Oleh :
Kelompok 2
1. Nova Lestari (1411011043)
2. Rama Saputri (1411011046)
3. Anna Fadhila (1411011057)
4. Nur Azlin (1411011061)
5. Suci Dita Ramadhany (1411011064)
DASAR HUKUM UPAYA KEMANDIRIAN
BAHAN BAKU SEDIAAN FARMASI
UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian;
PP No 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan, Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri;
PP No 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
PP No 14 Tahun 2015 tentang Rencana Pengembangan Industri Nasional 2015 – 2035;
Perpres No 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019;
Perpres No 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional;
Permenkes No 6 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional;
Permenkes No 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;
Permenkes No 87 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengembangan Bahan Baku Obat;
Permenkes No 88 Tahun 2013 tentang Rencana Induk Pengembangan Bahan Baku Obat
Tradisional;
Kepmenkes No HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015 –
2019;
Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional;
Kepmenkes 381/Menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional ;
Kepmenkes No. 1076 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional.
Inpres No. 6 Tahun 2016, tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan alkes
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 88 TAHUN 2013
Tentang
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka pengembangan dan peningkatan
kemampuan untuk memproduksi bahan baku obat
tradisional yang ditujukan agar dapat memenuhi kebutuhan
akan bahan baku obat tradisional dalam negeri, yang
dijamin bermutu tinggi, memiliki khasiat nyata yang teruji
secara ilmiah;
b. bahwa dalam rangka mengantisipasi berbagai perubahan dan tantangan
strategis baik internal maupun eksternal sejalan dengan Sistem Kesehatan
Nasional, perlu diambil langkah kebijakan di bidang pengembangan bahan
baku obat tradisional secara nasional;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3274);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan, Pengaturan,
Pembinaan, danPengembangan Industri (Lembaran Negara Republik indonesia
Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3330);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3781);
5. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2010;
6. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/Menkes/Per/III/2010 tentang Industri
Farmasi(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 721) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2013 (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 442);
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 381/Menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan
Obat Tradisional Nasional;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 109/Menkes/Per/IX/2007 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer, Alternatif di Fasilitias Pelayanan
Kesehatan;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 003/Menkes/Per/I/2010 tentang Saintifikasi
Jamu Dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG RENCANA
INDUK PENGEMBANGAN BAHAN BAKU OBAT
TRADISIONAL.
Pasal 1
Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional bertujuan untuk
meningkatkan pengembangan dan produksi bahan baku obat tradisional dalam negeri dan
mengurangi angka impor, yang dijamin bermutu tinggi.
Pasal 2
(1) Rencana Induk Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional digunakan sebagai acuan
Pemerintah, Pemerintah Daerah, pelaku usaha, Lembaga Penelitian, Lembaga Pendidikan,
dan masyarakat dalam pengambilan kebijakan dan strategi berbagai program dan kegiatan
di bidang pengembangan bahan baku obat tradisional.
(2) Rencana Induk Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini
A. Ketersediaan Bahan Baku Obat Tradisional
Dalam upaya tersebut ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang
cukup, terjamin mutu, khasiat dan keamanannya, harga yang terjangkau serta
mudah diakses adalah beberapa faktor penting. Pemerataan dan penggunaan
obat secara rasional merupakan salah satu target pemerintah dalam
pembangunan kesehatan.
Berbagai peraturan telah diterbitkan terkait dengan pemberi layanan
pengobatan tradisional, kesehatan tradisional, klasifikasi, registrasi dan
pengawasan produk obat tradisional. Upaya ini merupakan bagian dari
keinginan pemerintah untuk memanfaatkan kekayaan sumber daya hayati
Indonesia dan kekayaan kesehatan tradisional agar dapat terintegrasi
dalam sistem pelayanan kesehatan formal.
Tujuan:
1. Mendorong pemanfaatan sumber daya alam dan
ramuan tradisional secara berkelanjutan
2. Menjamin pengelolaan potensi alam Indonesia
agar memiliki daya saing
3. Tersedianya obat tradisional
4. Menjadikan obat tradisional sebagai komoditi
unggul
Perlunya upaya kemandirian di bidang bahan baku obat
dan obat tradisional Indonesia melalui pemanfaatan
keanekaragaman hayati
(Roadmap Reformasi Kesehatan 2010 – 2014)
TUJUAN :
Dapat diterima di pelayanan kesehatan
Mensejahterakan rakyat
Obat Tradisional
Warisan Digunakan
budaya secara luas
Terbukti Memiliki
secara Keunggulan
Empirik Komparatif
Dimensi Manfaat :
Kesehatan – Ekonomi – Sosial Budaya
RENCANA PENGEMBANGAN
Melalui Pendekatan Penyediaan Bahan Baku Obat Tradisional (BBOT)
-Instalasi benih
-Laboratorium kultur -Proses pencucian,
jaringan -Sortasi
-Ruang koleksi benih -perajangan
dan herbarium -Pengeringan
- Lahan uji coba -Penyerbukan
teknik budidaya -penyimpanan.
Kegiatan penelitian fitokimia, ekstraksi, evaluasi
farmakologi dan formulasi, yang khususnya secara intensif
dilakukan di perguruan tinggi dan LPNK riset, dilengkapi
dengan laboratorium farmakognosi, fitokimia, dan
ekstraksi, kultur sel mamal, biologi molekuler dan
laboratorium hewan.
Laboratorium ini biasanya terdapat pada jurusan kimia,
biologi, fakultas farmasi, fakultas kedokteran atau unit
litbang khusus, yang telah lama melakukan aktivitas
penelitian tanaman obat dan pencarian senyawa aktif baru.
Perguruan tinggi yang banyak melakukan penelitian tanaman
obat dan senyawa alam aktif adalah Universtas Andalas (Unand),
Universitas Indonesia (UI),Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut
Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjajaran (Unpad),
Universitas Jendral Soedirmasn (Unsoed), Universitas Gajah
Mada (UGM), Universitas Brawijaya (UB) dan Universitas
Airlangga (Unair).
Unand dan IPB memiliki pula kebun koleksi tanaman hutan
yang dikenal masyarakat sebagai tanaman obat. LPNK riset
seperti LIPI dan BPPT juga memiliki laboratorium sejenis, yang
dilengkapi dengan peralatan yang baik, seperti Flowcitometry,
HPLC, GC-MS, LC-MS (LC-MS-MS), FTIR, NMR (500 MHz),
yang sangat berguna dalam analisis kualitatif dan kuantitatif
tanaman obat.
C. Potensi Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan
Pada dasarnya industri farmasi, termasuk industri BBOT modern
merupakan industri yang termasuk dalam katagori industri berbasis
pengetahuan (science-based industry). Oleh karenanya kegiatan riset
yang didukung oleh sumber daya manusia (SDM) riset yang handal
menjadi prasyarat utama selain infrastruktur riset yang sesuai. SDM
riset yang diperlukan dalam pengembangan BBOT antara lain SDM
dengan latar belakang pendidikan beragam.
Untuk mendukung industri BBOT simplisia, yaitu tahapan seleksi dan
karakterisasi bibit tanaman obat, produksi bibit dan simplisia
tanaman obat dibutuhkan latar belakang pendidikan biologi, kimia,
pertanian, teknologi pertanian. Sedangkan untuk mendukung industri
antara/industri BBOT ekstrak, yaitu tahapan analisis fitokimia,
optimasi ekstraksi, uji in vitro dan in vivo, dibutuhkan sarjana kimia,
biologi, teknik kimia, farmasi, kedokteran/kedokteran hewan dan
sarjana teknik untuk keahlian rancang bangun peralatan produksi
ekstrak
D. Kegiatan Penelitian Bahan Baku Obat Tradisional
VISI :