Anda di halaman 1dari 9

NAMA : INDY NUR ARI RAMADAN

NIM : 15613075

1. Kenapa praktek kefarmasian diatur dengan etika undang-undang ?


bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian; Pasal 1 Dalam
Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Referensi : (Peraturan pemerintah republic Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian)
2. Apa itu apoteker?
BAB 1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
Referensi : (PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK)

a. Bagaimana jadi apoteker?


Lulus sarjana farmasi selama 4 tahun , setelah lulus menjadi sarjana farmasi, lanjut sekolah
apoteker selama 1 tahun dan mngucapkan sumpah apoteker.

b. Tugas dan kewenangannya ?


Tugas apoteker
 melakukan pekerjaan kefarmasian (pembuatan termasuk pengendalian mutu SediaanFarmasi)
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan
obat, pelayanan informasi obat.
 membuat dan memperbaharui SOP (Standard operational Procedure)
 harus memenuhi ketentuan cara distribusi obat yang baik yang ditetapkan oleh kepala BPOM
saat melakukan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan
farmasi,termasuk pencatatan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses distribusi atau
penyaluran sediaan farmasi.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, apoteker memiliki kewenangan sebagai berikut.
 Berhak melakukan pekerjaan kefarmasian (Permenkes No.922 tahun 1993, Kepmenkes
No. 1332 tahun 2002, Kepmenkes N0. 1027 tahun 2004, serta batasan pekerjaan
kefarmasian UU No. 23 tahun 1992).
 Berwenang menjadi penanggung jawab pedagang besar farmasi penyalur obat dan/atau
bahan baku obat (Permenkes No. 1191 tahun 2002 pasal 7).
 Berhak menjalankan peracikan (pembuatan atau penyerahan obat-obatan untuk maksud-
maksud kesehatan} Obat (Reglement DVG St. 1949 NCL228 pasal 56 dan UU Obat
Keras/St. No. 419 tgl 22 Desember 1949 pasal 1).
 Berwenang menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu setelah mendapat surat izin
apotek dari menteri (PP No.25 tahun 1980 pasal 3; Permenkes N0. 922 tahun 1991 pasal
1 dan Kepmenkes No. 1332 tahun 2002).
 Berwenang menjadi penanggung jawab produksi di in- dustri farmasi obatjadi dan bahan
baku obat (SK Menkes No.245 tahun 1990).
 Berwenang menjadi penanggung jawab usaha industri obat tradisional {Permenkes
M0246 tahun 1990 pasal 8).
 Berwenang menjadi penanggung jawab pengawasan mutu di industri farmasi obat jadi
dan bahan baku obat (SK Menkes No.245 tahun 1990).
 Berwenang menyalurkan dan menerima obat keras melalui pedagang besar farmasi atau
apotek {Permenkes Nc-.918 tahun 1993 pasal 16)
 Melakukan masa bakti apoteker di sarana kesehatan pemerintah atau sarana kesehatan
lain, seperti sarana kesehatan milik BUMN/BUML, industri farmasi (pabrik obat dan
bahan bahan obat}, industri obat tradisional, industri kosmetika, industri makanan dan
minuman, apotek di luar ibukota negara, pedagang besar farmasi, rumah sakit, pendidikan
tinggi dan menengah bidang farmasi milik swasta (sebagai pengajar), atau di lembaga
penelitian dan pengembangan (sebagai peneliti). (Permenkes No.149 tahun 1998)
 Mendapat surat penugasan jika sudah melengkapi persyaratan administrative
Referensi : PP 51 tahun2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian

3. Sistematika pengajuan SIA?


Pasaln 1 Surat Izin Apotek yang selanjutnya disingkat SIA adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Apoteker sebagai izin untuk
menyelenggarakan Apotek.
Pasal 12
(1) Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri.
(2) Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa SIA.
(4) SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.

Pasal 13
(1) Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan tertulis kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir 1.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh Apoteker disertai
dengan kelengkapan dokumen administratif meliputi: a. fotokopi STRA dengan menunjukan
STRA asli; b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP); c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak
Apoteker; d. fotokopi peta lokasi dan denah bangunan; dan e. daftar prasarana, sarana, dan
peralatan.
(3) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima permohonan dan dinyatakan
telah memenuhi kelengkapan dokumen administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan
setempat terhadap kesiapan Apotek dengan menggunakan Formulir 2.
(4) Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus melibatkan unsur dinas kesehatan
kabupaten/kota yang terdiri atas:
a. tenaga kefarmasian; dan
b. tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.
(5) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksa ditugaskan, tim pemeriksa
harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat yang dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir 3.
(6) Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan dinyatakan memenuhi persyaratan,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA dengan tembusan kepada Direktur
Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dan Organisasi Profesi dengan menggunakan Formulir 4.
(7) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan masih belum
memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus mengeluarkan surat
penundaan paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja dengan menggunakan Formulir 5.
(8) Tehadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (7), pemohon dapat melengkapi persyaratan paling lambat dalam waktu 1 (satu) bulan
sejak surat penundaan diterima.
(9) Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (8), maka Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat Penolakan dengan
menggunakan Formulir 6.
(10) Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA melebihi jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Apoteker pemohon dapat menyelenggarakan Apotek
dengan menggunakan BAP sebagai pengganti SIA.

Pasal 14
(1 Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(6), maka penerbitannya bersama dengan penerbitan SIPA untuk Apoteker pemegang SIA.
(2) Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA.
Referensi : (PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK)

4. Syarat sebuah apotek ?


Pasal 4
Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi:
lokasi , bangunan, sarana, prasarana, dan peralatan; dan ketenagaan.

Bagian Kedua Lokasi


Pasal 5 Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran Apotek di wilayahnya
dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian.
Bagian Ketiga Bangunan
Pasal 6 (1) Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan kemudahan
dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang
termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia. (2) Bangunan Apotek harus bersifat
permanen. (3) Bangunan bersifat permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat merupakan
bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun,
dan bangunan yang sejenis.
Bagian Keempat Sarana, Prasarana, dan Peralatan
Pasal 7 Bangunan Apotek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 paling sedikit memiliki sarana
ruang yang berfungsi: a. penerimaan Resep; b. pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas); c. penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; d. konseling; e. penyimpanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan; dan f. arsip.

Pasal 8
Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas: a. instalasi air bersih; b. instalasi listrik; c. sistem
tata udara; dan d. sistem proteksi kebakaran.

Pasal 9
(1) Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan
kefarmasian. (2) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi rak obat, alat
peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat,
formulir catatan pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan. (3) Formulir catatan
pengobatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan catatan mengenai riwayat
penggunaan Sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan atas permintaan tenaga medis dan catatan
pelayanan apoteker yang diberikan kepada pasien.

Pasal 10 Sarana, prasarana, dan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan
Pasal 9 harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik.

Bagian Kelima Ketenagaan


Pasal 11 (1) Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat dibantu oleh
Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga administrasi. (2) Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib memiliki surat izin praktik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Referensi : (PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK)

5. Bagaimana SOP pelayanan resep di apotek ?


 Apoteker menerima resep
 Lakukan skrining resep meliputi administrasi, pharmaceutical dan klinik
 Bila ada obat yang akan diganti (merk lain) mintalah persetujuan pasien dahulu
 Hitunglah nominal harga dan mintalah persetujuan kepada pasien
 Siapkan obat sesuai dengan resep
 Obat yang diasiapkan dimasukkan dalam buku stock obat
 Beri etiket sesuai dengan penandaan di resep lengkap dengan indikasi obat
 Teliti kembali resep sebelum dikembalikan kepada pasien
 Pada saat menyerahkan wajib memberikan informasi minimal mengenai kegunaan dan
aturan pakai
6. Jelaskan tentang registrasi dan izin praktek apoteker yang boleh double job yang sah menurut
undang-undang ?

Pasal 17
(1) Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki
surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.
(2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
a. SIPA bagi Apoteker, atau
b. SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian
Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga Pasal 18 berbunyi

Pasal 18
(1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu) fasilitas
kefarmasian.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) SIPA bagi apoteker di fasilitas
pelayanan kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan
kefarmasian.
(3) Dalam hal Apoteker telah memiliki Surat Izin Apotek, maka Apoteker yang bersangkutan
hanya memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan kefarmasian lain.
(4) SIPTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas kefarmasian.

Ketentuan Pasal 19 dubah sehingga berbunyi :


Pasal 19
SIPA atau SIPTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat
Tenaga Kefarmasian menjalankan praktiknya.
(Permenkes Nomor 31 Tahun 2016)

BAB II REGISTRASI
Bagian Kesatu Umum
Pasal 2
(1) Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat
tanda registrasi.
(2) Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. STRA bagi Apoteker; dan
b. STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian.

Pasal 3
(1) STRA dan STRTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikeluarkan oleh Menteri.
(2) Menteri mendelegasikan pemberian:
a. STRA kepada KFN; dan
b. STRTTK kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

Pasal 4
(1) Apoteker warga negara asing lulusan luar negeri yang akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia dalam rangka alih teknologi atau bakti sosial harus memiliki STRA
Khusus.
(2) STRA khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh KFN untuk jangka waktu
kurang dari 1 (satu) tahun.
(3) Untuk dapat menjalankan pekerjaan kefarmasian, Apoteker yang telah memiliki STRA
Khusus tidak memerlukan SIPA atau SIKA, tetapi wajib melapor kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.

Pasal 5
(1) Apoteker lulusan luar negeri yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
harus melakukan adaptasi pendidikan.
(2) Adaptasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada institusi pendidikan
Apoteker yang terakreditasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

Pasal 6
STRA dan STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi
persyaratan.
Bagian Kedua Persyaratan Registrasi

Pasal 7
(1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah Apoteker;
b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(2) Selain memenuhi pesyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Apoteker lulusan luar
negeri harus memenuhi :
a. memiliki surat keterangan telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker dari institusi
pendidikan yang terakreditasi; dan
b. memiliki surat izin tinggal tetap untuk bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian bagi Apoteker Warga Negara asing.

Pasal 8
Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
b. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
c. memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau
pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis
Kefarmasian; dan
d. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.
Bagian Keempat Tata Cara Memperoleh Surat Tanda Registrasi

Pasal 12
(1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker mengajukan permohonan kepada KFN dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 1 terlampir.
(2) Surat permohonan STRA harus melampirkan:
a. fotokopi ijazah Apoteker;
b. fotokopi surat sumpah/janji Apoteker;
c. fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku;
d. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
e. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan
f. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm
sebanyak 2 (dua) lembar.
(3) Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi informatika atau secara
online melalui website KFN.
(4) KFN harus menerbitkan STRA paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan
diterima dan dinyatakan lengkap menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir
2 terlampir.

Pasal 13
(1) Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan dapat memperoleh STRA secara langsung.
(2) Permohonan STRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh perguruan tinggi
secara kolektif setelah memperoleh sertifikat kompetensi profesi 2 (dua) minggu sebelum
pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker baru dengan menggunakan contoh sebagaimana
tercantum dalam Formulir 3 terlampir.

Pasal 14
(1) Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan permohonan
kepada kepala dinas kesehatan provinsi dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 4 terlampir.
(2) Surat permohonan STRTTK harus melampirkan:
a. fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis Farmasi atau Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
b. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
c. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian;
d. surat rekomendasi kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau pimpinan
institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
e. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm
sebanyak 2 (dua) lembar. (3) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi harus menerbitkan STRTTK
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 5 terlampir.
Bagian Kelima Registrasi Ulang

Pasal 15
(1) Registrasi ulang dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 atau
Pasal 14 dengan melampirkan surat tanda registrasi yang lama.
(2) (2) Registrasi ulang harus dilakukan minimal 6 (enam) bulan sebelum STRA atau
STRTTK habis masa berlakunya.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA
TENAGA KEFARMASIAN
7. Apa alasan keluarnya peraturan menteri kesehatan tentang OWA ?
berdasarkan pada Keputusan Mentri Kesehatan RI No.374/Menkes/SK/VII/1990 yang telah
diperbaharui dengan Keputusan Mentri Kesehatan No.924/Menkes/Per/X/1993, dikeluarkan
dengan pertimbangan sebagai berikut:
 Untuk peningkatan peran apoteker di apotek dalam pelayanan komunikasi informasi dan edukasi
serta pelayanan obat kepada masyarakat
 Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah
kesehatan dengan meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat aman dan rasional.
 Untuk peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri

8. SOP pelayanan OWA/swamedikasi?


a. Pasien datang
b. Menyapa pasien dengan ramah dan menanyakan kepada pasien obat apa yang dibutuhkan
c. Tanyakan terlebih dahulu keluhan atau penyakit yang diderita pasien. Kemudian bantu pasien
untuk mendapatkan obat yang tepat, jika tidak ddapat ditangani dengan swamedikasi
disarankan untuk konsultasi ke dokter, jika bias swamedikasi, maka menyarankan terapi obat
yang bias diberikan.
d. Mneghitung harga dan minta persetujuan terhadap nominal harga
e. Bila sudsah terjadi persetujuan ambil obat yang diminta pasien
f. Sarankan obat kepada pasien disertai dengan informasi mengenai kegunaan dan aturan pakai

9. Bagaimana SOP/prosedur pemusnahan obat ?


Untuk obat-obat yang telah melampaui batas waktu Exp. Date maka dilakukan pemusnahan oleh
pihak apotek. Pemusnahan digolongkan menjadi dua macam, antara lain:

.Pemusnahan obat Bebas, Bebas terbatas, Keras, OWA


 Sebelum dilakukan pemusnahan, obat dikeluarkan dari kemasan primer, untuk kapsul maka isi
kapsul harus dikeluarkan dari cangkang.
 Pemusnahan dilakukan dengan cara: Obat/bahan padat dimusnahkan dengan cara ditanam atau
dibakar dan Obat/bahan cair diencerkan dahulu
 Membuat berita acara pemusnahan obat yang ditandatangani oleh APA dan 1 saksi.

10. Bagiaman SOP /prosedur pemusnahan obat narkotika/psikotropika ?


pemusnahan obat Narkotika dan Psikotropika
Pemusnahan 1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk
sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika
dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
.
PEMUSNAHAN
Pasal 37 Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dilakukan dalam
hal: a. diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat diolah
kembali; b. telah kadaluarsa; c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa penggunaan; d. dibatalkan izin edarnya;
atau e. berhubungan dengan tindak pidana.
Pasal 40 Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut:
a. penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan menyampaikan surat pemberitahuan dan
permohonan saksi kepada:
1. Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bagi Instalasi Farmasi
Pemerintah Pusat;
2. Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat,
bagi Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah
Provinsi; atau
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan
setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi
Pemerintah Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko Obat.
b. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan Provinsi,
Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
menetapkan petugas di lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan surat permohonan
sebagai saksi.
c. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf
b. d. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku, produk antara, dan produk
ruahan harus dilakukan sampling untuk kepentingan pengujian oleh petugas yang berwenang sebelum
dilakukan pemusnahan.
e. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi harus dilakukan
pemastian kebenaran secara organoleptis oleh saksi sebelum dilakukan pemusnahan.

Pasal 41
Dalam hal Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan oleh pihak
ketiga, wajib disaksikan oleh pemilik Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dan saksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b.
Pasal 42
(1) Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan yang melaksanakan pemusnahan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus membuat Berita Acara Pemusnahan.
(2) Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
a. hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan;
b. tempat pemusnahan;
c. nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan;
d. nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana tersebut;
e. nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang dimusnahkan;
f. cara pemusnahan; dan
g. tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/ dokter praktik perorangan dan saksi. (3) Berita Acara Pemusnahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan tembusannya disampaikan
kepada Direktur Jenderal dan Kepala Badan/Kepala Balai menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 10 terlampir.
Referensi : (PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3
TAHUN 2015 TENTANG PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN
NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI)

Anda mungkin juga menyukai