Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

LAYANAN KEFARMASIAN KOMUNITAS


(DEF4149T)

MANAJEMEN APOTEK

DISUSUN OLEH:
Faridatul Asshyriah (115070507111002)
Maria Catur Natalia (135070500111001)
Yusuf Jauhar (135070500111002)
Ni Luh Indah Puspayani (135070500111003)
Ardiyatul Iffah Kelana (135070500111004)
Widya Lukitasari (135070500111005)
Inke Dania Putri Mardika (135070500111007)
Rizcha Anastasia (135070500111008)
Viana Khalimatus S. (135070500111009)
Andre Christianto (135070500111010)
Retno Pratiwi (135070500111011)
Otniel Aji Yogatama (135070500111015)
Ratna Triana Sari (135070500111016)
Ni Made Verista Sari (135070500111017)
Astri K Tarigan (135070500111018)
Ovi Fahriza (135070507111018)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016
1. Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Manajemen Apotek
1.1. Pengertian Manajemen Apotek
Manajemen apotek adalah proses menggunakan sumberdaya kefarmasian untuk mencapai
tujuan dari pekerjaan kefarmasian melalui perencanaan, membuat keputusan, organisir,
kepemimpinan, dan pengawasan (Faqih, 2010). Berdasarkan PP 51 tahun 2009 Pekerjaan
Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional.
1.2. Tujuan dan Fungsi Manajemen Apotek
Tujuan manajemen apotek berdasarkan PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian:
a. memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau
menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan
perundangan-undangan; dan
c. memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.
Fungsi manajemen apotek (Alamsyah, 2005):
a. Perencanaan: penentuan langkah awal, penyusunan tujuan dan cara mencapai tujuan
kefarmasian (contoh: perencanaan keuangan dan pengadaan sediaan)
b. Organisasi: pengelompokan dan pembagian tugas dari sumber daya kefarmasian
(struktur organisasi).
c. Pengaturan personel: bimbingan dan pengaturan kerja sumber daya kefarmasian
(seleksi, pelatihan, pengembangan, kompensasi)
d. Pengarahan: kegiatan melakukan instruksi dan pengarahan terjadap tugas masing-
masing sumber daya kefarmasian
e. Pengawasan: pemeriksaan dan evaluasi/koreksi pelaksanaan kegiatan agar sesuai
dengan perencanaan

2. 1 Alur pendirian apotek


Apotek baru didirikan dapat beroperasi setelah mendapatkan Surat Izin Apoteker (SIA).
Surat Izin Apoteker (SIA) adalah surat yang diberikan oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek
untuk menyelenggarakan pelayanan apotek disuatu tempat tertentu (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2004).

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN Rl
NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993
TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTEK
Pasal 4 : Pelimpahan Wewenang Pemberian Izin Apotek
1. Izin apotek diberikan oleh Menteri
2. Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin melalui Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten atau Kota
3. Kepala Dinas Kabupaten atau Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin,
pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada
Menteri dan tembusan disampaikan pada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat.
Pasal 5 : Persyaratan APA
1. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan
2. Telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apoteker
3. Memiliki Surat izin kerja dari Menteri
4. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya
sebagai Apoteker
5. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker pengelola
Apotek di Apotek lain
Pasal 6 : Persyaratan Apotek
1. Untuk mendapatkan izin Apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerjasama dengan
pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat,
perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik
sendiri atau milik pihak lain.
2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan
komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.
3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.
Pasal 7 : Tata Cara Pemberian Izin Apotek
1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau
Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1
2. Dengan menggunakan formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
selambat-lambatnya 6 hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan
teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap
kesiapan apotik untuk melakukan kegiatan
3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya setelah 6 hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten atau Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan
menggunakan formulir APT-3
4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak
dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan
kegiatan kepada Kepala Dinas Setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Propinsi dengan menggunakan formulir APT-4
5. Dalam jangka waktu 12 hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), atau pernyataan dimaksud ayat (4) Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat mengeluarkan surat izin Apotik dengan
menggunakan formulir APT-5
6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota atau Kepala
Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten atau Kota setempat dalam waktu 12 hari kerja mengeluarkan Surat
Penundaan dengan menggunakan formulir APT-6
7. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya
dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal surat penundaan.
Pasal 9: Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan
dimaksud pasal 5 dan pasal 6, atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka
Kepala Dinas Kabupaten atau Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari
kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai alasan-alasan dengan menggunakan
formulir APT-7
Pasal 30
1. Pembinaan terhadap apotek dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat Pusat sampai
dengan Daerah, atas petunjuk teknis Menteri
2. Dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan Apotek sebagaimana dimaksud ayat
(1) dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan Badan POM
3. Tata Cara pemeriksaan menggunakan Formulir Model APT-16
Pasal 33:
2. Apotek yang telah memiliki izin berdasarkan peraturan menteri kesehatan nomor,
922/Menkes/Per/X/1993 tentang pemberian izin apotek dianggap telah memiliki ijin
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
3. Pada penyerahan dimaksud ayat (1) dan (2), dibuat berita acara serah terima
sebagaimana dimaksud pasal 23 ayat (2) dengan kepala dinas kesehatan kabupaten atau
kota setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-11 dengan tembusan kepala
BPOM setempat

Gambar 2.1. Alur perizinan apotek

Tahapan pendirian apotek baru:


1. Penentuan besar modal
Modal bisa didapatkan dari uang pribadi PSA, investor, atau pinjaman dari bank
2. Pemilihan lokasi
Bangunan apotek sekurang-kurangnya memiliki ruangan khusus untuk (Kepmenkes
Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002)
Ruang peracikan dan penyerahan resep
Ruang administrasi dan kamar kerja apotek
WC
Kelengkapan bangunan calon Apotek meliputi (Kepmenkes Nomor:
1332/MENKES/SK/X/2002):
Sumber air harus memenuhi persyaratan kesehatan
Penerangan harus cukup terang
Alat pemadam kebakaran harus berfungsi baik sekurang-kurangnya 2 buah
Ventilasi harus baik dan memenuhi syarat hygiene lain
Sanitasi harus baik dan memenuhi syarat hygiene lain.
Papan nama (Kepmenkes Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002):
Ukuran minimal panjang (60 cm) lebar (40 cm)
Tulisan hitam diatas dasar putih
Tinggi huruf minimal 5cm tebal minimal 5cm
3. Melengkapi perlengkapan
4. Tenaga kesehatan/personil, meliputi APA, AA, dan lain-lain (petugas administrasi,
kasir, juru racik, kebersihan, keamanan)
5. Analisis SWOT
6. Perencanaan strategi pemasaranberupa nalisis keuangan dan kelayakan pendirian
apotek
Berdasarkan PERMENKES RI No. 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG Registrasi, izin
praktik, dan izin kerja tenaga kefarmasian Bab II pasal 4 dan 5 ada ketentuan khusus bagi
apoteker lulusan luar negeri. Apabila apoteker merupakan lulusan dari luar negeri maka harus
mengurus STRA Khusus yang dikeluarkan oleh KFN untuk jangka waktu kurang dari 1 (satu)
tahun dan diberikan oleh mentri kepada apoteker. Apoteker yang telah memiliki STRA Khusus
tidak memerlukan SIPA atau SIKA, tetapi wajib melapor kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Apoteker lulusan luar negeri yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian
di Indonesia harus melakukan adaptasi pendidikan. Adaptasi pendidikan dilakukan pada
institusi pendidikan Apoteker yang terakreditasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi
pendidikan sebagaimana dimaksud diatur oleh Menteri.

3. Persyaratan pendirian apotek baru


Dalam mengajukan permohonan izin Apotek terdapat syarat administratif yang harus
dilampirkan, yaitu (Hartini dan Sulasmono, 2007):
1. Salinan/foto copy Surat Izin Kerja Apoteker.
2. Salinan/foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP).
3. Salinan/foto copy denah bangunan.
4. Surat yang mengatakan status bangunan dalam bentuk akte hak milik/sewa/ kontrak.
5. Daftar Asisten Apoteker dengan mencantumkan nama, alamat, tanggal lulus dan
nomor surat izin kerja.
6. Asli dan salinan/foto copy daftar terperinci alat perlengkapan Apotek.
7. Surat pernyataan dari Apoteker Pengelola Apotek bahwa tidak bekerja tetap pada
Perusahaan Farmasi lain dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di Apotek
lain.
8. Asli dan salinan/foto copy surat izin atasan (bagi pemohon pegawai negeri, anggota
ABRI, dan pegawai instansi Pemerintah lainnya)
9. Akte perjanjian kerjasama Apoteker Pengelola Apotek dengan Pemilik Sarana Apotek
10. Surat pernyataan pemilik sarana tidak terlibat pelanggaran peraturan perundang-
undangan di bidang obat
11. Izin HO (Hinder Ordonatie).
12. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan).
13. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan


dan Tata Cara Perizinan Apotek, disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan yang harus
dipenuhi dalam perizinan apotek adalah;
1. Setiap pendiri Apotek wajib memiliki izin dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
2. Izin yang dimaksud pada ayat (1) berupa SIA
Dalam permohonan SIA perlu menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
formulir APT-1 yang disertai dengan kelengkapan dokumen administratif yang
meliputi;
a. Rekomendasi dari organisasi Profesi
b. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh Komite Farmasi Nasional/konsil tenaga
kefarmasian atau badan yang ditunjuk
c. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
d. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker
e. Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan
f. Daftar prasarana, sarana dan peralatan
3. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat menunjuk kepala dinas kesehatan atau
kepala instansi sebagai Pejabat Pemberi Izin.
4. Syarat sarana prasarana apotek baru
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002,
disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan apotek adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik
sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk
sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik
pihak lain.
2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditas yang
lain di luar sediaan farmasi.
3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
4. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian apotek adalah:
Lokasi dan Tempat
Meskipun jarak antara apotek tidak lagi dipersyaratkan, tetapi tetap perlu
mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah
penduduk, dan kemampuan daya beli penduduk di sekitar lokasi apotek, kesehatan
lingkungan, keamanan dan mudah dijangkau masyarakat dengan kendaraan.
Bangunan dan Kelengkapan
Bangunan apotek harus mempunyai luas dan memenuhi persyaratan yang cukup, serta
memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas
dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi.
Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari :
- Ruang tunggu, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, ruang penyimpanan
obat, ruang peracikan dan penyerahan obat, tempat pencucian obat, kamar mandi
dan toilet.
- Bangunan apotek juga harus dilengkapi dengan : Sumber air yang memenuhi
syarat kesehatan, penerangan yang baik, Alat pemadam kebakaran yang befungsi
baik, Ventilasi dan sistem sanitasi yang baik dan memenuhi syarat higienis, Papan
nama yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, alamat apotek, nomor
telepon apotek
5. Stok awal
Stok awal yang harus dipenuhi adalah obat dan alat kesehatan. Pertimbangan dalam memilih
jenis dan jumlah stok awal diantaranya:
i. Fornas dan DOEN
Era pelayanan kesehatan saat ini merupakan era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
dimana daftar obat yang harus diresapkan harus sesuai dengan Fornas yang telah dibuat.
DOEN merupakan daftar obat esensial yang harus ada untuk menjamin keamanan dan
efektivitas terapinya.
ii. Kondisi lingkungan
Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat sekitar juga menjadi pertimbangan.
Jika kondisi masyarakat menengah ke bawah maka perbanyak obat generik atau jika
budaya masyarakat sekitar sangat sadar akan kesehatan dengan tindakan preventif maka
perbanyak suplemen dan jika pola masyarakat sering melakukan swamedikasi maka
sediakan banyak obat bebas.
iii. Dana dan anggaran
Stok awal tetap mempertimbangkan dana atau anggaran yang direncanakan, dengan
demikian maka dilakukan penyesuaian stok dengan ketersediaan dana dan jika perlu
dibuat skala prioritas.
iv. Pola penyakit
Pola penyakit di daerah sekitar dapat mempengaruhi permintaan obat dari masyarakat
tersebut.
v. Wabah/kasus tertentu (musim)
Jika ada wabah atau kasus tertentu maka bisa untuk menjadi pertimbangan stok awal
karena obat tersebut paling banyak dibutuhkan saat itu. Pertimbangan musim yang
dikorelasikan dengan penyakit yang paling banyak terjadi juga dipertimbangkan.
vi. Pelayanan kesehatan sekitar
Pelayanan Kesehatan sekitar dapat membantu prediksi kebutuhan obat yang diperlukan.
Misalkan tempat dekat dengan praktik dokter gigi maka dipertimbangkan untuk
menyediakan obat-obat yang sering digunakan dalam pelayanan kesehatan gigi.
vii. Kondisi gudang
Kondisi gudang dapat digunakan untuk pertimbangan jumlah stok awal yang akan
diadakan. Stok awal harus sesuai dengan kapasitas gudang agar bisa tersimpan dengan
baik dan layak.
6. Pengelolaan keuangan
Laporan keuangan yang biasa dibuat di apotek adalah (Lopa, 2014) :
a. Laporan Rugi Laba
Laporan yang menyajikan informasi tentang pendapatan, biaya, laba atau rugi yang
diperoleh perusahaan selama periode tertentu disebut sebagai laporang laba-rugi. Laporan
rlaba-rugi biasanya berisi hasil penjualan, HPP (persediaan awal + pembelian persediaan
akhir), laba kotor, biaya operasional, laba bersih usaha, laba berrsih sebelum pajak, laba
bersih setelah pajak, pendapatan non usaha dan pajak.
b. Neraca
Laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada waktu tertentu
disebut laporan neraca. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah harta yang
dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban yang disebut pasiva, atau dengan kata
lain aktiva adalah investasi di dalam perusahaan dan pasiva adalah sumber-sumber yang
digunakan untuk investasi tersebut. Oleh karena itu, dapat dilihat dalam neraca bahwa
jumlah aktiva akan sama besar dengan pasiva. Aktiva dikelompokkan dalam aktiva lancar
dan aktiva tetap. Aktiva lancar berisi kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan.
Aktiva tetap dapat berupa gedung atau tanah, sedangkan pasiva dapat berupa hutang dan
modal.
Aktiva lancar merupakan aktiva yang dalam jangka pendek (satu tahun atau kurang)
dapat diubah menjadi uang tunai. Sedangkan aktiva tetap adalah aktiva yang digunakan
perusahaan untuk digunakan dalam kegiatan usahanya, dan tidak untuk dijual dalam
kegiatan normal. Aktiva tetap dapat dimanfaatkan selama lebih dari satu tahun.
Aktiva Pasiva
Aktiva Lancar (Current asset) Pasiva Lancar (Current Liability)
Kas 20 Hutang Dagang 400
Bank 80
Piutang 300
Persediaan 400
Total Aktiva Lancar 800 Total Pasiva Lancar 400
Aktiva Tetap (Fix asset) Hutang Jangka Panjang
Tanah 0 Hutang Bank 0
Bangunan 0 Modal sendiri/ saham 400
Mesin/ Peralatan 0
Kendaraan roda 4/2 0
Total Aktiva Tetap 0 Total Hutang Jangka Panjang 400
Total aktiva 800 Total Pasiva 800
Tabel 1. Contoh Laporan Neraca
c. Laporan Hutang Piutang
Laporan Hutang adalah laporan yang berisi utang yang dimiliki apotek pada periode
tertentu dalam satu tahun . sedangakan laporan piutang adalah laporan yang berisi piutang
yang ditimbulkan karena transaksi yang belum lunas dari pihak lain kepada pihak apotek.

7. Penentuan laba
Metode penetapan harga:
a. Metode penetapan harga mark-up atau cost-plus
Metode penetapan harga yang dipandang paling sederhana dan paling banyak digunakan
adalah dengan menambahkan sejumlah kenaikan (mark-up) pada biaya produk. Metode
semacam ini disebut metode penentapan harga mark-up (mark-up pricing) atau cost-plus
(cost-plus pricing). Mark-up merupakan jumlah rupiah yang ditambahkan pada biaya dari
suatu produk untuk menghasilkan harga jual. Mark-up tersebut diteteapkan dengan maksud
untuk menutup biaya overhead(biaya tidak langsung) dan laba bagi perusahaan. Dengan
demikian akan kita dapatkan sejumlah rupiah sebagai harga jual (lihat rumus berikut) :
Harga Jual = Biaya Produk + Mark Up = Biaya Produk + (% x Biaya Produk)
b. Break event point
Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak
mendapat untung maupun rugi/ impas (penghasilan = total biaya). Sebelum memproduksi
suatu produk, perusahaan terlebih dulu merencanakan seberapa besar laba yang diinginkan.
Ketika menjalankan usaha maka tentunya akan mengeluarkan biaya produksi, maka dengan
analisis titik impas dapat diketahui pada waktu dan tingkat harga berapa penjualan yang
dilakukan tidak menjadikan usaha tersebut rugi dan mampu menetapkan penjualan dengan
harga yang bersaing pula tanpa melupakan laba yang diinginkan. Hal tersebut dikarenakan
biaya produksi sangat berpengaruh terhadap harga jual dan begitu pula sebaliknya,
sehingga dengan penentuan titik impas tersebut dapat diketahui jumlah barang dan harga
yang pada penjualan. Analisis break even sering digunakan dalam hal yang lain misalnya
dalam analisis laporan keuangan. Dalam analisis laporan keuangan kita dapat
menggunakan rumus ini untuk mengetahui:
Hubungan antara penjualan, biaya, dan laba
Struktur biaya tetap dan variabel
Kemampuan perusahaan memberikan margin unutk menutupi biaya tetap
Kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan
tidak mengalami laba dan rugi
c. Front End Merchandise
Berdasarkan harga yang diberikan oleh supplier, dan untuk membandingkan dengan harga
yang ditetapkan oleh competitor.
d. Prescription Drug
Aspek yg perlu diperhatikan:
Aspek apotek: harga yang ditetapkan akan mendatangkan aspek sales
Aspek publik: berhubungan dengan kepercayaan masyarakat terhadap apoteker

Pabrik Obat dan/atau Pedagang Besar Farmasi (PBF) dalam menyalurkan Obat Generik
kepada Pemerintah, Rumah Sakit, Apotek dan Sarana Pelayanan Kesehatan lainnya harus
menggunakan Harga Neto Apotek (HNA) plus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai harga
patokan tertinggi. Tetapi dalam rangka menjamin ketersediaan dan pemerataan obat generik,
pabrik obat dan/atau PBF dapat menambahkan biaya distribusi maksimum sebesar 5% untuk
Regional II, 10% untuk Regional III dan 20% untuk Regional IV. Ketentuan ini tercantum
dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK.03.01/Menkes/146/I/2010 tanggal 27 Januari
2010 tentang Harga Obat Generik. Ini merupakan implementasi program 100 Hari
Kementerian Kesehatan. Dalam 100 Hari terdapat 4 program diantaranya peningkatan
kesehatan masyarakat untuk mempercepat pencapaian target MDGs (Millenium Development
Goals). Salah satu diantara 4 rencana aksinya adalah penetapan HET Obat Generik. Dalam
Keputusan ini yang dimaksud dengan HNA + PPN adalah harga jual pabrik obat dan/atau PBF
kepada Pemerintah, Rumah Sakit, Apotek dan Sarana Pelayanan Kesehatan lainnya.
Sedangkan Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah harga jual Apotek, Rumah Sakit dan Sarana
Pelayanan Kesehatan Lainnya. Khusus untuk obat-obat lisensi (under licence) dan obat paten
(patented drug) masih dibebani biaya lisensi/paten serta kewajiban untuk membeli bahan baku
dari pemberi lisensi/paten. Hal inilah salah satu penyebab mengapa obat-obat yang masuk
dalam kategori under license atau obat-obat paten harganya jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan obat generic maupun branded generic. Perhitungan harga jual di apotek secara umum,
sebagai berikut :
[Harga Distributor] + [PPN 10 %] + [Harga jual Apotek] + [Uang Resep/Jasa
dokter]
Nilai PPN 10% ini merupakan nilai tetap dan standar di setiap apotek, meskipun
demikian dapat juga ditemukan apotek mencantumkan harga jual apotek minus PPN.
Dari harga yang sudah ditambahkan PPN, maka Apotek akan menambah harga jual
sesuai dengan kebijakan apotek tersebut. Misalkan : 25%-30% Ini tergantung dari :
Jenis Apotek, Daerah/lokasi Apotek, dan Jenis Obat.

8. Strategi pemasaran apotek


a. Sarana prasarana: tata letak, pencahayaan, serta tata ruang yang nyaman
b. Pelayanan :
Pelayanan yang efektif dan efisien, pelayanan ramah, senyum sapa, dan
penjelasan yang komunikatif serta mudah untuk dipahami oleh konsumen
Keterlibatan langsung apoteker dalam pelayanan kefarmasian dari mulai
pengadaan obat, pemberian informasi, konsultasi, edukasi maupun monitoring
penggunaan obat.
Pendidikan (edukasi) kesehatan kepada konsumen dan masyarakat sekitar, melalui
penyediaan buku-buku ataupun leaflet-leaflet.
Melihat status ekonomi masyarakat (daya beli masyarakat) menyediakan obat
dengan harga yang terjangkau.
Mempromosikan obat generik melalui penyuluhan.
Melakukan Pharmaceutical Care atau Asuhan Kefarmasian. Pelayanan
kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi
menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Dalam konteks pelayanan di apotek sendiri, hal ini tertuang
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Layanan pemeriksaan kesehatan dan layanan PMR
Cek kesehatan dan tensi gratis digunakan sebagai bentuk promosi apotek baru
untuk menarik pelanggan. Jangka waktu promo ini adalah 1-2 minggu sehingga
warga sekitar memiliki cukup waktu untuk mengenal apotek baru dan untuk
mengatasi melimpahnya pelanggan karena teriming-iming dengan kata gratis.
Selain itu cek kesehatan dan tensi gratis dapat dilakukan pada event-event tertentu
seperti hari kesehatan, hari diabetes, hari ulang tahun apotek, dan lain-lain. Apabila
sedang tidak ada event atau promo maka cek kesehatan di apotek dapat dikenakan
biaya sebagai berikut:
Cek gula darah : Rp 15000,-
Cek Asam Urat : Rp 15000,-
Cek Kolesterol : Rp 25.000,-
Cek Tekanan Darah : Gratis
Paket semuanya : Rp 50.000,-
c. Kerjasama
Bekerja sama dengan pelayanan kesehatan yang lainnya seperti apotek dan rumah sakit
dan kerjasama dengan klinik/tempat praktek dokter
d. Promosi
o Spanduk yang dipasang di pinggir jalan dekat lokasi.
o Penyebaran brosur dan leaflet untuk disebar ditempat umum dan ke perumahan-
perumahan.
e. Evaluasi
Penilaian terhadap strategi strategi yang telah diterapkan untuk melihat npencapain
dari strategi tersebut. Jika tujuan dari strategi tersebut tidak tercapai maka perlu strategi
baru, Namun jika tujuan strategi telah tercapai, tidak boleh hanya terpaku pada strategi
itu saja tetapi perlu inovasi baru.

9. Manajemen SDM
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002, personil
apotek dapat terdiri dari :
1) Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu Apoteker yang telah memiliki Surat Izin
Apotek (SIA)
2) Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek di samping Apoteker
Pengelola Apotek dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka Apotek.
3) Apoteker Pengganti adalah apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apotek
selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 (tiga
bulan) secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja dan tidak bertindak
sebagai Apoteker Pengelola Apotek di Apotek lain.
4) Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
5) Sedangkan tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di apotek terdiri
dari :
(1) Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker, namun
keberadaannya tidak harus ada, tergantung keperluan apotek itu sendiri.
(2) Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan dan
pengeluaran uang.
(3) Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan
membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan apotek.
Berdasarkan kasus :
Apotek yang akan didirikan Tn. Taufiq adalah apoteker baru dimana Tn. Taufiq juga
baru saja lulus sebagai apoteker. Untuk SDM atau ketenagaan apotek yang disarankan yaitu :
1) APA (Apoteker Penanggunggung jawab Apoteker) sejumlah 1 orang yaitu Tn. Taufiq
sendiri.
2) Asisten apoteker sejumlah 1 orang untuk membantu APA dalam pekerjaan kefarmasian.
Karena dalam keseharian pelayanan dalam apotek, Tn. Taufiq tidak mungkin dalam
melaksanakannya sendiri. Jumlah 1 menurut kami sudah cukup untuk apotek baru sembari
apotek di buka dianalisis dari pengunjung apabila memang ramai dan membutuhkan
asisten lagi baru menambah jumlahnya.
3) Akuntan sejumlah 1 orang untuk membantu manajemen keuangan dari apotek. Karena
meskipun Tn. Taufiq memahami dalam pembuatan neraca, tapi lebih baik
mengikutsertakan akuntan dalam tahap awal manajemen keuangannya.
Pegawai tata usaha sejumlah 1 orang sebagai pelaksana administrasi apotek dan membuat
laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan apotek.

10. Kesimpulan
Tujuan manajemen apotek adalah mengelola dan mengontrol perbekalan kefarmasian dan
sumber daya, dan mengatur segala hal supaya kegiatan kefarmasian di apotek) dapat
terorganisasi dengan baik. Dalam pendirian suatu apotek baru, terdapat banyak analisis dan
manajemen yang harus dilakukan, mulai dari analisis manajemen awal seperti persediaan
perbekalan kerfarmasian dan sarana prasarana, hingga tingkat lanjutan seperti manajemen
keuangan. Pendirian suatu apotek baru harus memenuhi persyaratan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, di mana hal tersebut juga berlaku setelah apotek berjalan.
PERTANYAAN

1. Pada penetapan harga obat, Makassar masuk regional berapa?


Jawaban:
Menurut Depkes RI (2010), Makassar (Sulawesi Selatan) termasuk dalam regional III.
Pembagian regional:
o Regionalisasi I: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa
Timur, Bali, Lampung dan Banten
o Regional II: Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung dan Nusa Tenggara
Barat
o Regional III: Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat dan Gorontalo
o Regional IV: Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua
Barat
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah Z. 2005. Manajemen Sistem Informasi. Gramedia Pusaka Utama. Jakarta.


Depkes RI. 2010. Penetapan Harga Eceran Tertinggi Obat Generik.
http://www.depkes.go.id/article/view/799/penetapan-harga-eceran-tertinggi-obat-
generik-.html. Diakses tanggal 27 Desember 2016.
Faqih A. 2010. Manajemen Agribisnis. Dee Publishing. Yogyakarta.
Hartini, Y.S. & Sulasmono, 2007. Apotek: Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang-
Undangan Terkait Apotek Termasuk Naskah dan Ulasan Permenkes tentang Apotek
Rakyat. Edisi Revisi. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Lopa, D S. 2014. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Apotek Sammarie Basra.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Menteri Kesehatan. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan RI No 922/MENKES/PER/X/1993.
Jakarta.
Menteri Kesehatan. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai