Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PHARMACEUTICAL COMPOUDING
AND DISPENSING (PCD)
“SWAMEDIKASI”
KASUS 9

Dosen Pengampu:
Dr. Titik Sunarni, M.Si., Apt.

Disusun Oleh:
Anis Dwi Cahyani 1920384216

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER XXXVIII


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2019
BAB I
A. Latar belakang

Swamedikasi adalah upaya yang dilakukan oleh individu yang bertujuan untuk mengobati
segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obatan yang dapat dibeli bebas diapotek atas
inisiatif sendiri tanpa resep dokter.
Swamedikasi (Self Medication) bagi sebagian masyarakat adalah melakukan pengobatan
mandiri, tanpa melalui dokter ketika sedang sakit. Biasanya swamedikasi dilakukan untuk
mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk, pilek, demam, sakit kepala, maag, gatal-
gatal, nyeri otot hingga iritasi mata ringan pada mata. Sedangkan konsep swamedikasi modern
swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan tentunya mengkonsumsi
vitamin dan food supplement unuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Swamedikasi bertujuan untuk meningkatkan kesehatan diri, mengobatipenyakit ringan dan
mengelola pengobatan rutin dari penyakit kronis setelah melaluipemantauan dokter. Sedangkan
fungsi dan peran swamedikasi lebih terfokus padapenanganan terhadap gejala secara cepat dan
efektif tanpa intervensi sebelumnya olehkonsultan medis kecuali apoteker, sehingga dapat
mengurangi beban kerja padakondisi terbatasnya sumber daya dan tenaga.

Ciri umum mengenai swamedikasi antara lain :

1. Dipengaruhi oleh perilaku seseorang yang dikarenakan kebiasaan, adat, tradisi


ataupun kepercayaan
2. Dipengaruhi faktor sosial politik dan tingkat pendidikan
3. Dilakukan bila dirasa perlu
4. Tidak termasuk dalam kerja medis profesional
5. Bervariasi praktiknya dan dilakukan oleh semua kelompok masyarakat.

Akan tetapi bila penatalaksanaannya tidak rasional, swamedikasi dapat menimbulkan


kerugian seperti:
1. kesalahan pengobatan karena ketidaktepatan diagnosis sendiri;
2. penggunaan obat yang terkadang tidak sesuai karena informasi bias
dari iklan obat di media;
3. pemborosan waktu dan biaya apabila swamedikasi tidak rasional;
4. dapat menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan seperti sensitivitas,alergi, efek
samping atau resistensi
Berdasarkan kelompok obat yang baik digunakan untuk swamedikasi adalah obat-obat yang
termasuk dalam: obat Over the Counter (OTC) dan Obat Wajib Apotek (OWA).

Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dijual secara bebas diwarung kelontong, toko obat
dan apotek. Pemakaian obat bebas ditujukan untuk mengatasi penyakit ringan sehingga tidak
memerlukan pengawasan dari tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada
kemasan, hal ini dikarenakan jenis zat aktif pada obat bebas relatif aman. Efek samping yang
ditimbulkan pun minimum dan tidak berbahaya. Karena semua informasi penting untuk
swamedikasi dengan obat bebas tertera pada kemasan atau brosur informasi di dalamnya,
pembelian obat sangat disarankan dengan kemasannya. Logo khas obat bebas adalah tanda
berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Yang termasuk obat golongan ini
contohnya adalah analgetik antipiretik (parasetamol), vitamin dan mineral. Dan golongan obat
yang disebut juga obat W (atau Waarschuwing) yang artinya waspada. Diberi nama obat bebas
terbatas karena ada batasan jumlah dan kadar dari zat aktifnya. Seperti Obat Bebas, Obat Bebas
Terbatas mudah didapatkan karena dijual bebas dan dapat dibeli tanpa resep dokter.obat bebas
terbatas dijual dengan disertai beberapaperingatan dan informasi memadai bagi masyarakat luas.
Obat ini dapat dikenali lewat lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam yang mengelilingi.
obat bebas terbatas : obat batuk, obat flu, obat pereda rasa nyeri, obat yang mengandung
antihistamin (Depkes, 2006).

Obat Wajib Apotek adalah golongan obat yang wajib tersedia di apotek. Merupakan obat
keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Obat ini aman
dikonsumsi bila sudah melalui konsultasi dengan apoteker. Tujuan digolongkannya obat ini
adalah untuk melibatkan apoteker dalam praktik swamedikasi. Tidak ada logo khusus pada
golongan obat wajib apotek, sebab secara umum semua obat OWA merupakan obat keras. Obat
wajib apotek terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta
tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, anti parasit
dan obat kulit topikal.

Nyeri merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguan-gangguan di tubuh


seperti peradangan, infeksi, dan kejang otot. Nyeri juga dapat dikatakan sebagai pengalaman
sensorik serta emosional yang tidak menyenangkan karena kerusakan jaringan, baik aktual
maupun potensial (Depkes, 2006).

Penyebab timbulnya rasa nyeri adalah adanya rangsangan pada ujung syaraf akibat kerusakan
jaringan tubuh yang terjadi karena (Depkes, 2006):
- Trauma, misalnya akibat benda tajam, benda tumpul, bahan kimia, dan lain-lain
- Proses infeksi atau peradangan

A. Tujuan swamedikasi
1. Mengetahui penyakit nyeri otot
2. Mengetahui gejala nyeri otot
3. Mengetahui rekomendasi pengobatan nyeri otot pada swamedikasi
BAB II
ISI

A. Patofisiogi Nyeri
Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi maupun rendah
seperti perenggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang mengalami nekrotik akan
merilis K+ dan protein intraseluler. Peningkatan kadar K+ ekstraseluler akan menyebabkan
depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada beberapa keadaan akan menginfiltrasi
mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan/inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri
dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamine yang akan
merangasang nociceptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat
menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia) (Bahrudin, 2017).
Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin
akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah maka akan
terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K+ ekstraseluler dan H+ yang selanjutnya
mengaktifkan nosiseptor. Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator
dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan
jaringan meningkat dan juga terjadi Perangsangan nosiseptor. Bila nosiseptor terangsang maka
mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang
akan merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi,
mungkin juga bertanggung jawab untuk serangan migrain. Peransang nosiseptor inilah yang
menyebabkan nyeri (Bahrudin, 2017).
Gam
bar 1. Mekanisme nyeri

B. Klasifikasi Nyeri
Secara umum nyeri terbagi ke dalam 2 kategori yaitu nyeri akut dan kronis. Namun, karena
sifat nyeri yang multidimensional maka nyeri dapat juga diagi ke dalam 3 kategori yaitu nyeri
akut, nyeri kronis non-kanker, serta nyeri pada penyakit kanker.
a. Nyeri akut
Nyeri akut dapat didefinisikan sebagai pengalaman emosional, kognitif dan sensorik tidak
menyenangkan akibat adanya trauma jaringan. Penyebab nyeri akut yang paling sering yaitu
trauma, oprasi, persalinan, penatalaksanaan medis dan penyakit akut. Nyeri akut dapat berfungsi
sebagai proses fisiologis atau peringatan adanya potensi untuk terjadi cedera jaringan yang lebih
parah. Nyeri ini memiliki durasi kurang dari 3 bulan (APS, 2014).
b. Nyeri kronis non-kanker
Nyeri kronis didefinisikan sebagai nyeri persisten yang dapat mengganggu tidur dan aktivitas
sehari-hari, terjadi selama 3-6 bulan atau bahkan lebih. Nyeri kronis dapat disebabkan trauma,
oprasi, kondisi malignan, dan berbagai kondisi penyait kronis seperti
arthritis, neurophaty, fibromyalgia. Nyeri kronis dipengaruhi faktor patogenik, fisiologis dan
linkungan yang dapat memperparah kondisi nyeri dan menyebabkan sulitnya melakukan
aktivitas dan menurunkan produktivitas (APS, 2014).
Berikut merupakan perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronis :

c. Nyeri pada penyakit kanker


Nyeri pada penyakit kanker biasa disebut sebagai nyeri malignan. Nyeri ini dapat disebabkan
oleh penyakit itu sendiri seperti invasi tumor pada jaringan, pembuluh darah atau saraf yang
terkompresi atau terinfiltrasi, kerusakan organ, infeksi serta inflamasi, penyebab lainnya
termasuk prosedur diagnostik atau pengobatan seperti biopsi, nyeri paska operasi, toksisitas
kemoterapi dan pengobatan radiasi. Nyeri pada kanker dipisahkan dari kategori nyeri akut atau
kronis karena kesulitan dalam mengklasifikasifikasikan nyeri pada kanker berdasarkan durasi
patologinya, lalu sifat nyeri pada kanker berbeda dengan yang non-kanker terutama dari segi
patologi, waktu dan strategi pengobatan (APS, 2014).

C. Gejala
Secara umum nyeri dapat dideskripsikan sebagai perasaan tertusuk, tumpul, shock,
intensitasny berfluktuasi dan lokasinya bervariasi tergantung rangsangan itu berasal (Baumann,
2016). Pada myalgia memiliki gejala otot terasa sakit, berat, kaku atau rasa kram (Sumardiyono,
2017).
D. Algoritma
Dalam penatalaksanaan nyeri, pertama kali dinilai tingkat nyeri yang dialami pasien.
Penilaian dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah Numeric Rating Scale
(NRS). Penilaian ini berdasarkan skala angka, dianggap sederhana dan mudah dimengerti,sensitif
terhadap dosis, jenis kelamin, dan perbedaan etnis (Yudiyanta, Novita, & Ratih, 2015). Berikut
merupakan skala yang digunakan dalam NRS:

Gambar 2. Numeric Rating Scale


Setelah didapatkan skala nyeri, kemudian dapat dilakukan penatalaksanaan nyeri akut
berdasarkan algoritma berikut :
Gambar 3. Algoritma Nyeri (Baumann, 2016)
E. Obat yang Digunakan
a. Ibuprofen

1) Kegunaan obat
Menekan rasa nyeri dan radang, misalnya dismenorea primer (nyeri haid), sakit gigi, sakit
kepala, paska operasi, nyeri tulang, nyeri sendi, pegal linu dan terkilir.
2) Hal yang harus diperhatikan
- Gunakan obat dengan dosis tepat
- Hati-hati untuk penderita gangguan fungsi hati, ginjal, gagal jantung, asma dan
bronkhospasmus atau konsultasikan ke dokter atau Apoteker
- Hati-hati untuk penderita yang menggunakan obat hipoglisemi, metotreksat, urikosurik,
kumarin, antikoagulan, kortiko-steroid, penisilin dan vitamin C atau minta petunjuk dokter.
- Jangan minum obat ini bersama dengan alkohol karena meningkatkan risiko perdarahan
saluran cerna.
3) Kontra Indikasi
Obat tidak boleh digunakan pada:
- Penderita tukak lambung dan duodenum (ulkus peptikum) aktif
- Penderita alergi terhadap asetosal dan ibuprofen
- Penderita polip hidung (pertumbuhan jaringan epitel berbentuk tonjolan pada hidung)
- Kehamilan tiga bulan terakhir
4) Efek Samping
- Gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, diare, konstipasi (sembelit/susah buang air
besar), nyeri lambung sampai pendarahan.
- Ruam kulit, bronkhospasmus, trombositopenia
- Penurunan ketajaman penglihatan dan sembuh bila obat dihentikan
- Gangguan fungsi hati
- Reaksi alergi dengan atau tanpa syok anafilaksi
- Anemia kekurangan zat besi
5) Bentuk sediaan
- Tablet 200 mg
- Tablet 400 mg
6) Aturan pemakaian
- Dewasa: 1 tablet 200 mg, 2 – 4 kali sehari. Diminum setelah makan
- Anak:
• 1 – 2 tahun : ¼ tablet 200 mg,3 – 4 kali sehari
• 3 – 7 tahun : ½ tablet 500 mg, 3 – 4 kali sehari
• 8 – 12 tahun : 1 tablet 500 mg, 3 – 4 kali sehari
tidak boleh diberikan untuk anak yang beratnya kurang dari 7 kg.
b. Asetosal (Aspirin)
1) Kegunaan obat
Mengurangi rasa sakit, menurunkan demam, antiradang.
2) Hal yang harus diperhatikan
- Aturan pemakaian harus tepat, diminum setelah makan atau bersama makanan untuk
mencegah nyeri dan perdarahan lambung.
- Konsultasikan ke dokter atau Apoteker bagi penderita gangguan fungsi ginjal atau hati,
ibu hamil, ibu menyusui dan dehidrasi
- Jangan diminum bersama dengan minuman beralkohol karena dapat meningkatkan risiko
perdarahan lambung.
- Konsultasikan ke Dokter atau Apoteker bagi penderita yang menggunakan obat
hipoglikemik, metotreksat, urikosurik, heparin, kumarin, antikoagulan, kortikosteroid, fluprofen,
penisilin dan vit C
3) Kontra Indikasi
Tidak boleh digunakan pada:
- Penderita alergi termasuk asma
- Tukak lambung (maag) dan sering perdarahan di bawah kulit
- Penderita hemofilia dan trombositopenia
4) Efek samping
- Nyeri lambung, mual, muntah
- Pemakaian dalam waktu lama dapat menimbulkan tukak dan perdarahan lambung
5) Bentuk Sediaan
- Tablet 100 mg
- Tablet 500 mg
6) Aturan pemakaian
Dewasa : 500 mg setiap 4 jam (maksimal selama 4 hari)
Anak :
• 2 – 3 tahun : ½ - 1 ½ tablet 100 mg, setiap 4 jam
• 4 – 5 tahun : 1 ½ - 2 tablet 100 mg, setiap 4 jam
• 6 – 8 tahun : ½ - ¾ tablet 500 mg, setiap 4 jam
• 9 – 11 tahun : ¾ - 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam
• > 11 tahun : 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam
c. Parasetamol
1) Kegunaan obat
Menurunkan demam, mengurangi rasa sakit
2) Hal yang harus diperhatikan
- Dosis harus tepat, tidak berlebihan, bila dosis berlebihan dapat menimbulkan gangguan
fungsihati dan ginjal.
- Sebaiknya diminum setelah makan
- Hindari penggunaan campuran obat demam lain karena dapat menimbulkan overdosis.
- Hindari penggunaan bersama dengan alkohol karena meningkatkan risiko gangguan
fungsi hati.
- Konsultasikan ke dokter atau Apoteker untuk penderita gagal ginjal.
3) Kontra Indikasi
Obat demam tidak boleh digunakan pada :
- penderita gangguan fungsi hati
- penderita yang alergi terhadap obat ini
- pecandu alkohol
4) Bentuk sediaan
- Tablet 100 mg
- Tablet 500 mg
- Sirup 120 mg/5ml5) Aturan pemakaian
- Dewasa : 1 tablet (500 mg) 3 – 4 kali sehari, (setiap 4 – 6 jam)
- Anak :
• 0 - 1 tahun : ½ - 1 sendok teh sirup, 3 - 4 kali sehari (setiap 4 - 6 jam)
• 1 - 5 tahun : 1 - 1 ½ sendok teh sirup, 3 – 4 kali sehari (setiap 4 – 6 jam)
• 6 - 12 tahun : ½ - 1 tablet (250-500 mg), 3 – 4 kali sehari (setiap 4 – 6 jam)
d. Asam Mefenamat
1) Indikasi
Nyeri ringan sampai sedang seperti sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri
karena trauma, nyeri otot, dan nyeri pasca operasi.
2) Peringatan
Risiko kardiovaskular; AINS dapat meningkatkan risiko kejadian trombotik kardiovaskuler
serius, infark miokard, dan stroke, yang dapat fatal. Pasien dengan penyakit kardiovaskuler atau
faktor risiko untuk penyakit kardiovaskuler berada dalam risiko yang lebih tinggi. Gunakan
dengan hati-hati pada pasien lansia, pengobatan jangka lama lakukan tes darah.
3) Kontraindikasi:
Pengobatan nyeri peri operatif pada operasi CABG, peradangan usus besar.
4) Efek Samping:
Gangguan sistem darah dan limpatik berupa agranulositosis, anemia aplastika, anemia hemolitika
autoimun, hipoplasia sumsum tulang, penurunan hematokrit, eosinofilia, leukopenia,
pansitopenia, dan purpura trombositopenia.
5) Dosis:
500 mg 3 kali sehari sebaiknya setelah makan; selama tidak lebih dari 7 hari.
e. Metampiron
1) Indikasi
Mengatasi rasa nyeri ringan sampai dengan berat, demam dan peradangan yang diakibatkan oleh
penyakit-penyakit seperti sakit kepala, pinggang, nyeri paska operasi, pengapuran, batu ginjal,
asam urat, dan lain-lain.
2) Peringatan
- Jangan menggunakan obat ini tanpa anjuran dokter atau apoteker.
- Minumlah obat dalam keadaan perut terisi makanan atau setelah makan untuk menghindari
efek pendarahan pada sistem pencernaan.
- Jangan digunakan bersamaan dengan obat antikoagulan dan kortikosteroid karena dapat
meningkatkan risiko efek samping.
- Jika mengalami efek samping antalgin yang parah dan berkepanjangan hentikan
penggunaan dan segera hubungi dokter atau apoteker.
3) Kontraindikasi:
- Ibu hamil dan menyusui, terutama pada periode kehamilan trimester pertama dan 6 minggu
terakhir.
- Penderita dengan tekanan darah sistolik < 100 mmHg, karena obat dapat menurunkan
tekanan darah.
- Bayi usia < 3 bulan atau dengan BB < 5 kg.
- Pasien yang sedang mengalami agranulositosis, yaitu keadaan yang ditandai dengan
berkurangnya jumlah granulosit.
- Penderita dengan kelainan darah atau pendarahan.
- Pasien glukoma sudut sempit.
- Memiliki riwayat alergi terhadap antalgin atau komponen-komponen obat di dalamnya,
serta obat-obat lain dalam golongan yang sama.
4) Efek Samping:
Agranulositosis , Leukopenia, Reaksi alergi yang biasanya ditanda dengan munculnya rasa gatal
pada kulit, kemerahan, bengkak pada lidah dan kulit dan kesulitan bernapas, mual, muntah,
nyeri perut, diare, konstipasi dan kehilangan nafsu makan, pendarahan dan perforasi pada sistem
pencernaan, gangguan berkemih yang menyebabkan sulit buang air kecil (anuria), dan gangguan
kardiovaskuler yang dapat menyebabkan nyeri dada, lemah, nafas pendek, gangguan bicara,
gangguan penglihatan atau keseimbangan.

5) Aturan Penggunaan
- Dewasa : Jika sakit 1 tablet, 3-4 x 1 tablet sehari atau 1 tablet setiap 6-8 jam
sehari. Maksimal 1 hari 4 tablet (2 g/hari)
- Anak 6– 12 tahun : Jika sakit 1/2 – 1 tablet, 3 x 1/2 – 1 tablet sehari. Maksimal 1 hari 4
tablet (2 g/hari)
- Anak 1 – 6 tahun : Jika sakit 1/4 – 1/2 tablet, 3 x 1/2 – 1/4 tablet sehari. Maksimal 1 hari
2 tablet (1 g/hari).
f. Natrium Diklofenak
1) Indikasi
Nyeri Sendi
2) Peringatan
AINS dapat meningkatkan risiko kejadian trombotik kardiovaskuler serius, infark miokard, dan
stroke, yang dapat fatal. Kejadian ini meningkat dengan lama penggunaan. Pasien dengan
penyakit kardiovaskuler atau faktor risiko penyakit kardiovaskuler mempunyai risiko lebih besar.
AINS dapat meningkatkan ririko kejadian efek samping gastrointestinal serius seperti
pendarahan lambung, ulserasi, dan perforasi usus dan lambung, yang dapat fatal.
3) Kontraindikasi:
- Hipersensitivitas pada diklofenak atau zat pengisi lain, ulkus, pendarahan, atau perforasi
usus atau lambung, trimester terakhir kehamilan, gangguan fungsi hepar, ginjal, jantung.
- Kontraindikasi pada penggunaan secara intravena antara lain penggunaan bersama dengan
AINS atau antikoagulan (termasuk heparin dosis rendah), riwayat hemorragic diathesis, riwayat
perdarahan serebrovaskular yang sudah maupun belum dipastikan, pembedahan yang berisiko
tinggi menyebabkan pendarahan, riwayat asma, hipovolemi, dehidrasi. Diklofenak kontraindikasi
untuk pengobatan nyeri peri-operatif pada operasi CABG (coronary artery bypass graft).
4) Efek Samping:
Radang lambung, tukak lambung, nyeri perut, mual, pusing, konstipasi, nyeri dada, peningkatan
risiko terkena serangan jantung dan stroke. Efek samping ini lebih cenderung terjadi pada
penggunaan obat secara oral (diminum), namun dalam bentuk gel juga bisa terjadi.
5) Aturan Penggunaan
- Untuk mengobati osteoarthritis, dosis diclofenac adalah 50 mg 2 sampai 3 kali sehari atau
75 mg secara oral dua kali sehari. Dosis lebih besar dari 150 mg/hari tidak dianjurkan untuk
osteoarthritis. Untuk dosis diclofenak 100 mg, minum sekali sehari.
- Untuk mengobati ankylosing spondylitis, dosis diclofenak adalah 25 mg secara oral 4 kali
sehari. Tambahan dosis 25 mg dapat diberikan pada waktu tidur, jika perlu.
- Untuk meringankan nyeri haid, dosis diklofenak adalah 50 mg secara oral 3 kali sehari.
Pada beberapa pasien, dosis awal 100 mg kalium diclofenak, diikuti oleh dosis 50 mg, akan
memberikan bantuan yang lebih baik. Setelah hari pertama, dosis harian tidak boleh melebihi
150 mg.
- Untuk meringankan nyeri akut ringan sampai sedang, dosis diclofenac adalah 50 mg
secara oral 3 kali sehari. Pada beberapa pasien, dosis awal 100 mg kalium diklofenac, diikuti
oleh dosis 50 mg, akan memberikan bantuan yang lebih baik. Setelah hari pertama, dosis harian
tidak boleh melebihi 150 mg.
- Untuk mengatasi rheumatoid arthritis, dosis diclofenac adalah 50 mg secara oral 3 sampai
4 kali sehari atau 75 mg secara oral dua kali sehari. Untuk dosis diclofenac 100 mg, Anda bisa
minum sekali sehari. Dosis lebih dari 225 mg/hari tidak dianjurkan untuk rheumatoid arthritis.
g. Piroksikam
1) Indikasi
Terapi simtomatik pada rematoid artritis, osteoartritis, ankilosing spondilitis, gangguan
muskuloskeletal akut dan gout akut.
2) Peringatan
menghambat biosintesis prostaglandin, dapat mengakibatkan kerusakan hati, meningkatkan
SGPT/SGOT hingga jaundice, pasien dengan gangguan pencernaan, jantung, hipertensi dan
keadaan predisposisi retensi air, ginjal dan hati, keamanan penggunaan pada anak-anak belum
diketahui dengan pasti, pasien yang mengalami gangguan penglihatan selama menggunakan
piroksikam dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mata, kehamilan
3) Kontraindikasi:
riwayat tukak lambung atau pendarahan lambung, pasien yang mengalami bronkospasme, polip
hidung dan angioedema atau urtikaria apabila diberikan asetosal atau obat-obatan AINS yang
lain.
4) Efek Samping:
gangguan gastrointestinal seperti stomatitis, anoreksia, epigastric distress, mual, konstipasi, rasa
tidak nyaman pada abdomen, kembung, diare, nyeri abdomen, perdarahan lambung, perforasi
dan tukak lambung, edema, pusing, sakit kepala, ruam kulit, pruritus, somnolence, penurunan
hemoglobin dan hematokrit.
5) Cara Penggunaan
Rematoid artritis, osteoartritis dan ankilosing spondilitis: Dosis awal 20 mg sebagai dosis
tunggal. Dosis pemeliharaan pada umumnya 20 mg sehari atau jika diperlukan dapat diberikan
10 mg - 30 mg dalam dosis tunggal atau terbagi. Dosis lebih dari 20 mg sehari meningkatkan
efek samping gastrointestinal. Gout akut, mula-mula 40 mg sehari sebagai dosis tunggal, diikuti
4-6 hari berikutnya 40 mg sehari dosis tunggal atau terbagi. Gangguan muskuloskeletal akut,
awal 40 mg sehari sebagai dosis tunggal atau terbagi selama 2 hari, selanjutnya 20 mg sehari
selama 7-14 hari.

F. Terapi Non Farmaologi


_ Memperbaiki kualitas tidur
- Mengurangi keletihan
- Meningkatkan kepercayaan dan perasaan dapat mengontrol diri dalam mengatasi nyeri
- Pengalihan rasa nyeri
- Memperbaiki kemampuan mentoleransi nyeri
- Kurangi frekuensi stress
- Olahraga ringan/stretching
- Kurangi aktivitas berat
- Kompres air hangat dan aromaterapi

Daftar Pustaka
- Depkes RI, 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas.
Jakarta: Direktorat bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
- APS. 2014. Pain: Current Understanding of Assessment, Management, and
Treatments. Vancouver: National Pharmaceutical Council.
- Bahrudin, M. 2017. Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, Vol. 13, No. 1.
- Sumardiyono., N. W. 2017. Kejadian Myalgia Pada Lansia Pasien Rawat
Jalan. Jurnal Riset Sains dan Teknologi, 1(2) : 59-63.
- Yudiyanta, Novita, K., dan Ratih, W. 2015. Assessment Nyeri. CDK-226, 42(3) : 214-
234.

KASUS SWAMEDIKASI
Pada suatu hari datang seorang wanita usia 45 tahun di Apotek Arzea Farma mengeluhkan
bagian kaki pegal dan sering kesemutan apabila disentuh merasa kesakitan dan sulit digerakkan.
Pasien sudah pernah mengalami penyakit ini, tidak memiliki sakit maag, tidak memiliki alergi..
Pasien datang untuk membeli obat untuk sakitnya karena mengganggu dalam pekerjaannya.
Apoteker : “Selamat siang Ibu ada yang bisa saya bantu ?”
Ibu Santi : “Siang mbak, ini saya mau beli obat nyeri ini mbak.”
Apoteker : “Maaf sebelumnya dengan Ibu siapa ya ?”
Ibu Santi : “Saya Ibu Anita mbak, kira-kira obatnya apa ya mbak, sakit soalnya kalo
digerakkan?”
Apoteker : “Mari Bu silakan duduk, baiklah sebelumnya perkenalkan saya Anis Dwi
Cahyani apoteker di apotek ini. Maaf Ibu untuk nyerinya dibagian mana
ya ?”
Ibu Santi : “Ini mbak (sembari menunjukkan tempat sakit), sakit kalo saya sentuh
mbak, terkadang juga sulit digerakkan. Dan saya sering meras kesemutan
mbak.”
Apoteker : “Oww begitu, baik. Maaf Ibu untuk nyerinya itu terus menerus apa
dirasakan pada waktu-waktu tertentu ya ?”
Ibu Santi : “Nyeri nya ini terutama dipagi hari mbak, kalo bangun tidur sulit
digerakkan atau kalo saya pas sholat gitu dari sujud mau bangun terasa
nyerinya dan ini bikin tidak nyaman buat aktivitas. Apa karena saya sudah
mulai menua ya mbak?.”
Apoteker : “Maaf Bu apakah sudah pernah mengkonsumsi obat-obatan sebelumnya
untuk keluhan ibu ini?.”
Ibu Santi : “Belum mbak saya tidak tau mau minum obat apa takutnya salah minum
malah jadi parah.”
Apoteker : “Baik Ibu, jadi untuk nyeri yang ibu rasakan ini, bisa jadi juga karena
faktor usia. Disini saya bisa me gatal Ibu sendiri itu termasuk sejenis
peradangan pada kulit Bu bisa karena kondisi tubuh maupun lingkungan.
Saat ini kan memang cuacanya sedang ekstrim ya bu memang mudah
terserang penyakit ini apalagi didukung dengan daya tahan tubuh yang
mungkin sedang melemah maka bisa terkena penyakit ini. Disini saya
akan memberikan salep hydrocortisone ya Bu. Salep ini dapat membantu
untuk meringankan peradangannya.”
Ibu Santi : “Oh begitu, terus itu penggunaan salepnya gimana mbak ?”
Apoteker : “Begini Bu, salep hydrocortisone ini dioleskan 2-3 kali sehari pada
daerah yang gatal tapi sebelum dioleskan pastikan bahwa daerah yang
dioleskan sudah bersih, baiknya sesudah mandi dan sebelum tidur malam
hari. Cara penggunaannya salep dioleskan tipis-tipis ya Bu dan selama
pemakaian salep ini diusahakan ibu tidak menggunakan stocking dulu.
Untuk salep sebaiknya di simpan di tempat yang kering dan tidak terpapar
sinar matahari langsung.”
Ibu Santi : “Baik mbak.”
Apoteker : “Baik Bu apakah Ibu sudah paham mengenai obat ini ? Maaf jika Ibu
tidak keberatan apa Ibu bisa mengulang penjelasan saya mengenai obat ini
Bu ?”
Ibu Santi : “Baik mbak, jadi ini salep hydrocortisone untuk peradangan gatal ini
dioleskan 2-3 kali sehari di tempat gatalnya tapi sebelumnya dibersihin
dulu atau sehabis mandi dan sebelum tidur malam, oh iya untuk salepnya
dioleskan tipis-tipis dan gak boleh pakai stocking dulu. Salep ini disimpan
di tempat yang kering dan tidak terpapar sinar matahari langsung. Saya
tidak perlu minum obat ya mbak cuman salep aja ya mbak. ”
Apoteker : “Iya Bu betul. Salep saja dan tapi kalau setelah pemakaian salep ini
justru gatalnya semakin banyak dan menyebar segera konsultasikan ke
dokter kulit ya bu agar tidak semakin parah. ”
Ibu Santi : “Baik mbak.”
Apoteker : “Istirahat yang cukup ya Bu, makan dan minum secara teratur walaupun
aktifitas ibu padat. Hindari stress, olahraga secara teratur dan selalu
menjaga kesehatan dan kebersihan tubuh.”
Ibu Santi : “Baik mbak.”
Apoteker : “Baik Ibu, sekian informasi obat yang bisa saya sampaikan. Semoga Ibu
lekas sembuh. Hati- hati dijalan. ”

Anda mungkin juga menyukai