Anda di halaman 1dari 16

DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84

1. Yang harus dilakukan apoteker setelah sumpah untuk mendirikan apotek:


A. Mengurus STRA
Dilakukan dengan mendatangi (dapat juga secara online) Komite Farmasi Nasional (KFN)
Persyaratan:
- FC KTP yang masih berlaku
- FC ijazah Apoteker
- FC sumpah janji Apoteker
- FC sertifikat kompetensi apoteker yang masih berlaku
- Surat sehat dari dokter yang memiliki ijin praktek
- Surat pernyataan mematuhi perundang-undangan dan melaksanakan etika profesi
Apoteker bermeterai
- Foto ukuran 2x3 2 lembar dan ukuran 4x6 2 lembar
- Bukti pembayaran PNBP dari bank atau kantor pos
- Surat permohonan yang di cetak online (bagi yang melakukan pendaftaran scr online)

B. Mengurus surat rekomendasi dari IAI


Dilakukan dengan cara terlebih dahulu mendaftar menjadi anggota Ikatan Apoteker
Indonesia. Permohonan surat rekomendasi dari IAI diajukan kepada Kepala Pengurus
Daerah Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) tingkat Kota/Kabupaten

C. Mengurus SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker)


Mengurus ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten
Persyaratan:
- Fotocopy STRA yang dilegalisir oleh KFN
- Surat pernyataan mempunyai tempat kerja praktik Profesi
- Surat Rekomendasi dari IAI
- Fotocopy KTP
- Pas foto

D. Mengurus SIA (Surat Izin Apotek)


Dilakukan dengan cara mendatangi Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat terkait
lokasi pendirian apotek.
Persyaratan:
- Fotocopy APA dan PSA
- NPWP PSA dan APA
- STRA dan Ijazah
- STRTTK TTK
- Surat rekomendasi IAI Pengurus Cabang
- Daftar Alat dan Perlengkapan Apotek (termasuk lemari penyimpanan Narkotika, blangko
pesanan Narkotika, logbook narkotika)
- Sketsa dan denah lokasi apotek
- Surat permohonan izin kepada Kepala BP2T (Badan Pelayanan Perizinan Terpadu)
- Surat Pernyataan tidak bekerja di tempat lain (bila sbg PNS telah mendapat izin atasan;
boleh menjadi Aping di apotek lain)
- Akta perjanjian dengan PSA (bila diperlukan) di hadapan notaris
- UU Gangguan (bila diperlukan)
- Surat Keterangan Status Bangunan (Mengontrak dgn surat kontrak, permanen dgn
melampirkan Sertifikat tanah, Izin Mendirikan Bangunan dan Faktur Pajak Bumi dan
Bangunan)
E. Menunggu visitasi Dinas Kesehatan ke apotek yang didaftarkan (7 hari)
F. Menunggu proses evaluasi oleh Dinas Kesehatan terhadap hasil visitasi (14 hari)
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84

Kriteria Lemari Penyimpanan Narkotika (PMK No.3 tahun 2015 pasal 26) ayat 3 :
1. Terbuat dari bahan yang kuat
2. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda;
3. Harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut ruangan
4. Diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum untuk Apotek,
5. Kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan
pegawai lain yang dikuasakan.

Alur pemesanan-pengiriman-penerimaan narkotika:


1. Pemesanan dilakukan ke PT. Kimia Farma Trade and Distribution (satu satunya PBF
narkotika yang legal di indonesia) dengan membuat surat pesanan khusus narkotika
rangkap empat.
Satu lembar Surat Pesanan Asli dan dua lembar salinan Surat Pesanan diserahkan kepada
Pedagang Besar Farmasi yang bersangkutan;
Satu lembar salinan Surat Pesanan sebagai arsip di apotek
Satu surat pesanan hanya boleh memuat pemesanan satu jenis obat (item) narkotik misal
pemesanan pethidin satu surat pesanan dan pemesanan kodein satu surat pesanan juga,
begitu juga untuk item narkotika lainnya.
2. Penerimaan Narkotika
Penerimaan Narkotika dari PBF harus diterima oleh APA atau dilakukan dengan
sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah sebelumnya
dilakukan pencocokan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan
yang meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan.
3. Penyimpanan Narkotika
Obat-obat yang termasuk golongan narkotika di Apotek disimpan pada lemari khusus yang
terbuat dari kayu (atau bahan lain yang kokoh dan kuat) yang ditempel pada dinding,
memiliki 2 kunci yang berbeda, terdiri dari 2 pintu, satu untuk pemakaian sehari hari seperti
kodein, dan satu lagi berisi pethidin, morfin dan garam garamannya. Lemari tersebut
terletak di tempat yang tidak diketahui oleh umum, tetapi dapat diawasi langsung oleh
Asisten Apoteker yang bertugas dan penanggung jawab narkotika.
4. Pelayanan Narkotika
Apotek hanya boleh melayani resep narkotika dari resep asli atau salinan resep yang
dibuat oleh Apotek itu sendiri yang belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian.
Apotek tidak melayani pembelian obat narkotika tanpa resep atau pengulangan resep yang
ditulis oleh apotek lain. Resep narkotika yang masuk dipisahkan dari resep lainnya dan
diberi garis merah di bawah obat narkotik.
5. Pelaporan Narkotika
Pelaporan penggunaan narkotika dilakukan setiap bulan. Laporan penggunaan obat
narkotika di lakukan melalui online SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika).
Asisten apoteker setiap bulannya menginput data penggunaan narkotika dan psikotropika
melalui SIPNAP lalu setelah data telah terinput data tersebut di import (paling lama
sebelum tanggal 10 pada bulan berikutnya). Laporan meliputi laporan pemakaian narkotika
untuk bulan bersangkutan (meliputi nomor urut, nama bahan/sediaan, satuan, persediaan
awal bulan), pasword dan username didapatkan setelah melakukan registrasi pada dinkes
setempa
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84

2. Tahap pendirian industri farmasi:


a. Mendapat persetujuan dari bpom berkaitan dengan ''Rencana Induk Pembangunan (RIP)
b. Mengajukan secara tertulis tentang "persetujuan Prinsip" kepada DIRJEN setelah 14 hari
kerja DIRJEN akan memberikan jawaban terkait persetujuan PRINSIP
c. Setelah mendapatkan Surat persetujuan PRINSIP maka bisa mengajukan izin industri
farmasi
d. Selain itu sudah bisa diperkenankan untuk melakukan pembangunan fisik seperti gedung
produksi maupun pemesanan alat2. Pembangunan fisik harus dilaporkan menggunakan
formulir no 6 setiap 6 bulan sekali
e. Mengajukan permohonan izin industri farmasi kepada DIRJEN yang ditandatangani oleh
DIRUT dan Apoteker penanggung jawab dengan tembusan-tembusan tujuan surat
f. BPOM akan melakukan audit pemenuhan persyaratan CPOB
g. DINKES akan melakukan verifikasi kelengkapan persyaratan administrasi
h. BPOM dalam waktu 10 hari kerja setelah BPOM menyatakan pabrik kita memenuhi
persyaratan CPOB, maka BPOM akan mengeluarkan rekomendasi pemenuhan
persyaratan CPOB kepada DIRJEN dengan tembusan kepada DINKES dan tentunya Kita
sebagai pemohon. BPOM mengeluarkan rekomendasi ini menggunakan format fomulir 8.
i. DINKES paling lama 10 hari kerja akan mengeluarkan rekomendasi pemenuhan
persyaratan administratif kepada DIRJEN dengan tembusan BPOM dan kita sebagai
pemohon. DINKES mengeluarkan surat ini menggunakan formulir 9.
j. Paling lama dalam waktu 10 hari kerja setelah menerima surat rekomendasi baik dari
BPOM maupun DINKES, maka DIRJEN menerbitkan izin industri farmasi dengan format
formulir 10.

Tahap pendirian industri kosmetik:


Persyaratan:
1. Surat Permohonan ke BP2T;
2. Surat Permohonan ke Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(Tandatangan direktur dan apoteker penanggung jawab);
3. Fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri;
4. Nama Direktur/pengurus;
5. Fotocopy KTP direksi/pengurus;
6. Susunan Direksi/pengurus;
7. Surat Pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-
undangan bidang farmasi;
8. Fotokopi akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan;
9. Fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
10. Denah bangunan yang Memiliki ukuran & Peta Lokasi;
11. Bentuk dan Jenis sediaan Kosmetika yang dibuat;
12. Daftar Peralatan yang tersedia;
13. Fotokopi Ijazah dan Surat tanda Registrasi Penanggungjawab yang telah dilegalisir;
14. Surat Pernyataan kesediaan bekerja Penanggungjawab;
15. BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dari Dinas Kesehatan Provinsi

Untuk Kosmetika Golongan A harus memilki Apoteker sebagai penanggung jawab yang
bekerja penuh.
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84

3. Perbedaan dan persamaan praktik dan pekerjaan kefarmasian.


- Berdasarkan PP 51 tahun 2009 pasal 1, pekerjaan kefarmasian adalah:
1. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
2. pengamanan,
3. pengadaan,
4. penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat,
5. pengelolaan obat,
6. pelayanan obat atas resep dokter,
7. pelayanan informasi obat, serta
8. pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional
- Berdasarkan UU nomor 36 tahun 2009 pasal 108, yang didefinisikan praktik
kefarmasian meliputi:
1. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
2. pengamanan,
3. pengadaan,
4. penyimpanan dan pendistribusian obat,
5. pelayanan obat atas resep dokter,
6. pelayanan informasi obat serta
7. pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
(jika dibandingkan tidak termasuk pengelolaan obat).
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84

4. Perbedaan Rumah Sakit Swasta vs Pemerintah

Perbedaan Pemerintah Swasta


Definisi Rumah Sakit yang didirikan dan Rumah Sakit yang didirikan
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah oleh swasta harus berbentuk
harus merupakan unit pelaksana teknis badan hukum yang kegiatan
daerah atau lembaga teknis daerah usahanya hanya bergerak di
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan bidang perumahsakitan
keuangan badan layanan umum daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Kelas 1. Rumah Sakit Kelas A, yaitu rumah sakit 1. Rumah Sakit Umum Swasta
pelayanan umum yang mempunyai fasilitas dan Pratama, yaitu rumah sakit
kemampuan pelayanan medik spesialistik umum swasta yang memberikan
dan subspesialistik luas, dengan kapasitas pelayanan medik bersifat umum,
lebih dari 1000 tempat tidur. setara dengan rumah sakit
2. Rumah Sakit Kelas B, dibagi menjadi : pemerintah kelas D.
a. Rumah sakit B1 yaitu RS yang
melaksanakan pelayanan medik 2. Rumah Sakit Umum Swasta
minimal 11 (sebelas) spesialistik dan Madya, yaitu rumah sakit umum
belum memiliki sub spesialistik luas swasta yang memberikan
dengan kapasitas 300-500 tempat pelayanan medik bersifat umum
tidur. dan spesialistik dalam 4 cabang,
b. Rumah sakit B2 yaitu RS yang setara dengan rumah sakit
melaksanakan pelayanan medik pemerintah kelas C.
spesialistik dan sub spesialistik
terbatas dengan kapasitas 500-1000 3. Rumah Sakit Umum Swasta
tempat tidur. Utama, yaitu rumah sakit umum
3. Rumah Sakit Kelas C, yaitu rumah sakit swasta yang memberikan
umum yang mempunyai fasilitas dan pelayanan medik bersifat umum,
kemampuan pelayanan medik spesialistik spesialistik dan subspesialistik,
dasar, yaitu penyakit dalam, bedah, setara dengan rumah sakit
kebidanan atau kandungan, dan kesehatan, pemerintah kelas B
dengan kapasitas 100-500 tempat tidur.
4. Rumah Sakit Kelas D, yaitu rumah sakit
umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik dasar,
dengan kapasitas tempat tidur kurang dari
100.
Fasilitas Jumlah tempat tidur perawatan Kelas III jumlah tempat tidur perawatan
Pelayanan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari Kelas III paling sedikit 20%
Rawat Inap seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit (dua puluh persen) dari seluruh
(Tipe A, B, C, D) milik Pemerintah; tempat tidur untuk Rumah Sakit
milik swasta
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84

5. Contoh pelanggaran hukum, etika, disiplin beserta sanksinya.


1. Apoteker/kepala instalasi farmasi rs memproduksi sediaan farmasi yang tidak
mempunyai nomor izin edar, yang dipakai dalam pelayanan dirumah sakit dan
untuk penelitian khasiat obat dirumah sakit.
Pada kasus diatas bukan merupakan pelanggaran hokum, berdasarkan PMK no 58
tahun 2014 tentang standar pelayanan farmasi di RS yang berbunyi :
Produksi Sediaan Farmasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi sediaan
tertentu apabila:
1) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
2) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
3) Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
4) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
5) Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
6) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru
(recenter paratus). Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi
persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
di Rumah Sakit tersebut.
Produk sediaan farmasi yang dibuat oleh instalasi farmasi tidak perlu dilakukan registrasi
untuk mendapatkan no izin edar, tetapi hanya disyaratkan memenuhi CPOB dan
memenuhi mutu yang dipersyaratkan, sepanjang produk tersebut hanya digunakan pada
pelayanan farmasi di rumah sakit saja.

2. Apoteker yang sedang menderita flu berat datang ke apotek, namun


mendelegasikan tugas kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk melayani resep
obat keras.
Termasuk pelanggaran hukum
Pasal 24 PP 51 tahun 2009
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian,
Apoteker dapat:
a. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA;
b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya
atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien; dan
c. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep
dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33 PP 51 Tahun 2009
Tenaga Teknis kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari
Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker.
Pasal 50 ayat 2 PP 51 Tahun 2009
Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK mempunyai wewenang untuk
melakukan Pekerjaan Kefarmasian dibawah bimbingan dan pengawasan Apoteker yang
telah memiliki STRA sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya.

APA/Aping boleh mendelegasikan kepada asisten/tenaga teknis kefarmasian yang telah


dilatih, namun tetap tidak boleh melayani obat keras kecuali OWA, OWA pun harus
dilayani oleh tenaga teknis kefarmasian yang merupakan seorang apoteker.
Jadi, ini menurut saya, walaupun apoteker berada di tempat dan sedang flu berat, akan
lebih baik penyerahan obat keras dilakukan oleh APA/Aping sendiri.

3. Apoteker Pegawai Negeri Sipil juga berperan sebagai Apoteker Pengelola Apotek
Swasta ?
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84

Persyaratan khusus pendaftaran apoteker sebagai PNS yaitu :


Bagi pelamar yang melamar pada jabatan yang berkualifikasi pendidikan apoteker wajib
memiliki STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker) yang masih berlaku.
persyaratannya hanya STRA bukan SIPA/SIKA. Jam kerja aktif sebagai PNS yaitu 8
jam.

Berdasarkan PMK No 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik,


dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian :
Pasal 1 : Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang
telah diregistrasi. Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat
SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat
melaksanakan praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
Pasal 2 : Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian
wajib memiliki surat tanda registrasi.
Pasal 3 : Menteri mendelegasikan pemberian: STRA kepada KFN;
Pasal 17 : Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian
bekerja.
Pasal 18 : SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian
atau SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.
Pasal 19 : SIPA, SIKA, atau SIKTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat
pekerjaan kefarmasian dilakukan.
Pasal 21 :
Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:
a. fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN;
b. surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau
distribusi/penyaluran;
c. surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan
d. pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua)
lembar;

Berdasarkan UU No 8 TAHUN 1999 tentang Perlindungan Konsumen


Pasal 4 : Salah satu hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; poin keselamatan
pelayanfar dijamin oleh APA (menjadi kewajiban APA)

Berdasarkan Kode Etik Apoteker


Pasal 5 : Di dalam menjalankan tugasnya, seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi
luhur jabatan kefarmasian
Pasal 9 : Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat, menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk hidup
insani

Berdasarkan hasil studi kasus :


DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84

Secara regulasi, Apoteker PNS tidak dilarang untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotek
di tempat lain. Namun, organisasi profesi (IAI) tidak akan memberikan surat rekomendasi
untuk Apoteker tersebut sehingga SIPA tidak akan bisa diterbitkan.
Jika memang sudah terjadi perangkapan jabatan Apoteker PNS dan APA swasta, maka
b a ad ses a dalam pengurusan SIPAnya. Hal ini berarti APA harus memiliki
Apoteker pendamping yang menggantikan tugas-tugas yang masih bisa dilakukan saat
APA tidak ada. Pelayanfar merupakan pelayanan yang seharusnya dilakukan oleh
apoteker sehingga Apotek masih boleh buka saat APA tidak ada tapi pelayanfar yang
harus dilakukan oleh APA tidak boleh dilakukan (penerapan jam kerja APA di apotek
tersebut).

4. Apoteker mengganti obat paten/nama dagang yang tertulis dalam resep dokter
dan menyerahkann obat generic dengan kandungan yang sama kepada pasien.

Pelanggaran: Etika, Disiplin, Hukum


Skenarionya adalah apoteker mengganti obat tanpa konfirmasi dan sepengetahuan
pasien.
Pelanggaran etika: kode etik apoteker, disiplin: pedoman disiplin, hukum: peraturan
perundangan.

Apa yang dilanggar:


a. Pasal 5, kode etik apoteker Indonesia: Di dalam menjalankan tugasnya seorang
apoteker harus menjauhkas diri dari usaha mencari keutungan diri semata yang
bertentangan dengan martaba dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Dalam hal ini: pasien rugi mengenai harga obat.
b. Butir 4, Pedoman Disiplin Apoteker: Membuat keputusan profesional yang tidak
berpihak kepada kepentingan pasien/masyarakat.
Dalam hal ini: penggantian obat yang dilakukan demi keuntungan apotek semata
dan merugikan pasien dalam sisi ekonomi.
c. PP 51 2009 tentang pekerjaan kefarmasian Pasal 24 (b) : b. mengganti obat merek
dagang dengan obat generic yang sama komponen aktifnya atau obat merek
dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien;
Dalam hal ini: apoteker tidak bertanya kepada pasien (melakukan konfirmasi terlebih
dahulu)

Sanksi
a. Teguran etik
b. Pemberian peringatan tertulis PD
c. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi Apoteker,
atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker PD
d. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker
PD
Pada PP 51 tidak ada aturan mengenai sanksi, setelah dilihat di UU 36, untuk
pelanggaran seperti ini tidak dikenai pidana.
Menurut saya, kejadian dapat terjadi hanya apoteker dan Allah yang mengetahui, sanksi
yang mungkin, sanksi akherat nanti (?)

Apa yang sebaiknya dilakukan?


Seorang apoteker sebaiknya memberitahukan pasien mengenai ketersediaan obat yang
ada, lalu mengkonfirmasi kepada pasien, apakaah pasien mampu atau tidak membeli
obat paten ditinjau dari segi ekonomi berbeda namun secara khasiat sama. Berdasarkan
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84

penjelasan pasal 24 PP 51 2009, penggantian obat merek dagang dengan obat generik
yang sama dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pasien yang kurang
mampu secara finansial untuk tetap dapat membeli obat dengan mutu yang baik. Oleh
karena itu, penggantian paten ke generic diperbolehkan asalkan dengan cara yang tepat
yaitu persetujuan pasien.

5. Petugas apotek bukan apoteker mengganti Allopurinol 100 mg yang tertulis dalam
resep dokter dengan Zyloric 300 mg dan menyerahkannya kepada pasien.
Data:
Allopurinol OWA, penyerahannya boleh dilakukan oleh apoteker tanpa resep
dokter
Zyloric nama dagang Allopurinol
Identifikasi masalah dalam kasus:
Masalah 1: Pelayanan resep dilakukan oleh petugas apotek bukan apoteker
harusnya tidak boleh, dikenal istilah TATAP (tidak ada apoteker tidak ada
pelayanan)
Dalam PP 51/2009 pasal 21 ayat 2 b a P a a a a a a ba
b a a a a a a a A .
Masalah 2: mengganti obat generic dengan obat merek dagang tanpa konfirmasi
(Allopurinol 100 mg diganti dengan Zyloric 300 mg)
Masalah 3: mengganti obat dengan kekuatan yang berbeda (Allopurinol 100 mg
diganti dengan Zyloric 300 mg)
Hanya diperbolehkan mengganti obat merek dagang dengan obat generic dengan
terlebih dahulu meminta persetujuan dokter dan/atau pasien, tidak diperbolehkan
mengganti obat generic dengan obat merek dagang.
Dalam PP 51/2009 pasal 24 poin b: dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada
fasilitas pelayanan kefarmasian, Apoteker dapat: mengganti obat merek dagang
dengan obat generic yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang
lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.
Dari segi harga: zyloric jauh lebih mahal dibanding alopurinol (lebih 10 x harga
alupurinol)
Dalam pp 51/2009 pasal 3 P aa K a a a a a b a a a a a
nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta
keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi
yang memenuhi standar dan persyaratan kea a a , , a a aa a .
Penjelasan :
Keadilan adalah penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian harus mampu
memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang dengan biaya
yang terjangkau serta pelayanan yang bermutu.
Keselamatan: terkait dengan peggantian kekuatan. Jika dilakukan penggantian
obat seperti kasus maka pasien tidak aka memperoleh pengobatan yang
semestinya diterima. Pasien yang seeharusnya mengkonsumsi obat kekuatan 100
mg malah diganti denga kekuatan 3 kali lipatya melanggar poin keselamatan
merugikan pasien.
SOLUSI: pastikan yang melayani resep adalah apoteker pastikan alasan obat dalam
resep tidak dapat dilayani (missal stok kosong) komunikasikan kepada pasien (dan
dokter bila perlu) tentang penggantian obat beserta alasannya tetap berikan obat
dengan kekuatan dosis yang sama pilihkan harga dan kualitas yang sebanding
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84

6. Apoteker mengajukan izin dan membuka apotek baru persis di sebelah apotek
yang sudah ada, tanpa berkonsultasi/sepengetahuan APA di apotek yang sudah
ada.
Menurut PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993
TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK tidak
disebutkan mengenai jarak minimal pembukaan apotek satu dengan yang lainnya.
Dalam kode etik apoteker pasal 10 disebutkan bahwa seorang apoteker harus
memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin diperlakukan.
Implementasi dari pasal dalam kode etik tersebut adalah bahwa dalam kondisi yang
problematik baik secara moral maupun peraturan perundangan yang berlaku, tentang
hubungannya dengan rekan sejawatnya maka komunikasi harus dilakukan dengan baik
dan santun. Berdasarkan hal tersebut, maka apa yang dilakukan oleh apoteker dalam
kasus kurang benar. Seharusnya apoteker melakukan komunikasi terlebih dahulu
dengan APA di apotek yang sudah ada, baru kemudian mendirikan apotek. Kalo kata pa
fauzi, ibaratnya minta izin dulu lah

7. Apoteker yang memiliki surat izin praktek menjadi penanggung jawab industri
obat tradisional
Surat Izin Praktik Apoteker selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan
kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada Apotek atau
Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Untuk bekerja di bidang industri obat tradisional
dibutuhkan SIK. Surat Izin Kerja selanjutnya disingkat SIK adalah surat izin yang
diberikan kepada Apoteker danTenaga Teknis Kefarmasian untuk dapatmelaksanakan
Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas distribusi atau
penyaluran. (PP 51 TAHUN 2009 tentang PEKERJAAN KEFARMASIAN). Pada
pendaftaran industri OT pada formulir terdapat : Nama apoteker penanggung jawab
teknis dan No. SIK. Jadi kesimpulannya tidak diperbolehkan.

8. Apoteker yang bekerja sebagai Medical Representative di industri farmasi diam-


diam menjadi Apoteker Pengelola Apotek Swasta

Kasus diatas merupakan pelanggaran hukum, yakni melanggar PMK 922 tahun
1993 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik, pada pasal 5 yang
berbunyi:
Untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotik harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan.
b. Telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apoteker.
c. Memiliki Surat izin Kerja dari Menteri.
d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk meiaksanakan
tugasnya, sebagai Apoteker.
e. Tidak bekerja di suatu Perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker
Pengelola Apotik di Apotik lain.
Karena kasus ini termasuk pelanggaran Hukum, maka secara otomatis juga termasuk
pelanggaran Disiplin dan Kode Etik.
Sanksi: Pencabutan Surat Izin Apotek (pasal 25 PMK 922 tahun 1993)
Pelaksanaan pencabutan izin apotik dilakukan setelah dikeluarkan (pasal 26 ayat 1
PMK 922 tahun 1993):
a. Peringatan secara tertulis, kepada Apoteker Pengelola Apotik sebanyak 3 (tiga)
kali berturut-turut, dengan tenggang waktu masing masing 2 (dua) bulan dengan
menggunakan Formulir Model (AP-12).
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84

b. Pembekuan izin Apotik untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan


sejak dikeluarkannya Penetapan Pembekuan Kegiatan Apotik dengan
menggunakan contoh Formulir Model AP-3.
Yang harus dilakukan (pasal 26 ayat 2 PMK 922 tahun 1993):
1. memilih salah satu pekerjaan kefarmasian, antara medical representative atau
APA swasta
2. membuktikan tindakan tsb kepada KaDinKes Kab/Kota dengan menggunakan
formulir AP-14, yang kemudian akan dilakukan pemeriksaan oleh Kepala Balai
POM setempat.

9. Apoteker Penanggung Jawab Penilaian Keamanan Kosmetik (Safety Assessor)


diam – diam menjadi Apoteker Pengelola Apotek
Dalam PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN
DOKUMEN INFORMASI PRODUK, Penilai Keamanan (Safety Assessor) adalah
seseorang dengan kualifikasi dan pengalaman tertentu yang bertanggung jawab untuk
melakukan penilaian keamanan kosmetika baik sebelum maupun selama diedarkan.
Dalam peraturan tersebut tidak dijelaskan bahwa penanggung jawab penilaian
keamanan produk kosmetik harus seorang apoteker, sehingga kondisi tersebut tidak
melanggar perKaBPOM tersebut. Namun dalam PMK No. 922 tahun 1993 tentang
ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek (diperbaharui PMK 1332 tahun 2002)
BAB III PERSYARATAN APOTEKER PENGELOLA APOTIK Pasal 5 Untuk menjadi
Apoteker Pengelola Apotik harus memenuhi persyaratan tidak bekerja di suatu
Perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotik di Apotik lain. Hal ini
menunjukan bahwa apoteker tersebut diatas melanggar PMK tersebut.
Sanksi:
- Peringatan tertulis (PMK No. 922 tahun 1993 pasal 26)
- Pencabutan surat izin apotek (PMK No. 922 tahun 1993 pasal 25)
10.Dokter di daerah terpencil melakukan penyerahan/dispensing langsung kepada
pasien.
Menurut UU 36/2009:
Menurut UU 36/2009 tentang Kesehatan pasal 108:
Ayat 1:
Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan
obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Ayat 2:
Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam Penjelasan pasal 35 UU 36/2009 :


Yang dimaksud dengan “tenaga kesehatan dalam ketentuan ini adalah tenaga
kefarmasian sesuai dengan keahlian dan kewenangannya. Dalam hal tidak ada tenaga
kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian
secara terbatas, misalnya antara lain dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat,
yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84

Adapun sanksi yang akan diterima bila melanggar pasal 108 UU 36/2009, tercantum
pada pasal 198 UU 36/2009:
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik
kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Menurut pasal 35 UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran:

Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang
melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki,
yang terdiri atas:
a. Mewawancarai pasien
b. Memeriksa fisik dan mental pasien
c. Menentukan pemeriksaan penunjang
d. Menegakkan diagnosis
e. Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien
f. Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
g. Menulis resep obat dan alat kesehatan
h. Menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi
i. Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan, dan
j. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah
terpencil yang tidak ada apotek.

Menurut PP 51/2009:

Menurut pasal 21 ayat (2) dan (3) PP 51/2009


Ayat (2) :
Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.
Ayat (3) :
Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan
Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan
kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada
pasien.

Jadi, pada dasarnya adalah dispensing merupakan kewajiban apoteker, bila tidak
ada apoteker, Menteri dapat menempatkan TTK pada sarana pelayanan kesehatan
dasar yang yang telah memiliki STRTTK diberi wewenang untuk meracik dan
menyerahkan obat kepada pasien.

Terkait penyerahan obat oleh dokter, tercantum pada pasal 22 PP 51/2009:


Da a ha d daerah terpencil yang tidak ada apotek, dokter atau dokter gigi yang
telah memiliki Surat Tanda Registrasi mempunyai wewenang meracik dan
menyerahkan obat kepada pasien yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
e a a e da g da ga .

Kesimpulan:
1. Berdasarkan kajian tersebut (pasal 21 dan pasal 22 PP 51/2009), dokter di daerah
terpencil sebenarnya boleh dan tidak melanggar hukum apabila melakukan
dispensing langsung kepada pasien, dengan syarat tidak ada apotek di daerah
tersebut dan/atau tidak ada apoteker maupun TTK yang ditempatkan oleh Menteri
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84

pada palayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan
menyerahkan obat kepada pasien

2. Akan tetapi, bila ternyata di daerah tersebut ada apotek dan/atau ada apoteker atau
TTK yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien,
maka dokter melanggar hukum, yaitu pasal 108 UU 36/2009 dan menurut pasal 198
UU 36/2009 diancam pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).

3. Yang harus dilakukan sebaiknya agar tidak melanggar adalah, diusahakannya


pembangunan apotek di daerah terpencil (yang di dalamnya tentunya terdapat
apoteker, yaitu sebagi APA). Bila hal tersebut tidak bisa, maka Menteri dapat
menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana
pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan
obat kepada pasien. Bila hal tersebut tidak bisa juga, barulah dokter boleh
mendispensing obat langsung ke pasien.
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84

6. 7 hak konsumen dan kewajiban produsen dan contohnya


Hak Konsumen:
A. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa
Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen berhak untuk mendapatkan produk yang
terjamin mutunya agar tidak merugikan pihak konsumen yang telah membeli produk/jasa
tersebut. Konsumen perlu diyakinkan bahwa produk yang dipilih mempunyai manfaat
sesuai dengan penggunaanya dan biaya yang telah dikeluarkan untuk membelinya.
Contoh: Seorang pasien membeli obat flu dia apotek maka obat yang diberikan harus
sesuai dengan yang dibutuhkan terjamin mutunya untuk dapat menyembuhkan penyakitnya
tanpa menimbulkan efek samping dari kualitas yang tidak sesuai yang merugikan tubuh
pasien.

B. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang disajikan.
Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen berhak menentukan pilihannya. Konsumen
tidak boleh mendapat tekanan dari pihak luar karena konsumen memiliki kebebas an dalam
memilih produk barang/jasa. Setelah melakukan proses pemilihan barang/jasa, konsumen
memiliki kebebasan untuk membeli atau tidak membeli produk barang/jasa tersebut. Jika
konsumen memiliki keinginan untuk membeli produk tersebut , maka konsumen bebas
memutuskan untuk membeli barang/jasa dengan spesifikasi tertentu atau merk tertentu.
Selain itu, konsumen juga memiliki hak untuk mendapatkan produk/jasa sesuai nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang diberikan. Hak tersebut dimaksudkan bahwa konsumen
memiliki hak memperoleh perlindungan atas patokan harga yang tidak sesuai dengan
kualitas dan kuantitas barang/jasa yang diterima. Artinya konsumen berhak menerima
produk sesuai dengan nilai uang yang dibayarkan.
Contoh: Seorang pasien datang ke Apotek X, hendak membeli obat analgesik Y (obat
dagang). Namun, pada saat itu di Apotek X sedang kehabisan stok obat analgetik Y. Lalu
Apoteker memberikan obat analgetik generik namun dengan harga yang sebanding dengan
harga obat analgesik Y. Dikarenakan ketidaktahuan pasien dan adanya interpensi dari
Apoteker tersebut. Akhirnya pasien tetap membeli obat tersebut.
Pembahasan : pada kasus tersebut, pasien tidak mendapatkan haknya untuk memilih
barang/jasa karena terdapatnya interpensi dari Apoteker untuk memilih salah satu obat lain.
Selain itu, pasien juga tidak memperoleh haknya dalam menerima barang/jasa sesuai nilai
tukar, kondisi serta jaminan yang disajikan (obat yang seharusnya memperoleh obat
dengan nama dagang ditukar dengan obat generik dengan harga yang sama mahalnya
dengan obat dagang).

C. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa.
Sebelum memilih, konsumen harus memperoleh informasi yang benar mengenai
barang/jasa yang akan dikonsumsi. Karena informasi yang diberikan menjadi landasan bagi
konsumen dalam memilih. Jika informasi yang diberikan benar,jelas dan jujur maka
konsumen akan puas karena output yang diharapkan dari produk atau jasa yang
dikonsumsi sesuai dengan atau bahkan melebihi ekspektasi konsumen.
Contoh : Seorang apoteker wajib memberikan informasi kepada pasien tentang obat yang
akan dibeli. Misalnya informasi bahwa obat yang ingin dibeli pasien tersedia dalam bentuk
generik dan harganya lebih ekonomis. Apoteker juga harus memberikan informasi tentang
semua efek samping yang diakibatkan oleh penggunaan obat tersebut dan informasi
lainnya terkait obat dengan jelas dan lengkap.
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84

D. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
Konsumen memiliki hak untuk didengarkan kebutuhan dan klaim, karena hak ini terkait
dengan hak untuk memperoleh informasi. Walaupun perlindungan konsumen sudah diatur
oleh UU Perlindungan Konsumen, namun masih ada saja pelaku pebisnis manufaktur,
distribusi dan jasa lainnya sering kali tidak berorientasi pada konsumen dan atau
membiarkan bawahan atau cabang atau penyalur mencari lubang ketidaktahuan tentang
hak-hak konsumen sengaja ditutupi demi memperoleh laba.
Contoh : Konsumen membeli obat X. Setelah mengkonsumsi obat tersebut ternyata pasien
mengalami gatal-gatal dan tidak ada informasi di obat tersebut yang menyatakan bahwa
ketika dikonsumsi akan menimbulkan gatal-gatal. Konsumen komplain kepada produsen
Obat X. Oleh karena itu, konsumen berhak didengar pendapat dan keluhannya atas obat X
yang diproduksi pabrik X.

E. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa


perlindungan konsumen secara patut.
Industri farmasi/obat tentu sangat memahami mengenai obat yang diproduksinya.
Sedangkan di sisi yang lain, konsumen sama sekali tidak memahami apa saja proses yang
dilakukan oleh industri farmasi/obat guna menyediakan obat yang dikonsumsinya sehingga
posisi konsumen lebih lemah dibandingkan industri farmasi/obat. Oleh karena itu diperlukan
advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa yang patut bagi konsumen.
Patut berarti tidak memihak kepada salah satu pihak dan sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku.
Contoh : terungkapnya kasus vaksin palsu yang beredar di masyarakat menimbulkan
reaksi negatif dari masyarakat. Pasalnya, vaksin merupakan produk farmasi penting
sebagai agen pertahanan dari serangan berbagai penyakit berbahaya pada anak-anak.
Jika anak diberikan vaksin palsu, maka anak tersebut tidak dapat membentuk sistem
pertahanan dan akan rentan terhadap serangan penyakit berbahaya dan para orang tua
merasa dirugikan akan masalah ini. Masalah ini terjadi karena kelemahan konsumen
karena ketidaktahuan tentang produk vaksin yang digunakan dan utamanya karena pihak
produsen vaksin palsu yang tidak bertanggung jawab dan melanggar hukum. Oleh karena
itu, konsumen berhak mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.

F. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen


Hak ini jika dikatkan dengan Privasi/ Kerahasiaan
Pemberian obat oleh dokter pada dasarnya mempunyai hubungan sangat erat dengan
Pekerjaan Kefarmasian di mana obat pada dasarnya mempunyai fungsi mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan, oleh karena itu perlu
dijaga kerahasiaannya dan agar tidak menimbulkan dampak negatif kepada pasien.
Contoh: Jika seseorang menderita penyakit menular seperti HIV/Aids maka pelaku
pelayanan kesehatan harus menjaga kerahasian dari konsumen. Menurut Kepmenaker
No.KEP. 68/MEN/IV/2004 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS pasal (6)
informasi yang diperoleh dari kegiatan konseling, tes HIV, pengobatan, perawatan dan
kegiatan lainnya harus dijaga kerahasiannya. Informasi rahasia hanya boleh dibeberkan
jika pasien memberikan ijin secara eksplisit atau memang bisa dapat diberikan secara
h e ada e edia a a a e eha a ai ha a eba a a a a g ha di e ah i
kecuali pasien telah mengijinkan secara eksplisit. Semua data pasien harus dilindungi.
Perlindungan terhadap data harus sesuai selama penyimpanan.

G. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84

Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada Pasal 4


konsumen berhak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif tanpa memandang suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin
atau status sosial lainnya.
Contoh : Pak Bejo tetap mendapatkan pelayanan yang baik ketika ia menebus resep
dokter di Apotek meski dirinya adalah cleaning servise yang tidak tamat SD.

Kewajiban Produsen:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Kewajiban Penyedia Jasa Pelayanan Kesehatan


a. Memberikan pelayanan kepada pasien/klien tanpa membedakan suku, ras, agama, seks,
dan status sosial pasien
b. Merawat pasien /klien sebaik-baiknya, menjaga mutu perawatan dengan tidak
membedakan kelas perawatan
c. Memberikan pertolongan pengobatan gawat darurat tanpa meminta jaminan materi terlebih
dahulu
d. Merujuk pasien/klien kepada sarkes / nakes lain apabila tidak memiliki sarana, prasarana,
peralatan, dan tenaga yang diperlukan
e. Membuat rekam medis / PMR pasien/klien

Anda mungkin juga menyukai