MANAJEMEN APOTEK
DISUSUN OLEH:
Faridatul Asshyriah (115070507111002)
Maria Catur Natalia (135070500111001)
Yusuf Jauhar (135070500111002)
Ni Luh Indah Puspayani (135070500111003)
Ardiyatul Iffah Kelana (135070500111004)
Widya Lukitasari (135070500111005)
Inke Dania Putri Mardika (135070500111007)
Rizcha Anastasia (135070500111008)
Viana Khalimatus S. (135070500111009)
Andre Christianto (135070500111010)
Retno Pratiwi (135070500111011)
Otniel Aji Yogatama (135070500111015)
Ratna Triana Sari (135070500111016)
Ni Made Verista Sari (135070500111017)
Astri K Tarigan (135070500111018)
Ovi Fahriza (135070507111018)
7. Penentuan laba
Metode penetapan harga:
a. Metode penetapan harga mark-up atau cost-plus
Metode penetapan harga yang dipandang paling sederhana dan paling banyak digunakan
adalah dengan menambahkan sejumlah kenaikan (mark-up) pada biaya produk. Metode
semacam ini disebut metode penentapan harga mark-up (mark-up pricing) atau cost-plus
(cost-plus pricing). Mark-up merupakan jumlah rupiah yang ditambahkan pada biaya dari
suatu produk untuk menghasilkan harga jual. Mark-up tersebut diteteapkan dengan maksud
untuk menutup biaya overhead(biaya tidak langsung) dan laba bagi perusahaan. Dengan
demikian akan kita dapatkan sejumlah rupiah sebagai harga jual (lihat rumus berikut) :
Harga Jual = Biaya Produk + Mark Up = Biaya Produk + (% x Biaya Produk)
b. Break event point
Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak
mendapat untung maupun rugi/ impas (penghasilan = total biaya). Sebelum memproduksi
suatu produk, perusahaan terlebih dulu merencanakan seberapa besar laba yang diinginkan.
Ketika menjalankan usaha maka tentunya akan mengeluarkan biaya produksi, maka dengan
analisis titik impas dapat diketahui pada waktu dan tingkat harga berapa penjualan yang
dilakukan tidak menjadikan usaha tersebut rugi dan mampu menetapkan penjualan dengan
harga yang bersaing pula tanpa melupakan laba yang diinginkan. Hal tersebut dikarenakan
biaya produksi sangat berpengaruh terhadap harga jual dan begitu pula sebaliknya,
sehingga dengan penentuan titik impas tersebut dapat diketahui jumlah barang dan harga
yang pada penjualan. Analisis break even sering digunakan dalam hal yang lain misalnya
dalam analisis laporan keuangan. Dalam analisis laporan keuangan kita dapat
menggunakan rumus ini untuk mengetahui:
Hubungan antara penjualan, biaya, dan laba
Struktur biaya tetap dan variabel
Kemampuan perusahaan memberikan margin unutk menutupi biaya tetap
Kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan
tidak mengalami laba dan rugi
c. Front End Merchandise
Berdasarkan harga yang diberikan oleh supplier, dan untuk membandingkan dengan harga
yang ditetapkan oleh competitor.
d. Prescription Drug
Aspek yg perlu diperhatikan:
Aspek apotek: harga yang ditetapkan akan mendatangkan aspek sales
Aspek publik: berhubungan dengan kepercayaan masyarakat terhadap apoteker
Pabrik Obat dan/atau Pedagang Besar Farmasi (PBF) dalam menyalurkan Obat Generik
kepada Pemerintah, Rumah Sakit, Apotek dan Sarana Pelayanan Kesehatan lainnya harus
menggunakan Harga Neto Apotek (HNA) plus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai harga
patokan tertinggi. Tetapi dalam rangka menjamin ketersediaan dan pemerataan obat generik,
pabrik obat dan/atau PBF dapat menambahkan biaya distribusi maksimum sebesar 5% untuk
Regional II, 10% untuk Regional III dan 20% untuk Regional IV. Ketentuan ini tercantum
dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK.03.01/Menkes/146/I/2010 tanggal 27 Januari
2010 tentang Harga Obat Generik. Ini merupakan implementasi program 100 Hari
Kementerian Kesehatan. Dalam 100 Hari terdapat 4 program diantaranya peningkatan
kesehatan masyarakat untuk mempercepat pencapaian target MDGs (Millenium Development
Goals). Salah satu diantara 4 rencana aksinya adalah penetapan HET Obat Generik. Dalam
Keputusan ini yang dimaksud dengan HNA + PPN adalah harga jual pabrik obat dan/atau PBF
kepada Pemerintah, Rumah Sakit, Apotek dan Sarana Pelayanan Kesehatan lainnya.
Sedangkan Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah harga jual Apotek, Rumah Sakit dan Sarana
Pelayanan Kesehatan Lainnya. Khusus untuk obat-obat lisensi (under licence) dan obat paten
(patented drug) masih dibebani biaya lisensi/paten serta kewajiban untuk membeli bahan baku
dari pemberi lisensi/paten. Hal inilah salah satu penyebab mengapa obat-obat yang masuk
dalam kategori under license atau obat-obat paten harganya jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan obat generic maupun branded generic. Perhitungan harga jual di apotek secara umum,
sebagai berikut :
[Harga Distributor] + [PPN 10 %] + [Harga jual Apotek] + [Uang Resep/Jasa
dokter]
Nilai PPN 10% ini merupakan nilai tetap dan standar di setiap apotek, meskipun
demikian dapat juga ditemukan apotek mencantumkan harga jual apotek minus PPN.
Dari harga yang sudah ditambahkan PPN, maka Apotek akan menambah harga jual
sesuai dengan kebijakan apotek tersebut. Misalkan : 25%-30% Ini tergantung dari :
Jenis Apotek, Daerah/lokasi Apotek, dan Jenis Obat.
9. Manajemen SDM
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002, personil
apotek dapat terdiri dari :
1) Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu Apoteker yang telah memiliki Surat Izin
Apotek (SIA)
2) Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek di samping Apoteker
Pengelola Apotek dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka Apotek.
3) Apoteker Pengganti adalah apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apotek
selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 (tiga
bulan) secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja dan tidak bertindak
sebagai Apoteker Pengelola Apotek di Apotek lain.
4) Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
5) Sedangkan tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di apotek terdiri
dari :
(1) Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker, namun
keberadaannya tidak harus ada, tergantung keperluan apotek itu sendiri.
(2) Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan dan
pengeluaran uang.
(3) Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan
membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan apotek.
Berdasarkan kasus :
Apotek yang akan didirikan Tn. Taufiq adalah apoteker baru dimana Tn. Taufiq juga
baru saja lulus sebagai apoteker. Untuk SDM atau ketenagaan apotek yang disarankan yaitu :
1) APA (Apoteker Penanggunggung jawab Apoteker) sejumlah 1 orang yaitu Tn. Taufiq
sendiri.
2) Asisten apoteker sejumlah 1 orang untuk membantu APA dalam pekerjaan kefarmasian.
Karena dalam keseharian pelayanan dalam apotek, Tn. Taufiq tidak mungkin dalam
melaksanakannya sendiri. Jumlah 1 menurut kami sudah cukup untuk apotek baru sembari
apotek di buka dianalisis dari pengunjung apabila memang ramai dan membutuhkan
asisten lagi baru menambah jumlahnya.
3) Akuntan sejumlah 1 orang untuk membantu manajemen keuangan dari apotek. Karena
meskipun Tn. Taufiq memahami dalam pembuatan neraca, tapi lebih baik
mengikutsertakan akuntan dalam tahap awal manajemen keuangannya.
Pegawai tata usaha sejumlah 1 orang sebagai pelaksana administrasi apotek dan membuat
laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan apotek.
10. Kesimpulan
Tujuan manajemen apotek adalah mengelola dan mengontrol perbekalan kefarmasian dan
sumber daya, dan mengatur segala hal supaya kegiatan kefarmasian di apotek) dapat
terorganisasi dengan baik. Dalam pendirian suatu apotek baru, terdapat banyak analisis dan
manajemen yang harus dilakukan, mulai dari analisis manajemen awal seperti persediaan
perbekalan kerfarmasian dan sarana prasarana, hingga tingkat lanjutan seperti manajemen
keuangan. Pendirian suatu apotek baru harus memenuhi persyaratan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, di mana hal tersebut juga berlaku setelah apotek berjalan.
PERTANYAAN