kulit dan produk kosmetik berkualitas
tinggi. Berawal dari usaha industri rumah tangga, kini PT Galenium Pharmasia Laboratories
telah menjadi perusahaan berskala nasional dengan fasilitas manufaktur di lahan seluas
20.000 m2, didukung peralatan modern dengan pertumbuhan yang konsisten dan signifikan.
Sebagai produsen yang berorientasi pada kualitas, PT Galenium Pharmasia
Laboratories telah mencapai beberapa penghargaan dalam sistem mutu. Sertifikat sistem mutu
yang diterima perusahaan diakui baik secara lokal maupun internasional, yaitu CPOB, CPKB,
ISO 9001: 2000 dan OHSASS. Pada tahun 2005, PT Galenium Pharmasia Laboratories
menerima strata A cGMP, yaitu penerapan sistem manufaktur yang sesuai dengan standar
negara ASEAN. Hal ini selaras dengan visi kami untuk menjadi perusahaan pelayanan
kesehatan kelas dunia.
Selama bertahun-tahun, PT Galenium Pharmasia Laboratories telah memperkuat
posisinya dalam pengobatan TB, kudis, obat pencahar, sabun perawatan dan kecantikan di
Indonesia dan telah menciptakan jaringan distribusi yang menjangkau pasar ASEAN, Asia
Selatan, Timur Tengah, Eropa dan Amerika Serikat.

1.3.2 Alamat
 Alamat : Jl. Raya Bogor No. 507 KM 51.5, Sukaraja, Bogor, Jawa Barat.
 Kode Pos : 16710

1.3.3 Visi dan Misi


Visi : Menjadi perusahaan perawatan kesehatan berkelas dunia yang memiliki daya
saing tinggi dalam melayani dan menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas bagi
para pelanggannya.

Misi :
Meningkatkan pertumbuhan yang berkesinambungan untuk memberikan hasil usaha
terbaik kepada para pemangku kepentingan dengan menerapkan :
1. Tata Kelola Perusahaan yang Baik.
2. Memberdayakan Sumber Daya Manusia yang berkompetensi tinggi.
3. Peduli pada kemanusiaan dan lingkungan.
1.3.4 Alur Produksi

Tabel 1. Alur Produksi Sediaan Produk di PT Galenium Pharmasia

Tablet Sirup Cream Sabun

(granulasi Basah)

Penimbangan Penimbangan Penimbangan Penimbangan

Pencampuran Pencampuran Pembuatan basis Rolling


minyak dan air
Granulasi IPC Mixing
Pencampuran
Pengeringan Pengisian Rolling
Rolling
IPC IPC Plodding
IPC
Pencetakan Pengemasan Akhir Cutting
Pengisian
IPC IPC Stamping
IPC
Pengemasan Primer Pengiriman IPC
Pengemasan Akhir
IPC Pengemasan
IPC Primer
Pengemasan Akhir
Pengiriman Pengemasan Akhir
Pengiriman
IPC

Pengiriman

1.3.5 Jam Kerja


Jam pekerjaan karyawan terbagi menjadi beberapa shift sesuai dengan kapasitas
pekerjaan yang dibutuhkan
a. Kantor
- Senin – Jumat : 08.00 – 17.00 WIB
b. Pabrik
- Senin – Jumat
Night Shift : 23.00 – 07.00 WIB
Day Shift : 07.00 – 15.00 WIB
Afternoon Shift : 15.00 – 23.00 WIB
c. Lembur
- Long shift : bila diperlukan
- Sabtu – Minggu : Libur

1.3.6 Jaminan Kesehatan


1) BPJS - Kesehatan
2) BPJS - Ketenagakerjaan
3) Asuransi Astrida untuk supervisor
1.4 Landasan Teori

1.4.1. Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah upaya penyeserasian antara kapasitas kerja, beban kerja, dan
lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan
dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja
yang optimal (UU Kesehatan 1992 Pasal 23). Kesehatan kerja bertujuan untuk
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental dan sosial bagi
masyarakat pekerja dan masyarakat yang berada di lingkungan perusahaan. Aplikasi
kesehatan kerja berupa upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Promosi kesehatan merupakan ilmu pengetahuan dan seni yang membantu seseorang
untuk mengubah gaya hidup menuju kesehatan yang optimal, yaitu terjadinya
keseimbangan kesehatan fisik, emosi, spiritual dan intelektual. Tujuan promosi kesehatan
di tempat kerja adalah terciptanya perilaku dan lingkungan kerja sehat juga produktivitas
yang tinggi. Tujuan dari promosi kesehatan adalah:

 Mengembangkan perilaku kerja sehat


 Menumbuhkan lingkungan kerja sehat
 Menurunkan angka absensi sakit
 Meningkatkan produktivitas kerja
 Menurunnya biaya kesehatan
 Meningkatnya semangat kerja
Upaya preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh alat/mesin dan masyarakat yang berada di sekitar lingkungan kerja
ataupun penyakit menular umumnya yang bisa terjangkit pada saat melakukan pekerjaan
yang diakibatkan oleh pekerja. Upaya preventif diperlukan untuk menunjang kesehatan
optimal pekerja agar didapat kepuasan antara pihak pekerja dan perusahaan sehingga
menimbulkan keuntungan bagi kedua belah pihak. Aplikasi upaya preventif diantaranya
pemakaian alat pelindung diri dan pemberian gizi makanan bagi pekerja.

Upaya kuratif merupakan langkah pemeliharaan dan peningkatan kesehatan bagi


pekerja. Upaya penatalaksanaan penyakit yang timbul pada saat bekerja merupakan
langkah untuk meningkatkan kepuasan pekerja dalam bekerja, sekaligus memberi
motivasi untuk pekerja supaya memiliki kesehatan yang optimal. Penyakit yang sering
timbul dalam suatu lokasi pekerjaan dapat menjadi tolak ukur dalam mengambil langkah
promosi dan pencegahan, sehingga tujuan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan kerja
optimal dilaksanakan.
Salah satu aspek yang harus diimplementasikan dalam kesehatan kerja adalah adanya
pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja, baik sejak awal sebelum bekerja, selama
bekerja, maupun sesudah bekerja. Tujuan dari pemeriksaan kesehatan ini ditujukan agar
selain tenaga kerja yang diterima di awal berada dalam kondisi kesehatan setinggi-
tingginya, juga untuk memantau status kesehatan pekerja dan juga meminimalisir dan
mendeteksi dini apakah ada penyakit akibat kerja yang ditimbulkan akibat proses
produksi.

Sarana P3K di tempat kerja diatur dalam Permenakertrans RI No.


15/MEN/VIII/2008. Dalam Permenakertrans tersebut, dijabarkan bahwa Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan di tempat kerja (P3K) adalah upaya memberikan pertolongan
pertama secara cepat dan tepat kepada pekerja/buruh/dan/atau orang lain yang berada di
tempat kerja, yang mengalami sakit atau cidera di tempat kerja.
Fasilitas P3K yang dimaksud dalam Permenakertrans ini meliputi ruang P3K, kotak
P3K dan isinya sesuai standar, alat evakuasi dan alat transportasi, fasilitas tambahan
berupa alat pelindung diri dan/atau peralatan khusus di tempat kerja yang memiliki
potensi bahaya yang bersifat khusus. Pengusaha wajib menyediakan ruang P3K dalam
hal proses produksi mempekerjakan pekerja/buruh 100 orang atau lebih atau kurang dari
100 orang dengan potensi bahaya tinggi.
Ruang P3K juga diatur standarnya, salah satunya meliputi lokasi yang harus dekat
dengan toilet/kamar mandi, jalan keluar, mudah dijangkau, dan dekat dengan tempat
parkir kendaraan. Kotak P3K juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, yaitu
terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibawa, berwarna dasar putih dengan lambang
P3K berwarna putih dengan lambang P3K berwarna hijau dengan isi kotak sesuai dengan
Permenakertrans yang mengatur. Penempatan kotak P3K juga harus pada tempat yang
mudah dilihat dan dijangkau dengan diberi tanda arah yang jelas dan cukup cahaya serta
mudah diangkat apabila digunakan dan disesuaikan dengan jumlah tenaga kerja yang
ada, dan dalam hal tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih masing-
masing unit kerja harus menyediakan kotak P3K sesuai jumlah pekerja/buruh.
1.4.2. Ergonomi

Ergonomi menurut Badan Buruh Internasional (International Labor


Organization/ILO) adalah penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa
untuk mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum
agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan. Pada prosesnya dibutuhkan kerjasama
antara lingkungan kerja (ahli hiperkes), manusia (dokter dan paramedik), serta mesin
perusahaan (ahli tehnik). Kerjasama ini disebut segitiga ergonomi.
Tujuan dari ergonomi adalah efisiensi dan kesejahteraan yang berkaitan erat dengan
produktivitas dan kepuasan kerja. Adapun sasaran dari ergonomi adalah seluruh tenaga
kerja baik sektor formal, informal, maupun tradisional. Pendekatan ergonomi mengacu
pada konsep total manusia, mesin, dan lingkungan yang bertujuan agar pekerjaan dalam
industri dapat berjalan secara efisien, selamat, dan nyaman. Dengan demikian, dalam
penerapannya harus memperhatikan beberapa hal yaitu: tempat kerja, posisi kerja, dan
proses kerja.

Adapun tujuan penerapan ergonomi adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, dengan meniadakan beban


kerja tambahan (fisik dan mental), mencegah penyakit akibat kerja, dan
meningkatkan kepuasan kerja;
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan jalan meningkatkan kualitas
kerjasama sesama pekerja, pengorganisasian yang lebih baik dan
menghidupkan sistem kebersamaan dalam tempat kerja;
3. Berkontribusi di dalam keseimbangan rasional antara aspek-aspek teknik,
ekonomi, antropologi, dan budaya dari sistem manusia-mesin untuk tujuan
meningkatkan efisiensi sistem manusia-mesin.
Adapun manfaat pelaksanaan ergonomi adalah menurunnya angka kesakitan akibat
kerja, menurunnya kecelakaan kerja, biaya pengobatan dan kompensasi berkurang, stress
akibat kerja berkurang, produktivitas membaik, alur kerja bertambah baik, rasa aman
karena bebas dari gangguan cidera, kepuasan kerja meningkat.

Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara lain meliputi: (1) tekhnik; (2)
fisik; (3) pengalaman psikis; (4) anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan
dan gerakan otot dan persendian; (5) anthropometri; (6) sosiologi; (7) fisiologi, terutama
berhubungan dengan temperatur tubuh, oxygen up take dan aktivitas otot; (8) disain; dan
sebagainya.

Aplikasi Ergonomi pada Tenaga Kerja

1. Posisi kerja
Terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana kaki tidak
terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Sedangkan posisi
berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara
seimbang pada dua kaki.
2. Proses kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja
dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus dibedakan ukuran anthropometri
barat dan timur.
3. Tata letak tempat kerja
Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan
simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak digunakan daripada kata-kata.
4. Mengangkat beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan kepala, bahu,
tangan, punggung, dan lain-lain. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera
tulang punggung, jaringan otot, dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.

Supervisi Tenaga Kerja

Semua pekerja secara kontinyu mendapat supervisi medis teratur. Supervisi


medis yang biasanya dilakukan terhadap pekerja antara lain:

a. Pemeriksaan sebelum kerja bertujuan untuk menyesuaikan pekerja baru terhadap


beban kerjanya.
b. Pemeriksaan berkala bertujuan untuk memastikan pekerja sesuai dengan
pekerjaannya dan mendeteksi bila ada kelainan.
c. Nasihat harus diberikan tentang higiene dan kesehatan

1.4.3. Penyakit Akibat Kerja

Menurut International Labour Organization (ILO) tahun 1998, penyakit akibat


kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi kuat dengan
pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.

Beberapa faktor penyebab penyakit akibat kerja, antara lain:

1. Faktor fisik
 Suara bising mengakibatkan ketulian
 Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif menyebabkan penyakit kelainan darah dan
kulit.
 Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramps, hiperpireksia.
Sedangkan suhu yang terlalu rendah menyebabkan frosbite.
 Tekanan udara yang tinggi menyebabkan Caison Disease
 Pencahayaan yang buruk menyebabkan kelainan pada mata.
 Getaran dapat menyebabkan Raynaud’s disease.

2. Faktor kimia
 Debu dapat menyebabkan pneumoconiosis, diantaranya: silikosis, asbestosis dan
lainnya.
 Uap dapat menyebabkan demam uap logam (metal fume fever), dermatosis.
 Gas dapat menyebabkan keracunan, misalkan CO, H2S, Pb dan lainnya.
 Larutan zat kimia dapat menyebabkan iritasi pada kulit
 Awan atau kabut

3. Faktor biologi
 Misalkan bibit penyakit antraks atau brusella yang menyebabkan penyakit akibat
kerja pada tenaga kerja penyamak kulit

4. Faktor fisiologi/ergonomi antara lain kesalahan konstruksi mesin, sikap badan yang
tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang dapat menimbulkan
kelelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat menyebakan
terjadi perubahan fisik.

5. Faktor mental-psikologis
 Hubungan kerja atau hubungan industrial yang tidak baik dapat menyebabkan depresi
atau penyakit psikosomatis.

Penegakan diagnosis penyakit akibat kerja dapat dilakukan melalui 7 langkah,


antara lain:

1. Tentukan Diagnosis klinisnya


Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan
fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk
mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat
dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau
tidak.
2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah
esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini
perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti,
yang mencakup:
 Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara
khronologis
 Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
 Bahan yang diproduksi
 Materi (bahan baku) yang digunakan
 Jumlah pajanannya
 Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
 Pola waktu terjadinya gejala
 Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)
 Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS,
label, dan sebagainya)

3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut, Apakah
terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan
yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan
adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan
diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari
lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang
diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).

4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan
penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan
tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti
lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan
diagnosis penyakit akibat kerja.

5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi. Apakah ada
keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah
keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya
sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat
keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang
dialami.

6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit


Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita
mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun
demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab
di tempat kerja.

7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya


Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan
informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan
sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-
kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu
dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai
penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan
tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. edangkan pekerjaan
dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu
yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya
memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.

1.4.4. Gizi Kerja

Gizi kerja adalah gizi/nutrisi yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi
kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerja tambahan. Gizi kerja menjadi
masalah disebabkan beberapa hal yaitu rendahnya kebiasaan makan pagi, kurangnya
perhatian pengusaha, kurangnya pengetahuan tenaga kerja tentang gizi, tidak mendapat
uang makan, serta jumlah, kapan dan apa dimakan tidak diketahui. Efek dari gizi kerja
yang kurang bagi pekerja adalah:

 Pekerja tidak bekerja dengan maksimal


 Pertahanan tubuh terhadap penyakit berkurang
 Kemampuan fisik pekerja yang berkurang
 Berat badan pekerja yang berkurang atau berlebihan
 Reaksi pekerja yang lamban dan apatis,
 Pekerja tidak teliti
 Efisiensi dan produktivitas kerja berkurang
Jenis pekerjaan dan gizi yang tidak sesuai akan menyebabkan timbulnya berbagai
penyakit seperti obesitas, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit degenerative,
arteriosklerotik, hipertensi, kurang gizi dan mudah terserang infeksi akut seperti
gangguan saluran nafas. Ketersediaan makanan bergizi dan peran perusahaan untuk
memberikan informasi gizi makanan atau pelaksanaan pemberian gizi kerja yang optimal
akan meningkatkan kesehatan dan produktivitas yang setinggi-tingginya.

1. Pemeriksaan Kesehatan

Dalam pelaksanaan program kesehatan kerja, di dalamnya terkandung kewajiban


pelaksanaan pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja. Pemeriksaan kesehatan dilakukan
oleh dokter perusahaan yang ditunjuk oleh pengusaha dan telah memenuhi syarat sesuai
dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Koperasi No. Per.
01/MEN/1976. Tujuan dari dilakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja secara umum
adalah memperoleh dan mempertahankan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
selama bekerja maupun setelah bekerja.

Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja terbagi atas tiga ,antara lain:

 Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja


Ditujukan agar tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi kesehatan
yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan mengenai
tenaga kerja lainnya dan cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan sehingga
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan dan tenaga kerja
lainnya terjamin.

Pemeriksaan yang dilakukan antara lain, pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran


jasmani, rontgen paru, laboratorium rutin dan pemeriksaan lain yang berkaitan
dengan pekerjaan tertentu.

 Pemeriksaan kesehatan berkala


Merupakan pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja
yang dilakukan oleh dokter perusahaan. Pemeriksaan dimaksudkan untuk menilai
kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan sedini mungkin (deteksi
dini) yang kemudian perlu dikendalikan dengan usaha pencegahan. Semua
perusahaan harus melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja
sekurang-kurangnya 1 tahun sekali.
 Pemeriksaan kesehatan khusus
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter perusahan secara khusus
terhadap tenaga kerja tertentu. Pemeriksaan bertujuan untuk menilai adanya pengaruh
dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau kelompok tenaga kerja tertentu.

Pemeriksaan kesehatan khusus dapat dilakukan terhadap:

 Tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan
perawatan lebih dari 2 minggu.
 Tenaga kerja usia lebih dari 40 tahun atau tenaga kerja wanita dan tenaga kerja
cacat, serta tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu.
 Tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguan
kesehatannya. Perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai kebutuhan.

2. HIV/AIDS

HIV/AIDS saat ini di bukan hanya menjadi masalah kesehatan akan tetapi juga menjadi
masalah di bidang dunia kerja yang berdampak pada produktivitas dan profitabilitas
perusahaan. Kementrian Ketenagakerjaan RI telah mengeluarkan Keputusan Menteri No.
68/Men/IV/2004 mengenai pencegahan dan Penaggulangan HIV/AIDS di tempat kerja, di
mana dalam Keputusan Menteru Tenaga Kerja dan Transmigrasi terdapat kewajiban
pengusaha untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat
kerja melalui:

1. Pengembangan kebijakan tentang upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS


di tempat kerja yang dapat dituangkan dalam Peraturan Perusahaan (PP) atau
Perjajian Kerja Bersama (PKB)
2. Pengkomunikasian kebijakan dengan cara menyebarluaskan informasi dan
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
3. Pemberian perlindungan kepada pekerja/buruh dengan HIV/AIDS dari tindak dan
perlakuan diskriminatif.
4. Penerapan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja khusus untuk pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan peraturan perundan-undangan yang
berlaku.
Menurut ILO terdapat beberapa prinsip kunci dan kaidah tentang HIV/AIDS di dunia
kerja yang berlaku bagi semua aspek pekerjaan dan semua tempat kerja, termasuk sektor
kesehatan, antara lain:

1. Isu tempat kerja

HIV/ AIDS adalah isu tempat kerja, karena dia mempengaruhi angkatan kerja, dan karena
tempat kerja dapat memainkan peran vital dalam membatasi penularan dan dampak
epideminya.

2. Nondiskriminasi
Tidak ada diskriminasi terhadap pekerja berdasarkan status HIV yang nyata atau dicurigai.

3. Kesetaraan gender
Hubungan gender yang lebih setara dan pemberdayaan wanita adalah penting untuk
mencegah penularan HIV dan membantu masyarakat mengelola dampaknya.

4. Lingkungan kerja yang sehat


Tempat kerja harus meminimalkan risiko pekerjaan, dan disesuaikan dengan kesehatan dan
kemampuan pekerja.

5. Dialog Sosial
Kebijakan dan program HIV/AIDS yang sukses membutuhkan kerjasama dan saling percaya
antara pengusaha, pekerja dan pemerintah

6. Tidak boleh melakukan skrining untuk tujuan rekrutmen


Tes HIV di tempat kerja harus dilaksanakan secara sukarela dan rahasia, tidak boleh
digunakan untuk menskrining pelamar atau pekerja.

7. Kerahasiaan
Akses kepada data perseorangan, termasuk status HIV pekerja, harus dibatasi oleh aturan dan
kerahasiaan.

8. Melanjutkan hubungan pekerjaan


Pekerja dengan penyakit yang berkaitan dengan HIV harus dibolehkan bekerja dalam kondisi
yang sesuai selama dia mampu secara medik.
9. Pencegahan
Mitra sosial mempunyai posisi yang unik untuk mempromosikan upaya pencegahan melalui
informasi, pendidikan dan dukungan bagi perubahan perilaku.

10. Kepedulian dan dukungan Pekerja berhak mendapat pelayanan kesehatan yang
terjangkau.
BAB II
PELAKSANAAN

2.1 Tanggal dan Waktu Pengamatan


Kunjungan perusahaan ke PT.GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES ini
dilakukan pada hari Kamis tanggal 01 Februari 2018 pukul 14.00-16.00.
2.2 Lokasi Pengamatan
Lokasi PT.GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES terletak di Jalan Raya
Bogor KM 51,5 Bogor, Indonesia.
2.3 Dokumen Pengamatan
BAB III

HASIL PENGAMATAN

Kunjungan ke PT Galenium Pharmasia dilakukan pada hari Kamis, 01 Februari 2018


pada pukul 14.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. Ruang produksi PT Galenium
Pharmasia meliputi ruang produksi, ruang mesin uap, kantin, Instalasi pengolahan air limbah
(IPAL) dan ruang sumber listrik. Selama proses walk through survey berlangsung, penulis
melakukan observasi terhadap faktor fisik, faktor biologi, faktor kimia, kebersihan, petugas
higiene industri dan pengolahan limbah yang dilakukan oleh pekerja. Namun, pada
kesempatan kali ini, penulis tidak mendapat kesempatan untuk memasuki ruangan produksi.
Penulis hanya memperoleh kesempatan mengunjungi ruangan genset, dapur, gudang, dan
IPAL.

3.1 Faktor Fisik


Pada kunjungan ditemukan beberapa faktor fisik yang berbahaya, seperti :

3.1.1 Pencahayaan
Pada ruangan produksi, menurut salah satu tenaga kerja, mendapatkan sumber cahaya
alami (sinar matahari) dan sumber cahaya buatan (lampu). Menurut salah satu tenaga kerja,
pencahayaan pada ruang produksi sudah cukup baik. Penulis mendapatkan kesempatan untuk
mengunjungi ruangan genset. Pada ruangan ini mendapatkan pencahayaan dari sumber
cahaya alami dan sumber cahaya buatan. Menurut pengamatan, pencahayaan pada ruangan ini
sudah cukup baik. Penulis juga memperoleh kesempatan untuk mengunjungi area dapur.
Menurut pengamatan, area dapur sudah memiliki sumber pencahayaan yang cukup baik,
begitu juga dengan ruangan gudang.

3.1.2 Kebisingan
Pada pengamatan yang dilakukan pada ruangan genset, didapatkan adanya mesin
genset yang menjadi sumber kebisingan, seperti mesin otomatis, generator. Pengakuan dari
beberapa petugas bahwa para petugas menggunakan APD ear plug ataupun earmuff, namun
keadaan ini tidak dipantau oleh anggota kita. Petugas bekerja 8 jam perhari tanpa dilakukan
rotasi pekerjaan. Rutin dilakukan pengukuran intensitas bising di tempat kerja perusahaan dan
tidak ada pemeriksaan rutin untuk karyawan untuk screening gangguan pendengaran akibat
kebisingan.
3.1.3 Iklim dan Suhu
Pada pengamatan di ruang genset, dapur, dan gudang didapatkan suhu ruangan yang
terasa cukup panas. Hal ini dikarenakan atap yang terbuat dari alumunium, kurangnya
ventilasi di ruangan tersebut, lalu kurangnya exhaust sehingga kurangnya sirkulasi udara
dalam keluar. Di ruang beberapa kantor AC tidak berfungsi dengan maksimal dan tidak ada
ventilasi yang memadai.

3.1.4 Getaran
Pada hasil wawancara salah satu tenaga kerja, diapatkan adanya benda-benda yang
dapat menghasilkan getaran pada pekerja yaitu di ruang generator, mesin forklift. Berbeda hal
nya dengan proses powder coating, dimana proses ini berjalan di ruangan tersendiri dengan
peletakan produk yang ingin diwarnai dengan spray powder sejalan dengan conveyor, di oven
kemudian dikeringkan. Hasil akhir produk kemudian diperiksa secara seksama, hasil yang
tidak sesuai dengan quality control atau produk reject dikumpulkan dan akan melalui proses
remelt yang merupakan proses peleburan kembali menjadi alumunium alloy di oven dengan
suhu 700°C. Setelah aluminium kembali cair, akan dilanjutkan pada proses dieshop,
membentuk aluminium melalui cetakan. Setelah selesai produk yang sudah lolos pemeriksaan
quality control akan melalui tahap akhir yaitu fabrication dimana pada tahap ini produk akan
diamplas permukaannya pada suatu ruangan khusus. Pada akhirnya produk yang telah selesai
akan dikemas dan dikirim.

3.2 Faktor Biologi


Berdasarkan pengamatan penulis di PT. Galenium Pharmasia, ditemukan
beberapa faktor biologi, yaitu:
1) Terdapat genangan air yang terbuka yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan
vector
2) Tumbuh lumut dan lantai pada dinding kamar mandi
3) Tumbuh lumut pada area pengolahan limbah
4) Tidak tersedia ruang makan ataupun kantin sehingga dapat terpapar oleh bakteri yang
digunakan dalam proses pengolahan limbah yang dapat menyebabkan tenaga kerja
terkena penyakit.
Perlu dilakukannya pencegahan guna menghindari hal-hal yang dapat terjadi akibat faktor
biologi yaitu melakukan pengendalian vektor yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja
maupun kecelakaan kerja seperti menghilangkan dengan menutup genangan air, memberikan
label atau tanda bahaya di tempat yang berisiko timbul kecelakaan maupun penyakit akibat
kerja, serta desinfeksi dan dekontaminasi secara teratur lumut yang berada di kamar mandi,
bersihkan secara teratur area pengolahan limbah.

3.3 Sanitasi Lingkungan Industri


Berdasarkan pengamatan selama di PT. Galenium Pharmasia, ditemukan kebersihan
umum perusahaan kurang terjaga ditinjau dari interior maupun eksterior bangunan pabrik.
Kebersihan di dalam perusahaan seperti dinding, lantai, dan atap kurang baik. Daerah kerja
tampak bersih dari sampah, tetapi banyak sekali debu. Namun berdasarkan pengamatan
bahwa PT. Galenium sudah memiliki upaya dalam menjaga kebersihan dengan cara terdapat
tukang bersih bersih dengan cara menyapu debu- debu yang ada. Selain itu terdapat tulisan
“jagalah kebersihan” yang ditempel sebagai usaha dari perusahaan untuk mengingatkan
pekerjanya agar menjaga kebersihan.
Tampak terdapat beberapa tempat sampah namun tidak di setiap ruangan. Sampah
sampah tidak langsung dibuang, melainkan dikumpulkan terlebih dahulu di halaman depan.
Di luar ruangan kerja tidak terdapat wastafel untuk mencuci tangan, terdapat 3 toilet umum
yang lantai, dinding, kloset jongkoknya sudah berlumut dan terdapat banyak sampah. Pada
toilet tidak ditemukan adanya sabun l menggunakan air PAM dan air dari sumur bor.
Sedangkan untuk minum air didapat dari air galon.

3.4 Petugas Hiegine Industri


Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung, terdapat peraturan yang
mengharuskan bagi seluruh tenaga kerja untuk melakukan cuci tangan, penggunaan sarung
tangan, masker, goggle, dan nursing cap di tempat kerja (dirty prevention) sebelum
melakukan aktivitas kerja. Menurut narasumber, tenaga kebersihan (cleaning sevice) di PT.
Galenium Pharmasia berlaku dua shift, namun tenaga kebersihan tidak tampak ketika
pengamatan sedang dilakukan. Kebersihan diri dan lingkungan menjadi tanggung jawab
perorangan. Terdapat peraturanuntuk semua karyawan agar selalu membersihkan lingkungan
tempat kerja dan diri sebelum jam kerja selesai.

3.5 Proses Pengolahan Limbah


Proses pengolahan limbah pada PT. Galenium Pharmasia sudah cukup baik. Limbah
cair hasil proses anodizing dan rinse caustic ditampung pada tangka limbah yang kemudian
akan dialirkan ke bagian bak equalizer. Limbah kemudian mengalir menuju ke bak
neutralizing. Pada bak neutralizing terjadi proses netralisasi pH cairan limbah. Jika cairan
limbah merupakan hasil proses adonizing, cairan limbah asam akan ditambahkan dengan
cairan caustic yang bersifat basa hingga menjadi netral, sedangkan jika cairan limbah bersifat
basa akibat proses rinse caustic, akan ditambahkan dengan asam sulfat yang bersifat asam
hingga menjadi netral. Setelah melalui tanki neutralizing, cairan limbah yang telah bersifat
netral akan mengalir ke pressing container. Cairan limbah akan mengalami proses penekanan
sehingga akan terbentuk endapan dan air. Air akan mengalir ke water container sedangkan
endapan yang terbentuk akan di tampung pada sebuah container lain. Setelah proses tersebut,
air yang sudah bersifat netral dan tidak berbahaya tersebut akan dialirkan secara perlahan ke
saluran pembuangan air yang kemudian akan mengalir ke parit yang terletak di sekitar
gedung perusahaan. Pembuangan limbah yang bersifat B3, di mana material tersebut akan
dipilah mana yang bersifat B3 dan tidak bersifat B3, diolah lebih lanjut sehingga aman
terhadap lingkungan. Limbah padat akan di remelting untuk dijadikan produk lain dan limbah
cair diolah kembali menjadi tawas.
BAB IV

PEMECAHAN MASALAH

No Rumusan Peraturan perundangan Standart/Saran


masalah yang berlaku
1. Fasilitas Pelayanan
Kesehatan:
- Hanya terdapat Permenakertrans Pada tempat kerja dengan potensi
satu orang No.15/MEN/VIII/2008 bahaya rendah:
petugas P3K di tentang Pertolongan - Jumlah pekerja 25-150 orang,
ruang P3K Pertama Pada Kecelakaan Jumlah petugas P3K 1 orang
Di Tempat Kerja - Jumlah pekerja > 150 orang, jumlah
petugas P3K 1 orang untuk setiap
150 orang atau kurang
Pada tempat kerja dengan potensi
bahaya tinggi:
- Jumlah pekerja orang, Jumlah
petugas P3K 1 orang
- Jumlah pekerja > 100 orang, jumlah
petugas P3K 1 orang untuk setiap
100 orang atau kurang

Program Kesehatan:
2.
Upaya preventive

- Pemberian - Permenakertrans - Pembinaan dan pengawasan kesehatan


suplemen No.02/MEN/1980 kerja dan lingkungan kerja minimal
kesehatan tidak tentang Pemeriksaan setiap 3 bulan sekali
ada pada Kesehatan Tenaga -Pemberian penyuluhan tentang
perusahaan ini. Kerja dalam pentingnya APD dan bila melanggar
- Penggunaan alat Penyelenggaraan akan diberi sanksi.
pelindung diri Keselamatan Kerja
masih sangat - Permenakertrans
kurang. No.Per.03/Men/1982
tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja
- Permenakertrans
No.08/Men/VII/2010
tentang Alat Pelindung
Diri

Upaya Promotif
- Permenakertrans - Pemberian penyuluhan tentang HIV
-Tidak pernah No.03/Men/1982 tentang AIDS dan penyakit tersering minimal
dilakukan PKK 1 kali dalam 1 tahun.
penyuluhan - Pemberian poster peringatan disetiap
mengenai HIV alat yang berbahaya dan poster
AIDS, hanya keselamatan kerja disetiap
penyuluhan tentang departemen.
DBD dan Narkoba.
-Kurangnya poster
peringatan bahaya,
dan pencegahan
kecelakaan kerja.

Upaya Kuratif: - -
-
Upaya Rehabilitatif:

- Tidak adanya - Konfensi ILO No. - Peningkatan upaya promotif dan


pemindahan tugas 159/1983 tentang proses preventif sehingga tidak terulang
pekerjaan apabila pemulihan tenaga kerja kembali kecelakaan akibat kerja.
karyawan tersebut dari kecelakaan atau - Terdapat penilaian dan konseling
mengalami penyakit untuk dapat dalam upaya pemulihan kecelakaan
kecelakaan kerja bekerja kembali baik di yang di alaminya, sehingga
tempat kerja semula atau penempatannya tepat.
baru yang sesuai dengan - Peningkatan pelayanan pengobatan
kondisi dan
pada klinik perusahaan.
kemampuannya
- Permenakertrans No.
Per.03/Men/1982 tentang
PKK yang meliputi usaha
promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif.

3. Pencegahan HIV
AIDS :
- Pemeriksaan HIV - Kepmenakertrans No. - Pengusaha wajib melakukan upaya
AIDS belum 68/MEN/IV/2004 tentang pencegahan dan penanggulangan
optimal Pencegahan dan HIV/AIDS di tempat kerja
Penanggulangan HIV - Pemeriksaan HIV AIDS tidak
AIDS di tempat kerja menjadi kewajiban calon tenaga kerja
- Kepdirjen PPK No. kecuali atas inisiatif (permintaan)
Kep.22/DJPPK/V/2008 individu tersebut.
tentang Petunjuk Teknis - Calon tenaga kerja dengan HIV AIDS
Penyelenggaraan positif diperbolehkan untuk bekerja
Pelayanan Kesehatan dengan pemberian edukasi dan
Kerja. pertimbangan pekerjaan yang sesuai.
4. Pemeriksaan
Kesehatan:
- Tidak diadakan - Undang undang no 1 - Mengadakan pemeriksaan awal dan
pemeriksaan tahun 1970 tentang juga pemeriksaan khusus untuk
kesehatan awal keselamatan kerja menilai adanya pengaruh-pengaruh
dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga
- Tidak diadakan - Permenaker no 2/Men/ kerja atau golongan-golongan tenaga
pemeriksaan secara 1980 tentang kerja tertentu.
khsus pemeriksaan kesehatan
tenaga kerja dalam
penyelenggaraan
keselamatan kerja
5. Kesesuaian Pekerja
dengan Alat:
- Cara kerja pekerja - UU no.1 tahun 1970 - Melakukan penyuluhan tentang
mengangkat barang tentang keselamatan bagaimana sikap tubuh yang
yang sudah dikemas kerja ergonomis dalam bekerja.
dalam kardus untuk - UU RI no.13 tahun 2003 - Melakukan penyuluhan tentang
diletakkan ke hand tentang ketenagakerjaan bagaimana cara mengangkat dan
lift menggunakan - PP no.50 tahun 2012 mengangkut yang benar.
punggung sebagai tentang penerapan - Menyediakan alat-alat sesuai
tumpuan sehingga SMK3 ergonomi.
menyebabkan risiko
nyeri pinggang
bawah.
- - Kursi yang
mereka gunakan
tidak memiiki
sandaran sehingga
posisi cenderung
membungkuk
-
6. Perusahaan tidak Peraturan Menteri - Perusahaan harus mengetahui
memperhatikan Kesehatan No. 75 Tahun kebutuhan energi yang diperlukan
kecukupan sgizi 2013 tentang Angka tenaga kerja sesuai dengan beban kerja
kerja karyawannya, Kecukupan Gizi yang aktifitas fisiknya.
karena porsi dianjurkan Bagi Bangsa - Melakukan identifikasi Angka
makanan dipukul Indonesia. kecukupan Gizi pekerja
rata baik untuk
perempuan dan laki-
laki. Maupun untuk
orang yang gemuk
ataupun kurus

- Dapur pengap - Surat edaran direktur - Membuat ruang ventilasi yang lebih
dan panas serta Jendral Bina Hubungan banyak sehingga ruang di dalam
ventilasi yang Ketenagakerjaan dan kantin tidak cepat tinggi dan pengap.
kurang Pengawasan Norma - Membuat cerobong asap dengan
kerja No: SE bantuan hexos/kipas untuk
- Tidak pernah ada 86/BW/1989 tentang mempercepat asap akibat masak cepat
penyuluhan Perusahaan Catering keluar dari ruangan.
tentang Yang Mengelola - Mengadakan penyuluhan tentang
kebutuhan dan Makanan Bagi Tenaga kebutuhan gizi kerja.
pentingnya gizi Kerja
bagi pekerja - Surat edaran menteri
tenaga kerja dan
transmigrasi NO. SE.
01/men/1979/ tentang
pengadaan kantin dan
ruang makan
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


BAB VII

PENUTUP

Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kesehatan dan
keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perlindungan dan
keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap
pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak
selalu berkaitan dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting dalam
ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan perundang-undangan
yang dibuat untuk mengatur nmasalah kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun banyak
ketentuan yang mengatur mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak
faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut sebagai
bahaya kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi standar
keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja.
Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi semua pihak. Tidak hanya bagi para pekerja,
tetapi juga pengusaha itu sendiri, masyarakat dan lingkungan sehingga dapat tercapai
peningkatan mutu kehidupan dan produktivitas nasional.

Anda mungkin juga menyukai