Kriteria Lemari Penyimpanan Narkotika (PMK No.3 tahun 2015 pasal 26) ayat 3 :
1. Terbuat dari bahan yang kuat
2. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda;
3. Harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut ruangan
4. Diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum untuk Apotek,
5. Kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan
pegawai lain yang dikuasakan.
Untuk Kosmetika Golongan A harus memilki Apoteker sebagai penanggung jawab yang
bekerja penuh.
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84
Kelas 1. Rumah Sakit Kelas A, yaitu rumah sakit 1. Rumah Sakit Umum Swasta
pelayanan umum yang mempunyai fasilitas dan Pratama, yaitu rumah sakit
kemampuan pelayanan medik spesialistik umum swasta yang memberikan
dan subspesialistik luas, dengan kapasitas pelayanan medik bersifat umum,
lebih dari 1000 tempat tidur. setara dengan rumah sakit
2. Rumah Sakit Kelas B, dibagi menjadi : pemerintah kelas D.
a. Rumah sakit B1 yaitu RS yang
melaksanakan pelayanan medik 2. Rumah Sakit Umum Swasta
minimal 11 (sebelas) spesialistik dan Madya, yaitu rumah sakit umum
belum memiliki sub spesialistik luas swasta yang memberikan
dengan kapasitas 300-500 tempat pelayanan medik bersifat umum
tidur. dan spesialistik dalam 4 cabang,
b. Rumah sakit B2 yaitu RS yang setara dengan rumah sakit
melaksanakan pelayanan medik pemerintah kelas C.
spesialistik dan sub spesialistik
terbatas dengan kapasitas 500-1000 3. Rumah Sakit Umum Swasta
tempat tidur. Utama, yaitu rumah sakit umum
3. Rumah Sakit Kelas C, yaitu rumah sakit swasta yang memberikan
umum yang mempunyai fasilitas dan pelayanan medik bersifat umum,
kemampuan pelayanan medik spesialistik spesialistik dan subspesialistik,
dasar, yaitu penyakit dalam, bedah, setara dengan rumah sakit
kebidanan atau kandungan, dan kesehatan, pemerintah kelas B
dengan kapasitas 100-500 tempat tidur.
4. Rumah Sakit Kelas D, yaitu rumah sakit
umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik dasar,
dengan kapasitas tempat tidur kurang dari
100.
Fasilitas Jumlah tempat tidur perawatan Kelas III jumlah tempat tidur perawatan
Pelayanan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari Kelas III paling sedikit 20%
Rawat Inap seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit (dua puluh persen) dari seluruh
(Tipe A, B, C, D) milik Pemerintah; tempat tidur untuk Rumah Sakit
milik swasta
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84
3. Apoteker Pegawai Negeri Sipil juga berperan sebagai Apoteker Pengelola Apotek
Swasta ?
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84
Secara regulasi, Apoteker PNS tidak dilarang untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotek
di tempat lain. Namun, organisasi profesi (IAI) tidak akan memberikan surat rekomendasi
untuk Apoteker tersebut sehingga SIPA tidak akan bisa diterbitkan.
Jika memang sudah terjadi perangkapan jabatan Apoteker PNS dan APA swasta, maka
b a ad ses a dalam pengurusan SIPAnya. Hal ini berarti APA harus memiliki
Apoteker pendamping yang menggantikan tugas-tugas yang masih bisa dilakukan saat
APA tidak ada. Pelayanfar merupakan pelayanan yang seharusnya dilakukan oleh
apoteker sehingga Apotek masih boleh buka saat APA tidak ada tapi pelayanfar yang
harus dilakukan oleh APA tidak boleh dilakukan (penerapan jam kerja APA di apotek
tersebut).
4. Apoteker mengganti obat paten/nama dagang yang tertulis dalam resep dokter
dan menyerahkann obat generic dengan kandungan yang sama kepada pasien.
Sanksi
a. Teguran etik
b. Pemberian peringatan tertulis PD
c. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi Apoteker,
atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker PD
d. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker
PD
Pada PP 51 tidak ada aturan mengenai sanksi, setelah dilihat di UU 36, untuk
pelanggaran seperti ini tidak dikenai pidana.
Menurut saya, kejadian dapat terjadi hanya apoteker dan Allah yang mengetahui, sanksi
yang mungkin, sanksi akherat nanti (?)
penjelasan pasal 24 PP 51 2009, penggantian obat merek dagang dengan obat generik
yang sama dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pasien yang kurang
mampu secara finansial untuk tetap dapat membeli obat dengan mutu yang baik. Oleh
karena itu, penggantian paten ke generic diperbolehkan asalkan dengan cara yang tepat
yaitu persetujuan pasien.
5. Petugas apotek bukan apoteker mengganti Allopurinol 100 mg yang tertulis dalam
resep dokter dengan Zyloric 300 mg dan menyerahkannya kepada pasien.
Data:
Allopurinol OWA, penyerahannya boleh dilakukan oleh apoteker tanpa resep
dokter
Zyloric nama dagang Allopurinol
Identifikasi masalah dalam kasus:
Masalah 1: Pelayanan resep dilakukan oleh petugas apotek bukan apoteker
harusnya tidak boleh, dikenal istilah TATAP (tidak ada apoteker tidak ada
pelayanan)
Dalam PP 51/2009 pasal 21 ayat 2 b a P a a a a a a ba
b a a a a a a a A .
Masalah 2: mengganti obat generic dengan obat merek dagang tanpa konfirmasi
(Allopurinol 100 mg diganti dengan Zyloric 300 mg)
Masalah 3: mengganti obat dengan kekuatan yang berbeda (Allopurinol 100 mg
diganti dengan Zyloric 300 mg)
Hanya diperbolehkan mengganti obat merek dagang dengan obat generic dengan
terlebih dahulu meminta persetujuan dokter dan/atau pasien, tidak diperbolehkan
mengganti obat generic dengan obat merek dagang.
Dalam PP 51/2009 pasal 24 poin b: dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada
fasilitas pelayanan kefarmasian, Apoteker dapat: mengganti obat merek dagang
dengan obat generic yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang
lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.
Dari segi harga: zyloric jauh lebih mahal dibanding alopurinol (lebih 10 x harga
alupurinol)
Dalam pp 51/2009 pasal 3 P aa K a a a a a b a a a a a
nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta
keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi
yang memenuhi standar dan persyaratan kea a a , , a a aa a .
Penjelasan :
Keadilan adalah penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian harus mampu
memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang dengan biaya
yang terjangkau serta pelayanan yang bermutu.
Keselamatan: terkait dengan peggantian kekuatan. Jika dilakukan penggantian
obat seperti kasus maka pasien tidak aka memperoleh pengobatan yang
semestinya diterima. Pasien yang seeharusnya mengkonsumsi obat kekuatan 100
mg malah diganti denga kekuatan 3 kali lipatya melanggar poin keselamatan
merugikan pasien.
SOLUSI: pastikan yang melayani resep adalah apoteker pastikan alasan obat dalam
resep tidak dapat dilayani (missal stok kosong) komunikasikan kepada pasien (dan
dokter bila perlu) tentang penggantian obat beserta alasannya tetap berikan obat
dengan kekuatan dosis yang sama pilihkan harga dan kualitas yang sebanding
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84
6. Apoteker mengajukan izin dan membuka apotek baru persis di sebelah apotek
yang sudah ada, tanpa berkonsultasi/sepengetahuan APA di apotek yang sudah
ada.
Menurut PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993
TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK tidak
disebutkan mengenai jarak minimal pembukaan apotek satu dengan yang lainnya.
Dalam kode etik apoteker pasal 10 disebutkan bahwa seorang apoteker harus
memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin diperlakukan.
Implementasi dari pasal dalam kode etik tersebut adalah bahwa dalam kondisi yang
problematik baik secara moral maupun peraturan perundangan yang berlaku, tentang
hubungannya dengan rekan sejawatnya maka komunikasi harus dilakukan dengan baik
dan santun. Berdasarkan hal tersebut, maka apa yang dilakukan oleh apoteker dalam
kasus kurang benar. Seharusnya apoteker melakukan komunikasi terlebih dahulu
dengan APA di apotek yang sudah ada, baru kemudian mendirikan apotek. Kalo kata pa
fauzi, ibaratnya minta izin dulu lah
7. Apoteker yang memiliki surat izin praktek menjadi penanggung jawab industri
obat tradisional
Surat Izin Praktik Apoteker selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan
kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada Apotek atau
Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Untuk bekerja di bidang industri obat tradisional
dibutuhkan SIK. Surat Izin Kerja selanjutnya disingkat SIK adalah surat izin yang
diberikan kepada Apoteker danTenaga Teknis Kefarmasian untuk dapatmelaksanakan
Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas distribusi atau
penyaluran. (PP 51 TAHUN 2009 tentang PEKERJAAN KEFARMASIAN). Pada
pendaftaran industri OT pada formulir terdapat : Nama apoteker penanggung jawab
teknis dan No. SIK. Jadi kesimpulannya tidak diperbolehkan.
Kasus diatas merupakan pelanggaran hukum, yakni melanggar PMK 922 tahun
1993 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik, pada pasal 5 yang
berbunyi:
Untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotik harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan.
b. Telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apoteker.
c. Memiliki Surat izin Kerja dari Menteri.
d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk meiaksanakan
tugasnya, sebagai Apoteker.
e. Tidak bekerja di suatu Perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker
Pengelola Apotik di Apotik lain.
Karena kasus ini termasuk pelanggaran Hukum, maka secara otomatis juga termasuk
pelanggaran Disiplin dan Kode Etik.
Sanksi: Pencabutan Surat Izin Apotek (pasal 25 PMK 922 tahun 1993)
Pelaksanaan pencabutan izin apotik dilakukan setelah dikeluarkan (pasal 26 ayat 1
PMK 922 tahun 1993):
a. Peringatan secara tertulis, kepada Apoteker Pengelola Apotik sebanyak 3 (tiga)
kali berturut-turut, dengan tenggang waktu masing masing 2 (dua) bulan dengan
menggunakan Formulir Model (AP-12).
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84
Adapun sanksi yang akan diterima bila melanggar pasal 108 UU 36/2009, tercantum
pada pasal 198 UU 36/2009:
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik
kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang
melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki,
yang terdiri atas:
a. Mewawancarai pasien
b. Memeriksa fisik dan mental pasien
c. Menentukan pemeriksaan penunjang
d. Menegakkan diagnosis
e. Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien
f. Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
g. Menulis resep obat dan alat kesehatan
h. Menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi
i. Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan, dan
j. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah
terpencil yang tidak ada apotek.
Menurut PP 51/2009:
Jadi, pada dasarnya adalah dispensing merupakan kewajiban apoteker, bila tidak
ada apoteker, Menteri dapat menempatkan TTK pada sarana pelayanan kesehatan
dasar yang yang telah memiliki STRTTK diberi wewenang untuk meracik dan
menyerahkan obat kepada pasien.
Kesimpulan:
1. Berdasarkan kajian tersebut (pasal 21 dan pasal 22 PP 51/2009), dokter di daerah
terpencil sebenarnya boleh dan tidak melanggar hukum apabila melakukan
dispensing langsung kepada pasien, dengan syarat tidak ada apotek di daerah
tersebut dan/atau tidak ada apoteker maupun TTK yang ditempatkan oleh Menteri
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84
pada palayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan
menyerahkan obat kepada pasien
2. Akan tetapi, bila ternyata di daerah tersebut ada apotek dan/atau ada apoteker atau
TTK yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien,
maka dokter melanggar hukum, yaitu pasal 108 UU 36/2009 dan menurut pasal 198
UU 36/2009 diancam pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
B. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang disajikan.
Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen berhak menentukan pilihannya. Konsumen
tidak boleh mendapat tekanan dari pihak luar karena konsumen memiliki kebebas an dalam
memilih produk barang/jasa. Setelah melakukan proses pemilihan barang/jasa, konsumen
memiliki kebebasan untuk membeli atau tidak membeli produk barang/jasa tersebut. Jika
konsumen memiliki keinginan untuk membeli produk tersebut , maka konsumen bebas
memutuskan untuk membeli barang/jasa dengan spesifikasi tertentu atau merk tertentu.
Selain itu, konsumen juga memiliki hak untuk mendapatkan produk/jasa sesuai nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang diberikan. Hak tersebut dimaksudkan bahwa konsumen
memiliki hak memperoleh perlindungan atas patokan harga yang tidak sesuai dengan
kualitas dan kuantitas barang/jasa yang diterima. Artinya konsumen berhak menerima
produk sesuai dengan nilai uang yang dibayarkan.
Contoh: Seorang pasien datang ke Apotek X, hendak membeli obat analgesik Y (obat
dagang). Namun, pada saat itu di Apotek X sedang kehabisan stok obat analgetik Y. Lalu
Apoteker memberikan obat analgetik generik namun dengan harga yang sebanding dengan
harga obat analgesik Y. Dikarenakan ketidaktahuan pasien dan adanya interpensi dari
Apoteker tersebut. Akhirnya pasien tetap membeli obat tersebut.
Pembahasan : pada kasus tersebut, pasien tidak mendapatkan haknya untuk memilih
barang/jasa karena terdapatnya interpensi dari Apoteker untuk memilih salah satu obat lain.
Selain itu, pasien juga tidak memperoleh haknya dalam menerima barang/jasa sesuai nilai
tukar, kondisi serta jaminan yang disajikan (obat yang seharusnya memperoleh obat
dengan nama dagang ditukar dengan obat generik dengan harga yang sama mahalnya
dengan obat dagang).
C. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa.
Sebelum memilih, konsumen harus memperoleh informasi yang benar mengenai
barang/jasa yang akan dikonsumsi. Karena informasi yang diberikan menjadi landasan bagi
konsumen dalam memilih. Jika informasi yang diberikan benar,jelas dan jujur maka
konsumen akan puas karena output yang diharapkan dari produk atau jasa yang
dikonsumsi sesuai dengan atau bahkan melebihi ekspektasi konsumen.
Contoh : Seorang apoteker wajib memberikan informasi kepada pasien tentang obat yang
akan dibeli. Misalnya informasi bahwa obat yang ingin dibeli pasien tersedia dalam bentuk
generik dan harganya lebih ekonomis. Apoteker juga harus memberikan informasi tentang
semua efek samping yang diakibatkan oleh penggunaan obat tersebut dan informasi
lainnya terkait obat dengan jelas dan lengkap.
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84
D. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
Konsumen memiliki hak untuk didengarkan kebutuhan dan klaim, karena hak ini terkait
dengan hak untuk memperoleh informasi. Walaupun perlindungan konsumen sudah diatur
oleh UU Perlindungan Konsumen, namun masih ada saja pelaku pebisnis manufaktur,
distribusi dan jasa lainnya sering kali tidak berorientasi pada konsumen dan atau
membiarkan bawahan atau cabang atau penyalur mencari lubang ketidaktahuan tentang
hak-hak konsumen sengaja ditutupi demi memperoleh laba.
Contoh : Konsumen membeli obat X. Setelah mengkonsumsi obat tersebut ternyata pasien
mengalami gatal-gatal dan tidak ada informasi di obat tersebut yang menyatakan bahwa
ketika dikonsumsi akan menimbulkan gatal-gatal. Konsumen komplain kepada produsen
Obat X. Oleh karena itu, konsumen berhak didengar pendapat dan keluhannya atas obat X
yang diproduksi pabrik X.
G. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
DIKTAT SOAL UAS UUEF APT 82 | Compiled by clan ~viagra~ Apt84
Kewajiban Produsen:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.