PENDAHULUAN
Namun, potensi bahaya yang muncul dapat berupa cara kerja dari tenaga kerja,
peralatan kerja yang canggih, beban kerja yang berat akan mengakibatkan penyakit akibat
kerja, sehingga dapat menyebabkan kecacatan, bahkan mungkin kematian. Kecelakaan
ditempat kerja merupakan penyebab utama penderita perorangan dan penurunan
produktivitas. Menurut ILO (2003), setiap hari rata-rata 6000 orang meninggal akibat
sakit dan kecelakaan kerja atau 2,2 juta orang pertahun sebanyak 300.000 orang pertahun,
diantaranya meninggal akibat sakit atau kecelakaan kerja. Oleh karena itu, antisipasi
terhadap potensi bahaya tersebut harus dilaksanakan sedini mungkin.
Sebagai salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang sarat dengan muatan Hak
Asasi Manusia (HAM) termasuk salah satu syarat dalam memenuhi tuntutan globalisasi
dunia sehingga K3 perlu mendapat perhatian kita untuk lebih dimasyarakatkan kepada
seluruh dunia usaha dan unsur terkait lainnya. Pengembangan dan peningkatan K3 di
sektor kesehatan perlu dilakukan dalam rangka menekan serendah mungkin resiko
penyakit yang timbul akibat hubungan kerja untuk meningkatkan produktivitas dan
efisiensi kerja.
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing
perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit
menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja
(produktivitas kerja yang rendah). Hal tersebut perlu didukung dengan tenaga kerja yang
kompeten. Oleh karena itu, disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu
memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja. Visi Pembangunan Kesehatan di Indonesia yang dilaksanakan adalah Indonesia
Sehat 2010 dimana penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu
memperoleh layanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2002).
1.3.2 Alamat
Alamat : Jl. Raya Bogor No. 507 KM 51.5, Sukaraja, Bogor, Jawa Barat.
Kode Pos : 16710
Misi :
Meningkatkan pertumbuhan yang berkesinambungan untuk memberikan hasil usaha
terbaik kepada para pemangku kepentingan dengan menerapkan :
1. Tata Kelola Perusahaan yang Baik.
2. Memberdayakan Sumber Daya Manusia yang berkompetensi tinggi.
3. Peduli pada kemanusiaan dan lingkungan.
1.3.4 Alur Produksi
(granulasi Basah)
Pengiriman
Kesehatan kerja adalah upaya penyeserasian antara kapasitas kerja, beban kerja, dan
lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan
dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja
yang optimal (UU Kesehatan 1992 Pasal 23). Kesehatan kerja bertujuan untuk
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental dan sosial bagi
masyarakat pekerja dan masyarakat yang berada di lingkungan perusahaan. Aplikasi
kesehatan kerja berupa upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Promosi kesehatan merupakan ilmu pengetahuan dan seni yang membantu seseorang
untuk mengubah gaya hidup menuju kesehatan yang optimal, yaitu terjadinya
keseimbangan kesehatan fisik, emosi, spiritual dan intelektual. Tujuan promosi kesehatan
di tempat kerja adalah terciptanya perilaku dan lingkungan kerja sehat juga produktivitas
yang tinggi. Tujuan dari promosi kesehatan adalah:
Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara lain meliputi: (1) tekhnik; (2)
fisik; (3) pengalaman psikis; (4) anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan
dan gerakan otot dan persendian; (5) anthropometri; (6) sosiologi; (7) fisiologi, terutama
berhubungan dengan temperatur tubuh, oxygen up take dan aktivitas otot; (8) disain; dan
sebagainya.
1. Posisi kerja
Terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana kaki tidak
terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Sedangkan posisi
berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara
seimbang pada dua kaki.
2. Proses kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja
dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus dibedakan ukuran anthropometri
barat dan timur.
3. Tata letak tempat kerja
Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan
simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak digunakan daripada kata-kata.
4. Mengangkat beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan kepala, bahu,
tangan, punggung, dan lain-lain. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera
tulang punggung, jaringan otot, dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.
1. Faktor fisik
Suara bising mengakibatkan ketulian
Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif menyebabkan penyakit kelainan darah dan
kulit.
Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramps, hiperpireksia.
Sedangkan suhu yang terlalu rendah menyebabkan frosbite.
Tekanan udara yang tinggi menyebabkan Caison Disease
Pencahayaan yang buruk menyebabkan kelainan pada mata.
Getaran dapat menyebabkan Raynaud’s disease.
2. Faktor kimia
Debu dapat menyebabkan pneumoconiosis, diantaranya: silikosis, asbestosis dan
lainnya.
Uap dapat menyebabkan demam uap logam (metal fume fever), dermatosis.
Gas dapat menyebabkan keracunan, misalkan CO, H2S, Pb dan lainnya.
Larutan zat kimia dapat menyebabkan iritasi pada kulit
Awan atau kabut
3. Faktor biologi
Misalkan bibit penyakit antraks atau brusella yang menyebabkan penyakit akibat
kerja pada tenaga kerja penyamak kulit
4. Faktor fisiologi/ergonomi antara lain kesalahan konstruksi mesin, sikap badan yang
tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang dapat menimbulkan
kelelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat menyebakan
terjadi perubahan fisik.
5. Faktor mental-psikologis
Hubungan kerja atau hubungan industrial yang tidak baik dapat menyebabkan depresi
atau penyakit psikosomatis.
3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut, Apakah
terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan
yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan
adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan
diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari
lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang
diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan
penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan
tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti
lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan
diagnosis penyakit akibat kerja.
5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi. Apakah ada
keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah
keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya
sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat
keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang
dialami.
Gizi kerja adalah gizi/nutrisi yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi
kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerja tambahan. Gizi kerja menjadi
masalah disebabkan beberapa hal yaitu rendahnya kebiasaan makan pagi, kurangnya
perhatian pengusaha, kurangnya pengetahuan tenaga kerja tentang gizi, tidak mendapat
uang makan, serta jumlah, kapan dan apa dimakan tidak diketahui. Efek dari gizi kerja
yang kurang bagi pekerja adalah:
1. Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan
perawatan lebih dari 2 minggu.
Tenaga kerja usia lebih dari 40 tahun atau tenaga kerja wanita dan tenaga kerja
cacat, serta tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu.
Tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguan
kesehatannya. Perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai kebutuhan.
2. HIV/AIDS
HIV/AIDS saat ini di bukan hanya menjadi masalah kesehatan akan tetapi juga menjadi
masalah di bidang dunia kerja yang berdampak pada produktivitas dan profitabilitas
perusahaan. Kementrian Ketenagakerjaan RI telah mengeluarkan Keputusan Menteri No.
68/Men/IV/2004 mengenai pencegahan dan Penaggulangan HIV/AIDS di tempat kerja, di
mana dalam Keputusan Menteru Tenaga Kerja dan Transmigrasi terdapat kewajiban
pengusaha untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat
kerja melalui:
HIV/ AIDS adalah isu tempat kerja, karena dia mempengaruhi angkatan kerja, dan karena
tempat kerja dapat memainkan peran vital dalam membatasi penularan dan dampak
epideminya.
2. Nondiskriminasi
Tidak ada diskriminasi terhadap pekerja berdasarkan status HIV yang nyata atau dicurigai.
3. Kesetaraan gender
Hubungan gender yang lebih setara dan pemberdayaan wanita adalah penting untuk
mencegah penularan HIV dan membantu masyarakat mengelola dampaknya.
5. Dialog Sosial
Kebijakan dan program HIV/AIDS yang sukses membutuhkan kerjasama dan saling percaya
antara pengusaha, pekerja dan pemerintah
7. Kerahasiaan
Akses kepada data perseorangan, termasuk status HIV pekerja, harus dibatasi oleh aturan dan
kerahasiaan.
10. Kepedulian dan dukungan Pekerja berhak mendapat pelayanan kesehatan yang
terjangkau.
BAB II
PELAKSANAAN
HASIL PENGAMATAN
3.1.1 Pencahayaan
Pada ruangan produksi, menurut salah satu tenaga kerja, mendapatkan sumber cahaya
alami (sinar matahari) dan sumber cahaya buatan (lampu). Menurut salah satu tenaga kerja,
pencahayaan pada ruang produksi sudah cukup baik. Penulis mendapatkan kesempatan untuk
mengunjungi ruangan genset. Pada ruangan ini mendapatkan pencahayaan dari sumber
cahaya alami dan sumber cahaya buatan. Menurut pengamatan, pencahayaan pada ruangan ini
sudah cukup baik. Penulis juga memperoleh kesempatan untuk mengunjungi area dapur.
Menurut pengamatan, area dapur sudah memiliki sumber pencahayaan yang cukup baik,
begitu juga dengan ruangan gudang.
3.1.2 Kebisingan
Pada pengamatan yang dilakukan pada ruangan genset, didapatkan adanya mesin
genset yang menjadi sumber kebisingan, seperti mesin otomatis, generator. Pengakuan dari
beberapa petugas bahwa para petugas menggunakan APD ear plug ataupun earmuff, namun
keadaan ini tidak dipantau oleh anggota kita. Petugas bekerja 8 jam perhari tanpa dilakukan
rotasi pekerjaan. Rutin dilakukan pengukuran intensitas bising di tempat kerja perusahaan dan
tidak ada pemeriksaan rutin untuk karyawan untuk screening gangguan pendengaran akibat
kebisingan.
3.1.3 Iklim dan Suhu
Pada pengamatan di ruang genset, dapur, dan gudang didapatkan suhu ruangan yang
terasa cukup panas. Hal ini dikarenakan atap yang terbuat dari alumunium, kurangnya
ventilasi di ruangan tersebut, lalu kurangnya exhaust sehingga kurangnya sirkulasi udara
dalam keluar. Di ruang beberapa kantor AC tidak berfungsi dengan maksimal dan tidak ada
ventilasi yang memadai.
3.1.4 Getaran
Pada hasil wawancara salah satu tenaga kerja, diapatkan adanya benda-benda yang
dapat menghasilkan getaran pada pekerja yaitu di ruang generator, mesin forklift. Berbeda hal
nya dengan proses powder coating, dimana proses ini berjalan di ruangan tersendiri dengan
peletakan produk yang ingin diwarnai dengan spray powder sejalan dengan conveyor, di oven
kemudian dikeringkan. Hasil akhir produk kemudian diperiksa secara seksama, hasil yang
tidak sesuai dengan quality control atau produk reject dikumpulkan dan akan melalui proses
remelt yang merupakan proses peleburan kembali menjadi alumunium alloy di oven dengan
suhu 700°C. Setelah aluminium kembali cair, akan dilanjutkan pada proses dieshop,
membentuk aluminium melalui cetakan. Setelah selesai produk yang sudah lolos pemeriksaan
quality control akan melalui tahap akhir yaitu fabrication dimana pada tahap ini produk akan
diamplas permukaannya pada suatu ruangan khusus. Pada akhirnya produk yang telah selesai
akan dikemas dan dikirim.
PEMECAHAN MASALAH
Program Kesehatan:
2.
Upaya preventive
Upaya Promotif
- Permenakertrans - Pemberian penyuluhan tentang HIV
-Tidak pernah No.03/Men/1982 tentang AIDS dan penyakit tersering minimal
dilakukan PKK 1 kali dalam 1 tahun.
penyuluhan - Pemberian poster peringatan disetiap
mengenai HIV alat yang berbahaya dan poster
AIDS, hanya keselamatan kerja disetiap
penyuluhan tentang departemen.
DBD dan Narkoba.
-Kurangnya poster
peringatan bahaya,
dan pencegahan
kecelakaan kerja.
Upaya Kuratif: - -
-
Upaya Rehabilitatif:
3. Pencegahan HIV
AIDS :
- Pemeriksaan HIV - Kepmenakertrans No. - Pengusaha wajib melakukan upaya
AIDS belum 68/MEN/IV/2004 tentang pencegahan dan penanggulangan
optimal Pencegahan dan HIV/AIDS di tempat kerja
Penanggulangan HIV - Pemeriksaan HIV AIDS tidak
AIDS di tempat kerja menjadi kewajiban calon tenaga kerja
- Kepdirjen PPK No. kecuali atas inisiatif (permintaan)
Kep.22/DJPPK/V/2008 individu tersebut.
tentang Petunjuk Teknis - Calon tenaga kerja dengan HIV AIDS
Penyelenggaraan positif diperbolehkan untuk bekerja
Pelayanan Kesehatan dengan pemberian edukasi dan
Kerja. pertimbangan pekerjaan yang sesuai.
4. Pemeriksaan
Kesehatan:
- Tidak diadakan - Undang undang no 1 - Mengadakan pemeriksaan awal dan
pemeriksaan tahun 1970 tentang juga pemeriksaan khusus untuk
kesehatan awal keselamatan kerja menilai adanya pengaruh-pengaruh
dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga
- Tidak diadakan - Permenaker no 2/Men/ kerja atau golongan-golongan tenaga
pemeriksaan secara 1980 tentang kerja tertentu.
khsus pemeriksaan kesehatan
tenaga kerja dalam
penyelenggaraan
keselamatan kerja
5. Kesesuaian Pekerja
dengan Alat:
- Cara kerja pekerja - UU no.1 tahun 1970 - Melakukan penyuluhan tentang
mengangkat barang tentang keselamatan bagaimana sikap tubuh yang
yang sudah dikemas kerja ergonomis dalam bekerja.
dalam kardus untuk - UU RI no.13 tahun 2003 - Melakukan penyuluhan tentang
diletakkan ke hand tentang ketenagakerjaan bagaimana cara mengangkat dan
lift menggunakan - PP no.50 tahun 2012 mengangkut yang benar.
punggung sebagai tentang penerapan - Menyediakan alat-alat sesuai
tumpuan sehingga SMK3 ergonomi.
menyebabkan risiko
nyeri pinggang
bawah.
- - Kursi yang
mereka gunakan
tidak memiiki
sandaran sehingga
posisi cenderung
membungkuk
-
6. Perusahaan tidak Peraturan Menteri - Perusahaan harus mengetahui
memperhatikan Kesehatan No. 75 Tahun kebutuhan energi yang diperlukan
kecukupan sgizi 2013 tentang Angka tenaga kerja sesuai dengan beban kerja
kerja karyawannya, Kecukupan Gizi yang aktifitas fisiknya.
karena porsi dianjurkan Bagi Bangsa - Melakukan identifikasi Angka
makanan dipukul Indonesia. kecukupan Gizi pekerja
rata baik untuk
perempuan dan laki-
laki. Maupun untuk
orang yang gemuk
ataupun kurus
- Dapur pengap - Surat edaran direktur - Membuat ruang ventilasi yang lebih
dan panas serta Jendral Bina Hubungan banyak sehingga ruang di dalam
ventilasi yang Ketenagakerjaan dan kantin tidak cepat tinggi dan pengap.
kurang Pengawasan Norma - Membuat cerobong asap dengan
kerja No: SE bantuan hexos/kipas untuk
- Tidak pernah ada 86/BW/1989 tentang mempercepat asap akibat masak cepat
penyuluhan Perusahaan Catering keluar dari ruangan.
tentang Yang Mengelola - Mengadakan penyuluhan tentang
kebutuhan dan Makanan Bagi Tenaga kebutuhan gizi kerja.
pentingnya gizi Kerja
bagi pekerja - Surat edaran menteri
tenaga kerja dan
transmigrasi NO. SE.
01/men/1979/ tentang
pengadaan kantin dan
ruang makan
BAB V
PENUTUP
Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kesehatan dan
keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perlindungan dan
keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap
pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak
selalu berkaitan dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting dalam
ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan perundang-undangan
yang dibuat untuk mengatur nmasalah kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun banyak
ketentuan yang mengatur mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak
faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut sebagai
bahaya kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi standar
keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja.
Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi semua pihak. Tidak hanya bagi para pekerja,
tetapi juga pengusaha itu sendiri, masyarakat dan lingkungan sehingga dapat tercapai
peningkatan mutu kehidupan dan produktivitas nasional.