Dr. XXX
Spesialis Anak
SIP. XXX
R/ Cefat 275 mg
Salbutamol 1,5 mg
Nalgestan 1/3 tab
Mucos ¼ tab
Ketricin 4 mg
Glucose qs
m.f. pulv dtd no XV
3dd1
Sirplus
3dd1 no I
Pro : An. S
Umur : 5 th
Alamat : -
SKRINING RESEP 1
A. Skrining Resep
1. Skrining Administratif
Pada Resep
No Uraian
Ada Tidak
Inscriptio
1 Nama Dokter
2 SIP
3 Alamat
4 No. Telepon
5 Tempat dan Tanggal Penulisan Resep
6 Tanda resep di awal penulisan resep (R/)
Prescription/Ordinatio
7 Nama obat
8 Bentuk sediaan
9 Kekuatan Obat
10 Jumlah Obat
Signatura
11 Nama Pasien
12 Jenis kelamin
13 Umur
14 Berat badan pasien
15 Alamat pasien
16 Aturan pakai obat
17 Iter/tanda lain
Subscriptio
18 Tanda tangan/paraf dokter
Kesimpulan:
Resep tersebut tidak lengkap secara administrative karena tidak mencantumkan:
- Jenis kelamin pasien
- berat badan pasien dan alamat pasien
Cara Pengatasan:
- Informasi terkait jenis kelamin dan alamat pasien ditanyakan langsung saat
pasien/keluarga pasien menebus obat
- Dokter sudah sering meresepkan obat tersebut, sehingga apotek sudah
memahami pola peresepan dan resep tetap diterima.
2. Skrining Farmasetis
Racikan 1:
Cefat 8 tablet
Salbutamol 6 tablet
Nalgestan 5 tablet
Mucos 4 tablet
Ketricin 1 tablet
Glucose secukupnya
Campuran obat: Sirplus 100 ml
b. Meracik obat dengan mengambil obat sesuai jumlah yang dibutuhkan
berdasarkan perhitungan peracikan
c. Memasukkan racikan 1 kedalam blender, dan blender sampai halus
d. Serbuk kemudian dibagi dalam 15 bungkus dengan takaran yang sama
kemudian di press, diberi etiket dan dimasukkan ke dalam klip obat
e. Menyiapkan sirplus 100 ml yang telah tersedia dan dimasukkan dalam klip
obat serta diberi etiket.
3. Etiket dan Label
D. Pembahasan
Skrining administratif pada resep pertama menunjukkan bahwa resep dokter
tersebut tidak lengkap. Jenis kelamin, berat badan, dan alamat pasien tidak lengkap.
Sedangkan, berat badan harus diketahui untuk menentukan dosis obat yang tepat.
Namun, hal ini dapat ditanyakan langsung kepada keluarga pasien saat datang ke
apotek.
Selanjutnya, skrining farmasetis pada resep pertama menjelaskan tentang
bentuk sediaan, stabilitas obat, inkompatibilitas, dan cara pemberian obat. Obat
diberikan dalam bentuk pulveres dan campuran (sirplus) diberikan dalam bentuk
sirup. Pemilihan bentuk sediaan disesuaikan dengan kondisi pasien yang masih dalam
kategori anak (usia 5 tahun) dan belum bisa menelan tablet atau kapsul. Stabilitas obat
untuk sediaan racikan pulveres harus disimpan dalam suhu ruang sekitar 20º-25ºC dan
terlindung dari sinar matahari.
Skrining klinis menjabarkan indikasi, dosis, efek samping dan kontraindikasi
dari tiap sediaan yang ada di resep setelah itu dianalisis permasalahan klinis sediaan.
Obat pertama yaitu cefat, mengandung sefadroksil sebagai antibiotik yang diberikan
dengan dosis 275 mg 3x sehari. Menurut PIONAS, dosis sefadroksil yang digunakan
pada anak usia 5 tahun adalah 250 mg 2x sehari. Namun menurut Drug Information
Handbook, dosis dapat dinaikkan sampai maksimal 2000 mg per hari. Dokter
memberikan dosis 275 mg 3X sehari sehingga total 825 mg perhari. Dosis pada resep
masih berada pada rentang dosis lazim.
Dari informasi keluarga pasien, pasien menderita batuk disertai dahak, pilek
dengan hidung tersumbat, dan sesak nafas selama beberapa hari terakhir.
Rekomendasi tata laksana batuk pada anak menurut UKK respirologi IDAI tahun
2017 yaitu dapat diberikan mukoaktif (mukolitik, mukokinetik, mukoregulator,
ekspektoran), bronkodilator, kortikosteroid sistemik atau topikal, antihistamin
generasi kedua atau ketiga dan antibiotik. Pada kasus ini, dokter sudah tepat
meresepkan antibiotic (cefat), bronkodilator (Salbutamol), mukolitik (Mucos),
antihistamin (ketricin dan nalgestan). Pilek/hidung tersumbat pada pasien diatasi
dengan pemberian nalgestan yang mengandung phenylpropanolamine HCl.
RESEP 2
Dr. XXX
Spesialis Kulit dan Kelamin
SIP. XXX
R/ Betadin 1%
Kassa steril No. I
S. 2x 10-15 menit
R/ Pirotop Cr. 5 gr
Salticin Cr. 5 gr
S.u.e
Pro : Bp. S
Umur : -
Alamat : -
A. Skrining Resep
1. Skrining administratif
Pada Resep
No Uraian
Ada Tidak
Inscriptio
1 Nama Dokter
2 SIP
3 Alamat
4 No. Telepon
5 Tempat dan Tanggal Penulisan Resep
6 Tanda resep di awal penulisan resep (R/)
Prescription/Ordinatio
7 Nama obat
8 Bentuk sediaan
9 Kekuatan Obat
10 Jumlah Obat Jumlah volume
betadin tidak
dicantumkan
Signatura
11 Nama Pasien
12 Jenis kelamin
13 Umur
14 Berat badan pasien
15 Alamat pasien
16 Aturan pakai obat Pemakaian krim
tidak
dicantumkan
17 Iter/tanda lain
Subscriptio
18 Tanda tangan/paraf dokter
Kesimpulan:
Resep tersebut tidak lengkap secara administrative karena tidak mencantumkan:
- Berat badan pasien, kekuatan sediaan, alamat pasien
- aturan pakai krim tidak dicantumkan dan jumlah betadin tidak ditulis
Cara Pengatasan:
- Informasi terkait jenis kelamin dan alamat pasien ditanyakan langsung saat
pasien/keluarga pasien menebus obat
- Dokter bekerja sama dengan apotek, sehingga apotek sudah memahami
pola peresepan dan resep tetap diterima.
2. Skrining farmasetis
D. Pembahasan
Skrining administratif pada resep kedua menunjukkan bahwa resep dokter
tersebut tidak lengkap. Kekuatan obat, sediaan, jumlah obat, dan aturan pakai yang
diminta tidak dicantumkan. Namun dokter sudah lama bekerja sama dengan apotek,
sehingga pola peresepan sudah diketahui oleh tenaga teknis kefarmasian yang
bertugas, selain itu, dokter berpraktik di apotek, apabila terdapat hal yang tidak jelas
dapat langsung ditanyakan. Kelengkapan resep secara administrasi bertujuan untuk
mengkonfirmasi identitas dari pasien dan obat yang telah diberikan oleh dokter
sehingga pengobatan yang dilakukan tepat, efektif dan optimal.
Skrining farmasetik pada resep kedua menjelaskan tentang bentuk sediaan,
stabilitas obat, inkompatibilitas, dan cara pemberian obat. Semua obat diberikan
dalam bentuk kapsul, larutan, dan krim racikan. Pemilihan bentuk sediaan disesuaikan
dengan kondisi pasien yang sudah dewasa. Stabilitas obat untuk sediaan kapsul dan
larutan harus disimpan dalam suhu ruang sekitar 20º-25ºC dan terlindung dari
matahari, krim tidak perlu disimpan dalam lemari pendingin.
Skrining klinis menjabarkan indikasi, dosis, efek samping dan kontraindikasi
dari tiap sediaan yang ada di resep setelah itu dianalisis permasalahan klinis sediaan.
Krim racikan yang terdiri dari pirotop dan salticin mengandung bahan aktif yang
memiliki fungsi sama yakni sebagai antibiotik. Namun dokter memiliki tujuan
tertentu dengan mengkombinasikan pirotop dan salticin. Kombinasi tersebut
diharapkan dapat menekan pertumbuhan bakteri secara cepat. Penggunaan antibiotik
juga dilihat berdasarkan keparahan infeksi, penggunaan 1 jenis antibiotik topikal
kemungkinan dirasa tidak cukup dalam mengatasi infeksi kulit pada pasien, sehingga
diberikan kombinasi antibiotik untuk meminimalisir keparahan infeksi.
Pada kasus ini, tidak diketahui keluhan dan diagnosis dari dokter, sehingga
tidak dapat dicari tata laksana terapi. Namun, secara keseluruhan, dosis pengobatan
yang diresepkan telah sesuai.