Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri Farmasi

1. Pengertian Industri Farmasi

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.

245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan

Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Industri Farmasi adalah Industri

Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk

mempengaruhi atau menyelediki sistem fisiologi atau keadaan patologi

dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan,

pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Sedangkan yang

dimaksud dengan bahan baku obat adalah bahan baik yang berkhasiat

maupun yang tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat

dengan standar mutu sebagai bahan farmasi.

2. Persyaratan Industri Farmasi

Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri

farmasi, karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang

telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan industri farmasi

tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

245//Menkes/SK/V/1990 adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


a. Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum

berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi.

b. Memiliki rencana investasi.

c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

d. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi

persyaratan CPOB sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kesehatan

No. 43/Menkes/SK/II/1988.

e. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan

secara tetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga Negara

Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan

penanggung jawab pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan

CPOB.

f. Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat

diedarkan setelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

3. Izin Usaha Industri Farmasi

Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan

wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat

dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri

tersebut berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun, sedangkan

untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya

sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967

tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya.

Universitas Sumatera Utara


4. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi

Pencabutan izin usaha industri farmasi dapat terjadi karena

beberapa hal :

1. Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi

dan perluasan tanpa memiliki izin.

2. Tidak menyampaikan informasi mengenai perkembangan industri

secara berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan

informasi yang tidak benar.

3. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan

tertulis terlebih dahulu.

4. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang

tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat

palsu).

5. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

B. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur

atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk

menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan Good

Manufacturing Practices dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi

Universitas Sumatera Utara


sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang

ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB

mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (BPOM, 2006)

Aspek dalam CPOB 2006 meliputi :

1. Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai

dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam

izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan

penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen

mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu

Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua

jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para

distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat

diandalkan diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh

dan diterapkan secara benar (BPOM, 2006).

Kebijakan mutu hendaklah disosialisasikan kepada semua karyawan

dengan cara yang efektif, tidak cukup dengan cara membagikan fotokopinya

dan/atau menempelkan pada dinding. Untuk melaksanakan Kebijakan Mutu

dibutuhkan 2 unsur dasar yaitu :

Universitas Sumatera Utara


1. Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dan

kewajiban semua sumber daya yang diperlukan, semua prosedur yang

mengatur proses yang ada.

2. Tindakan sistematis untuk melaksanakan system mutu, yang disebut

dengan pemastian mutu atau Quality Assurance (QA) (BPOM 2009).

2. Personalia

Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang

sehat, terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi

dapat berjalan dengan baik. Semua personil harus memahami prinsip CPOB

agar produk yang dihasilkan bermutu (BPOM 2009).

Kesehatan personil hendaklah dilakukan pada saat perekrutan,

sehingga dapat dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas

kebersihan, pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi dan

pengawasan hingga personil tingkat manajerial) memiliki kesehatan fisik dan

mental yang baik sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yang

dibuat. Disamping itu hendaklah dibuat dan dilaksanakan program

pemeriksaan kesehatan berkala yang mencakup pemeriksaan jenis-jenis

penyakit yang dapat berdampak pada mutu dan kemurnian produk akhir.

Untuk masing-masing karyawan hendaklah ada catatan tentang kesehatan

mental dan fisiknya (BPOM 2009).

Dalam kualifikasi dan pengalaman personil yang diperlukan untuk

tiap posisi hendaklah ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh bagian

Universitas Sumatera Utara


SDM, tapi juga dapat ditampilkan pada Uraian Tugas masing-masing (BPOM

2009).

Jumlah personil yang memadai sangat mempengaruhi proses produksi.

Kekurangan jumlah personil cenderung mempengaruhi kualitas obat, karena

tugas akan dilakukan secara tergesa-gesa dengan segala akibatnya. Disamping

itu, kekurangan jumlah karyawan biasanya mengakibatkan kerja lembur

sering dilakukan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental baik

bagi operator ataupun supervisor atau malahan bagi personil pada tingkat

lebih atas yang melakukan evaluasi dan/atau mengambil keputusan (BPOM

2009).

Kategori personil kunci bergantung pada kebijakan

perusahaan/industri apakah terbatas hanya pada Kepala Bagian Produksi,

Kepala Bagian Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu

(Pemastian Mutu). Industri dapat menentukan posisi lain yang lebih tinggi,

sama atau lebih rendah dicakup dalam kategori personil kunci. Yang harus

dipertahankan adalah semua Kepala Bagian Produksi dan Kepala Bagian

Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)/Kepala Bagian pengawasan Mutu harus

independen satu terhadap yang lain(BPOM 2009).

3. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki

desain, konstruksi, letak yang memadai dan kondisi yang sesuai serta

perawatan yang dilakukan dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan

operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian

Universitas Sumatera Utara


rupa untuk memperkecil terjadinya resiko kekeliruan, pencemaran silang dan

kesalahan lain serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang

efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran

dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Rancang bangunan hendaklah dibuat sehingga untuk kegiatan yang

berhubungan langsung dengan daerah luar sarananya dikelompokkan.

Rancangan diatas perlu ditekankan agar tidak berdampak negatif

terhadap kegiatan produksi yang dilakukan di area dengan kelas kebersihan

lebih tinggi (BPOM 2009).

Tata letak ruang hendaklah dikaji sejak tahap perencanaan konstruksi

bangunan demi keefektifan semua kegiatan, kelancaran arus kerja,

komunikasi, dan pengawasan serta untuk menghindari ketidakteraturan.

4. Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan

konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan

dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain serta

seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta

perawatan (BPOM, 2006).

5. Sanitasi dan Hygiene

Tingkat sanitasi dan hygiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada

setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup meliputi personalia, bangunan,

peralatan, dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal

yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran

Universitas Sumatera Utara


hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan hygiene yang

menyeluruh serta terpadu.

Sanitasi dan hygiene yang diatur dalam pedoman CPOB 2006 adalah

terhadap personalia, bangunan, dan peralatan. Prosedur sanitasi dan hygiene

hendaklah divalidasi serta dievaluasi secara berkala untuk memastikan

efektivitas prosedur dan selalu memenuhi persyaratan.

6. Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang

telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat

menjamin produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta

izin edar (registrasi) sesuai dengan spesifikasinya (BPOM, 2006).

Selain itu, produksi baiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yang

kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap

produk akhir, melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan

proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi,

personalia, bangunan, peralatan, kebersihan dan hygiene sampai dengan

pengemasan.

Prinsip utama produksi adalah :

a. Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets.

b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang

seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah

diproduksi maupun yang akan diproduksi.

Universitas Sumatera Utara


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain:
a. Pengadaan Bahan Awal

Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah

disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan,

pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah

berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan,

tanggal pelulusan, dan tanggal daluarsa (BPOM, 2006).

b. Pencegahan Pencemaran Silang

Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap

pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini

dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme

dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada

alat dan pakaian kerja operator. Tingkat resiko pencemaran ini tergantung

dari jenis pencemar dan produk yang tercemar.

c. Penimbangan dan Penyerahan

Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk

antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan

memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas,

produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan

mutu dan masih belum daluarsa yang boleh diserahkan (BPOM, 2006).

d. Pengembalian

Universitas Sumatera Utara


Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang

penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar (BPOM, 2006).

e. Pengolahan
Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa

sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah

diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara

tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah

dilaksanakan mengikusi prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan

hendaklah dilaporkan. Semua produk antara hendaklah diberi label yang

benar dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu

(BPOM, 2006).

f. Kegiatan Pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi

produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian

yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang

dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan

instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum

dalam prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan

hendaklah dicatat dalam catatan pengemasan bets.

g. Pengawasan Selama Proses

Pengawasan selama proses hendaklah mencakup :

- Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada

saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan.

Universitas Sumatera Utara


- Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang

waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi

dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam

prosedur pengemasan induk.

h. Karantina Produk Jadi

Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum

penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan

untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan

untuk memastikan produk dan catatan pengolahan bets memenuhi semua

spesifikasi yang ditentukan.

7. Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOB untuk

memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang

sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak

yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk

mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi

obat jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi

juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.

Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang

fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan

memuaskan (BPOM, 2006).

Universitas Sumatera Utara


Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitik yang

dilakukan di laboratorium termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan

pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi.

Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan,

pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel

pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta

metode pengujiannya (BPOM, 2006).

Area laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area

produksi. Selain itu bagi suatu laboratorium untuk pengawasan selama proses

mungkin lebih memudahkan apabila letaknya di daerah tempat pembuatan

atau pengemasan dimana dilakukan pengujian fisik seperti penimbangan dan

uji monitoring lainnya secara periodik.

Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian

pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan

telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk

disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah

memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan

yang diperlukan.

8. Inspeksi diri dan Audit Mutu

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek

produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB

(BPOM, 2006).

Universitas Sumatera Utara


Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen oleh orang yang

kompeten yaitu terkualifikasi dan mempunyai pengalaman yang memadai

dalam melakukan inspeksi diri. Inspeksi diri dapat dilakukan sendiri oleh

pihak perusahaan dengan membentuk suatu tim atau oleh konsultan yang

independen dari luar perusahaan. Inspeksi diri hendaklah mencakup semua

bagian yaitu pemastian mutu, produksi, pengaweasan mutu, teknik dan

gudang (termasuk gudang obat jadi, Bahan baku, dan bahan pengemas)

(BPOM, 2009).

Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai dengan

kebutuhan pabrik namun inspeksi diri yang dilakukan secara menyeluruh

hendaklah dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi

diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri (BPOM, 2009).

9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk dan Produk

Kembalian

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan

kemungkinan terjadinya kerusakan obat dapat bersumber dari dalam maupun

dari luar industri, dan memerlukan penanganan dan pengkajian secara teliti

(BPOM, 2009).

Keluhan/informasi yang bersumber dari dalam industri antara lain

dapat dari bagian produksi, bagian pengawasan mutu, bagian gudang dan

bagian pemasaran, sementara dari luar industri antara lain dapat berasal dari

Universitas Sumatera Utara


pasien, dokter, paramedis, klinik, rumah sakit, apotek, distributor, dll (BPOM,

2009).

Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau

beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi.

Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan produk yang tidak memenuhi

persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang

tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan (BPOM, 2009).

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri dan

beredar yang kemudian dikembalikan ke industri karena adanya keluhan,

mengenai kerusakan, kadaluarsa, atau alasan lain misalnya mengenai kondisi

obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan,

identitas, mutu serta kesalahan administratif yang menyangkut jumlah dan

jenis (BPOM, 2009).

10. Dokumentasi

Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi

manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang sangat

penting dari pemastian mutu (BPOM, 2006). Sistem dokumentasi yang

dirancang/digunakan hendaklah mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan,

memantau dan mencatat seluruh aspek produksi serta pengendalian dan

pengawasan mutu (BPOM, 2009). Dokumentasi sangat penting untuk

memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas secara jelas dan rinci

sehingga memperkecil resiko terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul

karena hanya mengandalkan komunikasi lisan (BPOM, 2006).

Universitas Sumatera Utara


11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara

benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang

dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak

memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dengan penerima

kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan

kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas

prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung

jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).

12. Kualifikasi dan Validasi

Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa

tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme

yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa

mencapai hasil yang diinginkan (CPOB, 2006).

CPOB mengisyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi

validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari

kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan

dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.

Pendekatan dengan kajian resiko hendaklah digunakan untuk menentukan

ruang lingkup dan cakupan validasi.

Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama

program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di

dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah

Universitas Sumatera Utara


merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup

sekurang-kurangnya adalah kebijakan validasi, struktur organisasi kegiatan

validasi, ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, proses yang akan divalidasi,

format dokumen, format protokol, laporan validasi, perencanaan dan jadwal

pelaksanaan, pengendalian perubahan, serta acuan dokumen yang digunakan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai