BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Kesehatan merupakan
aspek yang sangat penting bagi kehidupan, melalui pembangunan di bidang
kesehatan diharapkan akan semakin meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat
dan pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat secara
memadai.
Dalam hal ini, Obat dan tersedianya obat merupakan komponen yang
sangat penting dalam rangka meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat dan
untuk menyelamatkan jiwa manusia. Obat adalah bahan atau paduan bahan,
termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki
sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan untuk manusia.
Oleh karena itu, proses produksi obat memerlukan pengawasan yang ketat untuk
menjamin bahwa obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu (quality),
keamanan (safety) dan khasiat (efficacy).
Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, memiliki peran strategis
dalam usaha pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Industri farmasi
merupakan industri yang berkembang pesat seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk dan semakin banyaknya jenis penyakit. Hal ini menyebabkan dampak
bertambahnya jumlah industri farmasi sehingga terjadi persaingan pada masing-
masing industri. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjamin
tersedianya obat yang memenuhi persyaratan tersebut adalah dengan
mengharuskan setiap industri farmasi menerapkan Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
2
B. TUJUAN PKL
Adapun tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan di industri PT. Pradja Pharin
(Prafa) dan PT. Abbot Indonesia adalah:
1. Mengetahui dan memahami tugas, tanggung jawab dan peran Tenaga Tenis
Kefarmasian dan Apoteker di industri farmasi.
2. Memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang penerapan CPOB di PT.
Pradja Pharin (Prafa).
3. Memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang penerapan CPOB di PT.
Abbott Indonesia.
4. Mengaplikasikan ilmu yang didapatkan selama perkuliahan dalam bidang
kefarmasian khususnya mengenai industri farmasi.
5. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di
industri farmasi.
4
BAB II
TINJAUAN UMUM
Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan RI dan wewenang
pemberian izin dilimpahkan kepada direktorat jenderal. Izin usaha industri
farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan tersebut berproduksi dan
untuk Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya diberikan sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Asing dan peraturan pelaksanaannya.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
ditunjuk sebagai importir dan penyalur tunggal sah di Indonesia untuk Meiji
Seika, Jepang, yang merupakan Prinsipal Utama pertamanya.
Pada tahun 1971, PT. Prafa menjadi Perusahaan Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) di area seluas 2300 m2. Antara tahun 1975-1978 PT. Prafa
ditunjuk sebagai wakil tunggal OXOID dan BDH dari Inggris, Cutter
Laboratories dari Amerika serikat dan Flow Laboratories dari Australia, dengan
demikian PT. Prafa semakin melibatkan diri dengan prinsipal-prinsipal
multinasional untuk memperoleh keahlian manajerial yang lebih baik dan
peningkatan teknologi.
Tahun 1979 didirikannya PT. Pradja Farma Hoslab sebagai kesatuan terpisah
dalam menangani distribusi seluruh produk PT. Prafa di wilayah Indonesia. Tahun
1981, PT. Prafa ditunjuk sebagai agen tunggal Indonesia untuk Kabivitrium-AB
dari Swedia dan pada tahun 1984 berhasil memperoleh lisensi penting untuk
memproduksi tablet effervescent dengan produk bernama UPSA dari Prancis.
Tahun 1986, PT. Prafa mulai mengekspor ke Singapura.
Tahun 1990 PT. Prafa resmi pindah ke Desa Karang Asem Barat
Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pabrik ini dirancang dan
dibangun sesuai dengan aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) serta
efisien dalam sistem produksi.
Tahun 1995 PT. Prafa diakuisisi oleh Darya Varia Group yang didalamnya
tergabung tiga perusahaan yakni, PT. Darya Varia Laboratoria, PT. Kenrose
Indonesia dan PT. Dupa dengan distributor PT. Wigo Distributor Farmasi. Mulai
pada tanggal 21 Desember 2001 hingga sekarang Darya Varia Group diambil alih
oleh United Laboratory, Manila-Philippines. Selain Darya Varia Group, yang
tergabung dalam United Laboratory, Manila-Philippines yaitu PT. Medifarma
Laboratories.
Tahun 2003, PT. Prafa diaudit oleh P&G, QAC rating yang diperoleh pada
saat itu adalah 44, tahun 2004 QAC rating yang diaudit bertambah menjadi 72.
Setahun kemudian PT. Prafa diaudit kembali oleh P&G berhasil menaikkan QAC
21
rating menjadi 92. Sejak saat itu PT. Prafa telah dipercaya oleh perusahaan P&G
untuk melakukan toll manufacturing untuk memproduksi Vicks Formula 44,
Vicks Vaporub dan Vicks Inhaler.
Pada Tahun 2008 dan 2010, P&G memberikan QAC rating 100 untuk audit
yang dilakukan pada PT. Prafa.
Pada tahun 2009, Darya Varia Group melakukan project specialization. PT.
Prafa dikhususkan pada produksi low volume solid order, produk Ethical (solid
dan injeksi), antibiotik betalaktam dan sefalosporin (solid dan injeksi), serta
produk toll manufacturing. Pada PT. Medifarma Laboratories dikhususkan pada
produksi high volume solid order dan OTC. Sedangkan PT. Darya Varia
Laboratories dikhususkan pada produksi soft gelatin capsul, sediaan liquid dan
semisolid. PT. Prafa hingga saat ini menerapkan lebih dari 1000 SOP yang
digunakan sebagai prosedur operasional pelaksanaan kerja.
Logo perusahaan dengan inisial yang berbentuk segitiga yang memiliki sisi
yang sama panjang dan tajam. Segitiga tersebut diimplikasikan ke lambang-
lambang huruf awal nama perusahaan. Bentuk segitiga itu sendiri melambangkan
kemajuan dan budaya perusahaan yang modern. Pertemuan antar segitiga pada
logo melambangkan kerjasama, kebersamaan dan komitmen. Sisi sama panjang
mencerminkan PT. Prafa terdiri dari elemen yang memiliki kepentingan bersama,
saling menunjang dan mendukung sehingga tidak ada yang dapat berdiri sendiri
tanpa dukungan kekuatan elemen lain. Warna biru pada logo PT. Prafa
melambangkan semangat, rasa aman, bersih dan kepercayaan melalui produk-
produk yang dihasilkan, sehingga memberi kesan yang lama di hati para
konsumennya.
B. STRUKTUR ORGANISASI
PT. Pradja Pharin (Prafa) dipimpin oleh seorang Plant Manager yang bertanggung
jawab kepada Technical Operating Director. Plant Manager membawahi 5
departement, yakni:
22
moral, disiplin kerja dan kenyamanan kerja, maka PT. Prafa menerapkan 5 R
yakni:
1. Ringkas
2. Rapi
3. Resik
4. Rawat
5. Rajin
c. Pengolahan limbah
d. Air Handling Unit (AHU)
e. Steam unit
f. Compress air unit
g. Laundry unit
h. Area parkir
i. Pos satpam.
3. Bangunan gudang obat jadi (GOJ) dan gudang api.
E. JENIS PRODUKSI
PT. Prafa memproduksi 2 macam produk yaitu produk PT. Prafa sendiri/
Darya-Varia Group yang disebut Original Product dan ada yang memproduksi
produk untuk perusahaan farmasi lain yang bekerja sama dengan PT. Prafa
disebut Toll Manufacturing.
Beberapa Original Product PT. Prafa meliputi: Paratusin, Stop Cold, Degirol
LOZ 100, Degirol LOZ 20, Spasmal, Fundamine, Gastran, Griseofulvin 500 mg,
Enervon C tube, Vicee, Urticef 50 mg, Penicillin V, Cedocard Retard (5 mg, 10
mg, 20 mg), Urdafalk kapsul, Norizec (1 mg, 2 mg, 3 mg), Cefurox (Injeksi
kering), Otopraf (Tetes telinga), Fortagyl 100 ml (Infus), Bloodcare, Hobat, dll.
Beberapa Toll Manufacturing PT. Prafa meliputi:
1. P&G : Vicks F 44 Child, Vicks F 44 Adult, Vicks F 44 DT, Vicks F 44 DT
Sachet, Vicks Inhaler, Vicks Vaporub.
2. Actavis : Dumozol Infus
3. Armoxindo : Kanarco Dry Inj, Arcodryl Inj 10 ml, Arcored Inj 10 ml
4. Servier : Diamicron, Ardium, Arcalion, Stablon Degree
5. Novartis : Banadoz, Baxima Livi, Biotriax livi
6. Kalbe Farma : Clavamox Inj 1g, Kalmoxillin, Bactesyn1,5
7. Pharos : Polysilane, Narfoz, Cetoros, Ketros
8. Novell : Phanem, Cefixime
26
b. Produk nutrisi
Tabel III. 2 Nutritional Products yang diimpor untuk pasar lokal
Ensure Neosure
Isomil Plus Similac Advance
Isomil 1 Advance Similar Gain Advance
Isomil 2 Advance Glucerna
BAB IV
KEGIATAN PKL DI PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) DAN
PT. ABBOT INDONESIA
2. Gudang (Warehouse)
Warehouse dipimpin oleh seorang supervisor yang membawahi Raw Material
Warehouse, Packaging Material Warehouse, Central Dispensary, Inventory
Warehouse. Tugas dan tanggung jawab gudang (Warehouse) adalah sebagai
berikut :
a. Menerima, menyimpan dan mengeluarkan produk serta mengelola semua
inventaris yang meliputi bahan baku (Raw Material), bahan
kemas(Packaging Material) dan Finished Good.
b. Menjaga kualitas dan kuantitas bahan baku (Raw Material), bahan kemas
(Packaging Material) dan Finished Good di dalam gudang sesuai dengan
persyaratan dan ketentuan dari CPOB.
c. Memonitoring keakuratan stok bahan baku (Raw Material), bahan kemas
(Packaging Material) dan Finished Good.
Prosedur Penerimaan Barang di Gudang
Penerimaan barang berupa Raw Material (bahan baku) ataupun Packaging
Material (bahan kemas) dari supplier. Supplier akan membawa barang yang
dipesan beserta dengan surat jalan dan Certificate Of Analysis (COA) dari
barang-barang tersebut sesuai dengan PO (Purchasing Order) ke gudang. Petugas
gudang mengecek barang berdasarkan surat jalan, meliputi : no. order pesan, no.
batch, nama dan jumlah barang, jadwal pemesanan dan kedatangan.
Pada saat barang diterima dari supplier, petugas gudang melakukan beberapa
inspeksi, yaitu :
a. Inspeksi terhadap truck menggunakan list truck, meliputi :
b. Pengecekan barang yang dikirim, meliputi :
Penyimpanan Barang
Penyimpanan barang harus mengikuti prosedur persyaratan kondisi sesuai
dengan List Of Approved Supplier terutama suhu penyimpanannya yang harus
diperhatikan karena berhubungan dengan stabilitas bahan, sehingga kualitas
32
1. GP Solid
Kegiatan yang dilakukan pada bagian GP solid meliputi pencampuran,
pencetakan/pengisian kapsul, penyalutan dan primary packaging (striping dan
blistering). Proses produksi GP solid melalui dua metode yaitu granulasi basah
dan granulasi kering. Metode granulasi basah terbagi dua cara, yaitu pengadukan
basah (Lampiran 5) dan sistem spraying (Lampiran 6), sedangkan metode
granulasi kering (Lampiran 7) hanya dilakukan pada sebagian kecil proses
produksi saja.
Proses produksi dengan metode granulasi basah (pengadukan basah) diawali
dengan pembuatan binder. Selanjutnya dilakukan pencampuran zat aktif dan
bahan pengisi menggunakan mixer hingga homogen. Setelah campuran homogen,
ditambahkan binder hingga terbentuk masa kompak. Selanjutnya dimasukan
kedalam ayakan dengan mesh tertentu. Hasil ayakan tersebut dikeringkan
menggunakan Fluid Bed Dryer (FBD). Saat pengeringan dilakukan kontrol
terhadap Loss On Drying (LOD). Jika LOD serbuk sudah memenuhi syarat
selanjutnya dilakukan granulasi kering dan diayak dengan menggunakan mesh
tertentu. Selanjutnya dilakukan pencampuran akhir. Pada tahap ini dicampurkan
glidan, disintegran, dan lubricant hingga homogen. Pada tahap ini QC akan
mengambil sampel untuk pemeriksaan homogenitas kadar. Setelah granul
mendapat release dari QC, kemudian dilakukan proses pencetakan. Pada proses
pencetakan dilakukan IPC oleh bagian produksi yang meliputi : Appearance /
tampilan, bobot rata-rata, variasi bobot, ketebalan, waktu hancur, kekerasan,
keregasan, dan diameter tablet. Selanjutnya QC akan melakukan pemeriksaan
kandungan kadar, disolusi (jika diperlukan), angka kuman (jika diperlukan) dan
content uniformity (Jika diperlukan)
Apabila tablet tersebut adalah tablet salut maka dilakukan proses coating
(sugar coating atau film coating). Tahapan coating yang dilakukan meliputi seal
coating, sub coating, smoothing/coloring, dan polishing. Kemudian dilakukan
pengemasan primer (blistering/stripping). Selama proses blistering/stripping
37
aseptik dilakukan pada ruangan kelas A dibawah LAF (Laminar Air Flow)
sedangkan untuk produk sterilisasi akhir juga dilakukan pada ruangan kelas B.
Pada bagian produksi steril dilakukan bubble point test terhadap filter yang
akan digunakan untuk menyaring larutan dalam proses produksi. Langkah-
langkah yang dilakukan dalam bubble point test adalah cartridge filter dipasang
secara aseptis pada housing filter kemudian larutan dialirkan pada filter tersebut
dengan tekanan tertentu kemudian dilakukan pengamatan terhadap tekanan yang
diperlukan oleh larutan untuk melewati filter tersebut. Setelah dilakukan bubble
point test, sediaan siap dimasukkan ke dalam kemasan primer setelah disaring
menggunakan filter yang telah ditest tersebut. Setelah filling, cartridge filter di tes
ulang untuk mengetahui kondisi cartridge filter tersebut setelah digunakan.
Proses pengisian sediaan dry injection dilakukan di dalam filling cabinet dan
di dalam ruangan steril. Dilakukan proses sealing cap, proses selanjutnya adalah
inspeksi atau kontrol terhadap kejernihan larutan dan adanya partikel-partikel
pengotor, serat, pecahan kaca dan yang lainnya (seal cap rusak, mulut vial pecah,
dan vial yang kotor). Setelah itu produk dikarantina kembali di dalam ruang
karantina injeksi untuk menunggu released dari QC (dilakukan uji sterilitas
selama 14 hari) sebelum dikirim ke bagian pengemasan central. Alur produksi
steril dengan teknik sterilisasi akhir dapat dilihat di Lampiran 14 dan Alur
produksi steril dengan teknik aseptis dapat dilihat di Lampiran 15.
3. Produksi Sediaan Betalaktam dan Sefalosporin
Sediaan yang diproduksi oleh bagian produksi betalaktam dan sefalosporin
adalah sediaan dry injection, tablet, kapsul dan dry syrup. Setiap karyawan yang
akan meninggalkan bangunan tersebut diharuskan mandi terlebih dahulu sebelum
keluar. Pencegahan kontaminasi ini, dimaksudkan untuk menghindari terpaparnya
individu yang alergi terhadap produk betalaktam dan sefalosporin, sehingga dapat
menyebabkan syok anafilaksis yang berujung pada kematian.
Pada produksi injeksi kering tidak ada proses pencampuran namun langsung
pengisian produk pada vial setelah sebelumnya dilakukan uji potensi antibiotik
terlebih dahulu. Setelah itu dilanjutkan dengan proses sealing cap dan dilakukan
39
inspeksi fisik sediaan dan wadah serta proses pemeriksaan QC. Karantina
dilakukan selama 14 hari terhadap produk jadi yang sedang dalam pengawasan
QC.
Proses filling dry injection sefalosporin menggunakan mesin automatic line
macofar (Romaco). Mesin ini terdiri dari mesin untuk pencucian vial hingga
pengemasan primer. Bagian pencucian vial dan oven berada di grey area
sedangkan bagian filling berada di white area. Prinsip kerja dari mesin ini adalah
vial dicuci secara otomatis menggunakan HPW (Hot Purified Water) dan angin.
Kemudian disterilisasi menggunakan oven. Setelah steril, vial dimasukkan ke
dalam cooling chamber. Setelah vial dingin selanjutnya vial akan masuk ke
filling room dalam white area yang dilengkapi dengan HEPA filter dan LAF.
Dalam filling room ini,zat aktif akan dimasukkan dalam vial dan dilakukan
sealing cap pada vial secara otomatis. Selanjutnya produk diinspeksi kemudian
dikirim ke bagian kemas sefalosporin untuk dilakukan pengemasan sekunder.
Pada proses produksi solid betalaktam tidak menggunakan proses granulasi basah
tetapi granulasi kering dan cetak langsung.
4. Central Packaging (Pengemasan Sentral)
Pengemasan adalah tahap akhir proses produksi. Ada dua tahap pengemasan,
yaitu :
a. Pengemasan primer
Yaitu pengemasan yang berhubungan langsung dengan produk.
b. Pengemasan sekunder
Pengemasan yang tidak berhubungan langsung dengan produk. Yang
termasuk dalam kemasan sekunder adalah kemasan dus dan master box.
Seluruh produk yang telah dikemas primer dikirim ke Central Packaging
untuk selanjutnya dilakukan pengemasan sekunder.
Pada bagian pengemasan sentral terdapat dua kegiatan utama yang dilakukan,
yaitu :
a. Proses persiapan : Batching / Coding dan folding.
b. Proses pengemasan : Pengemasan box dan master box.
40
5. P&G
Kegiatan kegiatan produksi P&G terpisah dari produksi PT. Prafa karena kegiatan
produksinya yang besar. Secara umum ada 3 produk yang diproduksi oleh P&G,
yaitu :
41
a. Vicks Formula 44, ada tiga varian yaitu formula 44 dewasa, anak-anak, dan
DT (day time). Masing-masing terdapat dalam kemasan botol (ukuran 27 ml,
54 ml, dan 100 ml) dan dalam kemasan sachet (ukuran 7ml) hanya untuk DT.
b. Vicks Vaporub dalam kemasan 10 gram, 25 gram dan 50 gram.
c. Vicks Inhaler.
Proses produksi di line P&G menggunakan sistem automatic line yaitu proses
pembuatan produk mulai dari bahan awal, pengisian, pengemasan primer dan
sekunder, tidak terputus.
Selama proses produksi dilakukan In Process Control pada produk ruahan
dan produk jadi oleh bagian produksi P&G dan QC. Untuk produk jadi sediaan
sirup dilakukan pengujian terhadap kebocoran tutup botol sirup dan mengukur
volume sirup dalam sediaan botol dan kebocoran sachet untuk sediaan sachet.
Untuk pengujian kebocoran tutup botol sirup dilakukan setiap 1 jam sekali
sedangkan uji uji kebocoran sachet dilakukan setiap 15 menit. Uji yang dilakukan
untuk sediaan Vicks Vaporub menggunakan piknometer dan kromatografi gas.
Sedangkan untuk sediaan inhaler selama proses produksi dilakukan In Process
Control yang dilakukan menggunakan system komputer “Quality Window” yang
dilakukan pengecekan terhadap beberapa parameter yang telah ditentukan setiap
15 menit.
C. R&D (Research and Development)
R&D (Research and Development) adalah suatu departemen yang tugas utamanya
mengembangkan formula produk baru, reformulasi dan mengembangkan produk
lisensi. Departemen ini menangani pengembangan produk dari PT. Medifarma
Laboratories, Darya-Varia Lab. Tbk dan PT. Pradja Pharin. Departemen ini berlokasi
di pabrik Prafa dan struktur organisasi dari RnD dapat dilihat pada Lampiran 17.
Aktifitas R&D meliputi :
1. Mengembangkan formulasi produk baru
2. Mengembangkan produk “Existing”
3. Evaluasi bahan baku alternatif
42
Pengembangan formula yang dilakukan oleh departemen ini dimulai dari bahan
baku yang akan digunakan, formulasi hingga kemasan primer. Alur pengembangan
produk baru dapat dilihat di Lampiran 18.
D. Quality Operation Department
QA bertugas untuk memastikan kualitas dari produk, mengontrol hasil analisa
released yang dilakukan QC dan memeriksa kelengkapan dokumen sehingga produk
dapat dipasarkan. QC bertugas untuk melakukan kontrol kualitas mulai dari bahan
baku dan kemasan dari supplier, kualitas bulk material dan kualitas produk selama
proses hingga menjadi produk jadi.
Bagian-bagian yang terdapat pada Quality Operation Departemen :
1. Quality Control Department
Tugas QC :
a. Pemeriksaan bahan baku dan bahan kemas.
b. Sampel pertinggal.
c. Pembuatan spesifikasi dan metode pemeriksaan.
d. Pengelolaan reference standard.
e. Pemeriksaan produk antara, produk ruahan, dan obat jadi.
f. Pemeriksaan stabilitas.
g. Kalibrasi alat laboratorium.
h. Pengelolaan pengambilan sampel.
i. Statistical Process Control dan Statistical Quality Control.
j. Penanganan penyimpangan hasil pemeriksaan.
k. Pemantauan lingkungan.
l. Pemeriksaan In process Control (IPC).
Pembagian QC Departement
a. Bagian Kimia.
Bagian QC kimia memiliki panduan kerja berupa :
1) SOP General (mengatur cara bekerja di laboratorium, safety, pencatatan
data, dan perlakuan sampel)
43
mikrobiologi terhadap proses validasi media fill pada proses pengolahan dan
pengisian aseptis.
Ruangan di bagian mikrobiologi dibagi menjadi 6 ruangan, yaitu :
1. Ruang TPC (Total Plate Count), ruangan ini memiliki LAF dengan sistem
blower yang aliran udaranya horizontal. Ruang ini berfungsi untuk
menghitung angka kuman.
2. Ruang potensi, merupakan ruang untuk menguji potensi antibiotik dan
growth promotion test. LAF di ruang ini memiliki sistem udara vertical.
3. Ruang steril, merupakan ruang yang dikondisikan sama seperti ruang
produksi steril, digunakan untuk uji sterilitas.
4. Ruang preparasi media, merupakan ruang pembuatan media pertumbuhan
mikroba yang akan digunakan untuk mengembangkan bakteri pada uji
potensi.
5. Ruang inkubasi.
6. Ruang pencucian.
Setiap media dikontrol dengan uji kelayakan media (Growth Promotion
Test), pH dan sterilitas dengan tujuan untuk mengetahui dan membuktikan
bahwa media yang digunakan benar-benar merupakan media pertumbuhan
yang baik untuk mikroba. Uji endotoksin dilakukan untuk sedian injeksi
dengan menggunakan LAL test yang terdapat dalam USP.
c. Bagian In Process Control and Packaging Material
Pemeriksaan yang dilakukan untuk sediaan padat adalah pemeriksaan
keseragaman bobot, ketebalan, diameter, waktu hancur, kekerasan, friabilitas,
dan uji kebocoran. IPC juga melakukan pemeriksaan obat jadi meliputi
coding, jumlah isi, dan keadaan kemasan. Seluruh hasil pemeriksaan tersebut
harus didokumentasikan. Kegiatan rutin lainnya adalah line clearence setiap
produksi akan dimulai. Upaya ini bertujuan untuk memastikan bahwa
seluruh peralatan telah siap, bahan baku obat telah benar baik jenis maupun
jumlahnya. Serta memastikan ruang produksi telah siap digunakan (sesuai
45
persyaratan ruangan dan telah bersih dari bahan-bahan lain yang digunakan
pada proses sebelumnya).
2. Quality Assurance Department
Tugas dari QA :
a. Menciptakan sistem panduan mutu.
b. Pengembangan manajemen kualitas.
c. Kontrol dokumen.
d. Training GMP.
e. Menangani program kalibrasi.
f. Mengkoordinasi program kualifikasi dan validasi.
g. Audit pemasok internal dan eksternal.
h. Penanganan keluhan pelanggan.
i. Penanganan penyimpangan batch.
j. Pengendalian perubahan.
k. Penanganan penarikan kembali obat jadi.
l. Pengawasan dalam distribusi obat.
m. Releasing obat jadi.
Pembagian QC Departement
a. Quality Compliance
QA Compliance dipimpin oleh seorang Section Head. Bagian ini mempunyai
tugas antara lain :
1) DCC (Document Control Centre)
Tugas dari DCC adalah memastikan semua dokumen yang beredar di
PT.PRAFA merupakan dokumen terbaru (up to date). DCC mempunyai
tugas mengelola SOP, master batch record, master list, spesifikasi dan
prosedur analisa, dokumen registrasi, laporan penyimpangan mutu dan
dokumentasi pengendalian perubahan (change control), produk yang telah
dinyatakan released.
2) GMP Training
46
suatu tim yang terdiri dari suatu staf-staf untuk memastikan manajemen dokumentasi
ketenaga kerjaan, proses dan kegiatan administrasi lainnya telah sempurna dan
berjalan sesuai perencanaan. HRGS Departement memiliki dua tugas pokok, yaitu
berfokus pada internal perusahaan (karyawan) dan eksternal perusahaan (pemerintah
atau lingkungan masyarakat). HRGS Departemen dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Personnel Affairs (personalia)
2. General Affairs (umum)
3. Safety, Health and Environment (SHE)
SHE merupakan salah satu bagian dari PGA departemen yang bertanggung
jawab untuk mengelola semua aspek yang berkaitan dengan kesehatan dan
keselamatan kerja karyawan serta lingkungan di dalam dan di sekitar area
industri di PT. Prafa termasuk limbah yang dihasilkan pabrik agar tidak
mencemari lingkungan sekitarnya.
Training sangat dibutuhkan dalam rangka mengembangkan keterampilan (skill),
pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude) yang relevan dengan pekerjaan.
Program training di PT.PRAFA terdiri dari tiga macam, yaitu :
a. Training wajib
b. Training Khusus
c. Training Tambahan
Pengolahan Limbah
Pengelolaan limbah di PT. Prafa merupakan tanggung jawab PGA Departemen
yang dikelola oleh bagian SHE yang dibantu oleh TS department dan QA
department. Limbah yang dihasilkan PT. Prafa ditangani dengan cara yang
berbeda-beda tergantung jenis dan sifat bahannya.
1) Limbah padat
Limbah padat berasal dari debu hasil proses produksi, sampah sisa
kemasan, sampah dari lingkungan pabrik, produk reject dan obat yang telah
kadaluarsa. Limbah padat yang masih dapat dimanfaatkan serta memiliki
nilai jual dikumpulkan di gudang khusus, kemudian dijual akan barang-
barang tersebut dimanfaatkan atau digunakan kembali (reuse) dan didaur
49
digunakan yang kemudian dicatat dalam catatan Clearance Check List. Bahan-
bahan pengemas diambil dari gudang berdasarkan Finishing Order (FO) yang
mencantumkan macam dan jumlah bahan pengemas
Kegiatan di bagian pengemasan meliputi :
a) Pengemasan primer
Pengemasan primer yaitu pengemasan produk ruahan sebagai bahan yang terbuka
ke dalam wadah pertama (pengemas primer). Pengemasan primer dilakukan pada
grey area. Pengemasan primer meliputi :
(1) Stripping dan Blistering
Pengemasan ke dalam strip, dilakukan terhadap tablet dengan menggunakan
alat Uhlmann deheutri Machine.
(2) Pengisian (filling)
Pengemasan primer pada produk sediaan cair serta ditutup dengan Capping
Machine.
b) Pengemasan sekunder
Pengemasan sekunder berupa pengemasan produk ruahan yang sudah dalam
kemasan primer menjadi obat jadi dan dilakukan di black area. Kebersihan udara
dan ruangannya harus tetap dipelihara. Kegiatan kemasan sekunder meliputi:
(1) Penempelan label
Botol-botol yang telah terisi dan ditutup, diberi label. Letak label yang
ditempel harus diperhatikan.
(2) Pengemasan ke dalam karton
Botol-botol yang telah diberi label dan strip dari tablet/kapsul dengan jumlah
tertentu dimasukkan ke dalam karton dan diberi brosur.
(3) Pengemasan karton ke dalam dus besar
Botol atau karton-karton yang berisi botol/strip dimasukkan ke dalam dus
besar ( Corrugated Carton) lalu ditimbang. Obat jadi yang telah dikemas
dimasukkan dan disimpan di gudang karantina obat jadi untuk menunggu
proses pelulusan oleh bagian pengawasan mutu.
56
3) Kalibrasi
Semua alat ukur, mesin dan peralatan produksi harus dikalibrasi oleh bagian
60
kalibrasi agar tetap memiliki pengukuran sesuai standar. Ketelitian alat-alat ukur
harus dimonitor agar tetap dalam batas-batas yang dapat diterima terutama untuk:
a) Memonitor dan mengontrol alat ukur yang dipakai untuk proses pembuatan
dan uji kualitas suatu produk serta alat yang dipakai untuk memonitor kondisi
lingkungan di mana obat atau produk yang bersangkutan dibuat.
b) Untuk keperluan pemakaian pada uji pengembangan dan pembuatan suatu
produk, terutama pada validasi.
Kalibrasi dapat dilakukan secara in situ dan ek situ. Kalibrasi alat secara in situ
dilakukan di tempat, sedangkan secara ek situ dilakukan oleh KIM LIPI (Kantor
Instrumentasi Metrologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Interval
kalibrasi dilakukan selama enam bulan atau satu tahun tergantung dari alat yang
akan dikalibrasi.
Kemudian bagian departemen EHS & E dipimpin oleh seorang Manajer yang
bertanggung jawab dalam pengolahan limbah, kesehatan karyawan, keamanan
dan keselamatan karyawan dalam bekerja dan mengorganisir pengaturan energi.
1) Sistem manajemen EHS di PT. Abbott Indonesia
Pada ISO 14000 dan OHSAS 18000. EHS merupakan suatu sistem
pengorganisasian dan pengendalian kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan:
a) Mengintegrasikan EHS di dalam proses bisnis perusahaan ( global
management standard & global technical standard) .
b) Memenuhi semua hukum peraturan pemerintahan mengenai EHS dalam
memenuhi Standar Manajemen Global Abbott. Dalam rangka mencapai
tujuan tersebut maka dilakukan upaya yang harus dijalankan oleh
Departemen EHS.
2) Tanggung jawab dari Departemen EHS PT. Abbott Indonesia
Departemen EHS PT. Abbott Indonesia bertanggung jawab dalam pengelolaan :
a) Lingkungan ( Environment)
Departemen EHS bertanggung jawab terhadap pengolahan limbah industri
sebelum dibuang ke lingkungan.
61
Limbah yang dihasilkan oleh PT. Abbott Indonesia dibedakan menjadi dua
macam yaitu :
(1) Limbah padat
Limbah padat PT. Abbott Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu :
(a) Limbah bahan beracun dan berbahaya (B3)
Yang termasuk limbah B3 yaitu bahan-bahan yang reaktif, mudah
terbakar, mudah meledak, beracun atau menyebabkan infeksi. Limbah
B3 akan dikumpulkan, ditimbang dan dikirim ke PT. Prima Karya
untuk diolah.
(b) Limbah domestik
Limbah domestik berasal dari sisa bahan kemas yang rusak antara lain
aluminium foil, kardus, karton, palet, dan sebagainya dihancurkan dan
diserahkan ke PPI.
(c) Limbah nutrisi
Limbah produk nutrisi yang kadaluarsa atau produk pengembalian
dijadikan sebagai makanan ternak sapi, ayam dan lain- lain.
(2) Limbah cair
Limbah cair PT. Abbott Indonesia berasal dari sisa produksi, sisa
pencucian dan limbah cair B3. Limbah cair B3 dikirim ke PT. Prima
Karya dan limbah cair selain limbah B3 diolah sendiri oleh PT. Abbott
Indonesia. Pengolahan limbah cair dilakukan secara kimia dan biologi
melalui bebererapa tahapan yaitu :
(a) Limbah cair akan masuk ke dalam tangki penampungan.
(b) Limbah tersebut ditampung dalam collected chamber. Kemudian
limbah dialirkan ke bak penampungan utama ( equalization tank)
melalui bar screen berupa bak-bak kecil bersekat dengan tujuan
memisahkan padatan agar mengendap dalam bak tersebut
sebelum mencapai bak penampungan utama.
(c) Dalam equalization tank, limbah akan diaduk menggunakan
62
yaitu :
Total-N 45 -
Fenol 5.0 -
pH 6.0-9.0 6.0-9.0
b) Kesehatan ( Healthy)
Departemen EHS bertanggung jawab dalam menjaga kesehatan karyawan dengan
program kesehatan antara lain pemeriksaan umum setiap tahun (general check
up), pelatihan sanitasi dan higiene, pemberian asuransi kesehatan, pemantauan
sanitasi dan higiene karyawan pada saat bekerja serta tersedianya sarana klinik.
c) Keselamatan dan Keamanan ( Safety)
Karyawan dilatih untuk menggunakan alat pelindung diri ketika bekerja sesuai
dengan lokasi kerja dan menggunakan alat pemadam kebakaran. APAR (Alat
Pemadam Api Ringan), detector kebakaran, alat pemadam kebakaran (sprinkler)
dan tersedia kotak Pertolongan Pertama pada Kecelakaan/first aid (P3K) pada
tempat tertentu.
d) Energi ( Energy)
Mengorganisir pengaturan energi untuk mengurangi pemanasan global,
meminimalkan sumber daya yang tidak tergantikan.
64
2) Uji stabilitas.
3) Analisis metode transfer/verifikasi.
4) Kalibrasi dan validasi instrument.
5) Pengawasan kemungkinan terjadinya cross contamination dan prosedur
pembersihan.
6) Pengujian mikrobiologi, bioburdens, viable counts.
7) Microbiological monitoring area produksi.
8) Sampling bahan baku.
Pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh bagian pengawasan mutu
meliputi :
1) Pemeriksaan dan pengujian bahan baku
2) Pemeriksaan dan pengujian produk antara
Tujuan pemeriksaan ialah untuk menjaga dan mengontrol produk yang
dihasilkan tahap demi tahap, sehingga tidak terjadi kesalahan yang fatal setelah
proses produksi. Kesalahan pada satu tahap dapat segera ditanggulangi sebelum
dilaksanakan tahap berikutnya. Tahapan untuk setiap bentuk sediaan adalah :
a) Bentuk padat
(1) Pemeriksaan kadar air (LOD) granulat yang akan dicetak.
(2) Terhadap produk yang sedang dan selesai dicetak
(3) Terhadap produk yang sudah di treatment dilakukan pemeriksaan fisik
atau kimia mengenai daya lepas, apakah hasilnya sudah baik atau belum.
(4) Terhadap produk yang telah disalut dan diberi penandaan, dilakukan
pemeriksaan secara visual dan pemeriksaan ketahanan tablet.
b) Bentuk cair
Pemeriksaan tersebut meliputi bau dan warna, kejernihan, pH dan kadar zat
berkhasiat.
3) Pemeriksaan dan pengujian produk ruahan
Pemeriksaan produk ruah ini antara lain meliputi:
a) Sediaan padat
68
c) Climatic Chamber,
d) Spektrofotometri UV-Vis dan,
e) Spektrofotometri IR.
Kalibrasi dilakukan setiap enam bulan atau satu tahun sekali. Alat-alat yang
dikalibrasi oleh pihak internal (analis dan bagian teknik mesin), antara lain :
a) pH/conductivity meter,
b) polarimeter,
c) refraktometer,
d) oven dan lain- lain.
Laporan hasil kalibrasi internal dan eksternal masuk ke bagian pengawasan mutu.
PT. Abbott Indonesia memiliki 3 fasilitas laboratorium yaitu :
a) Laboratorium kimia
Alat-alat yang terdapat di laboratorium kimia antara lain timbangan, pH meter,
konduktometri, oven untuk strerilisasi alat-alat, oven vakum untuk mengeringkan
zat-zat yang tidak tahan panas dalam pemeriksaan LOD, tanur, climatic chamber,
destilator, shaker, sentrifuge, fluorometer, sonicator, Karl Fisher, polarimeter,
disintegration tester, viscometer Brookfield, dan lain- lain.
b) Laboratorium mikrobiologi
Alat-alat yang terdapat di laboratorium mikrobiologi antara lain inkubator,
autoclave, dan Laminar Air Flow.
c) Laboratorium instrumen
Alat-alat yang terdapat di laboratorium ini antara lain High Performance Liquid
Chromatography, Gas Chromatography, Flame Fotometer, Spektrofotometri alat
uji disolusi, climatic chamber, FTIR.
BAB V
PEMBAHASAN
B. Personalia
Aspek personalia dalam CPOB memuat ketentuan – ketentuan mengenai kualitas
dan kuantitas personel, sebab personel sangat penting dalam pembentukan dan
penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang
benar, produk yang berkualitas dapat dihasilkan oleh sumber daya manusia yang
berkualitas pula. Pembentukan personel yang berkualitas diawali dengan
pemilihan karyawan dalam jumlah yang cukup, memiliki pengetahuan,
72
yang dihasilkan dan ukuran batch dari produk tersebut. Permukaan peralatan
yang bersentuhan langsung dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi
terbuat dari bahan stainless steel untuk mencegah terjadinya interaksi, adisi atau
absorbsi dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi yang dapat
mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.
Setiap peralatan baru harus dilakukan kualifikasi sebelum digunakan untuk
kegiatan produksi, kualifikasi yang dilakukan antara lain Design Qualification
(DQ), Instalation Qualification (IO), Operational Qualification (OQ) dan
Performance Qualification (PQ). Kalibrasi dilakukan terhadap peralatan yang
digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat. Kalibrasi
dilakukan pada periode tertentu yang telah ditetapkan oleh bagian Quality
Assurance.
Sebagai tindakan perawatan dan pemeliharaan terhadap semua peralatan yang
digunakan, bagian teknisi PT. Pradja Pharin (Prafa) memiliki jadwal
maintenance rutin dalam periode 1 tahun untuk setiap peralatan yang
berhubungan dengan kegiatan produksi dan kalibrasi dilakukan 6 bulan sekali.
Kualifikasi dilakukan untuk membuktikan bahwa alat yang digunakan telah
sesuai dengan desainnya, terinstalasi dengan baik, dapat beroperasi dan
menunjukkan kinerja yang baik. Selain itu dilakukan verifikasi setiap harinya
terhadap peralatan terutama alat ukur. Setiap peralatan yang telah dikalibrasi
diberi tanda pengenal sehingga kemampuan setiap alat dapat dikontrol dengan
baik. Pemeliharaan, perawatan dan perbaikan peralatan dilakukan dengan tujuan
untuk menghindari timbulnya resiko kerusakan terhadap mutu produk yang
ditimbulkan dari peralatan.
Peralatan yang telah digunakan harus dibersihkan oleh operator itu sendiri.
Cara pembersihannya dengan menggunakan vacum atau dengan air bersih dan
metoda pembersihan yang digunakan sudah divalidasi terlebih dahulu. Setelah
bersih peralatan diberi label “BERSIH”, hal ini dilakukan untuk perawatan alat,
menghindari kerusakan alat dan alat bisa digunakan untuk selanjutnya.
77
pelatihan sesuai dengan bidang kerjanya masing – masing dan dipimpin oleh
seorang Apoteker.
Seluruh kegiatan produksi dilakukan sesuai dengan SOP (Standar Operasional
Prosedur) dan dilakukan secara terdokumentasi. Pengadaan bahan baku
dilakukan oleh bagian purchasing sesuai dengan permintaan PPIC yang selalu
mengontrol stock bahan baku yag tersedia di gudang.
Setiap pemasok bahan baku yang akan masuk di PT. Pradja Pharin (Prafa)
harus memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan sesuai List Supplier. Bahan
baku yang diterima dan dikeluarkan serta jumlah bahan yang tersisa
didokumentasikan secara komputerisasi dengan sistem EXACT. Pemeriksaan
dilakukan terhadap alat transportasi pengangkut terhadap barang yang datang
meliputi kebersihan, keamanan serta meliputi kesesuaian barang yang datang
dengan yang dipesan serta kondisi fisik barang tersebut pemeriksaan tersebut
dilakukan oleh pihak warehouse.
Bahan baku yang datang harus memiliki Certificate of Analysis (CoA),setiap
bahan baku yang datang akan diambil sampel oleh personel QC untuk diuji
bahan baku tersebut sesuai dengan spesifikasi yang sudah ditentukan, untuk
sementara itu bahan baku belum bisa digunakan diberi label “QUARANTINE”
terlebih dahulu. Personel QC memutuskan apakah bahan awal tersebut akan
diluluskan untuk digunakan pada proses produksi atau bahan awal tersebut diberi
status “RELEASE”. Untuk bahan – bahan yang tidak memenuhi spesifikasi maka
diberi status “REJECT” selanjutnya akan dimusnahkan atau dikembalikan
kepada pemasok.
Setiap bahan baku yang akan digunakan untuk proses produksi dilakukan
penimbangan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan terlebih dahulu oleh bagian
Dispensary. Jumlah setiap bahan yang akan ditimbang tergantung dari jumlah
yang tertera pada Picking List. Bahan yang telah ditimbang ditaruh pada wadah
plastik ganda untuk bahan baku berupa serbuk dan wadah stainless steel bertutup
untuk bahan baku berupa cairan. Bahan yang telah ditimbang kemudian diberi
81
label penimbangan yang berisi identitas bahan tersebut, nomor batch dan jumlah
bahan yang ditimbang. Selanjutnya bahan tersebut disimpan pada ruang antara
untuk menunggu penjemputan dari pihak produksi. Untuk bahan aktif akan
ditimbang ulang oleh bagian produksi dan apabila ada pengembalian bahan ke
gudang, kondisi bahan harus baik dan memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
Semua kegiatan selama dilakukannya proses produksi tercantum dan tercatat
dalam Batch Production Record (BPR). Line Clearance atau kesiapan jalur harus
dilakukan sebelum dimulai kegiatan produksi, dimana ruangan harus bebas dari
bahan awal, produk atau dokumen yang tidak diperlukan. Bahan baku yang
digunakan dilakukan pemeriksaan dengan melihat kesesuaian antara BPR dengan
label timbang selain itu bahan aktif dilakukan penimbangan ulang saat berada di
ruang produksi. Semua prosedur produksi yang tercantum dalam BPR harus
selalu diikuti oleh personel dan setelah selesai melakukan suatu proses, operator
memberi paraf dan inisial nama mereka sebagai bukti bahwa proses tersebut
sudah terlaksana sesuai dengan BPR. Perhitungan yield dilakukan setelah selesai
suatu tahap pengolahan untuk membandingkan hasil yang diperoleh secara nyata
dan hasil teoritis kemudian dicatat dalam BPR.
Dalam setiap tahap proses produksi dilakukan In Process Control (IPC) dan
pengambilan sampel untuk pengujian dilakukan oleh personel dari pengawasan
mutu (QC). Banyaknya sampel dan ketentuan pengambilan sampel sudah diatur
dan ditetapkan sesuai dengan SOP yang berlaku. Pengawasan mutu selama
proses produksi ini dilakukan untuk memastikan produk akhir yang dihasilkan
sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan dan mutunya dapat terjamin.
Proses pengemasan primer produk ruahan untuk menjadi produk jadi
dilakukan secara otomatis menggunakan mesin di dalam ruang produksi. Produk
jadi dengan kemasan primer kemudian dikirim ke bagian sentral packaging untuk
kemudian dikemas sekunder. Produk jadi yang telah dikemas sekunder dan diberi
identitas produk, kemudian dikarantina sampai akhirnya mendapat persetujuan
release dari bagian QA. Produk jadi yang telah release selanjutnya dikirim ke
82
bagian Gudang Obat Jadi untuk disimpan dan siap untuk didistribusikan.
Penyimpanan produk jadi disimpan sesuai dengan jenis produk, nomor batch dan
kondisi yang disarankan untuk penyimpanan masing – masing produk. Sistem
pengeluaran produk gudang obat jadi PT. Pradja Pharin (Prafa) juga
menggunakan sistem FIFO dan FEFO, dengan sistem tersebut siklus
penyimpanan dan pengeluaran produk jadi dapat ditangani dengan baik sehingga
tidak ada produk jadi yang telah habis masa kadaluarsanya yang masih tersimpan
di gudang. Pemeriksaan dan pengontrolan jumlah produk jadi yang ada di
gudang dilakukan secara berkala untuk memastikan jumlah stok produk yang ada
dalam sistem komputer sama dengan jumlah fisik yang ada digudang obat jadi.
G. Pengawasan Mutu
Mutu produk yang terjamin dan sesuai dengan spesifikasinya adalah hal yang
sangat penting bagi perusahaan untuk mendapatkan kepuasaan dari pelanggan
dan merupakan salah satu bagian penting dari CPOB, pengawasan mutu harus
dapat memastikan bahwa setiap bahan yang mulai dari bahan baku, bahan
kemasan, hingga produk jadi telah memenuhi persyaratan mutu. Keterlibatan dan
komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan
keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai
kepada distribusi produk jadi.
Pengawasan mutu di PT. Pradja Pharin (Prafa) dilakukan oleh bagian Quality
Control (QC). Departemen ini merupakan departemen independen dan terpisah
dari produksi. Tugas utama dari departemen QC adalah mengontrol kualitas
mulai dari bahan awal (bahan baku dan bahan kemas) hingga produk jadi yang
siap dipasarkan. Pemeriksaan di Bagian Pengawasan Mutu meliputi pemeriksaan
bahan baku, produk jadi, bahan kemas, pemeriksaan kimia dan pemeriksaan
mikrobiologi. Pengawasan mutu bertanggung jawab selama produksi agar produk
yang dihasilkan memenuhi standar mutu yang berlaku. Mengacu pada CPOB,
sarana dan prasarana pada QC PT. Pradja Pharin (Prafa) cukup memadai,
terdapat SOP dan metode untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian
83
dari bahan awal sampai produk jadi, dan pemantauan lingkungan yang telah
disetujui oleh Quality Control Manager dan Quality Assurance Manager.
Bagian Pengawasan Mutu bertanggung jawab dalam menganalisa semua
bahan baku dan produk jadi yang masuk ke gudang (logistik) dengan
menggunakan metode analisis yang telah disusun oleh Bagian Pengembangan
Metode Analisis beserta spesifikasinya. Selain itu, Bagian Pengawasan Mutu
juga melakukan pemeriksaan bahan kemas dan wadah dengan menggunakan
metode analisis tertentu yang ditetapkan oleh Bagian Pengembangan Kemasan..
Peralatan yang digunakan untuk analisis selalu dalam keadaan terkalibrasi. Pada
setiap alat diberi label yang menandakan kondisi alat, tanggal kalibrasi terakhir,
dan tanggal kalibrasi selanjutnya, sehingga dapat dicegah penggunaan alat yang
tidak terkalibrasi.
Pada PT. Pradja Pharin (Prafa), QC dibagi menjadi In Process Control (IPC),
bagian kimia dan bagian mikrobiologi. Laboratorium yang tersedia yaitu
laboratorium kimia, laboratorium mikrobiologi dan laboratorium instrumen.
Adanya laboratorium ini menjadi pusat pengontrolan mutu bahan dan produk
obat di PT. Pradja Pharin (Prafa) yang efektif dan efisien. Peranan apoteker
dalam Pengawasan Mutu adalah sebagai manajer atau supervisor yang
bertanggung jawab memastikan sampel yang diperiksa diuji berdasarkan praktik
laboratorium yang baik dan menentukan layak tidaknya suatu sampel untuk
dirilis berdasarkan hasil analisis yang dilakukan.
H. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan
Produk Kembalian
Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu (kimia, fisik
dan biologi dari produk atau kemasan), efek samping yang merugikan atau
masalah efek terapeutik. Keluhan terhadap obat baik secara lisan maupun tulisan
tersebut dapat disampaikan pada bagian marketing untuk kemudian diteruskan ke
Quality Assurance bagian Product Integrity (Complaint). Bagian ini akan
menangani masalah keluhan dengan cara melihat batch record dan pengujian
84
solid dan liquid yang letaknya terpisah. Pada sediaan solid dilakukan proses-
proses pembuatan seperti drying, sizing, lubrication, compressing, coating,
filling, serta packaging. Sedangkan untuk sediaan liquid dilakukan proses
produksi seperti mixing, filtering, filling, sterilizer, dan packaging. Ruang
produksi PT. Abbott Indonesia dibagi menjadi dua area, yaitu :
1) Grey Area
Grey area merupakan area dimana bahan baku mengalami kontak langsung
dengan udara. Kegiatan yang dilakukan di area ini yaitu pengambilan sampel
bahan baku, penimbangan bahan baku, proses produksi dan pengemasan
primer. Grey area terdiri dari ruang depacking, ruang antara, ruang
penimbangan dan ruang produksi. Kebersihan udaranya dari segi jumlah
partikel dan mikroba sesuai dengan ketentuan CPOB, yaitu kelas III dengan
batasan jumlah partikel < 100.000/ft3, suhu ruangan 20-27°C, kelembapan
berkisar < 40%, efisiensi saringan udara sekitar 99,99% dan pertukaran
udaranya 5-20x/jam.
2) Black Area
Black area merupakan area yang tidak kontak langsung dengan produk, meliputi
ruangan QA (pemastian mutu), finishing (pengemasan) untuk pengemasan
sekunder dan warehouse. Suhu ruangan < 27°C, kelembapan berkisar 45-75%,
dan efisiensi saringan udara sekitar 80-85%. Sistem air lock diterapkan untuk
mencegah terbukanya dua pintu secara bersamaan sehingga alur pergerakan udara
dapat dikendalikan. Pemisahan ini didukung oleh pengaturan tekanan udara (beda
tekanan min. 5 Pa) dan pengujian mikrobiologi serta jumlah partikel yang ada
(Swap Test). Tekanan udara di koridor produksi lebih besar dari ruang proses
sehingga udara dalam ruang proses tidak keluar ke koridor saat pintu ruang
tersebut dibuka. Pada ruang produksi liquid, sistem air lock dilengkapi dengan
alarm dimana alarm tersebut akan berbunyi jika salah satu pintu dibuka.
Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan produksi yang
terdapat bahan baku dan bahan pengemas primer, produk antara atau produk
92
ruahan yang terpapar ke lingkungan dilapisi epoksi, dibuat dari bahan kedap air,
halus, bebas retak, licin, rata dan tidak melepaskan partikulat. Sudut-sudut antara
dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah kritis dibentuk sebagai lengkungan
untuk memudahkan dan memungkinkan pembersihan secara efektif dan efisien.
Sarana untuk mengganti pakaian kerja, mencuci tangan dan toilet disediakan
dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Toilet tidak berhubungan langsung
dengan area produksi sedangkan ruang ganti pakaian berhubungan langsung
dengan area produksi namun letaknya terpisah. Area penyimpanan (gudang)
memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas
dan produk secara rapi dan teratur. Area ini dirancang dan disesuaikan untuk
menjamin kondisi penyimpanan yang baik dengan pengaturan temperatur dan
kelembapan relatif ( Relative Humidity/Rh) dengan menggunakan alat opusmeter,
area penyimpanan dirawat dengan bersih, kering dan mendapat penerangan yang
cukup. Area gudang dipisahkan untuk masing-masing kategori yaitu gudang
bahan baku, bahan kemas, produk jadi, bahan mudah terbakar, ruang karantina
dan ruang produk yang telah diluluskan oleh bagian pengendalian mutu, gudang
limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), gudang untuk barang-barang yang
ditolak oleh QA dan barang-barang yang dikembalikan oleh distributor.
Laboratorium pengawasan mutu dirancang sesuai dengan kegiatan yang dilakukan
dengan luas yang memadai dan terpisah dari area produksi. Ruangan instrumen
terpisah dari ruangan lain untuk memberikan perlindungan terhadap instrumen
dari gangguan listrik, getaran, kelembaban yang berlebihan dan gangguan lain.
Sarana penunjang seperti tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan
ventilasi diatur secara tepat untuk menghindari timbulnya dampak yang
merugikan terhadap produk selama proses pembuatan, penyimpanan atau
terhadap ketepatan dan ketelitian fungsi dari peralatan. Ventilasi dan kondisi
ruangan telah dilengkapi dengan sarana pengatur suhu dan kelembapan yakni
dengan adanya sistem tata udara (HVAC) secara Fresh Air dan Circulated Air
yang dikendalikan dengan Unit Tata Udara (AHU). Ruangan istirahat dan kantin
93
terpisah dari area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Sarana loker ganti
pakaian, toilet, tempat sampah, P3K dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Jumlah APAR yang diletakkan
bergantung pada tingkat kekritisan lokasi tersebut terhadap terjadinya kebakaran.
D. Peralatan
CPOB menyatakan bahwa rancangan dan konstruksi peralatan harus ditempatkan
dan dikualifikasi dengan tepat dan ukuran memadai. Sebelum digunakan harus
dilakukan kualifikasi, seperti kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi
operasional dan kualifikasi kinerja. Alat harus mudah dibersihkan, dikalibrasi,
diberikan penandaan dan pemberian nomor untuk tiap peralatan utama (kecuali
digunakan untuk satu jenis produk). Peralatan yang ada harus diberikan perawatan
menurut jadwal yang tepat agar berfungsi dengan baik dan mencegah terjadinya
pencemaran. Prosedur perawatan harus tervalidasi dan catatan pemeliharaan harus
didokumentasikan dengan baik.
E. Sanitasi dan Higienitas
Tingkat sanitasi dan hygiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek
pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan hygiene menurut CPOB meliputi
personal, bangunan, fasilitas, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta
wadahnya dan segala sesuatu yang dapat menjadi sumber pencemaran produk.
Perbedaan sanitasi dan higiene terletak pada subjek pelaku, dimana pada sanitasi
ditujukan untuk bangunan, peralatan, fasilitas, dan lain- lain, sedangkan higiene
ditujukan untuk personil. Prosedur pembersihan, sanitasi dan higiene divalidasi
dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa efektifitas prosedur
memenuhi persyaratan dilengkapi dengan label identitas pada setiap ruangan dan
peralatan sehingga dapat meminimalisasi kontaminasi yang dapat mempengaruhi
mutu produk baik secara langsung atau tidak langsung.
a. Higiene Perorangan
Semua personel, khususnya personel bagian produksi diwajibkan menjalani
pemeriksaan kesehatan awal pada saat perekrutan yang menjamin bahwa keadaan
94
maka harus dilakukan pembersihan ulang. Setiap dua minggu sekali dilakukan
swab test untuk memastikan bahwa ruangan produksi telah disanitasi dengan
benar dan setiap satu bulan sekali bagian Quality Assurance akan melakukan tes
untuk pengawasan lingkungan. Sarana toilet tersedia dalam jumlah yang cukup
dan memenuhi standar sanitasi serta memiliki ventilasi yang baik. Sampah
dikumpulkan dalam wadah yang sesuai untuk dipindahkan ke tempat
penampungan di luar bangunan dan dibuang secara teratur dan berkala.
c. Pembersihan dan Sanitasi Peralatan
Peralatan yang sudah digunakan selalu dibersihkan, baik bagian luar maupun
dalam sesuai dengan prosedur yang ditetapkan,serta dijaga dan disimpan dalam
kondisi yang bersih setiap kali sebelum dipakai. Peralatan dan perlengkapan yang
digunakan dibersihkan menggunakan antibakteri (larutan Liquinox). Ada dua jenis
pembersihan peralatan dan perlengkapan yaitu pembersihan minor dan
pembersihan mayor. Pembersihan minor dilaksanakan jika peralatan dan
perlengkapan telah digunakan untuk memproduksi tiga bets produk yang sama
atau saat akan melakukan produksi produk yang berbeda. Pembersihan mayor
dilakukan dua minggu sekali untuk pembersihan total peralatan dan perlengkapan.
Jika peralatan dan perlengkapan tidak digunakan selama dua minggu maka harus
dilakukan pembersihan ulang. Setiap mesinmesin yang sudah dibersihkan diberi
label “Bersih” dan jika mesinmesin tersebut masih kotor maka diberi label “
Kotor” .
F. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa menjamin
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). PT. Abbott Indonesia
melaksanakan proses produksi dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
dan memenuhi ketentuan CPOB sehingga dapat menjamin hasil produk yang
memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin
96
edar atau registrasi. Selain mengacu pada CPOB, proses produksi di PT Abbott
Indonesia juga berpedoman pada prosedur yang telah ditetapkan oleh Abbott
Laboratories serta selalu dilakukan pengawasan serta pemeriksaan secara berkala.
Kegiatan produksi dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten. Prosedur
produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung
jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi
spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja dilakukan secara tertulis, mudah
dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi serta dokumentasi setiap langkah
dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan
tugas. Proses pencatatan setiap langkah yang dilaksanakan saat proses pengolahan
penting dilakukan agar dapat ditelusuri dan dipelajari jika ternyata terdapat
permasalahan atau kekeliruan pada saat proses produksi. Selama proses produksi
berlangsung selalu dilakukan pengawasan oleh bagian pemastian mutu dan bagian
produksi. Hal ini bertujuan untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan selalu
terjaga dalam setiap tahap pembuatannya dan memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan. Sebelum proses pengolahan, semua peralatan dan bahan yang
digunakan telah disesuaikan dengan prosedur yang tertulis (MO/FO) sehingga
kemungkinan terjadinya kekeliruan dan pencemaran dapat dihindari. Setelah
proses pengolahan, bulk yang dihasilkan disimpan di wadah plastik untuk
mencegah terjadinya pencemaran dan diberi label yang menunjukkan identitas
nomor kode produksi dan statusnya. Selama proses pengolahan dan pengemasan,
bagian IPC dan pengawasan mutu melakukan kontrol untuk mencegah terjadinya
hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian terhadap produk jadi. Sebelum proses
pengemasan, karyawan PT. Abbott Indonesia harus memeriksa line clearance
untuk memastikan bahwa tidak terdapat material dari bets sebelumnya, serta
memeriksa kesesuaian line terhadap nama produk, berat dan nomor bets. Pada
saat pengemasan, petugas IPC melakukan pengambilan contoh untuk melihat
aspek fisik produk seperti berat, volume dan jumlah. Sedangkan petugas
pengawasan mutu juga memeriksa label dan spesifikasi yang ditetapkan. Setelah
97
G. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannnya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak
yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai
sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus
terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. PT. Abbott
Indonesia memiliki bagian pengawasan mutu yang bersifat independen dari
bagian produksi dan berada di bawah Departemen Pemastian Mutu. Pengawasan
mutu dilakukan secara terpadu dan konsisten mulai dari pemeriksaan dan
pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, bahan pengemas dan produk
jadi. Bagian pengawasan mutu juga melakukan uji stabilitas, program pemantauan
lingkungan, pengujian dalam rangka validasi, penanganan sampel per tinggal,
menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode
pengujiannya. Bagian pemastian mutu PT. Abbott Indonesia bertanggung jawab
untuk menyetujui atau menolak bahan awal produk dalam proses produksi dan
obat jadi. Bidang pemastian mutu juga menerapkan prinsip CPOB dimana selama
pelaksanaan pengujian produk, bidang pemastian mutu berusaha membangun
mutu yang baik ke dalam produk.
H. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan
Produk Kembalian
Proses penanganan keluhan dan laporan harus didokumentasikan dan setiap
keluhan yang diterima harus dicatat. Berdasarkan hasil penelitian dan evaluasi,
kemudian dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut yang dapat dilakukan dapat
berupa perbaikan atau perubahan bahan-bahan baku, bahan pengemas, proses
produksi, teknologi pembuatan, kondisi penyimpanan, indikasi, dosis atau
penambahan informasi mengenai kemanan obat seperti interaksi obat,
kontraindikasi, dan lain- lain. Selain itu juga dapat dilakukan penghentian
99
distribusi, penarikan obat dari pasar, atau penghentian produksi dan distribusi
obat. Penarikan kembali obat dapat berupa:
1. Penarikan kembali satu batch bila terdapat kesalahan teknis kualitas obat pada
satu batch tertentu saja.
2. Penarikan kembali beberapa batch bila terdapat kesalahan teknis kualitas obat
pada lebih dari satu batch.
3. Penarikan kembali seluruh obat yang bersangkutan dari semua mata rantai
distribusi dilakukan bila ditemukan reaksi merugikan dari obat yang tidak
diduga sebelumnya namun berakibat serius terhadap kesehatan dan apabila
frekuensi dari reaksi merugikan yang sudah didaftarkan meningkat.
Penarikan kembali produk yang telah beredar di pasaran dapat juga diakibatkan
oleh adanya perintah dari Badan POM, misalnya karena kebijakan baru atau
ditemukannya produk yang tidak memenuhi standar mutu berdasarkan hasil
pemeriksaan sampel di pasaran. Pengembalian obat dapat terjadi karena produk
rusak, kadaluarsa, masalah keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat,
wadah yang dapat menimbulkan keraguan mengenai keamanan, identitas, mutu
dan jumlah obat yang bersangkutan. Keluhan terhadap produk impor yang
menyangkut mutu akan diteruskan ke pabrik yang memproduksi produk tersebut
karena PT. Abbott Indonesia hanya melakukan proses pengemasan ulang (over
labelling).
BAB VI
PENUTUP
100
A. Kesimpulan
1. PT. Pradja Pharin dan PT. Abbott Indonesia telah menerapkan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dengan baik pada setiap aspek
produksi meliputi aspek manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas,
peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, penanganan
keluhan terhadap obat, penarikan kembali produk dan produk kembalian,
untuk menghasilkan produk yang bermutu, aman dan berkhasiat.
2. Peran Apoteker di PT. Pradja Pharin (Prafa) dan PT. Abbott Indonesia sudah
sesuai persyaratan CPOB yaitu sebagai kepala departemen produksi, pengawasan
mutu dan pemastian mutu dan tanggung jawab apoteker sebagai salah satu tenaga
inti agar dihasilkan suatu produk yang memenuhi persyaratan mutu (Quality,
Efficacy, Safety). Para Apoteker tersebut dalam masing-masing departemennya
dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian.
3. Pekerjaan kefarmasian di industri farmasi dimulai dari perencanaan pembuatan
produk sampai produk berada di tangan konsumen. Dibutuhkan aplikasi
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan diri apoteker dan ditunjang dengan
orang-orang yang sudah terkualifikasi dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian
tersebut.
B. Saran
1. PT. Pradja Pharin (Prafa) dan PT. Abbott Indonesia tetap konsisten dalam
mempertahankan dan meningkatkan semua aspek CPOB.
2. PT. Pradja Pharin (Prafa) dan PT. Abbot Indonesia dapat terus menjalin kerja
sama dengan Fakultas Farmasi Universitas Pancasila atau dengan Universitas
lain, terutama dalam kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL), mengingat
kegiatan tersebut sangat memberikan manfaat, wawasan dan pengalaman kepada
mahasiswa farmasi sebagai calon apoteker.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
101
LAMPIRAN