Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

UNDANG-UNDANG REGULASI FARMASI


“ Produksi Obat”

Kelompok : 1 (Satu)
Kelas : Apoteker Sore
Nama Kelompok :
1. Abdul Rasid 1704026156
2. Ansyari Amrulloh 1704026172
3. Dian Intannya Permatasari 1704026186
4. Fuad 1704026201
5. Mochamad Febri Andrian 1704026224
6. Nurhaliza Afriyani Harahap 1704026236
7. Rizky Ramadhan 1704026250
8. Tri Winarni 1704026267

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, kami kemanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT
karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyusun Makalah Undang-
Undang Produksi Obat ini. Dan tak lupa shalawat serta salam kami haturkan kepada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk
dapat memenuhi tugas mata kuliah Undang-Undang dan Regulasi Farmasi Program
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah
Prof. DR. Hamka.
Pada kesempatan yang baik ini kami ingin menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pengampu mata kuliah ini, yaitu Bapak Drs.
Arel ST Iskandar, M.M., Apt. dan Drs. H. Fauzi Kasim, M. Kes., Apt., yang telah
memberi pengarahan dan pemahaman terkait peraturan perundang-undangan tentang
produksi obat. Dan kepada teman-teman yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini.

Jakarta, 3 Maret 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan termasuk produk
biologi dan kontrasepsi, yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan.
Diawali dari pencegahan, diagnosa, pengobatan dan pemulihan, obat menjadi
salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan
pada pelayanan kesehatan. Obat merupakan salah satu unsur penting dalam
pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia
yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Disisi lain obat dapat merugikan kesehatan selama obat yang diproduksi
tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, penggunaan secara tidak
tepat maupun penyalahgunaan obat. Oleh sebab itu perlu pengaturan perundang-
undangan yang mengatur tentang obat mulai dari tahap produksi, registrasi
sampai dengan obat tersebut diedarkan dipasaran. Peraturan perundang-
undangan tersebut dibuat sebagai salah satu upaya dalam pembangunan
kesehatan yang dilakukan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang
disebabkan oleh penggunaan obat yang termasuk dalam sediaan farmasi yang
tidak tepat serta tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan
yang telah ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan.
Dalam PP No. 72 tahun 1998 yang disebutkan diatas, sebuah produk obat
yang akan diedarkan dalam wilayah indonesia perlu mendapatkan izin edar yang
dikeluarkan oleh Menteri. Peredaran obat dilaksanakan dengan memperhatikan
upaya pemeliharaan mutu, keamanan dan kemanfaatannya. Sehingga suatu
produk obat yang dapat memperoleh izin edar perlu dilakukan pengujian
terhadap mutu, keamanan dan kemanfaatannya. Tujuan dilakukannya registrasi
obat adalah dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak
memenuhi persyaratan, keamanan, mutu dan kemanfaatan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010 tahun 2008
tentang Registrasi Obat.
Selain mutu dan keamanan kandungan obat, bagian lain yang perlu
diperhatikan dalam suatu produk obat yang akan diedarkan adalah kemasan dan
penandaan yang tercantum dalam produk tersebut. Kemasan yang digunakan
pada sediaan farmasi obat dengan menggunakan bahan yang tidak
membahayakan kesehatan konsumen dan/atau mepengaruhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatan sediaan obat tersebut. Sediaan obat yang diedarkan
juga perlu mencantumkan penandaan dan informasi obat yang memenuhi
persyaratan berisi keterangan sediaan obat secara objektif, lengkap serta tidak
menyesatkan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 72
tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
Penandaan dan informasi sediaan obat dimaksudkan untuk dapat melindungi
masyarakat dari informasi sediaan obat yang tidak objektif, tidak lengkap dan
serta menyesatkan sehingga sesuai dengan peraturan Undang-undang nomor 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Untuk dapat melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan sediaan obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan dilakukan pengujian kembali sediaan obat yang diedarkan.
Sehingga sediaan yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dapat
dicabut izin edarnya. Untuk itu sangat penting peraturan perundang-undangan
yang mengatur pengamanan sediaan farmasi obat sehingga masyarakat dapat
terlindungi dari sediaan obat yang tidak memenuhi mutu dan keamanan karena
sangat mempengaruhi pelayanan kesehatan.
B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui peraturan perundang-undangan terkait dengan Produksi Obat.
2. Memahami hierarki peraturan perundang-undangan terkait Produksi Obat
yang tertera pada Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010
tahun 2008 tentang Registrasi obat, dan peraturan lain yang terkait.
3. Mengetahui tujuan dibuatkannya peraturan perundang-undangan terkait
Produksi obat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Obat
Menurut UU No. 36 Tahun 2009 yang membahas mengenai kesehatan
disebutkan bahwa obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk
biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi
atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
Penggolongan obat diatur dalam Peraturan menteri Kesehatan RI Nomor
917/MENKES/PER/X/1993 Penggolongan obat sendiri dilakukan guna untuk
meningkatkan keamanan serta ketepatan pemakaian atau penggunaan dan
pengamanan distribusi obat. Penggolongan obat tersebut terdiri atas, obat bebas,
obat bebas terbatas, obat wajib apotek (obat keras yang dapat diperoleh tanpa
resep dokter diapotek, diserahkan oleh apoteker), obat keras, psikotropika, dan
narkotika.

B. Persyaratan Mutu, Keamanan, dan Kemanfaatan


Menurut Permenkes PMK NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 Obat
harus memenuhi kriteria berikut:
a. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui
percobaan hewan dan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status
perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan;
b. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara
Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metoda pengujian
terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang
sahih;
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin
penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman;
d. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
e. Kriteria lain adalah khusus untuk psikotropika harus memiliki keunggulan
kemanfaatan dan keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat
yang telah disetujui beredar di Indonesia untuk indikasi yang diklaim.
f. Khusus kontrasepsi untuk program nasional dan obat program lainnya yang
akan ditentukan kemudian, harus dilakukan uji klinik di Indonesia.
C. Produksi Izin (Industri, Produksi) dan Cara Pembuatan
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan perizinan Industri Farmasi,
perlu pengaturan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi,. Adapun ruang lingkup
ini meliputi :
1. Jenis Permohonan Izin
a. Persetujuan Prinsip
Persetujuan Prinsip yang diberikan kepada pelaku usaha yang telah
memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala
Badan, sebelum pelaku usaha melakukan persiapan, pembangunan,
pengadaan, pemasangan, dan instalasi peralatan, termasuk produksi
percobaan.
b. Izin Industri Farmasi
Izin yang diberikan kepada pelaku usaha yang telah selesai melaksanakan
tahap persetujuan prinsip, sebelum industri farmasi melakukan kegiatan
produksi
c. Perubahan Izin Industri Farmasi
Perubahan izin industri farmasi harus dilakukan apabila:
1) Perubahan kapasitas produksi
2) Perubahan fasilitas produksi
3) Perubahan alamat/lokasi
4) Perubahan penanggung jawab
5) Perubahan nama industri
d. Perpanjangan
Perpanjangan persetujuan prinsip dikarenakan pemohon mengalami kendala
yang berkaitan dengan pembangunan sarana produksi, diperpanjang selama 1
(satu) tahun .
2. Masa Berlaku Izin
Persetujuan prinsip berlaku selama 3 (tiga) tahun. Dalam hal tertentu yang
berkaitan dengan pelaksanaan penyelesaian pembangunan fisik, atas
permohonan pemohon, persetujuan prinsip dapat diperpanjang paling lama 1
(satu) tahun. Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama Industri
Farmasi yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Pencabutan Izin
a. Persetujuan Prinsip
Persetujuan prinsip batal apabila setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun
dan/atau setelah jangka waktu 1 (satu) tahun perpanjangan, pemohon belum
menyelesaikan pembangunan fisik.
b. Izin Industri Farmasi
Izin produksi industri farmasi dapat dicabut apabila melanggar
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
4. Pelaporan
Industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala
mengenai kegiatan usahanya:
a. Sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap
obat atau bahan obat yang dihasilkan sesuai dengan ketentuan; dan
b. Sekali dalam 1 (satu) tahun sesuai dengan ketentuan.

D. Peredaran (Penyaluran& Penyerahan): Izin Edar: Registrasi & Notifikasi;


Izin Sarana; Cara Peredaran; Jaga Mutu; Dokumen
1. Peredaran (PP No. 72 Tahun 1998)
Peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau
penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan baik dalam rangka perdagangan,
bukan perdagangan, atau pemindah tanganan;
2. Izin Edar
lzin edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di
wilayah lndonesia.
a) Registrasi Obat (PMK 1010 tahun 2008)
Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan
registrasi untuk memperoleh Izin Edar. Izin Edar diberikan oleh Menteri dengan
melimpahkan pemberian Izin Edar kepada Kepala Badan.

Obat yang memiliki izin edar harus memenuhi kriteria berikut:


1) Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui
percobaan hewan dan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status
perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan;
2) Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara
Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metoda pengujian
terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang
sahih;
3) Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin
penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman;
4) Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
5) Kriteria lain adalah khusus untuk psikotropika harus memiliki keunggulan
kemanfaatan dan keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat yang
telah disetujui beredar di Indonesia untuk indikasi yang diklaim.
Persyaratan registrasi terhadap produk obat termasuk
1. Registrasi Obat Produk dalam Negeri
2. Registrasi Obat Narkotik
3. Registrasi Obat Kontrak
4. Registrasi Obat Impor
5. Registrasi Obat Khusus Ekspor
6. Registrasi Obat yang Dilindungi Paten
Pengecualian Izin Edar Produk Obat terhadap:
a. Obat penggunaan khusus atas permintaan dokter;
b. Obat Donasi;
c. Obat untuk Uji Klinik;
d. Obat Sampel untuk Registrasi.
b) Masa Berlaku Izin Edar :
Izin edar berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
ketentuan yang berlaku.
c) Tanggung Jawab Pendaftar
Menurut PerKaBPOM No. HK. 03. 1. 23. 10. 11.08481 Pasal 26 ayat 1
Pendaftar Bertanggung Jawab atas:
1) Kelengkapan dokumen yang diserahkan;
2) Kebenaran dan keabsahan informasi yang tercantum dalam dokumen
registrasi
3) Perubahan data dan informasi produk yang sedang dalam proses registrasi
atau sudah memiliki izin edar.
d) Pemberi Izin Edar (PP No. 72 Tahun 1998 Pasal 9)
1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
memperoleh izin edar dari Menteri Kesehatan.
2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud diatas, bagi sediaan
farmasi yang berupa obat tradisional yang diproduksi oleh perorangan.
3. Tata Laksana Memperoleh Izin Edar
Menurut PerKaBPOM No. HK. 03. 1. 23. 10. 11.08481)
1) Obat yang dibuat dan melalui tahapan uji klinik di Indonesia sebelum
diregistrasi harus melalui penilaian proses obat pengembangan baru
2) Penilaian proses obat pengembangan baru sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) akan diatur tersendiri oleh kepala badan
3) Permohonan pra-registrasi obat dilakuakn untuk penapisan registrasi obat,
penentuan kategori registrasi, penentuan jalur evaluasi, penentuan biaya
evaluasi, dan penentuan dokumen registrasi obat.
4) Paling lama dalam jangka waktu 40 (empat puluh) hari sejak diterimanya
permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1), Kepala Badan
memberikan surat Hasil Pra-Registrasi (HPR) kepada pendaftar.
5) HPR berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal dikeluarkan
6) Terhadap dokumen registrasi yang telah dinyatakan lengkap dilakukan
evaluasi sesuai criteria.
7) Hasil evaluasi dokumen registrasi nda rekomendasi panitia penilai berupa
kerputusan pemberian persetujuan atau penolakan terhadap izin edar
8) Dalam hal adanya keberatan terhadap hasil evaluasi khasiat dan keamanan
dari panitia penilai, pemohon diajukan paling lama dalam jangka waktu 20
(dua puluh) hari sejak tanggal surat pemberitahuan hasil evaluasi khasiat dan
keamanan.
9) Peninjauan kembali dalam hal adanya keberatan terhadap keputusan registrasi
berupa penolakan dapat diajukan paling lama 6 (enam) bulan setelah tanggal
surat penolakan atau hanya dapat dilakukan untuk 1 (satu) kali.
4. Dokumen yang diperlukan
Menurut PerKaBPOM No. HK. 03. 1. 23. 10. 11.08481 Dokumen registrasi
terdiri atas:
a. Bagian I : Dokumen Administratif, Informasi Produk, dan Penandaan
b. Bagian II : Dokumen Mutu
c. Bagian III : Dokumen Non-klinik
d. Bagian IV : Dokumen Klinik
5. Penilai
Untuk melakukan evaluasi dibentuk:
a. Komite Nasional (KOMNAS) Penilai Obat yang bertugas membahas,
merumuskan, memberikan pertimbangan dan keputusan hasil evaluasi obat
melalui forum rapat berkala
b. Panitia Penilai Khasiat-Keamanan yang bertugas melakukan evaluasi
terhadap aspek khasiat dan keamanan untuk dibahas dalam rapat berkala
KOMNAS
c. Panitia Penilai Mutu yang bertugas melakukan evaluasi terhadap aspek mutu.
d. Panitia Penilai Informasi Produk dan Penandaan yang bertugas melakukan
evaluasi terhadap aspek Informasi Produkdan Penandaan.
6. Pelaksanaan izin edar
a. Izin edar berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
ketentuan yang berlaku.
b. Obat
1) Persetujuan impor dalam bentuk ruahan, persetujuan impor Khusus Ekspor
dan persetujuan Khusus Ekspor berlaku paling lama 5 (lima) tahun selama
memenuhi ketentuan yang berlaku.
2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dan (2)
untuk registrasi obat berdasarkan perjanjian/penunjukkan dengan masa kerja
sama kurang dari 5 (lima) tahun, maka masa berlaku Izin edar sesuai dengan
masa berlaku kerja sama dalam dokumen perjanjian.
7. Evaluasi kembali
a. Terhadap obat yang telah diberikan izin edar dapat dilakukan evaluasi
kembali.
b. Evaluasi kembali obat yang sudah beredar dilakukan terhadap :
1) Obat dengan risiko efek samping lebih besar dibandingkan dengan
efektifitasnya yang terungkap sesudah obat dipasarkan.
2) Obat dengan efektifitas tidak lebih baik dari plasebo.
3) Obat yang tidak memenuhi persyaratan ketersediaan hayati/bioekivalensi.
c. Terhadap obat yang dilakukan evaluasi kembali sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), industri farmasi/pendaftar wajib menarik obat tersebut dari
peredaran.
d. Evaluasi kembali juga dilakukan untuk perbaikan komposisi dan formula obat
8. Pembatalan izin edar
Kepala Badan dapat memberikan sanksi administratif berupa pembatalan izin
edar apabila terjadi salah satu dari hal-hal berikut:
a. Tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 berdasarkan
data terkini.
b. Penandaan dan promosi menyimpang dari persetujuan izin edar
c. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
d. Selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut obat yang bersangkutan tidak
diproduksi, diimpor atau diedarkan.
e. lzin lndustri Farmasi, yang mendaftarkan, memproduksi atau mengedarkan
dicabut.
f. Pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang produksi dan/atau
peredaran obat.
Pemberian sanksi berupa pembekuan/pembatalan izin edar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 huruf c dan huruf d jika terjadi hal berikut:
a. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat
(1)
b. Selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut tidak diproduksi atau diimpor, dan
diedarkan
c. Izin industri farmasi pemilik izin edar dicabut; dan/atau pemilik izin edar
melakukan pelanggaran di bidang produksi dan/atau distribusi obat

E. Pemasukan dan Pengeluaran ke dalam dari Wilayah Indonesia


Pemasukan dan Pengeluaran ke dalam dan dari dalam wilayah Indonesia
memiliki persyaratan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun
1998 yaitu :
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimasukkan ke dalam dan
dikeluarkan dari wilayah Indonesia untuk diedarkan harus memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan.
Pemasukan dan pengeluaran sediaan farmasi dan alat kesehatan kedalam
dan dari wilayah Indonesia hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang telah
memiliki izin sebagai importir dan/atau eksportir sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan yang berlaku
a. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimasukkan dan dikeluarkan ke
dalam dan dari wilayah Indonesia untuk diedarkan harus dilengkapi dengan
dokumen yang menyatakan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
bersangkutan telah lulus dalam pengujian dari segi mutu, keamanan dan
kemanfaatan dari instansi yang berwenang di negara asal atau Menteri.
b. Kelengkapan dokumen hasil pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) menjadi tanggung jawab importir dan/atau eksportir sediaan farmasi dan
alat kesehatan.
Setiap pengangkutan dalam rangka pemasukan dan pengeluaran sediaan
farmasi dan alat kesehatan ke dalam dan dari wilayah Indonesia dilaksanakan
dengan memperhatikan upaya pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan.
Ada pula pengecualian persyaratan pemasukan dan pengeluaran obat yang
diatur dalam PP No.72 tahun 1998 antara lain:
1. Terhadap sediaan farmasi yang berupa obat yang sangat dibutuhkan dalam
pelayanan kesehatan serta belum diproduksi di Indonesia, dapat dilakukan
pemasukan ke dalam wilayah Indonesia.
2. Pemasukan sediaan farmasi yang berupa obat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk :
a. Keadaan darurat.
b. Atas pertimbangan dari tenaga kesehatan yang berwenang dalam
pemberian pelayanan kesehatan.
c. Jumlahnya terbatas sesuai dengan yang dibutuhkan dalam pemberian
pelayanan kesehatan.
F. Kemasan
Menurut Peraturan Pemerintah No.72 tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan, kemasan obat dijelaskan pada beberapa
pasal, yaitu:
1. Pengemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan
menggunakan bahan kemasan yang tidak membahayakan kesehatan manusia
dan/atau dapat mempengaruhi berubahnya persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengemasan sediaan farmasi dan alat
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148 tahun 2011 tentang


Pedagang Besar Farmasi.
1. Setiap PBF atau PBF Cabang yang melakukan pengubahan kemasan bahan
obat dari kemasan atau pengemasan kembali bahan obat dari kemasan aslinya
wajib melakukan pengujian laboratorium.
2. Dalam hal dilakukan pengubahan kemasan atau pengemasan kembali bahan
obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PBF atau PBF Cabang wajib
memiliki ruang pengemasan ulang sesuai persyaratan CDOB.
Kemasan siap edar yang diserahkan sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(2) berupa kemasan primer, kemasan sekunder dan informasi produk.

G. Penandaan dan Iklan


1. Penandaan
Menurut Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan antara lain:
1) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan
untuk melindungi masyarakat dari informasi sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak obyektif, tidak lengkap serta menyesatkan.
2) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan dapatberbentuk
gambar, warna, tulisan atau kombinasi antara atau ketiganya atau bentuk
lainnya yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan,
atau merupakan bagian dari wadah dan/atau kemasannya.

Badan usaha yang mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan harus
mencantumkan penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan.
1) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang harus
dicantumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus memenuhi
persyaratan berbentuk tulisan yang berisi keterangan mengenai sediaan
farmasi dan alat kesehatan secara obyektif, lengkap serta tidak menyesatkan.
(2) Keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya
berisi:
a. Nama produk dan/atau merek dagang;
b. Nama badan usaha yang memproduksi atau memasukkan sediaan farmasi
dan alat kesehatan ke dalam wilayah Indonesia;
c. Komponen pokok sediaan farmasi dan alat kesehatan;
d. Tata cara penggunaan;
e. Tanda peringatan atau efek samping;
f. Batas waktu kadaluwarsa untuk sediaan farmasi tertentu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penandaan dan informasi yang harus
dicantumkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh
Menteri.

Keterangan tambahan yang dicantumkan selain yang ditentukan dalam ketentuan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, hanya dapat dilakukan apabila keterangan
tambahan yang dicantumkan sesuai dengan keterangan yang ada dalam izin edar
sediaan farmasi dan alat kesehatan.
1) Ketentuan mengenai penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku bagi sediaan farmasi
yang berupa obat tradisional yang diproduksi oleh perorangan.
2) Menteri melakukan pembinaan berkenaan dengan penandaan dan informasi
sediaan farmasi yang berupa obat tradisional yang diproduksi oleh perorangan.

2. Iklan
Iklan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan harus memuat
keterangan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan secara obyektif,
lengkap, dan tidak menyesatkan.
Sediaan farmasi yang berupa obat untuk pelayanan kesehatan yang
penyerahannya dilakukan berdasarkan resep dokter hanya dapat diiklankan pada
media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi.
Iklan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan pada media apapun yang
dipergunakan untuk menyebarkan iklan dilaksanakan dengan memperhatikan
etika periklanan.

H. Pemeliharaan Mutu
Pemeliharaan mutu menurut PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan adalah sebagai berikut:
(1) Dalam rangka menjamin sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan, diselenggarakan upaya
pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan.
(2) Penyelenggaraan upaya pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sejak kegiatan
produksi sampai dengan peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan.

Dalam rangka pelaksanaan upaya pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan, Menteri melakukan:
a. Penetapan persyaratan pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan;
b. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan
alat kesehatan

I. Pengujian dan Penarikan Kembali


Pengujian dan penarikan kembali sediaan farmasi dan alat kesehatan diatur
dalam PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan.
1. Pengujian
Pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan dilaksanakan:
a. Secara berkala; atau
b. Karena adanya data atau informasi baru berkenaan dengan efek samping
sediaan farmasi dan alat kesehatan bagi masyarakat.
2. Penarikan Kembali
sediaan farmasi dan alat kesehatan dari peredaran karena dicabut izin
edarnya dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab badan usaha yang
memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
3. Ganti Rugi
Setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan ganti rugi apabila sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang digunakan mengakibatkan terganggunya
kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.

J. Pemusnahan
Pemusnahan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka pembebasan obat-
obatan milik/kekayaan negara dari tanggung jawab berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. (Kepmenkes Nomor
059/MENKES/SK/I/2011).
Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagaimna diatur dalam PP No.
72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan farmasi dan Alat Kesehatan
dilaksanakan terhadap sediaan farmasi dan alat kesehatan yang:
a. Diproduksi tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku;
b. Telah kadaluwarsa;
c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan;
d. Dicabut izin edarnya;
e. Berhubungan dengan tindak pidana di bidang sediaan farmasi dan alat
kesehatan.
Berdasarkan PerKa BPOM Nomor HK.04.1.33.12.11.09938 Tahun 2011
Tentang Kriteria dan Tata Cara Penarikan Obat yang memenuhi Standar dan /
atau Persyaratan.
1) Obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan yang telah ditarik
dari peredaran harus dilakukan pemusnahan.
2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

a. Obat; dan/atau 


b. Kemasan dan label. 


Pemusnahan sebagaimana dimaksud dilakukan oleh Pemilik Izin Edar


sesuai tata cara pemusnahan obat yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan dengan disaksikan oleh petugas Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
Pemusnahan obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan harus
dibuatkan Berita Acara Pemusnahan dan membuat laporan pelaksanaan

pemusnahan kepada Kepala Badan. 


Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat paling sedikit


memuat keterangan mengenai:

a. Hari, tanggal, dan tempat/lokasi pemusnahan; 


b. Pihak yang memusnahkan/Pemilik Izin Edar; 



c. Saksi-saksi; 


d. Nama obat; 


e. Bentuk sediaan; 


f. Nomor izin edar; 


g. Jumlah obat; 


h. Nomor bets; 


i. Cara pemusnahan; dan 


j. Nama dan tanda tangan pihak yang memusnahkan serta saksi-saksi. 


K. Pembinaan
Berdasarkan Perarturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
Menteri melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan
dengan pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
1) Pembinaan oleh Menteri diarahkan untuk:
a. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan;
b. Melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak tepat dan/atau tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan;
c. Menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
diedarkan.
2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dalam
bidang:
a. Informasi;
b. Produksi;
c. Peredaran;
d. Sumber daya manusia;
e. Pelayanan kesehatan.
Berdasarkan PerKa BPOM Nomor HK.04.1.33.12.11.09938 Tahun 2011
Tentang Kriteria dan Tata Cara Penarikan Obat yang memenuhi Standar dan /
atau Persyaratan.
Pembinaan Berdasarkan lingkupnya, pembinaan kepada industri dapat dibagi
menjadi dua bagian yaitu :
1) Pembinaan teknis adalah Pembinaan dilakukan untuk mengetahui
permasalahan industri farmasi pada suatu daerah untuk dilakukan
pembinaan secara umum dengan maksud agar industri dapat memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan. Pembinaan teknis dilakukan bersama
dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai unit yang berwenang
dalam pengawasan sehingga dapat diharapkan hasil pembinaan teknis
dapat membantu industri memenuhi standard dan persyaratan yang
ditetapkan.
2) Pembinaan non teknis adalah Pembinaan non teknis adalah pembinaan yang
berkaitan dengan aspek pengembangan industri.Pembinaan dilakukan
untuk mengetahui masalah industri farmasi yang bersifat non teknis
yang meliputi aspek ekonomi, perpajakan, pemasaran dan regulasi.
Pembinaan non teknis meliputi :
a. Ekonomi : menganalisa pengembangan yang dapat dilakukan
berdasarkan kapasitas produksi, kemampuan modal/sarana dan
kebutuhan pasar.
b. Kemudahan pajak : memberikan bantuan yang dibutuhkan industri
dalam rangka mengurangi biaya produksi baik dari pemasukan bahan
baku sampai dengan produk akhir.
c. Bantuan dalam pemasaran : memberikan kesempatan kepada industri
untuk ikut memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri (sektor private
and sektor publik).Review regulasi : menampung seluruh permasalahan
yang dihadapi industri farmasi dan mencarikan solusi apabila
masalah itu disebabkan karena regulasi ataupun dapat diselesaikan
dengan membuat regulasi.

L. Pengawasan
Menurut PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan. Pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan
pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan oleh Menteri.
Menteri dalam melaksanakan pengawasan, mengangkat tenaga pengawas yang
bertugas melakukan pemeriksaan di bidang pengamanan sediaan farmasi dan
alat kesehatan.
1. Tanggung Jawab Pengawasan
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang disebutkan sebelumnya,
tenaga pengawas melakukan fungsi:
a. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan produksi,
penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan sediaan farmasi dan alat
kesehatan untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh dan segala
sesuatu yang digunakan dalam kegiatan produksi, penyimpanan,
pengangkutan, dan perdagangan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
b. Membuka dan meneliti kemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
c. Memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan
mengenai kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan
perdagangan sediaan farmasi dan alat kesehatan, termasuk menggandakan
atau mengutip keterangan tersebut;
d. Memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha atau dokumen lain.

2. Tindakan Administratif
Menteri dapat mengambil tindakan administratif terhadap sarana
kesehatan dan tenaga kesehatan yang melanggar hukum di bidang sediaan
farmasi dan alat kesehatan. Tindakan administratif dapat berupa:
a. Peringatan secara tertulis;
b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk
menarik produk sediaan farmasi dan alat kesehatan dari peredaran yang
tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan;
c. Perintah pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan, jika terbukti tidak
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan;
d. Pencabutan sementara atau pencabutan tetap izin usaha industri, izin edar
sediaan farmasi dan alat kesehatan serta izin lain yang diberikan.
Tindakan administratif berupa pencabutan sementara atau pencabutan
tetap izin dilaksanakan oleh Menteri atau Menteri lain yang berwenang.
Jika pelanggaran hukum dilakukan oleh tenaga kesehatan, tindakan
administratif dikenakan oleh Menteri berupa:
a. Teguran;
b. Pencabutan izin untuk melakukan upaya kesehatan.

M. Ketentuan Pidana
Adapun Ketentuan Pidana sebagaimana diatur dalam PP No. 72 Tahun 1998
tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan antara lain :
1. Barang siapa dengan sengaja memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan
farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 80 ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan.
2. Barang siapa dengan sengaja:
a. Memproduksi dan/atau mengedarkan alat kesehatan yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2)
huruf d;
b. Mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan tanpa izin edar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9; dipidana dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah) sesuai dengan ketentuan
Pasal 81 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.

3. Barang siapa dengan sengaja:


a. Memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat
tradisional yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf b;
b. Memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi berupa kosmetika
yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) dan ayat (2) huruf c; dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah) sesuai dengan ketentuan Pasal 82 ayat (2) Undang
undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
4. Barang siapa yang dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak mencantumkan penandaan dan informasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah) sesuai dengan ketentuan Pasal 82 ayat (2) Undang-
undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
5. Berdasarkan ketentuan Pasal 86 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan, barang siapa dengan sengaja:
a. Memproduksi sediaan farmasi dan alat kesehatan tanpa menerapkan cara
produksi yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
b. Melakukan pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka
peredaran tanpa disertai dengan dokumen pengangkutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
c. Memasukkan sediaan farmasi ke dalam wilayah Indonesia tanpa
dilengkapi dengan dokumen yang menyatakan bahwa sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang bersangkutan telah lulus dalam pengujian laboratoris
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1);
d. Mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang mengalami
kerusakan kemasan yang langsung bersentuhan dengan produk sediaan
farmasi dan alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1);
e. Mengiklankan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang penyerahannya
dilakukan berdasarkan resep dokter pada media cetak selain yang
ditentukan dalam Pasal 32, dipidana dengan pidana denda sebesar Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Obat merupakan obat jadi termasuk produk biologi yang merupakan bahan atau
paduan bahan yang digunakan untuk pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat tidak memenuhi standar
dan/atau persyaratan adalah obat yang tidak memenuhi ketentuan keamanan, khasiat,
mutu dan penandaan. Dalam Indonesia Obat diatur di dalam undang-undang,
peraturan pemerintah, peraturan menteri kesehatan, maupun di dalam peraturan
kepala badan pengawas obat dan makanan. Dimana masing-masing peraturan
mengatur berbagai aspek diantaranya persyaratan mutu, izin edar, pemusnahan,
kemasan, penandaan dan iklan. Di setiap peraturan terdapat sanksi dimana nila
seseorang melakukan produksi dan pengedaran, ataupun memasukkan atau
mngeluarkan sediaan farmasi tidak sesuai persyaratan yang ada maka akan
dikenakan sanksi diamana akan di pidana dan dikenakan denda.
DAFTAR PUSTAKA

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Tenaga


Kesehatan. Jakarta. http:// www.jdih.pom.go.id
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 917 Tahun1993
Tentang Wajib Daftar Obat Jadi. Jakarta. http:// www.jdih.pom.go.id
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010 Tahun 2008
Tentang Registrasi Obat. Jakarta. http:// www.jdih.pom.go.id
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799 Tahun 2010 Tentang Industri Farmasi
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 Tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Jakarta. http://
www.jdih.pom.go.id
Peratutran Kepala BPOM No. HK. 03.1.23.10.11.08481 Tentang Kriteria dan
Tatalaksana Registrasi Obat. Jakarta. http:// www.jdih.pom.go.id
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonseia Nomor 059 Tahun 2011
Tentang Pedoman Pengelolaan Obat dan Pembekalan Kesehatan Pada
Penanggulangan Bencana. Jakarta. http:// www.jdih.pom.go.id
Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor
HK.04.1.33.12.11.09938 Tahun 2011 Tentang Kriteria Dan Tata Cara
Penarikan Obat Yang Tidak Memenuhi Standar Dan/Atau Persyaratan.
Jakarta. http:// www.jdih.pom.go.id
ANATOMI UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2009
TENTANG KESEHATAN
ASPEK UU 36 / 2009
Judul Kesehatan
a. Bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan
salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip
nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam
rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia,
serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa
bagi pembangunan nasional;
Latar Belakang / Alasan c. Bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya
Diterbitkan gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan
menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi
negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan
negara;
d. Bahwa setiap upaya pembangunan harus dilandasi
dengan wawasan kesehatan dalam arti pembangunan
nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat
dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik
Pemerintah maupun masyarakat;
e. Bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam
masyarakat sehingga perlu dicabut dan diganti dengan
Undang-Undang tentang Kesehatan yang baru;

f. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang
Kesehatan;
Dasar Hukum Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun1945;
Definisi: Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Obat, Obat
Tradisional, Pelayanan Kesehatan Promotif, Pelayanan
Ketentuan Umum Kesehatan Preventif, Pelayanan Kesehatan Kuratif,
Pelayanan Kesehatan Rehabilitatif, Pelayanan Kesehatan
Tradisional.
Meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
Tujuan kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis.
Pasal 8
Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data
kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang
telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga
kesehatan.

Pasal 36
(1) Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan
Materi Muatan / Aspek keterjangkauan perbekalan kesehatan, terutama obat
yang Diatur esensial.
(2) Dalam menjamin ketersediaan obat keadaan darurat,
Pemerintah dapat melakukan kebijakan khusus
untuk pengadaan dan pemanfaatan obat dan bahan
yang berkhasiat obat.
Pasal 37
(1) Pengelolaan perbekalan kesehatan dilakukan agar
kebutuhan dasar masyarakat akan perbekalan
kesehatan terpenuhi.
(2) Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa obat
esensial dan alat kesehatan dasar tertentu
dilaksanakan dengan memperhatikan kemanfaatan,
harga, dan faktor yang berkaitan dengan pemerataan.

Pasal 38
(1) Pemerintah mendorong dan mengarahkan
pengembangan perbekalan kesehatan dengan
memanfaatkan potensi nasional yang tersedia.
(2) Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan terutama untuk obat dan vaksin baru
sertabahan alam yang berkhasiat obat.

Pasal 40
(1) Pemerintah menyusun daftar dan jenis obat yang
secara esensial harus tersedia bagi kepentingan
masyarakat.
(2) Daftar dan jenis obat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditinjau dan disempurnakan paling lama setiap 2
(dua) tahun sesuai dengan perkembangan kebutuhan
dan teknologi.
(3) Pemerintah menjamin agar obat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tersedia secara merata dan
terjangkau oleh masyarakat.
(6) Perbekalan kesehatan berupa obat generik yang
termasuk dalam daftar obat esensial nasional harus
dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya,
sehingga penetapan harganya dikendalikan oleh
Pemerintah.

Pasal 98
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman,
berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau.
(2) Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan
kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan,
mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat
dan bahan yang berkhasiat obat.
(3) Ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan,
pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi
dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu
pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
(4) Pemerintah berkewajiban membina, mengatur,
mengendalikan, dan mengawasi pengadaan,
penyimpanan, promosi, dan pengedaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 99
(1) Sumber sediaan farmasi yang berasal dari alam
semesta dan sudah terbukti berkhasiat dan aman
digunakan dalam pencegahan, pengobatan, dan/atau
perawatan, serta pemeliharaan kesehatan tetap harus
dijaga kelestariannya.
(2) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya
untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan,
mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan
sediaan farmasi yang dapat dipertanggungjawabkan
manfaat dan keamanannya.
(3) Pemerintah menjamin pengembangan dan
pemeliharaan sediaan farmasi.

Pasal 100
(1) Sumber obat tradisional yang sudah terbukti
berkhasiat dan aman digunakan dalam pencegahan,
pengobatan, perawatan, dan/atau pemeliharaan
kesehatan tetap dijaga kelestariannya.
(2) Pemerintah menjamin pengembangan dan
pemeliharaan bahan baku obat tradisional .
Pasal 101
(1) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya
untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan,
mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan
obat tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan
manfaat dan keamanannya.
(2) Ketentuan mengenai mengolah, memproduksi,
mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan,
dan menggunakan obat tradisional diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 102
(1) Penggunaan sediaan farmasi yang berupa
narkotika dan psikotropika hanya dapat dilakukan
berdasarkan resep dokter atau dokter gigi dan
dilarang untuk disalahgunakan.
(2) Ketentuan mengenai narkotika dan psikotropika
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 103
(1) Setiap orang yang memproduksi, menyimpan,
mengedarkan, dan menggunakan narkotika dan
psikotropika wajib memenuhi standar dan/atau
persyaratan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai produksi, penyimpanan,
peredaran, serta penggunaan narkotika dan
psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.

Pasal 104
(1) Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari
bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi
persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau
khasiat/kemanfaatan.
(2) Penggunaan obat dan obat tradisional harus
dilakukan secara rasional.
Pasal 105
(1) Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku
obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia
atau buku standar lainnya.
(2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan
kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi
standar dan/atau persyaratan yang ditentukan.
Pasal 106
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat
diedarkan setelah mendapat izin edar.
(2) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat
kesehatan harus memenuhi persyaratan
objektivitas dan kelengkapan serta tidak
menyesatkan.
(3) Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan
memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh
izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi
persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau
kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 108
(1) Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik
kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 113
(1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat
adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan
membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga,
masyarakat, dan lingkungan.
(2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau,
padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang
penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya
dan/atau masyarakat sekelilingnya.
(3) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang
mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan/atau
persyaratan yang ditetapkan.

Definisi:
Materi Farmasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Obat, Obat Tradisional,
Pelayanan Kesehatan Promotif, Pelayanan Kesehatan
Preventif, Pelayanan Kesehatan Kuratif, Pelayanan
Kesehatan Rehabilitatif, Pelayanan Kesehatan Tradisional.
Sanksi Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15(lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 198
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
Pasal 202
Peraturan Perundang-undangan sebagai pelaksanaan
Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 1 (satu)
tahun sejaktanggal pengundangan Undang-Undang ini.
Aturan Peralihan /
Penutup Pasal 203
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua
peraturanpelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.

Pasal 204
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3495) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 205
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

ANATOMI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO. 917 TAHUN 1993


TENTANG WAJIB DAFTAR OBAT JADI
ASPEK PMK 917/1993
Judul Wajib Daftar Obat Jadi
a. Bahwa untuk menjamin khasiat, keamanan dan mutu
obat yang beredar perlu dilakukan penilaian sebelum
diedarkan;
b. Bahwa untuk itu perlu dilakukan pendaftaran sebelum
Latar Belakang / Alasan obat jadi diedarkan;
Diterbitkan c. Bahwa untuk menjamin tersedianya obat yang
dibutuhkan masyarakat, proses pendaftaran harus dapat
dilakukan secepat mungkin tanpa mengurangi jaminan
atas khasiat, keamanan dan mutu obat;
d. Bahwa oleh karenai tu dirasa perlu untuk
memperbaharui ketentuan mengenal pendaftaran obat
jadi
a. Undang - undang obat Keras ( St. 1973 no.541 ) :
b. Undang - undang no.9 Tahun 1976 tentang Narkotik (
lembaran Negara Tahun 1976 No. 37 Tambahan
Dasar Hukum Lembaran Negara NO.3086);
c. Undang - undang No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan ( Lembaran Negara tahun 1992 No.100,
Tambahan Lembaran Negara No. 3495);
d. Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1984 tentang
Susunan Organisasi Departemen.
Definisi : Obat Jadi, Penandaan, Golongan Obat, Obat
Ketentuan Umum Palsu, Psikotropika, Narkotika,
Mencabut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 242
Tujuan /Men.kes/SK/v/1990 tentang WAJIB DAFTAR OBAT
JADI
1. Persyaratan dan kriteria
Materi Muatan / Aspek 2. Tata cara pendaftaran obat jadi
yang Diatur 3. Informasi
4. Pembatalan Persetujuan pendaftaran obat jadi
5.
Definisi : Obat Jadi, Penandaan, Golongan Obat, Obat
Materi Farmasi Palsu, Psikotropika, Narkotika,
Terhadap pendaftar yang memproduksi dan/ atau
Sanksi mengedarkan obat palsu, dikenakan sanksi pembatalan
seluruh persetujuan pendaftaran dengan menggunakan
contoh formulir REG-7.
1. Semua ketentuan tentang tata cara pendaftaran obat
jadi yang telah dikeluarkan sebelum ditetapkannya
Aturan Peralihan / peraturan ini masih tetap berlaku sepanjang tidak
Penutup bertentangan dengan ketentuan peraturan ini.
2. Pelaksanaan teknis yang belum cukup diatur dala
peraturan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur
Jenderal.
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan peraturan ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.

ANATOMI PERATURAN PEMERINTAH NO. 72 TAHUN 1998


TENTANG PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN
ASPEK PP 72 / 1998
Judul Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
a. Bahwa pengamanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan sebagai salah satu upaya dalam
pembangunan kesehatan dilakukan untuk melindungi
masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
Latar Belakang / Alasan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
Diterbitkan tidak tepat serta yang tidak memenuhi persyaratan
mutu, keamanan, dan kemanfaatan;
b. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas dan
sebagai pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan, dipandang perlu
menetapkan Peraturan pemerintah tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor
Dasar Hukum 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495).
Definisi : Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Produksi,
Ketentuan Umum Peredaran, Pengangkutan, Kemasan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan.
1. Untuk mengatur pengamanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan dalam upaya pembangunan kesehatan.
2. Untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang
Tujuan disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak tepat serta yang tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
6. Persyaratan Mutu, Keamanan, dan Kemanfaatan
7. Produksi
8. Peredaran (Umum, Izin Edar, Pengujian Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan, Penyaluran,
Penyerahan)
9. Pemasukan dan Pengeluaran Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan ke dalam dan dari Wilayah Indonesia
10. Kemasan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Materi Muatan / Aspek 11. Penandaan dan Iklan (Penandaan dan Informasi,
yang Diatur Iklan)
12. Pemeliharaan Mutu
13. Pengujian dan Penarikan Kembali Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan dari Peredaran (Pengujian
Kembali, Penarikan Kembali, Ganti Rugi)
14. Pemusnahan
15. Peran Serta Masyarakat
16. Pembinaan
17. Pengawasan (Tanggung Jawab Pengawasan,
Tindakan Administratif)
18. Ketentuan Pidana
19. Ketentuan Lain
Definisi : Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Produksi,
Materi Farmasi Peredaran, Pengangkutan, Kemasan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan.
Pasal 74
Barang siapa dengan sengaja memproduksi dan/atau
mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat
yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, dipidana
Sanksi dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 80
ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.

Pasal 75
Barang siapa dengan sengaja:
a. Memproduksi dan/atau mengedarkan alat kesehatan
yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf d;
b. Mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan tanpa
izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah)
sesuai dengan ketentuan Pasal 81 ayat (2) Undang-
undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Pasal 76
Barang siapa dengan sengaja:
a. Memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi
berupa obat tradisional yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) dan ayat (2) huruf b;
b. Memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi
berupa kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat
(2) huruf c; dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sesuai
dengan ketentuan Pasal 82 ayat (2) Undang undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Pasal 77
Barang siapa yang dengan sengaja mengedarkan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang tidak mencantumkan
penandaan dan informasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 dan Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sesuai
dengan ketentuan Pasal 82 ayat (2) Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Pasal 78
Berdasarkan ketentuan Pasal 83 Undang-undang Nomor
23 Tahun 1992 tentangKesehatan, ancaman pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76
dan Pasal 77, ditambah seperempat apabila menimbulkan
luka berat atau sepertiga apabila menimbulkan kematian.

Pasal 79
Berdasarkan ketentuan Pasal 86 Undang-undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, barang siapa dengan
sengaja:
a. Memproduksi sediaan farmasi dan alat kesehatan tanpa
menerapkan cara produksi yang baik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5;
b. Melakukan pengangkutan sediaan farmasi dan alat
kesehatan dalam rangka peredaran tanpa disertai
dengan dokumen pengangkutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
c. Memasukkan sediaan farmasi ke dalam wilayah
Indonesia tanpa dilengkapi dengan dokumen yang
menyatakan bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang bersangkutan telah lulus dalam pengujian
laboratoris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(1);
d. Mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
mengalami kerusakan kemasan yang langsung
bersentuhan dengan produk sediaan farmasi dan alat
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
(1);
e. Mengiklankan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
penyerahannya dilakukan berdasarkan resep dokter
pada media cetak selain yang ditentukan dalam Pasal
32, dipidana dengan pidana denda sebesar Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 81
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka semua
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dan/atau belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah
ini.

Aturan Peralihan / Pasal 82


Penutup Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka:
1. Pharmaceutissche Stoffen Keurings Verordening
(Staatsblad Tahun 1938 Nomor 172);
2. Verpakkings Verordening Pharmaceutissche Stoffen
Nomor 1 (Staatsblad Tahun 1938 Nomor 173);
3. Verpakkings Verordening Kinine (Staatsblad Tahun
1939 Nomor 210); dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 83
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

ANATOMI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO. 1010 TAHUN 2008


TENTANG REGISTRASI OBAT
ASPEK PMK 1010 / 2008
Judul Registrasi Obat
a. Bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari
peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan,
keamanan, mutu dan kemanfaatan perlu dilakukan
penilaian melalui mekanisme registrasi obat;
b. Bahwa ketentuan registrasi obat yang telah diatur dalam
Latar Belakang / Alasan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
Diterbitkan 949/Menkes/Per/VI/2000 perlu disederhanakan dan
disesuaikan dengan perkembangan globalisasi dan
kebijakan Pemerintah;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b, perlu mengatur kembali
registrasi obat dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
1. Ordonansi Obat Keras (Stbl. 1949 No. 419)
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika (Lembaran Negara Tahun 1997 No. 10,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3671);
Dasar Hukum 4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3698);
5. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun
1999, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3778);
Pasal 1
Definisi : Izin Edar, Obat, Produk Biologi, Registrasi,
Obat Kontrak, Pemberi Kontrak, Penerima Kontrak, Obat
Impor, Penandaan, Obat Palsu, Psikotropika, Narkotika,
Peredaran, Produk yang Dilindungi Paten, Kepala Badan.

Pasal 2
(1) Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia,
sebelumnya harus dilakukan registrasi untuk
memperoleh Izin Edar;
(2) Izin Edar diberikan oleh Menteri;
(3) Menteri melimpahkan pemberian Izin Edar kepada
Ketentuan Umum Kepala Badan;
(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk:
a. Obat penggunaan khusus atas permintaan dokter;
b. Obat Donasi;
c. Obat untuk Uji Klinik;
d. Obat Sampel untuk Registrasi.

Pasal 3
(1) Obat sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (4)
dapat dimasukkan ke wilayah Indonesia melalui
Mekanisme Jalur Khusus.
(2) Ketentuan tentang Mekanisme Jalur Khusus
ditetapkan oleh Menteri.
1. Untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat
yang tidak memenuhi persyaratan, keamanan, mutu
dan kemanfaatan
Tujuan 2. Perlunya disederhanakan dan diperbaharuinya
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
949/Menkes/Per/VI/2000 tentang Registrasi Obat

20. Kriteria
21. Persyaratan Registrasi (Registrasi Obat Produksi
dalam Negeri, Registrasi Obat Narkotika, Registrasi
Obat Kontrak, Registrasi Obat Impor, Registrasi Obat
Materi Muatan / Aspek Khusus Ekspor, Registrasi Obat yang Dilindungi
yang Diatur Paten)
22. Tata Cara Memperoleh Izin Edar (Registrasi,
Biaya, Evaluasi, Pemberian Izin Edar, Peninjauan
Kembali, Masa Berlaku Izin Edar)
23. Pelaksanaan Izin Edar
24. Evaluasi Kembali
Definisi : Izin Edar, Obat, Produk Biologi, Registrasi,
Materi Farmasi Obat Kontrak, Pemberi Kontrak, Penerima Kontrak, Obat
Impor, Penandaan, Obat Palsu, Psikotropika, Narkotika,
Peredaran, Produk yang Dilindungi Paten, Kepala Badan.
Dengan tidak mengurangi ancaman pidana sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan, Kepala Badan dapat memberikan
sanksi administratif berupa pembatalan izin edar apabila
terjadi salah satu dari hal-hal berikut:
Sanksi a. Tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 berdasarkan dataterkini.
b. Penandaan dan promosi menyimpang dari persetujuan
izin edar
c. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21.
d. Selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut obat yang
bersangkutan tidak diproduksi, diimpor atau diedarkan.
e. lzin lndustri Farmasi, yang mendaftarkan, memproduksi
atau mengedarkan dicabut.
f. Pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang
produksi dan/atau peredaran obat.
Pasal 24
(1) Bagi yang telah mengajukan permohonan dan
melengkapi dokumen registrasi sebelum
diberlakukannya peraturan ini tetap akan diproses
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
949/MENKES/PER/Vl/2000 tentang Registrasi Obat
Aturan Peralihan / Jadi;
Penutup (2) Obat yang telah mendapat izin edar berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
949/MENKES/PER/Vl/2000 tentang Registrasi Obat
Jadi yang habis masa berlakunya setelah
ditetapkannya Peraturan ini, dapat diperpanjang untuk
paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal
ditetapkannya Peraturan ini.

Pasal 25
Semua ketentuan tentang tata cara registrasi obat jadi yang
telah dikeluarkan sebelum ditetapkannya peraturan ini,
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan ini.

Pasal 26
Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 949/MENKES/PER/Vl/2000 tentang
Registrasi Obat Jadi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
lagi.

Pasal 27
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

ANATOMI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO. 1799 TAHUN 2010


TENTANG INDUSTRI FARMASI
ASPEK PMK 1799/2010
Judul Industri Farmasi
a. Bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang
komprehensif sangat diperlukan dalam mengantisipasi
penerapan perdagangan internasional di bidang
farmasi;
Latar Belakang / Alasan b. Bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
Diterbitkan 245/Menkes/SK/X/1990 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri
Farmasi sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Industri Farmasi.
1. Ordonansi Obat Keras (Staatsblad Nomor 419 Tahun
1949);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3274);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Dasar Hukum Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3671);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5062);
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang
Izin Usaha Industri (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1995 Nomor 25, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3596);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang
Prekursor (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5126);
Definisi : Obat, Bahan Obat, Industri Farmasi, Pembuatan
Ketentuan Umum Obat, Cara Pembuatan Obat yang Baik, Farmakogivilans,
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
1. Untuk mengantisipasi penerapan perdagangan
internasional di bidang farmasi
Tujuan 2. Untuk memperbaharui Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 245/Menkes/SK/X/1990 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri
Farmasi.
25. Industri Farmasi (Umum, Tata Cara Pemberian
Materi Muatan / Aspek Persetujuan Prinsip, Permohonan Izin Industri
yang Diatur Farmasi)
26. Penyelenggaraan
27. Pelaporan
28. Pembinaan dan Pengawasan
Definisi : Obat, Bahan Obat, Industri Farmasi, Pembuatan
Materi Farmasi Obat, Cara Pembuatan Obat yang Baik, Farmakogivilans,
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pasal 26
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini
dapat dikenakan sanksi administratif berupa:
a. Peringatan secara tertulis;
b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu
dan/atau perintah untuk penarikan kembali obat
atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau
bahan obat yang tidak memenuhi standar dan
persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau
mutu;
c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika
Sanksi terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan,
khasiat/kemanfaatan, atau mutu;
d. Penghentian sementara kegiatan;
e. Pembekuan izin industri farmasi; atau
f. Pencabutan izin industri farmasi.
(2) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat dikenakan
untuk seluruh kegiatan atau sebagian kegiatan.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a sampai dengan huruf d diberikan oleh
Kepala Badan.
(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e dan huruf f diberikan oleh Direktur
Jenderal atas rekomendasi Kepala Badan.
Pasal 30
(1) Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, persetujuan
prinsip yang telah dimiliki tetap berlaku sebagai salah
satu tahap untuk memperoleh izin industri farmasi
berdasarkan Peraturan ini.
(2) Permohonan izin industri farmasi yang telah diajukan
sebelum berlakunya Peraturan ini tetap diproses
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
245/Menkes/SK/X/1990 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri
Farmasi.
(3) Izin industri farmasi yang dikeluarkan berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
245/Menkes/SK/X/1990 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri
Farmasi dinyatakan masih tetap berlaku.
(4) Izin industri farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) harus diperbaharui sesuai dengan persyaratan
dalam Peraturan ini paling lama 2 (dua) tahun sejak
tanggal pengundangan.

Aturan Peralihan / Pasal 31


Penutup Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, semua peraturan
pelaksanaan dari Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
245/Menkes/SK/X/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi
dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Peraturan ini dan/atau belum diganti
berdasarkan ketentuan Peraturan ini.

Pasal 32
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/X/1990 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin
Usaha Industri Farmasi dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 33
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

ANATOMI PERATURAN KEPALA BPOM NOMOR


HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011
TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT
ASPEK PERKA BPOM NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938
TAHUN 2011
Judul Kriteria Dan Tata Laksana Registrasi Obat
a. bahwa masyarakat perlu dilindungi dari risiko
kesehatan atas peredaran obat yang tidak memenuhi
standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu,
dan penandaan;
Latar Belakang / Alasan b. bahwa obat yang tidak memenuhi standar dan/atau
Diterbitkan persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan penandaan
harus ditarik dari peredaran;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
tentang Kriteria dan Tata Cara Penarikan Obat yang
Tidak Memenuhi Standar;
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Dasar Hukum Republik Indonesia Nomor 3671);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5062);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);
6. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun
2005;
7. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang
Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga
Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 52 Tahun 2005;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Registrasi Obat
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1120/Menkes/Per/XI/2008;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1799/Menkes/Per/ XII/2010 tentang Industri Farmasi;
Definisi: Obat, Pemilik Izin Edar, Penarikan, Obat tidak
Ketentuan Umum Memenuhi Standar, penarikan Kelas I, Penarikan Kelas II,
Penarikan Kelas III, Penarikan Wajib, Penarikan Sukarela,
1. Perlu dilindungi dari risiko kesehatan atas peredaran
Tujuan obat yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan penandaan;
2. Untuk regulasi obat yang tidak memenuhi standar
dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan
penandaan harus ditarik dari peredaran
29. Kriteria
Materi Muatan / Aspek 30. Penarikan Obat
yang Diatur 31. Tata Cara Penarikan
32. Pemusnahan
33. Sanksi Administratif
Definisi: Obat, Pemilik Izin Edar, Penarikan, Obat tidak
Materi Farmasi Memenuhi Standar, penarikan Kelas I, Penarikan Kelas II,
Penarikan Kelas III, Penarikan Wajib, Penarikan Sukarela,
Pemilik Izin Edar yang melanggar ketentuan sebagaimana
Sanksi diatur dalam
Peraturan ini dan/atau memiliki obat TMS berulang untuk
obat yang sama,
selain diberikan perintah penarikan, juga dapat dikenai
sanksi administratif
berupa:
a. peringatan;
b. peringatan keras;
c. penghentian sementara kegiatan (PSK);
d. pembekuan izin edar; dan/atau
e. pembatalan izin edar
Aturan Peralihan / Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Penutup

Anda mungkin juga menyukai