Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

CPOTB
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 7 :
NURI ULFIKA (P07139020032)
RAUDHATUL JANNAH (P07139020033)
ROSA APRIDA YURLIANSYAH (P07139020034)
SALSABILA MAWADDAH (P07139020035)
SARATUN IZZA (P07139020036)

KEMENTERIAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES ACEH
JURUSAN D-III FARMASI
2022
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

1.2 Tujuan

1.3. Manfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat tradisional

2.2 Izin edar

2.3 Kelebihan dan kekurangan obat tradisional

2.4 Cara produksi obat tradisional yang baik

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa perlu terus dilestariakan dan

dikembangkan untuk menunjang pembangunan kesehatan sekaligus untuk meningkatkan

 perekonomian rakyat. Poduksi dan penggunaan obat tradisional di indonesia

memperlihatkan kecendrungan terus meningkat baik jenis maupun volumenya.

Perkembangan ini telah mendorong pertumbuhan usaha di bidang obat tradisional mulai
dari usaha budidaya tanaman obat, usaha industry obat tradisional penjaja dan penyeduh obat

tradisional atau jamu. Bersamaan itu upaya pemanfaatan obat tradisional dalam pelayanan

kesehatan formal juga terus digalakkan melalui berbagai kegiatan uji klinik kearah

 pengembangan fitofarmaka ( Ditjen POM,1999).

Meningkatkan produksi, peredaran dan penggunaan obat tradisional di sisi lain

dicemari oleh beredarnya obat tradisional yang tidak terdaftar, obat tradisional yang

mengandung bahan kimia obat atau mengandung bahan - bahan berbahaya lainnya serta obat

tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu.

Guna melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat tradisional yang tidak 

terdaftar atau tidak memenuhi syarat ditempuh berbagai langkah strategis antara lain

 penyebaran informasi yang cukup kepada masyarakat dan pengusaha termasuk informasi

mengenai peraturan perundang - undangan yang berlaku di bidang obat tradisional (Ditjen

POM, 1999)

Cara pembuatan Obat tradisional yang baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang

menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang

dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan

penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan

mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani.

Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem

 jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu sistem mutu hendaklah dibangun,

dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat
di capai. Dengan demikian penerapan CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk 
obat tradisional Indonesia agar dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di

 pasar dalam negeri maupun internasional.

Mengingat pentingnya penerapan CPOTB maka pemerintah secara terus menerus

memfasilitasi industri obat tradisional baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan

CPOTB melalui langkah - langkah dan pentahapan yang terprogram. Dengan adanya

 perkembangan jenis produk obat bahan alam tidak hanya dalam bentuk Obat tradisional

(Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat herbal terstandar dan Fitofarmaka, maka pedoman

cara pembuatan Obat Tradisional yang baik ini dapat pula diberlakukan bagi industri yang

memproduksi Obat herbal .erstandar dan Fitofarmaka.

1.2 Tujuan

a. Melindungi masyarakat terhadap hal - hal yang merugikan dari penggunaan obat tradisional

yang tidak memenuhi persyaratan mutu.

b. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk obat tradisional indonesia dalam era pasar
bebas.

c. Agar obat tradisional yang dibuat aman,bermanfaat,dan bermutu sesuai dengan persyaratan
yang berlaku (BPOM, 1994)

1.3 Manfaat
Masyarakat dapat menambah pengetahuan dan dapat mengetahui lebih dalam lagi
mengenai Obat Tradisional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat Tradisional


Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan

hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan - bahan tersebut, yang secara

tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pengobatan

tradisional. (Undang - undang RI No23 tahun 1992 tentang kesehatan)

Adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatannya yang

mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun dan diterapkan sesuai dengan

norma yang berlaku dalam masyarakat.

Obat tradisional peraturan menurut menteri kesehatan RI.No

179/Men.Kes/Per/VII/1976 tentang produksi dan distribusi Obat Tradisionil adalah obat jadi

atau obat berbungkus yang berasal dari bahan tumbuh - tumbuhan, hewan, mineral dan atau

sediaan galeniknya atau campuran bahan - bahan tersebut yang belum mempunyai data klinis

dan dipergunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan pengalaman :

- bahan alam

- bedasarkan pengalaman

obat tradisional menurut peraturan menteri kesehatan

RI.NO.246/Men.Kes/per/V/1990

Tentang izin usaha IOT dan pendaftaran O.T dan Undang -

Undang RI NO 23 Tahun 1992 tentang kesehatan adalah bahan atau ramuan bahan, yang

 berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau

campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan

 berdasarkan pengalaman.
2.2 Izin Edar
Obat tradisional yang diedarkan di wilayah indonesia wajib memiliki izin edar yang

diberikan oleh kepala badan pengawas Obat dan makanan. Pemberian izin edar 

dilaksanakan melalui mekanisme registrasi sesuai dengan tatalaksana yang ditetapkan dan

 berlaku selama 5(lima) tahun. Dikecualikan dari ketentuan kewajiban memiliki izin edar di

 berlakukan terhadap :

a. obat tradisional yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong

b. simplisia dan sediaan galenik untuk keperluan industri dan keperluan layanan pengobatan

tradisional

c. Obat tradisional yang digunakan untuk penelitian, sampel untuk registrasi dan pameran

dalam jumlah terbatas dan tidak diperjual belikan

Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu

 b. dibuat dengan menerapkan CPOTB

c. memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan lain yang diakui

d. berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun temurun,dan/atau secara ilmiah,penandaan


berisi informasi yang objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan.

Kewajiban pemegang Nomor Izin Edar. Pemegang nomor izin edar wajib melakukan
pemantauan terhadap keamanan,

khasiat/manfaat, dan mutu produk yang beredar. Dalam hal terjadi ketidaksesuaian terhadap

keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk, pemegang nomor izin edar wajib melakukan

 penarikan produk dari peredaran dan melaporkan kepada kepala badan pengawas Obat dan

Makanan.

Pada saat peraturan menteri ini mulai berlaku :

a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 181/MenKes/Per/VII/1976 tentang pembungkusan dan


penandaan obat tradisional.

b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 230/MenKes/IX/1976 tentang wajib daftar 

Simplisia impor.

c. Peraturan Menteri kesehatan Nomor 246/MenKes/Per/V/1990 tentang izin usaha

Industri Obat Tradisional dan pendaftaran Obat Tradisional sepanjang yang


mengatur pendaftaran obat tradisional sebagaimana dimaksud dalam peraturan

Menteri ini.

d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 661/MenKes/Per/VII/1994 tentang

Persyaratan Obat Tradisional.

e. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1297/Menkes/Per/XI/1998 tentang peredaran

Obat Tradisional impor.

Obat tradisional dilarang mengandung :

a. etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang

 pemakaiannya dengan pengenceran.

 b. bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat.

c. narkotika atau psikotropika.

d. dan atau bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau

 berdasarkan penelitian membahayakan kesehatan yang jenisnya ditetapkan dengan

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makan.

Obat tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam bentuk sediaan :

a. Intravaginal

b. Tetes mata

c. Parenteral

Registrasi Obat Tradisional

Registrasi Obat Tradisional Produksi Dalam Negeri hanya dapat dilakukan oleh

Industri Obat Tradisional,usaha kecil Obat Tradisional atau usaha mikkro Obat Tradisional

yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan.

Registrasi Obat Tradisional kontrak hanya dapat dilakukan oleh pemberi kontrak 

dengan melampirkan dokumen kontrak. Obat tradisional kontrak adalah obat tradisional

yang seluruh atau sebagian tahapan pembuatan dilimpahkan kepada industri obat

tradisional atau usaha kecil obat tradisional berdasarkan kontrak.

Registrasi Obat Tradisional Lisensi hanya dapat dilakukan oleh industri Obat
Tradisional, Usaha Kecil Obat Tradisional penerima lisensi yang memiliki izin sesuai ketentuan
peraturan perundang - undangan. Obat tradisional lisensi adalah obat

tradisional yang seluruh tahapan pembuatan dilakukan oleh industri obat tradisional

atau usaha kecil obat tradisional di dalam negeri atas dasar lisensi.

Registrasi Obat Tradisional Impor hanya dapat dilakukan oleh Industri Obat

Tradisional, Usaha Kecil Obat Tradisional, atau importir obat tradisional yang

mendapat penunjukan keagenan dan hak untuk melakukan registrasi dari industri di

negara asal. Obat tradisional impor adalah obat tradisional yang seluruh proses

 pembuatan atau sebagian tahapan pembuatan sampai dengan pengemasan primer 

dilakukan oleh industri di luar negeri, yang dimasukkan dan diedarkan di wilayah

Indonesia.

Registrasi Obat Tradisional khusus ekspor dilakukan oleh industri Obat Tradisional,

usaha kecil Obat Tradisional atau Usaha Mikro Obat Tradisional yang memiliki izin

sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan.

Obat tradisional dibuat atau diramu dari bahan tumbuh - tumbuhan,bahan hewan,

sediaan sarian (galenik), atau campuran bahan - bahan tersebut. Obat tradisional secara turun -

temurun telah digunakan untuk kesehatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional telah

digunakan oleh berbagai aspek masyarakat mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat

 bawah, karena obat tradisional mudah didapat, harganya yang cukup terjangkau dan

 berkhasiat untuk pengobatan, perawatan dan pencegahan penyakit (Ditjen POM,1994).

Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisional

haruslah dilakukan dengan sebaik -baiknya mengikutkan pengawasan menyeluruh yang

 bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang

 berlaku. Keamanan dan mutu obat tradisional tergantung dari bahan baku,bangunan,

 prosedur, dan pelaksanaan pembuatan, peralatan yang digunakan, pengemasan termasuk 

 bahan serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional (Dirjen POM,1994)

Bahan - bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh - tumbuhan, bahan hewan,
sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh serta khasiat sebagai obat, dalam
pengertian umum kefarmasian bahan yang digunakan sebagai simplisia. Simplisia adalah bahan
alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan (Dirjen POM1999).
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Obat Tradisional
Kandungan senyawa di dalam obat tradisional dapat memberikan efek komplementer (saling
melengkapi) atau efek sinergisme (memiliki efek serupa/sama). Seperti yang kita ketahui, satu
tanaman obat mengandung lebih dari satu senyawa kimia. Artinya, dalam suatu obat tradisional
yang umumnya terdiri dari berbagai jenis tanaman obat terkandung beragam senyawa kimia yang
dapat memberikan efek saling mendukung untuk mencapai tujuan pengobatan (Katno, 2008). Selain
itu, penggunaan obat tradisional juga dapat dilakukan dengan beragam cara yang disesuaikan
dengan bahan obat yang terkandung di dalamnya. Ada obat tradisional yang diseduh, ada yang
dapat dibuat menjadi teh, ada juga yang dapat dicampurkan dengan makanan, dan sebagainya (Sam,
2019)

Terapi obat tradisional tersebar di seluruh dunia dan umumnya digunakan pada negara
berpenghasilan menengah dan rendah (WHO, 2004). Penggunaan obat tradisional memiliki beragam
kelebihan dibandingkan dengan obat modern. Obat tradisional memiliki efek samping yang lebih
kecil dibandingkan obat modern apabila digunakan secara tepat. Setidaknya, ada 6 aspek yang harus
diperhatikan, yakni: tepat dosis / takaran, tepat waktu penggunaan, tepat cara penggunaan, tepat
pemilihan bahan, tepat telaah informasi, dan tepat indikasi (Katno, 2008).

Di samping berbagai kelebihan, obat tradisional juga memiliki kekurangan dibandingkan


dengan obat modern. Obat tradisional memiliki efek farmakologis yang lemah dan lambat. Hal ini
dikarenakan rendahnya kadar suatu senyawa dan juga kompleksnya senyawa kimia yang terkandung
di dalam tanaman obat sebagai bahan dasar obat tradisional. Keberagaman kandungan senyawa di
dalamnya membuat obat tradisional harus melewati proses standarisasi yang kompleks. Penanganan
pasca panen yang tepat dan benar juga diperlukan, khususnya untuk bahan baku dengan sifat
higroskopis dan mudah terkontaminasi oleh mikroba (Katno, 2008).

Lambatnya efek farmakologi karena rendahnya kadar senyawa di dalamnya membuat


pengobatan dengan obat tradisional ini kurang efektif apabila digunakan untuk penyakit infeksi yang
memerlukan penanganan secara cepat. Namun, obat tradisional ini banyak digunakan untuk
menanggulanggi penyakit-penyakit yang memerlukan pemakaian obat jangka panjang, yakni
kelompok penyakit akibat gangguan metabolisme tubuh, seperti kencing manis, kolesterol tinggi, dll.
serta penyakit degenerative, seperti radang persendian. Penggunaan obat tradisional dalam waktu
lama dianggap lebih aman karena efek sampingnya yang lebih kecil (dengan penggunaan yang tepat)
dibandingkan dengan obat modern (Katno, 2008).

Keamanan dan efektivitas terapi obat tradisional didasarkan atas bukti empiris seperti
traditional scriptures, pharmacopoeia, dan hasil uji klinis ratusan tahun lalu. Penelitian yang terus
dilakukan hingga saat ini dapat digunakan sebagai dasar ilmiah penggunaan obat tradisional yang
aman dan efektif (WHO, 2004).

Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang
menyangkut dalam pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin produk yang
dihasilkan secara konsisten sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan
tujuan penggunaannya. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu ditata dengan cermat agar
persyaratan dimaksud senantiasa terpenuhi. Persyaratan tersebut meliputi: personalia, bangunan,
peralatan, sanitasi dan higiene, pengolahan dan pengemasan, pengawasan mutu, inspeksi diri,
dokumentasi, penanganan keluhan dan penanganan penarikan produk dari peredaran. Obat
tradisional menurut Undang-Undang Kesehatan nomer 23 tahun 1992 adalah bahan atau ramuan
bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan cairan (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun menurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.

Setiap pengobat tradisional memiliki tingkatan konsep yang berbeda-beda mengenai


pembuatan obat tradisional, sebagian besar masih menjaga proses pembuatan obat sebagaimana
didapat secara turun-termurun. Bahan baku obat dipetik sesuai kebutuhan kemudian dikeringkan
dan kemudian diseduh apabila akan dikonsumsi. Beberapa informasi tambahan yang disampaikan
responden diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Semua responden sependapat bahwa
pengeringan dengan sinar matahari merupakan cara terbaik untuk mengeringkan obat secara alami
(2) Responden sudah mulai menggunakan kapsul dalam mengemas bahan baku obat dengan
beberapa alasan seperti supaya tepat dosis, supaya mudah dikonsumsi, dan lebih tahan lama, dan
lebih bersih (3) Ada dua cara untuk memasukkan bahan baku obat kedalam kapsul, secara manual
atau menggunakan alat sebagaimana yang digunakan petugas farmasi. (4) Responden juga ada yang
menggunakan mesin perajang khusus supaya bahan baku obat lebih halus dan lebih mudah
dimasukkan kedalam kapsul (5) Selama proses pembuatan obat ada beberapa responden yang
menggunakan sarung tangan dengan pemikiran agar bahan baku obat tidak bersentuhan dengan
tangan yang mungkin kotor (6) Sediaan obat baik yang telah dikemas dalam kapsul maupun masih
berupa simplisia, dimasukkan kedalam plastik kemasan obat, supaya pasien dapat lebih mudah
menggunakannya.

Berdasarkan temuan tersebut dapat diketahui bahwa telah terjadi proses pembelajaran dari
para pengobat tradisional mengenai cara membuat obat yang baik. Menurut Notoatmodjo,
Notoatmodjo belajar merupakan suatu usaha untuk memperoleh hal-hal baru dalam tingkah laku
bisa berupa pengetahuan, kecakapan, maupun keterampilan. Tidak semua proses belajar akan
menghasilkan hal-hal yang baru terutama bagi masyarakat awam. Disinilah perlunya aktivitas
pemberdayaan masyarakat, salah satunya dengan menerbitkan ketiga kebijakan tersebut.
Permenkes 007/2012 tentang registrasi obat tradisional, pada pasal 4 (2) menyatakan bahwat
simplisia dan sediaan galenik untuk keperluan layanan pengobatan tradisional tidak perlu melalui
proses registrasi. Pasal ini bisa dipahami juga bahwa obat tradisional yang bisa diberikan secara
bebas kepada pasien oleh pengobat tradisional, hanya dalam bentuk sediaan simplisia ataupun
sediaan galenik. Yang dimaksud dengan sediaan

Simplisia menurut peraturan ini adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang
digunakanuntuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu
pengeringan tidak lebih dari 60°C' Pengemasan obat tradisional dalam kapsul, sebetulnya hanya
dibenarkan bagi industri obat tradisional dan harus memenuhi cara pembuatan obat tradisional yang
baik (CPOTB). Oleh karena itu pemberian obat tradisional dalam bentuk kapsul dapat menyalahi
ketentuan yang telah digariskan dalam peraturan ini Uraian di atas juga menjelaskan bahwa suhu
pengeringan sebaiknya tidak lebih dari 60°C. Sebagaimana dikemukakan dalam CPOTB, maksud
pengeringan adalah untuk membatasi kandungan kadar air sehingga tidak memungkinkan
pertumbuhan kapang khamin dan/atau jasad renik lainnya Pengeringan harus diperhatikan sehingga
zat aktif dalam bahan baku obat tidak mengalami kerusakan akibat suhu pengeringan yang
berlebihan. Apabila mengacu pada CPOTB, penggunaan alat perajang sebetulnya memiliki beberapa
aturan khusus, yaitu harus mampu menghaluskan bahan baku atauproduk antara menjadi serbuk
dengan derajat halus yang dikehendakisejumlah minimum 90% dari jumlah bahan, yang dihaluskan.
Apabila alat perajang tidak digunakan semestinya, dikhawatirkan akan mengganggu proses
metabolisme obat tradisional dalam tubuh pasien. Penggunaan sarung tangan juga dikhawatirkan
justru dapat mencemari bahan baku obat. akibat adanya bedak (talk) yang melekat pada sarung
tangan tersebut. oleh karena itu CPOTB tidak menyatakan secara eksplisit bahwa pembuat obat
tradisional harus menggunakan sarung tangan. Namun CPOTB justru lebih menekankan pada
masalah pencemaran kontaminasi bahan baku obat tradisional.² Uraian di atas menunjukkan bahwa
konsep pembuatan obat tradisional yang dikuasai oleh para pengobat tradisional belum sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh berbagai kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah. Hal ini
menunjukkan bahwa sosialisasi berbagai

Kebijakan tersebut harus dilakukan juga pada pengobat tradisional (selain pada pelaku
industri obat tradisional) yang pada kenyataan dilapangan juga melakukan proses pembuatan obat
tradisional. Melalui sosialisasi yang lebih intensif, diharapkan tujuan berbagai kebijakan yang telah
diterbitkan oleh pemerintah dalam hal pemanfaatan obat tradisional dapat tercapai. Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Pengobat tradisional di Propinsi
Jawa Barat juga membuat obat tradisional untuk diberikan kepada pasiennya 2. Masih ada konsep
pembuatan obat tardisional tidak sesuai dengan pedoman yang ditetapkan Dengan demikian,
sebaiknya dilakukan sosialisasi yang lebih luas lagi (dengan melibatkan pengobat tradisional) tentang
cara pembuatan obat tradisional yang baik ini.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan,

 bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan- bahan tersebut, yang secara

tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan


sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional

Aspek - aspek dalam CPOTB antara lain meliputi :

1. Ketentuan umum

2. Personalia

3. Bangunan

4. Peralatan

5. Sanitasi dan hygiene

6. Pengolahan dan pengemasan

7. Pengawasan mutu

8. Inspeksi diri

9. Dokumentasi

10. Penanganan terhadap hasil pengamatan produk di peredaran.

3.2 Saran
Seharusnya kita dapat lebih bijak untuk memanfaatkan tanaman herbal yang ada di
sekitar kita dengan sebaik mungkin. Serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup
disekitar kita agar tercipta lingkungan hidup yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2002. Ilmu Meracik Obat. Jakarta : UGM press.

Ditjen POM. 1995. Materia Medika Indonesia jilid IV. Jakarta : Trubus Agriwidya

Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia ed.IV Jakarta : Depkes RI

Ditjen POM. 1996. Kodifikasi Peraturan Perundang-undangan Obat Tradisional. Jakarta :


Depkes RI

Katno. (2008). Tingkat Manfaat, Keamanan, dan Efektivitas Tanaman Obat dan Obat
Tradisional. Karanganyar: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional Balitbangkes Depkes RI.

Sam, S. (2019). Importance and effectiveness of herbal medicines. Journal of Pharmacognosy


and Phytochemistry. 8(2): 354-357.

WHO. (2004). Guidelines on Developing Consumer Information on Proper Use of Traditional,


Complementary and Alternative Medicine. Geneva: WHO.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman pelayanan kesehatan tradisional.


ramuan Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak; 2011. 2
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 659% Menkes/SK/X/1991. Jakarta, 1991. 3. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006 Tahun
2012 Tentang Industri dan Usaha. Jakarta; 2012. 4. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 007 Tahun 2012
Tentang Registrasi Obat Tradisional. Jakarta; 2012 Notoatmodjo S Promosi kesehatan dan
ilmu perilaku. Jakarta Pt rineka cipta; 2007. 6. Sulaeman ES Pemberdayaan masyarakat di
bidang kesehatan. Teori dan implementasi Yogyakarta: Gadjah mada university press; 2012

Anda mungkin juga menyukai