NIM : 15613075
Pasal 13
(1) Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan tertulis kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir 1.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh Apoteker disertai
dengan kelengkapan dokumen administratif meliputi: a. fotokopi STRA dengan menunjukan
STRA asli; b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP); c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak
Apoteker; d. fotokopi peta lokasi dan denah bangunan; dan e. daftar prasarana, sarana, dan
peralatan.
(3) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima permohonan dan dinyatakan
telah memenuhi kelengkapan dokumen administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan
setempat terhadap kesiapan Apotek dengan menggunakan Formulir 2.
(4) Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus melibatkan unsur dinas kesehatan
kabupaten/kota yang terdiri atas:
a. tenaga kefarmasian; dan
b. tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.
(5) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksa ditugaskan, tim pemeriksa
harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat yang dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir 3.
(6) Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan dinyatakan memenuhi persyaratan,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA dengan tembusan kepada Direktur
Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dan Organisasi Profesi dengan menggunakan Formulir 4.
(7) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan masih belum
memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus mengeluarkan surat
penundaan paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja dengan menggunakan Formulir 5.
(8) Tehadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (7), pemohon dapat melengkapi persyaratan paling lambat dalam waktu 1 (satu) bulan
sejak surat penundaan diterima.
(9) Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (8), maka Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat Penolakan dengan
menggunakan Formulir 6.
(10) Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA melebihi jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Apoteker pemohon dapat menyelenggarakan Apotek
dengan menggunakan BAP sebagai pengganti SIA.
Pasal 14
(1 Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(6), maka penerbitannya bersama dengan penerbitan SIPA untuk Apoteker pemegang SIA.
(2) Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA.
Referensi : (PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK)
Pasal 8
Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas: a. instalasi air bersih; b. instalasi listrik; c. sistem
tata udara; dan d. sistem proteksi kebakaran.
Pasal 9
(1) Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan
kefarmasian. (2) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi rak obat, alat
peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat,
formulir catatan pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan. (3) Formulir catatan
pengobatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan catatan mengenai riwayat
penggunaan Sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan atas permintaan tenaga medis dan catatan
pelayanan apoteker yang diberikan kepada pasien.
Pasal 10 Sarana, prasarana, dan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan
Pasal 9 harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik.
Pasal 17
(1) Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki
surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.
(2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
a. SIPA bagi Apoteker, atau
b. SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian
Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga Pasal 18 berbunyi
Pasal 18
(1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu) fasilitas
kefarmasian.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) SIPA bagi apoteker di fasilitas
pelayanan kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan
kefarmasian.
(3) Dalam hal Apoteker telah memiliki Surat Izin Apotek, maka Apoteker yang bersangkutan
hanya memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan kefarmasian lain.
(4) SIPTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas kefarmasian.
BAB II REGISTRASI
Bagian Kesatu Umum
Pasal 2
(1) Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat
tanda registrasi.
(2) Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. STRA bagi Apoteker; dan
b. STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian.
Pasal 3
(1) STRA dan STRTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikeluarkan oleh Menteri.
(2) Menteri mendelegasikan pemberian:
a. STRA kepada KFN; dan
b. STRTTK kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Pasal 4
(1) Apoteker warga negara asing lulusan luar negeri yang akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia dalam rangka alih teknologi atau bakti sosial harus memiliki STRA
Khusus.
(2) STRA khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh KFN untuk jangka waktu
kurang dari 1 (satu) tahun.
(3) Untuk dapat menjalankan pekerjaan kefarmasian, Apoteker yang telah memiliki STRA
Khusus tidak memerlukan SIPA atau SIKA, tetapi wajib melapor kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Pasal 5
(1) Apoteker lulusan luar negeri yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
harus melakukan adaptasi pendidikan.
(2) Adaptasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada institusi pendidikan
Apoteker yang terakreditasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 6
STRA dan STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi
persyaratan.
Bagian Kedua Persyaratan Registrasi
Pasal 7
(1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah Apoteker;
b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(2) Selain memenuhi pesyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Apoteker lulusan luar
negeri harus memenuhi :
a. memiliki surat keterangan telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker dari institusi
pendidikan yang terakreditasi; dan
b. memiliki surat izin tinggal tetap untuk bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian bagi Apoteker Warga Negara asing.
Pasal 8
Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
b. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
c. memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau
pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis
Kefarmasian; dan
d. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.
Bagian Keempat Tata Cara Memperoleh Surat Tanda Registrasi
Pasal 12
(1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker mengajukan permohonan kepada KFN dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 1 terlampir.
(2) Surat permohonan STRA harus melampirkan:
a. fotokopi ijazah Apoteker;
b. fotokopi surat sumpah/janji Apoteker;
c. fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku;
d. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
e. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan
f. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm
sebanyak 2 (dua) lembar.
(3) Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi informatika atau secara
online melalui website KFN.
(4) KFN harus menerbitkan STRA paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan
diterima dan dinyatakan lengkap menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir
2 terlampir.
Pasal 13
(1) Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan dapat memperoleh STRA secara langsung.
(2) Permohonan STRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh perguruan tinggi
secara kolektif setelah memperoleh sertifikat kompetensi profesi 2 (dua) minggu sebelum
pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker baru dengan menggunakan contoh sebagaimana
tercantum dalam Formulir 3 terlampir.
Pasal 14
(1) Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan permohonan
kepada kepala dinas kesehatan provinsi dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 4 terlampir.
(2) Surat permohonan STRTTK harus melampirkan:
a. fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis Farmasi atau Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
b. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
c. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian;
d. surat rekomendasi kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau pimpinan
institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
e. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm
sebanyak 2 (dua) lembar. (3) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi harus menerbitkan STRTTK
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 5 terlampir.
Bagian Kelima Registrasi Ulang
Pasal 15
(1) Registrasi ulang dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 atau
Pasal 14 dengan melampirkan surat tanda registrasi yang lama.
(2) (2) Registrasi ulang harus dilakukan minimal 6 (enam) bulan sebelum STRA atau
STRTTK habis masa berlakunya.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA
TENAGA KEFARMASIAN
7. Apa alasan keluarnya peraturan menteri kesehatan tentang OWA ?
berdasarkan pada Keputusan Mentri Kesehatan RI No.374/Menkes/SK/VII/1990 yang telah
diperbaharui dengan Keputusan Mentri Kesehatan No.924/Menkes/Per/X/1993, dikeluarkan
dengan pertimbangan sebagai berikut:
Untuk peningkatan peran apoteker di apotek dalam pelayanan komunikasi informasi dan edukasi
serta pelayanan obat kepada masyarakat
Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah
kesehatan dengan meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat aman dan rasional.
Untuk peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri
Pasal 41
Dalam hal Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan oleh pihak
ketiga, wajib disaksikan oleh pemilik Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dan saksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b.
Pasal 42
(1) Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan yang melaksanakan pemusnahan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus membuat Berita Acara Pemusnahan.
(2) Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
a. hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan;
b. tempat pemusnahan;
c. nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan;
d. nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana tersebut;
e. nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang dimusnahkan;
f. cara pemusnahan; dan
g. tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/ dokter praktik perorangan dan saksi. (3) Berita Acara Pemusnahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan tembusannya disampaikan
kepada Direktur Jenderal dan Kepala Badan/Kepala Balai menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 10 terlampir.
Referensi : (PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3
TAHUN 2015 TENTANG PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN
NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI)