Anda di halaman 1dari 102

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Kesehatan merupakan
aspek yang sangat penting bagi kehidupan, melalui pembangunan di bidang
kesehatan diharapkan akan semakin meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat
dan pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat secara
memadai.
Dalam hal ini, Obat dan tersedianya obat merupakan komponen yang
sangat penting dalam rangka meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat dan
untuk menyelamatkan jiwa manusia. Obat adalah bahan atau paduan bahan,
termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki
sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan untuk manusia.
Oleh karena itu, proses produksi obat memerlukan pengawasan yang ketat untuk
menjamin bahwa obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu (quality),
keamanan (safety) dan khasiat (efficacy).
Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, memiliki peran strategis
dalam usaha pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Industri farmasi
merupakan industri yang berkembang pesat seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk dan semakin banyaknya jenis penyakit. Hal ini menyebabkan dampak
bertambahnya jumlah industri farmasi sehingga terjadi persaingan pada masing-
masing industri. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjamin
tersedianya obat yang memenuhi persyaratan tersebut adalah dengan
mengharuskan setiap industri farmasi menerapkan Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
2

1799/MENKES/PER/XII/2010. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)


merupakan bagian dari sistem Pemastian mutu (Quality Assurance/QA) yang
mengatur dan memastikan obat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara
konsisten sehingga produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu (Quality,
Safety, Eficacy) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaan produk
tersebut. Mutu dari suatu obat tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan
pemeriksaan produk akhir, melainkan harus dibentuk ke dalam produk selama
proses pembuatan.
Dalam hal ini, apoteker berperan dan bertanggung jawab dalam
pembuatan obat yang baik agar dihasilkan produk yang bermutu, dimana apoteker
merupakan salah satu tenaga inti dalam industri farmasi. Dibutuhkan apoteker
yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dalam
mengaplikasikan dan mengembangkan ilmunya secara profesional. Selain
pengetahuan secara teoritis mengenai industri farmasi, dibutuhkan juga
pengetahuan secara langsung di lingkungan industri farmasi.
Praktek lapangan Kerja (PKL)/magang mempunyai makna yang penting yaitu
merupakan sarana pengenalan lapangan kerja bagi siswa, masa orientasi bagi siswa
sebelum bekerja di masyarakat, untuk itu dengan melaksanakan Praktek Kerja
Lapangan dapat menambah pengetahuan, keterampilan yang dimiliki oleh siswa dan
dapat menjadi tenaga kesehatan yang professional.
Dalam rangka untuk mempersiapkan mahasiswa/i Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila menjadi tenaga kesehatan khususnya calon apoteker dan
meningkatkan peran apoteker dalam industri farmaasi. Fakultas Farmasi Universitas
Pancasila bekerjasama dengan PT. Pradja Pharin (Prafa), Citeureup-Bogor dan PT.
Abbott Indonesia, Cimangis-Depok mengadakan kunjungan serta Praktek Kerja
Lapangan (PKL) yang dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 2014. Program tersebut
diharapkan dapat menghasilkan tenaga kesehatan khususnya mahasiswa/i farmasi
sebagai calon apoteker yang terampil diandalkan secara profesional, memiliki rasa
etis yang mampu bekerja dalam sistem pelayanan kesehatan khususnya di bidang
farmasi serta mahasiswa/i setelah lulus diharapkan mampu bekerja sebagai tenaga
3

dalam proses produksi dan distribusi membantu kegiatan administrasi, pengawasan


dan penyuluhan kepada masyarakat, maka untuk menghasilkan tenaga farmasi yang
handal tersebut salah satu upaya yang dilaksanakan adalah dengan memberikan
pengalaman dan kesempatan kunjungan bagi mahasiswa/i Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila semester 6 melalui kunjungan (PKL) ke PT. Pradja Pharin
(Prafa), Citeureup-Bogor dan PT. Abbott Indonesia, Cimangis-Depok. Selain itu,
PKL yang dilakukan oleh mahasiswa/i bertujuan untuk memenuhi syarat akhir mata
kuliah wajib Praktek Kerja Lapangan

B. TUJUAN PKL
Adapun tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan di industri PT. Pradja Pharin
(Prafa) dan PT. Abbot Indonesia adalah:
1. Mengetahui dan memahami tugas, tanggung jawab dan peran Tenaga Tenis
Kefarmasian dan Apoteker di industri farmasi.
2. Memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang penerapan CPOB di PT.
Pradja Pharin (Prafa).
3. Memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang penerapan CPOB di PT.
Abbott Indonesia.
4. Mengaplikasikan ilmu yang didapatkan selama perkuliahan dalam bidang
kefarmasian khususnya mengenai industri farmasi.
5. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di
industri farmasi.
4

BAB II

TINJAUAN UMUM

A. PENGERTIAN INDUSTRI FARMASI


Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Republik Indonesia (SK Menkes RI
No.1799/MENKES/PER/XII/2010) yang dimaksud dengan industri farmasi
adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
Industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan suatu produk (berupa
obat) yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan. Proses pembuatan
meliputi seluruh rangkaian kegiatan menghasilkan suatu obat yang meliputi
produksi dan pengawasan mutu mulai dari pengadaan bahan awal, proses
pengolahan, pengemasan sampai obat jadi dan kemudian didistribusikan,
sedangkan industri bahan baku adalah bahan baku yang diproduksi oleh suatu
industri dimana bahan baku tersebut adalah semua bahan baik yang berkhasiat
maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah maupun yang tidak berubah, yang
digunakan dalam proses pengolahan obat. Setiap industri farmasi wajib memiliki
izin usaha dari Menteri Kesehatan.
Perusahaan farmasi yang memproduksi obat wajib menerapkan CPOB yang
menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk
menjamin bahwa obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu
yang telah ditetapkan sesuai maksud penggunaannya.

B. VISI DAN MISI INDUSTRI FARMASI INDONESIA


1. Visi Industri Farmasi Indonesia (SK Menkes No. 47/SK/II/1983)
a. Upaya di bidang obat harus memperlihatkan aspek sosial dan diarahkan
untuk mendukung peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan.
b. Mengusahakan kemandirian di bidang obat, khususnya bahan baku obat
dengan jalan :
5

1) Mempercepat dan memperlancar transfer teknologi serta


meningkatkan kemampuan pengembangan teknologi.
2) Memberikan perlindungan yang wajar terhadap obat produksi dalam
negeri.
3) Penelitian dan pengembangan produksi bahan baku dalam negeri dan
langkah-langkah lain untuk mendorong produksi dalam negeri.
2. Misi Industri Farmasi Indonesia (SK Menkes No. 47/SK/II1983)
a. Meningkatkan tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup
sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat yang diperlukan dalam bidang
kesehatan.
b. Meningkatkan penyebaran obat secara merata dan teratur sehingga mudah
diperoleh pada saat yang diperlukan serta terjangkau oleh masyarakat.
c. Menjamin kebenaran, khasiat, keamanan, mutu dan keabsahan obat yang
beredar serta meningkatkan ketepatan, kerasionalan dan efisiensi
pengguna obat.
d. Melindungi masyarakat dari kesalahan penggunaan dan penyalahgunaan
obat, termasuk psikotropika dan narkotika yang dapat merugikan dan
membahayakan kesehatan, keselamatan dan keamanan rakyat.
e. Memanfaatkan potensi nasional di bidang obat dan menunjang
pembangunan ekonomi menuju tercapainya kemandirian di bidang obat.

C. PERSYARATAN USAHA INDUSTRI FARMASI


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 untuk mendapatkan izin usaha mendirikan suatu
industri farmasi maka harus memenuhi persyaratan izin usaha sebagai berikut :
1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas
2. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
4. Memiliki secara tetap paling sedikit 3( tiga ) orang apoteker Warga Negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,
produksi dan pengawasan mutu
5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat baik langsung atau tidak langsung
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang kefarmasiaan.
6. Industri Farmasi wajib mengikuti persyaratan CPOB
6

Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan RI dan wewenang
pemberian izin dilimpahkan kepada direktorat jenderal. Izin usaha industri
farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan tersebut berproduksi dan
untuk Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya diberikan sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Asing dan peraturan pelaksanaannya.

D. PENCABUTAN IZIN USAHA INDUSTRI FARMASI


Izin industri farmasi dapat dicabut dalam hal :
1. Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan
perluasan tanpa memiliki izin.
2. Tidak menyampaikan informasi industri secara berturut-turut tiga kali atau
dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.
3. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis
terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan RI.
4. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan baku yang tidak memenuhi
persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).
5. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

E. RUANG LINGKUP CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK (CPOB)


Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah ketentuan atau pedoman
yang menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan
untuk menjamin bahwa produk obat yang dibuat senantiasa memenuhi
persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan maksud penggunannya.
Pengawasan menyeluruh sangat penting untuk menjamin bahwa konsumen
menerima obat yang aman, berkhasiat dan bermutu (SEQ), oleh sebab itu mutu
perlu dibangun ke dalam produk, maka seluruh kegiatan yang dimulai dari
pengadaan bahan baku sampai menghasilkan obat jadi harus dilakukan sesuai
dengan CPOB. Petunjuk operasional penerapan CPOB memuat uraian lebih rinci
dan contoh-contoh Prosedur Tetap (Protap) atau Prosedur Operasi Standar
7

(Standard Operating Procedure/SOP) dan juga contoh dokumentasi dalam


penerapan CPOB.
Komponen pokok CPOB meliputi :
1. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai
dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam
dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang
membahayakan penggunaanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak
efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuannya
melalui suatu kebijakan mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen
dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan. Untuk
mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan
manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara
benar.
Unsur dasar manajemen mutu adalah :
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya.
b. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapat kepastian dengan singkat,
kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (jasa pelayanan) yang
dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Keseluruhan tindakan tersebut disebut pemastian mutu. Dalam manajemen
mutu ada 2 unsur penting dalam industri farmasi yang bertugas untuk
menghasilkan suatu produk obat yang bermutu, antara lain :
a) Pemastian mutu (Quality Assurance)
Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal
baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan
mempengaruhi mutu obat yang dihasilkan.
b) Pengawasan mutu (Quality Control)
Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan
dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta
dokumentasi, dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa
8

pengujian yang relevan dan diperlukan telah dilakukan serta bahan


yang belum diluluskan oleh QC tidak dijual atau dipasok sebelum
mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.
2. Personalia
Jumlah karyawan ditingkatan dalam jumlah yang cukup serta memiliki
pengetahuan, keterampilan dan kemajuan sesuai dengan tugasnya. Mereka
sebaiknya juga memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga
mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan sebagaimana mestinya
serta harus memiliki sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB.
Struktur organisasi perusahaan sebaiknya sedemikian rupa sehinga bagian
produksi dan bagian pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan
yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing
sebaiknya diberi wewenang penuh dan sarana yang cukup yang diperlukan
untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Keduanya tidak boleh
mempunyai kepentingan lain di luar organisasi pabrik yang dapat
menghambat atau membatasi tanggung jawabnya atau yang dapat
menimbulkan pertentangan kepentingan pribadi atau finansial.
3. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan untuk pembuatan obat hendaknya memiliki ukuran,
rancangan, konstruksi serta tata letak yang agar memudahkan dalam
pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Setiap sarana
kerja sebaiknya memadai sehingga resiko kekeliruan, pencemaran silang dan
kesalahan lain yang menurunkan mutu obat dapat dihindari. Lokasi bangunan
sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan
sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air maupun kegiatan
di dekatnya. Gedung sebaiknya dibangun dan dipelihara agar terlindung dari
pengaruh cuaca, banjir, rembesan melalui tanah serta masuk bersarangnya
serangga atau hewan lainnya. Tata letak ruang sebaiknya sedemikian rupa
untuk memungkinkan pelaksanaan kegiatan produksi di daerah yang letaknya
diatur secara logis dan mengikuti urutan tahap produksi serta menurut kelas
9

kebersihan yang disyaratkan. Luasnya ruangan kerja harus memungkinkan


terlaksananya kelancaran arus kerja, komunikasi, dan pengawasan yang
efektif dengan mencegah kesesakkan dan ketidakteraturan.
4. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaknya memiliki
rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta
ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi setiap produk
obat terjamin secara seragam serta dapat memudahkan pembersihan dan
perawatannya.
5. Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaknya diterapkan pada
setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi
personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi, wadah,
dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber
pencemaran sebaiknya dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan
higiene secara terpadu dan menyeluruh. Semua karyawan sebaiknya
menerapkan higiene perorangan yang baik dan dilatih mengenai penerapan
higiene tersebut, menjalani pemeriksaan kesehatan serta menghindari kontak
langsung dengan bahan baku, produk antara dan produk ruahan. Untuk
menjamin perlindungan terhadap personil dan produk dari pencemaran, semua
orang yang memasuki daerah produksi harus menggunakan pakaian pelindung
yang bersih (termasuk masker, sarung tangan dan penutup rambut yang
bersih) sesuai dengan tugas dan sifat pekerjaannya. Tersedia toilet dalam
jumlah yang cukup dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci tangan bagi
karyawan yang letaknya mudah dicapai dari daerah kerja. Prosedur tertulis
yang cukup rinci untuk pembersihan peralatan dan wadah yang digunakan
dalam pembuatan obat sebaiknya dibuat dan ditaati. Peralatan yang digunakan
dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih.
Sebelum digunakan, kebersihan peralatan tersebut harus diperiksa lagi untuk
10

memastikan peralatan tidak terkontaminasi baik dari lingkungan maupun dari


sisa produk sebelumnya. Prosedur sanitasi dan higiene sebaiknya divalidasi
dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan
prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.
6. Produksi
Produksi sebaiknya dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan sehingga menjamin obat jadi yang dihasilkan agar senantiasa
memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Aspek yang perlu diperhatikan agar
tidak terjadi penyimpangan dari ketentuan yang telah ditetapkan, meliputi :
a. Bahan awal
Pada saat penerimaan bahan awal hendaknya dilakukan karantina dan
pemeriksaan oleh bagian Quality Control (QC), misal pemeriksaan secara
visual mengenai kondisi umum, keutuhan kemasan dan kerusakan serta
pemeriksaan lain (identifikasi, kadar) sampai diluluskan. Semua bahan
awal hendaknya memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan, diberi label
dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi dan disimpan sesuai
dengan kondisi penyimpanan yang ditetapkan. Bahan awal yang tidak
stabil disimpan dalam ruangan dengan kondisi khusus.
b. Validasi proses
Prosedur produksi sebaiknya divalidasi, dievaluasi ulang dan dilaksanakan
menurut prosedur yang telah ditentukan serta catatan hasilnya
didokumentasikan untuk memastikan bahwa proses prosedur tetap mampu
memberikan hasil yang diinginkan. Perubahan yang penting dalam proses,
baik itu penggantian alat, bahan baku maupun penggantian asal bahan
baku (pemasok) sebaiknya dilakukan validasi ulang, untuk menjamin
bahwa perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang
memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
c. Pencemaran
Pencemaran kimiawi atau mikrobiologi terhadap suatu obat harus
dihindari agar tidak terjadi pencemaran silang.
11

d. Penimbangan dan pengukuran


Penimbangan dan pengukuran bahan dilakukan oleh operator.
Penimbangan dan pengukuran bahan baku, produk antara dan produk
ruahan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap.
e. Penyerahan
Bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang
diserahkan hanya yang telah diluluskan oleh bagian pengawasan mutu dan
semua pengeluaran bahan sebaiknya didokumentasikan.
f. Pengembalian
Bahan baku dan bahan pengemas tidak boleh dikembalikan ke gudang
kecuali bila tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
g. Pengolahan
Pemeriksaan awal pada pengolahan baik bahan, lokasi pengolahan,
peralatan dan wadah sebaiknya diperiksa sebelum digunakan. Semua
kegiatan pengolahan harus mengikuti prosedur tertulis yang tercantum
dalam Prosedur Pengolahan Induk dan rincian pelaksanaan pengemasan
sebaiknya dicatat dalam catatan pengolahan bets. Dalam seluruh tahap
pengolahan masalah pencemaran silang sebaiknya menjadi perhatian
utama.
h. Bahan dan produk kering
1) Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang
yang terjadi pada saat penanganan produk kering, perhatian khusus
harus diberikan pada desain, pemeliharaan serta penggunaan sarana
dan peralatan.
2) Sistem penghisap udara yang efektif sebaiknya dipasang dengan letak
lubang pembuangan sedemikian rupa untuk menghindarkan
pencemaran dari produk atau proses lain. Pemakaian alat penghisap
debu pada pembuatan tablet dan kapsul sangat dianjurkan.
3) Untuk melindungi produk terhadap pencemaran serpihan logam atau
gelas, pemakaian peralatan gelas sedapat mungkin harus dihindarkan.
12

Ayakan, punch dan die sebaiknya diperiksa terhadap keausan atau


kerusakan sebelum dan setelah pemakaian.
i. Pencampuran dan granulasi
1) Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk sebaiknya dilengkapi
dengan sistem pengendali debu, kecuali digunakan sistem tertutup.
2) Parameter operasional yang kritis (misalnya waktu, kecepatan dan
suhu) untuk tiap proses pencampuran, pengadukan dan pengeringan
yang tercantum dalam dokumen produksi induk harus dipantau selama
proses berlangsung serta dicatat dalam catatan bets.
3) Kantong filter yang dipasang pada mesin Fluid Bed Dryer tidak boleh
dipakai untuk produk yang berbeda tanpa pencucian lebih dahulu.
4) Pembuatan dan penggunaan larutan suspensi sebaiknya dilaksanakan
sedemikian rupa sehingga resiko pencemaran atau pertumbuhan
mikroba dapat diperkecil.
j. Pencetakan tablet
1) Mesin pencetak tablet dilengkapi dengan fasilitas pengendali debu
yang efektif dan ditempatkan sedemikian rupa untuk menghindari
pencampuran antar produk.
2) Untuk mencegah pencampuran antar produk perlu dilakukan
pengendalian
3) Alat timbang yang digunakan harus akurat dan telah dikalibrasi untuk
pemantauan bobot tablet selama proses selalu tersedia.
4) Tablet yang diambil dari ruang pencetak tablet untuk keperluan
pengujian atau keperluan lain tidak boleh dikembalikan lagi ke dalam
bets yang bersangkutan.
5) Tablet yang ditolak atau yang disingkirkan, ditempatkan dalam wadah
yang ditandai dengan jelas mengenai status dan jumlahnya dicatat
pada catatan pengolahan bets.
6) Tiap kali sebelum dipakai, punch dan die diperiksa kesesuaiannya
terhadap spesifikasi. Catatan pemakaian dari punch dan die tersebut
sebaiknya disimpan.
k. Penyalutan
1) Udara yang dialirkan ke dalam panci penyalut untuk pengeringan
sebaiknya disaring agar mempunyai mutu yang baik.
13

2) Larutan penyalut sebaiknya dibuat dan digunakan dengan cara


sedemikian rupa untuk mengurangi resiko pertumbuhan mikroba.
l. Pengisian kapsul keras
Cangkang kapsul sebaiknya diperlakukan sebagai bahan awal. Cangkang
kapsul disimpan dalam kondisi yang dapat mencegah kekeringan dan
kerapuhan atau efek lain yang disebabkan oleh kelembaban.
m. Cairan atau sirup
1) Produk cairan diproduksi sedemikian rupa agar terlindungi dari
pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Penggunaan sistem
tertutup untuk produksi sangat dianjurkan.
2) Tangki, wadah, pipa dan pompa yang digunakan didesain dan dipasang
sedemikian rupa sehingga memudahkan pembersihan dan bila perlu
disanitasi.
3) Apabila produk ruahan tidak langsung dikemas sebaiknya dibuat
ketetapan mengenai kondisi penyimpanan dan waktu paling lama
produk ruahan boleh disimpan, dimana ketetapan ini sebaiknya
ditepati.
n. Pengemasan
1) Kesiapan jalur pengemasan.
Sebelum menempatkan bahan pengemas dan bahan cetak lain pada
jalur pengemasan, personil penanggung jawab yang ditunjuk dari
bagian pengemasan sebaiknya melakukan pemeriksaan kesiapan jalur
sesuai dengan prosedur tertulis yang disetujui oleh kepala bagian
manajemen mutu (pemastian mutu), untuk:
a) Memastikan semua bahan dan produk yang sudah dikemas dari
kegiatan pengemasan sebelumnya telah benar disingkirkan dari
jalur pengemasan dan area sekitarnya.
b) Memeriksa kebersihan jalur dan area sekitarnya.
c) Memastikan kebersihan peralatan yang dipakai.
2) Semua kegiatan pengemasan sebaiknya dilaksanakan sesuai dengan
Protap (Prosedur Tetap) dan menggunakan bahan pengemas yang
tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk.
14

3) Kegiatan pengemasan perlu prosedur tertulis yang menguraikan


penerimaan serta identifikasi produk ruahan dan bahan pengemas.
Selain itu perlu dilakukan pengawasan untuk menjamin bahwa produk
ruahan dan bahan pengemas yang akan dipakai adalah benar. Kegiatan
pengemasan primer berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan
menjadi produk jadi yang dilaksanakan dengan pengawasan yang tepat
untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah
dikemas. Pada penyelesaian proses pengemasan, produk yang dikemas
akhir sebaiknya diperiksa dengan teliti untuk memastikan bahwa
kemasan produk tersebut sesuai dengan persyaratan dalam Prosedur
Pengemasan Induk.
4) Rincian pengemasan sebaiknya dicatat dalam catatan pengemasan
bets.
o. Produk pulihan (reproses)
1) Sisa produk
Sisa produk antara, ruahan atau produk jadi yang akan diproses ulang
menjadi bets berikutnya harus diuji oleh laboratorium pengawasan
mutu untuk memastikan bahwa bets tersebut memenuhi spesifikasi
sebelum dilakukan pemprosesan.
2) Pengolahan ulang
Pengolahan ulang terhadap produk antara atau produk ruahan
dilakukan bila terjadi proses pengolahan kembali yang telah divalidasi
atau telah diteliti dengan mempertimbangkan faktor yang akan terjadi
misalnya kecepatan melarut, kekerasan, kadar, pH, sterilitas dan
sebagainya. Sebagai contoh pada pemeriksaan (in process control)
kekerasan dan kecepatan melarut dari suatu tablet apabila tidak
memenuhi persyaratan maka harus dilakukan reproses.
p. Obat kembalian
Obat kembalian sebaiknya diberikan identitas yang jelas dan disimpan di
daerah terpisah dari gudang. Bila obat kembalian akan dikemas ulang
maka produk tersebut harus diberi kode khusus agar memudahkan
15

penelusuran. Sisa produk yang layak akan memenuhi spesifikasi mutu


dapat dipulihkan atau diolah ulang dengan menambahkan ke dalam
produk berikutnya.
q. Karantina obat jadi
Karantina obat jadi merupakan tahap pengendalian sebelum penyerahan
ke gudang dan siap didistribusikan.
r. Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi
Bahan disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah resiko tercampur
baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.
s. Pengawasan distribusi obat jadi.
Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat dan tercatat sehingga
menjamin obat jadi yang pertama masuk didistribusikan lebih dahulu,
serta jika ada klaim di pasaran maka penarikan dan investigasi obat akan
lebih mudah ditelusuri dan dilakukan.
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu obat dilaksanakan melalui sistem pengawasan
terencana dan terpadu. Sistem pengawasan mutu sebaiknya dilakukan dengan
tepat untuk menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan yang benar sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditetapkan melalui identitas, kadar, kemurnian,
mutu dan keamanannya. Sistem dokumentasi dan prosedur serta pelulusan
oleh bagian pengawasan mutu sebaiknya menjamin bahwa pemeriksaan dan
pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan dengan tepat sehingga bahan
awal, produk antara, produk ruahan tidak digunakan dan obat jadi tidak
didistribusikan atau dijual sebelum hasil pemeriksaan dan pengujian mutu
dinilai telah memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
8. Inspeksi Diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk menilai apakah seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu dalam pabrik memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri sebaiknya dirancang untuk mengetahui kelemahan
16

dalam pelaksanaan CPOB dan menetapkan tindakan perbaikannya. Prosedur


dan laporan inspeksi diri yang meliputi hasil, penilaian, dan kesimpulan serta
usul tindakan perbaikan sebaiknya didokumentasikan.
9. Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat, dan
Obat Kembalian.
Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat berupa:
a. Keluhan mengenai mutu menyangkut keadaan fisik, kimia dan biologi dari
produk dan kemasannya.
b. Keluhan terhadap efek samping yang merugikan seperti reaksi alergi,
reaksi toksis, reaksi fatal atau hampir fatal dan lain sebagainya.
c. Keluhan masalah efek terapeutik seperti kurang manjur atau kurang
memberikan respon klinis.
Penarikan kembali obat dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa
bets atau seluruh obat jadi tertentu dari mata rantai distribusi. Penarikan
kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi
persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang
tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan.
Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian
dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluarsa,
masalah keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau
kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu
dan jumlah obat yang bersangkutan. Pabrik harus membuat prosedur untuk
menahan, menyelidiki, menganalisis dan melakukan evaluasi yang seksama
terhadap obat yang dikembalikan untuk menentukan apakah obat tersebut
dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan. Prosedur pemusnahan
sebaiknya mencegah kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan dan
mencegah kemungkinan jatuhnya obat tersebut ke tangan orang yang tidak
berwenang.
Berdasarkan hasil evaluasi obat kembalian dapat digolongkan menjadi 3,
yaitu:
17

a. Obat kembalian yang memenuhi spesifikasi sehingga dapat dikembalikan


ke persediaan.
b. Obat kembalian yang masih dapat diolah ulang.
c. Obat kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak bisa diolah
ulang.
10. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang
meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, catatan, dan laporan,
serta jenis dokumen lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat.
11. Validasi
a. Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa
tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau
mekanisme yang diinginkan dalam produksi dan pengawasan akan
senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.
b. Tahapan validasi
1) Rencana Induk Validasi (RIV)
a) Introduksi (filosofi, kebijakan dan tujuan)
b) Struktur organisasi tim validasi
c) Deskripsi objek validasi (bangunan dan fasilitas, operator,
prosedur analisis, peralatan, sistem penunjang, bahan awal,
tahapan pembuatan)
d) Matriks pendekatan validasi
e) Matriks perencanaan dan penjadwalan kegiatan (termasuk
prioritas)
f) Pengendalian perubahan
g) Acuan dokumen yang digunakan
2) Protokol validasi
3) Prevalidasi
a) Design Qualification (DQ)
Proses persiapan berupa perencanaan terhadap fasilitas, sistem atau
peralatan yang akan dibangun / digunakan.
b) Instalation Qualification (IQ)
Dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang
dimodifikasi
18

c) Operational Qualification (OQ)


Dilakukan setelah kualifikasi instalasi dilaksanakan, dikaji dan
disetujui.
d) Performance Qualification (PQ)
Dilakukan setelah kualifikasi instalasi dan kualifikasi operasional
selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui.
4) Laporan dan kesimpulan validasi
c. Jenis dokumen validasi
1) Rencana Induk Validasi (RIV)
2) Protokol validasi
Dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan
3) Laporan validasi
Laporan mengacu pada protokol kualifikasi dan protokol validasi serta
memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap
penyimpangan yang terjadi, kesimpulan, dan rekomendasi perbaikan
d. Pilihan atau pendekatan validasi
1) Validasi Prospektif
Validasi berdasarkan perolehan data perdana sesuai protokol validasi
yang direncanakan (diberlakukan pada produk baru yang belum
beredar).
2) Validasi Konkuren
Validasi yang dilaksanakan berdasarkan data otentik yang diperoleh
dan dikumpulkan dari proses yang sedang dilaksanakan (diberlakukan
pada produk yang sedang beredar).
3) Validasi Retrospektif
Validasi berdasarkan data otentik yang diperoleh dan dikumpulkan
dari proses yang sudah dilaksanakan dan dinilai menurut statistic
(diberlakukan pada produk yang sudah beredar).

12. Toll Manufacturing


Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat
secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.
Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk
untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian
manajemen mutu (pemastian mutu).
19

BAB III

TINJAUAN KHUSUS

1. PT. PRADJA PHARIN (PRAFA)

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PT. PRADJA PHARIN


PT. Pradja Pharin (Prafa) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di
bidang farmasi. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 di Jl. Bandengan Selatan No.
58 A Jakarta Utara oleh Bapak Tjipto Pusposuharto yang awal mulanya
merupakan perusahan dagang berbagai bentuk sediaan rumah tangga dengan
jumlah karyawan 20 orang di area berukuran 325 m 2. Pada tahun 1968 PT. Prafa
20

ditunjuk sebagai importir dan penyalur tunggal sah di Indonesia untuk Meiji
Seika, Jepang, yang merupakan Prinsipal Utama pertamanya.
Pada tahun 1971, PT. Prafa menjadi Perusahaan Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) di area seluas 2300 m2. Antara tahun 1975-1978 PT. Prafa
ditunjuk sebagai wakil tunggal OXOID dan BDH dari Inggris, Cutter
Laboratories dari Amerika serikat dan Flow Laboratories dari Australia, dengan
demikian PT. Prafa semakin melibatkan diri dengan prinsipal-prinsipal
multinasional untuk memperoleh keahlian manajerial yang lebih baik dan
peningkatan teknologi.
Tahun 1979 didirikannya PT. Pradja Farma Hoslab sebagai kesatuan terpisah
dalam menangani distribusi seluruh produk PT. Prafa di wilayah Indonesia. Tahun
1981, PT. Prafa ditunjuk sebagai agen tunggal Indonesia untuk Kabivitrium-AB
dari Swedia dan pada tahun 1984 berhasil memperoleh lisensi penting untuk
memproduksi tablet effervescent dengan produk bernama UPSA dari Prancis.
Tahun 1986, PT. Prafa mulai mengekspor ke Singapura.
Tahun 1990 PT. Prafa resmi pindah ke Desa Karang Asem Barat
Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pabrik ini dirancang dan
dibangun sesuai dengan aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) serta
efisien dalam sistem produksi.
Tahun 1995 PT. Prafa diakuisisi oleh Darya Varia Group yang didalamnya
tergabung tiga perusahaan yakni, PT. Darya Varia Laboratoria, PT. Kenrose
Indonesia dan PT. Dupa dengan distributor PT. Wigo Distributor Farmasi. Mulai
pada tanggal 21 Desember 2001 hingga sekarang Darya Varia Group diambil alih
oleh United Laboratory, Manila-Philippines. Selain Darya Varia Group, yang
tergabung dalam United Laboratory, Manila-Philippines yaitu PT. Medifarma
Laboratories.
Tahun 2003, PT. Prafa diaudit oleh P&G, QAC rating yang diperoleh pada
saat itu adalah 44, tahun 2004 QAC rating yang diaudit bertambah menjadi 72.
Setahun kemudian PT. Prafa diaudit kembali oleh P&G berhasil menaikkan QAC
21

rating menjadi 92. Sejak saat itu PT. Prafa telah dipercaya oleh perusahaan P&G
untuk melakukan toll manufacturing untuk memproduksi Vicks Formula 44,
Vicks Vaporub dan Vicks Inhaler.
Pada Tahun 2008 dan 2010, P&G memberikan QAC rating 100 untuk audit
yang dilakukan pada PT. Prafa.
Pada tahun 2009, Darya Varia Group melakukan project specialization. PT.
Prafa dikhususkan pada produksi low volume solid order, produk Ethical (solid
dan injeksi), antibiotik betalaktam dan sefalosporin (solid dan injeksi), serta
produk toll manufacturing. Pada PT. Medifarma Laboratories dikhususkan pada
produksi high volume solid order dan OTC. Sedangkan PT. Darya Varia
Laboratories dikhususkan pada produksi soft gelatin capsul, sediaan liquid dan
semisolid. PT. Prafa hingga saat ini menerapkan lebih dari 1000 SOP yang
digunakan sebagai prosedur operasional pelaksanaan kerja.
Logo perusahaan dengan inisial yang berbentuk segitiga yang memiliki sisi
yang sama panjang dan tajam. Segitiga tersebut diimplikasikan ke lambang-
lambang huruf awal nama perusahaan. Bentuk segitiga itu sendiri melambangkan
kemajuan dan budaya perusahaan yang modern. Pertemuan antar segitiga pada
logo melambangkan kerjasama, kebersamaan dan komitmen. Sisi sama panjang
mencerminkan PT. Prafa terdiri dari elemen yang memiliki kepentingan bersama,
saling menunjang dan mendukung sehingga tidak ada yang dapat berdiri sendiri
tanpa dukungan kekuatan elemen lain. Warna biru pada logo PT. Prafa
melambangkan semangat, rasa aman, bersih dan kepercayaan melalui produk-
produk yang dihasilkan, sehingga memberi kesan yang lama di hati para
konsumennya.

B. STRUKTUR ORGANISASI
PT. Pradja Pharin (Prafa) dipimpin oleh seorang Plant Manager yang bertanggung
jawab kepada Technical Operating Director. Plant Manager membawahi 5
departement, yakni:
22

1. Technical Service Department.


Department ini dipimpin oleh seorang Manager yang dibantu oleh seorang
Technical Service dan Utility Supervisor serta seoarang Electrical Supervisor.
Supervisor ini juga dibantu oleh 2 orang Section Head, yakni :
a. Electrical Section Head
b. Maintenance Section Head
2. Human Resources and General Service (HRGS) Department.
Department ini dipimpin oleh seorang Manager yang dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu:
a. Personal Affair Supervisor
b. General Affair Supervisor
c. Safety, Health and Environment Coordinator
2. Logistic Department
Untuk department ini, memiliki :
a. PAC Supervisor
b. Warehouse Supervisor, membawahi :
1) Dispensary Section Head
2) Raw Material Section Head
3) Packaging Material Section Head
c. Finish Good Supervisor.
3. Production Department
Departement ini dibagi menjadi 5 bagian, yaitu:
a. GP Solid
b. Sterile Injection Liquid
c. Betalaktam dan Sefalosporin
d. P&G
e. Central Packaging
23

Departement ini dipimpin oleh seorang Manager yang dibantu oleh 5


Supervisor bagian. Masing-masing Supervisor ini juga dibantu oleh beberapa
Section Head.
4. Quality Operation
Department ini dipimpin oleh Quality Operation Manager yang dibantu oleh:
a. QA Senior Supervisor, yang dibagi menjadi:
1) QA Integrity
2) QA Validation and Calibration
3) QA Compliance
Dimana masing-masing bagian dipimpin oleh seorang Supervisor.
b. QC Senior Supervisor, yang dibagi menjadi:
1) Chemical Laboratorium
2) Microbiology Laboratorium
3) IPC and Packaging Material
Dimana masing-masing bagian dipimpin oleh seorang Supervisor. Untuk
bagian Research and Development (R&D) bertanggung jawab langsung
kepada Technical Operating Director. Bagan struktur organisasi PT. Prafa
dapat dilihat pada lampiran 1.

C. VISI DAN MISI PT. PRADJA PHARIN (PRAFA)


PT. Pradja Pharin (Prafa) memiliki visi dan misi yang terdapat didalam motto
”We Commit to Speed, Quality and Cost“. Sehingga dengan motto ini PT. Prafa
selalu berusaha untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi dengan harga
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Untuk dapat menembus pangsa pasar
internasional, PT. Prafa berusaha untuk meningkatkan kualitas sarana dan SDM
dengan mengikuti standar PIC/s dan FDA Regulation. Hal ini tertuang pada motto
“We Commit to PIC/s and FDA Regulation and make Cgmp as Way of Life”.
Untuk meningkatkan efisiensi kerja, produktivitas, kualitas kerja, peningkatan
24

moral, disiplin kerja dan kenyamanan kerja, maka PT. Prafa menerapkan 5 R
yakni:
1. Ringkas
2. Rapi
3. Resik
4. Rawat
5. Rajin

Gambar III.1 Logo PT. Pradja Pharin (PRAFA)


D. SARANA DAN PRASARANA
PT. Prafa memiliki area seluas 12 hektar dengan luas bangunan 17.208 m2.
Sarana dan prasarana yang terdapat di PT. Prafa yakni sebagai berikut:
1. Bangunan utama terdiri dari tiga gedung utama, yaitu:
a. Gedung pertama, terdiri dari ruang kantor, ruang produksi non betalaktam,
ruang produksi dan kemas P&G, ruang Research and Development
(R&D), ruang pengemasan sentral, masjid dan kantin.
b. Gedung kedua, terdiri dari ruang Quality Operation (QO) Department,
ruang Logistik Department, gudang bahan baku dan bahan kemas.
c. Gedung ketiga, terdiri dari ruang produksi betalaktam dan sefalosporin,
gudang bahan baku produksi betalaktam dan sefalosporin, bahan kemas
produk Prafa dan gudang non-inventory.
2. Bangunan penunjang lainnya, yakni:
a. Gedung Technical Service (TS)
b. Instalasi listrik
25

c. Pengolahan limbah
d. Air Handling Unit (AHU)
e. Steam unit
f. Compress air unit
g. Laundry unit
h. Area parkir
i. Pos satpam.
3. Bangunan gudang obat jadi (GOJ) dan gudang api.

E. JENIS PRODUKSI
PT. Prafa memproduksi 2 macam produk yaitu produk PT. Prafa sendiri/
Darya-Varia Group yang disebut Original Product dan ada yang memproduksi
produk untuk perusahaan farmasi lain yang bekerja sama dengan PT. Prafa
disebut Toll Manufacturing.
Beberapa Original Product PT. Prafa meliputi: Paratusin, Stop Cold, Degirol
LOZ 100, Degirol LOZ 20, Spasmal, Fundamine, Gastran, Griseofulvin 500 mg,
Enervon C tube, Vicee, Urticef 50 mg, Penicillin V, Cedocard Retard (5 mg, 10
mg, 20 mg), Urdafalk kapsul, Norizec (1 mg, 2 mg, 3 mg), Cefurox (Injeksi
kering), Otopraf (Tetes telinga), Fortagyl 100 ml (Infus), Bloodcare, Hobat, dll.
Beberapa Toll Manufacturing PT. Prafa meliputi:
1. P&G : Vicks F 44 Child, Vicks F 44 Adult, Vicks F 44 DT, Vicks F 44 DT
Sachet, Vicks Inhaler, Vicks Vaporub.
2. Actavis : Dumozol Infus
3. Armoxindo : Kanarco Dry Inj, Arcodryl Inj 10 ml, Arcored Inj 10 ml
4. Servier : Diamicron, Ardium, Arcalion, Stablon Degree
5. Novartis : Banadoz, Baxima Livi, Biotriax livi
6. Kalbe Farma : Clavamox Inj 1g, Kalmoxillin, Bactesyn1,5
7. Pharos : Polysilane, Narfoz, Cetoros, Ketros
8. Novell : Phanem, Cefixime
26

9. Dipa : Kalitake, Triasco, Meronesco, Ditranex


10. Guardian : Nucef, Zibramax, Goforan Inj 1g, Nufirom Inj 1 g
11. Mersifarma
12. Nofarindo
2. PT. ABBOTT INDONESIA
A. SEJARAH PT. ABBOTT INDONESIA
Pada tahun 1888, Dr. Wallace Calvin Abbottt, seorang dokter yang
berpraktek dan pemilik apotek, mulai membuat butiran-butiran dosimetrik dari
alkaloid, obat yang lebih akurat dan efektif pada saat itu. Tahun 1900 lahirlah
Abbott Alkaloidal Company. Pada tahun 1915, nama perusahaan berubah untuk
mencerminkan komitmen terhadap bidang riset, diluar alkaloid. Nama baru
Abbott Laboratories memasuki suatu periode pertumbuhan yang ditandai oleh
perang, akuisisi strategis dan penelitian ilmiah yang terus-menerus. PT. Abbott
Indonesia berdiri pada tahun 1971 sebagai salah satu anak perusahaan (cabang
ke-163) dari Abbott Laboratories yang didirikan oleh Dr.Wallace Calvin
Abbott dan berpusat di Chicago Utara, Illionis, Amerika Serikat. Pada
mulanya berfungsi sebagai penyalur obat hasil produksi Abbott
Laboratories, kemudian pada tahun 1973 mulai memproduksi dan menyalurkan
produknya antara lain antibiotika, vitamin, obat luar dan cairan oral.
B. STRUKTUR ORGANISASI
PT. Abbot Indonesia secara garis besar terdiri dari:
1. Abbott Nutritional International (ANI) Indonesia
ANI Indonesia bertanggung jawab terhadap produk nutrisi, seperti Pediasure,
Ensure, Gain School, Grow dan produk nutrisi lainnya.
2. Abbott International (AI) Indonesia
AI Indonesia bertanggung jawab terhadap penjualan produk-produk farmasi.
Pharma products yang dipasarkan, seperti Iberet, Surbex, Depakote,
Depakene dan hospital products seperti Ethran dan Sevorane.
3. Abbott Diagnostic Division (ADD) Indonesia
ADD Indonesia membawahi pemasaran produk alat diagnostik
seperti Hematology Analyzer, Immunochemistry System, Glucose Monitor.
4. Abbott Diabetic Care Indonesia
27

ADC Indonesia merupakan bukti kepedulian Abbott terhadap penderita


diabetes Indonesia. Fungsinya adalah membantu pasien diabetes untuk dapat
memonitor kondisi metaboliknya.
5. Established Pharmaceutical Operations (EPO) Indonesia
EPO merupakan business unit PT. Abbott Indonesia yang melakukan kegiatan
operasional pabrik di Indonesia.
C. Visi dan Misi
1. Visi dan Misi Abbott Laboratories
Abbott Laboratories memiliki visi ”The Premier Healthcare Company” dan
misinya yaitu “We are your most preferred partner providing innovative
healthcare solutions in your pursuit for a better quality of life”.
2. Visi dan Misi PT. Abbott Indonesia
PT. Abbott Indonesia memiliki motto “A Promise for Life” dan visinya yaitu
“To become the preferred supply center for ASEAN countries”. sedangkan
misinya adalah “To become supply center for ASEAN countries by providing
high quality pharmaceutical products, with orientation to the customer and
stakeholder satisfaction whilst maintaining compliance to corporate and
customer regulations at the most effective cost”.

Gambar III.2 Logo dan moto PT. Abbott Indonesia


D. Profil PT. Abbott Indonesia
Abbott Laboratories merupakan perusahaan yang memiliki lebih dari
70.000 karyawan dan beroperasi di 130 negara. Kantor pusat perusahaan ini
terletak di Abbott Park, Illionis, North Chicago, didirikan oleh Dr. Calvin
Wallace Abbott tahun 1888.
PT. Abbott Indonesia merupakan cabang ke-163 yang tergabung
dalam wilayah PAA (Pasifik Asia Afrika). PT. Abbott Indonesia didirikan
pada tanggal 7 Maret 1970. Pada tanggal 26 Mei 1971, PT. Abbott Indonesia
28

telah mendapat izin operasional, PT. Abbott Indonesia menghasilkan produk


obat-obatan serta mendistribusikan produk impor dari Abbott Laboratories
berupa produk nutrisi dan obat-obatan.
1. Produk yang diproduksi:
a. Abbotic Granule 125 mg /5ml
b. Abbotic Granule 250 mg/5 ml
c. Brufen 400 mg
d. Brufen 600 mg
e. Brufen Suspension
f. Cecon
g. Depakene Syrup
h. Depakote 250 mg
i. Eryderm 2%
j. Iberet – 500
k. Iberet Folic –500
l. Isoptin 80 mg
m. Optilets M – 500
n. Pedialyte Bubble Gum Flavor
o. Pedialyte Solution
p. Surbex – T
q. Surbex – Z
r. Rytmonorm 150 mg
s. Urixin Tablets 400 g
t. Vidaylin – L
2. Produk impor untuk pasar lokal:
a. Produk obat-obatan
Tabel III.1 Pharma Products yang diimpor untuk pasar lokal
Abbotic i.v 500 mg Hytrin tablet 1 mg; 2 mg
Abotic XL Isoptin SR
Aluvia tablet Niaspan
Chirocaine inj. 5 mg/ml Norvir 100 mg
Depakote ER 250 mg; 500 mg Reductil 10 mg; 15 mg
Ethran 250 ml Sevorane 250 ml
Forane 250 ml Survanta 8 ml
Lipanthyl Duphaston
29

b. Produk nutrisi
Tabel III. 2 Nutritional Products yang diimpor untuk pasar lokal
Ensure Neosure
Isomil Plus Similac Advance
Isomil 1 Advance Similar Gain Advance
Isomil 2 Advance Glucerna

E. Fasilitas PT. Abbott Indonesia


Pabrik memiliki luas bangunan 22.671 m2, meliputi bangunan kantor,
bangunan pabrik yang terdiri dari bagian pemastian mutu, area proses, gudang,
area pengemasan, kantin, area teknik mesin, gudang bahan mudah terbakar,
gudang bahan limbah dan sarana pengolahan limbah. Rinciannya adalah:
bangunan kantor 1.295 m2, bangunan pabrik yang terdiri dari bagian pemastian
mutu 247 m2, produksi 1.548 m2, gudang 2.420 m2, sarana penunjang 833 m2,
parkir 1.939 m2, taman 14.302 m2 dan area sisa 87 m2.
30

BAB IV
KEGIATAN PKL DI PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) DAN
PT. ABBOT INDONESIA

1. PT. PRADJA PHARIN (PRAFA)


Praktek Kerja Lapangan (PKL) Universitas Pancasila dilaksanakan pada tanggal
25 Juni 2014 di PT. Pradja Pharin (Prafa) pukul 14.00-16.30. Kegiatan PKL meliputi:
plant tour ke semua bagian departemen di PT. Pradja Pharin (Prafa) untuk menambah
wawasan pengetahuan mengenai ruang lingkup industri farmasi. Yaitu yang terdiri
dari :
A. LOGISTIC DEPARTEMEN
Logistic Departemen merupakan departemen yang merencanakan dan
mengendalikan produksi, menangani penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran
bahan baku, bahan kemas dan obat jadi (Finished Good). Departemen ini
dipimpin oleh seorang manager yang membawahi 3 bagian, yaitu PAC
(Production Activity and Control), Warehouse yang membawahi : Dispensary,
Raw Material dan Packaging Material warehouse serta Gudang Obat Jadi (Finish
Good), masing-masing bagian dipimpin oleh seorang Supervisor kecuali bagian
PAC. Struktur organisasi Logistic Departemen dapat dilihat pada lampiran 2.
1. PAC (Production Activity and Control)
PAC merupakan salah satu bagian dari Logistic Departemen berfungsi
sebagai penghubung antara PPIC dengan bagian produksi. PAC tidak dibawah
PPIC tetapi termasuk dalam Logistic Departemen yang memiliki tugas dan
fungsi untuk merencanakan dan mengendalikan jalannya proses produksi
selama periode tertentu. PAC terdiri dari Production Scheduling, Toll
Manufacturing Planning, Purchasing Order (PO) Releasing.
31

2. Gudang (Warehouse)
Warehouse dipimpin oleh seorang supervisor yang membawahi Raw Material
Warehouse, Packaging Material Warehouse, Central Dispensary, Inventory
Warehouse. Tugas dan tanggung jawab gudang (Warehouse) adalah sebagai
berikut :
a. Menerima, menyimpan dan mengeluarkan produk serta mengelola semua
inventaris yang meliputi bahan baku (Raw Material), bahan
kemas(Packaging Material) dan Finished Good.
b. Menjaga kualitas dan kuantitas bahan baku (Raw Material), bahan kemas
(Packaging Material) dan Finished Good di dalam gudang sesuai dengan
persyaratan dan ketentuan dari CPOB.
c. Memonitoring keakuratan stok bahan baku (Raw Material), bahan kemas
(Packaging Material) dan Finished Good.
Prosedur Penerimaan Barang di Gudang
Penerimaan barang berupa Raw Material (bahan baku) ataupun Packaging
Material (bahan kemas) dari supplier. Supplier akan membawa barang yang
dipesan beserta dengan surat jalan dan Certificate Of Analysis (COA) dari
barang-barang tersebut sesuai dengan PO (Purchasing Order) ke gudang. Petugas
gudang mengecek barang berdasarkan surat jalan, meliputi : no. order pesan, no.
batch, nama dan jumlah barang, jadwal pemesanan dan kedatangan.
Pada saat barang diterima dari supplier, petugas gudang melakukan beberapa
inspeksi, yaitu :
a. Inspeksi terhadap truck menggunakan list truck, meliputi :
b. Pengecekan barang yang dikirim, meliputi :
Penyimpanan Barang
Penyimpanan barang harus mengikuti prosedur persyaratan kondisi sesuai
dengan List Of Approved Supplier terutama suhu penyimpanannya yang harus
diperhatikan karena berhubungan dengan stabilitas bahan, sehingga kualitas
32

bahan dapat terjamin. Berdasarkan suhu ruangan, gudang dibagi menjadi


beberapa area, yaitu Cool storage area, AC area dan non AC area.
Semua barang yang disimpan di gudang memiliki status, baik karantina,
Release maupun Reject. Untuk barang yang Reject ditempatkan diruangan khusus
dan dalam keadaan terkunci, sedangkan barang yang sudah Release dari QA
ditempatkan dilokasi yang telah tersedia dan pada bincard barang tersebut ditulis
lokasinya untuk memudahkan dalam pencarian barang. Untuk mengecek
kesesuaian jumlah fisik barang yang terdapat di gudang dengan jumlah barang
yang terdapat dalam sistem EXACT, maka dilakukan weekly random stock
taking. Hal ini dilakukan pada semua bahan baku, bahan kemas dan obat jadi
yang berada pada Logistic Department.
Pengeluaran Barang
Pengeluaran bahan baku dan bahan kemas dari gudang berdasarkan PRO dan
BPR serta berdasarkan sistem FEFO untuk bahan baku dan FIFO untuk bahan
kemas. Setelah barang keluar, dilakukan pemotongan barang dari sistem EXACT,
yang disebut dengan PI (Production Issue). PI dilakukan setelah penimbangan
dengan mengacu pada BPR (Batch Production Rrcord) untuk bahan baku dan
untuk bahan kemas dilakukan setelah dikirim atau diterima oleh bagian
pengemasan/ bagian produksi.
Prinsip pengeluaran obat jadi hampir sama dengan gudang bahan baku atau
bahan kemas, namun yang membedakan adalah dokumennya.
Tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk menjaga kualitas barang
adalah sebagai berikut :
a. Melakukan pengecekan saat penerimaan barang.
b. Paletisasi
c. Storage system.
d. Penerapan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First
Out).
e. Rejected Material Handling
33

Tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk menjaga kuantitas barang adalah


sebagai berikut :
a. Menjaga ketepatan jumlah barang antara stock card pada sistem EXACT
b. Rekonsiliasi dengan produksi.
c. Inventory record Accuracy (IRA)
d. Rendom Stock Taking
e. Update Bincard (kartu stock). Setiap pemasukan dan pengeluaran Inventory
harus dicatat di Bincard.
Pembagian gudang/ warehouse adalah sebagai berikut :
1) Gudang Bahan Baku (Raw Material Warehouse) Prafa
Gudang bahan baku PT. Prafa terdiri dari :
a) Cool storage area
Ruangan dengan suhu 2-8oC, untuk menyimpan bahan-bahan yang
higroskopis pada suhu kamar.
b) AC area
Ruangan dengan suhu ≤ 25oC dan kelembaban ≤ 65 %, untuk
menyimpan bahan-bahan yang tidak stabil pada suhu > 25 oC.
c) Non AC area
Ruangan dengan suhu kamar, untuk menyimpan bahan-bahan yang
stabil pada ruangan non AC atau suhu kamar.
d) Ruang administrasi
Untuk mengontrol kegiatan yang dilakukan di gudang.
Gudang bahan baku PT. Prafa dibagi menjadi 3 bagian yakni: non
betalaktam, betalaktam dan sefalosporin, dimana untuk ketiga gudang
tersebut berada di tempat yang berbeda dan terpisah secara sempurna.
2) Gudang Bahan Kemas (Packaging Material Warehouse) Prafa
Gudang bahan kemas merupakan tempat untuk menyimpan semua bahan
yang digunakan pada proses pengemasan untuk menghasilkan produk
jadi.
34

Gudang bahan kemas PT. Prafa terdiri dari :


a) Ruang AC : untuk menyimpan alufoil dan label.
b) Ruang non AC : untuk menyimpan leaflet, botol, ampul, vial, rubber
stopper dan box.
3) Gudang Bahan Kemas dan Bahan Baku P&G
4) Gudang umum / Non inventory warehouse
Gudang umum menyimpan barang-barang non inventory seperti barang
teknik (kabel, sparepart mesin, perkakas), peralatan kantor (kertas, kapas,
tisu dan alat tulis) dan peralatan umum.
5) Gudang api
Gudang yang digunakan unyuk menyimpan bahan-bahan yang mudah
terbakar.
Dispensary
Dispensary merupakan bagian yang melakukan penimbangan berdasarkan jadwal
penimbangan yang disesuaikan dengan jadwal produksi. Dokumen-dokumen
dalam penimbangan meliputi:
a. Picking List (PL)
b. Production Issue (PI)
b. Batch Production Record (BPR)
c. Label penimbangan
Sebelum penimbangan dilakukan, harus terdapat label bersih terhadap alat
yang ditempel pada setiap alat timbang, label tersebut berisi nama alat, nama
operator yang membersihkan alat tersebut, tanggal serta jam mulai dan selesai
dilakukan pembersihan, nama produk yang terakhir diproduksi dan no batch
produk tersebut, lalu diperiksa dan dinyatakan bersih oleh Supervisor atau
Section Head pada tanggal berapa, untuk digunakan untuk produk apa dan
selanjutnya diparaf.
Ruang penimbangan merupakan grey area, sehingga operator yang
melakukan penimbangan harus menggunakan pakaian kerja dan perlengkapan
safety yang sesuai dengan ketentuan.
35

3. Gudang Obat Jadi (Finished Good Warehouse)


Untuk penerimaan obat jadi, dokumen yang harus ada adalah PHP
(Pengiriman Hasil Produksi) dari bagian produksi dan PRL yang dibuat
berdasarkan PO dari distributor. Gudang obat jadi memiliki fasilitas ruangan
sebagai berikut :
a. AC area : Ruangan dengan suhu ≤ 25oC dan kelembaban
≤ 75 %, digunakan untuk obat yang harus disimpan
pada suhu tersebut.
b. Cool storage area : Ruangan dengan suhu 2-15oC, digunakan
untuk menyimpan obat injeksi.
c. Non AC area : Ruangan dengan suhu kamar, digunakan untuk
menyimpan obat yang stabil pada suhu kamar
d. Quarantine area : Ruangan untuk menyimpan obat yang masih dalam
pemeriksaan QC, terutama untuk obat-obat kembalian
dari distributor
B. Production Departement
Struktur organisasinya dapat dilihat pada Lampiran 4.
Proses produksi dimulai dengan adanya production planning yang dikeluarkan
oleh PAC. Production planning ini diberikan pada plant manager dan production
manager. Berdasarkan production planning selanjutnya bagian produksi membuat
production scheduling (jadwal produksi). Selanjutnya bagian produksi akan
mendapat surat perintah produksi dari PAC dalam bentuk Production Order (PRO)
dan bagian gudang akan menerima Batch Production Record (BPR). Kemudian
bagian gudang maka akan memberikan PI (Production Issue) dan BPR (Batch
Production Record) ke bagian produksi. Setelah menerima PI (Material Issue) dan
BPR (Batch Production Record) maka produksi dapat dilakukan dengan mengacu
pada Batch Production Record (BPR). Alur proses produksi dapat dilihat pada
lampiran 10.
36

1. GP Solid
Kegiatan yang dilakukan pada bagian GP solid meliputi pencampuran,
pencetakan/pengisian kapsul, penyalutan dan primary packaging (striping dan
blistering). Proses produksi GP solid melalui dua metode yaitu granulasi basah
dan granulasi kering. Metode granulasi basah terbagi dua cara, yaitu pengadukan
basah (Lampiran 5) dan sistem spraying (Lampiran 6), sedangkan metode
granulasi kering (Lampiran 7) hanya dilakukan pada sebagian kecil proses
produksi saja.
Proses produksi dengan metode granulasi basah (pengadukan basah) diawali
dengan pembuatan binder. Selanjutnya dilakukan pencampuran zat aktif dan
bahan pengisi menggunakan mixer hingga homogen. Setelah campuran homogen,
ditambahkan binder hingga terbentuk masa kompak. Selanjutnya dimasukan
kedalam ayakan dengan mesh tertentu. Hasil ayakan tersebut dikeringkan
menggunakan Fluid Bed Dryer (FBD). Saat pengeringan dilakukan kontrol
terhadap Loss On Drying (LOD). Jika LOD serbuk sudah memenuhi syarat
selanjutnya dilakukan granulasi kering dan diayak dengan menggunakan mesh
tertentu. Selanjutnya dilakukan pencampuran akhir. Pada tahap ini dicampurkan
glidan, disintegran, dan lubricant hingga homogen. Pada tahap ini QC akan
mengambil sampel untuk pemeriksaan homogenitas kadar. Setelah granul
mendapat release dari QC, kemudian dilakukan proses pencetakan. Pada proses
pencetakan dilakukan IPC oleh bagian produksi yang meliputi : Appearance /
tampilan, bobot rata-rata, variasi bobot, ketebalan, waktu hancur, kekerasan,
keregasan, dan diameter tablet. Selanjutnya QC akan melakukan pemeriksaan
kandungan kadar, disolusi (jika diperlukan), angka kuman (jika diperlukan) dan
content uniformity (Jika diperlukan)
Apabila tablet tersebut adalah tablet salut maka dilakukan proses coating
(sugar coating atau film coating). Tahapan coating yang dilakukan meliputi seal
coating, sub coating, smoothing/coloring, dan polishing. Kemudian dilakukan
pengemasan primer (blistering/stripping). Selama proses blistering/stripping
37

dilakukan pemeriksaan secara visual meliputi: tampilan hasil stripping,


penandaan (nomor batch, ED , MFG dan HET) dan uji kebocoran.
Selain dengan metode granulasi basah, proses produksi dilakukan dengan
cara granulasi kering. Proses produksi dengan granulasi kering dilakukan dengan
cara mencampur bahan-bahan yang digunakan. Tahap selanjutnya dilakukan
granulasi kering dan diayak dengan mesh tertentu. Setelah itu, dilakukan
pencampuran akhir dan pencetakan. Proses pengemasan primer dan pengujian
yang dilakukan sama seperti metode granulasi basah.
Untuk produk-produk yang bersifat higroskopis seperti sediaan effervecent,
Degirol, dan Vicee, proses produksinya dilakukan di low humidity area, dengan
RH kurang dari 30% dan suhu kurang dari 25 oC. Produk-produk yang telah
dikemas primer kemudian dikirim ke bagian pengemasan sentral dengan
menggunakan dokuman pengiriman hasil produksi (PHP).
2. Produksi Sediaan Sterile Liquid Injection
Bagian produksi Sterile Liquid Injection (steril non betalaktam) menangani
produksi sediaan injeksi kering dan sediaan injeksi cair (ampul, vial dan infus).
Parameter dari ruang steril yaitu :
a. Dinding rata, mudah dibersihkan
b. Lantainya epoksi
c. Semua komponen mesin Stainless Steel
d. Kondisi ruangan : suhu dan RH
e. LAF (Laminar Air Flow) ,HEPA filter
f. Ruang filling harus ada LAF (Laminar Air Flow)
g. Sanitasi dilakukan setiap hari.
h. Desinfektan disemprot pada jam istirahat dan jam pulang.
Proses pembuatan produk steril dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
sterilisasi akhir dan teknik aseptik. Untuk bahan aktif yang tidak tahan panas
dapat dilakukan dengan teknik aseptik sedangkan bahan aktif yang tahan panas
dilakukan dengan sterilisasi akhir. Proses pengisian untuk teknik aseptik dan non
38

aseptik dilakukan pada ruangan kelas A dibawah LAF (Laminar Air Flow)
sedangkan untuk produk sterilisasi akhir juga dilakukan pada ruangan kelas B.
Pada bagian produksi steril dilakukan bubble point test terhadap filter yang
akan digunakan untuk menyaring larutan dalam proses produksi. Langkah-
langkah yang dilakukan dalam bubble point test adalah cartridge filter dipasang
secara aseptis pada housing filter kemudian larutan dialirkan pada filter tersebut
dengan tekanan tertentu kemudian dilakukan pengamatan terhadap tekanan yang
diperlukan oleh larutan untuk melewati filter tersebut. Setelah dilakukan bubble
point test, sediaan siap dimasukkan ke dalam kemasan primer setelah disaring
menggunakan filter yang telah ditest tersebut. Setelah filling, cartridge filter di tes
ulang untuk mengetahui kondisi cartridge filter tersebut setelah digunakan.
Proses pengisian sediaan dry injection dilakukan di dalam filling cabinet dan
di dalam ruangan steril. Dilakukan proses sealing cap, proses selanjutnya adalah
inspeksi atau kontrol terhadap kejernihan larutan dan adanya partikel-partikel
pengotor, serat, pecahan kaca dan yang lainnya (seal cap rusak, mulut vial pecah,
dan vial yang kotor). Setelah itu produk dikarantina kembali di dalam ruang
karantina injeksi untuk menunggu released dari QC (dilakukan uji sterilitas
selama 14 hari) sebelum dikirim ke bagian pengemasan central. Alur produksi
steril dengan teknik sterilisasi akhir dapat dilihat di Lampiran 14 dan Alur
produksi steril dengan teknik aseptis dapat dilihat di Lampiran 15.
3. Produksi Sediaan Betalaktam dan Sefalosporin
Sediaan yang diproduksi oleh bagian produksi betalaktam dan sefalosporin
adalah sediaan dry injection, tablet, kapsul dan dry syrup. Setiap karyawan yang
akan meninggalkan bangunan tersebut diharuskan mandi terlebih dahulu sebelum
keluar. Pencegahan kontaminasi ini, dimaksudkan untuk menghindari terpaparnya
individu yang alergi terhadap produk betalaktam dan sefalosporin, sehingga dapat
menyebabkan syok anafilaksis yang berujung pada kematian.
Pada produksi injeksi kering tidak ada proses pencampuran namun langsung
pengisian produk pada vial setelah sebelumnya dilakukan uji potensi antibiotik
terlebih dahulu. Setelah itu dilanjutkan dengan proses sealing cap dan dilakukan
39

inspeksi fisik sediaan dan wadah serta proses pemeriksaan QC. Karantina
dilakukan selama 14 hari terhadap produk jadi yang sedang dalam pengawasan
QC.
Proses filling dry injection sefalosporin menggunakan mesin automatic line
macofar (Romaco). Mesin ini terdiri dari mesin untuk pencucian vial hingga
pengemasan primer. Bagian pencucian vial dan oven berada di grey area
sedangkan bagian filling berada di white area. Prinsip kerja dari mesin ini adalah
vial dicuci secara otomatis menggunakan HPW (Hot Purified Water) dan angin.
Kemudian disterilisasi menggunakan oven. Setelah steril, vial dimasukkan ke
dalam cooling chamber. Setelah vial dingin selanjutnya vial akan masuk ke
filling room dalam white area yang dilengkapi dengan HEPA filter dan LAF.
Dalam filling room ini,zat aktif akan dimasukkan dalam vial dan dilakukan
sealing cap pada vial secara otomatis. Selanjutnya produk diinspeksi kemudian
dikirim ke bagian kemas sefalosporin untuk dilakukan pengemasan sekunder.
Pada proses produksi solid betalaktam tidak menggunakan proses granulasi basah
tetapi granulasi kering dan cetak langsung.
4. Central Packaging (Pengemasan Sentral)
Pengemasan adalah tahap akhir proses produksi. Ada dua tahap pengemasan,
yaitu :
a. Pengemasan primer
Yaitu pengemasan yang berhubungan langsung dengan produk.
b. Pengemasan sekunder
Pengemasan yang tidak berhubungan langsung dengan produk. Yang
termasuk dalam kemasan sekunder adalah kemasan dus dan master box.
Seluruh produk yang telah dikemas primer dikirim ke Central Packaging
untuk selanjutnya dilakukan pengemasan sekunder.
Pada bagian pengemasan sentral terdapat dua kegiatan utama yang dilakukan,
yaitu :
a. Proses persiapan : Batching / Coding dan folding.
b. Proses pengemasan : Pengemasan box dan master box.
40

Sebelum dilakukan pengemasan sekunder, dilakukan sortir untuk


memisahkan produk yang tidak memenuhi syarat/mengalami kebocoran. Produk
yang tidak memenuhi syarat dicatat dan dilaporkan ke supervisor bagian
pengemasan, kemudian dikembalikan ke bagian pengemasan primer untuk
dikemas primer ulang. Produk yang memenuhi syarat dikemas sesuai kemasan
yang ditentukan.
Pada saat pengemasan, dilakukan IPC setiap satu jam sekali, sedangkan
inspeksi oleh QA dilakukan sebelum masuk karton. Setelah itu dilakukan
penimbangan menggunakan alat timbang yang sebelumnya telah diverifikasi
terlebih dahulu sesuai dengan SOP penimbangan. Sebelum menimbang seluruh
produk, operator mengambil 10 box produk untuk standar penimbangan bobot per
box. Dari hasil penimbangan tersebut dapat ditentukan bobot box maksimum dan
minimum sebagai standard penimbangan produk dalam kemasan box.
Produk yang telah dikemas dalam primary box diinspeksi dengan cara
ditimbang. Setelah released kemudian produk dimasukan kedalam master box
dan dilakukan inspeksi internal master box dengan cara menimbang. Pada saat
penimbangan master box harus urut karena dikhawatirkan terjadi ketidaksesuaian
data dan penimbangan master box, penyimpangan berat dalam master box tidak
boleh lebih dari setengah berat unit box. Setelah penimbangan master box selesai,
bagian pengemasan sekunder akan membuat dokumen PHP dan diserahkan
kebagian gudang obat jadi dengan status karantina dengan penandaan label
karantina yang ditempel pada setiap susunan master box pada pallet. Alur
pengemasan sentral dapat dilihat pada Lampiran 16.

5. P&G
Kegiatan kegiatan produksi P&G terpisah dari produksi PT. Prafa karena kegiatan
produksinya yang besar. Secara umum ada 3 produk yang diproduksi oleh P&G,
yaitu :
41

a. Vicks Formula 44, ada tiga varian yaitu formula 44 dewasa, anak-anak, dan
DT (day time). Masing-masing terdapat dalam kemasan botol (ukuran 27 ml,
54 ml, dan 100 ml) dan dalam kemasan sachet (ukuran 7ml) hanya untuk DT.
b. Vicks Vaporub dalam kemasan 10 gram, 25 gram dan 50 gram.
c. Vicks Inhaler.
Proses produksi di line P&G menggunakan sistem automatic line yaitu proses
pembuatan produk mulai dari bahan awal, pengisian, pengemasan primer dan
sekunder, tidak terputus.
Selama proses produksi dilakukan In Process Control pada produk ruahan
dan produk jadi oleh bagian produksi P&G dan QC. Untuk produk jadi sediaan
sirup dilakukan pengujian terhadap kebocoran tutup botol sirup dan mengukur
volume sirup dalam sediaan botol dan kebocoran sachet untuk sediaan sachet.
Untuk pengujian kebocoran tutup botol sirup dilakukan setiap 1 jam sekali
sedangkan uji uji kebocoran sachet dilakukan setiap 15 menit. Uji yang dilakukan
untuk sediaan Vicks Vaporub menggunakan piknometer dan kromatografi gas.
Sedangkan untuk sediaan inhaler selama proses produksi dilakukan In Process
Control yang dilakukan menggunakan system komputer “Quality Window” yang
dilakukan pengecekan terhadap beberapa parameter yang telah ditentukan setiap
15 menit.
C. R&D (Research and Development)
R&D (Research and Development) adalah suatu departemen yang tugas utamanya
mengembangkan formula produk baru, reformulasi dan mengembangkan produk
lisensi. Departemen ini menangani pengembangan produk dari PT. Medifarma
Laboratories, Darya-Varia Lab. Tbk dan PT. Pradja Pharin. Departemen ini berlokasi
di pabrik Prafa dan struktur organisasi dari RnD dapat dilihat pada Lampiran 17.
Aktifitas R&D meliputi :
1. Mengembangkan formulasi produk baru
2. Mengembangkan produk “Existing”
3. Evaluasi bahan baku alternatif
42

Pengembangan formula yang dilakukan oleh departemen ini dimulai dari bahan
baku yang akan digunakan, formulasi hingga kemasan primer. Alur pengembangan
produk baru dapat dilihat di Lampiran 18.
D. Quality Operation Department
QA bertugas untuk memastikan kualitas dari produk, mengontrol hasil analisa
released yang dilakukan QC dan memeriksa kelengkapan dokumen sehingga produk
dapat dipasarkan. QC bertugas untuk melakukan kontrol kualitas mulai dari bahan
baku dan kemasan dari supplier, kualitas bulk material dan kualitas produk selama
proses hingga menjadi produk jadi.
Bagian-bagian yang terdapat pada Quality Operation Departemen :
1. Quality Control Department
Tugas QC :
a. Pemeriksaan bahan baku dan bahan kemas.
b. Sampel pertinggal.
c. Pembuatan spesifikasi dan metode pemeriksaan.
d. Pengelolaan reference standard.
e. Pemeriksaan produk antara, produk ruahan, dan obat jadi.
f. Pemeriksaan stabilitas.
g. Kalibrasi alat laboratorium.
h. Pengelolaan pengambilan sampel.
i. Statistical Process Control dan Statistical Quality Control.
j. Penanganan penyimpangan hasil pemeriksaan.
k. Pemantauan lingkungan.
l. Pemeriksaan In process Control (IPC).
Pembagian QC Departement
a. Bagian Kimia.
Bagian QC kimia memiliki panduan kerja berupa :
1) SOP General (mengatur cara bekerja di laboratorium, safety, pencatatan
data, dan perlakuan sampel)
43

2) SOP SP & PA (Spesifikasi Produk dan Prosedur Analisa), yang meliputi


parameter-parameter dari tes terhadap bahan baku dan finished product
dan metode analisa uji yang digunakan.
3) SOP untuk penggunaan dan kalibrasi alat atau instrument.
Pemeriksaan kimia bahan baku dilakukan untuk memastikan bahwa bahan
baku yang dikirim oleh supplier sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan
dan RMAR (Raw Material Analitycal Report) pada saat pemesanan.
Pemeriksaan masing-masing bahan baku telah ditentukan spesifikasinya
dalam SRM & PA (Spesifikasi Raw Material dan Prosedur Analisa)
pemeriksaan bahan baku, meliputi pemeriksaan :
1. Bahan padat, antara lain : pemeriksaan kadar (assay), identifikasi,
impurities (cemaran), pH, titik lebur, kadar air, dan susut pengeringan.
2. Bahan cair, antara lain : pemeriksaan viskositas, berat jenis dan pH.
3. Pemeriksaan cangkang kapsul meliputi bobot, panjang kapsul,
diameter kapsul, PH dan waktu hancur.
Bagian ini juga melakukan pemeriksaan air yang digunakan untuk
produksi, seperti PW dan WFI secara harian. Pemeriksaan yang dilakukan
antara lain meliputi pemeriksaan konduktivitas, kandungan klor, pH dan
jumlah bakteri.
b. Bagian Mikrobiologi
Bagian ini bertanggung jawab terhadap berbagai macam pemeriksaan
mikrobiologi. Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan terhadap raw material,
packaging material, produk tablet, produk steril, point user HPW dan WFI,
wadah steril, dan lingkungan. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
pemeriksaan potensi antibiotik, angka kuman, sterilitas, bioburden dan
endotoksin test.
Bagian ini bertanggung jawab juga terhadap monitoring sanitasi ruangan
produksi, seragam kerja karyawan bagian steril, dan fasilitas Laminar Air
Flow (LAF). Selain itu bagian mikrobiologi juga melakukan pemeriksaan
44

mikrobiologi terhadap proses validasi media fill pada proses pengolahan dan
pengisian aseptis.
Ruangan di bagian mikrobiologi dibagi menjadi 6 ruangan, yaitu :
1. Ruang TPC (Total Plate Count), ruangan ini memiliki LAF dengan sistem
blower yang aliran udaranya horizontal. Ruang ini berfungsi untuk
menghitung angka kuman.
2. Ruang potensi, merupakan ruang untuk menguji potensi antibiotik dan
growth promotion test. LAF di ruang ini memiliki sistem udara vertical.
3. Ruang steril, merupakan ruang yang dikondisikan sama seperti ruang
produksi steril, digunakan untuk uji sterilitas.
4. Ruang preparasi media, merupakan ruang pembuatan media pertumbuhan
mikroba yang akan digunakan untuk mengembangkan bakteri pada uji
potensi.
5. Ruang inkubasi.
6. Ruang pencucian.
Setiap media dikontrol dengan uji kelayakan media (Growth Promotion
Test), pH dan sterilitas dengan tujuan untuk mengetahui dan membuktikan
bahwa media yang digunakan benar-benar merupakan media pertumbuhan
yang baik untuk mikroba. Uji endotoksin dilakukan untuk sedian injeksi
dengan menggunakan LAL test yang terdapat dalam USP.
c. Bagian In Process Control and Packaging Material
Pemeriksaan yang dilakukan untuk sediaan padat adalah pemeriksaan
keseragaman bobot, ketebalan, diameter, waktu hancur, kekerasan, friabilitas,
dan uji kebocoran. IPC juga melakukan pemeriksaan obat jadi meliputi
coding, jumlah isi, dan keadaan kemasan. Seluruh hasil pemeriksaan tersebut
harus didokumentasikan. Kegiatan rutin lainnya adalah line clearence setiap
produksi akan dimulai. Upaya ini bertujuan untuk memastikan bahwa
seluruh peralatan telah siap, bahan baku obat telah benar baik jenis maupun
jumlahnya. Serta memastikan ruang produksi telah siap digunakan (sesuai
45

persyaratan ruangan dan telah bersih dari bahan-bahan lain yang digunakan
pada proses sebelumnya).
2. Quality Assurance Department
Tugas dari QA :
a. Menciptakan sistem panduan mutu.
b. Pengembangan manajemen kualitas.
c. Kontrol dokumen.
d. Training GMP.
e. Menangani program kalibrasi.
f. Mengkoordinasi program kualifikasi dan validasi.
g. Audit pemasok internal dan eksternal.
h. Penanganan keluhan pelanggan.
i. Penanganan penyimpangan batch.
j. Pengendalian perubahan.
k. Penanganan penarikan kembali obat jadi.
l. Pengawasan dalam distribusi obat.
m. Releasing obat jadi.
Pembagian QC Departement
a. Quality Compliance
QA Compliance dipimpin oleh seorang Section Head. Bagian ini mempunyai
tugas antara lain :
1) DCC (Document Control Centre)
Tugas dari DCC adalah memastikan semua dokumen yang beredar di
PT.PRAFA merupakan dokumen terbaru (up to date). DCC mempunyai
tugas mengelola SOP, master batch record, master list, spesifikasi dan
prosedur analisa, dokumen registrasi, laporan penyimpangan mutu dan
dokumentasi pengendalian perubahan (change control), produk yang telah
dinyatakan released.
2) GMP Training
46

GMP Training khusus menangani penerapan GMP di PT. PRAFA. GMP


Training terdiri dari cassual packing, kritikial/ permanen, annual GMP
dan training yang terkait dengan pekerjaannya.
3) Audit
Audit atau inspeksi diri dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi
efektivitas dan penerapan sistem Pemastian mutu/ QA.
4) Registrasi
b. QA Integrity
QA Integrity dipimpin oleh seorang Section Head. Bagian ini mempunyai
tugas antara lain :
a. Change Control
Tugas dan tanggung jawab, yaitu :
1) Melaksanakan pekerjaan administrative untuk change control dan
Quality Deviation Report (QDR)
2) Membantu distribusi dokumen change control dan QDR
3) Melakukan perjaan administrative untuk Quality Assurance
b. Complain Consumen
Bagian ini mempunyai tugas untuk menginvestigasi, membuat laporan
mengenai segala keluhan dari semua pihak (supplier, konsumen, dsb).
c. Releasing Batch , Retained Document and Retained Sample
Tugas dan tanggung jawab, yaitu :
1) Melakukan prosedur pelulusan atau releasing produk sesuai SOP
yang berlaku dan dilaksanakan tepat waktu
2) Melakukan pencatatan data penerimaan dokumen, release produk
dan kesalahan dokumentasi pada data based
3) Melakukan pengawasan penyimpanan batch record dan sampel
pertinggal
d. Annual Product Review (APR)
Bagian APR mempunyai tugas mereview produk selama satu tahun
e. Recall
47

Bagian ini mempunyai tugas untuk menguji seberapa bagus sistem


pendistribusian yang dilakukan distributor
c. QA Validation and Calibration
Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai
bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau
mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan
senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Sedangkan kalibrasi adalah
membandingkan satu nilai dari alat ukur dengan nilai lain yang lebih tinggi
tingkat akurasinya (standar) yang tertelusur ke nilai satuan internasional.
Validasi yang dilakukan di PT.Prafa meliputi:
1) Kualifikasi
Kualifikasi dilakukan pada semua alat, mesin/ instrument, serta bangunan
yang ada di PT.Prafa. Kualifikasi tidak hanya dilakukan terhadap mesin/
alat baru saja tetapi dapat juga dilakukan kualifikasi ulang mesin/ alat
lama.
2) Validasi Metode Analisis
3) Validasi Proses .
4) Validasi Pengemasan
Validasi pengemasan dilakukan pada kemas primer atau kemas sekunder
yang dapat divalidasi seperti kemas sekunder yang memakai mesin.
5) Validasi Pembersihan dan Sanitasi
Validasi ini harus menjamin bahwa sisa produk dibersihkan dengan tuntas
dan sanitasi tersebut mampu mencegah kontaminasi mikroba.
6) Validasi Sistem Komputerisasi
7) Validasi Proses Pengisian Aseptik (media fill)
Validasi media fill merupakan validasi proses simulasi untuk menjamin
jalur produksi benar-benar aseptis.
E. Human Resource and General Service (HRGS) Department
Struktur organisasi HRGS Department (dapat dilihat pada Lampiran 14). Manager
HRGS bertugas untuk memimpin, mangarahkan, mengevaluasi dan mengembangkan
48

suatu tim yang terdiri dari suatu staf-staf untuk memastikan manajemen dokumentasi
ketenaga kerjaan, proses dan kegiatan administrasi lainnya telah sempurna dan
berjalan sesuai perencanaan. HRGS Departement memiliki dua tugas pokok, yaitu
berfokus pada internal perusahaan (karyawan) dan eksternal perusahaan (pemerintah
atau lingkungan masyarakat). HRGS Departemen dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Personnel Affairs (personalia)
2. General Affairs (umum)
3. Safety, Health and Environment (SHE)
SHE merupakan salah satu bagian dari PGA departemen yang bertanggung
jawab untuk mengelola semua aspek yang berkaitan dengan kesehatan dan
keselamatan kerja karyawan serta lingkungan di dalam dan di sekitar area
industri di PT. Prafa termasuk limbah yang dihasilkan pabrik agar tidak
mencemari lingkungan sekitarnya.
Training sangat dibutuhkan dalam rangka mengembangkan keterampilan (skill),
pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude) yang relevan dengan pekerjaan.
Program training di PT.PRAFA terdiri dari tiga macam, yaitu :
a. Training wajib
b. Training Khusus
c. Training Tambahan
Pengolahan Limbah
Pengelolaan limbah di PT. Prafa merupakan tanggung jawab PGA Departemen
yang dikelola oleh bagian SHE yang dibantu oleh TS department dan QA
department. Limbah yang dihasilkan PT. Prafa ditangani dengan cara yang
berbeda-beda tergantung jenis dan sifat bahannya.
1) Limbah padat
Limbah padat berasal dari debu hasil proses produksi, sampah sisa
kemasan, sampah dari lingkungan pabrik, produk reject dan obat yang telah
kadaluarsa. Limbah padat yang masih dapat dimanfaatkan serta memiliki
nilai jual dikumpulkan di gudang khusus, kemudian dijual akan barang-
barang tersebut dimanfaatkan atau digunakan kembali (reuse) dan didaur
49

ulang (recycle) dengan syarat produk yang mengandung identitas Prafa


harus dirusak terlebih dahulu. Untuk limbah padat yang berbahaya seperti
produk reject yang mengandung psikotropik, betalaktam, sefalosporin dan
bahan berbahaya lain dipisahkan dari limbah padat lain dan dikirim ke PPLI
(Perusahaan Pengolahan Limbah Indonesia).
2) Limbah cair
Limbah cair berasal dari proses produksi, pencucian peralatan produksi,
limbah laboratorium dan buangan lainnya seperti limbah proses pembuatan
aqua demineralisata, limbah pencucian pakaian kerja, limbah proses
Betalaktam, limbah dari laboratorium dan sumber limbah lainnnya. Semua
limbah cair tersebut akan di tampung di bak ekualisasi, kecuali untuk
limbah cair sefalosporin dan beta-laktam harus mendapatkan perlakuan
terlebih dahulu dengan cara didestruksi dengan NaOH dan diaduk yang
berguna untuk memecahkan rantai beta-laktam kemudian dicek dengan pH
indikator sehingga antibiotik menjadi inaktif. Kemudian dinetralkan dengan
penambahan HCl. Proses desruksi limbah beta laktam dan sefalosporin
(dapat dilihat pada Lampiran 17).
Terhadap air hasil limbah dilakukan pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan
parameter:
a. Fisika : suhu, warna, bau, kekeruhan.
b. Kimia : pH, kandungan fenol, N-total, Total Dissolved Solid
(TDS), Biologycal Oxigen Demand (BOD) dan Chemical M
Oxygen Demand (COD) serta Dissolved Oxygen (DO).
. Proses pengolahan limbah non beta laktam (dapat dilihat pada Lampiran 18).

2. PT. ABBOTT INDONESIA


Praktek Kerja Lapangan (PKL) Universitas Pancasila dilaksanakan pada tanggal
25 Juni 2014 di PT. Abbott Indonesia pukul 9.00 s/d 12.00. Kegiatan PKL
meliputi: plant tour ke semua bagian departemen di PT. Abbott Indonesia untuk
50

menambah wawasan pengetahuan mengenai ruang lingkup industri farmasi.


Yaitu yang terdiri dari :
A. MANUFACTURING DEPARTMENT
Manufacturing Departement dipimpin oleh seorang Direktur dan membawahi
Departemen Material Management, Departemen Produksi, Departemen
Engineering, Departemen Technical Service, Departemen Environmental,
Health, Safety and Energy.
a. Departemen Produksi
Bagian produksi bertugas melakukan proses pembuatan obat agar
senantiasa di hasilkan produk-produk bermutu tinggi yang memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan oleh Abbott Internasional dengan
menerapkan prinsip-prinsip CPOB.
Manager produksi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh 3 orang
supervisor, yaitu 1 orang bertanggung jawab terhadap proses produksi
produk solid (Solid Product Supervisor), orang bertanggung jawab
terhadap proses produksi liquid (Liquid Product Supervisor) dan 1 orang
yang bertanggung jawab terhadap proses pengemasaan (Finishing
Supervisor).
1) Manufacturing Process
Bagian produksi melaksanakan kegiatan produksi berdasarkan surat
perintah produksi/MO ( Manufacturing order). Setelah itu bahan baku
yang akan digunakan ditimbang oleh bagian gudang. Bagian produksi
yang telah menerima bahan baku dari gudang harus menimbang ulang
bahan baku tersebut agar sesuai dengan MO. Jika telah sesuai maka
proses produksi dapat dilakukan. PT. Abbott Indonesia memproduksi 2
macam sediaan, yaitu sediaan solid dan liquid.
i . Bagian produksi sediaan solid
Proses pembuatan tablet meliputi :
(1)`Pencampuran
51

Dilakukan menggunakan mesin pengaduk, sehingga dihasilkan


campuran yang homogen dengan alat DoubleCone Blender atau
Drum blender. Setelah itu dilakukan proses granulasi.
(2) Granulasi
Dilakukan dengan cara basah atau kering,tergantung sifat bahan
aktif dan petunjuk pembuatannya. Pada granulasi basah, campuran
bahan pengisi dan bahan aktif yang telah homogen dalam alat
Reynold Mixer atau Super Mixer (High Sheer Mixer). Campuran
yang telah homogen kemudian dimasukkan ke dalam alat
granulator (Rotatogrant atau Fitz Mill) yang dilengkapi
pengayak/mesh nomor 12 dan mesh no 20.
(3) Pengeringan
Granul basah yang diperoleh kemudian di keringkan dalam lemari
pengering (oven) atau Fluid bed dryer (FBD). Setelah
pengeringan bagian pengawasan mutu akan melakukan
pengecekan Loss on Drying (LOD) untuk mengetahui kadar air
dari granul kering,jika terlalu basah akan menyebabkan granul
susah mengalir/lengket, sedangkan bila terlalu kering akan
menyebabkan capping/retak pada tablet. Granul yang telah
dikeringkan diayak dengan ayakan ukuran tertentu, sehingga
diperoleh ukuran granul yang seragam. Keseragaman granul
diperlukan agar meminimalkan variasi bobot.
4) Lubrikasi
Granul yang telah diayak dicampur dengan pelincir, kemudian
diaduk hingga homogen di dalam Drum rotator atau Double Cone
Mixer, setelah itu granul siap dicetak menjadi tablet.
5) Pencetakan tablet
Pencetakan tablet dapat dilakukan dengan mesin pencetakan tablet
Killian TX (single layer) atau pencetak tablet JCMCO ( double layer).
52

Selama pencetakan, operator mesin melakukan pemeriksaan selama


proses ( In-Process Control) secara berkala sesuai dengan prosedur tetap
masing-masing pembuatan obat untuk menjamin keseragaman sifat
produk dari waktu ke waktu, yaitu keseragaman bobot, ukuran (diameter
dan tebal), kekerasaan, dan waktu hancur ( Disintegration Time). Tablet
yang telah dicetak dilewatkan pada alat penyedot debu dengan maksud
menghilangkan debu pelincir yang melekat dan alat metal detector (besi,
tembaga, stainless stell).
(6)Treatment (perlakuan sebelum penyalutan)
Proses Treatment/AVT ( Aceton Vaporation Treatment) adalah proses
vakum dengan uap aseton, proses ini digunakan untuk produk tablet
Iberet®. Produk ini merupakan tablet double layer, di mana lapisan
pertama mengandung zat besi dan lapisan kedua mengandung vitamin.
Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan profil bioavabilitas zat
besi/iron sustained release menggunakan aseton sebagai bahan pengikat
dengan alat gradumet chamber sehingga terbentuk lapisan-lapisan tipis
besi pada tablet. Gradumet Chamber merupakan mesin treatment paten
yang hanya digunakan dan dirancang oleh Abbott Laboratories.
(7)Penyalutan/Coating
Penyalutan tablet dilakukan dengan menggunakan film coating dengan
pelarut air. Penyalutan tablet dapat dilakukan dengan menggunakan alat
Accelacota 48 dan Accelacota 24. Tablet yang telah memenuhi
persyaratan mutu dimasukkan ke dalam pan coating, dipanaskan pada
suhu tertentu sesuai spesifikasi dan dengan putaran tertentu. Larutan
penyalutan akan di semprotkan dengan tekanan dan kecepatan tertentu
agar cairan yang keluar sehalus mungkin.
(8)Pengemasan primer
Proses terakhir adalah pengemasan primer dengan cara stripping maupun
blistering.
53

ii . Bagian produksi sediaan cair


(1) Sediaan cair steril
Untuk pembuatan sediaan cair oral steril dilakukan persiapan alat dan
ruangan sehari sebelum proses produksi dilaksanakan dan peralatan yang
digunakan dibersihkan dan disterilkan dengan menggunakan cairan antiseptik.
Kemudian dilakukan uji mikrobiologi oleh petugas pengawasan mutu.
Bahan-bahan baku di bagian produksi ditimbang kembali untuk
pemeriksaan ulang. Proses pembuatan sediaan cair (Pedialyte Solution®)
adalah sebagai berikut :
(a) Proses Mixing dan Filltering
Pencampuran bahan-bahan dilakukan dalam tangki ( Coumpound tank).
Setelah proses pencampuran selesai, cairan dialirkan ke dalam tangki
penampungan (holding tank) melalui 3 buah saringan, yaitu prefilter 10 μ
m, 2 μ m dan 0,45 μ m. Sebelum dan sesudah penyaringan dengan
penyaring bakteri dilakukan Bubble point test untuk mengetahui
kebocoran pada penyaring bakteri.
(b) Proses Blow and Suck
Sebelum dilakukan pengisian, tutup botol yang akan digunakan
dibersihkan agar terbebas dari debu. Proses ini dijalankan oleh mesin.
Botol yang akan dibersihkan diletakkan dalam posisi terbalik, kemudian
dibersihkan oleh mesin dengan cara ditiup dan disedot ( blow and suck)
dengan menggunakan udara bertekanan 6-12 psi selama 5 detik.
Kemudian operator mengambil untuk diletakkan ke conveyor yang
dihubungkan langsung dengan mesin filling.
(c) Proses Filling
Proses pengisian larutan dilakukan dengan menggunakan alat Fillmatic
Filling Machine. Selama proses pengisian petugas pengawasan mutu akan
mengambil contoh dalam botol pada awal, pertengahan serta pada akhir
proses pengisian.
54

(d) Proses Alumunium Sealing


Setelah proses pengisian selesai maka botol-botol yang telah berisi larutan
akan ditutup dengan alumunium foil dan direkatkan dengan mesin
aluminium heat sealing machine. Kemudian operator memeriksa apakah
botol tadi bocor atau tidak satu persatu. Jika botol tidak bocor, botol keluar
dari ruang produksi melalui conveyor diletakkan pada nampan (tray) yang
terbuat dari stainless steel untuk selanjutnya dilakukan sterilisasi.
(e) Proses Sterilisasi
Jika pemeriksaaan memenuhi persyaratan, dilakukan proses sterilisasi
dalam autoclave dengan suhu sterilisasi 114°C -116°C dan waktu
sterilisasi 25 menit. Setelah proses sterilisasi selesai, petugas pengawasan
mutu akan melakukan pemeriksaan pH, kadar, kejernihan dan sterilitas
(uji mikrobiologis).
(f) Proses Capping/Pemberian
Tutup Botol Setelah proses sterilisasi, botol ditutup dengan Capping
Machine.
(g) Proses Labeling
Botol-botol yang telah terisi dan ditutup, diberi label. Letak label yang
ditempel harus diperhatikan Sediaan Cair Non Steril
(2) Sediaan Cair Non Steril
Proses pencampuran bahan dilakukan pada tangki pencampuran (compound
tank). Setelah proses pencampuran selesai, cairan dialirkan ke dalam tangki
penyimpanan (holding tank) melewati suatu saringan. Banyaknya
penyaringan yang dilakukan tergantung dari jenis sediaan yang diproduksi,
terakhir dilakukan proses pengisian larutan (filling) ke dalam botol. Sediaan
cair non steril tidak melewati proses sterilisasi.
2) Finishing Process
Sebelum proses pengemasan dilakukan, operator bagian pengemasan akan
memeriksa kesiapan ruangan, jalur pengemasan serta alat-alat yang akan
55

digunakan yang kemudian dicatat dalam catatan Clearance Check List. Bahan-
bahan pengemas diambil dari gudang berdasarkan Finishing Order (FO) yang
mencantumkan macam dan jumlah bahan pengemas
Kegiatan di bagian pengemasan meliputi :
a) Pengemasan primer
Pengemasan primer yaitu pengemasan produk ruahan sebagai bahan yang terbuka
ke dalam wadah pertama (pengemas primer). Pengemasan primer dilakukan pada
grey area. Pengemasan primer meliputi :
(1) Stripping dan Blistering
Pengemasan ke dalam strip, dilakukan terhadap tablet dengan menggunakan
alat Uhlmann deheutri Machine.
(2) Pengisian (filling)
Pengemasan primer pada produk sediaan cair serta ditutup dengan Capping
Machine.
b) Pengemasan sekunder
Pengemasan sekunder berupa pengemasan produk ruahan yang sudah dalam
kemasan primer menjadi obat jadi dan dilakukan di black area. Kebersihan udara
dan ruangannya harus tetap dipelihara. Kegiatan kemasan sekunder meliputi:
(1) Penempelan label
Botol-botol yang telah terisi dan ditutup, diberi label. Letak label yang
ditempel harus diperhatikan.
(2) Pengemasan ke dalam karton
Botol-botol yang telah diberi label dan strip dari tablet/kapsul dengan jumlah
tertentu dimasukkan ke dalam karton dan diberi brosur.
(3) Pengemasan karton ke dalam dus besar
Botol atau karton-karton yang berisi botol/strip dimasukkan ke dalam dus
besar ( Corrugated Carton) lalu ditimbang. Obat jadi yang telah dikemas
dimasukkan dan disimpan di gudang karantina obat jadi untuk menunggu
proses pelulusan oleh bagian pengawasan mutu.
56

b. Departemen Management Material (MM)


Departemen Manajemen Material terdiri dari 5 bagian yaitu Pengawasan
Persediaan dan Perencanaan Produksi ( Production Planning and Inventory
Control/PPIC), Gudang, Ekspor-Impor, Purchasing dan Distributor. Departemen
Manajemen Material berhubungan dengan bagian lain dalam kegiatannya yaitu
Departemen Pemastian Mutu, Produksi, Keuangan, Pemasaran dan Distribusi.
1) Production planning and Inventoty Control (PPIC) Production planning and
Inventoty Control (PPIC) merupakan jembatan antara bagian pemasaran dan
bagian produksi. PPIC menerjemahkan kebutuhan pengadaan barang ke dalam
bentuk rencana produksi dan rencana ketersediaan bahan baku serta bahan
pengemas dengan mempertimbangkan efisiensi, produktivitas dan produk
yang bermutu serta pengaturan persediaan untuk efisiensi biaya.
a) Perencanaan produksi
b) Perencanaan bahan dan kapasitas
c) Pengendalian persediaan
2) Gudang/Warehouse
Gudang PT.Abbott Indonesia memiliki fungsi diantaranya untuk penerimaan,
penyimpanan, penyiapan, penyaluran atau pengeluaran barang (bahan baku,
bahan pengemasan dan produk jadi).
a) Penerimaan
b) Penyimpanan
Barang-barang yang diterima dan disetujui oleh bagian pengawasan mutu
disimpan berdasarkan spesifikasinya, dan sistem penyimpanan dilakukan
secara locator system, yaitu dengan menggunakan abjad dan angka.
Sistem penyimpanan ini dimasukkan kedalam sistem komputerisasi
BPCS, hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam penyimpanan dan
pengambilan barang.Gudang di PT.Abbott Indonesia terdiri dari :
(1) Gudang bahan baku
(2) Gudang bahan pengemas (finishing supplies)
57

(3) Gudang produk jadi farmasi


(4) Gudang nutrisi
Gudang khusus untuk menyimpan produk-produk nutrisi yang siap untuk
didistribusikan oleh PT. Abbott Indonesia.
(5) Gudang bahan mudah terbakar ( Flammable material )
Gudang khusus untuk penyimpanan bahan-bahan yang mudah terbakar,
seperti etanol dan aseton dimana letak bangunan terpisah dari bangunan
pabrik yaitu di bagian belakang pabrik.
(6) Gudang B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Gudang khusus untuk menyimpan bahan- bahan beracun dan berbahaya.
Gudang ini dikelola oleh Departemen EHS.
(7) Gudang barang-barang yang ditolak ( Return and Rejected Goods)
Merupakan tempat penyimpanan barang-barang yang tidak memenuhi
syarat, sebelum dikembalikan atau dimusnahkan.
c) Penyiapan barang
Gudang menyiapkan barang berupa bahan baku atau produk jadi untuk dikirim ke
distributor dan bagian produksi saat ada order. Gudang akan mengeluarkan
packing list berisi daftar barang yang harus disiapkan untuk dikirim.
d) Pengeluaran barang
Barang dikeluarkan dari gudang ke bagian produksi atau ke distributor.
(1) Pengeluaran barang ke bagian produksi
Gudang harus mengeluarkan bahan baku untuk ditimbang sesuai dengan SPM
(Shop Packet Material) minimal satu hari sebelum proses produksi
dilaksanakan.
(2) Pengeluaran barang ke distributor
Sistem pengeluaran barang dari gudang dengan menggunakan sistem FEFO
(First Expired First Out). Bagian ini mengeluarkan pick slip berdasarkan PO
yang tercantum pada sistem BPCS.
(3) Pengembalian barang
58

Barang-barang tersebut tidak boleh dikembalikan ke gudang untuk inventori


maka diletakkan terpisah yaitu di gudang Return and Rejected Goods.
3) Purchasing
4) Distributor
5) Ekspor-Impor
B. Department Engineering and EHS &E (Environment, Health and Safety &
Energy)
Dalam pelaksanaan tugas, Engineering Department terdiri dari beberapa bagian,
yaitu :
1) Engineering
Bagian ini bertugas memelihara dan merawat perlengkapan, termasuk mesin-
mesin dan peralatan untuk proses produksi dan pengemasan.
2) Utility
Bertanggung jawab dalam penyediaan sumber daya yang diperlukan, agar
pabrik dapat berproduksi sesuai kebutuhan. Utility(sarana penunjang) meliputi
Tenaga listrik, compress air (udara bertekanan), Boiler (uap panas), HVAC
(Heating, Ventilation, and Air Conditioning) dan purified water (air bersih).
a) Tenaga listrik
Sumber energi listrik di PT. Abbott Indonesia berasal dari PLN dan
generator set (genset). Kapasitas listrik dari PLN 865 KVA dan dari dua
genset yaitu Caterpillar yang berbahan bakar solar yang mempunyai
kapasitar 250 KVA dan Waukesha yang berbahan bakar gas mempunyai
kapasitas 640 KVA. Total penggunaan daya listrik oleh PT. Abbott
Indonesia per hari yaitu 450-500 KWh.
b) Udara bertekanan (compressed air)
Berasal dari dua mesin kompresor yaitu mesin kompresor yang menghasilkan
udara bertekanan bebas minyak merek Atlas COPCD kapasitas 162 CFM
(Cubic Feet per Minute) untuk keperluan produksi, laboratorium dan mesin
kompresor yang menghasilkan udara bertekanan mengandung sedikit minyak
59

merek Mannesman Demag kapasitas 50 CFM untuk keperluan bagian utility.


c) Uap panas (Boiler)
Dihasilkan oleh dua mesin boiler EMO Kiv dengan kapasitas 3,2 ton per jam
menggunakan bahan bakar solar dan boiler Cleaver Brooks dengan kapasitas
1,6 ton per jam menggunakan bahan bakar gas. Boiler 1,6 ton artinya mesin
boiler dapat menghasilkan uap air panas sebanyak 1,6 ton per jam dari 8 m3
air. Uap panas dihasilkan dengan air yang dididihkan pada suhu 173°C dan
tekanan 3-4 bar.
d) HVAC (Heat, Ventilation and Air Conditioner)
HVAC merupakan sistem pengaturan udara yang bertujuan untuk
mengatur suhu dan kelembaban udara di dalam ruangan produksi. Sistem
pengaturan udara di PT. Abbott Indonesia, terdiri dari 2 mesin chiller, colling
tower, Unit Tata Udara/Air Handling Unit (AHU) dan alat pengering udara (
Dehumidifier).
AHU yang digunakan ada dua jenis yaitu AHU 1 untuk ruang produksi
yang membutuhkan pengaturan kelembaban udara dan AHU 2 untuk ruang
produksi yang tidak membutuhkan pengaturan kelembaban udara.
e) Air Bersih (Purified Water)
Sumber air yang digunakan oleh PT. Abbott Indonesia berasal dari tangki
dengan kapasitas 216 m3. Air tersebut ditambahkan kaporit untuk membunuh
bakteri kemudian dipompa ke dalam tempat penampungan air. Air kemudian
dipompa kembali ke tangki penampungan air dan digunakan untuk tiga
keperluan yaitu untuk air murni, untuk pemadam kebakaran dan toilet. Air
yang digunakan untuk toilet dan pemadam kebakaran tidak memerlukan
pengolahan lagi sedangkan untuk air murni dilakukan pengolahan lebih
lanjut.

3) Kalibrasi
Semua alat ukur, mesin dan peralatan produksi harus dikalibrasi oleh bagian
60

kalibrasi agar tetap memiliki pengukuran sesuai standar. Ketelitian alat-alat ukur
harus dimonitor agar tetap dalam batas-batas yang dapat diterima terutama untuk:
a) Memonitor dan mengontrol alat ukur yang dipakai untuk proses pembuatan
dan uji kualitas suatu produk serta alat yang dipakai untuk memonitor kondisi
lingkungan di mana obat atau produk yang bersangkutan dibuat.
b) Untuk keperluan pemakaian pada uji pengembangan dan pembuatan suatu
produk, terutama pada validasi.
Kalibrasi dapat dilakukan secara in situ dan ek situ. Kalibrasi alat secara in situ
dilakukan di tempat, sedangkan secara ek situ dilakukan oleh KIM LIPI (Kantor
Instrumentasi Metrologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Interval
kalibrasi dilakukan selama enam bulan atau satu tahun tergantung dari alat yang
akan dikalibrasi.
Kemudian bagian departemen EHS & E dipimpin oleh seorang Manajer yang
bertanggung jawab dalam pengolahan limbah, kesehatan karyawan, keamanan
dan keselamatan karyawan dalam bekerja dan mengorganisir pengaturan energi.
1) Sistem manajemen EHS di PT. Abbott Indonesia
Pada ISO 14000 dan OHSAS 18000. EHS merupakan suatu sistem
pengorganisasian dan pengendalian kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan:
a) Mengintegrasikan EHS di dalam proses bisnis perusahaan ( global
management standard & global technical standard) .
b) Memenuhi semua hukum peraturan pemerintahan mengenai EHS dalam
memenuhi Standar Manajemen Global Abbott. Dalam rangka mencapai
tujuan tersebut maka dilakukan upaya yang harus dijalankan oleh
Departemen EHS.
2) Tanggung jawab dari Departemen EHS PT. Abbott Indonesia
Departemen EHS PT. Abbott Indonesia bertanggung jawab dalam pengelolaan :
a) Lingkungan ( Environment)
Departemen EHS bertanggung jawab terhadap pengolahan limbah industri
sebelum dibuang ke lingkungan.
61

Limbah yang dihasilkan oleh PT. Abbott Indonesia dibedakan menjadi dua
macam yaitu :
(1) Limbah padat
Limbah padat PT. Abbott Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu :
(a) Limbah bahan beracun dan berbahaya (B3)
Yang termasuk limbah B3 yaitu bahan-bahan yang reaktif, mudah
terbakar, mudah meledak, beracun atau menyebabkan infeksi. Limbah
B3 akan dikumpulkan, ditimbang dan dikirim ke PT. Prima Karya
untuk diolah.
(b) Limbah domestik
Limbah domestik berasal dari sisa bahan kemas yang rusak antara lain
aluminium foil, kardus, karton, palet, dan sebagainya dihancurkan dan
diserahkan ke PPI.
(c) Limbah nutrisi
Limbah produk nutrisi yang kadaluarsa atau produk pengembalian
dijadikan sebagai makanan ternak sapi, ayam dan lain- lain.
(2) Limbah cair
Limbah cair PT. Abbott Indonesia berasal dari sisa produksi, sisa
pencucian dan limbah cair B3. Limbah cair B3 dikirim ke PT. Prima
Karya dan limbah cair selain limbah B3 diolah sendiri oleh PT. Abbott
Indonesia. Pengolahan limbah cair dilakukan secara kimia dan biologi
melalui bebererapa tahapan yaitu :
(a) Limbah cair akan masuk ke dalam tangki penampungan.
(b) Limbah tersebut ditampung dalam collected chamber. Kemudian
limbah dialirkan ke bak penampungan utama ( equalization tank)
melalui bar screen berupa bak-bak kecil bersekat dengan tujuan
memisahkan padatan agar mengendap dalam bak tersebut
sebelum mencapai bak penampungan utama.
(c) Dalam equalization tank, limbah akan diaduk menggunakan
62

pengaduk agar padatan terhomogenisasi dalam campuran limbah


kemudian pemberian nutrisi untuk bakteri yang ada dalam
equalization tank.
(d) Limbah dari bak penampungan utama dipompa ke aerator tank
selama waktu tertentu. Dalam tangki ini dilakukan proses aerasi
dimana udara dipompa dari bawah ke dalam campuran limbah
sehingga berfungsi juga sebagai pengaduk.
(e) Pada bak aerasi ini ditambahkan urea dan NPK secara otomatis
melalui pompa sebagai sumber nutrisi bagi bakteri pengurai.
Dalam bak aerasi ini, pH limbah harus 6-8.
(f) Limbah kemudian dialirkan ke dalam clarifier tank untuk
memisahkan endapan dan bagian yang cair, dimana endapan
(lumpur mati) akan ditampung ke dalam sludge collector,
dikeringkan dalam sludge drying chamber dan dimasukkan ke
dalam drum plastic untuk dikirim ke PT. Prima Karya. Untuk
limbah hidup (limbah aktif) akan diolah kembali ke proses
sebelumnya. Sedangkan bagian yang cair (air hasil pengolahan)
akan dialirkan ke treated water tank.
(g) Air dalam treated water tank ditambahkan natrium hipoklorida
untuk membunuh bakteri dan kemudian dialirkan ke dalam tangki
yang berisi karbon aktif untuk menjernihkan air hasil pengolahan
dan menghilangkan bau.
(h) Air hasil pengolahan dialirkan ke dalam bak kontrol yang berisi
ikan mas. Selanjutnya, limbah yang telah jernih digunakan untuk
hidrant dan menyiram taman sehingga limbah cair tidak dibuang
ke sungai.
(i) Pemeriksaan air hasil pengolahan limbah cair dilakukan oleh
pihak dalam dan luar. Parameter pengolahan limbah cair
disesuaikan dengan SK Gubernur Jawa Barat No. 6 tahun 1999
63

yaitu :

Tabel IV.1 Parameter kualitas air hasil pengolahan limbah


Parameter Proses Pembuatan Formulasi
Bahan Formula

Kadar Maksimum Kadar Maksimum


(mg/L) (mg/L)

BOD 150 100

COD 200 200

TSS 130 100

Total-N 45 -

Fenol 5.0 -

pH 6.0-9.0 6.0-9.0

b) Kesehatan ( Healthy)
Departemen EHS bertanggung jawab dalam menjaga kesehatan karyawan dengan
program kesehatan antara lain pemeriksaan umum setiap tahun (general check
up), pelatihan sanitasi dan higiene, pemberian asuransi kesehatan, pemantauan
sanitasi dan higiene karyawan pada saat bekerja serta tersedianya sarana klinik.
c) Keselamatan dan Keamanan ( Safety)
Karyawan dilatih untuk menggunakan alat pelindung diri ketika bekerja sesuai
dengan lokasi kerja dan menggunakan alat pemadam kebakaran. APAR (Alat
Pemadam Api Ringan), detector kebakaran, alat pemadam kebakaran (sprinkler)
dan tersedia kotak Pertolongan Pertama pada Kecelakaan/first aid (P3K) pada
tempat tertentu.
d) Energi ( Energy)
Mengorganisir pengaturan energi untuk mengurangi pemanasan global,
meminimalkan sumber daya yang tidak tergantikan.
64

C. Departemen Pelayanan Teknis (Technical Service/TS)


Departemen ini bertugas menangani masalah pengembangan produk baru,
validasi dan kualifikasi (bersama bagian pemastian mutu) dan produk ekspor PT.
Abbot Indonesia dan dipimpin oleh seorang Manajer. Jenis kegiatan yang
dilaksanakan oleh Departemen Pelayanan Teknis antara lain:
1) Validasi
a) Validasi proses
Jenis- jenis validasi yang dilakukan diantaranya :
(1) Validasi Prospektif
(2) Validasi Konkuren
(3) Validasi Retrospektif
PT. Abbott Indonesia melakukan validasi berdasarkan waktu, meliputi:
(a) Validasi rutin
Dilakukan untuk proses produksi setiap lima tahun sekali.
(b) Validasi incidental
Dilakukan jika terdapat perubahan dalam proses produksi,
misalnya penggunaan mesin baru, perubahan formulasi, perubahan
fasilitas penunjang dan bangunan serta perubahan proses
pembersihan.
b) Kualifikasi peralatan/fasilitas/utility
Kualifikasi dilakukan terhadap alat maupun ruangan produksi meliputi
kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan
kualifikasi kinerja. Rekualifikasi dilakukan secara periodic dan tergantung
peralatan.
c) Validasi pembersihan
Validasi pembersihan dilakukan untuk memastikan bahwa prosedur
pembersihan yang berlaku dan digunakan sudah tepat dan dapat dilakukan
berulang-ulang.
2) Pengembangan produk
65

Pengembangan produk baru dilakukan melalui percobaan formula dari Abbott


Laboratories menggunakan mesin dan peralatan yang dimiliki oleh PT. Abbott
Indonesia dan dilakukan penyesuaian hingga diperoleh produk yang sesuai
persyaratan.
a) Transfer teknologi
Pengadopsian teknologi yang digunakan oleh Affiliate Abbott lain untuk
diterapkan di Indonesia.
b) Modifikasi formulasi/prosedur
Pembuatan produk dengan dosis yang berbeda, misalnya Abbotic granul 125
mg ingin dibuat produk dengan dosis 250 mg dll.
3) Packaging development
a) Ekspor : Desain kemasan dirancang sesuai dengan permintaan negara
tujuan ekspor, menyangkut jenis kemasan primer yang digunakan, dan
rancangan desain tampilan kemasan.
b) Lokal : Desain kemasan dirancang sesuai dengan permintaan pasar.
4) Export product liaison meliputi :
a) Launching produk baru
b) Pengembangan produk ekspor baru
c) Penanganan keluhan ( complaint)
Beberapa Negara yang menjalin kerjasama impor dengan EPO PT. Abbott
Indonesia adalah Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, Vietnam dan Hongkong.
D. Quality Departement
Departemen Pemastian Mutu PT. Abbott Indonesia dipimpin oleh seorang
Head of Quality dan dibawahnya terdapat empat bagian, yaitu Quality system,
Compliance and Training; Quality Assurance Operation; Quality Control; dan
Document Control. Departemen ini dipimpin oleh seorang Apoteker dan
bertanggung jawab untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan memenuhi
syarat yang telah ditetapkan oleh Badan POM maupun standar Abbott
Internasional.
66

a. Quality System, Compliance and Training


Bagian pemenuhan sistem mutu dan pelatihan merupakan bagian Departemen
Pemastian Mutu yang dipimpin oleh seorang Manajer. Kegiatan yang
dilakukan oleh bagian ini antara lain :
1) Manajemen Mutu
2) Pelatihan
3) Kegiatan Perbaikan dan Pencegahan ( Corrective Action and Preventive
Action/CAPA)
b. Pemastian Mutu Operasional (Quality Operation)
Tugas dan tanggung jawab bagian pemastian mutu operasional antara lain:
1) Inspeksi dan pengujian terhadap bahan pengemas.
2) Investigasi bahan/komponen yang berhubungan dengan masalah pengemasan
dan proses.
3) Pengambilan sampel dan pelabelan bahan pengemas dan produk jadi.
4) Pengawasan mutu selama proses pembuatan dan pengemasan.
5) Pemeriksaan dokumen produk setengah jadi dan produk jadi.
6) Menyetujui spesifikasi bahan.
7) Mengeluarkan produk setengah jadi dan produk jadi. Inspeksi yang dilakukan
oleh Quality Operation Departement yaitu:
(a) Production inspection
Inspeksi kegiatan produksi meliputi pemeriksaan dokumen batch record.
(b) Finishing Supply Inspection
Inspeksi finishing material meliputi inspeksi terhadap bahan kemas.
c. Quality Control (QC)
Quality Control bertanggung jawab terhadap analisa produk yang akan dipasarkan
melalui pemeriksaan dengan parameter analitik. QC bertugas dalam mengatur
aktivitas dan fungsi laboratorium antara lain :
1) Analisa rutin untuk bahan baku, produk antara, produk ruahan, dan produk
jadi termasuk investigasi hasil diluar spesifikasi.
67

2) Uji stabilitas.
3) Analisis metode transfer/verifikasi.
4) Kalibrasi dan validasi instrument.
5) Pengawasan kemungkinan terjadinya cross contamination dan prosedur
pembersihan.
6) Pengujian mikrobiologi, bioburdens, viable counts.
7) Microbiological monitoring area produksi.
8) Sampling bahan baku.
Pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh bagian pengawasan mutu
meliputi :
1) Pemeriksaan dan pengujian bahan baku
2) Pemeriksaan dan pengujian produk antara
Tujuan pemeriksaan ialah untuk menjaga dan mengontrol produk yang
dihasilkan tahap demi tahap, sehingga tidak terjadi kesalahan yang fatal setelah
proses produksi. Kesalahan pada satu tahap dapat segera ditanggulangi sebelum
dilaksanakan tahap berikutnya. Tahapan untuk setiap bentuk sediaan adalah :
a) Bentuk padat
(1) Pemeriksaan kadar air (LOD) granulat yang akan dicetak.
(2) Terhadap produk yang sedang dan selesai dicetak
(3) Terhadap produk yang sudah di treatment dilakukan pemeriksaan fisik
atau kimia mengenai daya lepas, apakah hasilnya sudah baik atau belum.
(4) Terhadap produk yang telah disalut dan diberi penandaan, dilakukan
pemeriksaan secara visual dan pemeriksaan ketahanan tablet.
b) Bentuk cair
Pemeriksaan tersebut meliputi bau dan warna, kejernihan, pH dan kadar zat
berkhasiat.
3) Pemeriksaan dan pengujian produk ruahan
Pemeriksaan produk ruah ini antara lain meliputi:
a) Sediaan padat
68

Meliputi pemeriksaan kadar bahan berkhasiat, waktu hancur, disolusi, potensi


antibiotika dan vitamin serta pemeriksaan fisik.
b) Sediaan cair
Meliputi pemeriksaan kadar bahan berkhasiat, pH larutan, kejernihan, berat
jenis, viskositas, potensi antibiotik dan vitamin.
4) Pemeriksaan dan pengujian produk jadi
Pemeriksaan yang dilakukan sama seperti pemeriksaan produk ruahan, dilengkapi
dengan pemeriksaan keadaan kemasan dan perlengkapannya.
5) Pemeriksaan dan pengujian mikrobiologis
Pemeriksaan ini meliputi :
a) Pemeriksaan bahan baku dan produk jadi
b) Pemeriksaan wadah botol untuk produk oral steril
c) Pemeriksaan air
d) Pemeriksaan ruangan
6) Analisa stabilitas produk
Pemeriksaan dan pengujian stabilitas sangat penting untuk memonitor kestabilan
produk yang sudah beredar di pasaran selama masa kadaluarsanya karena
berkaitan dengan ditetapkannya tanggal kadaluarsa pada semua produk PT.
Abbott Indonesia. Pada pemeriksaan sediaan, di ambil contoh dari tiap lot untuk
dilakukan penetapan kadar dan evaluasi sifat fisik (pH, kekentalan, warna, bau,
kejernihan, dan warna penyalut) serta waktu hancur pada selang waktu tertentu.
Uji stabilitas yang dilakukan oleh PT. Abbott Indonesia yaitu:
a) Accelerated Stability
b) Long Term Stability
7) Kalibrasi dan validasi alat laboratorium
Kalibrasi alat dapat dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal, tergantung
tingkat kerumitan alat. Alat-alat yang dikalibrasi oleh pihak eksternal, yaitu
a) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT),
b) Kromatografi Gas (KG),
69

c) Climatic Chamber,
d) Spektrofotometri UV-Vis dan,
e) Spektrofotometri IR.
Kalibrasi dilakukan setiap enam bulan atau satu tahun sekali. Alat-alat yang
dikalibrasi oleh pihak internal (analis dan bagian teknik mesin), antara lain :
a) pH/conductivity meter,
b) polarimeter,
c) refraktometer,
d) oven dan lain- lain.
Laporan hasil kalibrasi internal dan eksternal masuk ke bagian pengawasan mutu.
PT. Abbott Indonesia memiliki 3 fasilitas laboratorium yaitu :
a) Laboratorium kimia
Alat-alat yang terdapat di laboratorium kimia antara lain timbangan, pH meter,
konduktometri, oven untuk strerilisasi alat-alat, oven vakum untuk mengeringkan
zat-zat yang tidak tahan panas dalam pemeriksaan LOD, tanur, climatic chamber,
destilator, shaker, sentrifuge, fluorometer, sonicator, Karl Fisher, polarimeter,
disintegration tester, viscometer Brookfield, dan lain- lain.
b) Laboratorium mikrobiologi
Alat-alat yang terdapat di laboratorium mikrobiologi antara lain inkubator,
autoclave, dan Laminar Air Flow.
c) Laboratorium instrumen
Alat-alat yang terdapat di laboratorium ini antara lain High Performance Liquid
Chromatography, Gas Chromatography, Flame Fotometer, Spektrofotometri alat
uji disolusi, climatic chamber, FTIR.

BAB V
PEMBAHASAN

1. PT. PRADJA PHARIN


70

PT. Pradja Pharin (Prafa) melaksanakan semua kegiatan produksi berdasarkan


CPOB dan GMP (Good Manufacturing Practices). Segala hal yang terlibat dalam
proses produksi dilaksanakan sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP)
yang telah ditetapkan oleh PT. Pradja Pharin (Prafa) dan telah disesuaikan dengan
persyaratan CPOB yang berlaku. Aspek – aspek CPOB yang telah diterapkan oleh
PT. Pradja Pharin (Prafa) antara lain:
A. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaanya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar
(registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunaanya
karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan mutu
secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang
didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Manajemen mutu di PT.
Pradja Pharin (Prafa) terintegrasi pada seluruh bagian mulai dari perencanaan,
produksi, produk jadi hingga produk yang telah beredar di masyarakat. Segala
kegiatan dan aktivitas yang dilakukan oleh seluruh departemen PT. Pradja Pharin
(Prafa) yang saling terkait satu sama lain dilakukan sesuai dengan SOP yang
berlaku. Ketentuan – ketentuan yang terdapat pada SOP tersebut dibuat
berdasarkan ketentuan CPOB sehingga dapat menghasilkan produk yang dapat
terjamin mutunya. Terjaminnya mutu dari suatu produk diawasi dan dipastikan
oleh bagian Pemastian Mutu (Quality Assurance) dan Pengawasan Mutu
(Quality Control).
Quality Assurance (QA) memastikan produk obat yang dihasilkan sesuai
dengan persyaratan dan merupakan totalitas semua pengaturan yang dibuat sesuai
dengan tujuan penggunaan serta dapat menjamin QES (Quality, Efficacy and
Safety) dari produk obat tersebut. Terdapat tiga bagian pada Quality Assurance
Departement, yaitu QA Compliance, Product Integrity dan Validation &
Calibration dimana setiap bagian memiliki tugas yang berbeda dan bertanggung
jawab terhadap mutu baik secara internal maupun eksternal.
71

QA Compliance bertanggung jawab atas Registrasi; Document Control Center


(DCC); Training dan Audit. Product Integrity bertanggung jawab atas releasing
produk jadi, penanganan penyimpangan mutu, penanganan keluhan pelanggan,
change control dan annual product review. Bagian Validasi bertanggung jawab
atas validasi (proses, pengemasan, pembersihan, media fill, sistem dan metode
analisa) dan kualifikasi (design, instalasi, operasional dan performance). Bagian
Kalibrasi bertanggung jawab untuk mengkalibrasi seluruh alat ukur yang
digunakan di PT. Pradja Pharin (Prafa).
Quality Control (QC) bertugas mengontrol kualitas dari bahan awal (bahan
baku maupun bahan kemas) dan produk jadi yang siap dipasarkan. Bahan baku,
bahan kemas dan produk jadi yang diterima oleh bagian gudang diberi label
“QUARANTINE”. Staf QC mengambil sampel bahan baku dan produk jadi
tersebut untuk dilakukan pengujian secara fisika, kimia dan mikrobiologi. Hasil
dari pemeriksaan akan menentukan apakah bahan baku dan produk jadi tersebut
telah memenuhi persyaratan dan terjamin mutunya. Tiap bahan baku yang telah
memenuhi persyaratan dan terjamin mutunya akan diberi label “RELEASE” dan
siap untuk digunakan dalam proses produksi maupun dipasarkan. Bahan baku
yang tidak memenuhi persyaratan akan diberi label “REJECT” dan disimpan
secara terpisah untuk kemudian dilakukan tindakan pengembalian terhadap
supplier atau dimusnahkan.

B. Personalia
Aspek personalia dalam CPOB memuat ketentuan – ketentuan mengenai kualitas
dan kuantitas personel, sebab personel sangat penting dalam pembentukan dan
penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang
benar, produk yang berkualitas dapat dihasilkan oleh sumber daya manusia yang
berkualitas pula. Pembentukan personel yang berkualitas diawali dengan
pemilihan karyawan dalam jumlah yang cukup, memiliki pengetahuan,
72

keterampilan dan kemampuan sesuai dengan kompetensi pekerjaannya, serta


memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik.
Personel diwajibkan membaca, mengerti dan memahami tiap SOP yang
berlaku sebelum mereka mulai menjalankan pekerjaannya, agar personel dapat
bekerja mengacu pada ketentuan CPOB sehingga mutu produk dapat terjamin.
Setiap departemen yang ada di PT. Pradja Pharin (Prafa) dipimpin oleh orang
yang berbeda yang tidak saling bertanggung jawab satu sama lain. Departemen
Produksi dipimpin oleh seorang manager produksi yang berprofesi sebagai
Apoteker yang telah tersertifikasi dan berpengalaman dalam memproduksi obat.
Departemen Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu dipimpin oleh seorang
manager yang berprofesi sebagai Apoteker yang telah tersertifikasi dan
berpengalaman dalam industri farmasi. Sehingga hal ini sesuai dengan PP 51
tahun 2009 yang menyatakan bahwa setiap kepala bagian produksi, pengawasan
mutu, dan pemastian mutu haruslah seorang Apoteker.

C. Bangunan dan Fasilitas


PT. Pradja Pharin (Prafa) terletak di Desa Karangasem Barat, Citereup, Bogor.
Lokasi ini sesuai dengan persyaratan CPOB yaitu lokasi pabrik jauh dari jalan
raya dan pemukiman penduduk sehingga resiko kontaminasi udara dari debu dan
asap kendaraan bermotor serta pencemaran lingkungan dapat dihindari. PT.
Pradja Pharin (Prafa) berada di kawasan yang bebas dari banjir dengan membuat
desain bangunan utama lebih tinggi daripada jalan di depan. Setiap bangunan dan
fasilitas di PT. Pradja Pharin (Prafa) dilakukan pets control yang dilakukan untuk
mengontrol jumlah serangga atau hewan yang berada sekitar lingkungan pabrik.
Bangunan untuk pembuatan obat menurut CPOB harus memiliki ukuran, rancang
bangun, kontruksi serta tata letak yang memadai agar memudahkan dalam
pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik.
Bangunan dan tata letak ruang produksi di PT. Pradja Pharin (Prafa)
disesuaikan dengan alur proses dan dikelompokkan agar kegiatan dapat
73

berlangsung tanpa harus berhubungan dengan daerah di luar kegiatannya,


sehingga seluruh personel dan arus kerja dapat berjalan lancar, komunikasi
sehingga pengawasan dapat berjalan secara efektif dan ketidakteraturan dapat
dihindari, selain itu untuk menghindari terjadinya cross contamination ruangan
pencucian alat-alat produksi terpisah dengan ruangan proses produksi, ruang
kantin terpisah dari area produksi, dan sebagainya. Lalu lintas antara barang dan
orang dipisahkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya kontaminasi. Seluruh
area produksi dan gudang dihubungkan melalui koridor untuk menghindari lalu
lintas orang ataupun barang di area produksi.
Bangunan gedung produksi betalaktam-cephalosforin diletakkan terpisah dari
gedung produksi non betalaktam dan gedung lainnya. Hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya kontaminasi silang dan shock anafilaksis bagi individu
yang alergi dan hipersensitif terhadap obat-obat golongan betalaktam-
cephalosporin.
Rancangan bangunan yang dimiliki PT. Pradja Pharin (Prafa) sudah
memenuhi persyaratan CPOB, yaitu Permukaan bagian dalam ruangan (lantai,
dinding, langit-langit) harus rata dan kedap air, tidak terdapat sambungan yang
dapat menyebabkan pelepasan atau pengumpulan partikel, bukan merupakan
media pertumbuhan mikroba, mudah untuk dibersihkan, dan tidak melepaskan
partikel. Beton yang dilapisi epoksi digunakan untuk permukaan ruang produksi
dan setiap sudut-sudut ruangan dibuat melengkung, dinding dan langit-langit
dilapisi cat minyak agar mudah dibersihkan dan tahan terhadap metode
pembersihan dan bahan pembersih. Sarana penunjang produksi seperti HVAC,
pipa-pipa saluran air, aquademin, AHU, dan instalasi listrik diletakkan di atas
langit-langit untuk setiap ruangan produksi untuk menghindari terjadinya
penumpukan debu. Aliran udara di lingkungan pabrik dikelola oleh bagian AHU
(Air Handling Unit) sehingga udara di pabrik khususnya ruang produksi bebas
dari kontaminan yang berasal dari luar pabrik. Setiap ruangan mendapatkan
penerangan yang efektif sesuai dengan kebutuhan kerja. Sirkulasi udara di area
74

kantor menggunakan AC sentral, sedangkan di wilayah pabrik digunakan Air


Handling Unit (AHU) yang akan mengatur pasokan udara yang disalurkan ke
setiap ruang produksi agar ruangan yang dikehendaki memiliki tekanan lebih
tinggi akan memperoleh suplai udara yang lebih besar. Ruangan dengan kegiatan
yang mungkin menimbulkan debu seperti area penimbangan, pencampuran dan
pengolahan produk dilengkapi dengan dust collector untuk mencegah terjadinnya
kontaminasi silang dan mengendalikan jumlah partikel sesuai dengan kelas
ruangan.
Gudang penyimpanan untuk bahan baku, bahan kemas dan produk jadi
ditempatkan secara terpisah satu sama lain. Pada masing – masing gudang
terdapat rak yang digunakan sebagai tempat penyimpanan dan tiap bahan
baku/bahan kemas/produk jadi pada masing – masing gudang disimpan perpalet
berdasarkan dengan jenis dan nomor batch pada bahan baku/bahan kemas/produk
jadi tersebut. PT. Pradja Pharin (Prafa) memiliki ruang penyimpanan khusus
untuk bahan baku prekursor dimana ruang penyimpanan tersebut terbuat dari
pintu besi dengan celah rapat, berpintu ganda dan memiliki kunci ganda. Ruang
penyimpanan pada bagian gudang dibagi menjadi gudang AC, non AC dan
gudang penyimpanan dengan suhu khusus. Setiap area penyimpanan dilakukan
monitoring suhu dan kelembaban untuk menjaga kualitas dari bahan baku/bahan
kemas/produk jadi tersebut.
Ruang penimbangan merupakan bagian dari area penyimpanan dimana ruang
penimbangan terpisah dan didesain khusus untuk kegiatan tersebut. Ruang
penimbangan terhubung dengan gudang melalui ruang antara dimana setiap
bahan baku yang akan ditimbang dikirim dari gudang ke ruang antara. Bahan
baku yang telah selesai ditimbang disimpan di ruang antara dan penyerahan
bahan baku dari ruang penimbangan ke ruang produksi dilakukan oleh petugas di
ruang antara tersebut
Ruangan produksi di PT. Pradja Pharin (Prafa) diklasifikasikan berdasarkan
tingkat kebersihannya antara lain ;
75

2. Ruangan kelas A, B, C dan D merupakan kelas kebersihan ruangan yang


digunakan untuk fasilitas produksi steril.
a. Ruangan kelas A, merupakan kelas dibawah aliran udara laminar yang
digunakan untuk pengolahan dan pengisian secara aseptis, pengisian serbuk
steril dan pengisian suspensi steril.
b. Ruangan kelas B, merupakan lingkungan latar belakangan zona kelas A
untuk pengolahan dan pengisian aseptis.
c. Ruangan kelas C digunakan untuk pengisian produk yang akan mengalami
sterilisasi akhir yaitu dari penyiapan bahan, pembuatan larutan,
penyaringan dan pengisian dilakukan di kelas ini.
Ruangan kelas D digunakan untuk persiapan peralatan yang akan digunakan
untuk proses produksi steril yaitu dari pencucian ampul/vial, baju steril, alat-
alat pendukung proses produksi steril lainnya.
3. Ruangan kelas E, digunakan untuk ruangan pengolahan dan pengemasan
primer obat non-steril.
4. Ruangan kelas F, merupakan ruangan pengemasan sekunder yang tidak
berhubungan langsung dengan area luar, untuk memasuki ruangan ini
melawati ruang lain.
5. Ruangan kelas G merupakan daerah gudang bahan awal, gudang obat jadi,
dan laboratorium.
D. Peralatan
Seluruh peralatan yang digunakan di PT. Pradja Pharin (Prafa) sudah didesain
dan dikonstruksi sesuai dengan tujuan dan penggunaannya serta ditempatkan
dengan tepat. Setiap peralatan (mesin steril, solid dan liquid) diberi penandaan
status penggunaan untuk menghindari terjadi nya kesalahan penggunaan alat.
Setiap alat bantu proses produksi memiliki tempatnya sendiri yang diberi nama.
Hal ini merupakan penerapan dari 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin)
dan menjadikan alat tersebut dengan cepat dapat ditemukan ketika dibutuhkan.
Peralatan yang digunakan dalam tiap line produksi disesuaikan dengan produk
76

yang dihasilkan dan ukuran batch dari produk tersebut. Permukaan peralatan
yang bersentuhan langsung dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi
terbuat dari bahan stainless steel untuk mencegah terjadinya interaksi, adisi atau
absorbsi dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi yang dapat
mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.
Setiap peralatan baru harus dilakukan kualifikasi sebelum digunakan untuk
kegiatan produksi, kualifikasi yang dilakukan antara lain Design Qualification
(DQ), Instalation Qualification (IO), Operational Qualification (OQ) dan
Performance Qualification (PQ). Kalibrasi dilakukan terhadap peralatan yang
digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat. Kalibrasi
dilakukan pada periode tertentu yang telah ditetapkan oleh bagian Quality
Assurance.
Sebagai tindakan perawatan dan pemeliharaan terhadap semua peralatan yang
digunakan, bagian teknisi PT. Pradja Pharin (Prafa) memiliki jadwal
maintenance rutin dalam periode 1 tahun untuk setiap peralatan yang
berhubungan dengan kegiatan produksi dan kalibrasi dilakukan 6 bulan sekali.
Kualifikasi dilakukan untuk membuktikan bahwa alat yang digunakan telah
sesuai dengan desainnya, terinstalasi dengan baik, dapat beroperasi dan
menunjukkan kinerja yang baik. Selain itu dilakukan verifikasi setiap harinya
terhadap peralatan terutama alat ukur. Setiap peralatan yang telah dikalibrasi
diberi tanda pengenal sehingga kemampuan setiap alat dapat dikontrol dengan
baik. Pemeliharaan, perawatan dan perbaikan peralatan dilakukan dengan tujuan
untuk menghindari timbulnya resiko kerusakan terhadap mutu produk yang
ditimbulkan dari peralatan.
Peralatan yang telah digunakan harus dibersihkan oleh operator itu sendiri.
Cara pembersihannya dengan menggunakan vacum atau dengan air bersih dan
metoda pembersihan yang digunakan sudah divalidasi terlebih dahulu. Setelah
bersih peralatan diberi label “BERSIH”, hal ini dilakukan untuk perawatan alat,
menghindari kerusakan alat dan alat bisa digunakan untuk selanjutnya.
77

E. Sanitasi dan Higiene


Sanitasi dan higiene diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat, yang meliputi
personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi dan wadah,
serta segala sesuatu yang dapat menjadi sumber pencemaran produk.
Untuk penerapan sanitasi dan higiene perorangan, khususnya untuk karyawan
yang bekerja di bagian produksi, maka diadakan pelatihan terutama terhadap
kebiasaan gaya hidup bersih (contohnya cara cuci tangan yang benar), kebiasaan
higienis (menjaga kebersihan ruangan, kebersihan fasilitas), dan juga pelatihan
penggunaan pakaian kerja yang benar. Karyawan dilarang untuk merokok,
makan, minum atau menyimpan makanan dan minuman di dalam ruang produksi
dan laboratorium atau ruangan lain yang kemungkinan dapat mempengaruhi atau
menurunkan kualitas produk.
Setiap personel baik karyawan maupun non karyawan yang akan memasuki
ruang produksi PT. Pradja Pharin (Prafa) diharuskan mengenakan pakaian
pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan. Pakaian pelindung
yang digunakan tidak diperkenankan untuk dibawa keluar dari pabrik dan
pencucian pakaian pelindung ditangani oleh bagian housekeeping PT. Pradja
Pharin (Prafa). Selain menggunakan pakaian pelindung, para personel dituntut
untuk menjaga kebersihan tangan dengan selalu mencuci tangan. Tersedianya
fasilitas untuk mencuci tangan dan antiseptic gel dapat membantu personel untuk
tetap menjaga hygiene dan tiap area produksi tersedia fasilitas toilet dan tempat
cuci tangan yang jumlahnya cukup serta loker bagi karyawan untuk menyimpan
pakaian dan barang – barang pribadi.
Baju untuk karyawan dirancang sesuai dengan tingkat kebersihan ruangan
dimana karyawan itu akan bekerja. Baju karyawan dibuat sedemikian rupa
dimana seluruh permukaan tubuh tertutup rapat, sehingga tidak terjadi
kontaminasi produk akibat dari partikel yang berasal dari karyawan yang
melakukan proses produksi menggunakan sarung tangan untuk menghindari
sentuhan langsung antara tangan dengan bahan baku maupun dengan produk
78

yang dihasilkan. Khusus untuk produksi betalaktam-cephalosporin, setiap


personel yang akan meninggalkan gedung diwajibkan mandi terlebih dahulu
untuk menghilangkan partikel-partikel bahan aktif betalaktam-cephalosporin
yang menempel. Bagi tamu yang berkunjung ke ruang produksi disediakan juga
pakaian khusus, masker dan penutup sepatu (shoes cover)
Tindakan sanitasi ini dilakukan rutin setiap hari sesuai dengan prosedur tetap
yang ada mencakup jadwal, metode dan bahan yang dipakai. Selain itu juga
dilakukan pemisahan antara limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan
limbah non B3 untuk memudahkan penanganan.
Menurut PP No 74 tahun 2001 Bahan Berbahaya dan Beracun adalah bahan
yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Produk yang mengandung B3 bersifat mudah meledak dan terbakar, reaktif,
beracun, menyebabkan infeksi dan menyebabkan karat (korosif), contohnya
alkohol dan asam sulfat. Limbah harus diolah sedemikian rupa sehingga ramah
terhadap lingkungan dalam arti tidak mencemari lingkungan di sekitarnya.
Limbah yang dihasilkan oleh PT. Pradja Pharin (Prafa) berupa limbah cair dan
padat, diantaranya:
a. Untuk limbah padat seperti karton, plastik, aluminium foil, botol dan plastik
bekas setelah dihancurkan, dikumpulkan kemudian dijual ke pengumpul
sampah atau yang masih bisa digunakan dijual kembali.
b. Untuk sampah domestik dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA)
c. Debu atau sisa-sisa serbuk, obat rusak atau kadaluarsa serta lumpur dari IPAL
diolah oleh pihak ketiga yaitu PT. Wastek, dalam hal ini adalah perusahaan
lain.
79

d. Pengolahan limbah cair yang dilakukan meliputi proses pengumpulan,


penetralan, aerasi, sedimentasi dan kemudian dialirkan ke bak penampungan
akhir.
Pembersihan peralatan yang dapat dipindahkan, dibersihkan di ruang
pembersihan tersendiri di ruangan kelas E yang terpisah dari ruangan lain,
sedangkan peralatan besar yang bersifat statis atau tidak dapat dipindahkan maka
pembersihannya dilakukan di tempat. Pembersihan dilakukan setiap selesai
produksi dan setiap terjadi pergantian produk atau untuk mesin-mesin besar,
minimal sekali seminggu bila tidak terjadi pergantian produk. Peralatan
dibersihkan dengan cara menggunakan air kemudian disinfeksi dengan Anios
EAS 1,5-2% dan alkohol 70%. Bahan sanitasi yang digunakan tidak boleh
mencemari peralatan. Sanitasi ruangan produksi dilakukan dengan menggunakan
HEPA filter dan kemudian dilakukan fumigasi menggunakan Anios 2R.
Pembersihan rutin juga dilakukan pada alat yang sudah lama tidak digunakan.
Metode pembersihan yang digunakan telah divalidasi untuk memastikan bahwa
tingkat kebersihan yang dihasilkan tiap metode sudah memadai dan juga
dilakukan dokumentasi dengan menempelkan status kebersihan peralatan. Semua
ruang di produksi memiliki status, seperti label “BERSIH” untuk alat yang sudah
dibersihkan dan dapat digunakan untuk proses produksi.
Untuk menjamin kebersihan ruangan produksi disediakan ruang penyangga
yang berfungsi sebagai pembatas antara ruangan yang tingkat kebersihannya
lebih rendah dengan ruangan yang lebih bersih. Alur barang yang akan masuk ke
ruang produksi juga harus melalui ruang penyangga produksi, yang jalurnya
terpisah antara ruang penyangga personel (buffer room) dan ruang penyangga
barang (pass box)
F. Produksi
Proses produksi di PT. Pradja Pharin (Prafa) sudah mengacu kepada CPOB dan
memenuhi ketentuan yang ada di CPOB. Kegiatan produksi di PT. Pradja Pharin
(Prafa) dilakukan oleh personil yang kompeten, berpengalaman dan telah diberi
80

pelatihan sesuai dengan bidang kerjanya masing – masing dan dipimpin oleh
seorang Apoteker.
Seluruh kegiatan produksi dilakukan sesuai dengan SOP (Standar Operasional
Prosedur) dan dilakukan secara terdokumentasi. Pengadaan bahan baku
dilakukan oleh bagian purchasing sesuai dengan permintaan PPIC yang selalu
mengontrol stock bahan baku yag tersedia di gudang.
Setiap pemasok bahan baku yang akan masuk di PT. Pradja Pharin (Prafa)
harus memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan sesuai List Supplier. Bahan
baku yang diterima dan dikeluarkan serta jumlah bahan yang tersisa
didokumentasikan secara komputerisasi dengan sistem EXACT. Pemeriksaan
dilakukan terhadap alat transportasi pengangkut terhadap barang yang datang
meliputi kebersihan, keamanan serta meliputi kesesuaian barang yang datang
dengan yang dipesan serta kondisi fisik barang tersebut pemeriksaan tersebut
dilakukan oleh pihak warehouse.
Bahan baku yang datang harus memiliki Certificate of Analysis (CoA),setiap
bahan baku yang datang akan diambil sampel oleh personel QC untuk diuji
bahan baku tersebut sesuai dengan spesifikasi yang sudah ditentukan, untuk
sementara itu bahan baku belum bisa digunakan diberi label “QUARANTINE”
terlebih dahulu. Personel QC memutuskan apakah bahan awal tersebut akan
diluluskan untuk digunakan pada proses produksi atau bahan awal tersebut diberi
status “RELEASE”. Untuk bahan – bahan yang tidak memenuhi spesifikasi maka
diberi status “REJECT” selanjutnya akan dimusnahkan atau dikembalikan
kepada pemasok.
Setiap bahan baku yang akan digunakan untuk proses produksi dilakukan
penimbangan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan terlebih dahulu oleh bagian
Dispensary. Jumlah setiap bahan yang akan ditimbang tergantung dari jumlah
yang tertera pada Picking List. Bahan yang telah ditimbang ditaruh pada wadah
plastik ganda untuk bahan baku berupa serbuk dan wadah stainless steel bertutup
untuk bahan baku berupa cairan. Bahan yang telah ditimbang kemudian diberi
81

label penimbangan yang berisi identitas bahan tersebut, nomor batch dan jumlah
bahan yang ditimbang. Selanjutnya bahan tersebut disimpan pada ruang antara
untuk menunggu penjemputan dari pihak produksi. Untuk bahan aktif akan
ditimbang ulang oleh bagian produksi dan apabila ada pengembalian bahan ke
gudang, kondisi bahan harus baik dan memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
Semua kegiatan selama dilakukannya proses produksi tercantum dan tercatat
dalam Batch Production Record (BPR). Line Clearance atau kesiapan jalur harus
dilakukan sebelum dimulai kegiatan produksi, dimana ruangan harus bebas dari
bahan awal, produk atau dokumen yang tidak diperlukan. Bahan baku yang
digunakan dilakukan pemeriksaan dengan melihat kesesuaian antara BPR dengan
label timbang selain itu bahan aktif dilakukan penimbangan ulang saat berada di
ruang produksi. Semua prosedur produksi yang tercantum dalam BPR harus
selalu diikuti oleh personel dan setelah selesai melakukan suatu proses, operator
memberi paraf dan inisial nama mereka sebagai bukti bahwa proses tersebut
sudah terlaksana sesuai dengan BPR. Perhitungan yield dilakukan setelah selesai
suatu tahap pengolahan untuk membandingkan hasil yang diperoleh secara nyata
dan hasil teoritis kemudian dicatat dalam BPR.
Dalam setiap tahap proses produksi dilakukan In Process Control (IPC) dan
pengambilan sampel untuk pengujian dilakukan oleh personel dari pengawasan
mutu (QC). Banyaknya sampel dan ketentuan pengambilan sampel sudah diatur
dan ditetapkan sesuai dengan SOP yang berlaku. Pengawasan mutu selama
proses produksi ini dilakukan untuk memastikan produk akhir yang dihasilkan
sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan dan mutunya dapat terjamin.
Proses pengemasan primer produk ruahan untuk menjadi produk jadi
dilakukan secara otomatis menggunakan mesin di dalam ruang produksi. Produk
jadi dengan kemasan primer kemudian dikirim ke bagian sentral packaging untuk
kemudian dikemas sekunder. Produk jadi yang telah dikemas sekunder dan diberi
identitas produk, kemudian dikarantina sampai akhirnya mendapat persetujuan
release dari bagian QA. Produk jadi yang telah release selanjutnya dikirim ke
82

bagian Gudang Obat Jadi untuk disimpan dan siap untuk didistribusikan.
Penyimpanan produk jadi disimpan sesuai dengan jenis produk, nomor batch dan
kondisi yang disarankan untuk penyimpanan masing – masing produk. Sistem
pengeluaran produk gudang obat jadi PT. Pradja Pharin (Prafa) juga
menggunakan sistem FIFO dan FEFO, dengan sistem tersebut siklus
penyimpanan dan pengeluaran produk jadi dapat ditangani dengan baik sehingga
tidak ada produk jadi yang telah habis masa kadaluarsanya yang masih tersimpan
di gudang. Pemeriksaan dan pengontrolan jumlah produk jadi yang ada di
gudang dilakukan secara berkala untuk memastikan jumlah stok produk yang ada
dalam sistem komputer sama dengan jumlah fisik yang ada digudang obat jadi.
G. Pengawasan Mutu
Mutu produk yang terjamin dan sesuai dengan spesifikasinya adalah hal yang
sangat penting bagi perusahaan untuk mendapatkan kepuasaan dari pelanggan
dan merupakan salah satu bagian penting dari CPOB, pengawasan mutu harus
dapat memastikan bahwa setiap bahan yang mulai dari bahan baku, bahan
kemasan, hingga produk jadi telah memenuhi persyaratan mutu. Keterlibatan dan
komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan
keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai
kepada distribusi produk jadi.
Pengawasan mutu di PT. Pradja Pharin (Prafa) dilakukan oleh bagian Quality
Control (QC). Departemen ini merupakan departemen independen dan terpisah
dari produksi. Tugas utama dari departemen QC adalah mengontrol kualitas
mulai dari bahan awal (bahan baku dan bahan kemas) hingga produk jadi yang
siap dipasarkan. Pemeriksaan di Bagian Pengawasan Mutu meliputi pemeriksaan
bahan baku, produk jadi, bahan kemas, pemeriksaan kimia dan pemeriksaan
mikrobiologi. Pengawasan mutu bertanggung jawab selama produksi agar produk
yang dihasilkan memenuhi standar mutu yang berlaku. Mengacu pada CPOB,
sarana dan prasarana pada QC PT. Pradja Pharin (Prafa) cukup memadai,
terdapat SOP dan metode untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian
83

dari bahan awal sampai produk jadi, dan pemantauan lingkungan yang telah
disetujui oleh Quality Control Manager dan Quality Assurance Manager.
Bagian Pengawasan Mutu bertanggung jawab dalam menganalisa semua
bahan baku dan produk jadi yang masuk ke gudang (logistik) dengan
menggunakan metode analisis yang telah disusun oleh Bagian Pengembangan
Metode Analisis beserta spesifikasinya. Selain itu, Bagian Pengawasan Mutu
juga melakukan pemeriksaan bahan kemas dan wadah dengan menggunakan
metode analisis tertentu yang ditetapkan oleh Bagian Pengembangan Kemasan..
Peralatan yang digunakan untuk analisis selalu dalam keadaan terkalibrasi. Pada
setiap alat diberi label yang menandakan kondisi alat, tanggal kalibrasi terakhir,
dan tanggal kalibrasi selanjutnya, sehingga dapat dicegah penggunaan alat yang
tidak terkalibrasi.
Pada PT. Pradja Pharin (Prafa), QC dibagi menjadi In Process Control (IPC),
bagian kimia dan bagian mikrobiologi. Laboratorium yang tersedia yaitu
laboratorium kimia, laboratorium mikrobiologi dan laboratorium instrumen.
Adanya laboratorium ini menjadi pusat pengontrolan mutu bahan dan produk
obat di PT. Pradja Pharin (Prafa) yang efektif dan efisien. Peranan apoteker
dalam Pengawasan Mutu adalah sebagai manajer atau supervisor yang
bertanggung jawab memastikan sampel yang diperiksa diuji berdasarkan praktik
laboratorium yang baik dan menentukan layak tidaknya suatu sampel untuk
dirilis berdasarkan hasil analisis yang dilakukan.
H. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan
Produk Kembalian
Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu (kimia, fisik
dan biologi dari produk atau kemasan), efek samping yang merugikan atau
masalah efek terapeutik. Keluhan terhadap obat baik secara lisan maupun tulisan
tersebut dapat disampaikan pada bagian marketing untuk kemudian diteruskan ke
Quality Assurance bagian Product Integrity (Complaint). Bagian ini akan
menangani masalah keluhan dengan cara melihat batch record dan pengujian
84

terhadap contoh pertinggal akan dilakukan jika diperlukan. perubahan bahan-


bahan baku, bahan pengemas, proses produksi, teknologi pembuatan, kondisi
penyimpanan, indikasi, dosis atau penambahan informasi mengenai kemanan
obat seperti interaksi obat, kontraindikasi, dan lain-lain. Selain itu juga dapat
dilakukan penghentian distribusi, penarikan obat dari pasar, atau penghentian
produksi dan distribusi obat. Penarikan kembali obat dapat berupa:
a. Penarikan kembali satu batch bila terdapat kesalahan teknis kualitas obat pada
satu batch tertentu saja.
b. Penarikan kembali beberapa batch bila terdapat kesalahan teknis kualitas obat
pada lebih dari satu batch.
c. Penarikan kembali seluruh obat yang bersangkutan dari semua mata rantai
distribusi dilakukan bila ditemukan reaksi merugikan dari obat yang tidak
diduga sebelumnya namun berakibat serius terhadap kesehatan dan apabila
frekuensi dari reaksi merugikan yang sudah didaftarkan meningkat.
Penarikan kembali produk yang telah beredar di pasaran dapat juga diakibatkan
oleh adanya perintah dari Badan POM, misalnya karena kebijakan baru atau
ditemukannya produk yang tidak memenuhi standar mutu berdasarkan hasil
pemeriksaan sampel di pasaran. Pengembalian obat dapat terjadi karena produk
rusak, kadaluarsa, masalah keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat,
wadah yang dapat menimbulkan keraguan mengenai keamanan, identitas, mutu
dan jumlah obat yang bersangkutan. Produk obat yang dikembalikan tersebut
akan diganti oleh PT. Pradja Pharin (Prafa), jika setelah dilakukan evaluasi
ternyata kerusakan tersebut diakibatkan oleh kesalahan pihak perusahaan dan
produk yang dikembalikan belum melewati batas waktu pengembalian yang telah
ditetapkan.
I. Dokumentasi
Dokumentasi adalah aspek esensial dalam industri farmasi dalam rangka
memenuhi persyaratan CPOB dan untuk memastikan bahwa setiap petugas
mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus
85

dilaksanakan sehingga memperkecil risiko kekeliruan. Sistem dokumentasi yang


rapi memudahkan dilakukannya penelusuran apabila terjadi kesalahan atau
keluhan terhadap produk dikemudian hari. Dokumentasi dirancang dan
digunakan untuk menentukan, memantau dan mencatat mutu dari seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu.
Sistem dokumentasi di PT. Pradja Pharin dan PT. Abbott Indonesia
terorganisir dengan baik karena memiliki sistem yang berkesinambungan. Sistem
dokumentasi manual dikendalikan secara baik sehingga memudahkan
akses dan pengambilan dokumen, selain itu terdapat sistem komputerisasi juga
telah diterapkan menggunakan program EXACT sehingga dapat saling
menunjang. Pengelolaan dokumen PT. Pradja Pharin dan PT. Abbott Indonesia
memiliki bidang khusus dibawah Manager Quality Assurance yaitu divisi
Document Control Centre (DCC). Semua dokumen yang berkaitan dengan
protokol, produksi dan mutu obat disimpan pada ruangan khusus hingga satu
tahun setelah masa kadaluarsa produk bersangkutan.
Setiap adanya penyimpangan akan dibuat dokumen laporan penyimpangan
mutu (Quality Deviation Report/QDR). QDR dibuat oleh personel yang
menemukan penyimpangan dengan format dokumen standar yang telah dibuat
oleh QA. Selanjutnya dilakukan analisis menggunakan diagram tulang ikan dan
Why-why analysis. Tindakan yang dilakukan setelah analisis tersebut harus
melalui persetujuan manager QA.
Semua dokumen yang ada di PT. Pradja Pharin dan PT. Abbott Indonesia
disiapkan, disetujui, disahkan, direvisi, didistribusikan, serta disimpan
berdasarkan prosedur-prosedur yang sudah ada mengenai masing-masing
kegiatan tersebut. Dokumen disetujui, ditandatangani, diberi tanggal oleh
personel yang berwewenang. Dokumen asli yang dikeluarkan oleh suatu
departemen disimpan di departemen tersebut, sementara distribusi dokumen
salinan berada di bawah pengawasan departemen Quality Assurance.
J. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak (Toll Manufacturing)
86

PT. Pradja Pharin (Prafa) merupakan perusahaan farmasi yang memiliki


sarana dan prasarana yang cukup memadai. Sebagian besar produksi yang
dilakukan oleh PT. Pradja Pharin (Prafa) merupakan produk toll manufacturing
dari perusahaan lain. Berdasarkan CPOB, hendaklah dibuat kontrak tertulis yang
meliputi pembuatan dan/atau analisis obat yang dikontrakkan dan semua
pengaturan teknis terkait. Perusahaan yang memiliki kerja sama toll
manufacturing ke PT. Pradja Pharin (Prafa) antara lain P&G, Actavis,
Armoxindo, Servier, Novartis, Kalbe Farma, Pharos, Novell, Unilab, Darya
Varia Laboratories, Medi Farma, Dipa Pharma Laboratories, Guardian
Pharmatama, Mesifarma Tirmahu Mercusana, Nufarindo, Combiphar,
Ikapharmindo Putramas, Indofarma, Imedco Djaja, Lapi Laboratories, Mahakam
Beta Farma, Pratapa Nirmala (Fahrenheit), Pyridam Farma dan Sandoz.
K. Validasi dan Kualifikasi
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia
mendefinisikan validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai
bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau
mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan
senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Tujuan dari validasi dan
kualifikasi dilakukan di industri farmasi adalah untuk memenuhi aturan
pemerintah tentang cara pembuatan obat yang baik, untuk menjamin mutu
sehingga konsumen percaya terhadap produk tersebut, menghemat biaya
produksi untuk menghindari terjadinya kegagalan produksi.
Validasi merupakan bagian dari program penjamin mutu atau yang lebih
dikenal dengan Quality Assurance sebagai upaya untuk memberikan jaminan
terhadap khasiat (efikasi), kualitas dan keamanan produk–produk industri
farmasi. Berdasarkan CPOB, semua kegiatan validasi direncanakan dan
didokumentasi dalam Rencana Induk Validasi (Validation Master Plan/VMP).
Sebelum melaksanakan kualifikasi dan validasi dibuat suatu protokol
pelaksanaan yang mencakup parameter- parameter pengujian serta cara
87

pelaksanaan pengujian dan kriteria penerimaannya. Protokol ini disusun oleh


Validation Pharmacist dan dikaji oleh supervisor QA bagian Kualifikasi,
Kalibrasi, Validasi, supervisor atau manager yang berkaitan dengan bagian yang
akan divalidasi atau kualifikasi, serta disetujui oleh Manager Quality Assurance
dan Plant Manager.
Setelah dilakukannya validasi atau kualifikasi maka dibuat dokumentasi
atau laporan hasil validasi/kualifikasi. Laporan ini menyangkut semua aspek
yang berkaitan dengan hasil yang diperoleh selanjutnya terdapat kesimpulan dan
rekomendasi untuk validasi atau kualifikasi tersebut. Pelaksanaan validasi dan
kualifikasi dilakukan oleh tim khusus yang terdiri atas personel dari tiap bidang
yang berkaitan. Persetujuan atas laporan validasi dan kualifikasi dilakukan oleh
Manager QA dan Plant Manager.
PT. Pradja Pharin dan PT. Abbott Indonesia memiliki divisi Validasi,
Kualifikasi dan kalibrasi yang berada dibawah departemen Quality Assurance.
Validasi yang dilakukan meliputi validasi proses, validasi metode analisis,
validasi proses pengemasan, validasi pembersihan, dan validasi media fill.
Semua validasi yang dilakukan sesuai dengan VMP. Validasi yang paling sering
dilakukan adalah validasi proses. Hal ini dikarenakan adanya perubahan supplier
bahan baku, perubahan batch size, dan perubahan mesin. Setiap adanya
perubahan selalu dilakukan validasi, sehingga telah memenuhi persyaratan
CPOB dalam penjaminan mutu produk. Validasi media fill dilakukan pada
produk steril dengan jalur aseptis untuk menjamin bahwa produk yang
dihasilkan tidak terkontaminasi mikroba atau steril. Validasi media fill ini
dilakukan secara periodik yaitu 6 bulan satu kali.
Validasi pembersihan dilakukan terhadap mesin atau peralatan dan
ruangan yang digunakan untuk proses produksi produk tertentu atau sampling
bahan baku tertentu yang ditentukan berdasarkan Risk Analysis (Worst case).
Validasi pembersihan ini bertujuan supaya tidak ada sisa produk dari produk
sebelumnya yang dapat menyebabkan kontaminasi pada produk yang sedang
88

diproduksi. Setiap jalur produksi memiliki berbagai macam mesin ataupun


peralatan yang digunakan untuk memproduksi berbagai macam produk yang
berbeda, sehingga satu mesin dapat digunakan untuk lebih dari satu jenis produk,
karena itulah perlu dilakukan risk analysis untuk menentukan prioritas produk
mana yang perlu dilakukan validasi pembersihan.
Penerapan validasi dan kualifikasi di PT. Pradja Pharin dan PT. Abbott
Indonesia sudah berjalan sesuai dengan yang seharusnya. Dimana proses
pembuatan, pengemasan, pembersihan, media fill, metode analisis dan
dokumentasi sudah tervalidasi serta instrumen/mesin yang sudah terkualifikasi.
Pengendalian perubahan PT. Pradja Pharin (Prafa) berada di divisi
Product Integrity departemen QA. Pengendalian perubahan dilakukan untuk
mengendalikan perubahan yang dapat menyebabkan perubahan mutu dan
reproduksibilitas. PT. Pradja Pharin (Prafa) memiliki prosedur yang baik dan
jelas untuk pengajuan perubahan. Perubahan diusulkan melalui Formulir
Pengendalian Perubahan (FPP), mencakup status proyek/fasilitas/sistem saat ini,
usulan perubahan yang diajukan, alasan perubahan, serta pemaparan detail
perubahan. Perubahan dapat diaplikasikan setelah disetujui oleh Manager QA
dan selanjutnya dilakukan revalidasi untuk memastikan bahwa perubahan
tersebut dapat menghasilkan produk dengan mutu yang lebih tinggi atau
sama dengan sebelumnya.

2. PT. ABBOTT INDONESIA


Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) wajib diikuti oleh setiap industri farmasi
sebagai standar mutu dalam produksi obat. Salah satu Perusahaan Modal Asing
(PMA) yang ada di Indonesia yang telah menerapkan CPOB dalam menjalankan
proses produksinya ialah PT. Abbott Indonesia. Penerapan CPOB terkini dan seluruh
aspek rangkaian produksi merupakan suatu langkah untuk menjamin mutu obat jadi,
sehingga persyaratan yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya dapat
terpenuhi.
89

Selama Praktek Kerja Lapangan (PKL), peserta melakukan pengamatan


terhadap proses tertentu yang ada di PT. Abbott Indonesia dengan aspek-aspek yang
tertuang dalam CPOB terkini.
A. Manajemen Mutu
Manajemen mutu dibutuhkan untuk dapat menghasilkan obat yang memenuhi
persyaratan mutu secara tetap. PT. Abbott Indonesia telah memiliki manajemen
mutu yang sangat baik sesuai dengan CPOB dengan adanya Quality Department,
yang terdiri dari Quality System Compliance & Training, Quality Control,
Quality Assurance Operation, dan Document Control and Export Filling. Dengan
adanya departemen tersebut, manajemen mutu di PT. Abbott Indonesia dapat
dipastikan terorganisasi dengan baik, konsisten dan dapat diandalkan.
B. Personalia
Aspek personalia dalam CPOB memuat ketentuan – ketentuan mengenai kualitas
dan kuantitas personel, sebab personel sangat penting dalam pembentukan dan
penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang
benar, produk yang berkualitas dapat dihasilkan oleh sumber daya manusia yang
berkualitas pula. Pembentukan personel yang berkualitas diawali dengan
pemilihan karyawan dalam jumlah yang cukup, memiliki pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan sesuai dengan kompetensi pekerjaannya, serta
memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik.
Personel diwajibkan membaca, mengerti dan memahami tiap SOP yang
berlaku sebelum mereka mulai menjalankan pekerjaannya, agar personel dapat
bekerja mengacu pada ketentuan CPOB sehingga mutu produk dapat terjamin.
Setiap departemen yang ada di PT. Pradja Pharin (Prafa) dipimpin oleh orang
yang berbeda yang tidak saling bertanggung jawab satu sama lain. Departemen
Produksi dipimpin oleh seorang manager produksi yang berprofesi sebagai
Apoteker yang telah tersertifikasi dan berpengalaman dalam memproduksi obat.
Departemen Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu dipimpin oleh seorang
90

manager yang berprofesi sebagai Apoteker yang telah tersertifikasi dan


berpengalaman dalam industri farmasi.
Untuk meningkatkan kualitas personil PT. Abbott Indonesia
menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan seminar-seminar tentang CPOB
yang dilakukan secara rutin sehingga dapat meningkatkan profesionalisme dan
terciptanya perilaku yang mencerminkan CPOB dalam bekerja. PT. Abbott
Indonesia mengirimkan personil mereka untuk mengikuti pelatihan atau seminar-
seminar yang diadakan oleh pihak luar untuk selalu memperoleh informasi
terbaru mengenai teknologi di industri farmasi. Serta, untuk meningkatkan
efektifitas kerja, setiap personel tidak diberikan pekerjaan yang berlebihan untuk
menghindari timbulnya risiko terhadap mutu obat dan menghasilkan personel
yang berkualitas.
C. Bangunan dan Fasilitas
Rancangan, konstruksi dan letak bangunan diatur CPOB agar memadai dan
memudahkan untuk melaksanakan kegiatan operasional, pembersihan dan
pemeliharaan sehingga risiko terjadinya kontaminasi silang (cross
contamination), ketercampuran ( mix up) dan dampak lain yang dapat
menurunkan mutu obat diperkecil. Bangunan pabrik juga dibedakan lagi menjadi
beberapa bagian, yaitu kantor, area produksi, area pengemasan sekunder, area
gudang, area pengolahan limbah serta area pengujian mutu atau laboratorium.
Tata letak dan rancangan bangunan dan fasilitas PT. Abbott Indonesia dibuat
sedemikian rupa sesuai dengan CPOB.
Bangunan dan fasilitas dirancang, dilengkapi dan dirawat dengan tepat untuk
melindungi dari pengaruh lingkungan serta adanya pencemaran dari udara, tanah
dan air. Semua area (produksi, laboratorium, gudang, koridor, kantor dan
lingkungan sekeliling bangunan) dirawat dalam kondisi bersih dan rapi seta
ditinjau secara dan teratur dan jika diperlukan dilakukan perbaikan. Selain itu,
tiap ruangan juga diatur suhu, kelembaban, sirkulasi udara, tekanan udara, jumlah
partikel, dan jumlah populasi mikrobanya. Area produksi terdiri dari produksi
91

solid dan liquid yang letaknya terpisah. Pada sediaan solid dilakukan proses-
proses pembuatan seperti drying, sizing, lubrication, compressing, coating,
filling, serta packaging. Sedangkan untuk sediaan liquid dilakukan proses
produksi seperti mixing, filtering, filling, sterilizer, dan packaging. Ruang
produksi PT. Abbott Indonesia dibagi menjadi dua area, yaitu :
1) Grey Area
Grey area merupakan area dimana bahan baku mengalami kontak langsung
dengan udara. Kegiatan yang dilakukan di area ini yaitu pengambilan sampel
bahan baku, penimbangan bahan baku, proses produksi dan pengemasan
primer. Grey area terdiri dari ruang depacking, ruang antara, ruang
penimbangan dan ruang produksi. Kebersihan udaranya dari segi jumlah
partikel dan mikroba sesuai dengan ketentuan CPOB, yaitu kelas III dengan
batasan jumlah partikel < 100.000/ft3, suhu ruangan 20-27°C, kelembapan
berkisar < 40%, efisiensi saringan udara sekitar 99,99% dan pertukaran
udaranya 5-20x/jam.
2) Black Area
Black area merupakan area yang tidak kontak langsung dengan produk, meliputi
ruangan QA (pemastian mutu), finishing (pengemasan) untuk pengemasan
sekunder dan warehouse. Suhu ruangan < 27°C, kelembapan berkisar 45-75%,
dan efisiensi saringan udara sekitar 80-85%. Sistem air lock diterapkan untuk
mencegah terbukanya dua pintu secara bersamaan sehingga alur pergerakan udara
dapat dikendalikan. Pemisahan ini didukung oleh pengaturan tekanan udara (beda
tekanan min. 5 Pa) dan pengujian mikrobiologi serta jumlah partikel yang ada
(Swap Test). Tekanan udara di koridor produksi lebih besar dari ruang proses
sehingga udara dalam ruang proses tidak keluar ke koridor saat pintu ruang
tersebut dibuka. Pada ruang produksi liquid, sistem air lock dilengkapi dengan
alarm dimana alarm tersebut akan berbunyi jika salah satu pintu dibuka.
Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan produksi yang
terdapat bahan baku dan bahan pengemas primer, produk antara atau produk
92

ruahan yang terpapar ke lingkungan dilapisi epoksi, dibuat dari bahan kedap air,
halus, bebas retak, licin, rata dan tidak melepaskan partikulat. Sudut-sudut antara
dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah kritis dibentuk sebagai lengkungan
untuk memudahkan dan memungkinkan pembersihan secara efektif dan efisien.
Sarana untuk mengganti pakaian kerja, mencuci tangan dan toilet disediakan
dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Toilet tidak berhubungan langsung
dengan area produksi sedangkan ruang ganti pakaian berhubungan langsung
dengan area produksi namun letaknya terpisah. Area penyimpanan (gudang)
memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas
dan produk secara rapi dan teratur. Area ini dirancang dan disesuaikan untuk
menjamin kondisi penyimpanan yang baik dengan pengaturan temperatur dan
kelembapan relatif ( Relative Humidity/Rh) dengan menggunakan alat opusmeter,
area penyimpanan dirawat dengan bersih, kering dan mendapat penerangan yang
cukup. Area gudang dipisahkan untuk masing-masing kategori yaitu gudang
bahan baku, bahan kemas, produk jadi, bahan mudah terbakar, ruang karantina
dan ruang produk yang telah diluluskan oleh bagian pengendalian mutu, gudang
limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), gudang untuk barang-barang yang
ditolak oleh QA dan barang-barang yang dikembalikan oleh distributor.
Laboratorium pengawasan mutu dirancang sesuai dengan kegiatan yang dilakukan
dengan luas yang memadai dan terpisah dari area produksi. Ruangan instrumen
terpisah dari ruangan lain untuk memberikan perlindungan terhadap instrumen
dari gangguan listrik, getaran, kelembaban yang berlebihan dan gangguan lain.
Sarana penunjang seperti tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan
ventilasi diatur secara tepat untuk menghindari timbulnya dampak yang
merugikan terhadap produk selama proses pembuatan, penyimpanan atau
terhadap ketepatan dan ketelitian fungsi dari peralatan. Ventilasi dan kondisi
ruangan telah dilengkapi dengan sarana pengatur suhu dan kelembapan yakni
dengan adanya sistem tata udara (HVAC) secara Fresh Air dan Circulated Air
yang dikendalikan dengan Unit Tata Udara (AHU). Ruangan istirahat dan kantin
93

terpisah dari area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Sarana loker ganti
pakaian, toilet, tempat sampah, P3K dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Jumlah APAR yang diletakkan
bergantung pada tingkat kekritisan lokasi tersebut terhadap terjadinya kebakaran.
D. Peralatan
CPOB menyatakan bahwa rancangan dan konstruksi peralatan harus ditempatkan
dan dikualifikasi dengan tepat dan ukuran memadai. Sebelum digunakan harus
dilakukan kualifikasi, seperti kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi
operasional dan kualifikasi kinerja. Alat harus mudah dibersihkan, dikalibrasi,
diberikan penandaan dan pemberian nomor untuk tiap peralatan utama (kecuali
digunakan untuk satu jenis produk). Peralatan yang ada harus diberikan perawatan
menurut jadwal yang tepat agar berfungsi dengan baik dan mencegah terjadinya
pencemaran. Prosedur perawatan harus tervalidasi dan catatan pemeliharaan harus
didokumentasikan dengan baik.
E. Sanitasi dan Higienitas
Tingkat sanitasi dan hygiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek
pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan hygiene menurut CPOB meliputi
personal, bangunan, fasilitas, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta
wadahnya dan segala sesuatu yang dapat menjadi sumber pencemaran produk.
Perbedaan sanitasi dan higiene terletak pada subjek pelaku, dimana pada sanitasi
ditujukan untuk bangunan, peralatan, fasilitas, dan lain- lain, sedangkan higiene
ditujukan untuk personil. Prosedur pembersihan, sanitasi dan higiene divalidasi
dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa efektifitas prosedur
memenuhi persyaratan dilengkapi dengan label identitas pada setiap ruangan dan
peralatan sehingga dapat meminimalisasi kontaminasi yang dapat mempengaruhi
mutu produk baik secara langsung atau tidak langsung.
a. Higiene Perorangan
Semua personel, khususnya personel bagian produksi diwajibkan menjalani
pemeriksaan kesehatan awal pada saat perekrutan yang menjamin bahwa keadaan
94

kesehatan personel tidak mempengaruhi mutu produk. Pemeriksaan kesehatan


juga dilakukan secara berkala yaitu setahun sekali. Setiap personel yang masuk
ke area produksi baik solid maupun liquid harus melalui beberapa tahap, yaitu
mengenakan pakaian khusus yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan,
menggunakan pelindung yang telah disediakan seperti masker, penutup telinga
(pada daerah tertentu yang memiliki kebisingan lebih dari 8 desibel), tidak
mengenakan perhiasan dan komestik untuk mencegah pencemaran terhadap
produk serta mencuci tangan sesuai dengan prosedur pencucian dan
mengeringkannya. Setiap personel yang masuk ke area produksi, gudang dan
laboratorium tidak boleh melakukan hal-hal yang dapat berpengaruh pada mutu
produk yang dihasilkan, misalnya merokok, makan dan minum. Pengunjung
yang tidak mendapat pelatihan dan akan masuk ke area produksi dan
laboratorium pengawasan mutu diberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai
higiene perorangan dan pakaian pelindung yang disyaratkan oleh perusahaan.
Pengunjung diberikan pengarahan oleh personel yang kompeten mengenai
ketentuan yang harus diikuti sebelum memasuki area produksi dan laboratorium.
Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang
berakibat pada kerusakan mutu produk yang dihasilkan.
b. Sanitasi Bangunan dan Fasilitas
Jadwal, metode, peralatan dan bahan pembersih yang digunakan untuk
pembersihan bangunan dan fasilitas terdapat dalam BOP ( Basic Operating
Procedure). Prosedur tertulis tersebut harus dilaksanakan dengan baik sehingga
sanitasi bangunan dan fasilitas memenuhi standar yang ditetapkan. Sanitasi
(pembersihan ruangan) selalu dilakukan setelah kegiatan produksi agar dapat
digunakan kembali untuk proses produksi selanjutnya. Ruangan disanitasi dengan
larutan antibakteri (larutan Resiguard dan Forward) sehari sebelum ruangan
digunakan untuk proses produksi. Sanitasi ruangan dilakukan pada lantai, dinding
dan langit- langit. Larutan antibakteri tersebut digunakan berselang-seling untuk
mencegah resistensi. Jika ruangan produksi tidak digunakan selama dua minggu
95

maka harus dilakukan pembersihan ulang. Setiap dua minggu sekali dilakukan
swab test untuk memastikan bahwa ruangan produksi telah disanitasi dengan
benar dan setiap satu bulan sekali bagian Quality Assurance akan melakukan tes
untuk pengawasan lingkungan. Sarana toilet tersedia dalam jumlah yang cukup
dan memenuhi standar sanitasi serta memiliki ventilasi yang baik. Sampah
dikumpulkan dalam wadah yang sesuai untuk dipindahkan ke tempat
penampungan di luar bangunan dan dibuang secara teratur dan berkala.
c. Pembersihan dan Sanitasi Peralatan
Peralatan yang sudah digunakan selalu dibersihkan, baik bagian luar maupun
dalam sesuai dengan prosedur yang ditetapkan,serta dijaga dan disimpan dalam
kondisi yang bersih setiap kali sebelum dipakai. Peralatan dan perlengkapan yang
digunakan dibersihkan menggunakan antibakteri (larutan Liquinox). Ada dua jenis
pembersihan peralatan dan perlengkapan yaitu pembersihan minor dan
pembersihan mayor. Pembersihan minor dilaksanakan jika peralatan dan
perlengkapan telah digunakan untuk memproduksi tiga bets produk yang sama
atau saat akan melakukan produksi produk yang berbeda. Pembersihan mayor
dilakukan dua minggu sekali untuk pembersihan total peralatan dan perlengkapan.
Jika peralatan dan perlengkapan tidak digunakan selama dua minggu maka harus
dilakukan pembersihan ulang. Setiap mesinmesin yang sudah dibersihkan diberi
label “Bersih” dan jika mesinmesin tersebut masih kotor maka diberi label “
Kotor” .
F. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa menjamin
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). PT. Abbott Indonesia
melaksanakan proses produksi dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
dan memenuhi ketentuan CPOB sehingga dapat menjamin hasil produk yang
memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin
96

edar atau registrasi. Selain mengacu pada CPOB, proses produksi di PT Abbott
Indonesia juga berpedoman pada prosedur yang telah ditetapkan oleh Abbott
Laboratories serta selalu dilakukan pengawasan serta pemeriksaan secara berkala.
Kegiatan produksi dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten. Prosedur
produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung
jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi
spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja dilakukan secara tertulis, mudah
dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi serta dokumentasi setiap langkah
dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan
tugas. Proses pencatatan setiap langkah yang dilaksanakan saat proses pengolahan
penting dilakukan agar dapat ditelusuri dan dipelajari jika ternyata terdapat
permasalahan atau kekeliruan pada saat proses produksi. Selama proses produksi
berlangsung selalu dilakukan pengawasan oleh bagian pemastian mutu dan bagian
produksi. Hal ini bertujuan untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan selalu
terjaga dalam setiap tahap pembuatannya dan memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan. Sebelum proses pengolahan, semua peralatan dan bahan yang
digunakan telah disesuaikan dengan prosedur yang tertulis (MO/FO) sehingga
kemungkinan terjadinya kekeliruan dan pencemaran dapat dihindari. Setelah
proses pengolahan, bulk yang dihasilkan disimpan di wadah plastik untuk
mencegah terjadinya pencemaran dan diberi label yang menunjukkan identitas
nomor kode produksi dan statusnya. Selama proses pengolahan dan pengemasan,
bagian IPC dan pengawasan mutu melakukan kontrol untuk mencegah terjadinya
hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian terhadap produk jadi. Sebelum proses
pengemasan, karyawan PT. Abbott Indonesia harus memeriksa line clearance
untuk memastikan bahwa tidak terdapat material dari bets sebelumnya, serta
memeriksa kesesuaian line terhadap nama produk, berat dan nomor bets. Pada
saat pengemasan, petugas IPC melakukan pengambilan contoh untuk melihat
aspek fisik produk seperti berat, volume dan jumlah. Sedangkan petugas
pengawasan mutu juga memeriksa label dan spesifikasi yang ditetapkan. Setelah
97

proses produksi (pengolahan maupun pengemasan) selesai, karyawan harus


melakukan rekonsiliasi untuk memeriksa ketepatan jumlah bahan baku/kemas
yang telah digunakan. Setiap kegiatan rekonsiliasi di PT. Abbott Indonesia telah
terdokumentasi dengan baik. Sistem dokumentasi yang baik menggambarkan
riwayat lengkap dari satu batch record sehingga memudahkan penelusuran
kembali bila terjadi kesalahan pada bets tersebut. Pengolahan limbah pada PT
Abbott Indonesia dilakukan dengan 2 macam limbah yaitu limbah padat dan
limbah cair.
Pemeriksaan air hasil pengolahan limbah cair dilakukan oleh pihak dalam dan
luar, meliputi pemeriksaan pH, TSS (Total Solid Suspension/Total Suspensi
Padat), COD ( Chemical Oxygen Demand/ Nilai Oksigen Kimia), BOD
(Biological Oxygen Demand/ Nilai Oksigen Biologi), Nitrogen, bahan organik
dan bakteri oleh bagian pengawasan mutu.
Apabila limbah cair yang dihasilkan melebihi dari batas yang telah ditentukan
maka terdapat kesalahan dalam proses produksi, seperti apabila nilai LOD dan
BOD maka terdapat banyak kandungan detergent di dalam limbah.
Proses pengolahan limbah cair yang dilakukan di PT. Abbott Indonesia adalah
dengan menggunakan bakteri pengurai yang dapat membuat limbah menjadi
mengendap dan dapat memisahkan antara limbah dengan air, sehingga air hasil
pemisahan akan dapat dibuang ke sungai sementara hasil pengendapan limbah
dapat diserap oleh lumpur hisap. Karena dalam proses pengolahan ini
menggunakan bakteri, maka kandungan kimia di dalam limbah harus dijaga agar
bakteri yang digunakan tidak mati akibat kekurangan nutrisi sebagai sumber
makanan. Setelah proses pengolahan selesai dilakukan, maka dilakukannya
pengetesan air hasil pengolahan dengan cara memelihara ikan mas dan ikan koi
menggunakan air hasil pengolahan. Cara ini dilakukan karena berdasarkan sifat
ikan mas dan ikan koi yang hanya dapat hidup pada air yang bersih, maka dapat
digunakan sebagai acuan kandungan limbah berbahaya yang terkandung sebelum
dibuang ke sungai.
98

G. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannnya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak
yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai
sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus
terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. PT. Abbott
Indonesia memiliki bagian pengawasan mutu yang bersifat independen dari
bagian produksi dan berada di bawah Departemen Pemastian Mutu. Pengawasan
mutu dilakukan secara terpadu dan konsisten mulai dari pemeriksaan dan
pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, bahan pengemas dan produk
jadi. Bagian pengawasan mutu juga melakukan uji stabilitas, program pemantauan
lingkungan, pengujian dalam rangka validasi, penanganan sampel per tinggal,
menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode
pengujiannya. Bagian pemastian mutu PT. Abbott Indonesia bertanggung jawab
untuk menyetujui atau menolak bahan awal produk dalam proses produksi dan
obat jadi. Bidang pemastian mutu juga menerapkan prinsip CPOB dimana selama
pelaksanaan pengujian produk, bidang pemastian mutu berusaha membangun
mutu yang baik ke dalam produk.
H. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan
Produk Kembalian
Proses penanganan keluhan dan laporan harus didokumentasikan dan setiap
keluhan yang diterima harus dicatat. Berdasarkan hasil penelitian dan evaluasi,
kemudian dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut yang dapat dilakukan dapat
berupa perbaikan atau perubahan bahan-bahan baku, bahan pengemas, proses
produksi, teknologi pembuatan, kondisi penyimpanan, indikasi, dosis atau
penambahan informasi mengenai kemanan obat seperti interaksi obat,
kontraindikasi, dan lain- lain. Selain itu juga dapat dilakukan penghentian
99

distribusi, penarikan obat dari pasar, atau penghentian produksi dan distribusi
obat. Penarikan kembali obat dapat berupa:
1. Penarikan kembali satu batch bila terdapat kesalahan teknis kualitas obat pada
satu batch tertentu saja.
2. Penarikan kembali beberapa batch bila terdapat kesalahan teknis kualitas obat
pada lebih dari satu batch.
3. Penarikan kembali seluruh obat yang bersangkutan dari semua mata rantai
distribusi dilakukan bila ditemukan reaksi merugikan dari obat yang tidak
diduga sebelumnya namun berakibat serius terhadap kesehatan dan apabila
frekuensi dari reaksi merugikan yang sudah didaftarkan meningkat.
Penarikan kembali produk yang telah beredar di pasaran dapat juga diakibatkan
oleh adanya perintah dari Badan POM, misalnya karena kebijakan baru atau
ditemukannya produk yang tidak memenuhi standar mutu berdasarkan hasil
pemeriksaan sampel di pasaran. Pengembalian obat dapat terjadi karena produk
rusak, kadaluarsa, masalah keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat,
wadah yang dapat menimbulkan keraguan mengenai keamanan, identitas, mutu
dan jumlah obat yang bersangkutan. Keluhan terhadap produk impor yang
menyangkut mutu akan diteruskan ke pabrik yang memproduksi produk tersebut
karena PT. Abbott Indonesia hanya melakukan proses pengemasan ulang (over
labelling).

BAB VI
PENUTUP
100

A. Kesimpulan

1. PT. Pradja Pharin dan PT. Abbott Indonesia telah menerapkan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dengan baik pada setiap aspek
produksi meliputi aspek manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas,
peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, penanganan
keluhan terhadap obat, penarikan kembali produk dan produk kembalian,
untuk menghasilkan produk yang bermutu, aman dan berkhasiat.
2. Peran Apoteker di PT. Pradja Pharin (Prafa) dan PT. Abbott Indonesia sudah
sesuai persyaratan CPOB yaitu sebagai kepala departemen produksi, pengawasan
mutu dan pemastian mutu dan tanggung jawab apoteker sebagai salah satu tenaga
inti agar dihasilkan suatu produk yang memenuhi persyaratan mutu (Quality,
Efficacy, Safety). Para Apoteker tersebut dalam masing-masing departemennya
dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian.
3. Pekerjaan kefarmasian di industri farmasi dimulai dari perencanaan pembuatan
produk sampai produk berada di tangan konsumen. Dibutuhkan aplikasi
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan diri apoteker dan ditunjang dengan
orang-orang yang sudah terkualifikasi dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian
tersebut.
B. Saran
1. PT. Pradja Pharin (Prafa) dan PT. Abbott Indonesia tetap konsisten dalam
mempertahankan dan meningkatkan semua aspek CPOB.

2. PT. Pradja Pharin (Prafa) dan PT. Abbot Indonesia dapat terus menjalin kerja
sama dengan Fakultas Farmasi Universitas Pancasila atau dengan Universitas
lain, terutama dalam kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL), mengingat
kegiatan tersebut sangat memberikan manfaat, wawasan dan pengalaman kepada
mahasiswa farmasi sebagai calon apoteker.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
101

Baik (CPOB). Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik


Indonesia.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001. Petunjuk Operasional
Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri
Kesehatan No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta.
Bambang Priyambodo. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global
Pustaka Utama.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah
No. 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.
102

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai