Anda di halaman 1dari 126

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu profesi di industri farmasi yang memiliki peran dan tanggung

jawab yang besar adalah profesi Apoteker. Apoteker merupakan sarjana farmasi

yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah apoteker (PP 51

2009, Permenkes RI, 2014). Industri farmasi harus memiliki 3 orang Apoteker

sebagai penanggung jawab pada bidang pemastian mutu, produksi dan

pengawasan mutu di setiap produksi sediaan farmasi.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.51 Tahun 2009

tentang pekerjaan kefarmasian, salah satu tempat pengabdian profesi apoteker

adalah industri farmasi. Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin

dari menteri kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat

(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1799/Menkes/Per/XII/2010). Produk obat yang berkualitas yang dihasilkan

industri farmasi harus memperhatikan faktor-faktor yang terlibat dalam proses

produksinya. Untuk menghasilkan produk obat yang berkualitas tidak hanya

ditentukan dari pemeriksaan bahan awal dan produk akhir namun harus dibangun

dari semua aspek produksi.Agar obat yang dihasilkan berkualitas, mempunyai

efikasi yang baik, bermutu, dan aman serta konsisten maka dibutuhkan suatu

pedoman bagi industri farmasi tentang cara pembuatan obat yang baik (CPOB).

CPOB adalah bagian dari manajemen mutu yang memastikan obat dibuat

dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai

dengan tujuan penggunaan dan persyaratan izin edar, persetujuan uji klinik atau

1
spesifikasi produk. CPOB menyangkut seluruh aspek produksi mulai dari sistem

mutu indutri farmasi, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, produksi, cara

penyimpanan dan pengiriman obat yang baik, pengawasan mutu, inspeksi diri,

audit mutu, dan audit dan persetujuan pemasok, keluhan dan penarikan produk

dan penarikan kembali produk, dokumentasi, kegiatan alih daya, kualifikasi dan

validasi.

Salah satu aspek dalam CPOB adalah mengenai personalia, yang salah

satunya adalah apoteker dalam industri farmasi memegang peranan penting dalam

industri farmasi untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan. Kedudukan apoteker

juga diatur dalam CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan

mutu, dan pemastian mutu.Sehingga seorang apoteker dituntut untuk mempunyai

wawasan, pengetahuan yang luas dan pengalaman praktis yang memadai serta

kemampuan dalam memimpin agar dapat mengatasi permasalahan-permasalahan

yang ada di industri farmasi.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, calon apoteker harus

mendapatkan bekal pengetahuan dan pengalaman praktis yang cukup yang salah

satunya dapat diperoleh melalui kegiatan praktek kerja profesi di industri farmasi.

Dalam rangka pembinaan terhadap generasi baru dibidang industri farmasi, yaitu

tenaga apoteker PT Nusantara Beta Farma memberi kesempatan kepada calon

apoteker untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA).

Pelaksanaan PKPA di PT Nusantara Beta Farma ini berlangsung dari tanggal 02

Agustus – 14 Agustus 2021.

2
1.2 Tujuan Praktek Kerja di Industri Farmasi

1. Mengetahui jenis industri yang ada di PT Nusantara Beta Farma

2. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, tugas dan

tanggung jawab apoteker di industri farmasi serta mempersiapkan calon

apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang

profesional.

3. Memberikan kesempatan kepada calon apoteker untuk mempelajari

prinsip CPOB dan CPKB serta penerapan dalam industri famasi.

1.3 Manfaat Praktek Kerja Profesi di Industri Farmasi

1. Dapat mengetahui jenis industri yang ada di PT Nusantara Beta Farma

2. Dapat mengetahui, memahami peran, tugas dan tanggung jawab apoteker

di industri farmasi serta mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki

dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional.

3. Dapat memahami prinsip CPOB dan CPKB serta penerapan dalam industri

farmasi.

1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan selama 2 minggu

mulai dari tanggal 02 Agustus – 14 Agustus 2021yaitu di PT Nusantara Beta

Farma, Jl. Raya Padang–Bukittinggi Km 25, Desa Pasar Usang, Kecamatan

Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman. Praktek dijadwalkan dari hari Senin -

Sabtu. Jam kerja untuk hari Senin – Jumat dimulai dari pukul 08.00 – 16.00 WIB

sedangkan Hari Sabtu dimulai dari pukul 08.00 – 15.00 WIB.

3
BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Industri Farmasi

2.1.1 Pengertian Industri Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 16 tahun 2013 yang

merupakan perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang industri farmasi, yang dimaksud dengan

industri farmasi adalah badan usaha yangmemiliki izin dari Menteri Kesehatan

untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Fungsi industri

farmasi adalah pembuatan obat atau bahan obat, pendidikan, pelatihan, penelitian

dan pengembangan. Industri farmasi harus membuat obat sesuai dengan Pedoman

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jaminan mutu suatu produk obat jadi

tidak hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian akan tetapi mutu harus

dibentuk atau dibangun pada seluruh tahapan proses produksi dari awal sampai

akhir. Oleh sebab itu, pelaksanaan CPOB harus diterapkan pada seluruh aspek

produksi dan pengendalian mutu, agar sesuai dengan tujuan penggunaannya,

memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan

tidak menimbulkan risiko yang membahayakan konsumen, baik karena

ketidakamanan, ketidakefektifan, maupun mutu obat yang substandar.

2.1.2 Izin Industri Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/

XII/2010, setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri

farmasi dari Direktur Jenderal. Industri farmasi yang membuat obat dan/atau

bahan obat yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin

4
khusus untuk memproduksi narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri

atas:

a) Berbadan usaha berupa perseroan terbatas

b) Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat

c) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

d) Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang Apoteker warga negara

Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,

produksi, dan pengawasan mutu

e) Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung

dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.

Dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b,

bagi pemohon izin industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip.

Permohonan persetujuan prinsip diajukan secara tertulis kepada direktur jenderal.

Dalam hal permohonan persetujuan prinsip dilakukan oleh industri penanaman

modal asing atau penanaman modal dalam negeri, pemohon harus memperoleh

surat persetujuan penanaman modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan

penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan

prinsip diberikan oleh direktur jenderal setelah pemohon memperoleh persetujuan

Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari kepala badan. Jika permohonan

persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat langsung melakukan

persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan instalasi peralatan,

5
termasuk percobaan produksi dengan memperhatikan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan

dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun

sepanjang memenuhi persyaratan. Selain itu, industri farmasi wajib melakukan

farmakovigilans. Apabila dalam melakukan farmakovigilans, industri farmasi

menemukan obat dan/atau bahan obat hasil produksinya yang tidak memenuhi

standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu, industri

farmasi wajib melaporkan hal tersebut kepada Kepala Badan. Ketentuan lebih

lanjut mengenai farmakovigilans diatur oleh Kepala Badan.

Tata cara pemberian persetujuan prinsip:

1. Permohonan persetujuan prinsip diajukan kepada Direktur Jenderal dengan

tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

2. Sebelum pengajuan permohonan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud,

pemohon wajib mengajukan permohonan persetujuan Rencana Induk

Pembangunan (RIP) kepada Kepala Badan.

3. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) diberikan oleh Kepala Badan

dalam bentuk rekomendasihasil analisis Rencana Induk Pembangunan (RIP)

paling lama dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan

sebagaimana dimaksud diterima.

4. Permohonan persetujuan prinsip diajukan dengan kelengkapan sebagai berikut:

a. Fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

6
b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/Identitas direksi dan komisaris

perusahaan

c. Susunan direksi dan komisaris

d. Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran

peraturan perundang-undangan di bidang farmasi

e. Fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah

f. Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha berdasarkan Undang-undang Gangguan

(HO)

g. Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan

h. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan

i. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak

j. Persetujuan lokasi dari pemerintah daerah provinsi

k. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan

l. Rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat

m. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing–masing apoteker

penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu,

dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu.

n. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung

jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan

apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan.

5. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal paling lama dalam waktu

14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima atau menolaknya

dengan menggunakan contoh formulir yang telah ditetapkan.

7
6. Pemohon izin industri farmasi dengan status penanaman modal asing atau

penanaman modal dalam negeri yang telah mendapatkan Surat Persetujuan

Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman

modal, wajib mengajukan permohonan persetujuan prinsip sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini.

Persetujuan prinsip berlaku selamatiga tahun dan dapat diubah berdasarkan

permohonan dari pemohon izin industri farmasi yang bersangkutan. Dalam hal

tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan penyelesaian pembangunan fisik atas

permohonan pemohon jangka waktu tiga tahun, dapat diperpanjang oleh Direktur

Jenderal untuk paling lama satu tahun.

Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh Direktur

Utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dengan kelengkapan

sebagai berikut:

a. Fotokopi persetujuan Prinsip Industri Farmasi

b. Surat Persetujuan Penanaman Modal untuk industri farmasi dalam rangka

penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri

c. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan

d. Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya

e. Fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan

Lingkungan/Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

f. Rekomendasi kelengkapan administratif izin industri farmasi dari Kepala

Dinas Kesehatan Provinsi.

g. Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala Badan.

h. Daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir.

8
i. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing Apoteker

penanggung jawab produksi, Apoteker penanggung jawab pengawasan mutu,

dan Apoteker penanggung jawab pemastian mutu

j. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing Apoteker penanggung jawab

produksi, Apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan Apoteker

penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan

k. Fotokopi Ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masing-

masing Apoteker penanggung jawab produksi, Apoteker penanggung jawab

pengawasan mutu dan Apoteker penanggung jawab pemastian mutu.

l. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau

tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang kefarmasian.

Permohonan Izin industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal

dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan

Provinsisetempat dengan menggunakan contoh formulir yang telah ditetapkan.

Paling lama dalam waktu dua puluh hari kerja sejak diterimanya tembusan

permohonan, Kepala Badan melakukan audit pemenuhan persyaratan CPOB.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi juga melakukan verifikasi kelengkapan

persyaratan administratif, paling lama dalam waktu sepuluh hari kerja sejak

dinyatakan memenuhi persyaratan CPOB, Kepala Badan mengeluarkan

rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan

tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsidan pemohon dengan

menggunakan contoh formulir yang telah ditetapkan.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan

persyaratan administratif kepada direktur jenderal dengan tembusan kepada

9
Kepala Badan dan pemohon dengan menggunakan contoh formulir yang telah

ditetapkan. Direktur Jenderal menerbitkan izin industri farmasi dengan

menggunakan contoh formulir yang telah ditetapkan.

2.1.3 Penyelenggaraan Industri Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/

XII/2010, industri farmasi mempunyai fungsí pembuatan obat dan/atau bahan

obat, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan. Izin industri

farmasi berlaku untuk seterusnya selama industri farmasi yang bersangkutan

masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Industri farmasi dapat membuat obat secara kontrak kepada industri

farmasi lain yang telah menerapkan CPOB. Industri farmasi pemberi kontrak

wajib memiliki izin industri farmasi dan paling sedikit memiliki satu fasilitas

produksi sediaan yang telah memenuhi persyaratan CPOB. Industri farmasi

pemberi kontrak dan industri farmasi penerima kontrak bertanggung jawab

terhadap keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu obat.

2.1.4 Pelaporan Industri Farmasi

Laporan industri farmasi disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan

tembusan kepada Kepala Badan. Laporan industri farmasi melalui sistem

Monitoring Industri Farmasi (e-was) dengan alamat http://e-was.pom.go.id,

dilaporkan setiap triwulan.

1. Pelaporan pemasukan dan penggunaan bahan baku.

2. Pelaporan realisasi produksi dan distribusi obat jadi.

3. Pelaporan data tahunan produksi dan pemasaran.

10
4. Pelaporan data industri farmasi yang berisi profil industri farmasi termasuk

informasi kegiatan produksi dan peralatan produksi yang digunakan.

2.1.5 Pembinaan dan Pengawasan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/

XII/2010, Pembinaan terhadap pengembangan Industri Farmasi dilakukan oleh

Direktur Jenderal. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini dapat

dikenakan sanksi administratif berupa:

a. Peringatan secara tertulis

b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk

penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan

obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan,

khasiat/kemanfaatan, atau mutu

c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi

persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu produk

d. Penghentian sementara kegiatan

e. Pembekuan izin industri farmasi

f. Pencabutan izin industri farmasi

2.2 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) dan Cara Pembuatan

Kosmetik Yang Baik ( CPKB)

CPOB diterapkan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan

sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan obat. Didalam CPOB

mencakup seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu. CPOB merupakan

pedoman yang sangat penting tidak hanya bagi industri farmasi dan regulator,

11
tetapi juga bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhannya akan pengobatan yang

aman, berkhasiat, dan berkualitas.

CPOB memiliki 12 aspek yaitu:sistem mutu indutri farmasi, personalia,

bangunan dan fasilitas, peralatan, produksi, cara penyimpanan dan pengiriman

obat yang baik, pengawasan mutu, inspeksi diri, audit mutu, dan audit dan

persetujuan pemasok, keluhan dan penarikan produk dan penarikan kembali

produk, dokumentasi, kegiatan alih daya, kualifikasi dan validasi.

CPKB adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan kosmetika yang bertujuan

untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan

mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

CPKB memiliki 12 aspek yaitu: sistem manajemen mutu, personalia,

bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan

mutu, dokumentasi, audit internal, penyimpanan, kontrak produksi dan pengujian,

penanganan keluhan dan penarikan produk.

2.2.1 Sistem Mutu Indutri Farmasi

Pemegang Izin Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

sesuai tujuan penggunaan, memenuhi persyaratan Izin Edar atau Persetujuan Uji

Klinik, jika diperlukan, dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan

pasien pengguna disebabkan karena keamanan, mutu atau efektivitas yang tidak

memadai. Industri farmasi harus menetapkan manajemen puncak yang

mengarahkan dan mengendalikan perusahaan atau pabrik dengan kewenangan dan

tanggung jawab memobilisasi sumber daya dalam perusahaan atau pabrik untuk

mencapai kepatuhan terhadap regulasi.

12
Manajemen puncak bertanggung jawab untuk pencapaian sasaran mutu,

yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari personel pada semua tingkat di

berbagai departemen dalam perusahaan, juga pemasok dan distributor. Untuk

mencapai sasaran mutu yang handal, diperlukan sistem mutu yang didesain secara

komprehensif dan diterapkan secara benar serta mencakup cara pembuatan obat

yang baik dan manajemen risiko mutu. Pelaksanaan sistem ini hendaklah

didokumentasi lengkap dan dimonitor dipantau efektivitasnya. Semua bagian

sistem mutu hendaklah didukung ketersediaan personel yang kompeten, bangunan

dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai. Tambahan tanggung jawab

legal diberikan kepada pemegang Izin Industri Farmasi (IIF) dan kepada

pemastian mutu.

2.2.2 Personalia

Sumber Daya Manusia (SDM) sangat penting dalam pembentukan dan

penerapan sistem pengawasan mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang

benar.Industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang

terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap

personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan memahami

prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal yang berkesinambungan,

termasuk instruksi mengenai hygienis yang berkaitan dengan pekerjaan.Personil

Kunci mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu dan

Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) yang dipimpin oleh apoteker

dimasing-masing bidang. Untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif,

maka masing–masing personil diberi wewenang penuh dan sarana yang memadai

pada setiap bidangnya.

13
1. Bagian Produksi

Kepala Bagian Produksi  dipimpin oleh seorang apoteker yang terdaftar

dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman

praktis yang memadai dalam bidang  pembuatan obat dan keterampilan

managerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan  tugas secara

profesional.

Kepala Bagian Produksi  diberi kewenangan  dan tanggung  jawab penuh

dalam produksi obat termasuk :

a. Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar

memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.

b. Memberikan persetujuan kerja yang terkait dengan produksi dan memastikan

bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat.

c. Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh

Kepala Bagian Produksi sebelum diserahkan kepada Kepala Bagian

Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

d. Memeriksa pemeliharaan  bangunan fasilitas  serta peralatan dibagian produksi.

e. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.

f. Memastikan bahwa pelatihan awal  dan berkesinambungan bagi personil di

departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

2. Bagian Pengawasan Mutu

Kepala bagian pengawasan mutu dipimpin oleh seorang apoteker yang

berkualifikasi dan telah memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman

praktis yang memadai dan keterampilan managerial sehingga memungkinkan

14
untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala  bagian mutudiberi

kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan  mutu termasuk :

a. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, instruksi pengambilan sampel,

metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain

b. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan

c. Memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan kontrak

d. Memastikan pelaksanaan kualifikasi dan pemeliharaan bangunan fasilitas serta

peralatan di bagian produksi pengawasan mutu

e. Memastikan bahwa validasi yang tepat telah dilaksanakan

f. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personel di

departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan

g. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk

ruahan dan produk jadi sesuai hasil evaluasi.

3. Bagian Manajemen Mutu

Kepala bagian manjemen mutu (pemastian mutu) dipimpin oleh seorang

Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan sesuai, memiliki

pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan managerial sehingga

memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala Bagian

Manajemen  Mutu (Pemastian Mutu) diberi kewenangan dan tanggung jawab

penuhuntuk melaksanakan tugas  yang berhubungan dengan sistem

mutu/pemastian mutu, termasuk :

a. Memastikan penerapan (dan bila diperlukan, membentuk) sistem mutu.

b. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan.

c. Memprakarsai dan  mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala.

15
d. Melakukan  pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasaan Mutu.

e. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit

terhadap pemasok).

f. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi.

g. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik dan/atau peraturan Badan

Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan mutu

produk jadi.

h. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets

i. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan

mempertimbangkan semua faktor terkait

j. Memastikan bahwa setiap bets produk jadi telah diproduksi dan diperiksa

sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara tersebut dan sesuai dengan

persyaratan Izin Edar

k. Tanggung jawab Kepala Pemastian Mutu dapat didelegasikan, tetapi hanya

kepada personel yang berwenang.

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan-fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,

konstruksi dan letak yang memadai, serta dirawat kondisinya untuk kemudahan

pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat

sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi ketidakjelasan, kontaminasi

silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan

yang efektif untuk menghindarkan kontaminasi silang, penumpukan debu atau

kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Persyaratan bangunan-fasilitas menurut CPOB, yaitu:

16
a. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan kontaminasi

dari lingkungan sekitar, seperti kontaminasi dari udara, tanah dan air serta dari

kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai,

hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap kontaminasi

tersebut

b. Bangunan-fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan dipelihara

sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca,

banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung,

binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur untuk

pengendalian binatang pengerat dan hama.

c. Bangunan-fasilitas hendaklah dipelihara dengan cermat, dibersihkan dan bila

perlu didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan

disinfeksi hendaklah dikelola

d. Seluruh bangunan-fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area

penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah

dipelihara dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau

secara teratur dan diperbaiki di mana perlu. Perbaikan serta pemeliharaan

bangunan-fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak

merugikan mutu obat.

e. Pasokan listrik, pencahayaan, suhu, kelembaban dan ventilasi hendaklah tepat

agar tidak mengakibatkan dampak merugikan baik secara langsung maupun

tidak langsung terhadap obat selama proses pembuatan dan penyimpanan, atau

terhadap keakuratan fungsi dari peralatan.

17
f. Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan:

 Kompatibilitas dengan kegiatan pengolahan lain yang mungkin dilakukan

didalam fasilitas yang sama atau fasilitas yang berdampingan

 Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi

personel dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan

atau produk selain yang sedang diproses.

g. Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah personel yang tidak

berkepentingan masuk. Area produksi, area penyimpanan dan area pengawasan

mutu tidak boleh digunakan sebagai jalur lalu lintas bagi personel yang tidak

bekerja di area tersebut.

h. Kegiatan di bawah ini hendaklah dilakukan di area yang ditentukan:

 Penerimaan bahan

 Karantina barang masuk

 Penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas

 Penimbangan dan penyerahan bahan atau produk

 Pengolahan

 Pencucian peralatan

 Penyimpanan peralatan

 Penyimpanan produk ruahan

 Pengemasan

 Karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir

 Pengiriman produk

 Laboratorium pengawasan mutu.

18
a. Area Penimbangan

Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara

penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang didesain

khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area

penyimpanan atau area produksi.

b. Area Produksi

Kontaminasi silang hendaklah dicegah untuk semua produk melalui desain

dan pengoperasian fasilitas pembuatan yang tepat. Tindakan pencegahan

kontaminasi silang hendaklah sepadan dengan risikonya. Prinsip Manajemen

Risiko Mutu hendaklah digunakan untuk menilai dan mengendalikan risiko.

Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk:

a) Memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan

mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang

dipersyaratkan

b) Mencegah kesesakan dan ketidakteraturan; dan

c) Memungkinkan komunikasi dan pengawasan yang efektif.

Kelas kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat didasarkan pada

jumlah maksimum partikulat udara dan jumlah maksimum mikroba udara yang

diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan. Kelas kebersihan tersebut hendaklah

disesuaikan dengan tingkat risiko terhadap produk yang dibuat.

Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk

pengolahanproduk steril. Persyaratan pembuatan produk steril dirangkum pada

Aneks 1 Pembuatan Produk Steril. Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk

19
pengolahan produk nonsteril, dimana persyaratan jumlah maksimum partikulat

udara pada kondisi nonoperasional adalah 3.520.000 partikel/m3 untuk partikel

ukuran ≥ 0,5 μm dan 29.000 untuk partikel ukuran ≥ 5 μm. Jumlah maksimum

mikroba udara ditetapkan oleh industri berdasar kajian risiko dari jenis sediaan

yang ditangani misal cair, krim, padat.

c. Area Penyimpanan

 Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk

menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan

produkseperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk

ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah

diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk

yang ditarik dari peredaran.

 Area penyimpanan hendaklah didesain atau disesuaikan untuk menjamin

kondisi penyimpanan yang baik; Secara khusus area tersebut hendaklah

bersih, kering dan mendapat pencahayaan yang cukup serta suhunya

dipertahankan dalam batas yang ditetapkan.

d. Area Pengawasan Mutu

 Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi.Area

pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotop hendaklah dipisahkan satu

dengan yang lain.

 Laboratorium pengawasan mutu hendaklah didesain sesuai dengankegiatan

yang dilakukan. Luas ruang hendaklah memadai untuk mencegah

pencampur bauran dan kontaminasi silang. Hendaklah disediakan tempat

20
penyimpanan dengan luas yang memadai untuk sampel, baku pembanding

(bila perlu dengan kondisi suhu terkendali), pelarut, pereaksi dan catatan.

e. Sarana Pendukung

 Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan

laboratorium pengawasan mutu.

 Fasilitas untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan

toilethendaklah disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses.

Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi atau area

penyimpanan. Ruang ganti pakaian untuk area produksi hendaklah berada di

area produksi namun terpisah dari ruang produksi.

2.2.4 Peralatan

Pembuatan obat hendaklah menggunakan peralatan yang memiliki desain

dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan

dikualifikasi dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk obat

terjamin secara seragam dari bets ke bets dan memudahkan pembersihan dan

perawatannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk

antara, produk ruahan atau produk jadi tidak boleh bereaksi atau mengabsorpsi,

yang dapat mengubah identitas, mutu, atau kemurniannya di luar batas yang telah

ditentukan.

Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan

ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. Peralatan untuk

mengukur, menimbang, mencatat dan mengendalikan hendaklah dikalibrasi dan

diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode yang ditetapkan. Peralatan

hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko kesalahan atau

21
kontaminasi. Antara masing-masing peralatan hendaklah ditempatkan pada jarak

yang cukup untuk menghindarkan kesesakan dan memastikan tidak terjadi

kekeliruan dan kecampurbauran produk.

Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau

pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.

Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan, disimpan, dan bila perlu disanitasi

dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi atau sisa bahan dari proses

sebelumnya yang akan memengaruhi mutu produk.

2.2.5 Produksi

Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur

yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa

menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi

ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Unsur-unsur produksi yang

diatur oleh CPOB meliputi pembelian bahan awal yaitu bahan baku & bahan

pengemas; validasi proses; pencegahan kontaminasi silang, sistem penomoran

bets/lot, penimbangan dan penyerahan, pengolahan, pengemasan, pengawasan

selama proses, penanganan bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan

dikembalikan, karantina dan penyerahan produk jadi, catatan pengendalian

pengiriman obat, penyimpanan bahan awal, bahan kemas, produk antara, produk

ruahan dan produk jadi serta pengiriman dan pengangkutan.

Produksi dilaksanakan dengan prosedur yang telah ditetapkan yang

senantiasa dapat menjamin produk obat yang memenuhi spesifikasi yang

ditentukan.

22
a. Bahan awal meliputi :

1. Semua pemasukan, pengeluaran, dan sisa bahan dicatat, meliputi keterangan

mengenai persediaan.

2. Setiap bahan awal hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan

nama yang dinyatakan dalam spesifikasi.

3. Untuk setiap kiriman dan bets diberi nomor rujukan yang menunjukkan

identitas yang jelas.

4.  Pada saat penerimaan barang dilakukan pemeriksaan visual, dan contoh yang

diambil petugas, diuji terhadap spesifikasi bahan yang bersangkutan.

5. Kiriman bahan awal dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk dipakai.

6. Label dipasang oleh petugas yang ditunjuk oleh penanggung jawab

pengawasan mutu.

7. Persediaan awal diperiksa dalam selang waktu tertentu.

8. Bahan awal yang tidak stabil oleh pengaruh suhu, disimpan dalam suhu udara

yang diatur.

9. Bahan awal yang cenderung rusak potensinya dalam penyimpanan dinyatakan

batas umur simpannya.

10. Pengeluaran bahan awal dilakukan oleh petugas yang berwenang.

11. Tersedianya daerah penyerahan yang tersisa untuk mencegah adanya

kontaminasi silang.

12. Semua bahan awal yang tidak memenuhi syarat diberi tanda silang, disimpan

terpisah dan secepatnya dimusnahkan atau dikembalikan ke pemasok.

23
b. Validasi Proses meliputi :

1. Semua proses produksi divalidasi dengan tepat dan dilaksanakan dengan tepat

menurut prosedur yang telah ditentukan dan hasilnya disimpan.

2. Sebelum suatu proses pengolahan induk diterapkan hendaklah dilakukan

langkah-langkah untuk membuktikan kecocokan dengan pelaksanaan produksi.

3. Perubahan peralatan atau bahan disertai dengan tindakan validasi ulang.

4. Proses dan prosedur yang kritis dievaluasi kembali secara rutin.

c. Pencemaran meliputi :

Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat merugikan

kesehatan atau mengurangi daya terapetik atau mempengaruhi kualitas suatu

produk, tidak dapat diterima.

d. Sistem penomoran bets dan lot sebagai berikut :

1. Sistem penomoran dijabarkan secara rinci

2. Sistem penomoran saling berkaitan dengan produk yang dibuat.

3. Sistem penomoran menjamin bahwa nomor tidak digunakan berulang dan

memudahkan penandaan suatu produk bila terjadi sesuatu.

4. Pemberian nomor dicatat dalam buku harian produksi.

e. Penimbangan dan Penyerahan meliputi :

1. Metode penanganan, penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan

dan produk tercakup dalam prosedur tertulis.

2. Semua pengeluaran bahan dan produk didokumentasikan.

3. Bahan dan produk yang boleh diserahkan hanya yang telah diluluskan oleh

pengawasan mutu.

24
4. Sebelum dilakukan penimbangan dilakukan pemeriksaan terhadap

penandaan.

5. Kapasitas, ketepatan, dan ketelitian alat timbang sesuai dengan jumlah

bahan.

6. Pada setiap penimbangan, pengukuran dilakukan pembuktian kebenaran

ketepatan identitas dan jumlah bahan.

7. Kebersihan tempat penimbangan dan penyerahan dijaga.

8. Penimbangan dan penyerahan menggunakan peralatan yang cocok dan

bersih.

9. Bahan baku produk yang diserahkan diperiksa ulang untuk meminimalkan

resiko penyalahgunaan dan kesalahan bahan baku yang akan diproduksi.

f. Pengembalian meliputi:

Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang

dikembalikan ke gudang penyimpanan adalah produk yang memenuhi persyaratan

spesifikasi yang telah ditetapkan dan didokumentasikan dengan benar serta

direkonsilasi.

g. Pengolahan sebagai berikut :

1. Semua bahan yang dipakai diperiksa dahulu.

2. Kondisi daerah pengolahan dipantau dan dikendalikan.

3. Peralatan yang digunakan diperiksa terlebih dahulu.

4. Semua kegiatan pengolahan mengikuti prosedur tertulis yang telah

ditentukan dan penyimpangan dilaporkan dengan alasan dan penjelasan.

5. Wadah dan penutup bahan dan produk bersih.

25
6. Semua wadah dan peralatan yang berisi bahan dan produk diberi label

yang tepat.

7. Semua produk diberi label yang tepat dan dikarantina sampai diluluskan

oleh bagian pengawasan mutu.

8. Seluruh pengawasan dalam proses harus dicatat dan diteliti.

9. Hasil sesungguhnya dicatat dan dicocokkan dangan hasil teoritis.

10. Dalam seluruh tahap pengolahan, diperhatikan masalah pencemaran

silang.

h. Bahan dan produk kering penanganannya sebagai berikut :

1. Bahan dan produk kering, penanganannya menimbulkan masalah debu,

dan karenanya perlu dipasang sistem penghisap untuk mencegah

penyebaran  debu. Produk hendaklah dilindungi dari pencemaran dan

jangan sampai ada produk yang tertinggal dalam peralatan.

2. Pencampuran dan granulasi. Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk

dilengkapi dengan sistem pengendalian debu. Parameter dan operasional

tercantum dalam Dokumen Produksi Induk. Untuk bahan yang berisiko

tinggi menggunakan kantong pelindung. Pada pembuatan dan penggunaan

larutan atau suspensi dicegah terjadinya pencemaran.

3. Pencetakan tablet. Mesin dilengkapi dengan fasilitas memadai, dilakukan

pengendalian secara fisik, prosedural dan penandaan.

4. Penyalutan menggunakan alat spray yang bekerja secara otomatis dan

sudah divalidasi daya semprotnya.

26
5. Pengisian kapsul keras, kapsul kosong sebagai bahan awal, disimpan

dalam kondisi yang baik. Pemberian tanda tablet bersalut dan kapsul harus

jelas dan dapat dimengerti.

2.2.6 Cara Penyimpanan Dan Pengiriman Obat Yang Baik

Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan

dan manajemen rantai pemasokan obat yang terintegrasi. Dokumen ini

menetapkan langkah-langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan tanggung

jawab bagi semua yang terlibat dalam kegiatan pengiriman dan penyimpanan

produk. Dokumen ini memberikan pedoman bagi penyimpanan dan pengiriman

produk jadi dari Industri Farmasi ke distributor.

a. Personalia

1. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan penyimpanan dan pengiriman

hendaklah dilatih dalam semua persyaratan dalam Aneks ini dan hendaklah

mampu memenuhi persyaratan tersebut.

2. Personel kunci yang terlibat dalam penyimpanan dan pengiriman obat

hendaklah memiliki kemampuan dan pengalaman yang sesuai dengan

tanggung jawab mereka untuk memastikan bahwa obat disimpan dan

dikirimkan dengan tepat.

3. Prosedur dan kondisi kerja bagi karyawan, termasuk karyawan kontrak dan

karyawan temporer, serta personel lain yang mempunyai akses pada obat

harus dirancang dan dijaga untuk membantu meminimalkan kemungkinan

produk jatuh ke pihak yang berwenang.

4. Kode praktik dan prosedur disiplin hendaklah diterapkan untuk mencegah

dan menangani situasi di mana personel yang terlibat dalam penyimpanan

27
dan pengiriman obat diduga atau terbukti terlibat didalam penyalahgunaan

dan/atau pencurian.

b. Manajemen Mutu

1. Jika dilakukan transaksi secara elektronis, hendaklah tersedia sistem yang

memadai dan prosedur yang jelas untuk menjamin ketertelusuran dan

kepastian mutu obat.

2. Hendaklah tersedia prosedur pelulusan obat yang disetujui untuk

memastikan bahwa obat dijual dan didistribusikan hanya kepada distributor

dan/atau sarana yang berwenang.

3. Hendaklah dibuat prosedur dan catatan tertulis untuk memastikan

ketertelusuran distribusi produk.

4. Prosedur tetap harus tersedia untuk semua pekerjaan administratif dan teknis

yang dilakukan.

c. Pengiriman

Pengiriman dan transportasi obat hendaklah dimulai hanya setelah

menerima pesanan resmi atau rencana penggantian produk yang resmi dan

didokumentasikan. Hendaklah dibuat catatan pengiriman obat dan minimal

meliputi informasi berikut:

1. Tanggal pengiriman.

2. Nama dan alamat perusahaan transportasi.

3. Nama, alamat dan status penerima (misal apotek, rumah sakit, klinik).

4. Deskripsi produk, mencakup nama, bentuk sediaan dan kekuatan (jika

tersedia).

5. Jumlah produk, misal jumlah wadah dan jumlah produk per wadah.

28
6. Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.

7. Kondisi transportasi dan penyimpanan yang ditetapkan.

8. Nomor unik untuk order pengiriman.

 Catatan pengiriman hendaklah berisi informasi yang cukup untuk menjamin

ketertelusuran dan mempermudah penarikan obat jika diperlukan.

 Cara transportasi, termasuk kendaraan yang digunakan, hendaklah dipilih

dengan hati-hati, dengan mempertimbangkan semua kondisi, termasuk iklim

dan variasi cuaca. Hendaklah dilakukan validasi pengiriman untuk

membuktikan bahwa seluruh kondisi penyimpanan terpenuhi pada seluruh

rantai distribusi. Obat tidak boleh dipasok setelah tanggal kedaluwarsa, atau

mendekati tanggal kedaluwarsa. Transportasi dan produk transit, apabila

gudang industri farmasi bertindak juga sebagai pusat pengiriman kepada

pelanggan, maka industri farmasi hendaklah juga memenuhi ketentuan

CPOB.

d. Dokumentasi

1. Hendaklah tersedia prosedur dan catatan tertulis yang mendokumentasikan

seluruh kegiatan yang berhubungan dengan penyimpanan dan pengiriman

obat, termasuk semua tanda terima dan hal terkait yang dapat diterapkan.

Nama penerima produk tersebut hendaklah tercantum dalam semua terkait.

2. Hendaklah tersedia mekanisme untuk melakukan transfer informasi, baik

informasi mengenai mutu atau regulasi antara industri farmasi dan

pelanggan maupun transfer informasi kepada Badan POM sesuai

persyaratan.

29
3. Catatan yang terkait dengan penyimpanan dan distribusi obat hendaklah

disimpan dan dengan mudah tersedia jika diminta oleh Badan POM sesuai

dengan CPOB.

4. Catatan permanen, baik tertulis maupun elektronis, hendaklah tersedia

untuk tiap produk yang disimpan yang mengindikasikan kondisi

penyimpanan yang direkomendasikan, semua tindakan pencegahan yang

harus diamati. Persyaratan Farmakope dan peraturan lain yang berlaku

tentang label dan kemasan/wadah pengiriman hendaklah selalu dipatuhi.

5. Apabila catatan dibuat dan disimpan secara elektronis, hendaklah tersedia

backup untuk mencegah kehilangan data.

2.2.7 Pengawasan Mutu

Kegiatan pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB

untuk memastikan bahwa produk yang dibuat senantiasa mempunyai mutu yang

sesuai dengan tujuan penggunaannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak

yang berkepentingan dalam seluruh rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk

mencapai sasaran mutu yang ditetapkan mulai dari awal pembuatan sampai

distribusi obat jadi.

Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga

harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.

Pengawasan Mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis. Pengawasan

Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk

pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua

pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai

atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi

30
persyaratan. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi

juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.

Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari produksi dianggap hal yang

fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan

memusnahkan.

2.2.8 Inspeksi diri, Audit Mutu, Audit dan Persetujuan Pemasok

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek

produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB

yang ditetapkan. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi

kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan

yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci

oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan

secara rutin dan pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali

obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri

hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.

Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.

Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem

manajemen dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu

umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar, independen, atau tim yang

dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

Audit dan persetujuan pemasok berguna untuk mengetahui pemasok yang

digunakan dapat diandalkan. Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)

hendaklah bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi

persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan

31
pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Hendaknya dibuat

daftar pemasok yang disetujui untuk bahan awal dan bahan pengemas. Daftar

pemasok hendaknya disiapkan dan ditinjau ulang. Sebaiknya juga dilakukan

evaluasi sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok

atau spesifikasi. Evaluasi hendaklah dilakukan dengan mempertimbangkan

riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok. Jika audit diperlukan, audit

tersebut hendaklah menetapkan kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar

CPOB. Semua pemasok yang telah ditetapkan hendaklah dievaluasi secara teratur.

2.2.9 Keluhan Dan Penarikan Produk

Untuk melindungi kesehatan masyarakat, suatu sistem dan prosedur yang

sesuai hendaklah tersedia untuk mencatat, menilai, menginvestigasi dan meninjau

keluhan termasuk potensi cacat mutu dan, jika perlu, segera melakukan penarikan

obat termasuk obat uji klinik dari jalur distribusi secara efektif.

Prinsip-prinsip manajemen risiko mutu hendaklah diterapkan pada

investigasi, penilaian cacat mutu dan proses pengambilan keputusan terkait

dengan tindakan penarikan produk, tindakan perbaikan dan pencegahan serta

tindakan pengurangan risiko lain.

Semua otoritas pengawas obat terkait hendaklah diberitahu secara tepat

waktu jika ada cacat mutu yang terkonfirmasi (kesalahan pembuatan, kerusakan

produk, temuan pemalsuan, ketidakpatuhan terhadap izin edar atau spesifikasi

produk, atau isu mutu serius lain terhadap obat atau obat uji klinik yang dapat

mengakibatkan penarikan produk atau pembatasan pasokan. Apabila ditemukan

produk yang beredar tidak sesuai dengan izin edarnya, hendaklah dilaporkan

32
kepada Badan POM atau otoritas pengawas obat terkait sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

a. Personel dan pengelolaan

Personel yang terlatih dan berpengalaman hendaklah bertanggung jawab

untuk mengelola investigasi keluhan dan cacat mutu serta memutuskan langkah-

langkah yang harus diambil untuk mengelola setiap potensi risiko yang muncul

akibat masalah tersebut, termasuk penarikan. Personel tersebut hendaklah

independen dari bagian penjualan dan pemasaran, kecuali jika ada justifikasi.

Apabila personel tersebut bukan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian

Mutu), hendaklah kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) segera

diberitahukan secara formal setiap investigasi, setiap tindakan pengurangan risiko

dan setiap pelaksanaan penarikan obat.

Personel terlatih dan sumber daya yang memadai hendaklah tersedia untuk

penanganan, penilaian, investigasi, peninjauan keluhan dan cacat mutu serta

penerapan tindakan pengurangan-risiko. Personel terlatih dan sumber daya yang

memadai juga hendaklah tersedia untuk berkomunikasi dengan otoritas pengawas

obat.

b. Prosedur penanganan dan investigasi

keluhan termasuk cacat mutu yang mungkin terjadi

Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci tindakan yang diambil

setelah menerima keluhan. Semua keluhan hendaklah didokumentasikan dan

dinilai untuk menetapkan apakah terjadi cacat mutu atau masalah lain. Perhatian

khusus hendaklah diberikan untuk menetapkan apakah keluhan atau cacat mutu

yang dicurigai berkaitan dengan pemalsuan.

33
Ketika investigasi cacat mutu dimulai, hendaklah tersedia prosedur yang

setidaknya mencakup hal-hal berikut:

1. Deskripsi cacat mutu yang dilaporkan.

2. Penentuan luas dari cacat mutu. Hendaklah dilakukan pemeriksaan atau

pengujian sampel pembanding dan/atau sampel pertinggal, dan dalam kasus

tertentu, peninjauan catatan produksi bets, catatan sertifikasi bets dan catatan

distribusi bets (khususnya untuk produk yang tidak tahan panas) hendaklah

dilakukan.

3. Kebutuhan untuk meminta sampel atau produk cacat yang dikembalikan dan

bila sampel telah tersedia, kebutuhan untuk melakukan evaluasi yang

memadai.

4. Penilaian risiko yang ditimbulkan oleh cacat mutu, berdasarkan tingkat

keparahan dan luas dari cacat mutu.

5. Proses pengambilan keputusan yang akan digunakan terkait dengan

kemungkinan kebutuhan tindakan pengurangan risiko dalam jaringan

distribusi, seperti penarikan produk atau tindakan lain.

6. Penilaian dampak dari tindakan penarikan obat terhadap ketersediaannya di

lapangan bagi pasien dan kebutuhan untuk melaporkan dampak penarikan obat

kepada otoritas terkait.

7. Komunikasi internal dan eksternal yang perlu dilakukan sehubungan dengan

cacat mutu dan investigasi.

8. Identifikasi potensi akar masalah dari cacat mutu.

9. Kebutuhan untuk melakukan identifikasi dan mengimplementasikan tindakan

korektif dan pencegahan yang tepat, dan penilaian terhadap efektivitasnya.

34
c. Investigasi dan pengambilan keputusan

Informasi yang dilaporkan terkait kemungkinan cacat mutu hendaklah

dicatat, termasuk semua data yang asli dan rinci. Keabsahan dan luas dari cacat

mutu yang dilaporkan hendaklah didokumentasikan dan dinilai sesuai dengan

prinsip manajemen risiko mutu untuk mendukung keputusan tingkat investigasi

dan tindakan yang diambil.

Jika ditemukan atau dicurigai cacat mutu pada suatu bets, maka hendaklah

dipertimbangkan untuk memeriksa bets atau mungkin produk lain untuk

memastikan apakah bets lain atau produk lain tersebut juga terkena dampak.

Terutama hendaklah diinvestigasi apabila bets lain mengandung bagian atau

komponen yang cacat.

Cacat mutu hendaklah dilaporkan tepat waktu oleh pabrik pembuat kepada

pemegang izin edar dan semua otoritas pengawas obat terkait dalam kasus-kasus

dimana cacat mutu dapat mengakibatkan penarikan atau pembatasan pasokan

produk.

d. Analisis akar masalah dan tindakan perbaikan dan pencegahan

Tingkat analisis akar masalah yang tepat hendaklah diterapkan selama

investigasi cacat mutu. Apabila akar masalah cacat mutu yang sebenarnya tidak

dapat ditentukan, pertimbangan hendaklah diberikan untuk mengidentifikasi akar

masalah yang paling mungkin dan tindakan untuk mengatasinya. Bila faktor

kesalahan personel dicurigai atau diidentifikasi sebagai penyebab cacat mutu,

hendaklah dijustifikasi secara formal dan hati-hati untuk memastikan bahwa

kesalahan proses, prosedural, sistem atau masalah lain tidak terabaikan. Tindakan

korektif dan tindakan pencegahan yang tepat hendaklah diidentifikasi dan diambil

35
sebagai tindak lanjut terhadap cacat mutu. Efektivitas tindakan tersebut hendaklah

dipantau dan dinilai. Catatan cacat mutu hendaklah ditinjau dandilakukan analisis

tren secara berkala.

e. Penarikan produk dan kemungkinan tindakan penguranganresiko lain

Pelaksanaan penarikan hendaklah mampu untuk dilakukan segera setiap

saat. Dalam kasus tertentu, untuk melindungi kesehatan masyarakat pelaksanaan

penarikan mungkin perlu dimulai sebelum menetapkan akar masalah dan luas dari

cacat mutu. Catatan distribusi bets/produk hendaklah tersedia untuk digunakan

oleh personel yang bertanggung jawab terhadap penarikan. Catatan distribusi

hendaklah berisi informasi yang lengkap mengenai distributor dan pelanggan

yang dipasok secara langsung (dengan alamat, nomor telepon, tau nomor fax pada

saat jam kerja dan di luar jam kerja, nomor bets dan jumlah yang dikirim),

termasuk distributor di luar negeri untuk produk yang diekspor.

2.2.10 Dokumentasi

Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi

manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang sangat penting

dari pemastian mutu. Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan

hendaklah mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan, memantau dan mencatat

seluruh aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu. Dokumentasi

sangat penting untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas

secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadinya kekeliruan yang

biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.

36
Dokumentasi meliputi:

1. Spesifikasi

Spesifikasi meliputi spesifikasi bahan awal, spesifikasi bahan pengemas,

spesifikasi produk antara dan produk ruahan, dan spesifikasi produk jadi.

2. Dokumen produksi

Dokumen produksi meliputi dokumen produksi induk, prosedur pengolahan

induk, dan prosedur pengemasan induk (formula pembuatan, instruksi

pengolahan, dan instruksi pengemasan) yang menyatakan seluruh bahan awal

dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi

pengolahan dan pengemasan.

3. Prosedur

Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya

pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel,

pengujian dan pengoperasian peralatan.

4. Laporan dan catatan

Catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusi dan semua

catatan yang berpengaruh pada mutu produk akhir.

2.2.11 Kegiatan Alih Daya

Aktivitas yang tercakup dalam Pedoman CPOB yang dialihdayakan

hendaklah didefinisikan, disetujui dan dikendalikan dengan benar untuk

menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menghasilkan produk atau pekerjaan

dengan mutu yang tidak memuaskan. Hendaklah dibuat kontrak tertulis antara

Pemberi kontrak dan penerima kontrak yang secara jelas menentukan peran dan

tanggung jawab masing-masing pihak. Sistem mutu industri farmasi dari pemberi

37
Kontrak hendaklah menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk

untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala pemastian mutu.

Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi semua kegiatan alih daya,

produk atau pekerjaan dan semua pengaturan teknis terkait. Semua pengaturan

untuk kegiatan alih daya termasuk usulan perubahan teknis atau perubahan lain

hendaklah sesuai dengan peraturan regulasi dan izin edar untuk produk terkait.

Jika pemegang izin edar dan izin industri farmasi tidak sama, pengaturan yang

tepat hendaklah dibuat dengan mempertimbangkan semua prinsip yang dijelaskan

dalam bab ini dan mengikuti peraturan yang berlaku. Pembuatan obat alih daya di

Indonesia hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat

CPOB yang berlaku yang diterbitkan oleh Badan POM.

a. Pemberi kontrak mesin tube

Sistem mutu industri farmasi pemberi kontrak hendaklah mencakup

pengawasan dan pengkajian terhadap kegiatan alih daya. Pemberi Kontrak

bertanggung jawab secara penuh untuk menjamin ada proses yang memastikan

pengawasan terhadap kegiatan alih daya. Proses ini hendaklah memasukkan

prinsip manajemen risiko mutu termasuk sebelum kegiatan alih daya

dilaksanakan, pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai legalitas,

kesesuaian dan kompetensi penerima kontrak untuk dapat dengan sukses

melaksanakan kegiatan alih daya.

Pemberi kontrak juga bertanggung jawab untuk memastikan, melalui

kontrak, bahwa semua prinsip dan pedoman CPOB diikuti pemberi kontrak

hendaklah menyediakan semua informasi dan pengetahuan yang diperlukan

38
kepada penerima kontrak untuk melaksanakan pekerjaan yang dialihdayakan

secara benar sesuai peraturan yang berlaku dan izin edar produk terkait.

Pemberi kontrak hendaklah memastikan bahwa Penerima Kontrak

memahami sepenuhnya masalah yang berkaitan dengan produk atau pekerjaan

yang dapat membahayakan bangunan, fasilitas, peralatan, personel, bahan atau

produk lain dan pemberi kontrak hendaklah memantau dan mengkaji kinerja

penerima kontrak dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan dan

pelaksanaannya.

Kepala pemastian mutu pemberi kontrak hendaklahbertanggung jawab

untuk mengkaji dan menilai semua catatan dan hasil yang terkait dengan kegiatan

alih daya, dan memastikan baik sendiri maupun berdasarkan konfirmasi dari

kepala pemastian mutu dari penerima kontrak, bahwa semua produk dan bahan

yang dikirim oleh Penerima Kontrak telah diproses sesuai dengan CPOB dan izin

edar.

b. Penerima kontrak

Penerima kontrak hendaklah dapat melaksanakan pekerjaan yang

diberikan oleh pemberi kontrak dengan memuaskan misal memiliki bangunan,

fasilitas, peralatan, pengetahuan, pengalaman, dan personel yang

kompeten.Penerima kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk, bahan

dan transfer pengetahuan yang diterima sesuai dengan tujuan alih daya. Penerima

kontrak tidak boleh mengalihkan pekerjaan apa pun yang dipercayakan sesuai

kontrak, tanpa terlebih dahulu dievaluasi, disetujui dan didokumentasikan oleh

pemberi kontrak. Pengaturan antara penerima kontrak dengan pihak ketiga

manapun hendaklah memastikan ketersediaan informasi dan pengetahuan,

39
termasuk penilaian kesesuaian pihak ketiga, yang dilakukan dengan cara yang

sama seperti yang dilakukan antara pemberi kontrak dan penerima kontrak.

Penerima kontrak tidak boleh melakukan perubahan apa pun, di luar

kontrak, yang dapat berpengaruh buruk pada mutu produk alih daya dari pemberi

kontrak. Penerima kontrak hendaklah memahami bahwa kegiatan alih daya,

termasuk kontrak analisis, dapat diperiksa oleh Badan POM.

c. Kontrak

Kontrak tertulis hendaklah dibuat antara pemberi kontrak dan penerima

kontrak dengan menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak dan jalur

komunikasi terkait dengan kegiatan alih daya. Aspek teknis dari kontrak

hendaklah dibuat oleh personel yang memiliki kompetensi dan pengetahuan yang

sesuai dengan kegiatan alih daya dan CPOB. Semua pengaturan kegiatan alih

daya harus sesuai dengan peraturan dan izin edar produk terkait dan disetujui oleh

kedua belah pihak. Kontrak hendaklah menguraikan secara jelas pihak yang

bertanggung jawab melaksanakan setiap tahapan pada kegiatan alih daya, misal

transfer teknologi, rantai pasokan, subkontrak (bila ada), mutu dan pembelian

bahan, pengujian dan pelulusan bahan, pelaksanaan produksi dan pengawasan

mutu, (termasuk pengawasan selama proses, pengambilan sampel, analisis dan uji

stabilitas).

Semua catatan terkait dengan kegiatan alih daya, misal catatan

pengolahan, analisis dan distribusi, serta sampel pembanding hendaklah disimpan

oleh atau disediakan untuk pemberi kontrak.Semua catatan yang relevan untuk

penilaian mutu produk, bila terjadi keluhan atau cacat produk atau penyelidikan

kasus dugaan pemalsuan, hendaklah dapat diakses dan ditetapkan dalam prosedur

40
yang dibuat oleh pemberi kontrak. Kontrak hendaklah mencakup izin bagi

pemberi kontrak untuk menginspeksi kegiatan alih daya yang dilaksanakan oleh

penerima kontrak atau pihak ketiga yang telah disetujui bersama.

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi

Validasi untuk mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang disebut

dengan kualifikasi. Jadi, kualifikasi adalah istilah yang digunakan untuk validasi

mesin, peralatan produksi maupun sarana penunjang. Kualifikasi mesin, peralatan

produksi maupun sarana penunjang merupakan langkah pertama (first step) dalam

pelaksanakan validasi di industri farmasi.

1. Kualifikasi

Kualifikasi adalah “Kegiatan Pembuktian” bahwa perlengkapan fasilitas atau

sistem yang digunakan dalam suatu proses atau sistem akan selalu bekerja sesuai

dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. Kualifikasi peralatan merupakan

identitas sifat suatu peralatan yang berkaitan dengan kinerja dan fungsinya serta

pemberian batasan nilai tertentu terhadap identitas atau sifat tersebut.

Validasi atau kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang

terdiri dari 4 tingkatan, yaitu:

a. Kualifikasi Desain.

Untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem, peralatan dan

bangunan yang akan dipasang atau dibangun (rancang bangunan) sesuai

dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur dalam ketentuan Cara

Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang berlaku. Jadi Kualifikasi Desain

dilaksanakan sebelum mesin, peralatan produksi atau sarana penunjang

41
(termasuk bangunan untuk industri farmasi) tersebut dibeli atau dipasang atau

dibangun.

b. Kualifikasi Instalasi.

Untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan

yang diinstalasi atau dipasang sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada

dokumen pembelian, buku manual alat yang bersangkutan dan

pemasangannya dilakukan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Jadi

Kualifikasi Instalasi dilaksanakan pada saat pemasangan atau instalasi

peralatan produksi atau sarana penunjang.

c. Kualifikasi Operasional.

Untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan

yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan spesifikasi yang

diinginkan. Jadi kualifikasi operasional dilaksanakan setelah pemasangan atau

instalasi mesin atau peralatan produksi atau sarana penunjang dan digunakan

sebagai mesin atau peralatan percobaan.

d. Kualifikasi Kinerja.

Untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan

yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan spesifikasi yang

diinginkan dilakukan dengan cara menjalankan sistem sesuai dengan tujuan

penggunaan.

Pelaksanaan kualifikasi harus dilakukan secara berurutan dan

berkesinambungan. Maka, pelaksanaan kualifikasi dimulai dari kualifikasi desain,

kemudian kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan yang terakhir

kualifikasi kinerja, dan tidak boleh dibolak-balik.

42
2. Validasi

Validasi adalah tindakan pembuktian yang didokumentasi dengan cara-

cara yang sesuai bahwa tiap bahan, prosedur, kegiatan, sistem, dan perlengkapan

yang digunakan dalam produksi dan pengawasan mutu agar hasil yang diinginkan

tercapai. Cara-cara pelaksanaan validasi terbagi empat yaitu:

a. Validasi Prospektif (Prospective Validation).

Berdasarkan pada perolehan data pertama sesuai protokol validasi yang

direncanakan. Validasi ini berlaku untuk produk yang belum beredar.

b. Validasi Konkuren (Concurrent Validation).

Validasi Konkurenadalah validasi yang berdasarkan data otentik yang

diperoleh dan dikumpulkan dari proses yang sedang dilaksanakan. Validasi ini

berlaku pada produk yang sedang beredar.

c. Validasi Retrospektif (Retrospective

Validation).

Validasi Retrospektifadalah validasi yang berdasarkan data otentik yang

diperoleh dan dikumpulkan dari proses yang sudah dilaksanakan dan dinilai

menurut prinsip statistik. Validasi ini berlaku pada produk yang sudah

beredar.

d. Validasi Ulang (Revalidation).

Validasi Ulang adalah validasi yang dilakukan bila ada perubahan bahan baku,

proses pembuatan, dan mesin.

Validasi Prosedur Analitik

Validasi Prosedur Analitik merupakan proses yang dilakukan melalui

penelitian laboratorium untuk membuktikan bahwa karakteristik kinerja prosedur

43
itu memenuhi persyaratan aplikasi analitik yang dimaksudkan. Jenis prosedur

analitik yang harus divalidasi pada umumnya adalah uji identifikasi, uji kuantitatif

komponen terpilih lainnya dalam suatu produk obat, uji kuantitatif kandungan

cemaran, dan uji batas untuk mengendalikan jumlah cemaran.

Validasi Berkala

Bagian Pengawasan Mutu hendaklah memberikan bantuan yang

diperlukan atau mengambil bagian dalam pelaksanaan validasi berkala oleh

bagian lain, khususnya bagian produksi untuk menjamin bahwa setiap produk

yang dihasilkan senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.

Langkah-Langkah Pelaksanaan Validasi

Administrasi Makanan dan Obat (Food and Drug Administration/FDA)

dalam Pedoman Prinsip Umum Validasi Proses (Guideline on General Principles

of Process Validation) memberikan langkah-langkah dalam pelaksanaan validasi,

yang tedapat pada siklus hidup validasi (Validation Life Cycle) berikut ini, yaitu:

a. Membuat Komite Validasi (Validation Comitee), yang bertanggung jawab

terhadap pelaksanaan validasi di industri farmasi bersangkutan.

b. Menyusun Rencana Induk Validasi (Validation Master Plan), yaitu dokumen

yang menguraikan (secara garis besar) pedoman pelaksana validasi di industri

farmasi yang bersangkutan.

c. Membuat Dokumen Validasi, yaitu Prosedur Tetap (ProTap), protokol serta

laporan validasi.

d. Pelaksanaan Validasi.

e. Melakukan Peninjauan Periodik, Change Control dan Validasi ulang

(revalidation).

44
BAB III

TINJAUAN KHUSUS

3.1 Sejarah PT Nusantara Beta Farma

Industri Farmasi PT Nusantara Beta Farma resmi berdiri dengan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.2661/A/SK/PAB/1981

untuk memproduksi obat-obatan golongan obat bebas, yang berlokasi di Jl.

Sawahan Dalam V No.1 Padang, jumlah pekerjanya masih tergolong kecil yaitu 5

orang.

Industri ini mulai beroperasi sejak bulan Februari tahun 1995. Sebelumnya

berlokasi di Jl. Sawahan Dalam IV No. 20 yang masih dalam bentuk industri

Farmasi terbatas. PT Nusantara Beta Farma merupakan salah satu industri

Farmasi di Indonesia yang memproduksi obat-obat generik. Didirikan oleh Bapak

apt. Drs. H. Yusri Umar pada tahun 1979, dengan nama PTBeta Farma Indonesia.

Pada tanggal 9 Oktober 1979 mengajukan perubahan nama menjadi PT Nusantara

Beta Farma dan diresmikan Tanggal 5 November 1979.

Setelah 6 tahun beroperasi dan mulai berkembang PT Nusantara Beta

Farma membutuhkan tempat yang lebih luas untuk kegiatan produksi dan

adminitrasi perusahaan, karena pada awal pendirian PT Nusantara Beta Farma

berlokasi di rumah kediaman Bapak apt. Drs. H. Yusri Umar. Pada tanggal 24

Januari 1985 PT Nusantara Beta Farma mengajukan permohonan pindah dari Jl.

Sawahan Dalam V No. 1 ke Jl. Sawahan Dalam IV No. 20 Padang kemudian

resmi pindah dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.

503273/ER/1985 pada tanggal 1 Oktober 1985.

45
Upaya meningkatkan mutu obat Indonesia, Menteri Kesehatan RI

mengeluarkan Surat Keputusan No.43/Menkes/SK/II/1988 mengenai Pedoman

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) kepada industri-industri Farmasi di

Indonesia.

Dengan adanya keputusan ini PT Nusantara Beta Farma mulai

membangun sarana dan prasarana yang lebih baik dan memenuhi syarat CPOB,

dimana izin pembangunan untuk pabrik yang baru dikeluarkan pada tanggal 8

Desember 1992 kemudian industri Farmasi yang baru mulai dibangun pada tahun

1993 yang berlokasi di Jalan Raya Padang – Bukittinggi Km 25, Desa Pasar

Usang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman.

Pada 9 Februari 1995, pabrik yang memenuhi persyaratan CPOB dan telah

diberikan sertifikat CPOB mulai beroperasi dan kegiatan produksi pindah dari Jl.

Sawahan Dalam IV No. 20 Padang ke Jalan Raya Padang – Bukittinggi Km 25,

Desa Pasar Usang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman secara

bertahap. Pada awal Juni 1995 seluruh kegiatan produksi dari pabrik lama telah

pindah seluruhnya ke lokasi baru sampai dengan sekarang.

Sejak tahun 2002 kepemimpinan mulai dipegang oleh Ibu apt. Hj. Diana

Agustin, S.Si, M.Si, MM yang merupakan anak pertama dari Bapak apt. Drs. H.

Yusri Umar. Sejak kepemimpinan beliau telah banyak melakukan perubahan baik

di bidang peraturan dan sistem di PT Nusantara Beta Farma. Tujuannya adalah

untuk mencapai manajemen yang profesional guna tercapai visi dan misi

perusahaan.

46
3.2 Visi, Misi dan Kebijakan Mutu Perusahaan

3.2.1 Visi PT Nusantara Beta Farma

“Menjadi Industri Farmasi yang terkemuka di pulau Sumatera”

3.2.2 Misi PT Nusantara Beta Farma

“Memproduksi obat yang bermutu tinggi sesuai dengan persyaratan cGMP

guna mendapatkan kepercayaan dan loyalitas pelanggan dan pemakai”.

3.2.3 Kebijakan Mutu Perusahaan

a) Menerapkan sistem manajemen mutu cGMP dalam melaksanakan CPOB.

b) Membeli bahan baku dari pemasok resmi yang telah disetujui.

c) Melakukan kontrol kualitas yang ketat terhadap bahan baku, obat setengah jadi

dan obat jadi.

d) Melakukan program validasi seluruh aspek.

e) Menyediakan SDM yang kompeten terlatih dan efisien sesuai dengan petunjuk

pelaksanaan CPOB.

f) Meningkatkan komunikasi internal dan eksternal serta menurunkan tingkat

customer complain seminimal mungkin dan meningkatkan after sales service

secara berkesinambungan.

g) Melakukan delivery on time sesuai dengan permintaan pelanggan.

h) Menciptakan dan memelihara lingkungan kerja yang bersih, ramah dan sehat.

3.3 Lokasi PT Nusantara Beta Farma

PT Nusantara Beta Farma berlokasi di Jalan Raya Padang – Bukittinggi

Km 25, Desa Pasar Usang Kecamatan Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman.

Lokasi ini diperuntukkan untuk sentra perindustrian oleh Pemerintahan Daerah

Tingkat II Padang Pariaman. Pabrik didirikan dengan status hak milik, luas

47
bangunannya 3.856,9 m2 dan Luas daerah pabrik seluruhnya adalah 12.235 m2.

Batas-batas pabrik PT Nusantara Beta Farma adalah:

a) Sebelah utara berbatasan dengan rumah penduduk.

b) Sebelah selatan berbatas dengan rumah penduduk.

c) Sebelah timur berbatas dengan Jalan Raya Padang – Bukittinggi, di batasi

oleh pagar bagian depan pabrik dan seberang jalan rumah penduduk.

d) Sebelah barat dibatasi oleh pagar industri, tanah kosong dan sungai batang

anai.

3.4 Karyawan, Fasilitas dan Bangunan

Jumlah Karyawan PT. NBF total 67 orang dengan jumlah pria 30 orang

dan wanita 37 orang. Karyawan di industri NBF memiliki latar belakang

pendidikan apoteker 4 orang, sarjana, 1 orang, DIII 4 orang, DI 4 orang, SMK 17

orang, SMU 34 orang, SMP 3 orang. Pembagian cabang – cabang tugas Adm.

Produksi 5 orang, HRD 2 orang, purchasing 1 orang, QC 4 orang, QA 1orang,

RnD 3 orang, GBA 3 orang, GOJ 2 orang, produksi 30 orang, maintenance 3

orang cleaning service 4 orang, satpam 4 orang, laundry 1 orang, supir 1 orang.

Fasilitas yang terdapat di PT Nusantara Beta Farma antara lain :

1. Fasilitas produksi

a. Intalasi air

Air yang akan digunakan terlebih dahulu diolah menjadi air yang bebas

mineral, sumber air yang digunakan adalah air hujan dan air Perusahaan

Daerah Air Minum (PDAM). Air yang berasal dari air hujan dan air PDAM

ditampung di bak penampung. Air dialirkan ke tabung 1 yang berisi pasir silica

untuk menyaring koloid/endapan (pasir, kerikil dan ijuk), kemudian mengalir

48
ke tabung 2 yang berisi karbon. Air mengalir lagi ke filter 0,3μ kemudian ke

filter 0,5μ diteruskan melalui lampu UV didalam tangki stainless stell untuk

membunuh mikroorganisme air ini dinamakan air layak minum, kemudian

masuk ke dalambak penampungan pre- treatment water. Perusahan Daerah

Air Minum (PDAM) Air dari Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) hanya

digunakan bila air hujan tidak mencukupi kebutuhan, hal ini bertujuan untuk

mengurangi beban kerja mesin pengolahan air.

b. Instalasi pengolahan limbah cair

Limbah-limbah industri yang berasal dari pengolahan limbah pabrik terlebih

dahulu dialirkan ke bak penampung, lalu dialirkan ke bak penetralisir limbah

supaya limbah yang dihasilkan tidak membahayakan lingkungan sekitarnya.

c. Instalasi Listrik

d. Instalasi Pendingin Ruangan

Instalasi ini terbagi atas air conditioner central, air conditioner window, dan

air conditioner split.

e. Mesin penghisap debu (Dust colector)

2. Fasilitas karyawan

PT Nusantara Beta Farma diberikan Fasilitas, pakaian kerja, pakaian dinas

Loundry, cuti karyawan, BPJS tenaga kerja (JHT 5,7 % ,JKK 0,24% dan JK 0,3%,

JP 3%), fasilitas antar jemput,THR, bonus tahunan, dan uang makan.

3.5 Pembagian Area Produksi PT Nusantara Beta Farma

Daerah pabrik PT Nusantara Beta Farma dibagi berdasarkan kategori

produk yang ada :

49
1. Ruang Produksi Obat dan Kuasi

a. Kelas E diantaranya Koridor ruang kelas E, Ruang formulasi sediaan cair

obat dalam, Ruang kemas primer cairan obat dalam, Ruang formulasi

sediaan cair obat luar, Ruang kemas primer cairan obat luar, Ruang

formulasi salaf, Ruang kemas primer sediaan serbuk obat luar, Ruang kemas

primer sediaan serbuk obat dalam, Ruang timbang bahan baku obat

dalamRuang timbang bahan baku obatluar, Ruang stagging bahan baku obat

dalam, Ruang stagging bahan baku obat luar, Ruang cuci alat, Ruang

purified water.

a. Kelas F diantaranya adalah: Ruang kemas sekunder cairan obat luar dan

obat dalam, Ruang kemas sekunder sediaan salaf, Ruang kemas sekunder

sediaan serbuk obat dalam dan luar, Ruang cuci botol, Ruang laboratorium.,

Loker dan ruang ganti pakaian karyawan, Ruangan cetak nomor bets, Ruang

climatic chamber, Ruang instrumen QC.

b. Kelas G antara lain:Ruang administrasi umum, Ruang pimpinan Musholla,

Ruang karantina produk jadi, Ruang retained sample obat, Ruang batch

record, Ruang reject bahan pengemas, Ruang gudang bahan

pengemasRuang gudang bahan baku.

2. Ruang produksi kosmetik

a. Ruang pengolahan

Ruang pengolahan terdiri dari: ruang timbang khusus talkum dan lotion; ruang

stagging talkum dan lotion; ruang pencampuran serbuk tabur dan lotion; ruang

pengemasan primer produk serbuk tabur dan lotion.

50
b. Ruang non-pengolahan

Ruang non-pengolahan terdiri dari: ruang pengemas sekunder produk serbuk

tabur, lotion; loker produksi putri dan putra, gudang bahan baku, gudang bahan

pengemas, ruang karantina produk jadi kosmetik, ruang gudang produk jadi.

3. Ruang Produksi PKRT

a. Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan semua upaya pengawasan yang dilakukan

selama pembuatan obat dan dirancang untuk menjamin agar produk obat

tersebut senantiasa memenuhi spesifikasi, identifikasi, kemurnian dan

karakteristik lainnya menurut standar yang telah ditetapkan. Kedudukan

pengawasan mutu sangat menentukan dalam melaksanakan produk sekaligus

mempengaruhi kualitas produk suatu industri Farmasi. Bagian pengawasan

mutu ini dipimpin oleh seorang Apoteker secara garis besar bagian pengawasan

ini mempunyai tugas antara lain:

1) Analisa

a. Analisa, pemeriksaan dan pengujian bahan awal (bahan baku dan bahan

pengemas).

b. Analisa, pemeriksaan dan pengujian selama proses pengolahan, produk

ruahan, produk antara.

c. Analisa, pemeriksaan dan pengujian setelah dikemas (kemas sekunder),

produk jadi.

d. Analisa, pemeriksaan dan pengujian obat kembali.

e. Analisa, pemeriksaan dan pengujian stabilitas produk jadi dibagi yaitu Real

time dan Uji stabilitas dipercepat.

51
2) Pantau lingkungan: Untuk sarana produksi (ruang, alat, dll).

b. Gudang

1. Gudang Bahan Awal

Gudang bahan Pengemas, yaitu pengemas primer dan sekunder. Gudang

bahan baku, yaitu bahan yang di simpan pada suhu kamar, bahan yang di

simpan pada suhu sejuk dan bahan yang mudah terbakar.

2. Gudang Produk Jadi

Gudang produk jadi yaitu gudang tempat barang yang siap untuk

dipasarkan. Gudang Karantina yaitu gudang barang sementara, terbagi dua

yaitu karantina bahan awal dan karantina produk jadi.

3.6 Program Kerja PT Nusantara Beta Farma

Pada PT Nusantara Beta Farma tidak menggunakan sistem shift kerja

melainkan berjalan setiap hari kerja:

Tabel 2. Jadwal Kerja Karyawan PT Nusantara Beta Farma:

Hari Waktu

Senin – Jumat 08.00 – 16.00 WIB

Sabtu 08.00 – 15.00 WIB

Istirahat 12.00 – 13.00 WIB

Istirahat Jumat 11.30 – 13.30 WIB

Lembur hanya dilakukan jika ada pesanan meningkat dari kebutuhan

reguler. Mekanisme pembagian kerja memakai sistem rolling (bergilir) sesuai

dengan jadwal yang disusun oleh bagian administrasi produksi.

52
3.7 Keuangan PT Nusantara Beta Farma

Urusan keuangan PT Nusantara Beta Farma dikelola oleh seorang

manager. Laporan keuangan yang dibuat berupa:

1. Laporan cash flow: Laporan uang masuk dan keluar, dibuat tiap bulan Laporan

laba rugi: dibuat 1 x 6 bulan.

a) Laporan neraca : dibuat setiap 3 bulan Keuangan Pada PT Nusantara Beta

Farma dapat digambarkan sebagai berikut: Uang masuk pada PT Nusantara

Beta Farma dapat dibagi atas dua bagian. Uang pinjaman bank digunakan

untuk pembayaran biaya operasional (kredit modal kerja) dan kredit

investasi misalnya alat-alat, mesin, bangunan dan gudang dan uang

pembayaran piutang yang dapat dilakukan melalui bank (jumlah besar) dan

pembayaran tunai (jumlah kecil).

b) Uang keluar

Uang keluar digunakan untuk pembayaran kredit bank dan pembayaran

pembelian bahan baku, pembayaran dilakukan melalui bank (jumlah besar)

dan tunai (jumlah kecil).

c) Sistem budget /anggaran

PT Nusantara Beta Farma mempunyai sistem anggaran untuk masing-

masing departemen, setiap departemen mengajukan budget/ anggaran

kebutuhan pada bulan November pada tahun sebelum diberlakukan.

3.8 Pemasaran

Pemasaran produk PT Nusantara Beta Farma masih sebatas pulau

Sumatera yaitu :

 Jambi

53
 Lampung

 Palembang

Untuk Sumatera Utara dan pulau Jawa produk PT Nusantara Beta Farma

belum dapat menembus pasar,untuk Medan dan Jakarta kalah bersaing dengan

harga dan kemasan.

54
BAB IV

TINJAUAN KEGIATAN

PT NUSANTARA BETA FARMA

Salah satu tempat Praktek Kerja Profesi yang diprogramkan ditingkat

Profesi Apoteker Universitas Perintis Indonesia yaitu di Industri. Universitas

Perintis Indonesia telah melakukan kerjasama dengan PT Nusantara Beta Farma

untuk melakukan pembinaan dan bimbingan serta pelatihan bagi calon apoteker

yang berpraktek agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan

pengalaman praktis untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian guna membantu

dalam mempersiapkan calon apoteker yang kompeten.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 16 tahun 2013 yang

merupakan perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1799/Menkes/Per/ XII/2010 tentang Industri Farmasi, Industri Farmasi adalah

badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan

kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Fungsi industri farmasi adalah

pembuatan obat/bahan obat, pendidikan dan pelatihan dan penelitian dan

pengembangan. Industri Farmasi harus membuat obat sesuai dengan Pedoman

Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB).

Banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan di PT Nusantara Beta Farma

(NBF) diantaranya yaitu:

4.1 Perencanaan

Proses produksi di PT Nusantara Beta Farma dimulai dari perencanaan

tahunan yang telah dibuat oleh bagian PPIC (Production Planning and Inventory

Control) yang sebelumnya telah berkoordinasi dengan pihak marketing dalam

55
penentuan jumlah dan jenis produk yang akan diproduksi. Hal berdasarkan

permintaan pasar akan produk. Bagian produksi melakukan proses produksi

ketika:

 Bagian PPIC memberikan perintah kepada bagian produksi mengenai jenis

sediaan apa saja yang akan di produksi dan jumlahnya selama satu bulan

sesuai dengan target. Kemudian bagian produksi akan membuat jadwal

produksi tiapharinya.

 Berdasarkan stok bahan baku dan bahan pengemas yang ada di Gudang

Bahan Awal, diklasifikasikan dan dipilih mana bahan baku yang lebih utama

di produksi berdasarkan kriteria fastmoving.

 Adanya tender dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang bekerjasama dengan

perusahaan.

Perencanaan dan pengadaan barang di industri dilakukan oleh bagian PPIC

(Production Planning and Inventory Control). Perencanaan produksi dipengaruhi

oleh banyak faktor, baik faktor internal (dari dalam perusahaan sendiri) maupun

faktor eksternal. Faktor internal antara lain kapasitas produksi, jumlah persediaan

dan aktifitas lain yang diperlukan untuk produksi, sedangkan faktor-faktor

eksternal yang mempengaruhi perencanaan produksi antara lain

kebutuhan/permintaan pasar, kondisi perekonomian, ketersediaan bahan

baku/bahan pengemas, aktifitas kompetetitor dan kapasitas eksternal (untuk

kegiatan yang di sub kontrakan).

Peran dan tugas PPIC adalah merencanakan, menghitung bahan baku dan

bahan pengemasan primer dan pengemasan sekunder yang diperlukan departemen

produksi untuk proses produksi dan pendistribusian ke konsumen (Pedagang

56
Besar Farmasi dan konsumen lainnya) guna mendapatkan harga dan keuntungan

perusahaan semaksimal mungkin.

Proses perencanaan ini dilakukan berdasarkan laporan dari gudang mengenai

jumlah stok bahan baku dan bahan pengemas. PPIC akan merencanakan berapa

kebutuhan perusahaan untuk memproduksi dalam 1 tahun, setelah itu diperkecil

menjadi 1 semester, lalu tri semester dan terakhir untuk 1 bulan. Pemesanan ini

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan stok gudang minimal untuk 3 bulan.

4.2 Proses Pemesanan, Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Awal

Bahan awal terdiri dari 2 jenis yaitu bahan baku dan bahan pengemas:

1. Bahan baku, terbagi 2 :

a. Bahan aktif / bahan berkhasiat : seperti asam salisilat, asam benzoat,

succus, amonium kloridadan lain sebagainya

b. Bahan tambahan : seperti gliserin, talkum, vaselin dan lain sebagainya

2. Bahan pengemas, terbagi 2 :

a. Pengemas primer : seperti botol, pot, etiket dan lain sebagainya

b. Pengemas sekunder : seperti plastik, dus/box

Pemesanan bahan awal ada beberapa macam, yaitu:

1. Pemesanan biasa

Pemesanan biasa yang dilakukan oleh PPIC. Misalnya pemesanan etiket,

botol, bahan baku (zat aktif dan zat tambahan).

2. Pemesanan prekursor

Pemesanan prekusor ini harus diketahui oleh tanda tangan apoteker

penanggung jawab. Pemesanan bahan prekusor ini tidak bisa sembarang

57
orang dan pemesanan serta penyimpanan harus diruang terpisah dan di

masukkan ke keranjang besi yang diberi gembok.

3. Pemesanan kontrak

Pemesanan kontrak ini dilakukan apabila ada tender, jadi pemesanannya

sekali banyak.

Sebelum memulai pemesanan, bagian gudang bahan awal melihat stok

akhir. Bila stok yang tersisa tersebut jumlahnya setengah dari stok awal, maka

dilakukan pemesanan. Bagian gudang bahan awal akan mengajukan surat

permintaan pembelian (PP) yang diajukan ke kantor pusat. Surat permintaan

pesanan terdiri dari 3 rangkap :

a. Warna putih : untuk bagian purchasing kantor pusat

b. Warna merah : untuk finance dan accounting

c. Warna biru : untuk arsip gudang bahan awal

Sebelum dipesan dalam jumlah banyak, maka PPIC akan meminta sampel

bahan baku dari suplier untuk dibuat trial produk dalam jumlah yang sedikit.

Setelah dibuat trial produk akan di uji dan hasilnya akan disesuaikan dengan

spesifikasi. Apabila sudah sesuai dengan spesifikasi, maka akan dipesan dalam

jumlah yang banyak.

Untuk melakukan pemesanan barang di ikuti dengan surat permintaan

barang, surat permintaan pembelian diajukan oleh kepala gudang bahan awal dan

diserahkan ke bagian PPIC, lalu bagian PPIC akan menyiapkan surat permintaan

pembelian yang disetujui oleh direksi. Kemudian bagian Purchasing akan

membuat surat pesanan dan dibuat rangkap 4, masing-masing untuk :

58
a. Gudang bahan awal

b. Bagian purchasing kantor pusat

c. Bagian direksi kantor pusat

d. Pemasok (supplier)

Barang pesanan datang diantarkan oleh ekpedisi dengan membawa

dokumen-dokumen seperti surat jalan, dan lainnya. Setelah bagianekspedisi

sampai di Industri, maka security akan memeriksa kembali kelengkapan

dokumen. Jika dokumen lengkap, maka mobil ekspedisi diperbolehkan masuk

kedalam industri.

Barang pesanan akan diterima oleh bagian gudang bahan awal dan PPIC,

kemudian dilakukan pengecekan fisik barang dan kesesuaian dokumen dengan

barang yang diterima, seperti nama barang, jumlah, no. Bets, expireddate dan

lainnya. Kemudian diisi blanko tanda terima barang masuk yang dibuat rangkap 5

(lima) yaitu untuk :

a. Gudang bahan awal

b. Manajer Produksi

c. Expedisi

d. Kantor pusat

e. Satpam

Tanda terima barang masuk ditandatangani oleh security, driver, petugas

ekspedisi dan petugas gudang. Barang yang datang harus disertai dengan

dokumen dokumen seperti CoA (Certifikat of Analysis), MSDS (Material Safety

Data Sheet). Dengan adanya dokumen ini kita bisa melihat apakah barang yang

kirim ini sesuai dengan spesifikasi dan data yang terdapat di dokumen tersebut.

59
Dokumen ini berfungsi sebagai bukti bahwa barang yang dipesan ini mempunyai

kualitas yang baik dan bisa dipertanggung jawabkan apabila ada pemeriksaan dari

Balai POM.

Barang yang datang kemudian dibawa ke ruang karantina bahan awal,

diberi label kuning yang berarti “dalam karantina belum boleh diproses”.

Kemudian petugas bagian karantina membuat surat permohonan periksa kebagian

QC yang dibuat rangkap 5 (lima), masing-masing untuk :

1. Bagian gudang bahan awal

2. Bagian QC

3. Bagian QA

4. Bagian produksi

5. Kantor pusat.

Ketika bahan baku datang, maka dilakukan pengujian sesuai dengan

parameter uji yang ada di spesifikasi seperti organoleptis dan pengujian kadar.

Semua parameter yang ada harus memenuhi syarat spesifikasi. Untuk bahan

pengemas dilakukan pengujian seperti pengujian diameter tutup botol, bobot

botol, ukuran botol dan volume botol sedangkan untuk etiket dilakukan pengujian

seperti lebar, panjang etiket dan bentuk tulisan dari etiket, apakah etiket nya

bagus, warnanya cerah/tidak pudar, tulisan dan pemotongannya tidak miring.

Setelah itu di sortir bahan pengemas yang bagus dan bahan pengemas yang rusak,

dan dibuat laporan berapa bahan pengemas yang bagus dan yang rusak.

Apabila hasil uji bahan baku, analisa dan periksa memenuhi syarat (sesuai

dengan spesifikasi yang ditentukan), bagian QC akan memberi label hijau yang

berarti “DILULUSKAN”. Bila hasil tidak memenuhi syarat, diberi label merah

60
yang berarti “DITOLAK”. Barang tersebut akan dipindahkan ke ruang reject

untuk sementara waktu dan dikembalikan ke pemasok (supplier) dengan

melampirkan surat pengembalian barang. Bahan baku yang memenuhi syarat

dipindahkan dan disimpan digudang bahan baku sesuai dengan sifat bahan dan di

gudang bahan pengemas.

Pembayaran di PT Nusantara Beta Farma dilakukan dengan 2 cara yaitu

secara COD (Cash Of Delivery) atau pembayaran secara langsung yang dilakukan

diawal penerimaan barang, jadi ketika barang datang di perusahaan maka

langsung dilakukan pembayaran ke supliernya. Selanjutnya pembayaran secara

kredit yaitu dilakukan dengan pemberian tempo oleh supplier selama 1 bulan

setelah barang diterima oleh industri. Pembayaran secara kredit ini biasanya untuk

pemesanan barang yang bersifat kontrak dan dalam jumlah banyak seperti

pemesanan talkum.

4.3 Produksi

Departemen Produksi dipimpin oleh seorang Manajer Produksi yang

merupakan seorang apoteker yang bertanggung jawab dalam proses produksi

mulai dari permintaan bahan baku dan bahan pengemas untuk produk yang akan

di produksi sampai proses pengemasan untuk menghasilkan produk jadi. Dalam

melaksanakan tugasnya, manajer produksi dibantu oleh beberapa supervisor dan

leader yang mengatur, mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan teknik

produksi secara langsung.

Semua peralatan yang digunakan harus memiliki prosedur tetap (protap)

cara penggunaan dan protap cara pembersihan. Harus dilakukan pemeriksaan

bahwa alat telah dibersihkan.

61
Alur produksi di PT. Nusantara Beta Farma:

1. Bagian produksi membuat rencana produksi produk berdasarkan permintaan

dari PPIC/marketing.

2. Petugas produksi meminta bahan awal yang dibutuhkan untuk proses

produksi ke gudang bahan awal.

3. Petugas gudang akan menyiapkan bahan sesuai dengan permintaan dari

bagian produksi. Untuk bahan pengemas primer langsung diantar ke ruang

produksi dan untuk botol/pot dilakukan proses pencucian terlebih dahulu.

Untuk bahan pengemas sekunder di antar langsung diruang kemas sekunder

4. Untuk bahan baku dilakukan penimbangan oleh petugas gudang yang

disaksikan oleh tim QC. Lalu petugas gudang mengisi identitas sampel dan

mengisi bets record. Bahan baku dimasukkan ke ruang staging dan dilakukan

serah terima bahan baku dengan petugas produksi.

5. Petugas produksi mengambil bahan baku di ruang staging dan dibawa ke

ruang formulasi untuk dilakukan proses produksi.

6. Setelah bahan baku diproduksi dan didapatkan produk ruahan, maka bagian

produksi akan membuat surat permohonan periksa ke tim QC dan

menyerahkan sampel produk ruahan.

7. Tim QC akan melakukan pemeriksaan sesuai dengan spesifikasi produk

seperti penetapan kadar, Bj, pH, organoleptis dan pengujian lainnya.

8. Jika hasil pemeriksaan memenuhi persyaratan, maka tim QC akan memberi

label hijau yang dimana arti dari label hijau yaitu “boleh dilakukan proses

selanjutnya” ke bagian produksi. Bagian QC akan melampirkan hasil

pemeriksaan produk di bets record.

62
9. Setelah dinyatakan lulus oleh tim QC, bagian produksi akan melakukan

pengemasan primer (proses filling) dan pengemasan sekunder.

10. Produk yang sudah dikemas sekunder, akan dipindahkan ke ruang karantina

produk jadi dan dilakukan serah terima ke bagian gudang produk jadi dengan

membawa form SPPJ (Surat Penyerahan Produk Jadi).

4.4 Pengawasan Mutu (Quality Control) dan Pemastian Mutu (Quality

Assurance)

4.4.1 Pengawasan Mutu (Quality Control)

Pengawasan mutu merupakan bagian yang berperan penting dalam industri

farmasi yang menjaga secara konsisten mutu produk, mulai dari bahan awal

sampai produk akhir agar sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu

dilakukan selama pembuatan obat dan dirancang untuk menjamin agar produk

obat tersebut senantiasa memenuhi spesifikasi, identifikasi, kemurnian dan

karakteristik lainnya menurut standar yang telah ditetapkan. QC berperan dalam

penetapan spesifikasi, pengambilan sampel dan pengujian, dokumentasi dan

prosedur pelulusan yang menjamin bahwa pengujian yang diperlukan benar-benar

dilaksanakan dan penelusuran bahan awal serta pelulusan produk tidak akan

diberikan sebelum mutunya dinilai memuaskan. Dokumen pokok yang umumnya

digunakan dalam pengawasan mutu adalah catatan pengujian, penetapan kadar,

hasil pelulusan atau penolakan bahan awal, produk antara dan produkjadi. Bagian

ini membawahi laboratorium kimia dan QC service.

Bagian pengawasan mutu dipimpin oleh seorang apoteker. Secara garis

besar bagian pengawasan ini mempunyai tugas sebagai berikut :

63
a. Pemeriksaan dan pengujian bahan awal/bahan baku dan

bahan pengemas

Bahan awal sebelum diproduksi harus dilakukan pengujian terlebih

dahulu, hal ini dikarenakan supaya bahan yang akan digunakan itu sudah

memenuhi spesifikasi yang ada, hal ini merupakan hal yang paling utama dan

penting untuk dilakukan, apabila mutu produk ternyata kurang bagus dan tetap

dilakukan produksi, maka itu akan menyebabkan produk yang dihasilkan juga

tidak bermutu bagus. Begitu juga dengan bahan pengemas sebelum digunakan

harus diperiksa semuanya supaya proses produksi terlaksana dengan baik. Apabila

bahan awal setelah diperiksa semua parameter ujinya tidak sesuai dengan

spesifikasi, maka bahan awal tersebut akan dikembalikan ke suplier nya.

b. Pemeriksaan dan pengujian selama proses pengolahan

Pemeriksaan selama proses pengolahan ini disebut juga pengujian produk

ruahan. Dimana setelah proses produksi harus diperiksa terlebih dahulu sebelum

di kemas dalam pengemasan primer. Hal ini bertujuan untuk menjaga agarmutu

produk tetap bagus. Apabila didapatkan hasil nya melebihi range atau kurang dari

kadar seharusnya, maka akan dicari solusi yaitu berupa penambahan zat aktif atau

zat tambahan sehingga kadarnya bisa mencapai range dan efek terapi dari

obat/produk tersebut tetap bagus.

c. Pemeriksaan dan pengujian setelah dikemas / kemas

sekunder

Setelah dikemas primer, maka dilakukan pengemasan sekunder, setelah itu

dilakukan pemeriksaan oleh QC atas permintaan pemeriksaan oleh gudang, tidak

semua barang diperiksa, pemeriksaan dilakukan secara acak dengan sampling pola

64
N (√n +1). Hal yang perlu diperhatikan pada saat pemeriksaan adalah No.bets,

ED, kebocoran, kerapian etiket. Setelah pemeriksaan dan dinyatakan lulus oleh

QC, QC akan memberi cap QC pada box produk dan menyerahkan data

pemeriksaan ke QA, QA yang akan menentukan produk tersebut lulus atau tidak.

d. Pemeriksaan dan pengujian obat kembali

Apabila ada keluhan obat dari konsumen, atau ada obat yang hampir

expired, maka QC akan melakukan pemeriksaan berupa organoleptis, pH, kadar,

dan pemeriksaan lainnya.

e. Pemeriksaan dan pengujian retain sample

Retain sample adalah sampel pertinggal yang disimpan di industri. Tujuan

dari retain sampel ini untuk menangani keluhan konsumen, permasalahan dengan

BPOM dan untuk dibandingkan dengan produk yang ada dipasaran apabila terjadi

keluhan produk.

4.4.2 Pemastian Mutu (Quality Assurance)

Pemastian Mutu (Quality Assurance) ini merupakan salah satu personil

kunci di suatu perusahaan. Peran QA itu sangat besar mulai dari awal barang

datang sampai menjadi produk jadi. Dimana QA ini memastikan pembuatan

produk ini sudah sesuai dengan CPOB. QA akan membuat protap yang nantinya

protap itu akan dilaksanakan oleh QC. Jadi QA dan QC bekerja sejalan, tidak

hanya QC saja yang sejalan dengan QA, namun ada juga dari produksi dan R & D

juga akan beriringan dalam melakukan produksi di industri.

Selain membuat protap dan memastikan bahwa semua yang ada di industri

sudah sesuai dengan CPOB, QA juga berperan didalam pelulusan produk jadi

yang dikarantina di ruang karantina. Produk yang dikarantina akan diperiksa oleh

65
QC lalu hasil pemeriksaan dilaporkan ke QA. Jika produk tersebut ditolak maka

diberi label merah oleh QA, sedangkan untuk produk yang memenuhi syarat

diberi label hijau oleh QA.

Selain itu QA juga akan melakukan inspeksi pada pemasok (supplier)

dengan membuat protap, sehingga pemasok yang akan menyalurkan bahan baku

dan pengemas akan terkualifikasi. Sehingga dengan pemasok yang terkualifikasi

akan menjamin mutu dari bahan baku tersebut bagus.

4.5 In Process Control (IPC)

Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis

yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus

dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai

dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu yaitu

pemastian mutu (Quality Assurance) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut

dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi

yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk selama proses

berjalan.

Pemeriksaan terhadap produk yang sedang diproses dilakukan terhadap

produk setengah jadi yang belum dimasukkan ke dalam wadah. Pengawasan ini

bertujuan untuk memastikan bahwa produk yang telah diproduksi memenuhi

standar sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Pengawasan dilakukan

dengan cara mengambil sampel dan mengadakan pemeriksaan, pengujian terhadap

sampel sesuai dengan prosedur tetap masing- masing. Apabila memenuhi syarat

diberi label hijau yang artinya“ memenuhi syarat untuk diproses.

66
a. Pemeriksaan proses meliputi :

1. Pengawasan dalam proses pengolahan yang dilaksanakan oleh bagian

produksi untuk menjamin bahwa mesin dan peralatan produksi menghasilkan

produk yang memenuhi spesifikasi produk yang ditetapkan.

2. Pengawasan dalam proses pengolahan yang dilakukan oleh bagian

pengawasan mutu yang menyakinkan bahwa produk yang dihasilkan pada

tahap tertentu telah memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelum dilakukan

proses berikutnya.

3. Pengawasan selama proses meliputi :

 Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah

diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan.

 Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan

selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan

spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang

ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk.

Hasil pemeriksaan selama proses tersebut dicatat, digabungkan dengan

catatan pengolahan batch dan pengemasan batch yang bersangkutan (batch

record). Produk ruahan yang telah memenuhi persyaratan dan dinyatakan lolos

oleh QC, maka proses selanjutnya dapat dilaksanakan. Tetapi, jika produk ruahan

belum memenuhi persyaratan seperti kadar zat aktif yang terlalu tinggi atau

rendah dari rentang yang ditetapkan atau pH sediaan yang tidak sesuai maka akan

dilakukan pengambilan sampel dan diuji kembali. Proses pengujian kembali

dilakukan minimal tiga kali dengan sampel baru dan personel yang berbeda. Jika

67
hasil pengujian menunjukkan produk ruahan belum memenuhi persyaratan maka

bagian produksi akan mencari solusi sesuai dengan permasalahan yang ditemukan

melalui penelusuran catatan bets (batchrecord).

4.6 Pemeriksaan Terhadap Produk Jadi

Pemeriksaan terhadap produk jadi merupakan pemeriksaan akhir terhadap

produk. Pemeriksaan dilakukan oleh QCdi ruang karantina produk jadi yang

sebelumnya telah diberi label kuning. Pemeriksaan terhadap produk jadi ini

meliputi: kebocoran atau kerusakan wadah, kesesuaian etiket dengan sediaan,

kerapian pengemasan, tanggal kadaluarsa, nomor bets, kelengkapan brosur dan

jumlah dalam tiap box. Sebelum dilakukan pemeriksaan, dilakukan pengecekan

produk yang akan dikarantina dengan surat penyerahan produk jadi terlebih

dahulu. Pemeriksaan dilakukan secara acak dengan jumlah yang diperiksa

berdasarkan rumus √n+1, setelah memenuhi syarat (kesalahan<50%)kemudian

dilaporkan ke QA. Produk yang memenuhi syarat di beri label hijau

“DILULUSKAN” oleh QA (Pemastian Mutu) dan pada box yang diperiksa diberi

stempel QC. Kemudian produk disimpan di gudang produk jadi. Jika produk tidak

memenuhi persyaratan maka dikembalikan ke bagian produksi untuk diproses

ulang dan dilakukan pengecekan kembali oleh QC.

4.7 Gudang Penyimpanan

Gudang merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap penyimpanan,

mengatur dan mengendalikan semua bahan baik bahan baku, bahan pengemas,

maupun produk yang telah jadi, yang diatur sedemikian rupa sehingga mudah

diawasi, dicari saat dibutuhkan dan terhindar dari kerusakan.

Persyaratan gudang secara umum yaitu :

68
a. Aman

b. Bersih dan tidak lembab

c. Tidak terkena cahaya matahari langsung

d. Tersedia alat pemadam kebakaran

e. Tersedia alat perangkap tikus

Sistem penyimpanan gudang terdiri dari :

1. Berdasarkan jenis bahan yaitu bahan awal dan bahan kemas

2. Berdasarkan barang yang sering digunakan

Barang yang sering digunakan disimpan pada rak paling bawah sehingga

memudahkan dalam pengambilan.

3. Berdasarkan sifat barang

Pembagian Gudang di PT Nusanatara Beta Farma :

1. Gudang Bahan Awal, terdiri atas 2:

a. Gudang bahanbaku

Gudang bahan baku terdiri dari bahan baku zat aktif dan zat tambahan.

b. Gudang bahanpengemas

Gudang bahan pegemas terdiri dari pengemas primer seperti botol, pot

salap dan pengemas sekunder seperti etiket, kardus dan plastik.

2. Ruang karantina

Ruangan karantina digunakan untuk menyimpan produk yang baru datang

yang memerlukan pengujian oleh Departemen Quality Control (QC) dan

dirilis oleh departemen QA. Ruang karantina terdiri dari :

• Ruang karantina bahanbaku

• Ruang karantina bahan pengemas

69
• Ruang karantina produkjadi

3. Gudang bahan ditolak ( reject )

4. Gudang Teknisi

5. Gudang Produk Jadi

Gudang produk jadi terletak terpisah secara fisik dengan gudang bahan baku

dan bahan kemas. Gudang produk jadi digunakan untuk menyimpan produk

yang sudah dikemas sekunder dan telah dinyatakan release oleh Departemen

Quality Assurance (QA) untuk siap dipasarkan kepada konsumen.

4.8 Pemasaran

Pemasaran produk PT Nusantara Beta Farma masih sebatas pulau Sumatera.

Pemasaran produk PT Nusantara Beta Farma dilakukan oleh Pedagang Besar

Farmasi (PBF) PT Panay Farma Lab yang berkedudukan di Jl. Sawahan. PT

Nusantara Beta Farma dalam melakukan pemasaran berpatokan kepada:

1. Kebijaksanaan produksi

Kebijaksanaan produksi PT. Nusantara Beta Farma berdasarkan bahwa produk

yang diproduksi tersebut dapat digunakan dan dibutuhkan oleh masyarakat.

2. Kebijaksanaan harga

Dalam menentukan harga berpatokan pada harga pokok yang digunakan.

Untuk menentukan harga dipasaran berdarkan survei harga di pasar, jika dapat

dijangkau oleh masyarakat maka harga tersebut merupakan harga jadi,

demikian juga halnya jika PT. Nusantara Beta Farma ingin menaikkan harga

barang.

3. Kebijaksanaan promosi

70
Promosi dilakukan sebelum produk dilempar ke pasaran untuk meningkatkan

daya beli masyarakat melalui media massa, baik surat kabar, maupun radio.

4. Kebijaksanaan distribusi

Kebijaksanaan distribusi dilakukan melalui PBF PT. Panay Farmalab,

salesman, apotik, toko obat, rumah sakit, puskesmas dan dokter.

Sistem penjualan ada 2 macam yaitu :

1. Sistem Taking Order

Mencari pesanan yang di lakukan oleh salesman yang berada pada cabang

masing-masing kota dan menagih piutang dengan menggunakan sepeda motor.

2. Sistem Canvashing

Menjual barang ke daerah tertentu menggunkan mobil kanvas, diberikan

tenggang waktu 5 hari (senin – jumat), sistemnya menjual tunai.

4.9 Jenis Produksi

Contoh produk-produk PT Nusantara Beta Farma meliputi :

a. Obat : OBH (Obat Batuk Hitam) Sirup

b. Obat Kuasi :Boraks Gliserin, Salaf 2 – 4, Salaf Ichtiol, Salaf AAV 1dan Salaf

AAV 2

c. PKRT (Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga) :Alkohol 70%, Kaporit,

Rivanol, Gentian Violet, PKatau Kalium Permanganat

d. Kosmetika :Salisil Talk Wangi (STW), Salisil Talk Tabung (STT), Gliserin

Kosmetik, Molissa bedak, lotion dan parfum, Glozz, powder lotion baby,

Bedak kocok dewasa dan anak-anak, produk maklon, sandiana, audee.

4.10 Air Handling Unit (AHU)

71
Air Handling Unit (AHU) atau sering juga disebut HVAC (Heating,

Ventilating and Air Conditioning) adalah suatu sistem unit yang berfungsi

mengatur kondisi (kebersihan, temperatur, kelembaban pada jumlah udara

tertentu) sesuai dengan kondisi yang diinginkan.AHU salah satu faktor yang

menentukan kualitas obat yang dilihat ialah kondisi lingkungan dimana produk

dibuat seperti cahaya, suhu, kelembaban relatif (RH), kontaminasi mikroba, dan

kontaminasi partikel.AHU memiliki seperangkat alat yang dapat mengontrol suhu,

kelembaban, tekanan udara, pola aliran udara serta pergantian udara di ruang

produksi sesuai dengan persyaratan ruangan yang telah ditentukan.

AHU (Air Handling Unit) yang digunakan dalam industri dapat dibagi menjadi :

1. AC Window: Compressor dan blower terletak dalam satu unit

2. AC Split; Compressor dan blower letaknya terpisah

3. AC Central; Proses pendinginan udara terpusat pada satu lokasi yang kemudian

di distribusikan ke semua lokasi yang dihubungkan dengan AC sentral tersebut.

AC Window dan AC Split digunakan untuk ruangan kelas F dan kelas G. PT

NBF menggunakan AC Window dan AC Split untuk ruangan - ruangan kecil

seperti ruang Administrasi dan ruang Finance and Accounting. Sedangkan AC

Sentral digunakan untuk Ruang produksi (kelas E) dengan sistem AHU.

PT NBF memiliki 5 unit AC sentral, masing-masing terdiri dari :

1. HVAC I (1 indoor, 4 outdoor) untuk daerah larutan / salep, kemas primer

larutan dan salep

2. HVAC II (1 Indoor, 4 outdoor) untuk daerah produksi tablet

3. HVAC III (1 indoor, 4 outdoor ) untuk daerah serbuk dan Salisil Talc Wangi

(STW)

72
4. HVAC IV (1 indoor, 4 outdoor) untuk daerah produksi kosmetik HBL

5. HVAC V (1 indoor, 1outdoor) untuk ruangan laboratorium QC

AHU terdiri dari :

1. Cooling Coil (Evaporator)

Mengontrol suhu dan kelembaban relatif (RH) udara yang akan di

distribusikan. Proses itu terjadi karena adanya kontak antara udara (campuran

udara dari ruangan dan udara bebas) dengan kisi-kisi (coil) evaporator yang

akan menghasilkan udara dengan suhu yang lebih rendah.

2. Blower (Static Pressure Fan)

Blower disebut juga kipas digunakan untuk menggerakkan udara di sepanjang

sistem distribusi udara yang terhubung dengannya.

3. Filter (Penyaring)

Filter digunakan menyaring dan mengontrol jumlah partikel dan

mikroorganisme yang mengontaminasi udara.

4. Ducting (Cerobong Udara)

Ducting berfungsi sebagai saluran udara yang menghubungkan blower dengan

ruangan.

5. Dumper (Pembagi Udara)

Dumper merupakan bagian dari ducting yang berfungsi untuk mengatur jumlah

udara yang masuk ke ruangan.

Sistem Aliran Udara di Ruangan :

1. Input

73
Berfungsi sebagai tempat keluarnya udara ke ruangan.Dari In door, udara

dikeluarkan melalui inlet di masing- masing ruangan.

2. Output

Berfungsi membawa udara panas dari ruangan ke out door, dimana terdapat

kondensor yang mendinginkan udara kembali.

Sistem Kerja AHU

Sistem Kerja AHU dimana udara yang akan disalurkan berasal dari 2

sumber yaitu udara dari kelas E yang di sirkulasi kembali dan udara bebas (free

air), kemudian udara tersebut melewati filter yang terdapat di dalam filter house,

yang terdiri dari pre-filter yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 35%,

medium filter yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 95%, dan hepa filter

yang memiliki efisiensi penyaringan 99,99%. Medium filter berfungsi untuk

menyaring partikel-partikel udara yang masuk. Sedangkan HEPA filter berfungsi

untuk menyaring bakteri-bakteri yang masuk bersama udara.

Selanjutnya udara melewati “cooling coil (evaporator)” yang akan

menurunkan suhu dan kelembaban udara dan kemudian di pompa oleh blower ke

dalam ruangan melalui “ducting (saluran udara)”. Jumlah udara yang masuk ke

ruangan diatur dengan menggunakan “volume dumper”, selanjutnya udara di

sirkulasi kembali ke AHU, demikian seterusnya. System udara ini berputar secara

rotary.

Di dalam ruangan dipasang dua jenis grill yaitu supply grill dan return

grill. Supply Grill berfungsi untuk memasukan udara ke dalam ruangan sedangkan

74
return girl berfungsi menghisap kembali udara ke dalam untuk dibersihkan.

Kecuali di ruangan produksi Salisil Talk Wangi tidak terdapat return grill karena

ruangan ini hanya punya supply grill agar serbuk-serbuk yang bertebaran tidak

mengganggu ke ruangan lain yang sama-sama berada di unit AC Central.

Cara Kerja Pendingin Ruangan

Kompresor yang berada didalam unit outdoor yang berisi cairan Freon

akan dialirkan dengan tekanan tinggi melalui pipa refrigen dan sebelum masuk ke

pipa cooling coil cairan tersebut akan disaring dengan filter drier dan akan menuju

ke pipa ekspansi lu freon akan disemprotkan ke pipa cooling coil. Hal ini

mengakibatkan udara yang berada di dalam pipa cooling coil akan menjadi dingin.

Kompressor akan bekerja secara terus menerus sampai suhu yang diinginkan telah

tercapai. Apabila suhu yang diinginkan telah tercapai kompresor akan mati

dengan sendirinya.

4.11 Water Pre Treatment System (Sistem Pengolahan Air/SPA)

Sistem pengolahan air merupakan sarana penunjang yang dibutuhkan dalam

suatu produksi. PT NBF dalam melaksanakan kegiatan menggunakan tiga jenis

sumber air yaitu:

1. Air tanah dikhususkan untuk keperluan MCK (Mandi, Cuci, Kakus)

2. Air hujan digunakan untuk keperluan produksi yang sebelumnya diolah

terlebih dahulu.

3. Air PDAM digunakan untuk keperluan produksi apabila stok air hujan telah

menipis.

Sistem pengolahan air murni (purified water)di PT NBF:

Pre-treatment water

75
Air yang berasal dari air hujan dan air PDAM ditampung di bak

penampung.Air dialirkan ke tabung 1 yang berisi pasir silica untuk menyaring

koloid/endapan (pasir, kerikil dan ijuk), kemudian mengalir ke tabung 2 yang

berisi karbon. Air mengalir lagi ke filter 0,3μ kemudian ke filter 0,5μ diteruskan

melalui lampu UV didalam tangki stainless stell untuk membunuh

mikroorganisme air ini dinamakan air layak minum, kemudian masuk ke dalam

bak penampungan pre-treatment water.

1. Reverse osmosis

Air dari bak penampungan kemudian dialirkan ke reverse osmosis (RO1)

dilakukan dengan cara mesin RO1 dihidupkan untuk mengisi tangki RO1 dengan

mengisap air dari bak penampungan pre-treatment water. Air melewati filter 0,3μ.

Air mengalir melalui 4 buah membran yang akan menghasilkan air non mineral.

Kapasitas tangki RO1 adalah 500 L. Setelah tangki RO1 penuh maka mesin RO1

otomatis akan mati lalu mesin RO2 akan hidup dan akan mengisi tangki RO2

melewati 4 buah membran dengan kadar mineral adalah 0. Mesin RO2 hidup

sampai air pada tangki RO1 habis.Kapasitas tangki RO2 adalah 1000 L. Sebelum

dialirkan pada titik yang membutuhkan air melalui lampu UV untuk membunuh

mikroorganisme. Sistem distribusi air menggunakan sistem looping, dimana tidak

ada air yang tergenang karena air terus mengalir.

Water system harus memiliki kualifikasi, terkalibrasi, dan tervalidasi. Pada

water system terdapat pressure gauge yang berguna untuk melihat tekanan pada

water system. Apabila nilai menunjukan tekanan <1 menandakan bahwa water

system terdapat pengotor dan harus segera dibersihkan dengan 2 cara,yaitu:

a. Backwash untuk silica, carbon dan demineralizer

76
b. Backwashmicrofilter

Evaluasi terhadap water system

1. Penggantian filter 1x sebulan

2. Regenerasi kation dan anion 1x 6 bulan

Syarat air untuk pembuatan obat :

1. Bebas mineral

2. Bebas bakteri E. coli &Pseudomonas

Proses pendistribusian air

 Air yang berada pada tabung dialirkan dengan mesin pompa. Sebelum

dialirkan, air tersebut disinari UV untuk membunuh mikroorganisme.

 Air kemudian disaring dengan water filter 0,3 mikron

 Kemudian air dialirkan ke titik-titik lokasi pendistribusian air. Terdapat

tujuh titik lokasi pendistribusian air, diantaranya:

 Titik lokasi 1  Boiler untuk memasak air

 Titik lokasi 2  Ruang cuci botol

 Titik lokasi 3  Laboratorium

 Titik lokasi 4  Ruang sampling bahan baku

 Titik lokasi 5  Ruang cuci alat produksi obat

 Titik lokasi 6  Ruang cuci alat produksi kosmetik

 Titik lokasi 7  Ruang formulasi obat luar

 Jika tidak ada yang menggunakan air maka air akan otomatis kembali ke

tangki.

Sistem pendistribusian air ini menggunakan sistem looping/rotasi. Air pada

pipa harus terus menerus mengalir untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme.

77
Pengecekan mikrobiologi dilakukan tiap satu bulan dan sampel diambil dari

semua titik lokasi.

Proses pemanasan air di boiler:

 Kran pada tangki boiler dibuka, kemudian air pada tabung kedua (pada proses

sebelumnya) dialirkan ke tangki

 Kemudian air dipanaskan dengan boiler yang menggunakan bahan bakar solar

 Air dimasak/dipanaskan hingga mencapai suhu >100oC

4.12 Pengolahan Limbah

Limbah merupakan bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan

proses produksi. Secara umum limbah terdiri dari 4 macam yaitu:

1. Limbah cair

2. Limbah padat

3. Limbah udara

4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun)

Limbah yang dihasilkan oleh PT. Nusantara Beta Farma adalah sebagai berikut:

1. Limbah cair

Limbah cair berasal dari air cucian alat produksi, cucian botol, cuci alat

laboratorium. Limbah ini harus diolah oleh Instalasi Penanganan Air Limbah

(IPAL) yang terbagi menjadi beberapa bagian yaitu :

a. Bak Pengumpul

Digunakan untuk menampung seluruh limbah

b. Bak Pengatur pH

78
Pada bak pengatur pH dilakukan pemeriksaan pH dimana pH diatur pada

kondisi netral yaitu pH 6 - 9. Bila pH < 6 maka ditambahkan kapur tohor

(basa) dengan tujuan menaikkan pH menjadi 7, bila pH > 9 maka ditambahkan

HCl (asam) untuk menurunkan pH menjadi 7.

c. Bak aerasi

Bak aerasi menggunakan alat aerator untuk menambahkan oksigen ke dalam

air agar mikroorganisme yang berguna untuk menguraikan zat-zat kimia

organik dapat berkembang biak di dalam air.

d. Bak Pengendapan

Air limbah pada bak pengendapan berasal dari bak aerasi. Di sini air limbah

akan mengalami sedimentasi

e. Bak Biokontrol

Limbah yang keluar dari bak pengendapan ditampung di bak biokontrol. Pada

bak biokontrol dapat diketahui apakah air limbah setelah pengolahan telah

layak dibuang ke dalam air dengan cara dimasukkan ikan ke dalam bak

tersebut sebagai indikator. Apabila ikan yang dimasukan ke dalam bak tersebut

dapat hidup maka air limbah dinyatakan layak untuk dialirkan ke sungai. Selain

itu air limbah pada bak biokontrol juga dilakukan pengukuran pH setiap hari,

dan juga di analisa di laboratorium kesehatan dengan parameter pemeriksaan:

 COD (Chemical Oxygen Demand): dilakukan satu kali sebulan.

 BOD (Biologycal Oxygen Demand): dilakukan satu kali sebulan.

 pH limbah: diukur setiap hari.

 Zat padat tersuspensi (TSS): dilakukan satu kali sebulan.

 Fenol: dilakukan satu kali sebulan.

79
 Nitrogen: dilakukan satu kali sebulan.

 Setelah itu limbah dapat dialirkan ke sungai.

2. Limbah padat

Limbah padat industri harus dibuang agar tidak menimbulkan pencemaran

lingkungan. Pengolahan limbah padat dilakukan dengan cara:

a. Limbah padat memiliki nilai ekonomis seperti kertas, kardus, karton, drum

dapat dikumpulkan dan dijual oleh koperasi.

b. Limbah padat tidak memiliki nilai ekonomis seperti talkum, dikumpulkan dan

diolah dengan cara:

 Limbah talkum ditambahkan air kapur,

 Diaduk dan dibiarkan selama 3 jam,

 Diuji pH nya,

 Setelah pH nya 7 maka limbah dapat ditimbun di dalam tanah.

c. Limbah rumah tangga (domestik)

Contoh: kertas, plastik, sisa-sisa makanan karyawan diolah dengan cara

dibakar.

3. Limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun)

Limbah B3 disimpan di tempat penyimpanan sementara B3. Pengolahan

limbah B3 dilakukan bekerjasama dengan pihak ketiga. Contoh limbah B3 adalah

oli bekas, aki bekas, lampu TL dan catridge.

80
BAB V

PEMBAHASAN

Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat

(PerMenKes RI No.1799, 2010). Sedangkan industri kosmetika adalah industri

yang memproduksi kosmetika yang telah memiliki izin usaha industri atau tanda

daftar industri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (PerMenKes RI,

2010).

PT Nusantara Beta Farma (NBF) merupakan salah satu Perusahaan di

Sumatera Barat yang memiliki Industri Farmasi dan Industri Kosmetik. PT

Nusantara Beta Farma telah memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik

(CPOB) untuk sediaan cairan obat dalam nonbetalaktam, cairan obat luar

nonbetalaktam dan sediaan semisolid nonbetalaktam. Secara umum PT Nusantara

Beta Farma telah menerapkan aspek-aspek CPOB baik dari segi sistem mutu

industri farmasi sampai kualifikasi dan validasi. Selain itu juga PT Nusantara Beta

Farma telah menerapkan aspek-aspek Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik

(CPKB).

Apoteker sebagai tenaga profesional bertanggung jawab dalam

menerapkan seluruh aspek yang tercantum dalam CPOB agar dihasilkan obat

yang berkhasiat, aman dan bermutu. Untuk mencapai peran dan tanggung jawab

81
tersebut, apoteker dituntut memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman

yang memadai serta harus selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi di bidang produksi dan pengawasan mutu (Presiden RI, 2009).PT.

Nusantara Beta Farma memiliki Apoteker Penanggung Jawab (APJ) untuk

Industri Farmasi yang sesuai dengan CPOB yaitu APJ Quality Control (QC), APJ

Quality Assurance (QA) dan APJ Produksi sedangkan pada bagian kosmetika juga

memiliki penanggung jawab seorang Apoteker. Industri Kosmetika yang dimiliki

oleh PT Nusantara Beta Farmatermasuk kelas Ayang telah menerapkan aspek-

aspek Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB). Dimana syarat industri

kosmetik kelas A yaitu memiliki penanggung jawab seorang apoteker,

mempunyai laboratorium dan dapat memproduksi seluruh bentuk sediaan

kosmetika.

Aspek-aspek lainnya seperti peralatan, produksi, pengawasan mutu,

inspeksi diri dan penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat dan

obat kembalian telah memenuhi CPOB. Bagian produksi, bagian pengawasan

mutu dan bagian pemastian mutu dipimpin oleh apoteker yang bertanggung jawab

pada bidangnya masing-masing.

Asetpenting bagi perusahaan adalah bidang personalia. Setiap personil

harus terkualifikasi yang sebelumnya mengikuti pelatihan kerja. Penempatan

personalia disesuaikan menurut kemampuan dan keahlianya masing-masing.

Sistem kerja yang digunakan adalah sistem rolling yang bertujuan untuk

menghindari kebosanan dan meningkatkan produktifitas kerja.

Bangunan pada PT Nusantara Beta Farmadirancang sedemikian rupa

sehingga dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang. Selain itu PT Nusantara

82
Beta Farma juga memperhatikankesesesuaian alur produksi dan tingkat

kebersihan ruangan selama proses produksi. Sebagai contoh sederhana adalah

pemisahan ruang Kelas E dari lingkungan luar dengan dibatasi oleh Kelas F,

pemanfaatan sistem oven dua pintu dan pemakaian ACcentral sebagai sarana

pertukaran udara serta meminimalisir kemungkinan menetapnya debu diruang

produksi dengan menerapkan cara-cara yang telah diatur dalam CPOB.

PT Nusantara Beta Farma memiliki sarana pendukung seperti mushola,

laundry, ruang ganti pakaian, toilet dan kantin. Tetapi fasilitas kantin yang ada di

PT Nusantara Beta Farmamasih belum di fungsikan secara maksimal, dimana

sebaiknya dikantin menyediakan menu makanan yang lebih banyak agar

karyawan tidak perlu meninggalkan kantor untuk membeli makan.

Dilihat dari segi pengontrolan produk di PT Nusantara Beta Farma

melalui bagian pengawasan mutu telah melakukan pengawasan dan pengujian

baik terhadap bahan baku obat, bahan tambahan, bahan pengemas, etiket, produk

jadi, stabilitas maupun produk kembalian. Setiap bagian dapat saling memberikan

saran atau masukan untuk menunjang proses produksi, seperti dalam pengolahan

bets dan penciptaan kondisi yang menunjang dalam proses penyimpanan bahan-

bahan digudang.

Dari segi peralatan PT Nusantara Beta Farma khususnya bidang

pengawasan mutu telah dilengkapi alat-alat seperti : Spektrofotometer UV-Vis,

Disolution Tester, Melting Point Aparatus, Friability Tester, Timbangan Elektrik,

viskometer brookfield rv dan helipath, pH meter, potensiometer titroter, dan buret.

Bidang produksi juga dilengkapi dengan alat-alat seperti : Liquid Filler Machine

(mesin pengisi cairan), Pneumatic Paste FillerMachine (mesin pengisi salep),

83
Powder Filler Machine (mesin pengisi serbuk), Mixer, Tangki Stainless

Steel,Cupping Machine, mesin ayakan, homogenizer, mesin tube (mesin press

tube), Filling cream, dan alat penunjang seperti dash colektor (alat penghisap

debu) sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan CPOB. Semua peralatan

yang digunakan harus dikalibrasi dan divalidasi agar penggunaannya tepat dan

akurat.

PT Nusantara Beta Farma menyelenggarakan validasi untuk pembuktian

bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan/mekanisme

yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil

yang diinginkan. Di dalam mengoperasikan suatu alat dan melaksanakan suatu

pekerjaan PT Nusantara Beta Farma selalu menggunakan prosedur tetap (protap).

Dilihat dari segi pengontrolan produk PT Nusantara Beta Farma melalui

bagian pengawasan mutu telah melakukan pengawasan dan pengujian baik

terhadap bahan baku obat, bahan tambahan, bahan pengemas, etiket, produk jadi,

stabilitas maupun produk kembalian. Setiap bagian dapat saling memberikan

saran atau masukan untuk menunjang proses produksi, seperti dalam pengolahan

bets dan penciptaan kondisi yang menunjang dalam proses penyimpanan bahan-

bahan di gudang.

Tingkat sanitasi dan hygiene yang tinggi harus diterapkan pada setiap

aspek pembuatan obat. Oleh sebab itu segala kegiatan harus dilakukan sesuai

dengan protapnya. Ruang lingkup sanitasi dan hygiene meliputi personalia,

bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap

hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran harus

dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan hygiene yang menyeluruh dan

84
terpadu. Contoh upaya hygiene di PT Nusantara Beta Farma seperti personil

menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sebelum berkerja, tidak membawa

makanan dan minuman diruang produksi, tidak menggunakan perhiasan serta

make up diruang produksi. Sedangkan contoh upaya sanitasi seperti adanya

tempat sampah, toilet yang memadai, adanya loker karyawan dan lain-lain.

Sistem pengolahan limbah di PT Nusantara Beta Farma sudah mengikuti

prosedur yang ditetapkan pada CPOB. Dimana limbah cair yang berasal dari

laboratorium dan produksi dialirkan ke bak penampung kemudian dialirkan ke

bak pengatur pH supaya pH nya menjadi netral, selanjutnya dialirkan ke bak

aerasi. Pada bak aerasi dilengkapi aerator yang berfungsi menghasilkan oksigen

untuk merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk

menguraikan zat-zat organik menjadi CO2 dan H2O. Limbah dari bak aerasi

selanjutnya dialirkan ke bak sedimentasi. Disini akan terjadi pengendapan yang

berupa lumpur kemudian air limbah dialirkan ke bak biokontrol. Pada bak

biokontrol ada 2 indikator pemeriksaan yang dilakukan yaitu secara fisika dan

kimia. Pemeriksaan secara fisika menggunakan ikan untuk menguji atau

mengetahui apakah limbah tersebut masih berbahaya atau tidak. Jika ikan tersebut

ada yang mati maka limbahnya belum boleh dialirkan ke sungai atau aliran air

lainnya karena masih berbahaya dan jika tidak ada lagi ikan yang mati, air limbah

sudah dapat dialirkan. Sedangkan secara kimia dilakukan pemeriksaan limbah

oleh pihak ketiga yaitu Laboratotium Kesehatan di daerah Gunung Pangilun,

meliputi pemeriksaan COD, BOD, pH, total nitrogen, fenol dan total zat

tersuspensi. Pemeriksaan ini dilakukan satu kali sebulan namun untuk

pemeriksaan setiap hari yang dilakukan berupa pemeriksaan pH oleh QC.

85
Dokumentasi merupakan prosedur, instruksi dan catatan tertulis yang

berkaitan dengan pembuatan obat. Tujuan dari dokomentasi adalah untuk

menentukan, memantau dan mencatat seluruh aspek produksi serta pengendalian

dan pengawasan mutu. Dokumentasi juga harus sesuai dengan protap, gunanya

untuk prosedur pelaksanaan operasi tertentu misalnya pembersihan, berpakaian,

pengambilan sampel, pengujian, pengoperasian peralatan, pelatihan personil,

penanganan keluhan, penarikan kembali produk jadi, penanganan produk

kembalian, penangananpenyimpangan dan pengendalian perubahan. Dokumentasi

di PT Nusantara Beta Farma disimpan oleh bagian QA.

Sistem Air Handling Unit (AHU) pada PT. Nusantara Beta Farma ini

adalah untuk mengatur tata udara yang meliputi temperatur, kelembaban, tekanan

udara, aliran udara diruangan dan jumlah frekuensi udara per jam, sehingga sesuai

dengan kondisi yang dibutuhkan. Kondisi lingkungan yang kritis terhadap kualitas

obat seperti cahaya, suhu, kelembaban, kontaminasi mikroba dan kontaminasi

partikel, maka pemakaian Air Handling Unit dan pengontrolan Air Handling Unit

dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap (protap).

Water System atau Sistem Pengolahan Air (SPA) yang ada di PT

Nusantara Beta Farma merupakan sistem penunjang yang berguna untuk

memproduksi air yang di butuhkan oleh Industri Farmasi. Pada PT Nusantara Beta

Farma sumber air yang digunakan ada 3 yaitu air hujan air PDAM, dan air tanah.

Air hujan dan air PDAM ini diolah dan dikontrol sesuai dengan prosedur tetap

(protap) yang sudah ada. Sedangkan untuk air tanah digunakan sebagai air di

kamar mandi dan mck.

Contoh produk-produk PTNusantara Beta Farma:

86
a. Obat : OBH (Obat Batuk Hitam)

b. Kuasi : Boraks Gliserin, Salaf 2-4, Salaf Ichtiol, Salaf AAV 1 dan Salaf AAV

2, dan Salisil befanax.

c. PKRT (Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga): Alkohol 70%, Kaporit, Rivanol

Kompres, Gentian Violet 1%, H2O2 3%, Handsanitizer dan PK kristal.

d. Kosmetika : Molisa handbody lotion, Molisa daily face powder, Molisa bedak

kocok anak & dewasa, Glozz baby & kids, Hebta deodorant powder, sandiana

face powder, sandiana facial wash, sandiana face powder Hebta, Gliser

pelembab, Handsoap, Syara, Audee dan Salisil Talk Wangi (STW) dalam

kemasan sachet dan tabung merupakan produk andalan PT Nusantara Beta

Farma,

87
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker di

industri PT Nusantara Beta Farma dapat diambil kesimpulan antara lain :

1. PT Nusantara Beta Farma merupakan satu-satunya Industri Farmasi yang ada

di Sumatera Barat Yang memproduksi 4 kategori produk yaitu obat, kuasi,

kosmetik dan PKRT.

2. PT Nusantara Beta Farma mempunyai 3 sertifikat CPOB (Cairan Oral

Nonbetalaktam, Cairan Obat Luar Nonbetalaktam dan Semisolid

Nonbetalaktam) dan 3 sertifikat CPKB (Serbuk Tabur, Cairan Kental dan

Cairan Suspensi).

3. Peran Apoteker di Industri Farmasi ada 3 (tiga) yaitu Penanggung Jawab

Quality Assurance (QA) yang dipegang oleh apt. Nasty Ranura, S. Farm,

Penanggung Jawab Produksi apt. Faisal Fahmi, S. Farm dan Penanggung

Jawab Quality Control (QC) apt. Riri Ramadhani, S. Farm. Sedangkan untuk

industri kosmetik memiliki 1 (satu ) orang apoteker penanggung jawab industri

kosmetik.

4. CPOB terdiri dari 12 aspek mulai dari manajemen mutu sampai kualifikasi &

validasi, dan untuk CPKB juga terdiri dari 12 aspek mulai dari sistem mutu

88
industri farmasi sampai kualifikasi dan validasi. PT Nusantara Beta Farma

telah menerapkan aspek-aspek CPOB dan CPKB dengan baik.

6.2 Saran

1. Untuk

meningkatkan penjualan sebaiknya perusahaan mengiklankan produknya tidak

hanya disurat kabar dan radio tetapi juga di pasarkan melaui iklan ditelevisi

dan jejaring sosial agar lebih dikenal masyarakat serta diiringi dengan

peningkatan kinerja salesman yang ada.

2. Sebaiknya

di PT Nusantara Beta Farma melakukan penambahan jumlah mesin untuk

mempercepat proses produksi.

3. PT

Nusantara Beta Farma hendaknya memperluas dan memperbanyak unit

penjualan setiap daerah sehingga daerah atau kota yang ada di provinsi lainnya

dapat menggunakan produk dari PT Nusantara Beta Farma.

4. Untuk

desain kemasan produk sebaiknya lebih inovatif mengikuti perkambangan

zaman saat ini, seperti desain produk kosmetik dengan menggunakan warna

dan gambar yang menarik, hal ini di harapkan dapat mengambil perhatian

kalangan muda yang konsumtif dalam menggunakan kosmetik.

5. Tingkatkan

control fasilitas disetiap ruangan.

89
DAFTAR PUSTAKA

Badan POM RI. 2018. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia 2010 Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010
tentang Industri Farmasi. Jakarta.

BPOM. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat


dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2010. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No.1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri
Farmasi.Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Kemenkes RI. 2014. Pedoman Pelaksanaan Sampling dan Pengujian alat


Kesehatan (ALKES) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT).
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Muliyawan, Dewi & Suriana, Neti. 2013. A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: PT
Elex Media Komputerindo.

Permenkes RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1190 tahun 2010


tentangPenyalur AlatKesehatan. Retrieved from
http://regalkes.depkes.go.id/informasi_alkes/PERMENKES No 1191
Tahun 2010 Tentang Penyalur Alat Kesehatan.

Permenkes RI No 26. 2018. Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara


Elektronik Sektor Kesehatan. Jakarta

90
LAMPIRAN
91
Lampiran 1. Denah Lokasi PT. Nusantara Beta Farma

Gambar 1. Denah Lokasi PT Nusantara Beta Farma

92
Lampiran 2. Denah Lokasi Industri Kosmetik

Gambar 2. Denah Lokasi Industri Kosmetik

93
Lampiran 3. Denah Lokasi Industri PKRT

Gambar 3. Denah Lokasi Industri PKRT

94
Lampiran 4. Struktur Organisasi PT Nusantara Beta Farma

Gambar 4. Struktur Organisasi PT Nusantara Beta Farma

95
Lampiran 5. Bagan Alur Kegiatan Produksi

96
Gambar 5. Bagan Alur kegiatan Produksi

Lampiran 6. Alur Pemesanan Barang dan Barang Datang

Ka. GBA

 Laporan bahan baku terpakai


 Pemesanan jika stok tinggal
setengahnya
 Surat Pesanan Bahan

PPIC

 Legalitas Suplier
 Karakteristik bahan, mutu bahan dan harga
bahan
 Memiliki COA (Certificated of analysis)
 Sistem pembayaran

Suplier QC
Sampling
g
 Jika ditolak akan dicari
supplier lain
 Jika lulus barang akan
Pemesanan barang dipesan

Barang Datang PPIC

 Diterima oleh PPIC dan


Ka. GBA
 STTB
 COA
 Surat permohonan periksa

Gudang Karantinaa

Dikembalikan ke Suplier,
QC Reject barang diganti sesuai spech
yang dininginkan
 Lulus dengan diberi label hijau oleh
QC
 Diperiksa / dicocokan barang yang
ada dengan dokumennya oleh QA

GBA

97
Gambar 6. Alur Pemesanan Barang dan Barang Datang

Lampiran 7. Kartu Permintaan Pembelian

Gambar 7. Kartu Permintaan Pembelian

98
Lampiran 8. Surat Pemesanan

99
Gambar 8. Surat Pemesanan
Lampiran 9. Surat Tanda Terima Barang Masuk

Gambar 9. Surat Tanda Terima Barang Masuk

100
Lampiran 10. Surat Permohonan Periksa Bahan Baku

Gambar 10. Surat Permohonan Periksa Bahan Baku

101
Lampiran 11. Hasil Pemeriksaan Pengujian Bahan Baku

102
Gambar 11. Hasil Pemeriksaan Pengujian Bahan Baku

103
Lampiran 12. Label Bahan Baku
12.a . Gambar label bahan baku karantina belum boleh diproses

12.b. Gambar label bahan baku karantina memenuhi syarat boleh diproses

12.c. Gambar label bahan baku karantina tidak memenuhi syarat tidak boleh
diproses

104
Lampiran 13. Kartu Persediaan Bahan Baku

Gambar 13. Kartu Persediaan Bahan Baku

105
Lampiran 14. Kartu Persediaan Bahan Pengemas Primer

Gambar 14. Kartu Persediaan Bahan Pengemas Primer


106
Lampiran 15. Kartu Pesediaan Bahan Pengemas Sekunder

Gambar 15. Kartu Pesediaan Bahan Pengemas Sekunder

107
Lampiran 16. Blanko Spesifikasi Pengemas

Gambar 16. Blanko Spesifikasi Pengemas

108
Lampiran 17. Catatan Pengujian Produk Ruahan

Gambar 17. Catatan Pengujian Produk Ruahan

109
Lampiran 18. Label Produk Ruahan

Gambar 18. Label Produk Ruahan

Lampiran 19. Blanko Catatan In Process Control

110
Gambar 19. Blanko Catatan In Process Control

Lampiran 20. Catatan Pemeriksaan Produk Jadi

111
Gambar 20. Catatan Pemeriksaan Produk Jadi

Lampiran 21. Label Karantina Produk Jadi

112
Gambar 21. Label Karantina Produk Jadi

Lampiran 22. Label Diluluskan Produk Jadi

113
Gambar 22. Label Diluluskan Produk Jadi

Lampiran 23. Label Ditolak Produk Jadi

114
Gambar 23. Label Ditolak Produk Jadi

Lampiran 24. Surat Penyerahan Produk Jadi

115
Gambar 24. Surat Penyerahan Produk Jadi

Lampiran 25. Blanko Checklist Dokumen Catatan Bets

116
Gambar 25. Blanko Checklist Dokumen Catatan Bets

Lampiran 26. Berita Acara Pemusnahan Produk

117
Gambar 26. Berita Acara Pemusnahan Produk

118
Lampiran 27. Sertifikat CPOB Cairan Oral Nonbetalaktam

Gambar 27. Sertifikat CPOB Cairan Oral Nonbetalaktam

119
Lampiran 28. Sertifikat CPOB Cairan Obat Luar Nonbetalaktam

Gambar 28. Sertifikat CPOB Cairan Obat Luar Nonbetalaktam

120
Lampiran 29. Sertifikat CPOB Semisolid Nonbetalaktam

121
Gambar 29. Sertifikat CPOB Semisolid Nonbetalaktam

Lampiran 30. Sertifikat CPKB Serbuk Tabur

122
Gambar 30. Sertifikat CPKB Serbuk Tabur

Lampiran 31. Sertifikat CPKB Cairan Kental

123
Gambar 31. Sertifikat CPKB Cairan Kental

124
Lampiran 32. Sertifikat CPKB Cairan Suspensi

125
Gambar 32. Sertifikat CPKB Cairan Suspensi

126

Anda mungkin juga menyukai