Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KEPROFESIAN, ETIKA DAN UNDANG-UNDANG

PERBANDINGAN PERSYARATAN DAN PROSES PERIZINAN


SESUAI PERUNDANG-UNDANGAN UNTUK MEMPEROLEH IZIN
EDAR, ANTARA OBATDAN KOSMETIKA

OLEH
KELOMPOK B2:
1. Healty Septiana (1943050036)
2. Permayanti ( 1743050068)
3. Lutfiya (1543050020)
4. Mei syara nabila (2043050005)
5. Maya Purrnama (2043050023)
6. Rika parisa (2043050013)

DOSEN : DRS. FAUZI KASIM, M.KES., APOTEKER

JURUSAN FARMASI
FALKUTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2021/2022
HIRARKI PERUNDANG-UNDANGAN IZIN EDAR OBAT
1. PP 72/98 REGISTRASI OBAT
PMK 1010/2008;
2. 1799/2010 PASAL 9,10,11 :
IZIN EDAR
3. UU 36 2009 PASAL 106 :
SEDIAAN FARMASI
HRS MEMILIKI IZIN
PER Ka.BPOM
4. 24/2017 Jo 15/2019
KRITERIA TATA
LAKSANA
REGISTRASI OBAT

HIRARKI PERUNDANG-UNDANGAN IZIN EDAR KOSMETIKA


1. PP 72/98 :
NOTIFIKASI
KOSMETIKA
2. PP 1176/2010 PASAL 9,10,11 :
IZIN EDAR
3. UU 36 2009 PASAL 106 :
SEDIAAN FARMASI HRS MEMILIKI IZIN
4. PER Ka.BPOM 12/2020;23/2019 :
TATA CARA PENGAJUAN
NOTIFIKASI KOSMETIKA;
PERSYARATAN TEKNIS
BAHAN KOSMETIKA

Per undang - undangan Izin Edar Obat


UU 36 Tahun 2009
Pasal 98
Ayat 1 : Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat,
bermutu, dan terjangkau.
Ayat 2 :
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan,
menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang
berkhasiat obat
Ayat 3 : Ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi,
pengedaran sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar
mutu pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 196
Ayat 1 : Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

PP 72 Tahun 1998
Pasal 9
Ayat 1 : Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan
setelah memperoleh izin edar dari Menteri. Pasal 10 Ayat 1 :
Izin edar sediaan farmasi dan alat kesehatan diberikan atas dasar permohonan
secara tertulis kepada Menteri.
Ayat 2 :
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan
keterangan dan/atau data mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
dimohonkan untuk memperoleh izin edar serta contoh sediaan farmasi dan alat
kesehatan.
Pasal 11 :
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimohonkan untuk memperoleh izin edar
diuji dari segi mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Pasal 13 :
Ayat 1 :
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang lulus dalam pengujian diberikan izin edar.
Ayat 3 :
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak lulus dalam pengujian diberikan surat
keterangan yang menyatakan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bersangkutan
tidak memenuhi persyaratan untuk diedarkan.
Pasal 14 Ayat 1 :
Menteri menjaga kerahasiaan keterangan dan/atau data sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang disampaikan serta hasil pengujian sediaan farmasi dan alat
kesehatan. Pasal 74
Barang siapa dengan sengaja memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi
berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 80 ayat
(4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
PMK 1010/2008
Pasal 1 Ayat 1 :
lzin edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di wilayah
Indonesia Ayat 2 :
Obat adalah obat jadi yang merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan termasuk
produk biologi dan kontrasepsi, yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan.
Pasal 2
Ayat 1:
Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan registrasi
untuk memperoleh Izin Edar; Ayat 4 :
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk: a.
Obat penggunaan khusus atas permintaan dokter; b. Obat Donasi;
c. Obat untuk Uji Klinik;
d. Obat Sampel untuk Registrasi.
Pasal 4
a. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui
percobaan hewan dan uji klinis atau bukti-bukti Iain sesuai dengan status
perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan;
b. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara
Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metoda pengujian
terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang
sahih;
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin
penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman;
d. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
e. Kriteria Iain adalah khusus untuk psikotropika harus memiliki keunggulan
kemanfaatan dan keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat
yang telah disetujui beredar di Indonesia untuk indikasi yang diklaim. Pasal 14
:

Registrasi diajukan kepada Kepala Badan.


(2) Kriteria dan tata laksana registrasi ditetapkan oleh Kepala Badan
(3) Dokumen registrasi merupakan dokumen rahasia yang dipergunakan terbatas
hanya untuk keperluan evaluasi oleh yang berwenang.
Pasal 18:
Kepala Badan memberikan persetujuan atau penolakan izin edar berdasarkan
rekomendasi yang diberikan oleh Komite Nasional Penilai Obat, Panitia Penilai
Khasiat-Keamanan dan Panitia Penilai Mutu, Teknologi, Penandaan dan Kerasionalan
Obat;
(2) Kepala Badan melaporkan lzin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Menteri satu tahun sekali;
(3) Dalam hal permohonan registrasi obat ditolak, biaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) tidak dapat ditarik kembali. Pasai 20 lzin edar berlaku 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi ketentuan yang berlaku.
Pasai 21
Pendaftar yang telah mendapat izin edar wajib memproduksi atau mengimpor dan
mengedarkan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah tanggal persetujuan
dikeluarkan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada
Kepala Badan. Pasai 22
Terhadap obat yang telah diberikan izin edar dapat dilakukan evaluasi kembali.
Pasal 24 :
Ayat 2 :
Obat yang telah mendapat izin edar berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nornor 949/MENKES/PER/Vl/2000 tentang Registrasi Obat Jadi Yang habis masa
berlakunya setelah ditetapkannya Peraturan ini, dapat mempengaruhi berubahnya
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan.

Per ka BPOM 24/2017


Pasal 1

Ayat 1 :
Registrasi Obat yang selanjutnya disebut Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan
evaluasi Obat untuk mendapatkan persetujuan.
Ayat 2 :
Obat adalah obat jadi termasuk Produk Biologi, yang merupakan bahan atau paduan
bahan digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan dan peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia.
Ayat 7 :
Izin Edar adalah bentuk persetujuan Registrasi untuk dapat diedarkan di wilayah
Indonesia.
Ayat 8 :
Pemilik Izin Edar adalah Pendaftar yang telah mendapatkan Izin Edar untuk Obat
yang diajukan Registrasi.
Ayat 16 :
Registrasi Baru adalah Registrasi untuk Obat yang belum mendapatkan Izin
Edar di Indonesia.
Ayat 17 :
Registrasi Variasi adalah Registrasi perubahan pada aspek administratif, khasiat,
keamanan, mutu, dan/atau Informasi Produk dan Label Obat yang telah memiliki Izin
Edar di Indonesia.
Ayat 18 :
Registrasi Variasi Major adalah Registrasi Variasi yang baru Ayat
20 :
Registrasi Variasi Notifikasi adalah Registrasi Variasi yang berpengaruh
minimal atau tidak berpengaruh sama sekali terhadap aspek khasiat, keamanan,
dan/atau mutu Obat, serta tidak mengubah informasi pada Izin Edar.
Ayat 21 :
Registrasi Ulang adalah Registrasi perpanjangan masa berlaku Izin Edar.
Ayat 28 :
Obat Baru adalah Obat dengan Zat Aktif baru, bentuk sediaan baru, kekuatan
baru atau kombinasi baru yang belum pernah disetujui di Indonesia. Ayat 29 : Obat
Generik Bermerek adalah Obat dengan nama dagang yang mengandung Zat Aktif
dengan Komposisi, kekuatan, bentuk sediaan, rute pemberian,
indikasi dan posologi sama dengan Obat originator yang sudah disetujui di Indonesia.
Ayat 30 :
Obat Generik adalah Obat dengan nama sesuai International Nonproprietary
Names Modified yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (World Health
Organization) atau nama yang ditetapkan dalam program kesehatan nasional.
Ayat 31:
Obat Generik Pertama adalah Obat Generik yang pertama didaftarkan di
Indonesia dengan Zat Aktif sama dengan Obat originator yang disetujui di Indonesia.
Ayat 32 :
Obat Produksi Dalam Negeri adalah Obat yang dibuat atau dikemas primer
oleh Industri Farmasi di Indonesia.
Pasal 5 Ayat
1:
Registrasi terdiri atas: a. Registrasi Baru; b.
Registrasi Variasi; dan
c. Registrasi Ulang.
Pasal 58 Pasal 1 :
Izin Edar dan persetujuan khusus ekspor berlaku paling lama 5 (lima) tahun selama
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 2 :
Dalam hal Izin Edar tidak diregistrasi ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (1) dan ayat (2), Obat tidak dapat diproduksi dan/atau diedarkan, dan yang
sudah beredar wajib dilakukan penarikan kembali.
Pasal 3 :
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Registrasi
Obat berdasarkan perjanjian/ penunjukan dengan masa kerja sama kurang dari 5
(lima) tahun, masa berlaku Izin Edar sesuai dengan masa berlaku kerja sama dalam
dokumen perjanjian.
Pasal 4 :
Obat yang telah habis masa berlaku Izin Edarnya dapat diperpanjang selama
memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 42.

Pasal 59
Dalam hal perjanjian/penunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3)
dihentikan sebelum masa Izin Edar berakhir, Izin Edar Obat yang bersangkutan
dinyatakan batal. Pasal 61 Ayat 1 :
Pemilik Izin Edar Obat wajib melakukan pemantauan khasiat, keamanan dan mutu
Obat selama Obat diedarkan dan melaporkan hasilnya kepada Kepala Badan.
Ayat 2 :
Pemantauan khasiat, keamanan, dan mutu Obat selama Obat diedarkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
Pasal 62 Ayat 1 :
Terhadap Obat yang telah diberikan Izin Edar dapat dilakukan penilaian kembali.
Ayat 2 :
Penilaian kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan jika berdasarkan
hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) terdapat data dan
informasi terkini mengenai khasiat, keamanan, dan mutu Obat.
Ayat 3 :
Pelaksanaan penilaian kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Kepala Badan ini.
Ayat 4 : Keputusan terhadap hasil penilaian kembali sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berupa:
a. perubahan Label;
b. perbaikan Komposisi/Formula;
c. pemberian batasan penggunaan;
d. perubahan penggolongan Obat;
e. penarikan Obat dari peredaran; dan/atau
f. pembekuan Izin Edar/pencabutan Izin Edar.
Pasal 63 Ayat 1 :
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan ini dapat dikenai
sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis;
b. pembatalan proses Registrasi;
c. pembekuan Izin Edar Obat;
d. pencabutan Izin Edar Obat; dan/atau
e. larangan untuk melakukan pendaftaran selama 2 (dua) tahun.

Per undang-undang Kosmetik PMK 1799/2010


Pasal 22
Ayat (2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat ketentuan
bahwa izin edar obat yang diperjanjikan dimiliki oleh Industri Farmasi.
PER Ka BPOM 23/2019

12/2020
Pasal 51
Ayat (1) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a
diberitahukan secara tertulis kepada Pendaftar berupa: a. Izin Edar; b. persetujuan
khusus ekspor; atau c. persetujuan
Registrasi Variasi
Ayat (2) Izin Edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diterbitkan apabila
hasil pembuatan Obat skala komersial memenuhi persyaratan.

Pasal 4
Ayat (1) Untuk menjamin Kosmetika yang diedarkan di wilayah Indonesia memenuhi
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pelaku Usaha wajib mengedarkan
Kosmetika yang telah memiliki izin edar berupa notifikasi.
Ayat (2) Kewajiban izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi
Kosmetika yang dimasukkan dalam wilayah Indonesia untuk penggunaan khusus.
Pasal 40
Ayat (1) Layanan prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 diberikan kepada
pemohon notifikasi yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) industri Kosmetika yang telah terdaftar di BPOM serta memiliki nomor
notifikasi
Kosmetika untuk sub akun yang diajukan;
b) tidak pernah terlibat dalam tindak pidana di bidang Kosmetika;
c) tertib dokumen administrasi;
d) memiliki safety assessor/penanggung jawab teknis;
e) tidak menggunakan biro jasa dalam pengurusan notifikasi/izin edar;
f) tidak pernah mendapatkan surat peringatan terkait pelanggaran dan/atau
tercantum dalam public warning terkait bahan yang dilarang dan
Kosmetika ilegal selama 2 (dua) tahun terakhir;

Penyusunan naskah akademik (NA) ini bertujuan untuk memberikan landasan


pemikiran yang menjadi kerangka dasar mengenai perlu dibentuknya RUU yang
mengatur tentang Pengawasan Obat dan Makanan secara komprehensif dengan
menggunakan pendekatan akademis, teoretis, dan yuridis sebagai arahan dalam
penyusunan norma pengaturan dalam suatu rancangan undang-undang. Selain itu,
tujuan penyusunan NA berdasarkan identifikasi masalah sebagai berikut:
1. mengetahui perkembangan teori tentang pengawasan obat dan makanan dan
praktik empiris serta urgensi pembentukan Undang Undang tentang Pengawasan
Obat dan Makanan dalam menjawab kebutuhan;
2. mengetahui kondisi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
pengawasan obat dan makanan saat ini;
3. merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis dari
pembentukan RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan;
4. merumuskan sasaran, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, arah pengaturan,
dan materi muatan dalam RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan. Naskah
Akademik ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dalam penyusunan draf
RUU yang mengatur tentang Pengawasan Obat dan Makanan.

A. RANGKUMAN PERBANDINGAN PERUNDANG-UNDANGAN IZIN EDAR OBAT DAN NOTIFIKASI


KOSMETIKA

NO ASPEK OBAT KOSMETIKA


1 Tujuan PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran


obat yang tidak memenuhi persyaratan, keamanan, mutu dan
kemanfaatan perlu dilakukan penilaian melalui mekanisme
registrasi obat;

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG
KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT

bahwa untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan khasiat,
keamanan, dan mutu perlu dilakukan registrasi obat sebelum diedarkan; PERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1176/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG NOTIFIKASI KOSMETIKA

bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran dan penggunaan kosmetika yang tidak memenuhi
persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan;
2 Definisi UU NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN (Pasal 1)

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk
manusia. PERMENKES NO. 1176 TAHUN 2010 TENTANG NOTIFIKASI KOSMETIKA
( Pasal 1)

Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh
manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut
terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau
badan atau melindungi atau memelihara tubuh
pada kondisi baik.

PER-KaBPOM NO. 23 TAHUN 2019


PERSYARATAN TEKNIS BAHAN KOSMETIKA
(Pasal 1)

Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh
manusia seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar, atau gigi dan
membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan,
dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

PER-KaBPOM NO. 12 TAHUN 2020 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN NOTIFIKASI KOSMETIKA
(Pasal 1)
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh
manusia seperti epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar, atau gigi dan membran
mukosa mulut - 3 - terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
3 Kategori / Jenis PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT
(Pasal 5) PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
NOMOR 12 TAHUN 2020 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN NOTIFIKASI KOSMETIKA
(Pasal 14)

(1) Registrasi terdiri atas:


a. Registrasi Baru;
b. Registrasi Variasi; dan
c. Registrasi Ulang.
(2) Registrasi Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. kategori 1: Registrasi Obat Baru dan Produk Biologi, termasuk Produk Biosimilar.
b. kategori 2: Registrasi Obat Generik dan Obat Generik Bermerek.
c. kategori 3: Registrasi sediaan lain yang mengandung Obat dengan teknologi khusus, dapat
berupa transdermal patch, implant, dan beads.
(3) Registrasi Variasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. kategori 4: Registrasi Variasi Major.
b. kategori 5: Registrasi Variasi Minor.
c. kategori 6: Registrasi Variasi Notifikasi.
(4) Registrasi Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c masuk ke dalam kategori 7. (1)
Kosmetika yang dinotifikasi harus sesuai dengan kategori Kosmetika.
(2) Kategori Kosmetika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
4 Pengecualian Izin PERMENKES RI NO. 1010 TAHUN 2010 TENTANG NOTIFIKASI
KOSMETIKA
( Pasal 2)

(1) Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan registrasi untuk
memperoleh Izin Edar;
(2) Izin Edar diberikan oleh Menteri;
(3) Menteri melimpahkan pemberian Izin Edar kepada Kepala Badan;
(4) Dikecualikan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk: PERMENKES NO. 1176 TAHUN 2010 TENTANG
NOTIFIKASI KOSMETIKA
( Pasal 3)

(1) Setiap kosmetika hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dari Menteri.
(2) Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa notifikasi. (3)Dikecualikan dari
ketentuan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi kosmetika yang digunakan untuk
penelitian dan sampel kosmetika untuk pameran dalam
a. Obat penggunaan khusus atas permintaan dokter;
b. Obat Donasi;
c. Obat untuk Uji Klinik;
d. Obat Sampel untuk Registrasi jumlah terbatas dan tidak diperjualbelikan.
5 Pelaku/ Pemohon PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT
(Pasal 1)

Pendaftar adalah Industri Farmasi yang telah mendapatkan izin Industri Farmasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. PERMENKES NO. 1176 TAHUN 2010 TENTANG
NOTIFIKASI KOSMETIKA
( Pasal 4)

(1) Notifikasi dilakukan sebelum kosmetika beredar oleh pemohon kepada Kepala Badan.
(2) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. industri kosmetika yang berada di wilayah Indonesia yang telah memiliki izin produksi
b. importir kosmetika yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API) dan surat penunjukkan
keagenan dari produsen negara asal; dan/atau
c. usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri
kosmetika yang telah memiliki izin produksi.
6 Syarat Pemohon PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT
(Pasal 8)

Pendaftar yang melakukan permohonan Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki izin Industri Farmasi; dan
b. memiliki sertifikat CPOB yang masih berlaku sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan yang
diregistrasi PERMENKES NO. 1176 TAHUN 2010 TENTANG NOTIFIKASI KOSMETIKA
( Pasal 4)

(2) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:


d. industri kosmetika yang berada di wilayah Indonesia yang telah memiliki izin produksi
e. importir kosmetika yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API) dan surat penunjukkan
keagenan dari produsen negara asal; dan/atau
usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri kosmetika yang
telah memiliki izin produksi.

7 Pemberi Izin PERMENKES RI NO. 1010 TAHUN 2010 TENTANG NOTIFIKASI KOSMETIKA
( Pasal 2)
(1) Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan registrasi untuk
memperoleh Izin Edar;
(2) Izin Edar diberikan oleh Menteri;
(3) Menteri melimpahkan pemberian Izin Edar kepada Kepala Badan; PERMENKES NO.
1176 TAHUN 2010 TENTANG NOTIFIKASI KOSMETIKA
( Pasal 3)

Setiap kosmetika hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dari Menteri.
8 Kriteria Produk PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT
(Pasal 4)

(1) Obat yang mendapat Izin Edar harus memenuhi kriteria berikut:
a. khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui uji nonklinik dan
uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan;
b. mutu yang memenuhi syarat sesuai dengan standar yang ditetapkan, termasuk proses
produksi sesuai dengan CPOB dan dilengkapi dengan bukti yang sahih; dan
c. Informasi Produk dan Label berisi informasi lengkap, objektif dan tidak menyesatkan yang
dapat menjamin penggunaan Obat secara tepat, rasional dan aman.
(2) Selain harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Obat juga harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. khusus untuk Psikotropika baru, harus memiliki keunggulan dibandingkan dengan Obat yang
telah disetujui beredar di Indonesia; dan
b. khusus Obat program kesehatan nasional, harus sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan oleh instansi pemerintah PERMENKES NO. 1176 TAHUN 2010
TENTANG NOTIFIKASI KOSMETIKA
( Pasal 2)

Setiap kosmetika yang beredar wajib memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan,
dan kemanfaatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG
REGISTRASI OBAT
(Pasal 4)

Obat yang memiliki izin edar harus memenuhi kriteria berikut:


a. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui
percobaan hewan dan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu
pengetahuan yang bersangkutan;
b. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara Pembuatan Obat
Yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metoda pengujian terhadap semua bahan yang digunakan serta
produk jadi dengan bukti yang sahih;
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaan
obat secara tepat, rasional dan aman;
d. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
e. Kriteria lain adalah khusus untuk psikotropika harus memiliki keunggulan
kemanfaatan dan keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat yang
telah disetujui beredar di Indonesia untuk indikasi yang diklaim.
f. Khusus kontrasepsi untuk program nasional dan obat program
lainnya yang akan ditentukan kemudian, harus dilakukan uji klinik di Indonesia.
9 Persyaratan Registrasi PERATURAN KEPALA BADAN
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2017 NOMOR
TENTANG KRITERIA DAN TATA 1176/MENKES/PER/VIII/2010
LAKSANA REGISTRASI OBAT TENTANG NOTIFIKASI
(Pasal 6) KOSMETIKA

(1) Nama Obat yang diregistrasi dapat menggunakan:


a. nama generik; atau
b. nama dagang.

(2) Nama generik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai dengan International
Nonproprietary Names Modified yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (World Health
Organization) atau nama yang ditetapkan dalam program kesehatan nasional.
(3) Nama dagang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan nama yang diberikan
oleh Pendaftar sebagai identitas Obat.
(4) Pemberian nama dagang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berdasarkan kajian
mandiri dan menjadi tanggung jawab Pendaftar.
(5) Kajian mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengacu pada Pedoman Umum Nama
Obat sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Kepala Badan ini.
(6) Dalam hal kajian mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak sesuai dengan Pedoman
Umum Nama Obat sebagaimana pada Lampiran I, usulan nama Obat tersebut tidak dapat disetujui.
(7) Apabila di kemudian hari ada pihak lain yang lebih berhak atas nama Obat yang tercantum
dalam Izin Edar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, Pendaftar harus mengganti nama Obat. (Pasal 5)

(1) Kosmetika yang dinotifikasi harus dibuat dengan menerapkan CPKB dan memenuhi
persyaratan teknis.
(2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persyaratan
keamanan, bahan, penandaan, dan klaim.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman CPKB dan persyaratan teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Badan.
10 Mekanisme / Tahap PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG
KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT
(Pasal 25)

1) Registrasi terdiri dari:


a. tahap praregistrasi; dan
b. tahap registrasi.
(2) Permohonan praregistrasi dan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh
Pendaftar secara tertulis kepada Kepala Badan dengan melampirkan dokumen praregistrasi dan
dokumen registrasi. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dengan mengisi
Formulir sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala Badan ini.
(4) Petunjuk pengisian Formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala Badan ini.
(5) Dokumen praregistrasi dan dokumen registrasi harus menggunakan bahasa Indonesia atau
bahasa Inggris.
(6) Permohonan praregistrasi dan registrasi dapat diajukan secara elektronik sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
(7) Dalam hal Registrasi secara elektronik belum dapat dilaksanakan atau sistem elektronik tidak
berfungsi,
Registrasi dilakukan secara manual. PERMENKES NO. 1176 TAHUN 2010 TENTANG NOTIFIKASI
KOSMETIKA
( Pasal 6)

(1) Pemohon yang akan mengajukan permohonan notifikasi kosmetika harus mendaftarkan diri
kepada Kepala Badan.
(2) Pendaftaran sebagai pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan 1
(satu) kali, sepanjang tidak terjadi perubahan data pemohon.
(3) Pemohon yang telah terdaftar dapat mengajukan permohonan notifikasi dengan mengisi
formulir (template) secara elektronik pada website Badan Pengawas Obat dan Makanan.
11 Dokumen yg diperlukan PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG
KRITERIA DAN TATA LAKSANA
REGISTRASI OBAT PER-KaBPOM NO. 12 TAHUN 2020
PERSYARATAN TEKNIS BAHAN KOSMETIKA
(Pasal 7)

(Pasal 27)
1) Dokumen registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) terdiri atas:
a. bagian I : dokumen administratif, Informasi Produk dan Label.
b. bagian II : dokumen mutu.
c. bagian III : dokumen nonklinik.
d. bagian IV : dokumen klinik.
(2) Dokumen registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format
ASEAN Common Technical Dossier (ACTD) dan mengacu pada tata cara penyusunan dokumen
registrasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Kepala Badan ini.
(3) Dokumen registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan contoh
sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Kepala Badan ini.
(4) Dokumen registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dokumen rahasia yang
dipergunakan hanya untuk keperluan evaluasi oleh yang berwenang. (1) Permohonan
notifikasi Kosmetika Dalam Negeri dilakukan oleh industri Kosmetika.
(2) Industri Kosmetika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengajukan permohonan
notifikasi Kosmetika harus memenuhi persyaratan dokumen sebagai berikut:
a. NIB;
b. fotokopi KTP/identitas direksi dan/atau pimpinan Perusahaan;
c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
d. fotokopi sertifikat CPKB atau surat keterangan Penerapan CPKB sesuai dengan bentuk dan
jenis sediaan yang akan dinotifikasi dengan sisa masa berlaku paling singkat 6 (enam) bulan sebelum
berakhir; dan
e. surat pernyataan direksi dan/atau pimpinan industri Kosmetika tidak terlibat dalam
tindak pidana di bidang Kosmetika.
(3) Selain harus menyerahkan dokumen administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b dan huruf c, pemohon notifikasi juga harus menunjukkan dokumen aslinya.
(4) Dalam hal permohonan notifikasi Kosmetika dilakukan oleh pemohon notifikasi yang
memiliki sertifikat merek maka selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), pemohon notifikasi juga harus melampirkan fotokopi sertifikat merek dengan menunjukkan
dokumen aslinya.
(5) Dalam hal permohonan notifikasi Kosmetika dilakukan oleh pemohon notifikasi yang
ditunjuk sebagai penerima lisensi merek maka pemohon notifikasi selain harus melampirkan
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus melampirkan fotokopi perjanjian lisensi
antara
pemilik merek dengan pemohon notifikasi dengan menunjukkan

dokumen aslinya.
(6) Dalam hal pemohon notifikasi menggunakan merek yang belum didaftarkan kepada instansi
yang berwenang dan belum memiliki sertifikat merek, pemohon notifikasi dapat mengajukan
permohonan notifikasi dengan melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(7) Permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6)
disampaikan dengan melampirkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa pemohon notifikasi
bersedia untuk dibatalkan nomor notifikasinya apabila terdapat pihak lain yang lebih berhak
terhadap merek dan/atau Nama Kosmetika
tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
12 Penilai PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG
REGISTRASI OBAT
(Pasal 2)
Menteri melimpahkan pemberian Izin Edar kepada Kepala Badan;
(Kepala Badan adalah Kepala Badan yang bertanggung jawab dibidang Pengawasan Obat dan
Makanan) PERMENKES NO. 1176 TAHUN 2010 TENTANG NOTIFIKASI KOSMETIKA
( Pasal 19)

Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan notifikasi dilakukan oleh Menteri dan
Kepala Badan.

PERKABPOM 12/2020 pasal 32


ayat (1)
Komite nasional penilai kosmetika sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 huruf b terdiri atas:
a. akademisi;
b. peneliti;
c. praktisi; dan
d. regulator yang karena keahlian dan pengalamannya
diperlukan untuk memberikan saran, tanggapan
dan masukan terhadap kriteria keamanan,
kemanfaatan dan mutu Kosmetika
13 Pelaksanaan izin edar PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2017
TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
1176/MENKES/PER/VIII/2010

KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT


(Pasal 60)

1) Industri Farmasi yang telah mendapatkan Izin Edar wajib membuat dan mengirimkan laporan
produksi atau laporan pemasukan Obat Impor kepada Kepala Badan.
(2) Laporan produksi atau laporan pemasukan Obat Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Laporan produksi atau laporan pemasukan Obat Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak menghapuskan kewajiban bagi Industri Farmasi untuk menyampaikan laporan lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG
REGISTRASI OBAT
(Pasal 21)

(1) Pendaftar yang telah mendapat izin edar wajib memproduksi atau mengimpor dan
mengedarkan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah tanggal persetujuan dikeluarkan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Kepala
Badan. TENTANG NOTIFIKASI KOSMETIKA
(Pasal 3)

(1) Setiap kosmetika hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dari Menteri.
(2) Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa notifikasi.
(3) Dikecualikan dari ketentuan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi kosmetika
yang digunakan untuk penelitian dan sampel kosmetika untuk pameran dalam jumlah terbatas dan
tidak diperjualbelikan.
14 Evaluasi kembali PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG
REGISTRASI OBAT
(Pasal 22) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1998
TENTANGPENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN
(Pasal 36)

Untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh

(1) Terhadap obat yang telah diberikan izin edar dapat dilakukan evaluasi kembali.
(2) Evaluasi kembali obat yang sudah beredar dilakukan terhadap :
a. Obat dengan risiko efek samping lebih besar dibandingkan dengan efektifitasnya yang
terungkap sesudah obat dipasarkan.
b. Obat dengan efektifitas tidak lebih baik dari plasebo.
c. Obat yang tidak memenuhi persyaratan ketersediaan hayati/bioekivalensi.
(3) Terhadap obat yang dilakukan evaluasi kembali sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), industri farmasi/pendaftar wajib menarik obat tersebut dari peredaran.
(4) Evaluasi kembali juga dilakukan untuk perbaikan komposisi dan formula obat. penggunaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan, dilakukan pengujian kembali sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan.
15 Pembatalan izin edar PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT
(Pasal 23)

Dengan tidak mengurangi ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan, Kepala Badan dapat memberikan sanksi
administratif berupa pembatalan izin edar apabila terjadi salah satu dari hal- hal berikut:
a. Tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 berdasarkan data terkini.
b. Penandaan dan promosi menyimpang dari persetujuan izin edar
c. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
d. Selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut obat yang bersangkutan tidak diproduksi,
diimpor atau diedarkan.PERMENKES NO. 1176 TAHUN 2010 TENTANG NOTIFIKASI KOSMETIKA
( Pasal 14)

Notifikasi menjadi batal atau dapat dibatalkan, apabila;


a. izin produksi kosmetika, izin usaha industri, atau tanda daftar industri sudah tidak berlaku,
atau Angka Pengenal Importir (API) sudah tidak berlaku
b. berdasarkan evaluasi, kosmetika yang telah beredar tidak memenuhi persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
c. atas permintaan pemohon notifikasi
d. perjanjian kerjasama antara pemohon dengan perusahaan pemberi lisensi/industri penerima
kontrak produksi, atau surat penunjukkan keagenan dari produsen negara

e. lzin lndustri Farmasi, yang mendaftarkan, memproduksi atau mengedarkan dicabut.


f. Pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang produksi dan/atau peredaran obat. asal sudah
berakhir dan tidak diperbaharui
e. kosmetika yang telah beredar tidak sesuai dengan data dan/atau dokumen yang
disampaikan pada saat permohonan notifikasi; atau
f. pemohon notifikasi tidak memproduksi, atau mengimpor dan mengedarkan kosmetika
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
16 Pelanggaran yg mungkin PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG
KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT
(Pasal 63)

Pemilik Izin Edar melakukan pelanggaran di bidang produksi, distribusi, promosi, dan/atau Label
Obat. PERMENKES NO. 1176 TAHUN 2010 TENTANG NOTIFIKASI KOSMETIKA
( Pasal 10)

Kepala Badan dapat menolak permohonan notifikasi dalam hal;


a. pemohon tidak memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5; dan
b. tidak memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kosmetika.
17 Sanksi yg akan diterima (UU 36/09 PASAL 196)

Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau
kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).

(UU 36/09 Pasal 197)

Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana
dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak PERMENKES NO. 1176
TAHUN 2010 TENTANG NOTIFIKASI KOSMETIKA
( Pasal 20)

Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. larangan mengedarkan kosmetika untuk sementara;
c. penarikan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, kemanfaatan, dan
penandaan dari peredaran;
d. pemusnahan kosmetika; atau
e. penghentian sementara kegiatan produksi dan/atau peredaran kosmetika. (2) Sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Kepala Badan.

Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT
(Pasal 23)

Dengan tidak mengurangi ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan, Kepala Badan dapat memberikan sanksi
administratif berupa pembatalan izin edar apabila terjadi salah satu dari hal- hal berikut:
a. Tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 berdasarkan data terkini.
b. Penandaan dan promosi menyimpang dari persetujuan izin edar
c. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
d. Selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut obat yang bersangkutan tidak diproduksi,
diimpor atau diedarkan.
e. lzin lndustri Farmasi, yang mendaftarkan, memproduksi atau mengedarkan dicabut.
f. Pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang produksi dan/atau peredaran obat.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG
KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT
(Pasal 63)

Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan ini dapat dikenai sanksi
administratif berupa:

a. peringatan tertulis;
b. pembatalan proses Registrasi;
c. pembekuan Izin Edar Obat;
d. pencabutan Izin Edar Obat; dan/atau
e. larangan untuk melakukan pendaftaran selama 2 (dua) tahun.
RANGKUMAN PERBANDINGAN PERUNDANG-UNDANGAN IZIN EDAR
OBAT DAN NOTIFIKASI KOSMETIKA
Pada Permenkes RI No 1010/MENKES/PER/XI/2008 Persyaratan Registrasi Obat berisikan
bahwa registrasi obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan
registrasi
untuk memperoleh izin edar, izin edar diberikan oleh mentri. Mentri melimpahkan
pemberian izin
edar kepada Kepala Badan. Adapun izin edar kosmetika pada PMK 1176/2010 tentang
Notifikasi
Kosmetika menyatakan bahwa setiap kosmetika hanya dapat diedarkan setelah mendapat
izin edar
yakni berupa notifikasi dari mentri.
Kemudian pada bagian proses perizinan obat menurut Permenkes RI No
1010/MENKES/PER/XI/2008, obat yang memiliki izin edar harus memenuhi kriteria dan
tatalaksana registrasi ditetapkan oleh kepala badan. Izin edar berlaku 5 (lima) tahun dan
dapat
diperpanjang selama memenuhi ketentuan yang berlaku. Pendaftar yang telah mendapat
izin edar
wajib memproduksi atau mengimpor dan mengedarkan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun
setelah
tanggal persetujuan dikeluarkan. Tata cara pengajuan notifikasi kosmetika diatur dalam
PERKABPOM RI 12/2020, masa berlaku notifikasi berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat
diperpanjang melalui pembaruan.
ASPEK YANG BERBEDA dari Industri obat adalah Industri farmasi dalam membuat
kosmetika wajibmenerapkan CPOB dan Penanggung jawab adalah apoteker sedangkan
Industri
kosmetika adalah Industri kosmetika dalam membuat kosmetika wajib menerapkan CPKB
Penanggung jawab untuk golongan A apoteker dan golongan b adalah tenaga teknis
kefarmasian.
ASPEK YANG SAMA dari Industri obat dan Industri kosmetika adalah Proses perizinan /
pemenuhan komitmen dilakukan secara online di www.elic.binfar.kemkes.go.id yg
terintegrasi
OSS

Anda mungkin juga menyukai