Kelompok : 1 (Satu)
Kelas : Apoteker Sore
Nama Kelompok :
1. Abdul Rasid 1704026156
2. Ansyari Amrulloh 1704026172
3. Dian Intannya Permatasari 1704026186
4. Fuad 1704026201
5. Mochamad Febri Andrian 1704026224
6. Nurhaliza Afriyani Harahap 1704026236
7. Rizky Ramadhan 1704026250
8. Tri Winarni 1704026267
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, kami kemanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT
karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyusun Makalah Undang-
Undang Produksi Obat ini. Dan tak lupa shalawat serta salam kami haturkan kepada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk
dapat memenuhi tugas mata kuliah Undang-Undang dan Regulasi Farmasi Program
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah
Prof. DR. Hamka.
Pada kesempatan yang baik ini kami ingin menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pengampu mata kuliah ini, yaitu Bapak Drs.
Arel ST Iskandar, M.M., Apt. dan Drs. H. Fauzi Kasim, M. Kes., Apt., yang telah
memberi pengarahan dan pemahaman terkait peraturan perundang-undangan tentang
produksi obat. Dan kepada teman-teman yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan termasuk produk
biologi dan kontrasepsi, yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan.
Diawali dari pencegahan, diagnosa, pengobatan dan pemulihan, obat menjadi
salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan
pada pelayanan kesehatan. Obat merupakan salah satu unsur penting dalam
pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia
yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Disisi lain obat dapat merugikan kesehatan selama obat yang diproduksi
tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, penggunaan secara tidak
tepat maupun penyalahgunaan obat. Oleh sebab itu perlu pengaturan perundang-
undangan yang mengatur tentang obat mulai dari tahap produksi, registrasi
sampai dengan obat tersebut diedarkan dipasaran. Peraturan perundang-
undangan tersebut dibuat sebagai salah satu upaya dalam pembangunan
kesehatan yang dilakukan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang
disebabkan oleh penggunaan obat yang termasuk dalam sediaan farmasi yang
tidak tepat serta tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan
yang telah ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan.
Dalam PP No. 72 tahun 1998 yang disebutkan diatas, sebuah produk obat
yang akan diedarkan dalam wilayah indonesia perlu mendapatkan izin edar yang
dikeluarkan oleh Menteri. Peredaran obat dilaksanakan dengan memperhatikan
upaya pemeliharaan mutu, keamanan dan kemanfaatannya. Sehingga suatu
produk obat yang dapat memperoleh izin edar perlu dilakukan pengujian
terhadap mutu, keamanan dan kemanfaatannya. Tujuan dilakukannya registrasi
obat adalah dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak
memenuhi persyaratan, keamanan, mutu dan kemanfaatan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010 tahun 2008
tentang Registrasi Obat.
Selain mutu dan keamanan kandungan obat, bagian lain yang perlu
diperhatikan dalam suatu produk obat yang akan diedarkan adalah kemasan dan
penandaan yang tercantum dalam produk tersebut. Kemasan yang digunakan
pada sediaan farmasi obat dengan menggunakan bahan yang tidak
membahayakan kesehatan konsumen dan/atau mepengaruhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatan sediaan obat tersebut. Sediaan obat yang diedarkan
juga perlu mencantumkan penandaan dan informasi obat yang memenuhi
persyaratan berisi keterangan sediaan obat secara objektif, lengkap serta tidak
menyesatkan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 72
tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
Penandaan dan informasi sediaan obat dimaksudkan untuk dapat melindungi
masyarakat dari informasi sediaan obat yang tidak objektif, tidak lengkap dan
serta menyesatkan sehingga sesuai dengan peraturan Undang-undang nomor 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Untuk dapat melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan sediaan obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan dilakukan pengujian kembali sediaan obat yang diedarkan.
Sehingga sediaan yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dapat
dicabut izin edarnya. Untuk itu sangat penting peraturan perundang-undangan
yang mengatur pengamanan sediaan farmasi obat sehingga masyarakat dapat
terlindungi dari sediaan obat yang tidak memenuhi mutu dan keamanan karena
sangat mempengaruhi pelayanan kesehatan.
B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui peraturan perundang-undangan terkait dengan Produksi Obat.
2. Memahami hierarki peraturan perundang-undangan terkait Produksi Obat
yang tertera pada Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010
tahun 2008 tentang Registrasi obat, dan peraturan lain yang terkait.
3. Mengetahui tujuan dibuatkannya peraturan perundang-undangan terkait
Produksi obat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Obat
Menurut UU No. 36 Tahun 2009 yang membahas mengenai kesehatan
disebutkan bahwa obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk
biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi
atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
Penggolongan obat diatur dalam Peraturan menteri Kesehatan RI Nomor
917/MENKES/PER/X/1993 Penggolongan obat sendiri dilakukan guna untuk
meningkatkan keamanan serta ketepatan pemakaian atau penggunaan dan
pengamanan distribusi obat. Penggolongan obat tersebut terdiri atas, obat bebas,
obat bebas terbatas, obat wajib apotek (obat keras yang dapat diperoleh tanpa
resep dokter diapotek, diserahkan oleh apoteker), obat keras, psikotropika, dan
narkotika.
Badan usaha yang mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan harus
mencantumkan penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan.
1) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang harus
dicantumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus memenuhi
persyaratan berbentuk tulisan yang berisi keterangan mengenai sediaan
farmasi dan alat kesehatan secara obyektif, lengkap serta tidak menyesatkan.
(2) Keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya
berisi:
a. Nama produk dan/atau merek dagang;
b. Nama badan usaha yang memproduksi atau memasukkan sediaan farmasi
dan alat kesehatan ke dalam wilayah Indonesia;
c. Komponen pokok sediaan farmasi dan alat kesehatan;
d. Tata cara penggunaan;
e. Tanda peringatan atau efek samping;
f. Batas waktu kadaluwarsa untuk sediaan farmasi tertentu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penandaan dan informasi yang harus
dicantumkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh
Menteri.
2. Iklan
Iklan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan harus memuat
keterangan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan secara obyektif,
lengkap, dan tidak menyesatkan.
Sediaan farmasi yang berupa obat untuk pelayanan kesehatan yang
penyerahannya dilakukan berdasarkan resep dokter hanya dapat diiklankan pada
media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi.
Iklan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan pada media apapun yang
dipergunakan untuk menyebarkan iklan dilaksanakan dengan memperhatikan
etika periklanan.
H. Pemeliharaan Mutu
Pemeliharaan mutu menurut PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan adalah sebagai berikut:
(1) Dalam rangka menjamin sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan, diselenggarakan upaya
pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan.
(2) Penyelenggaraan upaya pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sejak kegiatan
produksi sampai dengan peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Dalam rangka pelaksanaan upaya pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan, Menteri melakukan:
a. Penetapan persyaratan pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan;
b. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan
alat kesehatan
J. Pemusnahan
Pemusnahan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka pembebasan obat-
obatan milik/kekayaan negara dari tanggung jawab berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. (Kepmenkes Nomor
059/MENKES/SK/I/2011).
Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagaimna diatur dalam PP No.
72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan farmasi dan Alat Kesehatan
dilaksanakan terhadap sediaan farmasi dan alat kesehatan yang:
a. Diproduksi tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku;
b. Telah kadaluwarsa;
c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan;
d. Dicabut izin edarnya;
e. Berhubungan dengan tindak pidana di bidang sediaan farmasi dan alat
kesehatan.
Berdasarkan PerKa BPOM Nomor HK.04.1.33.12.11.09938 Tahun 2011
Tentang Kriteria dan Tata Cara Penarikan Obat yang memenuhi Standar dan /
atau Persyaratan.
1) Obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan yang telah ditarik
dari peredaran harus dilakukan pemusnahan.
2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. Obat; dan/atau
d. Nama obat;
e. Bentuk sediaan;
g. Jumlah obat;
h. Nomor bets;
K. Pembinaan
Berdasarkan Perarturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
Menteri melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan
dengan pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
1) Pembinaan oleh Menteri diarahkan untuk:
a. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan;
b. Melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak tepat dan/atau tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan;
c. Menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
diedarkan.
2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dalam
bidang:
a. Informasi;
b. Produksi;
c. Peredaran;
d. Sumber daya manusia;
e. Pelayanan kesehatan.
Berdasarkan PerKa BPOM Nomor HK.04.1.33.12.11.09938 Tahun 2011
Tentang Kriteria dan Tata Cara Penarikan Obat yang memenuhi Standar dan /
atau Persyaratan.
Pembinaan Berdasarkan lingkupnya, pembinaan kepada industri dapat dibagi
menjadi dua bagian yaitu :
1) Pembinaan teknis adalah Pembinaan dilakukan untuk mengetahui
permasalahan industri farmasi pada suatu daerah untuk dilakukan
pembinaan secara umum dengan maksud agar industri dapat memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan. Pembinaan teknis dilakukan bersama
dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai unit yang berwenang
dalam pengawasan sehingga dapat diharapkan hasil pembinaan teknis
dapat membantu industri memenuhi standard dan persyaratan yang
ditetapkan.
2) Pembinaan non teknis adalah Pembinaan non teknis adalah pembinaan yang
berkaitan dengan aspek pengembangan industri.Pembinaan dilakukan
untuk mengetahui masalah industri farmasi yang bersifat non teknis
yang meliputi aspek ekonomi, perpajakan, pemasaran dan regulasi.
Pembinaan non teknis meliputi :
a. Ekonomi : menganalisa pengembangan yang dapat dilakukan
berdasarkan kapasitas produksi, kemampuan modal/sarana dan
kebutuhan pasar.
b. Kemudahan pajak : memberikan bantuan yang dibutuhkan industri
dalam rangka mengurangi biaya produksi baik dari pemasukan bahan
baku sampai dengan produk akhir.
c. Bantuan dalam pemasaran : memberikan kesempatan kepada industri
untuk ikut memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri (sektor private
and sektor publik).Review regulasi : menampung seluruh permasalahan
yang dihadapi industri farmasi dan mencarikan solusi apabila
masalah itu disebabkan karena regulasi ataupun dapat diselesaikan
dengan membuat regulasi.
L. Pengawasan
Menurut PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan. Pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan
pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan oleh Menteri.
Menteri dalam melaksanakan pengawasan, mengangkat tenaga pengawas yang
bertugas melakukan pemeriksaan di bidang pengamanan sediaan farmasi dan
alat kesehatan.
1. Tanggung Jawab Pengawasan
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang disebutkan sebelumnya,
tenaga pengawas melakukan fungsi:
a. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan produksi,
penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan sediaan farmasi dan alat
kesehatan untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh dan segala
sesuatu yang digunakan dalam kegiatan produksi, penyimpanan,
pengangkutan, dan perdagangan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
b. Membuka dan meneliti kemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
c. Memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan
mengenai kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan
perdagangan sediaan farmasi dan alat kesehatan, termasuk menggandakan
atau mengutip keterangan tersebut;
d. Memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha atau dokumen lain.
2. Tindakan Administratif
Menteri dapat mengambil tindakan administratif terhadap sarana
kesehatan dan tenaga kesehatan yang melanggar hukum di bidang sediaan
farmasi dan alat kesehatan. Tindakan administratif dapat berupa:
a. Peringatan secara tertulis;
b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk
menarik produk sediaan farmasi dan alat kesehatan dari peredaran yang
tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan;
c. Perintah pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan, jika terbukti tidak
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan;
d. Pencabutan sementara atau pencabutan tetap izin usaha industri, izin edar
sediaan farmasi dan alat kesehatan serta izin lain yang diberikan.
Tindakan administratif berupa pencabutan sementara atau pencabutan
tetap izin dilaksanakan oleh Menteri atau Menteri lain yang berwenang.
Jika pelanggaran hukum dilakukan oleh tenaga kesehatan, tindakan
administratif dikenakan oleh Menteri berupa:
a. Teguran;
b. Pencabutan izin untuk melakukan upaya kesehatan.
M. Ketentuan Pidana
Adapun Ketentuan Pidana sebagaimana diatur dalam PP No. 72 Tahun 1998
tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan antara lain :
1. Barang siapa dengan sengaja memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan
farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 80 ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan.
2. Barang siapa dengan sengaja:
a. Memproduksi dan/atau mengedarkan alat kesehatan yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2)
huruf d;
b. Mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan tanpa izin edar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9; dipidana dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah) sesuai dengan ketentuan
Pasal 81 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.
A. Kesimpulan
Obat merupakan obat jadi termasuk produk biologi yang merupakan bahan atau
paduan bahan yang digunakan untuk pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat tidak memenuhi standar
dan/atau persyaratan adalah obat yang tidak memenuhi ketentuan keamanan, khasiat,
mutu dan penandaan. Dalam Indonesia Obat diatur di dalam undang-undang,
peraturan pemerintah, peraturan menteri kesehatan, maupun di dalam peraturan
kepala badan pengawas obat dan makanan. Dimana masing-masing peraturan
mengatur berbagai aspek diantaranya persyaratan mutu, izin edar, pemusnahan,
kemasan, penandaan dan iklan. Di setiap peraturan terdapat sanksi dimana nila
seseorang melakukan produksi dan pengedaran, ataupun memasukkan atau
mngeluarkan sediaan farmasi tidak sesuai persyaratan yang ada maka akan
dikenakan sanksi diamana akan di pidana dan dikenakan denda.
DAFTAR PUSTAKA
Pasal 36
(1) Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan
Materi Muatan / Aspek keterjangkauan perbekalan kesehatan, terutama obat
yang Diatur esensial.
(2) Dalam menjamin ketersediaan obat keadaan darurat,
Pemerintah dapat melakukan kebijakan khusus
untuk pengadaan dan pemanfaatan obat dan bahan
yang berkhasiat obat.
Pasal 37
(1) Pengelolaan perbekalan kesehatan dilakukan agar
kebutuhan dasar masyarakat akan perbekalan
kesehatan terpenuhi.
(2) Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa obat
esensial dan alat kesehatan dasar tertentu
dilaksanakan dengan memperhatikan kemanfaatan,
harga, dan faktor yang berkaitan dengan pemerataan.
Pasal 38
(1) Pemerintah mendorong dan mengarahkan
pengembangan perbekalan kesehatan dengan
memanfaatkan potensi nasional yang tersedia.
(2) Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan terutama untuk obat dan vaksin baru
sertabahan alam yang berkhasiat obat.
Pasal 40
(1) Pemerintah menyusun daftar dan jenis obat yang
secara esensial harus tersedia bagi kepentingan
masyarakat.
(2) Daftar dan jenis obat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditinjau dan disempurnakan paling lama setiap 2
(dua) tahun sesuai dengan perkembangan kebutuhan
dan teknologi.
(3) Pemerintah menjamin agar obat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tersedia secara merata dan
terjangkau oleh masyarakat.
(6) Perbekalan kesehatan berupa obat generik yang
termasuk dalam daftar obat esensial nasional harus
dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya,
sehingga penetapan harganya dikendalikan oleh
Pemerintah.
Pasal 98
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman,
berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau.
(2) Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan
kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan,
mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat
dan bahan yang berkhasiat obat.
(3) Ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan,
pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi
dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu
pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
(4) Pemerintah berkewajiban membina, mengatur,
mengendalikan, dan mengawasi pengadaan,
penyimpanan, promosi, dan pengedaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 99
(1) Sumber sediaan farmasi yang berasal dari alam
semesta dan sudah terbukti berkhasiat dan aman
digunakan dalam pencegahan, pengobatan, dan/atau
perawatan, serta pemeliharaan kesehatan tetap harus
dijaga kelestariannya.
(2) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya
untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan,
mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan
sediaan farmasi yang dapat dipertanggungjawabkan
manfaat dan keamanannya.
(3) Pemerintah menjamin pengembangan dan
pemeliharaan sediaan farmasi.
Pasal 100
(1) Sumber obat tradisional yang sudah terbukti
berkhasiat dan aman digunakan dalam pencegahan,
pengobatan, perawatan, dan/atau pemeliharaan
kesehatan tetap dijaga kelestariannya.
(2) Pemerintah menjamin pengembangan dan
pemeliharaan bahan baku obat tradisional .
Pasal 101
(1) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya
untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan,
mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan
obat tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan
manfaat dan keamanannya.
(2) Ketentuan mengenai mengolah, memproduksi,
mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan,
dan menggunakan obat tradisional diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 102
(1) Penggunaan sediaan farmasi yang berupa
narkotika dan psikotropika hanya dapat dilakukan
berdasarkan resep dokter atau dokter gigi dan
dilarang untuk disalahgunakan.
(2) Ketentuan mengenai narkotika dan psikotropika
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 103
(1) Setiap orang yang memproduksi, menyimpan,
mengedarkan, dan menggunakan narkotika dan
psikotropika wajib memenuhi standar dan/atau
persyaratan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai produksi, penyimpanan,
peredaran, serta penggunaan narkotika dan
psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pasal 104
(1) Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari
bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi
persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau
khasiat/kemanfaatan.
(2) Penggunaan obat dan obat tradisional harus
dilakukan secara rasional.
Pasal 105
(1) Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku
obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia
atau buku standar lainnya.
(2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan
kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi
standar dan/atau persyaratan yang ditentukan.
Pasal 106
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat
diedarkan setelah mendapat izin edar.
(2) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat
kesehatan harus memenuhi persyaratan
objektivitas dan kelengkapan serta tidak
menyesatkan.
(3) Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan
memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh
izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi
persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau
kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 108
(1) Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik
kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 113
(1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat
adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan
membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga,
masyarakat, dan lingkungan.
(2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau,
padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang
penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya
dan/atau masyarakat sekelilingnya.
(3) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang
mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan/atau
persyaratan yang ditetapkan.
Definisi:
Materi Farmasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Obat, Obat Tradisional,
Pelayanan Kesehatan Promotif, Pelayanan Kesehatan
Preventif, Pelayanan Kesehatan Kuratif, Pelayanan
Kesehatan Rehabilitatif, Pelayanan Kesehatan Tradisional.
Sanksi Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15(lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 198
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
Pasal 202
Peraturan Perundang-undangan sebagai pelaksanaan
Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 1 (satu)
tahun sejaktanggal pengundangan Undang-Undang ini.
Aturan Peralihan /
Penutup Pasal 203
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua
peraturanpelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 204
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3495) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 205
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Pasal 75
Barang siapa dengan sengaja:
a. Memproduksi dan/atau mengedarkan alat kesehatan
yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf d;
b. Mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan tanpa
izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah)
sesuai dengan ketentuan Pasal 81 ayat (2) Undang-
undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Pasal 76
Barang siapa dengan sengaja:
a. Memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi
berupa obat tradisional yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) dan ayat (2) huruf b;
b. Memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi
berupa kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat
(2) huruf c; dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sesuai
dengan ketentuan Pasal 82 ayat (2) Undang undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Pasal 77
Barang siapa yang dengan sengaja mengedarkan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang tidak mencantumkan
penandaan dan informasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 dan Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sesuai
dengan ketentuan Pasal 82 ayat (2) Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Pasal 78
Berdasarkan ketentuan Pasal 83 Undang-undang Nomor
23 Tahun 1992 tentangKesehatan, ancaman pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76
dan Pasal 77, ditambah seperempat apabila menimbulkan
luka berat atau sepertiga apabila menimbulkan kematian.
Pasal 79
Berdasarkan ketentuan Pasal 86 Undang-undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, barang siapa dengan
sengaja:
a. Memproduksi sediaan farmasi dan alat kesehatan tanpa
menerapkan cara produksi yang baik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5;
b. Melakukan pengangkutan sediaan farmasi dan alat
kesehatan dalam rangka peredaran tanpa disertai
dengan dokumen pengangkutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
c. Memasukkan sediaan farmasi ke dalam wilayah
Indonesia tanpa dilengkapi dengan dokumen yang
menyatakan bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang bersangkutan telah lulus dalam pengujian
laboratoris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(1);
d. Mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
mengalami kerusakan kemasan yang langsung
bersentuhan dengan produk sediaan farmasi dan alat
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
(1);
e. Mengiklankan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
penyerahannya dilakukan berdasarkan resep dokter
pada media cetak selain yang ditentukan dalam Pasal
32, dipidana dengan pidana denda sebesar Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 81
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka semua
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dan/atau belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah
ini.
Pasal 83
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Pasal 2
(1) Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia,
sebelumnya harus dilakukan registrasi untuk
memperoleh Izin Edar;
(2) Izin Edar diberikan oleh Menteri;
(3) Menteri melimpahkan pemberian Izin Edar kepada
Ketentuan Umum Kepala Badan;
(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk:
a. Obat penggunaan khusus atas permintaan dokter;
b. Obat Donasi;
c. Obat untuk Uji Klinik;
d. Obat Sampel untuk Registrasi.
Pasal 3
(1) Obat sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (4)
dapat dimasukkan ke wilayah Indonesia melalui
Mekanisme Jalur Khusus.
(2) Ketentuan tentang Mekanisme Jalur Khusus
ditetapkan oleh Menteri.
1. Untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat
yang tidak memenuhi persyaratan, keamanan, mutu
dan kemanfaatan
Tujuan 2. Perlunya disederhanakan dan diperbaharuinya
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
949/Menkes/Per/VI/2000 tentang Registrasi Obat
20. Kriteria
21. Persyaratan Registrasi (Registrasi Obat Produksi
dalam Negeri, Registrasi Obat Narkotika, Registrasi
Obat Kontrak, Registrasi Obat Impor, Registrasi Obat
Materi Muatan / Aspek Khusus Ekspor, Registrasi Obat yang Dilindungi
yang Diatur Paten)
22. Tata Cara Memperoleh Izin Edar (Registrasi,
Biaya, Evaluasi, Pemberian Izin Edar, Peninjauan
Kembali, Masa Berlaku Izin Edar)
23. Pelaksanaan Izin Edar
24. Evaluasi Kembali
Definisi : Izin Edar, Obat, Produk Biologi, Registrasi,
Materi Farmasi Obat Kontrak, Pemberi Kontrak, Penerima Kontrak, Obat
Impor, Penandaan, Obat Palsu, Psikotropika, Narkotika,
Peredaran, Produk yang Dilindungi Paten, Kepala Badan.
Dengan tidak mengurangi ancaman pidana sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan, Kepala Badan dapat memberikan
sanksi administratif berupa pembatalan izin edar apabila
terjadi salah satu dari hal-hal berikut:
Sanksi a. Tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 berdasarkan dataterkini.
b. Penandaan dan promosi menyimpang dari persetujuan
izin edar
c. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21.
d. Selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut obat yang
bersangkutan tidak diproduksi, diimpor atau diedarkan.
e. lzin lndustri Farmasi, yang mendaftarkan, memproduksi
atau mengedarkan dicabut.
f. Pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang
produksi dan/atau peredaran obat.
Pasal 24
(1) Bagi yang telah mengajukan permohonan dan
melengkapi dokumen registrasi sebelum
diberlakukannya peraturan ini tetap akan diproses
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
949/MENKES/PER/Vl/2000 tentang Registrasi Obat
Aturan Peralihan / Jadi;
Penutup (2) Obat yang telah mendapat izin edar berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
949/MENKES/PER/Vl/2000 tentang Registrasi Obat
Jadi yang habis masa berlakunya setelah
ditetapkannya Peraturan ini, dapat diperpanjang untuk
paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal
ditetapkannya Peraturan ini.
Pasal 25
Semua ketentuan tentang tata cara registrasi obat jadi yang
telah dikeluarkan sebelum ditetapkannya peraturan ini,
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan ini.
Pasal 26
Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 949/MENKES/PER/Vl/2000 tentang
Registrasi Obat Jadi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
lagi.
Pasal 27
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Pasal 32
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/X/1990 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin
Usaha Industri Farmasi dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 33
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.